Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

(1)

(2)

ANALISIS KADAR

PARTICULATE MATTER

10 (PM

10

)

DAN

KELUHAN ISPA PADA DAERAH INDUSTRI GALANGAN KAPAL

DI KELURAHAN SEI PELUNGGUT KECAMATAN SAGULUNG

KOTA BATAM

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

PALMA ROSARI GRACE MARPAUNG

NIM. 101000070

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi menular saluran pernapasan atas atau bawah, mulai dari infeksi ringan sampai penyakit parah dan mematikan tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis kadar Particulate matter (PM10) dan keluhan ISPA pada daerah industri galangan kapal di Kelurahan Sei

Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam tahun 2014.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan dan perilaku responden), lingkungan fisik rumah, keluhan ISPA, dan untuk mengukur kadarparticulate matter 10 (PM10)udara ambien

di permukiman warga Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam. Pengukuran udara dilakukan pada 5 titik pengukuran masing-masing di tiap lingkungan dan 1 titik berada di jalur masuk industri galangan kapal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73 orang responden (87,95%) memiliki keluhan ISPA dan sisanya yaitu 10 orang tidak memiliki keluhan ISPA. Pengukuran debu di Titik I yaitu 132.343 µg/Nm3, kadar debu particulate matter 10 (PM10) di Titik II yaitu 18.959 µg/Nm3, Titik III yaitu, Titik IV yaitu 1.363µg/Nm3dan Titik V 179.006 µg/Nm3. Karakteristik responden yang menjadi sampel mayoritas adalah penduduk yang berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 59 orang atau 71,1% dan berusia antara 35-39 tahun dengan jumlah sebanyak 22 responden atau 26,5% dari total responden .

Disarankan pada penelitian berikutnya untuk meneliti aspek lain yang dapat mempengaruhi tingginya keluhan ISPA pada daerah tersebut selain kadar debu sehingga diperoleh faktor utama penyebab tingginya keluhan ISPA pada daerah tersebut.

Kata kunci : Particulate Matter 10 (PM10), Keluhan ISPA, Industri Galangan


(5)

Acute Respiratory Infections (ARIs) is an upper or lower communicable respiratory tracks infections, ranged from mild to severe and lethal disease, based on pathogens, environments, and hosts.

The purpose of this research is to analyze the levels of Particulate Matter 10 (PM10) and health problems of Acute Respiratory Infections (ARIs) in Offshore

Industry in Kelurahan Sei Pelunggut, Batam in 2014.

This is a descriptive research which is describe the characteristics of

respondents (such as ages, gender, education and respondent’s behavior), home’s environments, and ARI’s problems, and to measure the levels of ambient’s

Particulate Matter 10 (PM10) at the residents in Kelurahan Sei Pelunggut, Batam.

The measurement held in 4 measurement points in each environments and 1 measurement point in the entrance of offshore Industries.

The research shows that 73 respondents (87,95%) have Acute Respiratory’s

health problems and the rest 10 respondents didn’t have the problems. The measurements show that in 1stmeasurement point, the levels of Particulate Matter 10 (PM10) is about 132.343 µg/Nm, and the levels of Particulate Matter 10 (PM10) in the

2ndmeasurement point is about 18.959 µg/Nm3, in the 3rdmeasurement point is about 57.358 µg/Nm3, and the levels of Particulate Matter 10 (PM10) in the 4th

measurement point is about 1.363µg/Nm3, the 5th measurement point shows that the levels of Particulate Matter 10 (PM10) is about 179.006 µg/Nm3. The characteristics

of respondents who became the majority of samples is the female respondents and about 59 respondents (71,1%) and aged in 35-39 years old with total 22 respondents (26,5%).

It is suggested to the next research to analyze the other aspects which are

affecting the high number of Acute Respiratory Infection’s health problems in that area besides of the particulate matter and with the result of that research, we have a

certain causes of the high number of Acute Respiratory Infection’s health problems in Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut, Batam.

Keywords : Particulate Matter 10 (PM10), Acute Respiratory Infections,


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : PALMA ROSARI GRACE MARPAUNG

Tempat/Tanggal Lahir : Batam / 16 Agustus 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 1 Dari 2 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Bida Ayu Blok F Nomor 121 Kelurahan Mangsang, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri 004 Lubuk Baja, Batam : 1998 - 2004

2. SMP Negeri 6, Batam : 2004 - 2007

3. SMA Negeri 3, Batam : 2007 - 2010

4. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera : 2010 - 2014

Utara

Riwayat Organisasi :

1. Himpunan Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan : 2012 - 2013 (HMP Kesling) FKM USU


(7)

Segala puji dan syukur serta kemuliaan hanya bagi Allah di tempat yang maha tinggi, karena hanya dengan limpahan kasih dan karunia melalui anakNya Tuhan Yesus Kristus, penulisan skripsi dengan judul “Analisis Kadar Particulate Matter

10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di

Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014” dapat diselesaikan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,.

Skripsi ini adalah bentuk ucapan terima kasih atas segala usaha, cinta dan kasih sayang terbaik dari dua malaikat tanpa sayap yang Tuhan boleh berikan kepada penulis, yaitu Ayahanda Tumpal Marpaung dan Ibunda Norma Samosir yang kemudian menjadi semangat dan motivasi bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaIr. Indra Chahaya S, M.Siselaku Dosen Pembimbing I, Ketua Penguji serta selaku Dosen Pembimbing Akademik dan kepada dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I yang dengan kerendahan hati telah meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan, dan arahan pada penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku Dosen Penguji II Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 4. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.Kes selaku Dosen Penguji III yang

telah memberikan bimbingan, saran, serta masukan dalam perbaikan skripsi ini. 5. H. Abidun Pasaribu, S.Pdi selaku Camat Sagulung beserta jajaran Kecamatan

Sagulung dan Kelurahan Sei Pelunggut atas bimbingan dan bantuan selama penulis mengadakan penelitian di wilayah kerja tersebut.

6. KakDian dan PakMarihot sertaseluruh Dosen dan Pegawai FKM USU atas bimbingan, bantuan dan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Abang Deyvie Raldo Ganda Marpaung, SE,par dan kakak Elfrita Santi Samosir, Amd,par serta ponakan tersayang Raisa Anezka Adelaide Marpaungtercinta atas semangat dan kebahagiaan yang kalian hadirkan.

8. Bou Sonti Marpaung, Tante Herlina Samosir tersayang, Sepupu terkasih

GraceV Sitorus, Peter Samosir dan Zeremia Samosir, Grace H Syahputra

sertakeluarga besarku Marpaung dan Samosiratas cinta dan kasihnya. 9. Saudariku tersayang dari awal perkuliahan Imerlyn Andriyani Silitonga, dan

Meithyra Melviana Simatupang,Aku sayang kalian.

10. Keluarga yang Tuhan boleh berikan di Kota Kedua, Kakak Melva Silitonga, Putri Septika Silitonga, Erna Veronika, Ira Putri Lan Lubis, Silvina Sri Hartati, Wanda Purba, Raja Nindangi Lingga, Ewin, Mia Yulianty, dan


(9)

Uli Sinaga, Selly, Elisabeth, Yeremia OW, danWilliam Tampubolon.

12. Sahabat Kesling tercintaIsna Desri Yani, Devi Destika, Yulia Khairina, Fanji Dio, Cut Tatiana, Petra Laurensia, Siti Halimatun Syadiah, Ahmad Irfandi,

serta semuaanggota HMP Kesling 2011.

13. Rekan terbaik diUNIVERSE, Bernike, Sandro, Nanda Shafira, Daniel Tasmi

dan yang tidak dapat disebutkan keseluruhan dan seluruh teman Stambuk 2010

beserta senior dan junior.

14. Keluarga Kost Jenda MalemWidyana, Winda, Joanita, Olda, Nevi, dan Kasta 15.Keluarga Rumah Pink PBL Bapak Martines Simorangkir, Mamak Putri

Damanik dan saudariku Mei, Isna, Shinta, Tasya, Tresa, Fidrin, Ebi.

16. Teman LKP yang luar biasa, Yulia, Erna, Fandi, Aminah, Ibu Sonita, serta keluarga besar BLH Kota Medanatas pengalaman yang sangat berarti.

