Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Penilaian Vegetasi Sebagai Indikator Proses Degradasi di Daerah Karst Pegunungan Kendeng Utara

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK PENILAIAN
INDEKS VEGETASI SEBAGAI INDIKATOR
PROSES DEGRADASI DI DAERAH KARST
PEGUNUNGAN KENDENG UTARA

ARDIYA YUSTIKA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Citra
Landsat 8 Untuk Penilaian Indeks Vegetasi Sebagai Indikator Proses Degradasi di
Daerah Karst Pegunungan Kendeng Utara adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015
Ardiya Yustika
NIM A14100083

ABSTRAK
ARDIYA YUSTIKA. Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Penilaian Indeks
Vegetasi Sebagai Indikator Proses Degradasi di Daerah Karst Pegunungan Kendeng
Utara. Dibimbing oleh BOEDI TJAHJONO dan BAMBANG HENDRO
TRISASONGKO.
Daerah karst merupakan wilayah yang umumnya mempunyai produktivitas
pertanian yang rendah karena memiliki tanah yang kurang subur. Pemanfaatan
lahan yang intensif seperti yang tampak di daerah karst Pegunungan Kendeng Utara
dapat menyebabkan daerah karst ini terancam oleh proses degradasi atau proses
penggurunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan penggunaan lahan,
menilai tingkat degradasi lahan, menilai indeks vegetasi, menganalisis morfometri
permukaan lahan, dan menilai faktor dominan penyebab degradasi lahan. Metode

interpretasi citra Landsat 8 secara visual digunakan untuk pemetaan penggunaan
lahan, sedangkan metode scoring dan interpolasi digunakan untuk memetakan
tingkat degradasi lahan. Parameter yang digunakan adalah kualitas vegetasi, tingkat
deforestasi, persentase batuan permukaan, dan tingkat pengelolaan lahan. Untuk
penilaian indeks vegetasi digunakan metode EVI, SAVI, II, TRVI, NDVI melalui
perangkat lunak ENVI 4.5, sedangkan untuk analisis morfometri digunakan
perangkat lunak SAGA dengan parameter yang dinilai meliputi kemiringan dan
kelengkungan lereng serta indeks kekasaran permukaan. Adapun analisis pohon
keputusan digunakan untuk melihat variabel dominan penyebab area terdegradasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan terdiri atas hutan (12.80%),
kebun campuran (12.86%), pemukiman (4.66%), tambang (0.13%), dan tegalan
(70.28%). Tegalan merupakan penggunaan yang paling dominan dan sebagian
besar ditanami jagung. Berdasarkan 71 titik sampel yang diperoleh, didapatkan
bahwa area terdegradasi relatif lebih dominan di wilayah pegunungan bagian barat
daripada di bagian timur. Dari hasil penilaian indeks vegetasi, TRVI terpilih sebagai
metode terbaik untuk menduga area terdegradasi dengan nilai rata-rata indeks
paling tinggi (0.2). Kelebihan indeks ini ditunjukkan oleh tingkat kejelasan warna
yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Dari hubungan morfometri
permukaan lahan dengan kelas degradasi lahan didapatkan bahwa daerah
terdegradasi berada pada kemiringan lereng rendah, bertopografi cekung, dan tidak

kasar, sedangkan untuk daerah tidak terdegradasi berada pada kemiringan lereng
tinggi, bertopografi cembung, dan kasar. Dalam analisis pohon keputusan
didapatkan bahwa TRVI selalu berada pada node utama, adapun untuk akurasi
TRVI dikombinasikan dengan morfometri diperoleh kemiringan lereng berada pada
node kedua. Dengan kata lain TRVI dan kemiringan lereng merupakan faktor yang
berpengaruh untuk menduga degradasi di area karst dan tingkat akurasi yang
diperoleh untuk daerah penelitian mencapai 94.00%.
Kata kunci : degradasi, indeks vegetasi, penggurunan, morfomertri, pohon
keputusan

ABSTRACT
ARDIYA YUSTIKA. The Use of Landsat 8 Imagery for Vegetation Index
Assesment as Indicator for Degradation Processes in North Kendeng Karst
Mountains. Supervised by BOEDI TJAHJONO and BAMBANG HENDRO
TRISASONGKO.
Karst area is generally has low agricultural productivity due to having poor
soil. Intensive land use occured in the karst region of North Kendeng Mountains
can be a threat for land degradation process or desertification in this region. The
purpose of this study was to map land use, to assess land degradation by field, to
assess vegetation index, to analyze land surface morphometry, and to assess

dominant factor causing land degradation. Landsat 8 imagery was interpreted
visually for producing land use map, while scoring and interpolation methods were
used to assess land degradation degree. Several parameters for assessing it were the
quality of vegetation, the rate of deforestation, the percentage of surface rocks, and
the level of land management. The method of EVI, SAVI, II, TRVI, and NDVI
were used for assessing the vegetation index through ENVI 4.5 software, whereas
by SAGA software land surface morphometric has been analyzed, comprising slope
steepnes, slope curvature, and surface roughness index. The decision tree analysis
used for finding the dominant factor causing the land degradation. The results
showed that the land use existing in the study area consists of forest (12.80%),
mixed gardens (12.86%), settlement (4.66%), quary (0.13%), and dryland
agriculture or tegalan (70.28%). The most dominant crop of tegalan was corn.
Based on 71 sample points obtained, it indicated that the land degradation were
dominantly taken place in western part of North Kendeng Mountain than the eastern
part. According to the vegetation index, TRVI showed the best result for indicating
the degraded land as shown of its high average value (0.2) and TRVI also exhibit
better contrast color than others. The relationship between land surface
morphometry and land degradation showed that the degraded land area was
characterized by lower slope steepnes and have concave and not rude topography,
otherwise the undegraded land were characterized by high slope steepnes and have

convex and rude topography. According to decision tree analysis, TRVI was always
on the primary node, while for combination of TRVI and morphometry showed that
slope is in the second node. It indicates that TRVI and slope steepnes could be used
for indicator for estimating land degradation in karst area. For study area its
accuracy reaches 94.00%.
Keyword : degradation, desertification, vegetation index, morphometry, decision
tree.

