Perkembangan Populasi Hama Pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur

PERKEMBANG
GAN POPULASI HAMA PADA SIS
STEM PADI
ORGANIK DAN
N SISTEM PADI KONVENSIONAL
L DI NGAWI,
JAWA TIMUR

AAN RIZKA PAJARINA

DEPA
ARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
N
FAKULTAS PERTANIAN
IN
NSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perkembangan Hama
pada Sistem Padi Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Aan Rizka Pajarina
A34100052

ABSTRAK
AAN RIZKA PAJARINA. Perkembangan Populasi Hama Pada Sistem Padi
Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur. Dibimbing oleh
HERMANU TRIWIDODO.
Padi merupakan tanaman pangan terpenting di Indonesia. Sekitar 1.75 miliar
dari sekitar tiga miliar penduduk Asia, termasuk 210 juta penduduk Indonesia
menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Namun saat ini produksi beras

mulai menurun, salah satu penyebab dari penurunan produksi beras saat ini yaitu
karena serangan hama. Hama adalah organisme perusak tanaman pada akar,
batang, daun atau bagian tanaman lainnya sehingga tanaman tidak dapat tumbuh
dengan sempurna atau mati. Penelitian ini mengamati populasi hama yang ada
pada tanaman padi dengan mengamati langsung di lapang pada padi sistem
organik dan sistem konvensional. Pengamatan ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada petani mengenai hama-hama penting pada tanaman padi
sehingga bisa membantu petani menentukan cara budidaya serta pengendalian
organisme pengganggu tanaman (OPT). Dari penelitian yang dilakukan selama
tiga bulan, didapatkan hasil bahwa jumlah rata-rata populasi hama pada sistem
padi organik lebih rendah bandingkan dengan sistem padi konvensional sehingga
didapatkan hasil produksi pada sistem padi organik lebih tinggi dibandingkan
dengan sistem padi konvensional, selain itu harga jual beras organik lebih tinggi
dibandingkan dengan beras konvensional.
Kata kunci: budidaya padi, produksi beras, beras organik, dan populasi hama.

ABSTRACT
AAN RIZKA PAJARINA. Rice Pest Growth Population in Organic Rice System
and Conventional Rice System in Ngawi, East Java. Supervised by HERMANU
TRIWIDODO.

Rice is the most important crop in Indonesia. Approximately 1.75 billion to
three billion people in Asia, including 210 million Indonesian people depend on
rice. However, rice production is going down because of pest attacked. Pest is
organisms that consume on the plant which live in roots, stems, leaves or other
plant parts, so the host plant can not grow properly or die. This study was aimed
to observe pest populations in rice crops by observed directly in the field on
organic rice system and conventional rice system. These observations were
expected to provide information to farmers about important pests in rice that could
help farmers determine how the cultivation and pest control. From the research
which conducted during three months, , showed that the average number of pest
populations at lower organic rice systems compared with conventional rice
system. The results on the production of organic rice was higher than
conventional rice, in addition, the sale price on organic rice was more higher than
conventional rice.
Keyword: rice cultivation, rice production, organic rice, and pest population.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERKEMBANGAN POPULASI HAMA PADA SISTEM PADI
ORGANIK DAN SISTEM PADI KONVENSIONAL DI NGAWI,
JAWA TIMUR

AAN RIZKA PAJARINA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM

: Perkembangan Populasi Hama Pada Sistem Padi Organik
dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur
: Aan Rizka Pajarina
: A34100052

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh


Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Program Studi

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan nikmat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai bulan Maret 2014 dengan tema
populasi hama, yang berjudul Perkembangan Populasi Hama pada Sistem Padi
Organik dan Sistem Padi Konvensional di Ngawi, Jawa Timur.
Terimakasih penulis ucapkan kepada
1.
Ayah, ibu dan seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.
2.
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc selaku pembimbing skripsi karena atas
bimbingan beliau dan arahannya penulis bisa menyelesaikan penelitian dan
menyusun skripsi ini.
3.

Dr. Ir. Bonny Purnomo Wahyu Soekarno, M.S sebagai dosen penguji tamu.
4.
DIKTI (Direktorat Jendral Perguruan Tinggi) yang sudah membantu
memberikan beasiswa Bidikmisi sehingga penulis bisa menyelesaikan
kuliah di IPB.
5.
Kastam, SP. selaku penanggung jawab KNOC yang telah memberikan izin
serta bimbingan selama saya penelitian di KNOC.
6.
Aldila Rachmawati, SP., Damayanti, SP. M.Si., Retno Anggraeni, Khoir
Samsi dan seluruh teman-teman yang telah membantu saya dalam
penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Aan Rizka Pajarina

DAFTAR ISI 
 


DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman
Wawancara dengan Petani
Pengamatan Hama
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lahan Pengamatan Tanaman Padi
Budidaya Padi Pada Sawah Organik dan Konvensional
Jumlah Anakan Dan Produktivitas Tanaman Padi
Hama Penting Tanaman Padi
Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens)
Walang Sangit (Leptocorisa oratorius)

Wereng Hijau (Nephotetix virescens)
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii 
vii 
vii 

















10 
10 
12 
13 
13 
14 
16 
24 

DAFTAR TABEL
1 Tahapan pengurangan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik
lahan sawah organik di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
a Timur