17.Warga Kavling Melatiatas bantuan yang boleh diberikan kepada penulis. Kritik dan saran dari berbagai pihak sangat berguna bagi perbaikan skripsi yang disadari jauh dari sempurna ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Agustus 2014


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan... i

Abstrak... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel... xii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pencemaran Udara ... 9

2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara ... 9

2.1.2. Penyebab Pencemar Udara... 10

2.1.3. Bahan Pencemar Udara ... 12

2.1.4. Efek Bahan Pencemar Udara ... 14

2.1.5. Klasifikasi Bahan Pencemar ... 15

2.1.6. Baku Mutu Kualitas Udara ... 16

2.2. Partikel Debu ... 17

2.2.1. Pengertian Debu ... 17

2.2.2. Sumber Debu... 18

2.2.3. Debu Sebagai Polutan Udara ... 19

2.2.4. Baku Mutu Debu ... 20

2.2.5. Pengukuran Kadar Debu ... 20

2.3. Industri Galangan Kapal ... 20

2.3.1. Definisi Industri ... 20


(11)

2.4.2. Typologi Hunian ... 27

2.5. ISPA... 28

2.5.1. Pengertian ISPA ... 28

2.5.2. Epidemiologi ISPA ... 29

2.5.3. Klasifikasi ISPA... 30

2.5.4. Tanda dan Gejala ISPA ... 32

2.5.5. Etiologi ISPA ... 33

2.5.6. Patogenesis ISPA ... 35

2.5.7. Faktor Resiko ISPA ... 38

2.6. Kerangka Konsep ... 39

III. METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2.1. Lokasi Penelitian... 40

3.2.2. Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1. Populasi ... 41

3.3.2. Sampel... 41

3.4. Objek Penelitian... 44

3.5. Metode Pengumpulan Data... 44

3.5.1. Data Primer ... 44

3.5.2. Data Sekunder ... 45

3.6. Definisi Operasional ... 45

3.7. Aspek Pengukuran ... 47

3.8. Alat dan Cara Pengukuran ... 50

3.8.1. Pengukuran kadar debu ... 50

3.8.1.1.Prinsip... 50

3.8.1.2.Bahan ... 50

3.8.1.3.Peralatan ... 51

3.8.1.4.Pengambilan contoh uji ... 51

3.8.2. Pengukuran Keluhan ISPA ... 52

3.9. Titik Pengukuran kadar debu PM10... 52


(12)

IV. HASIL PENELITIAN ... 55

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 55

4.1.1. Kecamatan Sagulung ... 55

4.1.2. Kelurahan Sei Pelunggut ... 55

4.1.2.1.Keadaan Geografis ... 56

4.1.2.2.Orbitasi Wilayah... 56

4.1.2.3.Demografi ... 56

4.1.2.4.Sarana dan Prasarana ... 57

4.2. Analisis Univariat ... 58

4.2.1. Karakteristik Responden... 58

4.2.1.1.Jenis Kelamin ... 59

4.2.1.2.Umur... 59

4.2.1.3.Tingkat Pendidikan... 60

4.2.1.4.Jenis Pekerjaan ... 61

4.2.1.5.Distribusi Responden berdasarkan Lingkungan ... 61

4.2.2. Perilaku ... 62

4.2.2.1. Perilaku Merokok ... 62

4.2.2.2.Penggunaan Anti Nyamuk Bakar dan Bahan Bakar Memasak ... 64

4.2.2.3. Penggunaan Masker, Membakar Sampah dan Membuka Jendela... 65

4.2.3. Keluhan Udara dan Galangan Kapal ... 66

4.2.4. Data Lingkungan Fisik Rumah... 68

4.2.5. Keluhan ISPA ... 69

4.2.6. Hasil Pengukuran Kadar PM10... 71

V. PEMBAHASAN ... 74

5.1. Pengukuran Kadar PM10... 74

5.2. Gambaran Keluhan ISPA Berdasarkan Gejala ... 75

5.3. Faktor Rendahnya Kadar PM10Dan Tingginya Keluhan ISPA ... 76

5.4. Karakteristik Responden ... 80

5.4.1. Jenis Kelamin ... 81

5.4.2. Umur... 81

5.4.3. Tingkat Pendidikan... 82

5.4.4. Jenis Pekerjaan ... 83

5.5. Perilaku ... 83


(13)

5.6. Lingkungan Fisik Rumah... 87

5.6.1. Ventilasi... 87

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 90


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Menurut KEP-2/MENKLH/I/1988 ... 16 Tabel 2.2. Perkiraan Prosentasi komponen pencemar udara dari sumber pencemar

transportasi di Indonesia ... 20 Tabel 2.3 . 6 kelompok besar virus pernapasan sebagai penyebab ISPA ... 35 Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kavling Melati

Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 59

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 59

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 60 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kavling Melati

Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 61 Tabel 4.5 Distribusi Responden berdasarkan Lingkungan Tempat Tinggal dan Ada

atau Tidaknya Keluhan ISPA... 61 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Merokok dan Ada atau

Tidaknya Anggota Keluarga yang Menderita ISPA Berdasarkan Gejala di Kavling Melati, Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 63

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Anti Nyamuk Bakar atau Semprot dan Jenis Bahan Bakar Memasak dan Ada atau Tidaknya

Anggota Keluarga yang Menderita ISPA Berdasarkan Gejala di Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014... 64

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Penggunaan Masker,

Membakar Sampah dan Membuka Jendela Setiap Hari di Kavling Melati, Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014


(15)

Tabel 4.10.Distribusi Responden Penilaian mengenai Industri Galangan Kapal di Kavling Melati, Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 67 Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Data mengenai lingkungan fisik

rumah di Kavling Melati, Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 69 Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan ISPA di Kavling Melati,

Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014 ... 70 Tabel 4.13. Hasil Pengukuran Kadar PM10 di Lokasi Penelitian... 73


(16)

DAFTAR GAMBAR


(17)

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian

Lampiran 2. Lembar Observasi dan Kuesioner Penelitian Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Penelitian Menggunakan SPSS Lampiran 5. Hasil Data Kuesioner

Lampiran 6. Surat Pernyataan Telah Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 7. Hasil Pengukuran Kadar PM10 oleh BLH Kota Batam


(18)

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi menular saluran pernapasan atas atau bawah, mulai dari infeksi ringan sampai penyakit parah dan mematikan tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis kadar Particulate matter (PM10) dan keluhan ISPA pada daerah industri galangan kapal di Kelurahan Sei

Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam tahun 2014.

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan dan perilaku responden), lingkungan fisik rumah, keluhan ISPA, dan untuk mengukur kadarparticulate matter 10 (PM10)udara ambien

di permukiman warga Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam. Pengukuran udara dilakukan pada 5 titik pengukuran masing-masing di tiap lingkungan dan 1 titik berada di jalur masuk industri galangan kapal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73 orang responden (87,95%) memiliki keluhan ISPA dan sisanya yaitu 10 orang tidak memiliki keluhan ISPA. Pengukuran debu di Titik I yaitu 132.343 µg/Nm3, kadar debu particulate matter 10 (PM10) di Titik II yaitu 18.959 µg/Nm3, Titik III yaitu, Titik IV yaitu 1.363µg/Nm3dan Titik V 179.006 µg/Nm3. Karakteristik responden yang menjadi sampel mayoritas adalah penduduk yang berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 59 orang atau 71,1% dan berusia antara 35-39 tahun dengan jumlah sebanyak 22 responden atau 26,5% dari total responden .

Disarankan pada penelitian berikutnya untuk meneliti aspek lain yang dapat mempengaruhi tingginya keluhan ISPA pada daerah tersebut selain kadar debu sehingga diperoleh faktor utama penyebab tingginya keluhan ISPA pada daerah tersebut.

Kata kunci : Particulate Matter 10 (PM10), Keluhan ISPA, Industri Galangan


(19)

Acute Respiratory Infections (ARIs) is an upper or lower communicable respiratory tracks infections, ranged from mild to severe and lethal disease, based on pathogens, environments, and hosts.

The purpose of this research is to analyze the levels of Particulate Matter 10 (PM10) and health problems of Acute Respiratory Infections (ARIs) in Offshore

Industry in Kelurahan Sei Pelunggut, Batam in 2014.

This is a descriptive research which is describe the characteristics of

respondents (such as ages, gender, education and respondent’s behavior), home’s environments, and ARI’s problems, and to measure the levels of ambient’s

Particulate Matter 10 (PM10) at the residents in Kelurahan Sei Pelunggut, Batam.

The measurement held in 4 measurement points in each environments and 1 measurement point in the entrance of offshore Industries.

The research shows that 73 respondents (87,95%) have Acute Respiratory’s

health problems and the rest 10 respondents didn’t have the problems. The measurements show that in 1stmeasurement point, the levels of Particulate Matter 10 (PM10) is about 132.343 µg/Nm, and the levels of Particulate Matter 10 (PM10) in the

2ndmeasurement point is about 18.959 µg/Nm3, in the 3rdmeasurement point is about 57.358 µg/Nm3, and the levels of Particulate Matter 10 (PM10) in the 4th

measurement point is about 1.363µg/Nm3, the 5th measurement point shows that the levels of Particulate Matter 10 (PM10) is about 179.006 µg/Nm3. The characteristics

of respondents who became the majority of samples is the female respondents and about 59 respondents (71,1%) and aged in 35-39 years old with total 22 respondents (26,5%).

It is suggested to the next research to analyze the other aspects which are

affecting the high number of Acute Respiratory Infection’s health problems in that area besides of the particulate matter and with the result of that research, we have a

certain causes of the high number of Acute Respiratory Infection’s health problems in Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut, Batam.