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 UNTUK PENILAIAN
INDEKS VEGETASI SEBAGAI INDIKATOR
PROSES DEGRADASI DI DAERAH KARST
PEGUNUNGAN KENDENG UTARA

ARDIYA YUSTIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan


DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Penilaian Vegetasi Sebagai
Indikator Proses Degradasi di Daerah Karst Pegunungan Kendeng
Utara
Nama

: Ardiya Yustika

NIM

: A141 00083

Disetujui oleh

g


Dr Boedi Tjahjono, MSc

Ir Bambang Hendro Trisason ko, MSc

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala anugerah
dan karunia-Nya sehingga karya skipsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) di Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc dan Ir.
Bambang Hendro Trisasongko, M.sc selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada warga pegunungan Kendeng Utara yang banyak membantu dalam
pengumpulan data. Terima kasih juga disampaikan untuk bapak, ibu, adik, dan
semua keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran.
2. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan FAPERTA IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan
kepada penulis.
3. Teman-teman dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan
47 yang telah memberi bantuan dan dukungan kepada penulis.
Penulis berharap semoga segala kebaikan semua pihak yang telah membantu
mendapatkan balasan dari Allah Subhanahu Wata'ala. Akhir kata semoga skripsi
ini mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu kedepannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Maret 2015
Ardiya Yustika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 2
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2

Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
METODE ................................................................................................................ 5
Bahan ................................................................................................................... 5
Alat ...................................................................................................................... 6
Metode Penelitian ................................................................................................ 6
Kondisi Wilayah Daerah Penelitian .................................................................. 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 16
I.

Peta Penggunaan Lahan .......................................................................... 16

II.

Degradasi Lahan................................................................................ 19

III.

Indeks Vegetasi ................................................................................. 20


IV.

Hubungan Indeks Vegetasi dengan Tingkat Degradasi .................... 22

V.

Kondisi Morfometri Permukaan ....................................................... 28

VI.

Akurasi .............................................................................................. 31

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 33
Simpulan ............................................................................................................ 33
Saran .................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33
LAMPIRAN .......................................................................................................... 35
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 40

iv
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Data sekunder penelitian ...................................................................... 6
Perangkat lunak untuk penelitian ......................................................... 6
Skor deforestasi.................................................................................... 8
Skor batuan permukaan ....................................................................... 8
Skor tipe vegetasi terhadap resiko kebakaran dan perlindungan
terhadap erosi ....................................................................................... 8
Skor kerapatan vegetasi ....................................................................... 9
Skor pengelolaan tanah ........................................................................ 9
Rumus indeks vegetasi....................................................................... 11
Persebaran penggunaan lahan karst ................................................... 16
Hasil statistik keterpisahan indeks vegetasi dengan kelas degradasi . 23
Hasil statistik sebaran data indeks vegetasi ....................................... 24
Nilai korelasi antara morfometri permukaan lahan dengan
degradasi ............................................................................................ 30
Data validasi ...................................................................................... 32
Akurasi per-kelas validasi .................................................................. 32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Peta lokasi penelitian ........................................................................... 5
Pengambilan foto batuan ..................................................................... 7
Diagram perhitungan skor akhir .......................................................... 9
Ilustrasi teknik IDW........................................................................... 10
Diagram alir penelitian ...................................................................... 14
Bentuklahan pegunungan karst kendeng utara .................................. 15
Peta penggunaan lahan di daerah penelitian ...................................... 16
Foto penggunaan lahan ...................................................................... 18
Peta persebaran tingkat degradasi lahan yang disajikan dengan metode
interpolasi di daerah penelitian .......................................................... 19
Karakteristik band citra Landsat 8 ..................................................... 20
Kurva karakteristik reflektan dari objek tanah, air, vegetasi serta posisi
band spektral ...................................................................................... 21
Sebaran statistik indeks vegetasi........................................................ 21
Hubungan kelas degradasi (garis merah) dengan indeks vegetasi (a)
EVI (b) SAVI (c) II (d) TRVI (e) NDVI ........................................... 26
Grafik hubungan antara indeks vegetasi (TRVI) dengan kelas
degradasi ............................................................................................ 27
Peta kelengkungan lereng .................................................................. 29
Peta kemiringan lereng ...................................................................... 29
Peta indeks kekasaran permukaan ..................................................... 30
Pohon keputusan data validasi variabel TRVI dan terrain ................ 31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Kerentanan Penggurunan di Indonesia ...................................... 35
2 Kelas degradasi .................................................................................. 36
3 Nilai TRVI ......................................................................................... 39

