Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
1
KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA
PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN
KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR
RETNO ANGGRAENI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelimpahan dan
Keanekaragaman Laba-laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang di
terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Retno Anggraeni
A34100030
ABSTRAK
RETNO ANGGRAENI. Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-laba pada
Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.
Padi merupakan komoditas penting dalam bidang pertanian, karena padi
menghasilkan bahan pangan yang merupakan kebutuhan manusia paling mendasar
yaitu beras. Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap padi (beras) sebagai
bahan makanan pokok sangat tinggi. Berbagai permasalahan dalam budidaya padi
muncul, mulai dari berkurangnya lahan persawahan karena alih fungsi menjadi
lahan pemukiman hingga yang paling utama adalah serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian. Pengendalian yang dilakukan
petani umumnya menggunakan pestisida sintetik, dimana dapat berpengaruh
buruk terhadap kondisi lingkungan, yang akan berdampak pada rendahnya
keanekaragaman hayati pada agroekosistem. Pengendalian OPT pada budidaya
padi organik menggunakan musuh alami yaitu parasit, parasitoid, dan predator,
yang aman terhadap lingkungan manusia dan hewan. Laba-laba secara umum
dikenal sebagai predator generalis. Penelitian ini bertujuan mendapatkan
informasi mengenai kelimpahan dan keanekaragaman komunitas laba-laba pada
tanaman padi organik dan konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang kelimpahan dan
keanekaragaman spesies laba-laba di pertanaman padi sehingga peranan laba-laba
sebagai musuh alami hama tanaman padi dapat dioptimalkan. Hasil dari penelitian
ini yaitu lahan organik memiliki kepadatan laba-laba pembuat jaring dan
persentase hunian laba-laba lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sistem
konvensional. Pada pengamatan ditemukan 7 famili dan 13 spesies laba-laba.
Kata kunci: lahan organik, lahan konvensional, musuh alami, padi organik.
ABSTRACT
RETNO ANGGRAENI. Richness and diversity of spiders in Organic and
Conventional Rice Planting in Ngawi, East Java. Supervisied by HERMANU
TRIWIDODO.
Rice is an important commodity in agriculture, because it produces food,
which is the most basic human needs. The dependence of Indonesian population
on paddy (rice) as a staple food is very high. There are several problems in rice
cultivation, such as reducing paddy field due to conversion of rice fields into
residential land which is the most important to pest attack on agricultural land.
Control measures which is widely used by farmers is using chemical pesticides. It
cause bad affect to the environmental conditions, such as reduce biodiversity in
agro-ecosystems. Organic rice cultivation for pest control using natural enemies
such as parasites, parasitoids, and predators. Spiders are generally known as insect
predators. This study was aimed to obtain information on the richness and
diversity of spider in organic and conventional rice crops in Ngawi, East Java.
This study was expected to provide information on the richness and diversity of
spider’s community in rice crop, so the role of spiders as natural enemies of rice
pests can be optimized. The results of the research showed that organic field had a
high density of spiders web than conventional crop. The percentage of rice area
which inhabited by spider was higher than conventional fields. Observation in this
research, found 7 families and 13 species of spiders.
Keyword: organic land, conventional land, natural enemies, organic rice.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA
PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN
KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR
RETNO ANGGRAENI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
: Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba
pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
: Retno Anggraeni
: A34100030
Disetujui oleh
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Program Studi
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba pada Pertanaman Padi
Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014, dilaksanakan di
lahan sawah organik yang tergabung dengan Komunitas Ngawi Organik Center
(KNOC) dan lahan konvensional milik petani Desa Guyung, di Ngawi, Jawa
Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
1. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc., selaku dosen pembimbing skripsi.
2. Ayah, Ibu, seluruh keluarga dan teman-teman, dukungan dan kasih sayangnya.
3. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih M.Si., selaku dosen penguji tamu.
4. Kastam, SP., selaku penanggung jawab KNOC yang telah memberikan izin
serta bimbingan selama penelitian di KNOC
5. Aldila Rachmawati, SP., Damayanti, SP. M.Si., Aan Rizka Pajarina, Khoir
Samsi, yang telah membantu kelancaran tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Retno Anggraeni
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Penentuan lahan pengamatan dan wawancara petani
Pengamatan langsung
Sensus jaring laba-laba
Rancangan percobaan dan analisis data
Kekayaan dan keragaman spesies
Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Proses Tahapan Sawah Konvensional menjadi Sawah Organik
Kekayaan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Lahan Organik
dan Konvensional
Persebaran Laba-laba Pembuat Jaring
Dominasi Famili
Persebaran Laba-laba di Pertanaman Padi Organik dan Konvensional
Keanekaragaman Spesies
Dominasi Spesies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
ix
1
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
4
4
6
6
6
8
8
9
10
11
13
14
14
14
15
16
23
xi
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Posisi titik pengamatan per petak sawah yang diamati
2. kuadran sensus jumlah jaring laba-laba (jumlah kuadran disesuaikan
jumlah rumpun)
3. Petak pertanaman padi organik
4. Petak pertanaman padi konvensional
5. Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi organik
di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
6. Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi konvensional
di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur
3
4
6
6
10
10
DAFTAR TABEL
1. Penurunan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik
di sawah konvensional untuk menjadi sawah organik
2. Kepadatan laba-laba pembuat jaring pada pertanaman padi
organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
3. Presentase luasan sawah yang dihuni laba-laba pada pertanaman padi
Organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
4. Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam
5. Populasi laba-laba di titik contoh pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
6. Kelimpahan dan kanekaeragaman laba-laba pada tanaman padi
organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
7. Populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
7
9
9
9
11
12
13
viii
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 4 MST
2. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 6 MST
3. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 8 MST
4. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 10 MST
5. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 12 MST
6. Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam
7. Pengamatan spesies laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
8. Gambar spesies laba-laba yang ditemukan di Desa Guyung,
Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
17
17
18
18
19
20
21
22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan komoditas penting dalam bidang pertanian, karena padi
menghasilkan bahan pangan yang merupakan kebutuhan manusia paling mendasar
yaitu beras. Beras adalah bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Meskipun padi (beras) bisa digantikan dengan bahan makanan lain
tetapi padi mempunyai nilai tersendiri untuk orang yang biasa mengonsumsi nasi
setiap harinya. Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap padi sebagai
makanan pokok sangat tinggi. Kurang lebih 250 juta rakyat Indonesia
mengonsumsi beras setiap harinya, sehingga ketersediaan pangan khususnya beras
bagi masyarakat harus terjamin.
Berbagai permasalahan dalam budidaya padi muncul, mulai dari
berkurangnya lahan persawahan karena alih fungsi menjadi lahan pemukiman,
hingga yang paling utama adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT)
pada lahan pertanian. Dampak gangguan dari OPT berbeda-beda, yaitu gangguan
yang ringan sampai sangat berat yang menyebabkan kegagalan panen. Hama,
penyakit, serta gulma merupakan OPT di Indonesia yang dapat menjadi faktor
pembatas produksi padi di Indonesia. Salah satu hama yang menjadi masalah pada
tanaman padi di Indonesia adalah Nilaparvata lugens (wereng cokelat)
(Kalshoven 1981).
Pengendalian yang dilakukan petani umumnya menggunakan pestisida
sintetik. Penggunaan pestisida sintetik pada sistem pertanian modern dapat
berpengaruh buruk terhadap kondisi lingkungan, yang akan berdampak pada
rendahnya keanekaragaman hayati pada agroekosistem (Suana 2005).
Budidaya padi organik adalah budidaya padi tanpa menggunakan bahan
kimia sintetik. Sedangkan budidaya padi konvensional adalah budidaya padi yang
masih menggunakan bahan kimia sintetik, baik dari pemupukannya sampai cara
pengendalian OPTnya. Budi daya padi organik untuk pengendalian OPT dapat
menggunakan musuh alami yaitu parasit, parasitoid, dan predator.
Laba-laba secara umum dikenal sebagai predator banyak jenis serangga.
Laba-laba banyak ditemukan di pertanaman padi dan memangsa berbagai spesies
hama, sehingga laba-laba dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati hama
pada tanaman padi (Sosromarsono dan Untung 2000). Keragaman spesies labalaba bergantung pada kondisi lingkungannya. Pada umumnya kelimpahan dan
keragaman spesies laba-laba lebih tinggi di pertanaman padi di daerah dataran
rendah yang beririgasi daripada di daerah dataran yang lebih tinggi tanpa irigasi.
Kelimpahan dan keragaman laba-laba juga tinggi pada tempat dengan vegetasi liar
dibandingkan dengan di tengah hamparan (Barrion dan Listinger 1995).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai kelimpahan dan
keanekaragaman laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional di
Ngawi, Jawa Timur, serta mengetahui adanya hubungan antara frekuensi jumlah
jaring dan cara tanam.
2
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai
kekayaan dan keanekaragaman komunitas laba-laba di pertanaman padi dengan
pola tanam organik dan konvensional. Hingga peranan laba-laba sebagai musuh
alami hama tanaman padi dapat dioptimalkan.
3
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah organik dari Komunitas Ngawi
Organik Center (KNOC) dan lahan konvensional milik petani desa Guyung di
Ngawi, Jawa Timur. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Identifikasi laba-laba menggunakan buku kunci identifikasi Barrion dan
Litsinger (1995). Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai
Maret 2014.
Metode Penelitian
Penentuan Lahan Pengamatan dan Wawancara Petani
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapang.
Menentukan 6 petak sawah yang terdiri dari 3 petak dengan sistem tanam padi
organik dan 3 petak dengan sistem tanam padi konvensional. Lahan sistem padi
organik dan konvensional terletak dalam 1 hamparan yang sama dan aliran air
irigasi yang sama. Wawancara petani dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
cara budidaya tanaman padi yang dilakukan petani, misalnya mengetahui luas
lahan yang dimiliki, jenis varietas yang digunakan, jenis pupuk yang digunakan,
dan lain-lain. Selain itu juga untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi
petani dalam budi daya terutama masalah hama tanaman padi. Responden terdiri
dari 6 petani yang lahannya diamati.
Pengamatan Langsung
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu
metode pengamatan langsung dan metode sensus jaring laba-laba. Metode
pengamatan langsung dilakukan dengan menetapkan titik pengamatan secara acak
yang mewakili bagian tepi dan tengah petak sawah. Pada setiap petak sawah
ditentukan 5 titik pengamatan (Gambar 1), di setiap titik pengamatan diambil 4
rumpun padi untuk diamati. Pengamatan dilakukan secara langsung di setiap titik
pengamatan, bagian tanaman yang diamati yaitu dari pangkal rumpun sampai
tajuk tanaman. Laba-laba yang ada di titik pengamatan dimasukkan ke dalam
plastik dan disimpan pada botol film yang berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi
dan dihitung jumlahnya. Metode ini bertujuan untuk mengamati spesies laba-laba
yang berada di bagian tanaman terutama pada bagian tajuk tanaman padi.