7

DAFTAR GAMBAR

1
2
3

4

5
6

7
8

Petak contoh pengamatan padi sistem organik dan konvensional di Desa
Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Keadaan lokasi pengamatan sistem organik dan konvensional di Desa
Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem
padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Sertifikat organik SNI yang didapat dari LeSOS dan kemasan beras
organik yang digunakan oleh KNOC di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Grafik jumlah anakan padi pada sistem organik dan konvensional di
Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Grafik jumlah populasi WBC pada sistem organik dan konvensional
di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Grafik jumlah populasi walang sangit pada sistem organik dan
Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
Grafik jumlah populasi wereng hijau pada sistem organik dan
Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur

3
5

6

8
9
10

11

12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil wawancara petani organik 1 di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Hasil wawancara petani organik 2 di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Hasil wawancara petani organik 3 di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Hasil wawancara petani konvensional 1 di Desa Guyung, Kecamatan
Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Hasil wawancara petani konvensional 2 di Desa Guyung, Kecamatan
Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur

17
18

19
19
20

6

Hasil wawancara petani konvensional 3 di Desa Guyung, Kecamatan
Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
7
Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem
padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
8
Jumlah anakan dan produksi gabah padi pada sistem organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
9 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi wereng
batang coklat pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
10 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi walang sangit
pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
11 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi wereng hijau
pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur

20
21

21

21

22

22

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup
dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang
memegang peran penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia
(Yani 2012). Sekitar 1.75 miliar dari 3 miliar penduduk Asia, termasuk 210 juta
penduduk Indonesia menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara
itu, di Afrika dan Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1.2 miliar, 100 juta
diantaranya pun hidup dari beras (Andoko 2002).
Organisme pengganggu tanaman (OPT) pada padi merupakan kendala
utama dalam budidaya padi. Hama merupakan salah satu faktor penyebab
rendahnya produktivitas padi. Hama dapat menyerang akar, batang, daun dan
bulir padi. Rata-rata kehilangan hasil produksi pertanian karena serangan OPT
±30% dari potensi hasil, kehilangan hasil karena hama sekitar 20-25% (Untung
2010). Hama utama tanaman padi antara lain adalah tikus, penggerek batang padi,
dan wereng batang coklat. Beberapa hama lainnya yang berpotensi merusak
pertanaman padi adalah wereng punggung putih, wereng hijau, lembing batu, ulat
grayak, pelipat daun, dan walang sangit (Efendi 2009).
Penggunaan pupuk kimia sintetik dan pestisida sintetik merupakan
komponen utama dalam teknologi intensifikasi pertanian yang diterapkan pada
saat ini untuk memaksimalkan produksi beras dan palawija (jagung, kacangkacangan dan umbi-umbian). Penggunaan pupuk kimia sintetik dan pestisida
sintetik yang terus menerus dapat menimbulkan efek samping yang kurang
menguntungkan seperti kemunduran kualitas lingkungan dan pengurangan
stabilitas produksi oleh munculnya hama dan penyakit baru, senyawa beracun
pada tanaman (residu), menurunnya kesuburan tanah dan meningkatnya biaya
sarana produksi (Deptan 2005).
Teknik pengendalian hama tanaman padi yang dilakukan petani pada sistem
budidaya pertanian secara konvensional yaitu dengan pemakaian pestisida sintetik
secara intensif. Penggunaan pestisida sintetik secara intensif dan tidak bijaksana
dapat menimbulkan beberapa masalah seperti; pencemaran lingkungan, resistensi
dan resurjensi hama serta matinya musuh alami hama (Warti 2006).
Pertanian organik merupakan jawaban atas dampak revolusi hijau yang
diterapkan pada tahun 60-an yang menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah
dan kerusakan lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida kimiawi yang
tidak terkendali (Priadi et al. 2007). Pertanian organik pada prinsipnya
menitikberatkan prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara
mengembalikan sebagian biomassa ke dalam tanah, dan konservasi air, sehingga
mampu memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode
konvensional (Kusumawardani 2009). Menurut Sutanto (2002), kegunaan teknik
budidaya organik pada dasarnya ialah menurunkan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh budidaya konvensional sehingga mampu memberikan hasil
yang lebih baik. Menurut Deptan (2005) penerapan pertanian organik bertujuan
untuk meningkatkan produksi melalui proses pemupukan, tidak menggunakan
bahan penunjang anorganik dengan penerapan teknologi budidaya yang baik

2
seperti pemilihan bibit berkualitas, pupuk berimbang, penerapan pengendalian
hama terpadu (PHT) dan pengaturan pola tanam.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati populasi hama pada
sistem padi organik dan konvensional di kecamatan Gerih, kabupaten Ngawi,
Jawa Timur.
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi mengenai
keunggulan sistem pertanian organik ditinjau dari perkembangan hama pada
tanaman padi, sehingga bermanfaat bagi masyarakat dalam penerapan budidaya
tanaman padi yang lebih baik.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan padi sistem organik yang tergabung
dalam Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC) dan lahan sistem konvensional
milik petani setempat di Ngawi, Jawa Timur. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Desember 2013 sampai Maret 2014.
Metode Penelitian
Penentuan Lahan Pengamatan dan Contoh Petak Tanaman
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapang.
Pada setiap perlakuan diamati masing-masing tiga petak contoh yaitu tiga petak
sawah organik dan tiga petak sawah konvensional. Setiap petak sawah diambil
lima titik pengamatan. Setiap titik pengamatan di ambil masing-masing empat
rumpun sehingga jumlah total yang diamati per petak adalah 20 rumpun seperti
yang ditunjukan pada Gambar 1 (modifikasi dari Fensionita 2006). Pengamatan
ini dilakukan di satu hamparan sawah yang sama dalam satu desa.