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggurunan merupakan proses lanjutan dari kerusakan lahan. Penyebab
utama dari kerusakan lahan adalah deforestasi atau eksploitasi lahan yang
berlebihan baik di bidang pertanian, pertambangan, atau pun yang lainnya.
Kerusakan lahan merupakan persoalan kompleks karena melibatkan permasalahan
spasial, temporal, sosial, ekonomi, iklim dan tanah, sehingga merupakan
permasalahan yang menarik untuk dikaji (Warren 2002). Oleh sebab itu, untuk
menduga besarnya potensi penggurunan di suatu wilayah dapat dilakukan melalui
pendekatan analisis degradasi lahan.
Berdasarkan publikasi United States Departement of Agriculture (USDA
1998) dalam peta Desertification Vurnerability, disebutkan bahwa ancaman
penggurunan telah terjadi di beberapa negara. Menurut United Nation Convention
To Combat Desertification (UNCCD 1994) negara-negara yang berpotensi
mengalami penggurunan dapat ditemukan di wilayah-wilayah yang memiliki
kondisi alam yang beriklim semi kering hingga kering, seperti di wilayah-wilayah
bagian Afrika. Namun demikian, Indonesia merupakan salah satu negara yang
termasuk ke dalam kategori mengalami proses penggurunan. Di Jawa Barat dan
Jawa Tengah daerah yang berpotensi mengalami penggurunan hanya sebagian
kecil, sedangkan di Jawa Timur potensi proses penggurunan agak merata di seluruh
daerah (Gambar Lampiran 1). Berdasarkan gambar tersebut, Pulau Jawa masih
dalam kategori rendah hingga sedang untuk mengalami proses penggurunan,
sehingga menurut kategori tersebut Pulau Jawa masih tergolong aman. Namun
demikian potensi penggurunan yang rendah tersebut dapat meningkat jika kondisi
lingkungan tidak dikelola dengan baik.
Salah satu area yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah daerah
yang memiliki bentuklahan karst. Dipilihnya daerah karst sebagai daerah berpotensi
mengalami proses penggurunan disebabkan daerah tersebut pada umumnya
mempunyai solum tanah yang sangat tipis, sehingga tergolong rentan mengalami
penggurunan. Tambahan lagi proses perubahan penggunaan lahan di daerah karst
tergolong cukup signifikan. Salah satu faktor penyebabnya adalah intervensi
manusia terhadap lahan tersebut untuk penggunaan tertentu. Bentuklahan karst
dikenal sebagai daerah kering karena memiliki ciri khas berupa drainase bawah
permukaan atau gua bawah tanah. Gua tersebut dibentuk oleh proses pelarutan
batukapur dengan temperatur yang berbeda di setiap daerah. Dengan proses ini
bentuklahan karst mempunyai kenampakan yang khas, seperti kerucut-kerucut kecil
yang berjumlah banyak (conical karst) atau adanya lubang-lubang yang dalam
(sinkhole) sehingga mudah dibedakan dengan bentuklahan-bentuklahan lain bukan
karst. Dengan karakter ini bentanglahan karst tampak berbeda nyata jika dilihat dari
citra penginderaan jauh. Menurut Zhang et al. (2014) memetakan dan menilai
tingkat penggurunan daerah karst atau Karst Rocky Desertification (KRD) sangat
penting karena akan dapat memahami dinamika lanskap karst yang hasilnya dapat
memberikan wawasan kepada para perencanaan dan pengelolaan program-program
berkelanjutan agar dapat melestarikan fungsi-fungsi penting ekosistem.