Gambar 1 Posisi titik pengamatan per petak sawah yang diamati
4
Sensus Jaring Laba-laba
Metode sensus jaring laba-laba dilakukan dengan mengamati dan
menghitung jumlah jaring laba-laba yang ada di pertanaman padi secara langsung.
Pengamatan dilakukan pada setiap rumpun padi dengan jarak 1m atau setiap 4
rumpun padi, lalu dihitung jumlah jaring laba-laba yang ada. Penghitungan mulai
dari pangkal rumpun tanaman sampai tajuk tanaman (Hoerunnisa 2006).
Pengamatan metode sensus jaring laba-laba dilakukan pada 6 petak sawah yaitu,
3 petak dengan sistem tanam padi organik dan 3 petak dengan sistem tanam padi
konvensional. Pengamatan ini dilakukan pada tanaman padi dari umur 4 MST
sampai 12 MST. Metode sensus jaring laba-laba bertujuan untuk melihat jumlah
jaring yang ada di pertanaman padi.
1m
1m
Gambar 2 Contoh kuadran sensus jumlah jaring laba-laba (Hoerunnisa 2006).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
3 ulangan dengan 2 perlakuan yaitu sistem tanam padi organik dan konvensional.
Data primer disajikan dalam Microsoft Excel 2007 dan diolah menggunakan
program SAS for Windows versi 9.1 dan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Kekayaan dan Keanekaragaman Spesies
Kekayaan spesies dapat menyatakan jumlah spesies yang ada di suatu
habitat. Indeks keanekaragaman menggambarkan jumlah kekayaan laba-laba baik
dari segi famili maupun spesies (Magurran 1987). Kekayaan dan keanekaragaman
spesies di lahan organik dan konvensional ditetapkan berdasarkan pengamatan
langsung dan pengambilan sampel di titik pengamatan. Penetapan
keanekaragaman spesies laba-laba didasarkan pada indeks keanekaragaman H’
Shannon-Wiener (Magurran 1987) sebagai berikut:
H’ = H’
Pi
s
: Indeks keanekaragaman Shannon-wiener
: Proporsi tiap spesies
: Spesies
5
Sebaran jaring dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Rata-rata laba-laba = ∑ (
)
Persentase luasan sawah yang dihuni laba-laba = (
a = jumlah jaring laba-laba/m2
b = jumlah total jaring laba-laba/m2
c = jumlah total dalam 1 petak
x 100%
Keterkaitan antara Frekuensi Jumlah Jaring dan Cara Tanam
Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam di lahan organik
dan konvensional dapat dilihat menggunakan rumus chi-square. Dengan
menggunakan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis:
H0 : Frekuensi jumlah jaring saling bebas dengan cara tanam
H1 : Frekuensi jumlah jaring saling terkait dengan cara tanam
chi-square,
2
= ∑ (O – E)2
E
2
= Chi-square
O = Obsevasi (amatan)
E = Ekspektasi
Apabila 2 hitung > 2 tabel maka tolak H0 yang artinya adalah frekuensi jumlah
jaring saling terkait dengan cara tanam.
Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam dapat dilihat dari
apakah cara tanam organik dan konvensional mempengaruhi frekuensi jaring labalaba yang ada di lahan. Dengan asumsi cara tanam organik dengan tidak
menggunakan bahan kimia memiliki frekuensi jaring lebih tinggi dibandingkan
dengan cara tanam konvensional menggunakan pestisida kimia.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Lokasi penelitian terletak di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk di desa Guyung yaitu 6386 jiwa,
dengan jumlah kepala keluarga 5782. Desa guyung memiliki sawah seluas
137 517 ha dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Batas-batas
wilayah Desa Guyung adalah sebagai berikut, sebelah barat berbatasan dengan
desa Kedung putri, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambakromo, sebelah
utara berbatasan dengan Desa Tepas, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Gerih. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan lahan organik dan lahan
konvensional, dengan ulangan 3 petak sistem tanam organik dan 3 petak sistem
tanam konvensional. Pengamatan dilakukan mulai dari umur tanaman 4 MST, 6
MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Masing-masing luas lahan yang diamati
berbeda-beda, total dari luas lahan organik yang diamati adalah 0.9 ha sedangkan
luas lahan konvensional adalah 1.4 ha. Letak lahan sistem tanam organik dan
konvensional dalam 1 hamparan dan menggunakan aliran air irigasi yang sama.
Petak sawah dengan sistem organik dapat dilihat pada Gambar 3 dan petak sawah
konvensional dapat dilihat pada Gambar 4. Terdapat perbedaan antara sistem
tanam padi organik dan sistem tanam padi konvensional yaitu pada tepi lahan
sistem padi organik terdapat kolam-kolam kecil yang dibuat oleh petani dengan
tujuan untuk menetralkan air irigasi sistem organik agar tidak tercemar bahan
kimia pada sistem tanam padi konvensional.
Gambar 3 Petak pertanaman padi
organik
Gambar 4 Petak pertanaman padi
konvensional
Proses Tahapan Sistem Tanam Padi Konvensional menjadi Sistem Tanam
Padi Organik
Sistem tanam konvensional yang akan dikonversi menjadi sistem tanam
organik akan mengalami beberapa tahap. Proses sertifikasi dari sistem tanam
konvensional menjadi sistem tanam organik akan melalui tahapan penambahan
pupuk organik dan pengurangan pupuk kimia (Urea, ZA, Phonska) dalam jangka
waktu 3 tahun (Tabel 1). Setiap tahunnya pupuk kimia dikurangi 25 Kg, sampai
7
akhirnya pada tahun ke-3 pupuk kimia tidak digunakan. Penambahan pupuk
organik pada tahun pertama yaitu 7 kwintal, sedangkan pada tahun ke-2 dan ke-3
pupuk organik ditambahkan sebanyak 1.5 kwintal menjadi 8.5 kwintal.
Pengendalian hama dan penyakit di sawah organik tidak menggunakan pestisida
melainkan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) dan agens hayati. MOL
merupakan mikroorganisme lokal yang mengandung mikroba dan dapat
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan
sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman (Suhastyo 2011). Agens hayati
yang digunakan yaitu agens hayati Beauveria bassiana, Verticillium spp,
Trichoderma spp, Corynebacterium spp.
Tabel 1 Penurunan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik di
sawah konvensional untuk menjadi sawah organik (Sumber KNOC)
Tahun 2009/2010
MT 1
MT 2
MT 3
Luas area: 0.32 ha
Pupuk an organik
Urea
50 kg
50 kg
50 kg
ZA
50 kg
50 kg
50 kg
Phonska
100 kg
100 kg
100 kg
7 kwintal
7 kwintal
7 kwintal
Pupuk organik/kompos
10 liter
10 liter
10 liter
MOL
5 liter
5 liter
5 liter
Corynebacterium
5 liter
5 liter
5 liter
Verticillium spp.
20 ton
20 ton
20 ton
Jerami
Tahun 2010/2011
Luas area: 0.32 ha
Pupuk an organik
Urea
ZA
Phonska
Pupuk organik/kompos
MOL
Corynebacterium
Verticillium spp.
Jerami
Tahun 2011/2012
Pupuk organik/kompos
MOL
Corynebacterium
Verticillium spp.
Jerami
25 kg
25 kg
50 kg
8.5 kwintal
15 liter
10 liter
10 liter
20 ton
25 kg
25 kg
50 kg
8.5 kwintal
15 liter
10 liter
10 liter
20 ton
25 kg
25 kg
50 kg
8.5 kwintal
15 liter
10 liter
10 liter
20 ton
8.5 kwintal
60 liter
40 liter
40 liter
2 ton
8.5 kwintal
60 liter
40 liter
40 liter
2 ton
8.5 kwintal
60 liter
40 liter
40 liter
2 ton
8
Kekayaan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Lahan Organik dan
Konvensional
Dalam usaha tani padi sawah terdapat berbagai kegiatan yang diterapkan
oleh petani untuk meningkatkan produksi. Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan
ekosistem pertanian yang diduga dapat mempengaruhi komponen-komponen yang
hidup dalam ekosistem tersebut. Laba-laba adalah salah satu komponen komunitas
yang diduga dapat terpengaruh oleh aktivitas bercocok tanam baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh itu dapat bersifat negatif maupun
positif terhadap komunitas laba-laba. Kegiatan yang dapat berpengaruh negatif
antara lain penggunaan pestisida, pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan
gulma. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan populasi serangga hama dan
gulma dapat berdampak pada komunitas artropoda lain seperti serangga
parasitoid, predator, pemakan bahan organik dan artoproda predator lain seperti
laba-laba (Settle 1996).
Lahan dengan sistem tanam organik adalah pengelolaan lahan tanpa
menggunakan bahan kimia sintetik. Sedangkan lahan dengan sistem konvensional
adalah pengelolaan lahan menggunakan bahan kimia sintetik, baik dari pupuknya
maupun cara pengendalian hama dan penyakitnya. Pada lahan organik peranan
musuh alami sangat dominan untuk pengendalian hama baik itu musuh alami
yang bersifat spesifik maupun generalis, seperti dari golongan Arachnida (labalaba). Semakin tinggi musuh alami maka akan semakin rendah populasi hamanya.
Sedangkan lahan konvensional adalah lahan yang sangat bergantung terhadap
bahan kimia baik itu pupuk kimia maupun pestisida. Pengendalian hama pada
lahan dengan sistem konvensional umumnya menggunakan pestisida.
Persebaran Laba-laba Pembuat Jaring
Dari pengamatan jaring laba-laba menggunakan metode sensus, dapat
dilihat jumlah jaring di masing-masing petak pada setiap meter. Jumlah jaring
dapat menggambarkan jumlah laba-laba pembuat jaring yang ada di lahan
tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai total jumlah laba-laba
pembuat jaring dari petak organik 0.218 jaring/m2 sedangkan pada petak
konvensional adalah 0.046 jaring/m2 (Tabel 2). Nilai jumlah laba-laba pembuat
jaring pada lahan organik lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional namun
nilai jumlah laba-laba pembuat jaring pada lahan konvensional tidak berbeda
nyata dengan nilai jumlah laba-laba pembuat jaring di lahan organik.
Pada Tabel 3 dapat dilihat persen luasan sawah yang dihuni laba-laba di
lahan konvensional berbeda nyata dengan persen luasan sawah yang dihuni labalaba di lahan organik, luasan sawah yang dihuni laba-laba di lahan organik yaitu
18% sedangkan di lahan konvensional adalah 4%. Persen luasan sawah yang
dihuni laba-laba di lahan organik lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional.
Hal ini disebabkan lahan organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan
bahan kimia sintetik sehingga populasi laba-laba pembuat jaring menjadi lebih
tinggi.