konvensional

Organik

Saluran irigasi (sungai)
Gambar 1 Petak contoh pengamatan sistem organik dan konvensional.
Wawancara dengan Petani
Wawancara dilakukan bertujuan untuk mengetahui teknik budidaya padi
yang dilakukan petani serta permasalahan yang dihadapi petani dalam proses
budidaya terutama masalah hama tanaman padi. Responden terdiri dari para petani
yang lahannya diamati yaitu 3 orang petani sistem padi organik dan 3 orang petani
sistem padi konvensional.
Pengamatan Hama
Pengamatan hama dilakukan secara langsung dari pangkal rumpun (di atas
permukaan tanah) sampai tajuk setiap tanaman contoh dengan mengidentifikasi

4
jenis hama. Pengamatan dilakukan pada tanaman contoh dengan menghitung
jumlah populasi hama yang ada di lahan pengamatan tersebut. Untuk hama yang
tidak dapat diidentifikasi ditempat, dimasukan ke dalam botol yang berisi alkohol
70% untuk diidentifikasi di Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Analisis Data
Analisis data dilakukan pada data primer yang diperoleh dari pengamatan
secara langsung di lapang. Data primer diolah dalam Microsoft Ecxel 2007 dan
program SAS for Windows versi 9.1 serta dilakukan uji lanjut duncan pada taraf
5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pengamatan Tanaman Padi
Pengamatan ini dilakukan di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Pengamatan dilakukan pada musim tanam dari
bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Maret 2014. Pengamatan
dilaksanakan pada musim hujan. Desa Guyung memiliki sawah seluas 137 517 ha
dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Lahan yang diamati adalah
petak padi dengan sistem organik (Gambar 2a) dan petak padi dengan sistem
konvensional (Gambar 2b). Pada petak sistem padi organik terdapat kolam-kolam
kecil di pinggir petak sawah (Gambar 2a), hal ini bertujuan untuk menampung air
hujan dan untuk menetralkan air irigasi sebelum masuk lahan sistem organik agar
tidak terkontaminasi dengan air irigasi sistem konvensional. Selain itu pada
sawah-sawah juga terdapat sumur-sumur kecil untuk membantu petani ketika
kekurangan air irigasi. Letak lahan sistem padi organik dan konvensional ini
berada dalam satu hamparan.

a

b

Gambar 2 Lahan pengamatan sistem padi organik (a) dan sistem padi
konvensional (b) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
Budidaya Padi pada Sistem Organik dan Konvensional
Perlakuan budidaya padi pada sistem organik dan konvensional berbeda.
Sistem budidaya organik tidak menggunakan bahan kimia sintetik dan benih yang
digunakan adalah varietas Sintanur. Penggunaan varietas Sintanur pada sistem
organik karena menurut petani varietas ini memiliki batang padi yang lebih kokoh
sehingga cocok untuk pertanian organik selain itu beras yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan varietas Ciherang. Penggunaan
pupuk pada sistem padi organik yaitu dengan pemberian pupuk kompos sebelum
dan setelah tanam dilakukan tiga kali pemberian dengan waktu sekitar dua
minggu sekali. Untuk pengendalian OPT, sistem organik menggunakan MOL dan
agens hayati dengan perlakuan penyemprotan sebanyak sembilan kali permusim
tanam dengan rentang waktu 3-4 hari sekali. Mikroorganisme lokal (MOL) adalah
mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk
organik padat maupun pupuk cair. Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL
dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah

6

Komponen usaha tani
per hektar

tangga. Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa,
serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi,
keong, nasi basi, dan urin sapi. MOL mengandung unsur hara makro dan mikro
dan juga mengandung mikroba yang berpotensi sebagai pengurai bahan organik,
perangsang pertumbuhan dan sebagai pengendali hama penyakit tanaman.
Menurut Suhastyo (2011), berdasarkan kandungan yang terdapat dalam MOL
tersebut, maka MOL dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk hayati, dan
sebagai pestisida organik terutama sebagai fungsida. Padi sistem konvensional
dalam praktik budidaya masih menggunakan unsur kimia, pemupukan sawah
konvensional ini menggunakan Urea, ZA, Phonska. Padi pada sawah
konvensional ini menggunakan varietas Ciherang dan untuk mengendalikan hama
dan penyakit pada padi petani konvensional menggunakan pestisida (lampiran 4, 5
dan 6).
Gambar 3 menunjukan perbedaan komponen biaya dan pendapatan usaha
tani antara sistem padi organik dan konvensional. Komponen biaya dan
pendapatan usaha tani pada sistem padi organik tidak berbeda nyata dengan
sistem padi konvensional. Pada sistem padi organik biaya pengeluaran lebih
rendah dan pendapatan lebih tinggi, hal ini dikarenakan pada pertanian organik
kebutuhan pupuk organik, agens hayati serta MOL dibantu oleh pihak KNOC
pada musim tanam pertama, petani hanya menanggung biaya pengolahan
lahannya saja. Sedangkan pada sistem budidaya konvensional memiliki biaya
pengeluaran lebih tinggi dan pendapatan lebih rendah, hal ini dikarenakan petani
pada sistem budidaya konvensional menanggung sendiri semua biaya
pengeluarannya. Selain itu hasil panen dan harga jual gabah juga berpengaruh
terhadap jumlah pendapatan yang diterima oleh petani. Hasil panen dan harga
gabah pada sistem padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan sistem padi
konvensional (Lampiran 7).
25000000