2
Perumusan Masalah
Ancaman penggurunan di daerah karst di Pegunungan Kendeng Utara Jawa
Tengah cukup dirasakan akhir-akhir ini, antara lain oleh adanya proses eksploitasi
lahan karst oleh para penambang kapur yang dilakukan secara ilegal. Meskipun
skalanya mungkin masih kecil, namun gejala tersebut tampak tidak
mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, terutama dari sisi fungsi lahan karst
dalam ekosistem, sehingga perlu mendapat perhatian oleh pihak pemerintah agar
tidak terjadi perkembangan lebih lanjut. Selain itu proses alih fungsi lahan atau
konversi lahan juga cukup dirasakan terutama pada lahan hutan menjadi lahan
bukan hutan yang juga mengancam proses degradasi lahan maupun kelestarian
ekosistem. Penelitian terhadap proses penggurunan di daerah karst juga tergolong
sangat jarang dilakukan, oleh karenanya penelitian ini diharapkan ikut memperkaya
khasanah ilmu dan pembelajaran dalam ilmu lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di daerah karst Pegunungan Kendeng Utara
bertujuan untuk melakukan:
1. Pemetaan penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat 8.
2. Penilaian kelas degradasi lahan melalui pengumpulan data primer.
3. Penilaian indeks vegetasi sebagai proxy atau penduga degradasi lahan.
4. Penilaian morfometri bentuklahan dan menilai faktor dominan penyebab
degradasi lahan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk pemantauan
degradasi lahan di daerah karst secara efektif dan efisien terutama untuk instansiinstansi tertentu, seperti Perhutani atau yang lainnya, yang bertindak sebagai
pengelola kawasan karst di Pegunungan Kendeng Utara.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Indeks vegetasi
Jensen (2000) menyebutkan bahwa indeks vegetasi bersifat memaksimalkan
sensitifitas parameter biofisik yang ditandai dengan adanya respon yang linear. Hal
ini berarti sensitifitas biofisik dapat diketahui dari berbagai kondisi vegetasi, nilai
validasi, dan indeks kalibarasi. Dalam penelitian Frank dan Karn (2003)
menunjukkan bahwa ekstrak indeks vegetasi dari data penginderaan jauh memiliki
korelasi yang tinggi terhadap biomassa dan hijau daun yang menutupi. Metode ini
sangat berguna terutama untuk perhitungan biomassa dalam skala besar, estimasi
penutupan jangka panjang, dan evaluasi perubahan tutupan.
Ratio Vegetation Index (RVI) merupakan rumus indeks vegetasi pertama
sehingga bentuk rumus RVI masih sederhana. Model ini mempunyai kelemahan
karena nilai yang dihasilkan berupa garis grafik yang tidak menyebar normal. Oleh
karena itu, muncul metode lain yaitu Transformed Ratio Vegetation Index (TRVI)
yang menggunakan akar kuadrat yang membuat garis grafik meyebar normal.
Namun kelemahan masih ada pada keduanya, karena ada data pembaginya bernilai
nol (Eastmen 2003).
Normalized Diferrence Vegetation Index (NDVI) diperkenalkan oleh Rouse
et al. tahun 1974 untuk menghasilkan spektral indeks vegetasi untuk memisahkan
vegetasi hijau dari kecerahan tanah. NDVI paling umum digunakan karena
mempertahankan kemampuan untuk meminimalkan efek topografi dan pembagian
dengan nol mengurangi kesalahan (error). Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI)
merupakan metode lain yang berkembang sebagai hasil modifikasi dari NDVI.
Dalam SAVI dimasukkan unsur L (koefisien tanah) yang bervariasi sesuai dengan
karakteristik reflektan tanah (misal cerah), namun menurut Eastman (2003) faktor
L yang dipilih tergantung kepada kepadatan suatu vegetasi yang ingin dianalisis.
Vegetasi dengan kerapatan yang rendah digunakan faktor L bernilai 1.0, untuk
kriteria vegetasi tidak jarang dan tidak rapat (intermediate) bernilai 0.5, dan
vegetasi yang rapat bernilai 0.25. Jika memasukkan nilai L = 0, maka rumus SAVI
akan sama dengan rumus NDVI. Oleh karena itu rumus SAVI yang bersifat
menambahkan faktor tanah, hanya mengekstrak nilai vegetasi.
Morfometeri Permukaan
Morfometeri permukaan lahan terkait dengan ukuran matematis bentuklahan
(landform). Banyak aspek dari morfometri, antara lain adalah kemiringan lereng,
kelengkungan lereng, dan indeks kekasaran permukaan. Kemiringan lereng
menunjukkan tingkat kecuraman suatu tebing terhadap bidang datar sehingga
membentuk sudut tertentu yang dicerminkan dalam satuan derajat atau persen.
Kelengkungan lereng dapat dibedakan menjadi cekung, lurus, atau cembung yang
secara tidak langsung dapat mencerminkan jenis material/batuan yang menyusun
permukaan lahan. Nilai kelengkungan lereng dapat positif atau negatif, dimana nilai
positif mencerminkan bentuk topografi merupakan daerah pegunungan atau
berbentuk cembung dan nilai negatif berarti bentuk topografi berupa daerah lembah
atau berbentuk cekung. Indeks Kekasaran Permukaan atau Topography Roughness

4
Index (TRI) adalah ukuran yang dikembangkan oleh Riley et al (1999) yang
merumuskan suatu jumlah perbedaan ketinggian antar pixel-pixel yang berdekatan.
Dalam hal ini meningkatnya nilai TRI mencerminkan peningkatan kekasaran
permukaan. Secara teoritis, nilai indeks kekasaran permukaan berkisar dari 1.0
(sangat datar) hingga lebih dari 800 (89° piksel kemiringan) (Stambaugh & Guyette
2007) tergantung pada luas area yang diinginkan dan perangkat lunak yang
digunakan. Nilai indeks kekasaran bisa diperoleh dari analisis data DEM, namun
nilai ketinggian di dalam DEM dapat berubah-ubah jika perubahan resolusi DEM
dilakukan.
Pohon Keputusan
Decision Tree (pohon keputusan) adalah salah satu metode klasifikasi yang
menggambarkan konstruksi pohon keputusan. Metode ini terdiri dari node
keputusan yang dihubungkan dengan cabang, dari simpul akar dan berakhir di node
daun (leaf node) (Larose 2005).
Model yang dihasilkan dari analisis ini adalah berupa pohon regresi dengan
peubah-peubah yang berpengaruh sebagai penciri menjadi simpul-simpulnya.
Peubah yang paling berpengaruh dicerminkan oleh node atau simpul pertama yang
dihasilkan. Pemangkasan pohon dilakukan untuk mendapatkan pohon akhir yang
lebih sederhana. Banyak cabang pada suatu pohon keputusan mungkin
mencerminkan outlier pada data training, pemangkasan dilakukan untuk
menghapus cabang-cabang tersebut sehingga meningkatkan akurasi model
klasifikasi. Proses pemangkasan pohon dengan membangun pohon dengan
menggunakan training sample kemudian menggunakan pohon yang terbentuk
untuk subsampel testing sample (Komalasari 2007).

5

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 hingga bulan Januari 2015.
Wilayah studi berada di sebagian kawasan karst Kendeng Utara yang secara
administratif tercakup dalam tiga kabupaten yakni Kabupaten Pati, Kabupaten
Grobogan, dan Kabupaten Blora seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini. Luas
wilayah daerah penelitian meliputi 418.85 km2 dan secara geografis terletak pada
110o 47’5” – 110o18’36” Bujur Timur dan 6o51’47” – 7o0’48” Lintang Selatan.
Analisis data dilakukan di Divisi Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
dari kerja lapang dan data sekunder yang macamnya seperti tertera dalam Tabel 1.