Cara tanam berpengaruh terhadap frekuensi jaring yang dibuat oleh labalaba dapat dilihat pada Tabel 4. Dengan menggunakan rumus chi-square
didapatkan hasil mulai umur tanaman 4 MST sampai 12 MST memiliki nilai 2
hitung > 2 tabel, artinya frekuensi jumlah jaring saling terkait dengan cara tanam.
Cara tanam organik dan konvensional mempengaruhi frekuensi jaring laba-laba
9
yang ada di lahan. Sistem tanam padi organik dengan tidak menggunakan bahan
kimia sintetik memiliki frekuensi jaring lebih tinggi dibandingkan dengan cara
tanam konvensional menggunakan pestisida kimia.
Tabel 2 Kepadatan laba-laba pembuat jaring pada pertanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
Waktu pengamatan (MST)
Perlakuan
Rata-rata
4
6
8
10
12
Organik
0.025
0.160
0.189
0.490
0.229
0.218a
Konvensional
0.006
0.044
0.068
0.062
0.051
0.046a
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
Tabel 3 Persentase luasan petak yang dihuni laba-laba pada pertanaman padi
organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Perlakuan
Organik
Konvensional
4
2.444
0.660
Waktu pengamatan (MST)
6
8
10
12.287
16.439
37.948
3.569
5.824
5.430
12
21.003
4.469
Rata-rata
18.024a
4.000b
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
Tabel 4 Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring laba-laba dan sistem tanam
padi
Umur Tanaman
(MST)
4
6
8
10
12
Chi-Square ( 2)
Hitung
24.83
511.18
480.36
908.55
128.30
Tabel
12.59
12.59
12.59
12.59
12.59
Dominasi Famili
Dalam pengamatan ditemukan 7 famili laba-laba, yang dapat
dikelompokkan ke dalam 2 golongan yaitu laba-laba pemburu seperti Famili
Lycosidae, Oxyopidae, Clubionidae dan laba-laba pembuat jaring seperti Famili
Araneidae, Theriidae, Tetragnathidae, Linyphidae. Kelompok laba-laba pemburu
lebih mendominasi komunitas laba-laba di pertanaman padi baik di pertanaman
padi organik maupun konvensional terutama Famili Lycosidae (Gambar 5 dan
Gambar 6).
Kelompok laba-laba pembuat jaring di lahan organik didominasi oleh Famili
Linyphidae (Gambar 5), sedangkan kelompok laba-laba pembuat jaring di lahan
konvensional didominasi oleh Famili Theriidae dan Linyphidae (Gambar 6).
10
Gambar 5 Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi organik di Desa
Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Gambar 6 Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi konvensional di
Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Persebaran Laba-laba di Pertanaman Padi Organik dan Konvensional
Tabel 5 menunjukkan perbandingan kepadatan laba-laba di titik pengamatan
dilihat dari waktu pengamatan pada lahan organik dan konvensional. Pada saat
umur tanaman 4 MST lahan organik 1.6 laba-laba/titik pengamatan, sedangkan
pada lahan konvensional 0.666 laba-laba/titik pengamatan. Pada saat umur
tanaman 6 MST lahan organik 3.8 laba-laba/titik pengamatan sedangkan pada
lahan konvensional 2.466 laba-laba/titik pengamatan, 8 MST lahan organik 4.066
laba-laba/titik pengamatan sedangkan pada lahan konvensional 2.933 laba-laba/
titik pengamatan. Pada saat umur tanaman 10 MST lahan organik 3.533 labalaba/titik pengamatan sedangkan pada lahan konvensional 2.733 laba-laba/ titik
pengamatan, dan umur tanaman 12 MST lahan organik 2.933 laba-laba/titik
pengamatan sedangkan pada lahan konvensional 2.733 laba-laba/ titik
pengamatan.
11
Perbandingan kepadatan laba-laba di titik pengamatan dilihat dari waktu
pengamatan baik pada lahan organik maupun konvensional menunjukan hasil
yang tidak berbeda nyata tetapi jumlah laba-laba yang ditemukan di lahan organik
lebih banyak dibandingkan di lahan konvensional.
Tabel 5 Populasi laba-laba di titik contoh pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
Organik
Konvensional
Umur (MST)
Rataan ± SE
Rataan ± SE
4
1.600 ± 1.919a
0.666 ± 0.666a
6
3.800 ± 1.971a
2.466 ± 0.899a
8
4.066 ± 1.387a
2.933 ± 1.505a
10
3.533 ± 2.199a
2.733 ± 2.250a
12
2.933 ± 1.980a
2.733 ± 2.374a
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
Keanekaragaman Spesies
Pada pengamatan spesies di pertanaman padi organik dan konvensional
ditemukan 13 spesies di pertanaman organik dan 12 spesies di pertanaman
konvensional dapat dilihat pada lampiran 7. Jenis spesies yang ditemukan adalah
Pardosa pseudoannulata, Pardosa birmanica, Enoplognatha ovate, Enoplognatha
latimana, Theridion sp, Atypena adelinae, Atypena formosana, Erigone
prominensis, Araneus inustus, Argiope catenulata, Tetragnatha javana, Oxyopes
lineatipes, Clubiona japonicola. Kekayaan spesies laba-laba di padi konvensional
dan organik tidak berbeda nyata, tetapi ada satu spesies yaitu Pardosa birmanica
dimana dalam pengamatan hanya ditemukan di lahan organik. Kehadiran labalaba di lahan pertanian dapat terjadi karena laba-laba tersebut berpencar secara
pasif melalui udara dalam jarak dekat sampai jauh dari habitat sekitarnya dengan
cara melayang maupun pergerakan aktif seperti berjalan diatas permukaan tanah
(Bishop, Riechert 1990).
Berdasarkan indeks keanekaragaman spesies pada lahan organik lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan konvensional, dapat dilihat pada Tabel 6. Hal tersebut
menunjukan bahwa populasi laba-laba di lahan organik lebih banyak dari lahan
konvensional. Hal ini disebabkan oleh cara pengelolaan sawah yang berbeda
antara sawah organik dan konvensional, sehingga mempengaruhi keberadaan
laba-laba. Menurut Tulung (1999) populasi laba-laba pada sawah yang tidak
diaplikasi dengan insektisida lebih banyak dari pada yang diaplikasi insektisida
Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies
pada sistem budidaya adalah keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi di
sekitar pertanaman serta cara pengelolaan persawahan. Beragamnya vegetasi di
sekitar persawahan turut berperan mempengaruhi keberadaan laba-laba pada
persawahan (Hoerunnisa 2006).
12
Tabel 6 Kelimpahan dan keanekaragaman laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan
Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
4 MST
Perlakuan
Organik
Konvensional
6 MST
12
10 MST
12 MST
Petak
1
2
3
1
2
3
famili
Spesies
H’
famili
spesies
H’
famili
spesies
H’
famili
spesies
H’
famili
spesies
H’
1
1
2
2
2
2
1
1
3
2
2
2
5.54
16.6
17.6
0
4.6
1.3
4
3
2
2
2
4
4
4
3
3
3
4
29.8
44.0
17.9
14.1
5.5
27.3
4
4
3
3
3
4
5
4
3
3
3
5
24.9
15.7
14.6
35.3
18.7
32.3
4
3
4
3
3
3
4
3
4
3
3
3
30.3
14.3
33.8
10.2
29.3
9.4
2
4
5
4
3
5
2
4
5
5
3
5
16.2
22.8
25.7
14.9
23.5
10.2
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener
111111
8 MST
13
Dominasi Spesies
Dari 13 spesies yang ditemukan, spesies laba-laba yang paling banyak
ditemukan atau mendominasi di lahan konvensional maupun organik adalah
Pardosa pseudoannulata yang sering disebut sebagai laba-laba serigala. Pada
Tabel 7 dapat dilihat populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi
konvensional dan organik, yaitu pada umur 8 MST populasi Pardosa
pseudoanulata pada lahan organik berbeda nyata dengan populasi Pardosa
pseudoanulata di lahan konvensional. Beberapa faktor yang mendukung tingginya
dominasi spesies laba-laba yaitu laba-laba dapat menginvasi secara aktif dengan
bergerak di permukaan tanah dan melayang dari habitat sekitar pertanaman, labalaba secara aktif memburu mangsa tanpa membangun jaring dan ukuran tubuh
yang relatif besar untuk melumpuhkan beragam ukuran mangsa (Tulung 1999).
Pardosa pseudoannulata memiliki ciri-ciri gambaran seperti garpu pada
punggung sefalotoraks dan gambaran berupa garis atau bercak warna putih pada
abdomen. Betina dewasa panjang tubuhnya 9.95 mm, sefalotoraks panjang 4.75
mm, lebar 4.00 mm dan tebal 3.00 mm, abdomen panjang 5.20 mm, lebar 5.00
mm, dan tebal 3.50 mm. Sefalotoraks berwarna kelabu coklat sampai kelabu gelap
kecuali daerah mata, dibagian tengah terdapat gambaran-gambaran berbentuk
garpu dan pita submarginal. Jantan panjang tubuhnya 6.80 mm, sefalotoraks
panjang 3.80 mm, lebar 3.00 mm dan tebal 1.80 mm, abdomen panjang 3.20 mm,
lebar 1.80 mm, tebal 1.70 mm. Seperti pada betina, di bagian tengah dan tepi
sefalotoraks terdapat pita yang jelas (Barrion, Litsinger 1995). Pardosa
pseudoannulata memangsa jenis serangga seperti wereng hijau, wereng batang
coklat, penggerek batang padi kuning, jenis Collembola dan Diptera (Tulung
1999). Pardosa pseudoannulata berperan penting terhadap dinamika populasi
hama putih palsu, Cnaphalocrosis medinalis Guen (Kumar, Singh, Pandey 1996).
Tabel 7 Populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
Organik
Konvensional
Umur (MST)
Rataan ± SE
Rataan ± SE
4
0.200 ± 0.414a
1.200 ± 1.521a
6
1.000 ± 1.253a
0.866 ± 1.187a
8
1.200 ± 0.676a
0.600 ± 0.828b
10
1.000 ± 0.845a
1.266 ± 0.990a
12
1.000 ± 1.000a
0.466 ± 1.187a
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
14
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lahan organik memiliki kelimpahan laba-laba pembuat jaring dan
persentase luasan sawah yang dihuni laba-laba lebih tinggi dibanding lahan
konvensional. Pada pengamatan ditemukan 7 famili, famili yang mendominasi
pada pertanaman padi organik maupun kovensional adalah Famili Lycosidae.