22620483

Pengeluaran
Pendapatan

20000000
15000000

11248897

10000000
5000000

2000000

3325601

0
Organik
Konvensional
Sistem budidaya

Gambar 3 Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada sistem
padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Tabel 1 menunjukkan tahapan pengurangan pupuk kimia sintetik dan
penambahan pupuk organik pada sistem padi organik. Pengolahan lahan dari
sistem konvensional menjadi sistem organik dilakukan dari tahun 2009 sampai
tahun 2012 dan baru mendapatkan sertifikasi organik dari LeSOS (Lembaga

7
Sertifikasi Organik Seloliman) di tahun 2013 (Gambar 4a) dan mulai memasarkan
beras organik yang sudah bersertifikat SNI (Standar Nasional Indonesia) (Gambar
4b), pupuk kimia selalu dikurangi terus sedangkan pupuk organik mengalami
penambahan setiap tahunnya, pada tahun 2009/2010 diberikan sebanyak 7 kwintal
namun untuk tahun berikutnya diberikan pupuk organik setiap musim tanam
sebanyak 8.5 kwintal. Untuk benih padi yang akan ditanam di petak organik
berasal dari KNOC yang didapat dari hasil pertanaman padi organik sebelumnya.
Pupuk organik, MOL, dan agens hayati yang digunakan selama proses tanam
organik berasal dari KNOC. Pengendalian hama dan penyakit pada padi sawah
organik ini selalu disemprot menggunakan MOL dan agens hayati sehingga tidak
menggunakan pestisida kimia. MOL yang ada di KNOC ada beberapa macam di
antaranya MOL rebung, MOL bonggol pisang, MOL buah dan sayur, serta MOL
urin pasca biogas. Sedangkan agens hayati hama dan penyakitnya menggunakan
Beauveria bassiana, Verticillium sp, Chorynebacterium dan Trichoderma sp.
Tabel 1 Tahapan pengurangan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk
organik pada lahan sistem padi organik di Desa Guyung, Kecamatan
Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur (a)
Tahun 2009/2010
MT 1
MT 2
MT 3
Luas area: 0.32 ha
Pupuk anorganik
50 kg
50 kg
50 kg
Urea
50 kg
50 kg
50 kg
ZA
Phonska
100 kg
100 kg
100 kg
7 kwintal
7 kwintal
Pupuk organik/kompos
7 kwintal
10 liter
10 liter
MOL
10 liter
5 liter
Agens hayati Chorynebacterium
5 liter
5 liter
5 liter
Agens hayati Verticillium sp.
5 liter
5 liter
20 ton
Jerami
20 ton
20 ton
Tahun 2010/2011
Luas area: 0.32 ha
Pupuk anorganik
25 kg
25 kg
25 kg
Urea
ZA
25 kg
25 kg
25 kg
Phonska
50 kg
50 kg
50 kg
Pupuk organik/kompos
8.5 kwintal
8.5 kwintal
8.5 kwintal
15 liter
15 liter
MOL
15 liter
Agens hayati Chorynebacterium
10 liter
10 liter
10 liter
10 liter
Agens hayati Verticillium sp.
10 liter
10 liter
Jerami
20 ton
20 ton
20 ton
Tahun 2011/2012
Pupuk organik/kompos
8.5 kwintal
8.5 kwintal
8.5 kwintal
MOL
60 liter
60 liter
60 liter
Agens hayati Chorynebacterium
40 liter
40 liter
40 liter
Agens hayati Verticillium sp.
40 liter
40 liter
40 liter
Jerami
2 ton
2 ton
2 ton
a

) Komunitas Ngawi Organik Center

8

a

b

Gambar 4 Sertifikat organik SNI yang didapat dari LeSOS (a) dan kemasan beras
organik yang digunakan oleh KNOC (b)
Jumlah Anakan dan Produktivitas Tanaman Padi
Menurut Sutanto (2002), semakin banyak pupuk organik maka semakin
banyak anakan padi terbentuk. Pencampuran pupuk organik dengan tanah lapisan
olah akan menghasilkan sistem perakaran tanaman yang dalam dan hasil yang
tinggi. Gambar 5 menunjukan bahwa pada tanaman umur 4-6 MST jumlah anakan
pada sistem organik dan konvensional meningkat kemudian terjadi penurunan dari
umur 8-12 MST. Hal ini dikarenakan tanaman padi terserang penyakit yang bisa
menurunkan jumlah anakan karena pada fase generatif anakan tidak terbentuk
lagi. Pada tanaman padi umur 6 MST dan 10 MST jumlah anakan berbeda nyata
antara sistem organik dan sistem konvensional yaitu memiliki nilai rataan masingmasing untuk sawah organik adalah 76.26 anakan dan 59.86 anakan sedangkan
untuk sawah kovensional 87.53 anakan dan 68.33 anakan.
Perbedaan jumlah anakan ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya jumlah bibit yang digunakan perlubang tanam yang berbeda, sehingga
mempengaruhi jumlah anakan yang terbentuk. Selain itu varietas yang digunakan
juga mempengaruhi jumlah anakan. Pada sistem padi organik, varietas padi yang
digunakan adalah varietas Sintanur sedangkan pada sistem padi konvensional
varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Menurut Djunaedy
(2009), jumlah anakan padi varietas Ciherang lebih banyak dari pada padi varietas
Sintanur. Namun rata-rata jumlah bulir gabah pada varietas Sintanur lebih besar
dan banyak dari pada varietas Ciherang sehingga berpengaruh pada jumlah padi
yang dihasilkan ketika panen lebih tinggi produksi pada varietas Sintanur dari
pada varietas Ciherang. Hal ini terbukti pada tabel produktivitas bahwa hasil
produksi pada sistem organik yang menggunakan varietas Sintanur memiliki
produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional yang
menggunakan varietas Ciherang (Lampiran 7). Produksi pada sistem organik
sebesar 4 524 kg dan sistem konvensional sebesar 3 567 kg.
Dari hasil wawancara, didapatkan bahwa hasil panen pada musim tanam ini
mengalami penurunan dari hasil panen pada musim tanam sebelumnya, baik itu di
sistem padi organik maupun konvensional. Hal ini disebabkan oleh hujan abu
vulkanik yang kemungkinan besar berdampak pada menurunnya produksi karena
berpengaruh besar dalam pembentukan malai. Selain itu serangan hama dan
penyakit juga berpengaruh dalam penurunan hasil produksi padi. Harga jual gabah