6
Tabel 1 Data sekunder penelitian
No
1
2
3
4
5

Nama Bahan
Peta Administrasi Kabupaten di Indonesia
Peta Geologi Jawa Tengah dan Jawa Timur
Peta Landsystem Jawa Tengah dan Jawa Timur
Citra Landsat 8 tahun 2013 wilayah Jawa Tengah dan
Jawa Timur
Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) Kabupaten Pati,
Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten
Kudus

Skala
1:250.000
1:100.000
1:250.000

1:25.000

Alat
Alat yang digunakan untuk mengolah data berupa seperangkat komputer
dengan jumlah perangkat lunak seperti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Perangkat lunak untuk penelitian
Perangkat lunak
Fungsi
ArcGis 9.3
Digitasi, query landform
ArcView 3.3
Koreksi geometri, digitasi, query batuan
Envi 4.5
Indeks Vegetasi, RoI (Region of Interest), nilai
statistik pada titik RoI, membuat DEM
Saga
Membuat morfometri permukaan (terrain)
Microsoft Office Excel 2013 Pengolahan nilai statistik, memasukkan data
Microsoft Visio 2007
Membuat diagram
Statistica-7
Membuat grafik
Tanagra 14
Membuat pohon keputusan
Global Mapper 13
Mengolah data raster DEM
Alat yang digunakan untuk pengecekan lapang berupa GPS, klinometer,
kompas, kamera, tali, milimeter blok, dan besi cor.

Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan secara bertahap seperti uraian berikut ini:
Penentuan lokasi dimulai dari tahap pengumpulan literatur dan pengumpulan
data sekunder seperti yang tertera pada Tabel 1. Dengan bantuan data sekunder
kemudian dapat dilakukan penarikan batas area penelitian yaitu dipilih daerah karst.
Untuk itu peta geologis dan peta land system diperlukan untuk membantu
menentukan daerah penelitian dengan cara overlay pada perangkat lunak ArcGis
9.3. Dalam hal ini peta land system hanya digunakan untuk mempertimbangkan
area karst. Adapun data lain yang digunakan adalah peta kontur RBI (data sekunder)
yang diubah ke data raster DEM (Digital Elevation Model) dengan perangkat lunak
Envi 4.5. Agar mudah diidentifikasi maka DEM yang dihasilkan diberikan warna
grayscale dengan perangkat lunak Global Mapper13.

7
1. Pemetaan penggunaan lahan dari citra Landsat 8.
Pemetaan penggunaan lahan dilakukan dengan citra Landsat 8 tahun
2013. Sebelum diolah, pada citra dilakukan terlebih dahulu penggabungan
(fusi) antara band multispektral resolusi rendah (30 meter) dengan band
pankromatik yang beresolusi tinggi (15 meter). Tujuan penggabungan adalah
untuk mempertajam gambar. Penajaman citra kemudian dilakukan dengan
teknik HSV (Hue Saturation Value) yang diolah dengan perangkat lunak Envi
4.5. Teknik HSV dipilih karena dianggap menghasilkan warna yang lebih
jelas, sehingga hasilnya dapat memperlihatkan batas-batas dari tiap tutupan
dengan jelas. Intepretasi terhadap penggunaan lahan secara visual dilakukan
dengan acuan 7 kunci intepretasi. Adapun unsur dasar dari intepretasi yang
digunakan untuk intepretasi visual, meliputi warna/rona, ukuran, bayangan,
situs, pola, tekstur, dan asosiasi.
2. Penilaian kelas degradasi dengan data primer.
a. Metode penentuan pengambilan sampel lapangan dilakukan dengan
menggunakan sampel acak namun menyebar merata (random
sampling) per-bentuklahan yang berjumlah 71 yang tersebar
mewakili setiap daerah penelitian. Peta bentuklahan dapat dilihat
pada Gambar 6 sedangkan parameter vegetasi dari hasil kerja lapang
yang digunakan adalah untuk menilai kelas degradasi
b. Kriteria yang digunakan untuk pengkelasan degradasi meliputi
deforestasi, batuan permukaan, kualitas vegetasi, dan pengelolaan
tanah.
 Dasar penilaian kelas deforestasi di lapangan didasarkan
pada kenyataan bahwa lahan tersebut telah terkonversi atau
belum, yaitu dari hutan ke penggunaan lahan bukan hutan.
seperti lahan pertanian, peternakan, pemukiman, dan
lainnya. Metode penilaian deforestasi dapat dilihat pada
Tabel 3.
 Untuk jumlah batuan permukaan dihitung dengan cara
mengambil sampel pada area dengan luas 1m2 sebanyak 2
petak dalam 1 titik pengamatan seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.
2m

Foto 1

Besi

Tali

Foto 2
Gambar 2 Pengambilan foto batuan

8
Hasil pengambilan sampel selanjutnya diolah dengan
perangkat lunak ArcView Gis 3.3 dan ditentukan persentase
batuan permukaan.
 Untuk kualitas vegetasi didasarkan pada aspek resiko
kebakaran dan perlindungan terhadap erosi, serta kerapatan
vegetasi.
 Untuk pengelolaan tanah, dasar penilaiannya adalah pada
tingkat intensifitas pengelolaan tanah.
Metode analisis yang digunakan untuk penilaian kelas degradasi lahan adalah
dengan metode scorring seperti disajikan pada Tabel 3 sampai Tabel 7.
Tabel 3 Skor deforestasi
Variabel
Deforestasi