Jenis spesies yang ditemukan yaitu 12 spesies di lahan konvensional dan 13
spesies di lahan organik. Spesies yang membedakan adalah Pardosa birmanica
dimana dalam pengamatan hanya ditemukan di lahan organik. Sedangkan spesies
yang mendominasi dan sering ditemukan dilahan organik maupun konvensional
adalah spesies Pardosa pseudoannulata. Adanya keterkaitan antara frekuensi
jumlah jaring dengan cara tanam. Cara budidaya padi mempengaruhi frekuensi
jaring laba-laba yang ada di lahan dalam hal ini yaitu sistem tanam padi organik
dan konvensional.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah dilakukan penelitian lanjutan tentang
keanekaragaman laba-laba di tanaman padi organik dan konensional di daerah
yang berbeda dan dengan metode yang berbeda.
15
DAFTAR PUSTAKA
Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Taxonomy of Rice Insect Pests and Their
Arthropod Parasites and Predators. Manila: IRRI.
Bishop L, Riechert. 1990. Spider colonization of agroecosystem: Mode and
source. Jurnal Environmental Entomology. [Internet]. [diunduh 2013
Desember 11]; 19 (16): 1738-1745. Tersedia pada: http://www.
ingentaconnect.com/content/esa/envent/1990/00000019/00000006/art00016
Heong KL, Hardy B, editor. 2009. Planthoppers: New Threats to the
Sustainability of Intensive Rice Production System in Asia. Manila: IRRI.
Hoerunnisa. 2006. Kekayaan dan keragaman laba-laba pada pertanaman padi PHT
dan konvensional di Ciasem Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.
Kumar P, Singh R, Pandey SK. 1996. Population dynamics of leaf folder,
Cnaphalocrosis medinalis Guen., in relation to stage of the crop, weather
factors and predatory spiders. Jurnal Entomology. [Internet]. [diunduh 2013
Desember 11]; 20 (3): 205-210. Tersedia pada: http:// www. indianjournals.
com/ijor.aspx?target=ijor:jer&volume=20&issue=3&article=004
Magurran AE. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey (AS).
Princeton University Press.
Settle et al. 1996. Managing tropical rice pest through conservation of generalist
natural enemies and alternative prey. Jurnal Ecology. [Internet]. [diunduh
2013 Desember 11]; 77 (7): 1975-1988. Tersedia pada:
http://www.esajournals.org/doi/abs/10.2307/2265694.
Suana IW. 2005. Bioekologi laba-laba pada bentang alam pertanian di Cianjur:
Kasus daerah aliran sungai (DAS) Cianjur, sub-sub DAS Citarum Tengah,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sosromarsono S, K. Untung. 2000. Keanekaragaman hayati artropoda predator
dan parasit di Indonesia dan pemanfaatannya. Jurnal Inovasi Pertanian
[internet].
[diunduh
2013
November
16].
Tersedia
pada:
http://Kusumbogo.Staff.Ugm.ac.id/detailarticle.
Suhastyo, Arum Asriyanti. 2011. Studi mikrobiologi dan sifat kimia
mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada budidaya padi metode
SRI [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Tulung M. 1999. Ekologi laba-laba di pertanaman padi dengan perhatian utama
pada Pardosa pseudoannulata (Bose. & Str.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 4 MST
Jumlah
jaring/m2
1
0
2657
1
57
2
3
3
3
4
0
5
0
6
0
Jumlah
2720
Rata0.026
rata
% hunian
2.31
laba-laba
Petak keKonvensional
Organik
2
3
Rata1
2
rata
2472 6491 3873.3
1004
2386
24
399
160
385
341
2
77
27.33
11
9
2
23
9.33
22
2
0
10
3.33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2500 7000 4073.2
1400
2738
0.013
0.094
0.290
0.133
3
Rata-rata
4764
190
34
12
0
0
0
5000
0.0588
4978
305.33
18
12
0
0
0
885.55
1.12
4.720
7.27
3.85
28.28
Lampiran 2 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 6 MST
Jumlah
jaring/m2
1
0
2657
1
57
2
3
3
3
4
0
5
0
6
0
Jumlah
2720
Rata0.026
rata
% hunian
2.31
laba-laba
Petak keKonvensional
Organik
2
3
Rata1
2
rata
2472 6491 3873.33
1004
2386
24
399
160
385
341
2
77
27.33
11
9
2
23
9.33
22
2
0
10
3.33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2500 7000 4073.2
1400
2738
0.013
0.094
0.290
0.133
3
Rata-rata
4764
190
34
12
0
0
0
5000
0.0588
4978
305.33
18
12
0
0
0
885.55
1.12
4.720
7.27
3.85
28.28
18
Lampiran 3 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 8 MST
Jumlah
jaring/m2
0
1
2
3
4
5
6
Jumlah
Rata-rata
%
hunian
laba-laba
Petak ke-
1
2650
Konvensional
2
3
Rata-rata
2325 6447
3807.3
68
2
0
0
0
0
2720
0.02
168
6
1
0
0
0
2500
0.07
2.573
7.00
439
64
31
19
0
0
7000
0.10
225
24
10.6
6.3
0
0
4073.2
7.9
Organik
1
2
3
Rata-rata
998
233
4702
2679
7
359 345
281
797.66
32
27
16
25
11
22
1
11.3
0
7
0
2.33
0
0
0
0
0
0
0
0
1400 2738 5000
3515.29
0.325
0.180
0.063
28.71
14.64
5.96
Lampiran 4 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 10 MST
Jumlah
jaring/m2
Petak ke-
1
Konvensional
2
3
2649
2314
6563
1
2
3
4
5
6
Jumlah
68
3
0
0
0
0
2720
177
8
0
1
0
0
2500
335
72
26
4
0
0
7000
193.3
83
8.6
1.6
0
0
670.7
Rata-rata
0.027
0.07
0.08
0.43
% hunian
laba-laba
2.610
7.44
6.24
33.92
0
1
Organik
2
Ratarata
384.2
925
891
4377
Ratarata
2064.3
367
81
24
3
0
0
1400
1564
116
65
78
21
3
2738
537
62
21
3
0
0
5000
822.66
86.3
110
28
7
1
3119.26
0.886
0.14
67.45
3
12.46
19
Lampiran 5 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur 12 MST
Jumlah
jaring/m2
0
1
2
3
4
5
6
Jumlah
Rata-rata
%
hunian
laba-laba
Petak keKonvensional
1
2
3
2574
131
15
0
0
0
0
2720
0.059
2299
173
23
4
1
0
0
2500
0.094
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5.367
8.040
0
Organik
Ratarata
1624
101.33
12.66
1.33
0.33
0
0
1739.6
1
2
3
949
395
42
12
2
0
0
1400
0.373
2346
387
5
0
0
0
0
2738
0.144
4176
792
27
5
0
0
0
5000
0.172
32.214
14.317
16.48
Ratarata
2490.3
524.6
24.66
5.66
0.66
0
0
3045.7
20
Lampiran 6 Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring laba-laba dan sistem
tanam padi
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Frekuensi
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
Konvensional
4049
24.33
0
0
0
0
0
3873.33
160
27.33
9.33
3.33
0
0
3807.3
225
24
10.6
6.3
0
0
3842
193.3
83
8.6
1.6
0
0
1624.3
101.33
12.66
1.33
0.33
0
0
Organik
2989.33
54
1.67
0.33
0
0
0
24.83
12.59
4978
305.33
18
12
0
0
0
511.18
12.59
2679
797.66
25
11.3
2.33
0
0
480.36
12.59
2064.3
822.66
86.3
110
28
7
1
908.55
12.59
2490.3
524.6
24.66
5.66
0.66
0
0
128.30
12.59
Lampiran 7 Pengamatan spesies laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Pardosa pseudoannulata
Organik Konven
1 2 3 1 2 3
4 8 6 1 0 2
Organik
1 2 3
6 4 3
Konven
1 2 3
3 4 8
Organik
1 2 3
5 0 5
Konven
1
2 3
6
6 6
Organik
1 2 3
6 4 7
Konven
1 2 3
2 8 5
Organik
1 2 3
0 4 3
Konven
1 2 3
5 7 3
Pardosa birmanica
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
2
0
0
0
Enoplognatha ovate
Enoplognatha latimana
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
4
0
5
2
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
3
1
0
0
0
0
1
Theridion sp
0
0
0
0
0
0
4
2
3
2
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
4
3
0
0
3
0
0
0
0
Atypena adelinae
Atypena formosana
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
5
6
0
4
0
0
6
0
3
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
Erigone prominensis
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
6
0
3
0
2
0
0
0
0
0
0
1
0
4
0
3
1
3
0
Araneus inustus
Argiope catenulata
0
0
0
0
4
0
0
0
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
3
1
0
2
0
0
4
0
0
0
1
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
1
3
0
0
1
Tetragnatha javana
0
0
2
0
3
0
5
0
3
1
0
0
4
0
3
6
5
1
4
0
5
0
0
1
0
0
0
0
0
0
Oxyopes lineatipes
Clubiona japonicola
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
5
0
0
0
0
0
1
5
4
4
3
0
4
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
2
0
0
2
0
0
6
0
0
3
6
4
5
0
4
0
0
1
0
Spesies Laba-laba
21
Lampiran 8 Spesies laba-laba yang ditemukan di pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
a
b
c
g
h
i
d
j
e
f
k
l
22
Keterangan : a) Pardosa pseudoannulata (Hoerunnisa 2006), b) Pardosa birmanica, c) Argiope catennulata, d) Tetragnatha javana,
e) Erigon prominens, f) Enoplognatha ovata, g) Enoplognatha latimana (Heong dan Hardy 2009), h) Theridion sp. (Heong
dan Hardy 2009) , i) Atypena formosana (Heong dan Hardy 2009), j) Araneus inustus (Heong dan Hardy 2009), k) Clubiona
japonicola (Heong dan Hardy 2009), l) Oxyopes lineatipes (Heong dan Hardy2009).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pringsewu, Lampung, pada tanggal 11 Desember
1992. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tori
Subiyantoro dan Ibu Sumeisih. Tahun 2008 – 2010 penulis menempuh
pendidikan di SMA Negeri 1 Gadingrejo. Pada tahun 2010 penulis diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan tercatat
sebagai mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA IPB) pada divisi pengembangan sumber daya
manusia periode 2011-2012, dan bendahara umum periode 2012-2013.
KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA
PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN
KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR
RETNO ANGGRAENI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelimpahan dan
Keanekaragaman Laba-laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang di
terbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Retno Anggraeni
A34100030
ABSTRAK
RETNO ANGGRAENI. Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-laba pada
Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.