9

Jumlah aankan

pada padi organik lebih mahal di bandingkan dengan padi konvensional, yakni Rp
5000/kg untuk gabah organik dan Rp 3500/kg untuk gabah konvensional.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

15.76
15.79

11.67

17.05

11.35
8.66

4.75
7.19

9.76
Konvensional

8.06

Organik

4

6

8
10
Umur tanaman (MST)

12

Gambar 5 Jumlah anakan padi pada sistem organik dan sistem konvensional di
Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Hama Utama Tanaman Padi
Ada beberapa hama penting yang ditemukan pada saat pengamatan di
lapang dengan sistem budidaya organik dan konvensional, diantaranya wereng
batang coklat (Nilaparvata lugens), wereng hijau (Nephotettix virescens), walang
sangit (Leptocorisa oratorius). Dari ketiga hama tersebut, yang memiliki populasi
paling banyak adalah wereng batang coklat (WBC).
Wereng Batang Coklat (N. lugens)
Perkembangan WBC dari telur sampai dewasa lebih kurang 4 minggu.
WBC dapat menjadi vektor penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa. Nurbaeti et
al. (2010) menyatakan bahwa serangga ini merusak tanaman dengan cara
menghisap cairan pembuluh ayak pada batang padi, sehingga seluruh bagian
tanaman menjadi kering bahkan mati dan di kenal dengan gejala hopperburn.
Populasi wereng batang coklat di sawah organik dan konvensional pada umur 4
MST, 6 MST, 10 MST dan 12 MST tidak berbeda nyata sedangkan populasi
wereng pada umur 8 MST terdapat hasil yang berbeda nyata antara sawah organik
dan sawah konvensional (Lampiran 9). Namun secara keseluruhan populasi WBC
pada sistem konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan sitem organik. Hal ini
dikarenakan WBC lebih menyukai tempat dengan kelembaban tinggi. Tanaman
padi yang memiliki jumlah anakan yang banyak sangat membantu perkembangan
wereng dengan baik karena faktor kelembaban yang tinggi. Selain itu musuh
alami pada sistem budidaya organik lebih banyak dibandingkan dengan sistem
budidaya konvensional, hal ini di karenakan sistem budidaya organik
menggunakan input yang ramah lingkungan sehingga populasi musuh alami hama
yang ada di alam tidak terganggu, tidak seperti pada sistem budidaya

10
konvensional yang menggunakan pestisida sintetik sebagai pengendali populasi
hama.
Populasi wereng dari awal pengamatan sampai umur tanaman 8 MST selalu
mengalami peningkatan namun populasi WBC pada saat umur tanaman 10 MST
dan 12 MST mengalami penurunan (Gambar 6), hal ini diduga berpengaruh dari
bencana alam yang terjadi yaitu meletusnya gunung Kelud. Meletusnya gunung
kelud ini berpengaruh karena abu dari letusan gunung ini mengenai lahan sawah
yang ada di Ngawi sehingga kemungkinan akibat dari turunnya abu tersebut
populasi WBC mengalami penurunan. Selain itu populasi musuh alami (laba-laba)
tertinggi pada 8 MST juga berpengaruh pada penurunan populasi WBC
(Anggraeni 2014).
10.71

Populasi WBC (individu)

25
20
15

konvensional
18.89

5.57

5.32

10
5

5.91
1.38
1.67

0
4
-5

organik

3.48
4.65
6
8
10
Umur tanaman (MST)

0.98
12

Gambar 6 Jumah populasi hama WBC pada padi sistem budidaya organik dan
Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur.
Walang Sangit (L. oratorius)
Gambar 7 menunjukan hasil bahwa jumlah populasi walang sangit pada
sistem konvensional terus meningkat sampai dengan umur 12 MST sedangkan
pada sistem organik terjadi penurunan pada umur 6 dan 8 MST. Pada umur 4
MST pada sawah konvensional berbeda nyata dengan sawah organik. Sedangkan
pada umur 6 MST, 8 MST, 10 MST, dan 12 MST menunjukan hasil yang tidak
berbeda nyata (lampiran 9). Populasi walang sangit tertinggi ditemukan pada
pengamatan umur tanaman 12 MST dengan rataan sebesar 3.53 invidu untuk
sistem organik 4.40 individu untuk sistem konvensional. Perubahan populasi pada
setiap minggu dipengaruhi oleh perilaku walang sangit yang dapat terbang
sehingga serangga ini selalu berpindah-pindah tempat ke rumpun padi lain di luar
titik pengamatan. Selain itu keberadaan telur walang sangit yang diambil setiap
pengamatan juga mempengaruhi jumlah populasi berikutnya.
Jumlah telur pada setiap kelompok 10 sampai 20 butir. Setiap walang
sangit betina dapat bertelur lebih dari 100 butir telur dan telur akan menetas
setelah 6 sampai 7 hari. Nimfa mengalami 5 instar selama 17 sampai 27 hari