Nilai
Masih hutan
Konversi – pertanian
Konversi – bukan pertanian

Kelas
Rendah
Sedang
Tinggi

Skor
1
1.5
2

Tabel 4 Skor batuan permukaan
Variabel
Batuan Permukaan

Nilai (%)
60-100
20-60
0-20

Skor
1
1.3
2

Sumber: Salvati et al. 2013

Tabel 5 Skor tipe vegetasi terhadap resiko kebakaran dan perlindungan terhadap
erosi
Variabel
Kelas*
Skor
Hutan tahan hujau; kebun
1
Hutan dan semak belukar
1.3
Resiko Kebakaran
Hutan yang berganti daun; jagung
1.6
Anggur; tanaman tahunan (sereal, jagung,
2
beras) area vegetasi rendah; lahan gundul
Semak; hutan tahan hijau; kebun
1
Hutan berganti daun bersemak
1.3
Perlindungan
Hutan berganti daun dan jagung
1.6
Terhadap Erosi
Hutan berganti daun
1.8
Anggur; tanaman tahunan (sereal, jagung,
2
beras) area vegetasi rendah; lahan gundul
Sumber: Salvati et al. 2013 *dengan modifikasi

9
Tabel 6 Skor kerapatan vegetasi
Variabel

Nilai
0.42 – 1.00
0.33 – 0.42
-1.00 – 0.32

NDVI

Kelas
Tinggi
Sedang
Jarang

Skor*
1
1.5
2

Sumber: Departemen Kehutanan 2003 dalam Firdaus et al. 2013
*dengan modifikasi

Tabel 7 Skor pengelolaan tanah
Variabel
Kelas*
Hasil utama tergantung kesuburan tanah dan kondisi
lingkungan yang masih alami. Dalam kondisi tanaman
tahunan, satu tanaman per tahun atau lahan belum
ditanami.
Varietas yang digunakan terbatas. Tidak cukup
Pengelolan
kesuburan alami, mulai diperlukan pengolahan lahan.
tanah
Contohnya terjadi pada lereng curam, seperti
pembuatan terasering.
Varietas yang digunakan mulai beragam. Diperlukan
pengolahan lahan yang intensif. Contohnya terjadi
pada topografi datar (flat).

Skor
1

1.5

2

Sumber: Salvati et al. 2013 *dengan modifikasi

Gambar 3 Diagram perhitungan skor akhir
Dari hasil penetapan skor selanjutnya dilakukan analisis bertahap, yaitu
pertama dilakukan pengkelasan antar skor resiko kebakaran dengan
perlindungan terhadap erosi (Tabel 5) untuk menghasilkan tipe vegetasi.
Selanjutnya, hasil dari penilaian tipe vegetasi dikalikan dengan kelas
kerapatan vegetasi (Tabel 6) untuk menghasilkan kualitas vegetasi. Dari
tahap ini untuk menghasilkan kelas degradasi lahan, maka dilakukan
perkalian skor dari masing-masing parameter, yaitu skor deforestasi, batuan
permukaan, kulaitas vegetasi dan pengelolaan tanah. Sistem penilaian ini
secara diagramatis disajikan pada Gambar 3 di atas. Adapun secara
matematis, penilaian tingkat degradasi lahan didasarkan pada perhitungan
dengan rumus sebagai berikut (Salvati et al. 2013):


� � �=

Keterangan:
Def: deforestasi
BP: batuan permukaan



� ��

/

KV: kualitas vegetasi
PL: pengelolaan tanah

10
c. Penentuan area daerah sekitar kelas degradasi.
Untuk mendapatkan gambaran persebaran spasial dari kelas
degradasi lahan di daerah penelitian, maka dari 71 titik sampel yang
telah dianalisis selanjutnya dilakukan proses interpolasi dengan
metode Inverse Distance Weighting (IDW). Pendekatan IDW adalah
salah satu teknik interpolasi yang menghitung rata-rata berat jarak
antar titik sampel yang berketetanggaan (Burrough 1998 dalam
Arun 2013). Berikut ilutrasi interpolasi teknik IDW yang
menentukan nilai radius 12 titik dari titik di sekitarnya (Gambar 4).

Nilai titik yang diketahui

Jarak
Nilai titik yang dicari

Gambar 4 Ilustrasi teknik IDW
Titik hitam yang berada disekeliling titik merah merupakan titik
yang telah diketahui nilainya untuk mendapatkan nilai titik merah.
Dengan mempertimbangkan jarak terdekat tetangga yang berjumlah
12 titik.
3. Indeks vegetasi
a. Sebelum mengolah indeks vegetasi yang berhubungan dengan data
DN (Digital Number) maka dilakukan koreksi radiometrik. Adapun
rumus yang digunakan untuk mengkoreksi radiometrik diambil dari
USGS (2014).
��′ = �
�+ �

��′ =TOA reflektansi, tanpa koreksi untuk sudut matahari.
� = 0.00002, (REFLECTANCE_MULT_BAND_p, di mana p
adalah nomor Band)
=
-0.1,
(REFLECTANCE_ADD_BAND_x, di mana p adalah

nomor Band)
� = Nilai digital number (DN)

b. Sebelum memahami penggunaan band yang digunakan dalam
rumus indeks vegetasi, maka perlu memahami terlebih dahulu
karakteristik band citra Landsat 8. Untuk itu pada citra Landsat 8
diambil sampel pada setiap tutupan kemudian dikombinasikan band
satu dengan antara band lainnya. Dari kombinasi tersebut
didapatkan 2 nilai untuk mengetahui hubungan antar band dan ciri
tiap band terhadap tutupan lahan.