Padi merupakan komoditas penting dalam bidang pertanian, karena padi
menghasilkan bahan pangan yang merupakan kebutuhan manusia paling mendasar
yaitu beras. Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap padi (beras) sebagai
bahan makanan pokok sangat tinggi. Berbagai permasalahan dalam budidaya padi
muncul, mulai dari berkurangnya lahan persawahan karena alih fungsi menjadi
lahan pemukiman hingga yang paling utama adalah serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian. Pengendalian yang dilakukan
petani umumnya menggunakan pestisida sintetik, dimana dapat berpengaruh
buruk terhadap kondisi lingkungan, yang akan berdampak pada rendahnya
keanekaragaman hayati pada agroekosistem. Pengendalian OPT pada budidaya
padi organik menggunakan musuh alami yaitu parasit, parasitoid, dan predator,
yang aman terhadap lingkungan manusia dan hewan. Laba-laba secara umum
dikenal sebagai predator generalis. Penelitian ini bertujuan mendapatkan
informasi mengenai kelimpahan dan keanekaragaman komunitas laba-laba pada
tanaman padi organik dan konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang kelimpahan dan
keanekaragaman spesies laba-laba di pertanaman padi sehingga peranan laba-laba
sebagai musuh alami hama tanaman padi dapat dioptimalkan. Hasil dari penelitian
ini yaitu lahan organik memiliki kepadatan laba-laba pembuat jaring dan
persentase hunian laba-laba lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sistem
konvensional. Pada pengamatan ditemukan 7 famili dan 13 spesies laba-laba.
Kata kunci: lahan organik, lahan konvensional, musuh alami, padi organik.
ABSTRACT
RETNO ANGGRAENI. Richness and diversity of spiders in Organic and
Conventional Rice Planting in Ngawi, East Java. Supervisied by HERMANU
TRIWIDODO.
Rice is an important commodity in agriculture, because it produces food,
which is the most basic human needs. The dependence of Indonesian population
on paddy (rice) as a staple food is very high. There are several problems in rice
cultivation, such as reducing paddy field due to conversion of rice fields into
residential land which is the most important to pest attack on agricultural land.
Control measures which is widely used by farmers is using chemical pesticides. It
cause bad affect to the environmental conditions, such as reduce biodiversity in
agro-ecosystems. Organic rice cultivation for pest control using natural enemies
such as parasites, parasitoids, and predators. Spiders are generally known as insect
predators. This study was aimed to obtain information on the richness and
diversity of spider in organic and conventional rice crops in Ngawi, East Java.
This study was expected to provide information on the richness and diversity of
spider’s community in rice crop, so the role of spiders as natural enemies of rice
pests can be optimized. The results of the research showed that organic field had a
high density of spiders web than conventional crop. The percentage of rice area
which inhabited by spider was higher than conventional fields. Observation in this
research, found 7 families and 13 species of spiders.
Keyword: organic land, conventional land, natural enemies, organic rice.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN LABA-LABA
PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN
KONVENSIONAL DI KABUPATEN NGAWI, JAWA TIMUR
RETNO ANGGRAENI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Penelitian
Nama Mahasiswa
NIM
: Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba
pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional di
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
: Retno Anggraeni
: A34100030
Disetujui oleh
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc.
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Program Studi
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Kelimpahan dan Keanekaragaman Laba-Laba pada Pertanaman Padi
Organik dan Konvensional di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Penelitian yang
dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014, dilaksanakan di
lahan sawah organik yang tergabung dengan Komunitas Ngawi Organik Center
(KNOC) dan lahan konvensional milik petani Desa Guyung, di Ngawi, Jawa
Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
1. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc., selaku dosen pembimbing skripsi.
2. Ayah, Ibu, seluruh keluarga dan teman-teman, dukungan dan kasih sayangnya.
3. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih M.Si., selaku dosen penguji tamu.
4. Kastam, SP., selaku penanggung jawab KNOC yang telah memberikan izin
serta bimbingan selama penelitian di KNOC
5. Aldila Rachmawati, SP., Damayanti, SP. M.Si., Aan Rizka Pajarina, Khoir
Samsi, yang telah membantu kelancaran tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
Retno Anggraeni
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Penentuan lahan pengamatan dan wawancara petani
Pengamatan langsung
Sensus jaring laba-laba
Rancangan percobaan dan analisis data
Kekayaan dan keragaman spesies
Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Proses Tahapan Sawah Konvensional menjadi Sawah Organik
Kekayaan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Lahan Organik
dan Konvensional
Persebaran Laba-laba Pembuat Jaring
Dominasi Famili
Persebaran Laba-laba di Pertanaman Padi Organik dan Konvensional
Keanekaragaman Spesies
Dominasi Spesies
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
viii
ix
1
1
1
2
3
3
3
3
3
4
4
4
4
6
6
6
8
8
9
10
11
13
14
14
14
15
16
23
xi
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Posisi titik pengamatan per petak sawah yang diamati
2. kuadran sensus jumlah jaring laba-laba (jumlah kuadran disesuaikan
jumlah rumpun)
3. Petak pertanaman padi organik
4. Petak pertanaman padi konvensional
5. Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi organik
di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
6. Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi konvensional
di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur
3
4
6
6
10
10
DAFTAR TABEL
1. Penurunan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik
di sawah konvensional untuk menjadi sawah organik
2. Kepadatan laba-laba pembuat jaring pada pertanaman padi
organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
3. Presentase luasan sawah yang dihuni laba-laba pada pertanaman padi
Organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
4. Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam
5. Populasi laba-laba di titik contoh pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
6. Kelimpahan dan kanekaeragaman laba-laba pada tanaman padi
organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
7. Populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
7
9
9
9
11
12
13
viii
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 4 MST
2. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 6 MST
3. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 8 MST
4. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 10 MST
5. Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur pada umur 12 MST
6. Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam
7. Pengamatan spesies laba-laba pada tanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
8. Gambar spesies laba-laba yang ditemukan di Desa Guyung,
Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
17
17
18
18
19
20
21
22
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan komoditas penting dalam bidang pertanian, karena padi
menghasilkan bahan pangan yang merupakan kebutuhan manusia paling mendasar
yaitu beras. Beras adalah bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Meskipun padi (beras) bisa digantikan dengan bahan makanan lain
tetapi padi mempunyai nilai tersendiri untuk orang yang biasa mengonsumsi nasi
setiap harinya. Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap padi sebagai
makanan pokok sangat tinggi. Kurang lebih 250 juta rakyat Indonesia
mengonsumsi beras setiap harinya, sehingga ketersediaan pangan khususnya beras
bagi masyarakat harus terjamin.
Berbagai permasalahan dalam budidaya padi muncul, mulai dari
berkurangnya lahan persawahan karena alih fungsi menjadi lahan pemukiman,
hingga yang paling utama adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT)
pada lahan pertanian. Dampak gangguan dari OPT berbeda-beda, yaitu gangguan
yang ringan sampai sangat berat yang menyebabkan kegagalan panen. Hama,
penyakit, serta gulma merupakan OPT di Indonesia yang dapat menjadi faktor
pembatas produksi padi di Indonesia. Salah satu hama yang menjadi masalah pada
tanaman padi di Indonesia adalah Nilaparvata lugens (wereng cokelat)
(Kalshoven 1981).
Pengendalian yang dilakukan petani umumnya menggunakan pestisida
sintetik. Penggunaan pestisida sintetik pada sistem pertanian modern dapat
berpengaruh buruk terhadap kondisi lingkungan, yang akan berdampak pada
rendahnya keanekaragaman hayati pada agroekosistem (Suana 2005).
Budidaya padi organik adalah budidaya padi tanpa menggunakan bahan
kimia sintetik. Sedangkan budidaya padi konvensional adalah budidaya padi yang
masih menggunakan bahan kimia sintetik, baik dari pemupukannya sampai cara
pengendalian OPTnya. Budi daya padi organik untuk pengendalian OPT dapat
menggunakan musuh alami yaitu parasit, parasitoid, dan predator.
Laba-laba secara umum dikenal sebagai predator banyak jenis serangga.
Laba-laba banyak ditemukan di pertanaman padi dan memangsa berbagai spesies
hama, sehingga laba-laba dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati hama
pada tanaman padi (Sosromarsono dan Untung 2000). Keragaman spesies labalaba bergantung pada kondisi lingkungannya. Pada umumnya kelimpahan dan
keragaman spesies laba-laba lebih tinggi di pertanaman padi di daerah dataran
rendah yang beririgasi daripada di daerah dataran yang lebih tinggi tanpa irigasi.
Kelimpahan dan keragaman laba-laba juga tinggi pada tempat dengan vegetasi liar
dibandingkan dengan di tengah hamparan (Barrion dan Listinger 1995).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai kelimpahan dan
keanekaragaman laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional di
Ngawi, Jawa Timur, serta mengetahui adanya hubungan antara frekuensi jumlah
jaring dan cara tanam.
2
Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi mengenai
kekayaan dan keanekaragaman komunitas laba-laba di pertanaman padi dengan
pola tanam organik dan konvensional. Hingga peranan laba-laba sebagai musuh
alami hama tanaman padi dapat dioptimalkan.
3
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah organik dari Komunitas Ngawi
Organik Center (KNOC) dan lahan konvensional milik petani desa Guyung di
Ngawi, Jawa Timur. Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Identifikasi laba-laba menggunakan buku kunci identifikasi Barrion dan
Litsinger (1995). Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai
Maret 2014.
Metode Penelitian
Penentuan Lahan Pengamatan dan Wawancara Petani
Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan secara langsung di lapang.
Menentukan 6 petak sawah yang terdiri dari 3 petak dengan sistem tanam padi
organik dan 3 petak dengan sistem tanam padi konvensional. Lahan sistem padi
organik dan konvensional terletak dalam 1 hamparan yang sama dan aliran air
irigasi yang sama. Wawancara petani dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
cara budidaya tanaman padi yang dilakukan petani, misalnya mengetahui luas
lahan yang dimiliki, jenis varietas yang digunakan, jenis pupuk yang digunakan,
dan lain-lain. Selain itu juga untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi
petani dalam budi daya terutama masalah hama tanaman padi. Responden terdiri
dari 6 petani yang lahannya diamati.
Pengamatan Langsung
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu
metode pengamatan langsung dan metode sensus jaring laba-laba. Metode
pengamatan langsung dilakukan dengan menetapkan titik pengamatan secara acak
yang mewakili bagian tepi dan tengah petak sawah. Pada setiap petak sawah
ditentukan 5 titik pengamatan (Gambar 1), di setiap titik pengamatan diambil 4
rumpun padi untuk diamati. Pengamatan dilakukan secara langsung di setiap titik
pengamatan, bagian tanaman yang diamati yaitu dari pangkal rumpun sampai
tajuk tanaman. Laba-laba yang ada di titik pengamatan dimasukkan ke dalam
plastik dan disimpan pada botol film yang berisi alkohol 70% untuk diidentifikasi
dan dihitung jumlahnya. Metode ini bertujuan untuk mengamati spesies laba-laba
yang berada di bagian tanaman terutama pada bagian tajuk tanaman padi.
Gambar 1 Posisi titik pengamatan per petak sawah yang diamati
4
Sensus Jaring Laba-laba
Metode sensus jaring laba-laba dilakukan dengan mengamati dan
menghitung jumlah jaring laba-laba yang ada di pertanaman padi secara langsung.