11

Populasi Walang Sangit
(individu)

(Sutanto 2002). Walang sangit biasanya bertelur pada waktu sore hari.
Perkembangan dari telur sampai dewasa lebih kurang 25 hari, umur yang dewasa
lebih kurang 21 hari. Walang sangit muda dan dewasa dapat menghisap bulir padi
saat fase masak susu. Akibat serangannya gejala kerusakan yang ditimbulkan
berupa bulir padi menjadi hampa dan berwarna coklat kehitaman. Serangan
selama masa pengisian bulir menyebabkan bulir menjadi cacat dan timbul bercakbercak kemudian bulir berubah warna sebagian atau seluruhnya yang disebabkan
oleh bakteri atau cendawan yang menginfeksi bulir pada saat penghisapan tersebut
(Ashokappa 2011).

6
5
4
3
2
1
0
-1
-2

5.57
4.71
Konvensional
1.51
0.51
0
4

0.25
6

3.27

1.30
0
8

1.2
10

Organik

12

Umur Tanaman (MST)

Gambar 7 Jumlah populasi hama walang sangit pada padi sawah organik dan
Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur.
Wereng Hijau (N. virescens)
Wereng hijau merupakan salah satu hama utama yang sering menyebabkan
kerusakan pada tanaman padi, karena hama tersebut dapat menularkan (vektor)
penyakit tungro, dengan rentang efisiensi penularan antara 35-83%. Tinggi
rendahnya kerugian yang diakibatkan oleh virus tungro yang ditularkan oleh
serangga ini tergantung dari jumlah populasi wereng hijau sebagai vektor virus
tungro, bentuk virus yang menyerang, tingkat ketahanan varietas tanaman dan
waktu terjadinya infeksi. Perkembangan wereng hijau berkorelasi positif dengan
keberadaan penyakit tungro di lapangan khususnya dari spesies N. virescens
terutama stadia imago, karena stadia imago tiga kali lebih efektif didalam
menularkan penyakit tungro dari pada stadia nimfa, karena stadia imago
mobiltasnya lebih tinggi untuk bergerak menghisap tanaman yang sakit
(Meidiwarman 2008).
Dari penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa populasi wereng hijau
ini tidak berbeda nyata antara sistem padi organik dan sistem padi konvensional
kecuali pada umur tanaman 6 MST yang menunjukan hasil yang berbeda nyata,
pada umur ini juga ditemukan populasi tertinggi wereng hijau. Hal ini mungkin
disebabkan oleh pengaruhnya abu vulkanik dari letusan gunung Kelud ketika
umur 10 MST sehingga populasi wereng hijau mengalami penurunan. Namun
walaupun terdapat wereng hijau pada titik pengamatan ini tidak terdapat penyakit
tungro, akan tetapi diluar titik pengamatan ditemukan penyakit tungro namun

12
hanya sedikit sekali. Hal ini dikarenakan populasi wereng hijau yang tidak terlalu
banyak sehingga penyebaran virus ini rendah.

Populasi wereng hijau
(individu)

1.2

1.83

1

Konvensional
Organik

0.8
0.6

0.48

0.63

0.91
0.77

0.4
0.2
0

-0.2

0
0.35
4

0

0.35

6
8
Umur tanaman (MST)

0
10

12

Gambar 8 Jumlah populasi wereng hijau pada padi sawah organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan populasi hama wereng
batang coklat, walang sangit, dan wereng hijau pada sistem padi organik lebih
rendah dibandingkan dengan sistem padi konvensional.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh sistem budidaya
tanaman padi organik dan konvensional terhadap perkembangan jumlah populasi
hama ditempat yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Andoko A. 2002. Budi Daya Padi Secara Organik. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Anggraeni R. 2014. Kekayaan dan keragaman laba-laba pada sawah organik dan
konvensional di Ngawi, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Ashokappa BHT. 2011. Bioecology and management of rice earhead bug,
Leptocorisa oratorius Fabricius (Hemiptera: Alydidae) in rainfed ecosystem
of uttara kannada district. [Tesis]. Dharwad (IN): University of Agricultural
Sciences.
Djunaedy A. 2009. Ketahan padi (way apo buru, sinta nur, ciherang, singkil dan
IR 64) terhadap serangan penyakit bercak coklat (Drechslera oryzae) dan
produksinya. Jurnal Agrovigor. [Internet]. [diunduh 2014 Mar 17]; 2(1):4.
Tersedia dalam: http:/ /pertanian. Trunojoyo .ac.id/wp-content /uploads
/2013/02/2.-Agrovigor-Maret-2009-Vol-2-No-1-Ketahanan-padi Way-Apodll-A.-Djunaedy.pdf
[Deptan] Departemen Pertanian. 2005. Buku pedoman non kimia.
http://www.deptan.go.id [ 4 Mei 2014].
Effendi BS. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanaman padi dalam
perspektif praktek pertanian yang baik (Good Agricultural Practices).
Jurnal Pengembangan Inovasi. [Internet]. [diunduh 2013 Nov 27]; 2(1): 6578. Tersedia pada: http:// pustaka.litbang. deptan.go. id/publikasi/
ip021095.pdf
Fensionita A. 2006. Perkembangan hama dan penyakit tanaman padi (Oryza
sativa L.) pada beberapa sistem budidaya [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Kusumawardani R. 2009. Perkembangan populasi hama pada pertanaman padi
organik sistem konvensional dan SRI [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Meidiwarman. 2008. perkembangan populasi wereng hijau (nephotettix sp.) pada
beberapa varietas padi unggul nasional di musim hujan. Jurnal agroteksos.
[Internet].[diunduh
2014
Mei
06].
18:1-3.
Tersedia
pada:
http://fp.unram.ac.id/data/2012/04/AgFin_18-1_03-Meidiwarman-_No.Reviwer-Sudantha_.pdf.
Nurbaeti B, Diratmaja A, Putra S. 2010. Hama Wereng Cokelat
(Nilaparvata Lugens stal) dan Pengendaliannya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Barat. Departemen Pertanian.
Priadi D, Kuswara T, Soetisna U. 2007. Padi organik versus non-organik: studi
fisiologi benih padi (Oryza sativa L.) lokal Rojolele. Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian Indonesia. [Internet]. [diunduh 2013November 14]; 9(2): 120138. Tersedia pada: http://repository.unib.ac.id/30/1/130JIPI-2007.pdf.
Suhastyo, Arum Asriyanti. 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia
Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan Pada Budidaya Padi
Metode SRI. Tesis Pascasarjana. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