11
c. Persamaan yang digunakan dalam tahap akhir perhitungan indeks
vegetasi ini disajikan pada Tabel 8.

Indeks Vegetasi
Infrared Index (II)

Tabel 8 Rumus indeks vegetasi
Rumus
� �� − � �
�� =
� �� + � �

Enhanced Vegetation
Indeks (EVI)
Soil Adjusted Vegetation
Index (SAVI)

Transformed Ratio
Vegetation Index
(TRVI)
Normalized Difference
Vegetation Index
(NDVI)

�� =

∗��� +

�� =

∗��� − ∗�
∗� −



��

��

��

1+
� −
� +
+

�� = √

�� =



� −
� +

+

1+

Acuan
Hardisky et
al, 1983
Huete and
Justice, 1999
Huete, 1988;
Huete and
Liu, 1994;
Running et
al., 1994; Qi
et al., 1995
Rouse et al,
1974
Rouse et al,
1974;
Deering et
all., 1979

Sumber: Jensen 2000

Ada lebih dari 20 jenis penilaian indeks vegetasi yang telah
berkembang, namun penelitian ini hanya menggunakan 5 indeks
vegetasi karena kelima indeks tersebut yang paling umum ditelaah,
yaitu Infrared Index (II), Enhanced Vegetation Index (EVI), Soil
Adjusted Vegetation Index (SAVI), Transformed Ratio Vegetation
Index (TRVI), dan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI).
Rumus-rumus di atas diolah dengan menggunakan perangkat lunak
Envi 4.5 Untuk metode Infrared Index dilakukan sedikit modifikasi
terhadap band yang digunakan, yaitu untuk band NIRTM4 (0.770.99µ) diganti dengan band 5 NIR (0.85-0.88µ) dari Landsat 8,
adapun band MidIRTM5 (1.55-1.75µ) diganti dengan band 6-SWIR
(1.57-1.65µ) Landsat 8. Hal ini dilakukan karena dalam penelitian
ini tidak menggunakan citra Landsat TM dan di antara dua band yang
bersangkutan memiliki panjang gelombang yang mirip.
d. Hasil analisis indeks vegetasi yang terbaik selanjutnya digunakan
untuk analisis hubungan dengan kelas degradasi lahan. Hasil dari
indeks vegetasi selanjutnya dibagi dalam 3 kelas yakni rendah,
sedang, dan tinggi dengan menggunakan klasifikasi terbimbing
minimum distance. Hasil klasifikasi tersebut kemudian dilakukan
overlay dengan peta degradasi lahan. Untuk itu diambil 25 titik
sampel yang mewakili tiap poligon dari masing-masing kelas
degradasi dengan perangkat lunak Statistik 7.

12

4. Morfometri permukaan lahan (terrain)
Ukuran yang berhubungan dengan karakteristik topografi disebut morfometri
yang disajikan dalam bentuk data raster DEM (Digital Elevation Model). DEM
merupakan suatu susunan gambaran pixel-pixel dengan nilai ketinggian yang
berhubungan dengan pixel lainnya. Data DEM dibangun dari data kontur Rupa
Bumi Indonesia (RBI) digital skala 25.000 yang diolah dengan perangkat lunak
ENVI 4.5. Selanjutnya digunakan metode B-Spline Interpolation yang diolah
dengan perangkat lunak SAGA untuk memperhalus bentuk DEM. Metode B-spline
berkonsep menjaga kelengkungan minimum agar pergerakan nilai sampelnya tetap
kontinyu bersamaan dengan perubahan kemiringan lereng. Parameter penilaian
morfometri permukaan meliputi kemiringan lereng (slope), kelengkungan lereng
(curvature), dan indeks kekasaran permukaan atau TRI (Topography Roughness
Index). Untuk melihat hubungan morfometri permukaan dengan kelas degradasi,
maka dilakukan perhitungan korelasi dari data kelas degradasi dengan perangkat
lunak Microsoft Excel.
5. Akurasi kelas
Teknik analisis yang dipilih untuk menyatakan hubungan semua nilai variabel
dengan kelas degradasi dan kelas tidak terdegradasi adalah analisis pohon
keputusan (decision tree). Teknik pohon keputusan yang dipakai dalam penelitian
ini adalah algoritma C4.5. Metode ini secara rekursif (mencari beberapa
kemungkinan untuk memperoleh nilai pasti) mengunjungi tiap simpul keputusan
dan memilih percabangan optimal, sampai tidak ada lagi cabang yang mungkin
dihasilkan (Larose 2005). Akurasi pengkelasan kelas degradasi diambil dari data
validasi (25% dari masing-masing kelas) yang dibandingkan dengan data aktual
yang kemudian menghasilkan prediksi model pohon keputusan.
Secara utuh kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar
5 mulai dari tahap persiapan sampai analisis akhir.
Kondisi Wilayah Daerah Penelitian
Kawasan karst Kendeng Utara terbentang meliputi tiga kabupaten yakni
Kabupaten Pati, Kabupaten Grobogan, dan Kabupaten Blora di Provinsi Jawa
Tengah. Kesatuan rangkaian pegunungan dapat dilihat dalam hasil pemetaan
bentuklahan daerah karst pegunungan Kendeng Utara (Gambar 6). Secara
geomorfologis pegunungan barat terdiri dari kompleks perbukitan antiklinal,
hogback, dan lembah homoklinal. Demikian pula di pegunungan timur, yang terdiri
dari kompleks perbukitan antiklinal, hogback, dan lembah homoklinal, sedangkan
yang membatasi antara kedua pegunungan tersebut adalah berupa lembah sinklinal.
Berdasarkan bentuklahan tersebut maka daerah karst ini merupakan hasil
proses tektonik berupa lipatan. Untuk bagian yang mempunyai posisi lebih tinggi
dinamakan antiklinal, sedangkan bagian cekung akibat proses degradasi dinamakan
lembah homoklinal. Proses erosi dan pelarutan yang terjadi di atas lipatan bagian
puncak suatu antiklin atau bagian pinggiran pegunungan antiklin menghasilkan