Pengamatan dilakukan pada setiap rumpun padi dengan jarak 1m atau setiap 4
rumpun padi, lalu dihitung jumlah jaring laba-laba yang ada. Penghitungan mulai
dari pangkal rumpun tanaman sampai tajuk tanaman (Hoerunnisa 2006).
Pengamatan metode sensus jaring laba-laba dilakukan pada 6 petak sawah yaitu,
3 petak dengan sistem tanam padi organik dan 3 petak dengan sistem tanam padi
konvensional. Pengamatan ini dilakukan pada tanaman padi dari umur 4 MST
sampai 12 MST. Metode sensus jaring laba-laba bertujuan untuk melihat jumlah
jaring yang ada di pertanaman padi.
1m
1m
Gambar 2 Contoh kuadran sensus jumlah jaring laba-laba (Hoerunnisa 2006).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
3 ulangan dengan 2 perlakuan yaitu sistem tanam padi organik dan konvensional.
Data primer disajikan dalam Microsoft Excel 2007 dan diolah menggunakan
program SAS for Windows versi 9.1 dan uji lanjut Duncan pada taraf 5%.
Kekayaan dan Keanekaragaman Spesies
Kekayaan spesies dapat menyatakan jumlah spesies yang ada di suatu
habitat. Indeks keanekaragaman menggambarkan jumlah kekayaan laba-laba baik
dari segi famili maupun spesies (Magurran 1987). Kekayaan dan keanekaragaman
spesies di lahan organik dan konvensional ditetapkan berdasarkan pengamatan
langsung dan pengambilan sampel di titik pengamatan. Penetapan
keanekaragaman spesies laba-laba didasarkan pada indeks keanekaragaman H’
Shannon-Wiener (Magurran 1987) sebagai berikut:
H’ = H’
Pi
s
: Indeks keanekaragaman Shannon-wiener
: Proporsi tiap spesies
: Spesies
5
Sebaran jaring dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Rata-rata laba-laba = ∑ (
)
Persentase luasan sawah yang dihuni laba-laba = (
a = jumlah jaring laba-laba/m2
b = jumlah total jaring laba-laba/m2
c = jumlah total dalam 1 petak
x 100%
Keterkaitan antara Frekuensi Jumlah Jaring dan Cara Tanam
Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam di lahan organik
dan konvensional dapat dilihat menggunakan rumus chi-square. Dengan
menggunakan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis:
H0 : Frekuensi jumlah jaring saling bebas dengan cara tanam
H1 : Frekuensi jumlah jaring saling terkait dengan cara tanam
chi-square,
2
= ∑ (O – E)2
E
2
= Chi-square
O = Obsevasi (amatan)
E = Ekspektasi
Apabila 2 hitung > 2 tabel maka tolak H0 yang artinya adalah frekuensi jumlah
jaring saling terkait dengan cara tanam.
Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring dan cara tanam dapat dilihat dari
apakah cara tanam organik dan konvensional mempengaruhi frekuensi jaring labalaba yang ada di lahan. Dengan asumsi cara tanam organik dengan tidak
menggunakan bahan kimia memiliki frekuensi jaring lebih tinggi dibandingkan
dengan cara tanam konvensional menggunakan pestisida kimia.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Lokasi penelitian terletak di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk di desa Guyung yaitu 6386 jiwa,
dengan jumlah kepala keluarga 5782. Desa guyung memiliki sawah seluas
137 517 ha dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Batas-batas
wilayah Desa Guyung adalah sebagai berikut, sebelah barat berbatasan dengan
desa Kedung putri, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tambakromo, sebelah
utara berbatasan dengan Desa Tepas, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Gerih. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan lahan organik dan lahan
konvensional, dengan ulangan 3 petak sistem tanam organik dan 3 petak sistem
tanam konvensional. Pengamatan dilakukan mulai dari umur tanaman 4 MST, 6
MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Masing-masing luas lahan yang diamati
berbeda-beda, total dari luas lahan organik yang diamati adalah 0.9 ha sedangkan
luas lahan konvensional adalah 1.4 ha. Letak lahan sistem tanam organik dan
konvensional dalam 1 hamparan dan menggunakan aliran air irigasi yang sama.
Petak sawah dengan sistem organik dapat dilihat pada Gambar 3 dan petak sawah
konvensional dapat dilihat pada Gambar 4. Terdapat perbedaan antara sistem
tanam padi organik dan sistem tanam padi konvensional yaitu pada tepi lahan
sistem padi organik terdapat kolam-kolam kecil yang dibuat oleh petani dengan
tujuan untuk menetralkan air irigasi sistem organik agar tidak tercemar bahan
kimia pada sistem tanam padi konvensional.
Gambar 3 Petak pertanaman padi
organik
Gambar 4 Petak pertanaman padi
konvensional
Proses Tahapan Sistem Tanam Padi Konvensional menjadi Sistem Tanam
Padi Organik
Sistem tanam konvensional yang akan dikonversi menjadi sistem tanam
organik akan mengalami beberapa tahap. Proses sertifikasi dari sistem tanam
konvensional menjadi sistem tanam organik akan melalui tahapan penambahan
pupuk organik dan pengurangan pupuk kimia (Urea, ZA, Phonska) dalam jangka
waktu 3 tahun (Tabel 1). Setiap tahunnya pupuk kimia dikurangi 25 Kg, sampai
7
akhirnya pada tahun ke-3 pupuk kimia tidak digunakan. Penambahan pupuk
organik pada tahun pertama yaitu 7 kwintal, sedangkan pada tahun ke-2 dan ke-3
pupuk organik ditambahkan sebanyak 1.5 kwintal menjadi 8.5 kwintal.
Pengendalian hama dan penyakit di sawah organik tidak menggunakan pestisida
melainkan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) dan agens hayati. MOL
merupakan mikroorganisme lokal yang mengandung mikroba dan dapat
berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan
sebagai agen pengendali hama penyakit tanaman (Suhastyo 2011). Agens hayati
yang digunakan yaitu agens hayati Beauveria bassiana, Verticillium spp,
Trichoderma spp, Corynebacterium spp.
Tabel 1 Penurunan pupuk kimia sintetik dan penambahan pupuk organik di
sawah konvensional untuk menjadi sawah organik (Sumber KNOC)
Tahun 2009/2010
MT 1
MT 2
MT 3
Luas area: 0.32 ha
Pupuk an organik
Urea
50 kg
50 kg
50 kg
ZA
50 kg
50 kg
50 kg
Phonska
100 kg
100 kg
100 kg
7 kwintal
7 kwintal
7 kwintal
Pupuk organik/kompos
10 liter
10 liter
10 liter
MOL
5 liter
5 liter
5 liter
Corynebacterium
5 liter
5 liter
5 liter
Verticillium spp.
20 ton
20 ton
20 ton
Jerami
Tahun 2010/2011
Luas area: 0.32 ha
Pupuk an organik
Urea
ZA
Phonska
Pupuk organik/kompos
MOL
Corynebacterium
Verticillium spp.
Jerami
Tahun 2011/2012
Pupuk organik/kompos
MOL
Corynebacterium
Verticillium spp.
Jerami
25 kg
25 kg
50 kg
8.5 kwintal
15 liter
10 liter
10 liter
20 ton
25 kg
25 kg
50 kg
8.5 kwintal
15 liter
10 liter
10 liter
20 ton
25 kg
25 kg
50 kg
8.5 kwintal
15 liter
10 liter
10 liter
20 ton
8.5 kwintal
60 liter
40 liter
40 liter
2 ton
8.5 kwintal
60 liter
40 liter
40 liter
2 ton
8.5 kwintal
60 liter
40 liter
40 liter
2 ton
8
Kekayaan dan Keanekaragaman Laba-laba pada Lahan Organik dan
Konvensional
Dalam usaha tani padi sawah terdapat berbagai kegiatan yang diterapkan
oleh petani untuk meningkatkan produksi. Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan
ekosistem pertanian yang diduga dapat mempengaruhi komponen-komponen yang
hidup dalam ekosistem tersebut. Laba-laba adalah salah satu komponen komunitas
yang diduga dapat terpengaruh oleh aktivitas bercocok tanam baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh itu dapat bersifat negatif maupun
positif terhadap komunitas laba-laba. Kegiatan yang dapat berpengaruh negatif
antara lain penggunaan pestisida, pengolahan tanah, pengairan dan penyiangan
gulma. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan populasi serangga hama dan
gulma dapat berdampak pada komunitas artropoda lain seperti serangga
parasitoid, predator, pemakan bahan organik dan artoproda predator lain seperti
laba-laba (Settle 1996).
Lahan dengan sistem tanam organik adalah pengelolaan lahan tanpa
menggunakan bahan kimia sintetik. Sedangkan lahan dengan sistem konvensional
adalah pengelolaan lahan menggunakan bahan kimia sintetik, baik dari pupuknya
maupun cara pengendalian hama dan penyakitnya. Pada lahan organik peranan
musuh alami sangat dominan untuk pengendalian hama baik itu musuh alami
yang bersifat spesifik maupun generalis, seperti dari golongan Arachnida (labalaba). Semakin tinggi musuh alami maka akan semakin rendah populasi hamanya.
Sedangkan lahan konvensional adalah lahan yang sangat bergantung terhadap
bahan kimia baik itu pupuk kimia maupun pestisida. Pengendalian hama pada
lahan dengan sistem konvensional umumnya menggunakan pestisida.
Persebaran Laba-laba Pembuat Jaring
Dari pengamatan jaring laba-laba menggunakan metode sensus, dapat
dilihat jumlah jaring di masing-masing petak pada setiap meter. Jumlah jaring
dapat menggambarkan jumlah laba-laba pembuat jaring yang ada di lahan
tersebut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai total jumlah laba-laba
pembuat jaring dari petak organik 0.218 jaring/m2 sedangkan pada petak
konvensional adalah 0.046 jaring/m2 (Tabel 2). Nilai jumlah laba-laba pembuat
jaring pada lahan organik lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional namun
nilai jumlah laba-laba pembuat jaring pada lahan konvensional tidak berbeda
nyata dengan nilai jumlah laba-laba pembuat jaring di lahan organik.
Pada Tabel 3 dapat dilihat persen luasan sawah yang dihuni laba-laba di
lahan konvensional berbeda nyata dengan persen luasan sawah yang dihuni labalaba di lahan organik, luasan sawah yang dihuni laba-laba di lahan organik yaitu
18% sedangkan di lahan konvensional adalah 4%. Persen luasan sawah yang
dihuni laba-laba di lahan organik lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional.
Hal ini disebabkan lahan organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan
bahan kimia sintetik sehingga populasi laba-laba pembuat jaring menjadi lebih
tinggi.