Keywords : Particulate Matter 10 (PM10), Acute Respiratory Infections,


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai riwayat perkembangan penyakit pada manusia, salah satunya adalah terjadinya ketidakseimbangan antara hubungan tiga faktor yaitu pejamu (human host), lingkungan (environment), dan penyebab penyakit (agent). Ketidakseimbangan ketiga faktor tersebut menimbulkan stimulusyang menyebabkan seseorang menjadi sakit (Sarudji, 2010).

Dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit menular, pada hakikatnya dapat diuraikan dalam empat simpul. Simpul 1 adalah sumber penyakit, dalam hal ini berupa virus, bakteri, parasit, atau yang lain; simpul 2, merupakan komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit tersebut, misalnya udara, air atau binatang pembawa bibit penyakit tersebut; simpul 3 adalah penduduk dengan berbagai variabel kependudukan, misalnya pendidikan, kepadatan, perilaku dan sebagainya serta simpul 4 adalah penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit, setelah mendapat paparan (exposure) dengan komponen lingkungan, dalam hal ini lingkungan biologis berupa virus atau bakteri (Anies, 2006).

Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Udara, air, makanan, sandang, papan, dan seluruh kebutuhan


(21)

manusia dengan lingkungannya ini tidak selalu didapatkan keuntungan, kadang-kadang manusia bahkan mendapat kerugian. Hal ini merupakan akibat hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan lingkungannya (Soemirat, 2009).

Bilamana salah satu mata rantai siklus mengalami gangguan, maka komponen-komponen yang lainnya pun akan mengalami gangguan pula. Kondisi seperti terlampauinya kemampuan suatu komponen, adanya ketidakseimbangan di antara komponen, dan terganggunya fungsi komponen atau sama sekali tidak mampu berfungsi seperti biasa akan menimbulkan masalah lingkungan (Siahaan, 2004).

Manusia memerlukan oksigen. Oksigen berada di udara, namun ketika manusia mengirup udara untuk menyerap oksigen, udara di sekeliling manusia berada sering kali tercemar atau tercampur bahan kimia, virus, bakteri, maupun parasit yang merupakan agen penyakit. Masalah pencemaran udara menjadi salah satu cabang bidang keilmuan yang banyak dibahas dan dibicarakan sejak manusia membangun kota-kota, terutama ketika manusia mencoba bermukim dan berkelompok di sebuah wilayah yang kita kenal sebagai kota. Zaman hipokrates yang hidup pada 400 tahun SM juga sudah menghubungkan antara gangguan kesehatan dengan kualitas udara. Berbagai kasus-kasus terkenal mulai muncul ketika revolusi industri pada abad XIII di Eropa berlangsung (Achmadi, 2012).

Udara yang tidak sehat dengan partikel-partikel polusi sebesar 10 mikron bisa mengakibatkan berbagai infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) . Akan tetapi, partikel polusi yang lebih kecil (2,5 mikron), akan masuk ke paru-paru dan menjadi penyebab penyakit asma (Pangkalan Ide, 2010).


(22)

3

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO 2007).

WHO pada tahun 2007 menyatakan ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98 persennya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk–pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun (Ruden et al Bulletin WHO 2008).


(23)

Berdasarkan hasil laporan RISKESDAS pada tahun 2007, prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada baduta (>35%). ISPA cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah. Kementerian Kesehatan mencatat pada tahun 2007 kasus ISPA baru berjumlah 7,2 juta kasus, lalu meningkat sampai 18,7 juta atau sekitar (5-6%) dari total penduduk Indonesia di 2011. Jumlah ini belum termasuk pneumonia, yakni infeksi akut yang sudah sampai menyerang paru-paru yang diperkirakan angkanya mencapai 1,8 juta orang. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Berdasarkan profil Kota Batam pada tahun 2009, penyakit ISPA merupakan rating tertinggi pada 10 penyakit terbesar yang ditemukan pada pasien yang berkunjung ke puskesmas dalam wilayah kerja Kota Batam. Perubahan iklim, mobilitas daerah industri, debu lalu lintas, kebakaran hutan, serta perilaku hidup bersih sehat yang masih belum membudaya merupakan beberapa faktor pendukung penyebab tingginya kasus ISPA di Kota Batam.

Menurut survei awal yang dilakukan oleh peneliti, salah satu kecamatan di kota Batam yang memiliki angka kejadian ISPA yang terbesar adalah Kecamatan Sagulung. Kecamatan Sagulung terbagi ke dalam 6 wilayah kelurahan yaitu, Kelurahan Tembesi, Kelurahan Sei Binti, Kelurahan Sei Lekop, Kelurahan Sagulung Kota, Kelurahan Sei Langkai dan Kelurahan Sei Pelunggut.

Salah satu kawasan industri galangan kapal Kota Batam berlokasi di pesisir pantai Kecamatan Sagulung dan Tanjung Uncang. Wilayah kecamatan Sagulung


(24)

5

yang digunakan sebagai wilayah kerja industri galangan kapal dipusatkan di kelurahan Sei Pelunggut (Dapur 12), kelurahan ini termasuk ke dalam wilayah kerja Puskesmas Sei Langkai. Puskesmas Sei Langkai mempunyai wilayah kerja di tiga kelurahan di kecamatan Sagulung, yaitu kelurahan Tembesi, kelurahan Sei Langkai dan kelurahan Sei Pelunggut.

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Sei Langkai tahun 2013 ISPA merupakan penyakit terbesar dengan 2.630 Kejadian dari 4.222 kasus. Menurut rekapitulasi laporan program Pelaporan dan pencatatan ISPA Puskesmas Sei Langkai, pada bulan Januari 2014 tercatat kelurahan ini memiliki 23.659 penduduk dengan penemuan kasus ISPA yaitu sebanyak 143 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya yakni pada bulan Februari 2013 dengan 12.447 penduduk ditemukan 39 kasus.

Keadaan di sekitar lokasi industri galangan kapal di Kelurahan Sei Pelunggut (Dapur 12) Kecamatan Sagulung tersebut berdebu terutama pada siang hari dengan di dominasi tekstur tanah yang kering dan apabila dilalui harus menggunakan masker, tidak terkecuali di jalur permukiman warga. Debu tersebut dihasilkan oleh beberapa hal yakni hasil dari aktivitas industri galangan kapal khususnya aktivitassandblasting dan debu dari mobilitas industri galangan kapal serta mobilitas warga tersendiri.

Keadaan Jalan dan jalur lalu lintas disekitar kawasan industri berdebu diakibatkan oleh jalur yang sebagian besar belum diaspal atau dengan kata lain masih jalur tanah. Keadaan ini ditambah dengan keringnya lokasi industri tanpa penghijauan dan mobilitas truk industri galangan kapal yang melewati permukiman penduduk.


(25)

Melati Kelurahan Sei Pelunggut dengan jalur mobilitas kegiatan industri yang melewati sebagian permukiman penduduk.

Menurut Haluan Kepri pada tanggal 18 Februari 2012, masyarakat yang tinggal di kawasan industri galangan kapal rentan terserang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Pencemaran udara dan debu dari hilir mudiknya kendaraan besar yang keluar masuk perusahaan galangan kapal, menjadi salah satu penyebabnya.

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya kasus ISPA di Kota Batam khususnya Kecamatan Sagulung sebagai kecamatan yang berpotensial terhadap kejadian penyakit ISPA bila dibandingkan dengan kecamatan lain karena kondisi fisik jalan yang berdebu dan didukung dengan mobilitas industri dan aktivitas sandblasting sebagai bagian dari kegiatan industri galangan kapal kawasan Kelurahan Sei Pelunggut kecamatan Sagulung dan didukung dengan lingkungan permukiman Kelurahan Sei Pelunggut, mendasari peneliti untuk melakukan penelitian di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Maka berdasarkan hal di atas, perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah analisis kadar Particulate matter (PM10) dan keluhan ISPA pada daerah industri galangan kapal di Kelurahan


(26)

7

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis kadar Particulate matter (PM10) dan keluhan ISPA pada daerah industri galangan kapal di Kelurahan

Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kadar debu particulate matter 10 (PM10) udara ambien di permukiman warga Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam dan kemudian membandingkannya dengan baku mutu particulate matter 10 (PM10)udara ambien.

2. Untuk mengetahui gambaran keluhan ISPA di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam.

3. Untuk Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan dan perilaku responden di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam.

4. Untuk Mengetahui faktor lingkungan fisik rumah warga yang meliputi kebersihan rumah, ventilasi, dan kepadatan hunian rumah di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam serta hubungannya dengan kejadian ISPA.


(27)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat di wilayah Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam mengenai gejala ISPA dan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Penyakit ISPA.

2. Sebagai informasi tambahan bagi Pemerintah Kota Batam melalui Dinas Kesehatan Kota Batam dan Puskesmas Sei Langkai dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan Penyakit ISPA.