15
Untung K. 2010. Diktat Dasar – Dasar Ilmu Hama Tanaman. Yogyakarta (ID):
Universitas Gajah Mada
Warti. 2006. Perkembangan hama tanaman padi pada tiga sistem budidaya
pertanian di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor [skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Yani F. 2012.Peranan tanaman padi sawah terhadap perekonomian di Kabupaten
Kampar Propinsi Riau. Jurnal Ekonomi.[Internet].[diunduh 2013 November
16]; tersedia pada: http://repository.unri.ac.id/bbitstream/123456789/706/1/pdf %20Jurnal.pdf.

LAMPIRAN

17
Lampiran 1 Hasil wawancara cara budidaya pada petani organik 1 (Pak Djumijatno) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Kegiatan
Tanggal
Keterangan
Membeli benih padi
10 -11- 2013
Sintanur
Mengolah lahan untuk benih
13-11-2013
Sebar benih
17-11-2013
Mempersiapkan lahan:
a.
Mopok tambing
17-11-2013 - 30-11-2013
b.
Bajak + garu
c.
meratakan
Mencabut benih
02-12-2013
Sebar kompos 1
11-12-2013
6 kwintal
Tanam
03-12-2013
Umur 17 hari
Menyiangi gulma
13s/d 17-12-2013
Menggunakan sorok
Semprot MOL + agens hayati 1
17-12-2013
30 liter + 5 liter
Semprot MOL + agens hayati 2
20-12-2013
30 liter + 3 liter
Sebar kompos 2
21-12-2013
7 kwintal
Semprot MOL + agens hayati 3
23-12-2013
30 liter + 3 liter
Semprot MOL + agens hayati 4
27-12-2013
30 liter + 3 liter
Sebar kompos 3
04-1-2014
7 kwintal
Semprot MOL + agens hayati 5
15-1-2014
30 liter + 3 liter
Semprot MOL + agens hayati 6
09-1-2014
30 liter + 3 liter
Semprot MOL + agens hayati 7
13-1-2014
30 liter + 3 liter
Semprot MOL + agens hayati 8
16-1-2014
30 liter + 3 liter
Luas lahan
2738 m2
Hasil panen
1622,4 kg

17

Lampiran 2 Hasil wawancara cara budidaya pada petani organik 2 (Pak Juyatno) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
kegiatan
tanggal
Keterangan
Persemaian
16-11-2013
Sintanur
Tanam
5-12-2013
Pemupukan kompos 1
4-12-2013
350 kg
Pemupukan kompos 2
14-12-2013
350 kg
Pemupukan kompos 3
28-12-2013
350 kg
Penggunaan Mol/agens hayati 1
10-12-2013
20 liter
Penggunaan Mol/agens hayati 2
14-12-2013
20 liter
Penggunaan Mol/agens hayati 3
17-12-2013
20 liter
Penggunaan Mol/agens hayati 4
21-12-2013
20 liter
Penggunaan Mol/agens hayati 5
25-12-2013
20 liter
Penggunaan Mol/agens hayati 6
28-12-2013
20 liter

18

Penggunaan Mol/agens hayati 7
Penggunaan Mol/agens hayati 8
Penggunaan Mol/agens hayati 9
Luas lahan
Hasil panen

1-1-2014
5-1-2014
8-1-2014
-

20 liter
20 liter
20 liter
0.14 ha
7 kwintal

19
Lampiran 3 Hasil wawancara cara budidaya pada petani organik 3 (Bu Pamini) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Kegiataan
Keterangan
Membuat lahan untuk benih
Menyebar benih
20-11-2013
Benih di pupuk organik
Umur 7 hari
Sebar kompos sebelum tanam
Tanam
Semprot MOL dan agens
Pada umur 3 hari
Pupuk organik
Umur 10 hari tanam
Semprot mol dan agens lagi
Setiap 1 minggu 2 kali
Pupuk organik (terakhir)
Umur 25 hari
Luas lahan
0.5 ha
Hasil panen
1323,4