Cara tanam berpengaruh terhadap frekuensi jaring yang dibuat oleh labalaba dapat dilihat pada Tabel 4. Dengan menggunakan rumus chi-square
didapatkan hasil mulai umur tanaman 4 MST sampai 12 MST memiliki nilai 2
hitung > 2 tabel, artinya frekuensi jumlah jaring saling terkait dengan cara tanam.
Cara tanam organik dan konvensional mempengaruhi frekuensi jaring laba-laba
9
yang ada di lahan. Sistem tanam padi organik dengan tidak menggunakan bahan
kimia sintetik memiliki frekuensi jaring lebih tinggi dibandingkan dengan cara
tanam konvensional menggunakan pestisida kimia.
Tabel 2 Kepadatan laba-laba pembuat jaring pada pertanaman padi organik
dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
Waktu pengamatan (MST)
Perlakuan
Rata-rata
4
6
8
10
12
Organik
0.025
0.160
0.189
0.490
0.229
0.218a
Konvensional
0.006
0.044
0.068
0.062
0.051
0.046a
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
Tabel 3 Persentase luasan petak yang dihuni laba-laba pada pertanaman padi
organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Perlakuan
Organik
Konvensional
4
2.444
0.660
Waktu pengamatan (MST)
6
8
10
12.287
16.439
37.948
3.569
5.824
5.430
12
21.003
4.469
Rata-rata
18.024a
4.000b
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
Tabel 4 Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring laba-laba dan sistem tanam
padi
Umur Tanaman
(MST)
4
6
8
10
12
Chi-Square ( 2)
Hitung
24.83
511.18
480.36
908.55
128.30
Tabel
12.59
12.59
12.59
12.59
12.59
Dominasi Famili
Dalam pengamatan ditemukan 7 famili laba-laba, yang dapat
dikelompokkan ke dalam 2 golongan yaitu laba-laba pemburu seperti Famili
Lycosidae, Oxyopidae, Clubionidae dan laba-laba pembuat jaring seperti Famili
Araneidae, Theriidae, Tetragnathidae, Linyphidae. Kelompok laba-laba pemburu
lebih mendominasi komunitas laba-laba di pertanaman padi baik di pertanaman
padi organik maupun konvensional terutama Famili Lycosidae (Gambar 5 dan
Gambar 6).
Kelompok laba-laba pembuat jaring di lahan organik didominasi oleh Famili
Linyphidae (Gambar 5), sedangkan kelompok laba-laba pembuat jaring di lahan
konvensional didominasi oleh Famili Theriidae dan Linyphidae (Gambar 6).
10
Gambar 5 Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi organik di Desa
Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Gambar 6 Kelimpahan famili laba-laba pada pertanaman padi konvensional di
Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Persebaran Laba-laba di Pertanaman Padi Organik dan Konvensional
Tabel 5 menunjukkan perbandingan kepadatan laba-laba di titik pengamatan
dilihat dari waktu pengamatan pada lahan organik dan konvensional. Pada saat
umur tanaman 4 MST lahan organik 1.6 laba-laba/titik pengamatan, sedangkan
pada lahan konvensional 0.666 laba-laba/titik pengamatan. Pada saat umur
tanaman 6 MST lahan organik 3.8 laba-laba/titik pengamatan sedangkan pada
lahan konvensional 2.466 laba-laba/titik pengamatan, 8 MST lahan organik 4.066
laba-laba/titik pengamatan sedangkan pada lahan konvensional 2.933 laba-laba/
titik pengamatan. Pada saat umur tanaman 10 MST lahan organik 3.533 labalaba/titik pengamatan sedangkan pada lahan konvensional 2.733 laba-laba/ titik
pengamatan, dan umur tanaman 12 MST lahan organik 2.933 laba-laba/titik
pengamatan sedangkan pada lahan konvensional 2.733 laba-laba/ titik
pengamatan.
11
Perbandingan kepadatan laba-laba di titik pengamatan dilihat dari waktu
pengamatan baik pada lahan organik maupun konvensional menunjukan hasil
yang tidak berbeda nyata tetapi jumlah laba-laba yang ditemukan di lahan organik
lebih banyak dibandingkan di lahan konvensional.
Tabel 5 Populasi laba-laba di titik contoh pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
Organik
Konvensional
Umur (MST)
Rataan ± SE
Rataan ± SE
4
1.600 ± 1.919a
0.666 ± 0.666a
6
3.800 ± 1.971a
2.466 ± 0.899a
8
4.066 ± 1.387a
2.933 ± 1.505a
10
3.533 ± 2.199a
2.733 ± 2.250a
12
2.933 ± 1.980a
2.733 ± 2.374a
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
Keanekaragaman Spesies
Pada pengamatan spesies di pertanaman padi organik dan konvensional
ditemukan 13 spesies di pertanaman organik dan 12 spesies di pertanaman
konvensional dapat dilihat pada lampiran 7. Jenis spesies yang ditemukan adalah
Pardosa pseudoannulata, Pardosa birmanica, Enoplognatha ovate, Enoplognatha
latimana, Theridion sp, Atypena adelinae, Atypena formosana, Erigone
prominensis, Araneus inustus, Argiope catenulata, Tetragnatha javana, Oxyopes
lineatipes, Clubiona japonicola. Kekayaan spesies laba-laba di padi konvensional
dan organik tidak berbeda nyata, tetapi ada satu spesies yaitu Pardosa birmanica
dimana dalam pengamatan hanya ditemukan di lahan organik. Kehadiran labalaba di lahan pertanian dapat terjadi karena laba-laba tersebut berpencar secara
pasif melalui udara dalam jarak dekat sampai jauh dari habitat sekitarnya dengan
cara melayang maupun pergerakan aktif seperti berjalan diatas permukaan tanah
(Bishop, Riechert 1990).
Berdasarkan indeks keanekaragaman spesies pada lahan organik lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan konvensional, dapat dilihat pada Tabel 6. Hal tersebut
menunjukan bahwa populasi laba-laba di lahan organik lebih banyak dari lahan
konvensional. Hal ini disebabkan oleh cara pengelolaan sawah yang berbeda
antara sawah organik dan konvensional, sehingga mempengaruhi keberadaan
laba-laba. Menurut Tulung (1999) populasi laba-laba pada sawah yang tidak
diaplikasi dengan insektisida lebih banyak dari pada yang diaplikasi insektisida
Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies
pada sistem budidaya adalah keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi di
sekitar pertanaman serta cara pengelolaan persawahan. Beragamnya vegetasi di
sekitar persawahan turut berperan mempengaruhi keberadaan laba-laba pada
persawahan (Hoerunnisa 2006).
12
Tabel 6 Kelimpahan dan keanekaragaman laba-laba pada pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan
Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
4 MST
Perlakuan
Organik
Konvensional
6 MST
12
10 MST
12 MST
Petak
1
2
3
1
2
3
famili
Spesies
H’
famili
spesies
H’
famili
spesies
H’
famili
spesies
H’
famili
spesies
H’
1
1
2
2
2
2
1
1
3
2
2
2
5.54
16.6
17.6
0
4.6
1.3
4
3
2
2
2
4
4
4
3
3
3
4
29.8
44.0
17.9
14.1
5.5
27.3
4
4
3
3
3
4
5
4
3
3
3
5
24.9
15.7
14.6
35.3
18.7
32.3
4
3
4
3
3
3
4
3
4
3
3
3
30.3
14.3
33.8
10.2
29.3
9.4
2
4
5
4
3
5
2
4
5
5
3
5
16.2
22.8
25.7
14.9
23.5
10.2
Keterangan : H’ = Indeks Keanekaragaman Shanon-Wiener
111111
8 MST
13
Dominasi Spesies
Dari 13 spesies yang ditemukan, spesies laba-laba yang paling banyak
ditemukan atau mendominasi di lahan konvensional maupun organik adalah
Pardosa pseudoannulata yang sering disebut sebagai laba-laba serigala. Pada
Tabel 7 dapat dilihat populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi
konvensional dan organik, yaitu pada umur 8 MST populasi Pardosa
pseudoanulata pada lahan organik berbeda nyata dengan populasi Pardosa
pseudoanulata di lahan konvensional. Beberapa faktor yang mendukung tingginya
dominasi spesies laba-laba yaitu laba-laba dapat menginvasi secara aktif dengan
bergerak di permukaan tanah dan melayang dari habitat sekitar pertanaman, labalaba secara aktif memburu mangsa tanpa membangun jaring dan ukuran tubuh
yang relatif besar untuk melumpuhkan beragam ukuran mangsa (Tulung 1999).
Pardosa pseudoannulata memiliki ciri-ciri gambaran seperti garpu pada
punggung sefalotoraks dan gambaran berupa garis atau bercak warna putih pada
abdomen. Betina dewasa panjang tubuhnya 9.95 mm, sefalotoraks panjang 4.75
mm, lebar 4.00 mm dan tebal 3.00 mm, abdomen panjang 5.20 mm, lebar 5.00
mm, dan tebal 3.50 mm. Sefalotoraks berwarna kelabu coklat sampai kelabu gelap
kecuali daerah mata, dibagian tengah terdapat gambaran-gambaran berbentuk
garpu dan pita submarginal. Jantan panjang tubuhnya 6.80 mm, sefalotoraks
panjang 3.80 mm, lebar 3.00 mm dan tebal 1.80 mm, abdomen panjang 3.20 mm,
lebar 1.80 mm, tebal 1.70 mm. Seperti pada betina, di bagian tengah dan tepi
sefalotoraks terdapat pita yang jelas (Barrion, Litsinger 1995). Pardosa
pseudoannulata memangsa jenis serangga seperti wereng hijau, wereng batang
coklat, penggerek batang padi kuning, jenis Collembola dan Diptera (Tulung
1999). Pardosa pseudoannulata berperan penting terhadap dinamika populasi
hama putih palsu, Cnaphalocrosis medinalis Guen (Kumar, Singh, Pandey 1996).
Tabel 7 Populasi Pardosa pseudoanulata pada pertanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur
Organik
Konvensional
Umur (MST)
Rataan ± SE
Rataan ± SE
4
0.200 ± 0.414a
1.200 ± 1.521a
6
1.000 ± 1.253a
0.866 ± 1.187a
8
1.200 ± 0.676a
0.600 ± 0.828b
10
1.000 ± 0.845a
1.266 ± 0.990a
12
1.000 ± 1.000a
0.466 ± 1.187a
a
Angka yang memiliki huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak ada perbedaan nyata
berdasarkan uji Duncan, = 0.05.
14
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Lahan organik memiliki kelimpahan laba-laba pembuat jaring dan
persentase luasan sawah yang dihuni laba-laba lebih tinggi dibanding lahan
konvensional. Pada pengamatan ditemukan 7 famili, famili yang mendominasi
pada pertanaman padi organik maupun kovensional adalah Famili Lycosidae.