3. Sebagai sarana belajar bagi penulis dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapat selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi perkembangan penelitian selanjutnya.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

Pencemaran udara dapat mengganggu kesehatan manusia, tanaman dan binatang atau pada benda-benda, dapat pula menggganggu pandangan mata, kenyamanan hidup dari manusia dan penggunaan benda-benda. Pengaruh yang sangat penting adanya pencemaran udara pada manusia adalah dalam aspek: kesehatan, kenyamanan, keselamatan, estetika, dan perekonomian (Suratmo,2004).

2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya (Wardhana, 2008). Pencemaran udara adalah adanya bahan kontaminan di atmosfer karena ulah manusia (man made). Hal ini untuk membedakan dengan pencemaran udara alamiah (natural air pollution) dan pencemaran udara di tempat kerja (occupational air pollution) (Mukono, 2006).

Definisi pencemaran udara menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI Nomor : Kep-02/MENKLH/I/1988 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy, dan/atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Suradji, 2010).


(29)

udara adalah masuk atau dimasukkannya zat energi dari komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (Achmadi, 2012).

2.1.2. Penyebab Pencemar Udara

Secara umum penyebab pencemaran udara menurut Wardhana terdiri dari 2 macam,yaitu :

A. karena faktor internal (secara alamiah), contoh :

(1) Debu yang beterbangan akibat tiupan angin.

(2) Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik.

(3) Proses pembusukan sampah organik, dll.

B. Karena faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh :

(1) Hasil pembakaran bahan bakar fosil. (2) Debu/serbuk dari kegiatan industri.

(3) Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.

Publikasi Environmental Protection Agency (EPA), yaitu Suplemen No.9 tahun 1979 (AP-42), berisi sumber pencemar udara dan fakto beban emisi udara. Faktor beban emisi udara dalam Lampiran 1 untuk sumber pembakaran tetap, sumber pembakaran bergerak (transportasi), proses industri dan kegiatan pembuangan limbah padat (Djajadiningrat dkk, 1998).

Menurut Achmadi, sumber utama pencemaran udara terbagi ke dalam dua kategori yakni alamiah dan kegiatan manusia atau antropogenic. Sumber alam yang


(30)

11

utamanya adalah letusan gunung merapi ata uaktivitas magma yang keluar, terutama gas-gas CO2, CO, NOx, SO2 serta berbagai logam berat metal seperti merkuri, Cd

serta unsur-unsur bahan kimia lainnya. Sedangkan sumber antropogenik utamanya adalah kendaraan bermotor, industri, rumah tangga, serta kegiatan lain seperti merokok.

Sumber pencemar udara dapat dikelompokkan menjadi sumber bergerak dan sumber tidak bergerak (Suradji, 2010).

a. Sumber bergerak

Sumber pencemar udara bergerak dapat dikelompokkan menjadi : (a) kendaraan bermotor; (b) pesawat terbang; (c) kereta api, dan (d) kapal laut. Sarana transportasi sebagai sumber pencemar karena proses pembakaran bahan bakar pada mesin yang digunakan sebagai penggerak kendaraan tersebut.

Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO , HC, dan partikel debu.

b. Sumber tak bergerak (menetap)

Yang termasuk sumber pencemar dari bahan bakar bersumber menetap adalah pembakaran beberapa jenis bahan bakar yang diemisikan pada suatu lokasi yang tetap.


(31)

Proses industri juga merupakan sumber polutan menetap, tetapi karena pada umumnya memiliki pertumbuhan yang cepat khususnya di wilayah perkotaan, maka dalam menentukan kawasan yang digunakan untuk kegiatan ini perlu mendapat pertimbangan dari berbagai aspek, baik dari segi tata ruang, maupun rencana tata wilayah.

2. Pembuangan sampah padat

Tempat pembuangan sampah padat sebagai sumber pencemar udara karena gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi khususnya sampah organic yang dapat mengurai. Adapula sumber pencemar yang proses pencemarannya tidak dapat diduga sebelumnya, sehingga emisi yang ditimbulkannya tidak dapatdiprediksi baik kuantitas maupun kualitasnya. Misalnya pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan, kebakaran gedung/bangunan, pembakaran sampah batu baraa, dan pembakaran di daerah pertanian.

2.1.3. Bahan Pencemar Udara

Menurut Achmadi, bahan pencemar bisa dikelompokkan ke dalam : a) Kelompok senyawa kimia toksik.

b) Kelompok mikroorganisme berasal dari: bakteri, virus, parasit jamur, dan lain sebagainya.

c) Bahaan radioaktif berupa limbah yang tidak terkendali baik kegiatan tambang, industri berbahan radioaktif maupun rumah sakit.

d) Partikel mikro dihitung ke dalam gabungan TSP ( Total Suspended Particulate).


(32)

13

Menurut Gunawan Suratmo, bahan pencemar berdasarkan pembagian Miller (1979) adalah sebagai berikut :

a) Karbon oksida (CO, CO2);

b) Sulfur oksida (SO2,SO3);

c) Nitrogen oksida (N2O,NO, NO2);

d) Hidrokarbon (CH4,C4H10,C6H6);

e) Fotokemis oksidan (O3,PAN dan aldehida);

f) Partikel (asap, debu, jelaga, asbestos, logam, minyak dan garam); g) Senyawa inorganik (asbestos, HF, H2S, NH3,H2SO4,H2NO3);

h) Senyawa inorganik lain (pestisida, herbisida, alkohol, asam-asam dan zat kimia lainnya);

i) Zat radioaktif; j) Panas;

k) Debu; l) Kebisingan.

Polutan udara menurut Suradji digolongkan menjadi : i) Sulfur dioksida (SO2)

ii) Karbon monoksida (CO) iii) Nitrogen Oksida (NOx) iv) Debu (partikulat) v) Timah hitam (Pb)


(33)

Menurut Mukono, baik gas maupun partikel yang berada di atmosfer dapat menyebabkan kelainan pada tubuh manusia. Secara umum efek pencemaran udara terhadap individu atau masyarakat dapat berupa :

a. Sakit, baik yang akut maupun yang kronis.

b. Penyakit yang tersembunyi yang dapat memperpendek umur dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan.

c. Mengganggu fungsi fisiologi dari : 1. Paru

2. Saraf

3. Transport oksigen oleh hemoglobin 4. Kemampuan sensorik

d. Kemunduran penampilan, misalnya pada: 1. Aktivitas atlet

2. Aktivitas motorik 3. Aktivitas belajar e. Iritasi sensorik.

f. Penimbunan bahan berbahaya dalam tubuh. g. Rasa tidak nyaman (bau)

Beberapa jenis pencemar yang dianggap membahayakan kesehatan masyarakat misalnya: p.m. 2.5 dan p.m. 10; CO;H2S; SO2; Lead; NOx; Ozone, dan


(34)

15

2.1.5. Klasifikasi Bahan Pencemar

Menurut Mukono, Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian :

1. Polutan Primer

Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dan dapat berupa :

a) Polutan Gas, terdiri dari :

1. Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon oksida (CO atau CO2).

2. Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.

3. Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.

4. Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan bromin.

b) Partikel

Partikel yang di atmosfer mempunyai karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspense aerosol cair di atmosfer. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, dispersi maupun erosi bahan tertentu.

2. Polutan Sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Polutan sekunder mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN), dan formaldehid (Mukono, 2006).


(35)

Undang-undang yang ada di Indonesia saat ini mengatur lingkungan secara umum dan dikenal sebagai UU No 4 tahun 1982 sebagai undang-undang udara bersih. Peraturan seperti ini dikenal sebagai standar emisi, baik emisi dari cerobong pabrik, maupun emisi kendaraan bermotor (Soemirat, 2009).

Tabel 2.1.Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Menurut KEP-2/MENKLH/I/1988

NO Parameter Waktu Pengukuran

Baku Mutu

Metode

Analisis Peralatan

1 SO2 24 Jam 0,01 ppm Pararosanilin Spectrophotometer

2 CO 8 jam 20,00 ppm NIDR NIDR analyzer

3 NOX 24 jam 0,05 ppm Saltzman Spectrophotometer

4 OX 1 jam 0,10 ppm Chem.lum Spectrophotometer

5 Debu 24 jam 0,26 mg/m3 Gravimetric Hi-volume sampler

6 Pb 24 jam 0,06 mg/m3 Gravimetric Hi-vol, AAS

7 H2S 30 menit 0,03 ppm Hgthiocyanat Spectrophotometer

8 NH3 24 jam 2,00 ppm Nessler Spectrophotometer

9 HC 3 jam 0.24 ppm

Flame-ionization

Gas chromatography Sumber : Soemirat, 2009

Menurut PP No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, untuk baku mutu kadar debu adalah untuk PM10 yaitu partikel debu yang berukuran

<10 µm adalah 150 µg/Nm3 untuk lama pengukuran 24 jam dan baku mutu PM2.5

adalah 65 µg/Nm3 untuk lama pengukuran 24 jam dan 15 µg/Nm3 untuk lama pengukuran 1 jam.

Penurunan kualitas udara (peningkatan debu) dapat memberikan dampak lanjutan terhadap manusia berupa kemungkinan timbulnya penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA) akibat dari proses pengerjaan konstruksi,debu yang


(36)

17

ditimbulkan melalui lalu lalang kendaraan pembawa material atau areal terbuka (dokumen AMDAL PT Britoil Offshore Indonesia).