19

20

Lampiran 4 Hasil wawancara cara budidaya pada petani konvensional 1 (Bu Harti) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
kegiatan
tanggal
Keterangan
Tanam
6-12-2013
Ciherang
Pupuk 1
13-13-2013
Urea ½ kwintal
Za 1 kwintal
Ponska 1 kwintal
Pupuk 2
24-12-2013
Urea ½ kwintal
Za 1 kwintal
Ponska 1 kwintal
Penyemprotan 1
Umur 40 hari
Pakai score (2 tutup botol/tangki)
Penyemprotan 2
Umur 60 hari
Pakai score (2 tutup botol/tangki)
2
Luas lahan
2720 m
Hasil panen
1473 kg
Semprot ketika ada walang
Dengan arrivo
sangit

21
Lampiran 5 Hasil wawancara cara budidaya pada petani konvensional 2 (Pak Suratmin) di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Kegiatan
Tanggal
Keterangan
Luas lahan
0.5 ha
Tanam
6-12-2013
Ciherang
Pemupukan
Umur 1 minggu – 1 bulan
Sp36 :50 kg
Za 50 kg
Urea: 50 kg
Phonska: 50 kg
Pemyemprotan pestisida
Umur 35 hari
Regen : penggerek batang
Arrivo :walang sangit
Penyiangan gulma
Umur 10 hari
Panen
6-3-2014
15 kwintal
Lampiran 6 Hasil wawancara cara budidaya pada petani konvensional 3 (Pak Yahmo)
di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Kegiatan
Tanggal
Keterangan
Tanam
3-12-2013
Ciherang
Pemupukan 1
13-12-2013
Urea 50 kg
Ponska 50 kg
Pemupukan 2
23-12-2013
ZA 50 kg
Ponska 50 kg
Penyemprotan
Arrivo :ketika muncul malai
Score: ketika mulai tua
Penyiangan gulma
13-12-2013
Di sorok
18-12-2013
Di bersihkan
28-12-2013
Di siangi
Panen
Akhir Februari
16 kwintal
Luas lahan
7000 m2
21

22
Lampiran 7

Perbandingan komponen biaya dan pendapatan usaha tani pada
sistem padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan
Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Komponen
Organik (Rp)
Konvensional (Rp)
Biaya pengeluaran
2 000 000 a
3 325 601 a
Pendapatan
22 620 483 a
11 248 897a

Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan
tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

Lampiran 8 Jumlah anakan dan produksi gabah padi pada sawah organik dan
Konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
Jumlah anakan

Umur
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Produksi (kg/ha)

Organik
(Rataan ± SEa)
58.26 ± 9.36 a
76.26 ± 8.66 b
72.93 ± 4.75 a
59.86 ± 7.19 b
51.40 ± 8.06 a
4524 a

Konvensional
(Rataan ± SE)
59.53 ± 17.05 a
87.53 ± 15.76 a
72.66 ± 15.79 a
68.33 ± 11.67 a
58.53 ± 11.35 a
3567 a

Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama
menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %

Lampiran 9 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi WBC pada
tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
Populasi wereng batang coklat (Individu)
Umur
Organik
Konvensional
Rataan ± SE
Rataan ± SE
4 MST
1.33 ± 1.67 a
8.46 ± 18.89a
6 MST
5.80 ± 3.48 a
9.26 ± 5.57 a
8 MST
10.73 ± 5.32 b
20.26 ± 10.71a
10 MST
5.40 ± 4.65 a
3.40 ± 5.91 a
12 MST
0.60 ± 0.98 a
1.06 ± 1.38 a
Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan
tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

23
23
Lampiran 10 Pengaruh cara budidaya terhadap perkembangan populasi Walang
sangit pada tanaman padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Populasi walang sangit (Individu)
Umur
Organik
Konvensional
Rataan ± SE
Rataan ± SE
4 MST
1.00 ± 1.51 a
0.00 ± 0.00 b
6 MST
0.13 ± 0.51 a
0.06 ± 0.25 a
8 MST
0.00 ± 0.00 a
0.53 ± 1.30 a
10 MST
1.20 ± 2.80 a
3.13 ± 4.71 a
12 MST
3.53 ± 3.27 a
4.40 ± 5.57 a
Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan
tidak berbeda pada taraf Duncan 5 %

Tabel 11 Pengaruh cara budidaya terhadap populasi wereng hijau pada tanaman
padi di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur
Populasi wereng hijau (Individu)
Umur
Organik
Konvensional
(Rataan ± SE)
(Rataan ± SE)
4 MST
0.13 ± 0.35 a
0.33 ± 0.48 a
6 MST
0.00 ± 0.00 b
0.40 ± 0.63 a
8 MST
0.53 ± 0.91 a
0.93 ± 1.83 a
10 MST
0.13 ± 0.35 a
0.20 ± 0.77 a
12 MST
0.00 ± 0.00 a
0.00 ± 0.00 a
Keterangan: angka-angka yang di ikuti oleh huruf yang sama dalam baris yang sama menunjukan
tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5 %.

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 15 juli 1992 di Pesisir Barat, Lampung dari
pasangan Dedi Gunawan, SH dan Nurhaida. Penulis merupakan anak kedua dari
empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah menengah atas
SMA Negeri 1 Pesisir Tengah pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur USMI (Undangan Seleksi
Masuk) di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis di terima di IPB sebagai
mahasiswa jurusan proteksi tanaman.