Jenis spesies yang ditemukan yaitu 12 spesies di lahan konvensional dan 13
spesies di lahan organik. Spesies yang membedakan adalah Pardosa birmanica
dimana dalam pengamatan hanya ditemukan di lahan organik. Sedangkan spesies
yang mendominasi dan sering ditemukan dilahan organik maupun konvensional
adalah spesies Pardosa pseudoannulata. Adanya keterkaitan antara frekuensi
jumlah jaring dengan cara tanam. Cara budidaya padi mempengaruhi frekuensi
jaring laba-laba yang ada di lahan dalam hal ini yaitu sistem tanam padi organik
dan konvensional.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah dilakukan penelitian lanjutan tentang
keanekaragaman laba-laba di tanaman padi organik dan konensional di daerah
yang berbeda dan dengan metode yang berbeda.
15
DAFTAR PUSTAKA
Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Taxonomy of Rice Insect Pests and Their
Arthropod Parasites and Predators. Manila: IRRI.
Bishop L, Riechert. 1990. Spider colonization of agroecosystem: Mode and
source. Jurnal Environmental Entomology. [Internet]. [diunduh 2013
Desember 11]; 19 (16): 1738-1745. Tersedia pada: http://www.
ingentaconnect.com/content/esa/envent/1990/00000019/00000006/art00016
Heong KL, Hardy B, editor. 2009. Planthoppers: New Threats to the
Sustainability of Intensive Rice Production System in Asia. Manila: IRRI.
Hoerunnisa. 2006. Kekayaan dan keragaman laba-laba pada pertanaman padi PHT
dan konvensional di Ciasem Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.
Kumar P, Singh R, Pandey SK. 1996. Population dynamics of leaf folder,
Cnaphalocrosis medinalis Guen., in relation to stage of the crop, weather
factors and predatory spiders. Jurnal Entomology. [Internet]. [diunduh 2013
Desember 11]; 20 (3): 205-210. Tersedia pada: http:// www. indianjournals.
com/ijor.aspx?target=ijor:jer&volume=20&issue=3&article=004
Magurran AE. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey (AS).
Princeton University Press.
Settle et al. 1996. Managing tropical rice pest through conservation of generalist
natural enemies and alternative prey. Jurnal Ecology. [Internet]. [diunduh
2013 Desember 11]; 77 (7): 1975-1988. Tersedia pada:
http://www.esajournals.org/doi/abs/10.2307/2265694.
Suana IW. 2005. Bioekologi laba-laba pada bentang alam pertanian di Cianjur:
Kasus daerah aliran sungai (DAS) Cianjur, sub-sub DAS Citarum Tengah,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sosromarsono S, K. Untung. 2000. Keanekaragaman hayati artropoda predator
dan parasit di Indonesia dan pemanfaatannya. Jurnal Inovasi Pertanian
[internet].
[diunduh
2013
November
16].
Tersedia
pada:
http://Kusumbogo.Staff.Ugm.ac.id/detailarticle.
Suhastyo, Arum Asriyanti. 2011. Studi mikrobiologi dan sifat kimia
mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada budidaya padi metode
SRI [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Tulung M. 1999. Ekologi laba-laba di pertanaman padi dengan perhatian utama
pada Pardosa pseudoannulata (Bose. & Str.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
16
LAMPIRAN
17
Lampiran 1 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 4 MST
Jumlah
jaring/m2
1
0
2657
1
57
2
3
3
3
4
0
5
0
6
0
Jumlah
2720
Rata0.026
rata
% hunian
2.31
laba-laba
Petak keKonvensional
Organik
2
3
Rata1
2
rata
2472 6491 3873.3
1004
2386
24
399
160
385
341
2
77
27.33
11
9
2
23
9.33
22
2
0
10
3.33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2500 7000 4073.2
1400
2738
0.013
0.094
0.290
0.133
3
Rata-rata
4764
190
34
12
0
0
0
5000
0.0588
4978
305.33
18
12
0
0
0
885.55
1.12
4.720
7.27
3.85
28.28
Lampiran 2 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 6 MST
Jumlah
jaring/m2
1
0
2657
1
57
2
3
3
3
4
0
5
0
6
0
Jumlah
2720
Rata0.026
rata
% hunian
2.31
laba-laba
Petak keKonvensional
Organik
2
3
Rata1
2
rata
2472 6491 3873.33
1004
2386
24
399
160
385
341
2
77
27.33
11
9
2
23
9.33
22
2
0
10
3.33
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2500 7000 4073.2
1400
2738
0.013
0.094
0.290
0.133
3
Rata-rata
4764
190
34
12
0
0
0
5000
0.0588
4978
305.33
18
12
0
0
0
885.55
1.12
4.720
7.27
3.85
28.28
18
Lampiran 3 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 8 MST
Jumlah
jaring/m2
0
1
2
3
4
5
6
Jumlah
Rata-rata
%
hunian
laba-laba
Petak ke-
1
2650
Konvensional
2
3
Rata-rata
2325 6447
3807.3
68
2
0
0
0
0
2720
0.02
168
6
1
0
0
0
2500
0.07
2.573
7.00
439
64
31
19
0
0
7000
0.10
225
24
10.6
6.3
0
0
4073.2
7.9
Organik
1
2
3
Rata-rata
998
233
4702
2679
7
359 345
281
797.66
32
27
16
25
11
22
1
11.3
0
7
0
2.33
0
0
0
0
0
0
0
0
1400 2738 5000
3515.29
0.325
0.180
0.063
28.71
14.64
5.96
Lampiran 4 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur pada umur 10 MST
Jumlah
jaring/m2
Petak ke-
1
Konvensional
2
3
2649
2314
6563
1
2
3
4
5
6
Jumlah
68
3
0
0
0
0
2720
177
8
0
1
0
0
2500
335
72
26
4
0
0
7000
193.3
83
8.6
1.6
0
0
670.7
Rata-rata
0.027
0.07
0.08
0.43
% hunian
laba-laba
2.610
7.44
6.24
33.92
0
1
Organik
2
Ratarata
384.2
925
891
4377
Ratarata
2064.3
367
81
24
3
0
0
1400
1564
116
65
78
21
3
2738
537
62
21
3
0
0
5000
822.66
86.3
110
28
7
1
3119.26
0.886
0.14
67.45
3
12.46
19
Lampiran 5 Sebaran frekuensi jaring laba-laba pada tanaman padi organik dan
konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi,
Jawa Timur 12 MST
Jumlah
jaring/m2
0
1
2
3
4
5
6
Jumlah
Rata-rata
%
hunian
laba-laba
Petak keKonvensional
1
2
3
2574
131
15
0
0
0
0
2720
0.059
2299
173
23
4
1
0
0
2500
0.094
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5.367
8.040
0
Organik
Ratarata
1624
101.33
12.66
1.33
0.33
0
0
1739.6
1
2
3
949
395
42
12
2
0
0
1400
0.373
2346
387
5
0
0
0
0
2738
0.144
4176
792
27
5
0
0
0
5000
0.172
32.214
14.317
16.48
Ratarata
2490.3
524.6
24.66
5.66
0.66
0
0
3045.7
20
Lampiran 6 Keterkaitan antara frekuensi jumlah jaring laba-laba dan sistem
tanam padi
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Frekuensi
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
0
1
2
3
4
5
6
2
hitung
2
tabel
Konvensional
4049
24.33
0
0
0
0
0
3873.33
160
27.33
9.33
3.33
0
0
3807.3
225
24
10.6
6.3
0
0
3842
193.3
83
8.6
1.6
0
0
1624.3
101.33
12.66
1.33
0.33
0
0
Organik
2989.33
54
1.67
0.33
0
0
0
24.83
12.59
4978
305.33
18
12
0
0
0
511.18
12.59
2679
797.66
25
11.3
2.33
0
0
480.36
12.59
2064.3
822.66
86.3
110
28
7
1
908.55
12.59
2490.3
524.6
24.66
5.66
0.66
0
0
128.30
12.59
Lampiran 7 Pengamatan spesies laba-laba pada tanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Pardosa pseudoannulata
Organik Konven
1 2 3 1 2 3
4 8 6 1 0 2
Organik
1 2 3
6 4 3
Konven
1 2 3
3 4 8
Organik
1 2 3
5 0 5
Konven
1
2 3
6
6 6
Organik
1 2 3
6 4 7
Konven
1 2 3
2 8 5
Organik
1 2 3
0 4 3
Konven
1 2 3
5 7 3
Pardosa birmanica
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3
2
0
0
0
Enoplognatha ovate
Enoplognatha latimana
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
4
0
5
2
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6
0
0
0
3
1
0
0
0
0
1
Theridion sp
0
0
0
0
0
0
4
2
3
2
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
4
3
0
0
3
0
0
0
0
Atypena adelinae
Atypena formosana
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
5
6
0
4
0
0
6
0
3
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
Erigone prominensis
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
6
0
3
0
2
0
0
0
0
0
0
1
0
4
0
3
1
3
0
Araneus inustus
Argiope catenulata
0
0
0
0
4
0
0
0
2
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
3
1
0
2
0
0
4
0
0
0
1
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
1
3
0
0
1
Tetragnatha javana
0
0
2
0
3
0
5
0
3
1
0
0
4
0
3
6
5
1
4
0
5
0
0
1
0
0
0
0
0
0
Oxyopes lineatipes
Clubiona japonicola
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
0
5
0
0
0
0
0
1
5
4
4
3
0
4
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
2
0
0
2
0
0
6
0
0
3
6
4
5
0
4
0
0
1
0
Spesies Laba-laba
21
Lampiran 8 Spesies laba-laba yang ditemukan di pertanaman padi organik dan konvensional di Desa Guyung, Kecamatan Gerih,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
a
b
c
g
h
i
d
j
e
f
k
l
22
Keterangan : a) Pardosa pseudoannulata (Hoerunnisa 2006), b) Pardosa birmanica, c) Argiope catennulata, d) Tetragnatha javana,
e) Erigon prominens, f) Enoplognatha ovata, g) Enoplognatha latimana (Heong dan Hardy 2009), h) Theridion sp. (Heong
dan Hardy 2009) , i) Atypena formosana (Heong dan Hardy 2009), j) Araneus inustus (Heong dan Hardy 2009), k) Clubiona
japonicola (Heong dan Hardy 2009), l) Oxyopes lineatipes (Heong dan Hardy2009).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pringsewu, Lampung, pada tanggal 11 Desember
1992. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tori
Subiyantoro dan Ibu Sumeisih. Tahun 2008 – 2010 penulis menempuh
pendidikan di SMA Negeri 1 Gadingrejo. Pada tahun 2010 penulis diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan tercatat
sebagai mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa
Proteksi Tanaman (HIMASITA IPB) pada divisi pengembangan sumber daya
manusia periode 2011-2012, dan bendahara umum periode 2012-2013.