2.2. Partikel Debu 2.2.1. Pengertian Debu

Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang lebih luas, dalam kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan, pencemar, partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhanasampai dengan bentuk yang rumit atau kompleks yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara (Wardhana, 2004). Debu (Dust) adalah istilah yang lebih umum untuk partikel padat, umumnya lebih besar dari koloidal, dan secara temporer tersuspensi dalam udara atau gas lain. Debu tidak mempunyai kecenderungan berflokulasi kecuali dalam keadaan elektrostatik, tidak berdifusi, tetapi turun (mengendap) karena pengaruh gaya berat bumi (Suradji, 2010).Dust atau debu, adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin (Wardhana, 2004).

Partikulat adalah debu/ padatan halus dan aerosol atau cairan berukuran halus. Partikel ini terdapat banyak di udara. Ukuran yang dapat memasuki saluran respiratorius ini adalah 10µ ke bawah (Soemirat, 2009).

Partikel mikro (p.m.) atau disebut juga sebagai debu atau particulate matter (p.m.) merupakan sekumpulan benda mati maupun kehidupan mikro yang memiliki diameter antar 0,1 mikron hingga 500 mikron. Partikel mikro atau debu sering disebut


(37)

tergantung dari sumbernya, bisa dari proses industri, grinding, crushing, debu vulkanik letusan gunung berapi, gesekan ban mobil, pembakaran bahan bakar carbon, spora jamur, hingga virus. Partikel mikro bisa berupa particulate matter (PM 2,5) atau particulate matter berukuran 10 mikron (PM 10) yakni partikel berdiameter di bawah 10 mikron atau berdiameter di bawah 2,5 mikron. Dalam berbagai pembahasan partikel 2,5 mikron dapat dianggap sangat membahayakan (Achmadi, 2012).

2.2.2. Sumber Debu

Partikulat atau debu adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka (Suradji, 2010). Menurut Wisnu Wardhana, sumber pencemar partikel dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Sumber pencemar partikel akibat ulah manusia sebagian besar dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi.

Pencemaran partikel yang berasal dari alam contohnya adalah : 1. Debu tanah/ pasir halus yang terbawa oleh angin kencang.

2. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi.

3. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan.


(38)

19

Sumber artifisial debu terutama adalah pembakaran; apakah itu pembakaran batu bara, minyak bumi, dan lain lainnya yang dapat menghasilkan jelaga (partikulat yang terdiri atas karbom dan lain-lain zat yang melekat padanya). Sumber lain adalah segala proses yang menimbulkan debu seperti pabrik semen, industri metalurgi, industri konstruksi, industri bahan makanan, dan juga kendaraan bermotor (Soemirat, 2009).

2.2.3. Debu Sebagai Polutan Udara

Ukuran partikulat yang dapat memasuki saluran respiratorius adalah 10µ ke bawah. Yang berukuran 5µ sampai dengan 10µ akan mudah tersaring secara fisik oleh bulu-bulu yang terdapat dalam rongga hidung, trakea, dan brokus. Yang lebih halus akan mudah terbawa oleh udara inspirasi ke dalam paru-paru, tetapi yang berukuran < 2 mikron akan mudah masuk, dan mudah pula keluar dengan udara ekspirasi. Jadi yang terendapkan di dalam alveoli biasanya adalah yang berukuran antara 2-5 mikron (Soemirat, 2009).

Debu (partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka. Mungkin hal ini sangat mengejutkan bahwa Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan bahwa kebakaran hutan menghasilkan seperempat dari seluruh emisi partikulat. Sepertiga darinya berasal dari kebakaran hutan yang dapat dikendalikan dan dua pertiganya dari kebakaran hutan yang tidak terkendali (Sarudji, 2010).


(39)

pencemar transportasi di Indonesia

Komponen Pencemar Prosentase (%)

CO 70,50

NOX 8,89

SOX 0,88

HC 18,34

Partikel 1,33

Total 100

Sumber : Wardhana, 2004

2.2.4. Baku Mutu Debu

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara menjelaskan mengenai baku mutu udara ambien yang di dalamnya dijelaskan mengenai baku mutu kadar debu. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yaitu PM10adalah 150 µg/m3.

2.2.5. Pengukuran Kadar Debu

Pengukuran kadar debu yaitu PM10 dilakukan menggunakan metode analisis

gravimetric menggunakan peralatan Hi-Vol yang pengukurannya memerlukan waktu selama 24 jam (PP NO 41 Tahun 1999).

2.3. Industri Galangan Kapal 2.3.1. Definisi Industri

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih


(40)

21

tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangunan dan perekayasaan industri (UU RI NOMOR 5 TAHUN 1984).

Istilah industri mencakup sejumlah aktivitas yang bermacam-macam, masing-masing dengan potensi yang dapat mempengaruhi kesehatan para pekerja, keluarga mereka dan masyarakat luas. Istilah ini meliputi pula industri-industri berat dan industri-industri ringan. Industri berkisar dari usaha-usaha informal yang kecil dengan satu atau dua pekerja sampai yang besar dengan ribuan karyawan (Laporan Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).

2.3.2. Perkembangan Industri

Pembanguan di sektor industri, perhotelan, rumah sakit dan sektor lainnya akhir-akhir ini berkembang sangat pesat. Berdasarkan data Satisitik Industri Tahun 2003, jumlah industri sedang telah mencapai 113.253 dan industri besar 36.021. Angka ini belum termasuk industri kecil yang jumlahnya lebih dari 1.275.175 industri (Hamid dkk, 2007).

Industrialisasi telah memberikan banyak kontribusi positif terhadap kesehatan di antaranya adalah melalui peningkatan penghasilan, kemakmuran sosial yang lebih besar, dan pelayanan-pelayanan yang lebih baik, khususnya dalam transportasi dan komunikasi (Laporan Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Perkembangan industri ini, selain memberikan dampak yang positif ternyata perkembangan di sektor industri juga memberikan dampak yang negatif, yaitu berupa limbah industri yang bila tidak dikelola dengan baik dan benar akan mengganggu keseimbangan lingkungan, sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan


(41)

terhadap kesehatan lingkungan. Kegiatan bidang industri, dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, jenis produk, bahan baku, proses maupun jenis limbah sendiri. Dengan demikian, kegiatan bidang industri akan mengeluarkan limbah cair, limbah gas/partikel dan limbah padat (Mukono, 2006).

2.3.3. Industri Perkapalan

Mengutip penjelasan Djoko Pramono pada tahun 2005 yang menjelaskan bahwa berdasarkan Inpres No. 10/1984, yang diundangkan tanggal 28 November 1984, yang dimaksud dengan industri perkapalan meliputi industri galangan kapal, penunjang galangan kapal, bangunan lepas pantai, dan pemecah kapal.

2.3.4. Industri Galangan Kapal

Dokumen AMDAL PT. Britoil Offshore Indonesia galangan kapal (shipyard) menyatakan yang dimaksudkan dengan kegiatan utama marine base dengan komponen kegiatan berupa pembuatan, perbaikan atau pemeliharaan kapal tunda(tug boat)dan tongkang serta sebagaioffshore logistic supplay.

2.3.4.1.Kegiatan Industri Galangan Kapal

Berdasarkan pemaparan dokumen AMDAL PT. Britoil Offshore Indonesia untuk kegiatan galangan kapal, offshore logistic, pelabuhan khusus, pengerukan dan dumping di Kelurahan Tanjung Riau Kecamatan Sekupang Kota Batam didapati bahwa kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Industri galangan kapal pada umumnya adalah :


(42)

23

a. Kegiatan kapal

Kegiatan kapal di marine base adalah kegiatan labuh dan bongkar muat. Kapal-kapal yang bersandar adalah kapal-kapal pembawa material (bahan baku), kapaltug boatpendorong dan pengendali tongkang.

b. Bongkar Muat

Kegiatan bongkar muat yang dilakukan adalah pembongkaran bahan baku dan bahan penolong untuk kegiatan galangan kapal danoffshore logistic.

c. Pembuatan, Perbaikan dan Pemeliharaan Kapal / Tongkang

Perbaikan yang dilakukan adalah perbaikan badan kapal, perbaikan mesin, perbaikan sistem elektronik dan elektrik kapal, dan terkadang diikuti oleh pencucian kapal atau tangki kapal. Kegiatan perbaikan kapal dilakukan dengan proses sebagai berikut ;

1. Docking

Docking adalah kegiatan penempatan kapal atau tongkang yang akan diperbaiki sesuai dengan keperluannya. Untuk perbaikan bagian atas maka dilakukan docking di air (running repaire), tetapi jika perbaikan juga termasuk bagian bawah kapal/tongkang (seperti lunas, dasar kapal) maka dilakukan docking darat dengan cara menarik kapal/tongkang ke daratan.

2. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan membersihkan seluruh bagian kapal atau tongkang dari teritip, kotoran, dan karat. Peralatan yang digunakan adalah amplas, gerinda, palu, pengorek. Kapal dibersihkan dari cat tua, karat, teritip dengan cara


(43)

Checking adalah kegiatan pemeriksaan bagian-bagian kapal yang mengalami kerusakan dan perlu penggantian. Checking dilakukan secara visual dan selama checking tersebut dilakukan juga penandaan dan pengukuran volume yang harus diperbaiki.

4. Pemotongan dan Penggantian

Bagian-bagian kapal yang rusak yang telah diperiksa dan ditandai kemudian dipotong dan selanjutnya diganti dengan yang baru. Pemotongan dilakukan dengan alat potong gas.

5. Service Mesin

Kegiatan service mesin adalah serangkaian kegiatan perawatan mesin, penyetelan katup-katup, penggantian bagian-bagian yang sudah aus (tidak berfungsi), pelumasan, dan pembersihan. Service dilakukan terhadap mesin utama dan mesin bantu kapal.

6. Penggantian, perawatan elektronik dan perpipaan

Kegiatan ini meliputi pemeriksaan terhadap jaringan elektronik, elektrik dan sistem perpipaan dari kerusakan, malfunction dan kebocoran. Untuk bagian-bagian yang tidak berfungsi akan dilakukan penggantian dan penyambungan dengan yang baru.

7. Penghalusan dan Pengecatan

Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan gerinda untuk menghaluskan bekas-bekas las yang tidak rata, kasar dan berkarat. Penghalusan juga dilakukan dengan menggunakan amplas dan jika diperlukan dilakukan jugasand blasting.


(44)

25

Berdasarkan lampiran 2 Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999, limbah yang berasal dari kegiatan sandblasting ditetapkan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari sumber spesifik, yaitu limbah sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.

Limbah sandblasting dari aktivitas penghalusan bagian permukaan kapal dikategorikan sebagai limbah B3 karena pada limbah tersebut terindikasi mengandung sejumlah logam berat yang dapat menimbulkan dampak negatif atau memberikan gangguan terhadap kesehatan dan lingkungan. Paparan debu limbah sandblasting secara terus-menerus berpotensi menyebabkan iritasi pada kulit, gangguan pernapasan bahkan silikosis. Setelah permukaan kapal halus maka dilakukan pengecatan.

8. Peluncuran

Peluncuran adalah kegiatan pelepasan kapal yang sudah diperbaiki ke perairan.

d. Pembuatan dan PemeliharaanOffshore Equipment

Offshore Equipment adalah peralatan yang digunakan dalam kegiatan lepas pantai seperti anjungan. Pembuatan peralatan offshore diawali dengan membuat rancang bangun, kemudian dilakukan pembuatan pola dan pemotongan bahan baku. Selanjutnya potongan-potongan disambung dengan cara mengelas dan dihaluskan, pada akhirnya dicat dan dibawa ke lepas pantai.

e. Peluncuran Kapal atau Tongkang


(45)

sea trialdengan menggunakantugboat.

f. Penanganan Limbah

g. Pengapalan dan PengangkutanOffshore Equipment

Peralatan offshore yang telah dibuat selanjutnya dimuat ke kapal dengan bantuanmobile crane.

2.4. Perumahan dan Permukiman

Perkembangan pengetahuan manusia, membuat terjadinya peningkatan kebutuhan manusia, mulailah dipertimbangkan efisiensi dan efektifitas. Cara hidup juga mengalami perubahan sehingga terjadilah proses industrialisasi, otomatisasi, dan modernisasi. Cara hidup ini diikuti pula oleh perubahan manusianya menjadi lebih individual dan egoistis. Letak geografis dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi perkembangan pertumbuhannya (Auliadkk, 2008).

2.4.1. Pengertian Perumahan dan Permukiman

WHO memberikan pengertian bahwa perumahan (housing) adalah suatu bangunan fisik yang digunakan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan dan bangunan tersebut termasuk fasilitas dan perlengkapan pelayanan yang diperlukan, berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya, baik untuk keluarga maupu individu (Sarudji, 2010).

Dalam mempertimbang keterkaitan antara perumahan dan kesehatan, perumahan diartikan lebih dari pada sekedar struktur fisik rumah. Perumahan mencakup pula unsur-unsur apakah rumah-rumah telah memiliki saluran air dan juga sarana yang memadai untuk memasak, mencuci, penyimpanan makanan dan


(46)

27

pembuangan kotoran manusia, serta limbah cair. Unsur-unsur lain adalah lokasi dan lingkungan tetangga di sekitar tempat suatu unit perumahan, yang seharusnya dapat memberikan pertahanan terhadap kecelakaan dan vector-vektor penyakit (Laporan Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).

2.4.2. Typologi Hunian

Menurut Aulia, dkk tahun 2008, typologi hunian adalah : a. Rumah tunggal(detached house)

1. Rumah yang berdiri sendiri pada persilnya dan terpisah dari rumah disebelahnya.

2. Tipe besar dengan luas persil di atas 400m². b. Rumah Koppel (Semi-Detached House)

1. Rumah yang umumnya berada pada satu persil.

2. Terdiri atas satu bangunan dengan 2 unit rumah tinggal, dimana atapnya menjadi satu.

3. Dari segi kepemilikan rumah biasanya satu persil dibagi menjadi dua kepemilikan sehingga masing-masing unit rumah mempunyai kepemilikan sendiri.

c. Rumah Deret (Row House)

1. Suatu jenis hunian yang bangunan/unit rumahnya menempel satu dengan lainnya.

2. Pada umumnya berderet maksimal 6 (enam) unit.


(47)

1. Rumah tinggal yang terdiri dari 2 lantai, bisa berupa 1 unit tersendiri, bisa juga berderet dan dapat juga berada pada satu massa besar.

2. Umumnya lantai satu dimanfaatkan untuk kegiatan umum seperti ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dll. Lantai dua dimanfaatkan untuk kegiatan pribadi seperti ruang tidur.

e. Apartemen

1. Adalah sebuah bangunan bertingkat banyak dan terdiri dari unit-unit hunian. 2. Bertingkat rendah maks. 4 lantai dan bertingkat tinggi > 8 lantai.

3. Ada beberapa jenis istilah untuk tipe bangunan ruma htigngal seperti ini. 4. Biasanya dibedakan atas kelompok penghuninya seperti rumah susun atau flat

untuk kelompok penghuni masyarakat menengah ke bawah dan apartemen atau kondominium untuk kelompok penghuni masyarakat menengah ke atas. f. Ruko (Rumah Toko)/Shop Houses

1. Termasuk pada rumah deret hanya dibedakan dari fungsi bangunan yaitu fungsi hunian dan fungsi niaga.

2. Jumlah tingkat 2-4 lantai.

3. Umumnya berada pada pusat-pusat kegiatan.

2.5. ISPA

2.5.1. Pengertian ISPA

Definisi penyakit ISPA menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala


(48)

29

atau infeksi ringan sampai penyakit parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Definisi penyakit ISPA lainnya adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru ( Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2005).

Pengertian ISPA adalah penyakit Saluran pernapasan akut dengan perhatian khusus pada radang paru (pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan sering menempati urutan pertama angka kesakitan balita (Widoyono, 2008). Penyakit ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang mencakup pneumonia, batuk-pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis, dan otitis (Misnadiarly, 2008).

2.5.2. Epidemiologi ISPA

Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk dan pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.


(49)

kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan. Dari survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar 40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24% dan pada balita sebesar 36% (Widoyono, 2008).

Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua (13%). Di Jawa Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu menduduki ranking 1 pada 10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas.

2.5.3. Klasifikasi ISPA

Widoyono mengklasifikasikan penyakit ISPA terdiri dari : a. Bukan pneumonia

Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam. Contohnya adalah common cold, faringitis, tonsillitis, dan otitis.

b. Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja yang dapat mengakibatkan pasien meninggal dunia (Misnadiarly, 2008).


(50)

31

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosis gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai <5 tahun adalah 40 kali per menit.

c. Pneumonia berat

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai <5 tahun.

Untuk anak berusia <2 bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).

Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. ISPA ringan, seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.

b. ISPA sedang, apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

c. ISPA berat, gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut :


(51)

lain adalah demam, sesak napas, napas dan nadi berdenyut lebih cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet (Misnadiarly, 2008).

c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.

2.5.4. Tanda dan Gejala ISPA

Tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :

a. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Batuk.

2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).

3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.


(52)

33

2. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer). 3. Tenggorokan berwarna merah.

4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. 5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). 7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1. Bibir atau kulit membiru.

2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas. 3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah. 5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. 7. Tenggorokan berwarna merah.

2.5.5. Etiologi ISPA

Infeksi bakterial sering merupakan penyulit ISPA yang disebakan oleh virus, terutama bila ada epidemi atau pandemi. Penyulit bakterial umumnya disertai keradangan parenkim (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2005).

Menurut Widoyono tahun 2008 etiologi penyakit ISPA terdiri dari :


(53)

Jamur :Aspergilus sp, Candida albicans, Histoplasma, dan lain-lain.

Aspirasi : makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan plastik kecil, dan lain-lain).

ISPA yang disebabkan oleh bakteri adalah infeksi pernapasan umum yang disebabkan oleh organisme seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Chlamydia spp., dan Mycoplasma pneumoniae. Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh bakteri(WHO, 2007).

Terdapat beberapa ISPA yang disebabkan oleh jasad renik bukan golongan virus maupun bakteri, yaitu ISPA yang disebabkan oleh Mikoplasma Pneumonia yang termasuk dalam golonganpleuropneumonia-like organism (PPLO) karena tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan virus maupun bakteri. Kemudian Psitakosis-Ornitosis yang menyebabkan epizoonosis pada beberapa burung, serta Demam Q yang disebabkan oleh riketsia golongan Coxiella burnetti. Virus pernapasan merupakan penyebab terbesar ISPA.

Hingga kini telah dikenal lebih dari 100 jenis virus penyebab ISPA. Infeksi virus memberikan gambaran klinik yang khas akan tetapi sebaliknya beberapa jenis virus bersama-sama dapat pula memberikan gambaran yang hampir sama. ISPA yang disebabkan oleh virus, wanita lebih rentan bila dibandingkan dengan pria, namun waktu menstruasi mereka lebih tahan (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2005).


(54)

35

Tabel 2.3 . 6 kelompok besar virus pernapasan sebagai penyebab ISPA

Group Virus Sub Group Tipe

Orthomyxovirus Influenza virus A

B C

Paramyxovirus Para Influenza Virus 1-4

Metamyxovirus Respiratory synctial virus

(RS- virus)

Adenovirus 1-31

Picornavirus Rhinovirus 1-51

Coxsackie virus A 1-21

Coxsackie virus B 1-6

Echovirus 1-32

Coronavirus ?

Sumber : Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2005.

2.5.6. Patogenesis ISPA

Menurut Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan Saluran pernapasan terhadap infeksi maupun partikel gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu :

a. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia. b. Makrofag alveol.

c. Antibodi setempat.

Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak, akibat infeksi yang


(55)

adalah :

a. Asap rokok dan gas SO2, polutan utama dalam pencemaran udara b. Sindroma imotil

c. Pengobatan dengan o2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih)

Makrofag banyak terdapat di alveol dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh materi, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.

Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah IgA. Antibodi ini banyak didapatkan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan, seperti yang sering terjadi pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA akan mengalami hal yang serupa dengan penderita yang mengalami immunodefisiensi lain, seperti penderita yang mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas dan lain-lain (immuno compromised host). Gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung pada : a. Karakteristik inokulum, meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi

jasad renik yang masuk.

b. Daya tahan tubuh, tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak mukosilia, makrofag alveol dan IgA.

c. Umur, mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa.


(56)

37

Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum memperoleh kekebalan alamiah.

Pada ISPA dikenal tiga cara penyebaran infeksi yaitu :

a. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk.

b. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin. c. Melalui kontak langsung/ tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad

renik ( hand to hand transmission).

Pada infeksi virus, transmisi harus diawali dengan penyebaran virus ke daerah sekitar terutama melalui bajan sekresi hidung. Virus yang menyebabkan ISPA terdapat 10-100 kali lebig banyak didalam mukosa hidung daripada mukosa faring. Dari beberapa penelitian klinik, laboratorium dan penelitian lapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand merupakan modus yang terbesar bila dibandingkan dengan cara penularan aerogen (yang semula banyak diduga sebagai penyebab utama).

Perjalanan mikroorganisme menurut Misnadiarly bisa sampai ke paru-paru antara lain melalui :

a. Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar. b. Aliran darah dari infeksi di organ tubuh yang lain.


(57)

Orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia dimana pneumonia merupakan salah satu klasifikasi dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut menurut Misnadiarly lain :

a) Peminum alkohol. b) Perokok.

c) Penderita diabetes mellitus. d) Penderita gagal jantung.

e) Penderita penyakit paru bostruktif menahun (PPOK).

f) Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita kanker menerima organ cangkokan).

g) Gangguan sistem kekebalan karena penyakit tertentu (misalnya penerima organ cangkokan).


(58)

39

2.6. Kerangka Konsep

Lingkungan Fisik

Rumah

1. Kebersihan

Rumah

2. Ventilasi

3. Kepadatan

Hunian Rumah

4. Kelembaban

Karakteristik

Responden

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Pendidikan

4.

Perilaku

Kadar Debu


(59)

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif dengan tujuan untuk menganalisis kadar debu particulate matter 10 (PM10)dan keluhan ISPA pada

daerah industri galangan kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam tahun 2014.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Permukiman Warga Kavling Melati RW 06 Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam yang memiliki 4 lingkungan. Yakni RT 01, RT 02, RT 03, dan RT 04. Alasan dipilihnya lokasi ini sebagai tempat penelitian adalah dikarenakan beberapa hal, yaitu :

1. Kecamatan Sagulung merupakan kecamatan di Kota Batam yang memiliki angka kasus ISPA yang tinggi.

2. Terdapat kawasan industri galangan kapal yang kegiatannya dipusatkan di Kelurahan Sei Pelunggut.

3. Pemukiman warga kavling Melati ini memiliki jarak yang terdekat dari industri galangan kapal di Kelurahan Sei Pelenggut yaitu sekitar 500 meter dan lingkungan permukimannya serta kondisi jalan yang sering berdebu karena digunakan sebagai jalur mobilitas industri dan mobilitas warga serta diperparah


(60)

41

dengan kondisi jalur yang belum diaspal atau dengan kata lain kondisi jalan di lokasi penelitian masih terbuat dari tanah.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) yang berada di Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam yang berjumlah sebanyak 472 Kepala Keluarga (KK). Berdasarkan data yang didapatkan pada survey pendahuluan, sampai pada saat pengumpulan data, jumlah kepala keluarga di Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam sebanyak :

1. Lingkungan I : 101 KK 2. Lingkungan II : 124 KK 3. Lingkungan III : 119 KK 4. Lingkungan IV : 128 KK

3.3.2. Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian kepala keluarga yang berada di Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam tahun 2014 sampai pada saat pengumpulan data.

A. Besar Sampel


(61)

n = N 1+ N (d2) Dengan :

N : Jumlah Populasi N : Jumlah Sampel

d : Tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,1) n = N

1 + N (d2) n = 472

1 + 472 (0,12)

n = 472

5,72

n = 82,52

n = 83 KK

Berdasarkan perhitungan dasar sampel tersebut dapat diketahui bahwa besar sampel minimal yang harus dipenuhi dalam penelitian ini berjumlah 83 KKdari total populasi yang ada di permukiman warga Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam.

B. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan teknik Proportional Random Sampling, dengan perhitungan :


(62)

43

nH = Nh X n

N total

Keterangan ;

nH = sampel pada lingkungan H

Nh = jumlah Populasi Lingkungan H

N total = Populasi total

n = sampel yang akan diambil

Jadi, sampel tiap lingkungan adalah :

Lingkungan 1 = (101 KK / 472 KK) x 80 KK = 17,76 KK = 18 KK

Lingkungan 2 = (124 KK / 472 KK) x 80 KK = 21,80 KK = 22 KK

Lingkungan 3 = (119 KK / 472 KK) x 80 KK = 20,92 KK = 21 KK

Lingkungan 4 = (128 KK / 472 KK) x 80 KK = 22, 51 KK = 22 KK

dengan kriteria Inklusi sebagai berikut:


(63)

2. Dilakukan secara Purposive Sampling dimana responden yang akan diwawancarai adalah warga yang berada disekitar titik pengukuran dan bersedia diwawancarai.

3. Suami/ Istri/ Anggota keluarga dewasa yang bersedia menjadi responden.

3.4. Objek Penelitian

Adapun objek penelitian ini adalah udara ambien di sekitar Kavling Melati yang terbagi dalam 5 titik pengukuran kadar particulat matter 10 (PM10) dan

masyarakat Lingkungan I, II, III dan IV Kavling Melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam yang berada sekitar 500 meter dari lokasi industri galangan kapal.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan melalui beberapa cara yakni :

1. Pengukuran kadar debu di sekitar lokasi penelitian yaitu Kavling melati Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam. Terdapat lima titik pengukuran yang akan dilakukan yaitu masing-masing di Lingkungan Kavling Melati dan 1 dilakukan di jarak terdekat dengan industri.

Lokasi ini dipilih untuk mendapatkan kadar debu yang tidak bias disetiap lokasi yang mewakili satu lingkup lingkungan permukiman dan satu di titik yang padat mobilitas industri.


(64)

45

2. Wawancara menggunakan kuisioner dan observasi dengan berbagai pertanyaan mengenai keluhan ISPA, karakteristik sosial dan kependudukan, perilaku dan lingkungan fisik rumah.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi kesehatan dan administratif terkait seperti Dinas Kesehatan Kota Batam, Puskesmas Sei Langkai, Kantor Kecamatan Sagulung, Kantor Kelurahan Sagulung maupun Kepala Lingkungan lokasi penelitian.

3.6. Definisi Operasional

1. Debu (partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka. Dalam penelitian ini, kadar debu yang akan diukur adalah kadar debu PM10 dimana kadar debu yang akan dinilai adalah partikulat yang besarnya <10 mikron dan dari particulat matter 10 (PM10) ini akan dinilai apakah sesuai atau tidak dengan baku mutu.

2. Keluhan ISPA adalah tanda atau gejala yang dialami oleh penderita penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang mencakup pneumonia, batuk-pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsillitis, dan otitis dengan keluhan demam, batuk, pilek, serak, tengorokan berwarna merah, telinga sakit, serta iga yang tertarik saat bernapas. Dalam penelitian ini yang diukur adalah ada atau tidaknya keluhan ISPA berdasarkan wawancara dengan responden yang dengan melihat apakah memenuhi syarat dari ada atau tidaknya keluhan.


(65)

3. Umur dapat didefinisikan sebagai lama waktu hidup atau adanya responden (sejak dilahirkan atau diadakan). Dalam penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai objek penelitian yang meliputi usia bayi sampai lanjut usia.

4. Jenis kelamin adalah suatu keadaan yang membedakan sifat antara pria dan wanita dalam kaitannya perbedaan respon dengan suatu permasalahan. Dalam penelitian ini akan memberikan gambaran distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin.

5. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang di usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Didefinisikan dalam tingkatan SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi maupun Diploma yang akan disajikan dalam bentuk dsitribusi dari variabel karakteristik responden.

6. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Meliputi kebiasaan merokok, penggunaan masker pada saat berkendara, dan kebiasaan individu maupun keluarga dalam aktivitas pembakaran sampah.

7. Kebersihan rumah didefinisikan sebagai suatu keadaan yang berdasarkan pengetahuan dan keyakinan menggambarkan rumah atau tempat tinggal yang tidak kotor, terawat dan memenuhi standar kesehatan sebagai salah satu aspek penilaian dalam karakteristik lingkungan fisik rumah.

8. Ventilasi adalah lubang tempat udara dapat keluar masuk secara bebas yang memungkinkan pertukaran udara dalam kaitannya untuk mendukung terciptanya udara yang sehat dan terbebas dari masalah pernapasan.


(66)

47

9. Kepadatan hunian rumah adalah keadaan yang menggambarkan rata-rata jumlah anggota keluarga yang mendiami suatu rumah atau tempat tinggal yang memungkinkan perkembangan kejadian penyakit.

3.7. Aspek Pengukuran 1. Kadar Debu

Kadar debu ini telah termasuk debu yang berasal dari mobilitas industri galangan kapal sebagai akibat dari keberadaan industri galangan kapal dan serta kadar debu yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan dari industri galangan kapal di sekitar permukiman warga tersebut mobilitas warga. Ukuran partikulat yang dapat memasuki saluran respiratorius adalah 10µ ke bawah. Yang berukuran 5µ sampai dengan 10µ akan mudah tersaring secara fisik oleh bulu-bulu yang terdapat dalam rongga hidung, trakea, dan brokus. Yang lebih halus akan mudah terbawa oleh udara inspirasi ke dalam paru-paru, tetapi yang berukuran < 2 mikron akan mudah masuk, dan mudah pula keluar dengan udara ekspirasi. Jadi yang terendapkan di dalam alveoli biasanya adalah yang berukuran antara 2-5 mikron (Soemirat, 2009).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara menjelaskan mengenai baku mutu udara ambien yang di dalamnya dijelaskan mengenai baku mutu kadar debu. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yaitu PM10adalah 150 µg/m3.

Dari paparan diatas, untuk penilaian mengenai kadar debu yaitu Particulat matter 10 (PM10)akan ditarik kesimpulan :


(67)

a. Sesuai baku mutu, jika kadar PM10 pada udara ambien di masing-masing titik

pengukuran adalah < 150 µg/m3.

b. Tidak sesuai baku mutu, jika kadar PM10 pada udara ambien di masing-masing

titik pengukuran adalah > 150 µg/m3.

2. Keluhan ISPA

Tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah : 1. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Batuk.

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba. 2. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.


(68)

49

b. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer). c. Tenggorokan berwarna merah.

d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak. e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur). g. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

3. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

a. Bibir atau kulit membiru.

b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas. c. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

d. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah. e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

f. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba. g. Tenggorokan berwarna merah.

Berdasarkan data di atas maka dapat mengukur variabel keluhan ISPA melalui hasil kuisioner yang dikategorikan sebagai berikut :

1. Ada Keluhan 2. Tidak ada keluhan.


(69)

3.8. Alat dan Cara Pengukuran

3.8.1. Pengukuran Kadar Debu

Pengukuran kadar debu yaitu PM10 dilakukan menggunakan metode analisis gravimetric menggunakan peralatan Hi-Vol yang pengukurannya memerlukan waktu selama 24 jam (PP NO 41 Tahun 1999).

3.8.1.1. Prinsip

Udara dihisap melalui filter di dalam shelter dengan menggunakan pompa vakum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di permukaan filter. Jumlah partikel yang terakumulasi dalam filter selama periode waktu tertentu dianalisa secara gravimetri. Laju alir dipantau saat periode pengujian. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk satuan massa partikulat yang terkumpul per satuan volum contoh uji udara yang diambil sebagai µg/m3.

3.8.1.2. Bahan

Secara umum pemilihan filter bergantung terhadap tujuan pengujian. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah penentuan seleksi dan pemakaian karakteristik filter. Adapun beberapa macam filter yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

a. Filter serat kaca (untuk contoh uji dengan kelembaban tinggi dan dapat mengumpulkan partikel dengan kisaran diameter 0,1 µm – 100 µm dengan efisiensi pengumpulan berkisar 99,95% untuk ukuran partikel 0,3 µm ) ;

b. Filter fiber ; dan c. Filter selulosa


(70)

51

3.8.1.3. Peralatan

a. Peralatan HVAS dilengkapi dengan skala/meter; b. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;

c. Barometer yang mampu mengukur hingga 0,1 kPa ( 1 mmHg);

d. Manometer diferensial yang mampu mengukur hingga 4 kPa (40 mmHg); e. Pencatat waktu yang mampu mengukur selama 24 jam ± 2 menit;

f. Pencatat laju alir mampu membaca laju alir dengan ketelitian 0,03 m3/menit (1,0 ft3/menit);

g. Thermometer; dan h. Desikator

Catatan : Penimbangan dilakukan pada ruangan dengan temperature 15ºC - 27ºC dengan kelembaban relatif antara 0% - 50%

3.8.1.4. Pengambilan Contoh Uji

Pengambilan contoh uji dengan tahapan sebagai berikut : a. Tempatkan filter padafilter holder.

b. Tempatkan alat uji di posisi dan lokasi pengukuran menurut metoda penentuan lokasi titik ambien.

c. Nyalakan alat uji dan catat waktu serta tanggal, baca indicator laju alir dan catat pula laju alirnya (Q1) untuk diteruskan pembacaan hasil dari

kalibrasinya. Catat pula temperature dan tekanan baromatik. Sambungkan pencatat waktu ke motor untuk mendeteksi kehilangan waktu karena gangguan listrik, pantau laju alir.

d. Lakukan pengambilan contoh uji selama 24 jam . selama periode pengambilan, baca laju alir, temperatur dan tekanan baromatik minimal 2 kali,


(1)

TIDAK BAIK YA YA TIDAK - YA 2-3 BULAN

SEKALI TIDAK TIDAK TIDAK YA YA YA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Kadar Nitrogen Dioksida (NO2) Dan Particulate Matter 10 (PM10) Udara Ambien Dan Keluhan Kesehatan Pada Pedagang Kaki Lima Di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2014

2 62 113

Analisis kadar Particulate Matter 10 (PM10) di Udara dan Keluhan Gangguan Pernafasan Pada Masyarakat Yang Tinggal di Sepanjang Jalan Raya Kelurahan Lalang Kecamatan Sunggal Medan Tahun 2010

9 85 81

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 16

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 2

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 8

Hubungan Kadar Particulate Matter 10 (Pm10) Di Udara Terhadap Keluhan Gangguan Saluran Pernafasan Pada Pekerja Industri Arang Di Kecamatan Sunggal Kanan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 39

Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

0 0 45

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara - Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

0 1 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kadar Particulate Matter 10 (pm10) dan Keluhan ISPA Pada Daerah Industri Galangan Kapal di Kelurahan Sei Pelunggut Kecamatan Sagulung Kota Batam Tahun 2014

0 0 8

ISPA PADA DAERAH INDUSTRI GALANGAN KAPAL DI KELURAHAN SEI PELUNGGUT KECAMATAN SAGULUNG KOTA BATAM TAHUN 2014 SKRIPSI

0 0 17