13
hogback atau punggung bukit memanjang yang masih bertahan dari proses
denudasi.
Berdasarkan hasil survey lapangan didapatkan informasi bahwa sejak tahun
2000 di Pegunungan Kendeng Utara mulai terjadi banyak alih fungsi lahan terutama
dari lahan hutan jati menjadi lahan pertanian. Hal ini terjadi mungkin dikarenakan
adanya permintaan pangan dan permukiman yang semakin meningkat. Adapun
kondisi iklim, terutama informasi curah hujan rata-rata tahunan yang diperoleh dari
peta land system untuk daerah penelitian adalah 2000 mm/tahun.

14

Gambar 5 Diagram alir penelitian

Gambar 6 Bentuklahan pegunungan karst kendeng utara

15

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Peta Penggunaan Lahan
Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat 8 tahun 2013 secara visual dan cek
lapangan didapatkan bahwa penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dipilahkan
menjadi 5 jenis, yaitu hutan, kebun campuran, pemukiman, tambang, dan tegalan.
Luas dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Tabel 9,
sedangkan persebaran spasial disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta penggunaan lahan di daerah penelitian
Tabel 9 Persebaran penggunaan lahan karst
Penggunaan lahan
Hutan
Kebun campuran
Permukiman
Tambang
Tegalan
total

Luas (km2)
50.58
53.86
19.51
0.53
294.38
418.85

%Luas
12.08
12.86
4.66
0.13
70.28
100

Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa luas penggunaan lahan terbesar adalah
tegalan (70.28%), disusul oleh kebun campuran dan hutan berturut-turut 12.86%
dan 12.08%. Untuk pemukiman hanya mencapai 4.66%, sedangkan tambang lebih
kecil lagi sebesar 0.13. Luas permukiman meskipun sebesar 4.66% namun

17
menyebar di setiap sudut wilayah, dan sebagian besar penduduk bermata
pencaharian sebagai petani. Oleh sebab itu, luas tegalan di daerah penelitian
menjadi paling besar. Hal ini mengindikasikan bahwa permukiman tampak
berpengaruh terhadap penggunaan lahan di sekitarnya, sehingga lahan tegalan
mendominasi daerah penelitian. Berdasarkan hasil kerja lapangan, lahan tegalan
didominasi oleh komoditas tanaman jagung. Hal ini sesuai dengan kondisi daerah
penelitian yang mempunyai kedalaman tanah relatif tipis dan kurangnya pasokan
air. Dari Gambar 7 terlihat bahwa kebun campuran berada di sekeliling
permukiman dan berdasarkan hasil kerja lapangan kebun campuran berisi tanaman
tahunan dan tanaman semusim yang beragam seperti nanas, ketela, pohon nangka,
pohon kelapa, sirsak, dan pisang. Penggunaan lahan hutan lebih banyak tersebar di
Pegunungan Kendeng bagian timur daripada di Pegunungan Kendeng bagian barat.
Hutan yang tersisa 12.08% seharusnya tetap dijaga untuk melestarikan ekosistem
karst seperti untuk ketersediaan air bagi kehidupan. Untuk area penambangan
tergolong masih sedikit (0.13%), namun jika tidak dikontrol dapat mengubah
bentang alam secara signifikan dalam waktu relatif singkat. Titik-titik pengamatan
yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 8 berikut foto
penggunaan lahan hasil pengecekan lapang.

18

Gambar 8 Foto penggunaan lahan

19
II. Degradasi Lahan
Kelas degradasi lahan dibedakan menjadi dua, yaitu lahan terdegradasi dan
tidak terdegradasi. Hasil analisis data dapat dilihat pada Lampiran 2 yang
menunjukkan bahwa 55 titik terkelaskan sebagai lahan terdegradasi dan 16 titik
tidak terdegradasi. Titik-titik hasil pengecekan lapang yang telah dikelaskan
digunakan untuk mengetahui data sekitar titik yang belum mempunyai nilai melalui
metode interpolasi (IDW). Gambar hasil interpolasi yang menggambarkan daerah
terdegradasi atau yang berpotensi mengalami penggurunan disajikan pada Gambar
9.

Gambar 9 Peta persebaran tingkat degradasi lahan yang disajikan dengan metode
interpolasi di daerah penelitian
Jumlah titik yang dikelaskan sebagai daerah terdegradasi lebih banyak
dibandingkan dengan daerah tidak terdegradasi. Rentang skor akhir yang diperoleh
berkisar dari angka 1.10 sampai 1.79 dimana semakin tinggi skor memperlihatkan
semakin terdegradasi (Gambar 9). Warna hijau hingga kekuningan termasuk dalam
kategori nilai yang rendah, artinya daerah yang tidak terdegradasi berada pada
rentang nilai 1.10 hingga 1.48. Warna merah muda hingga putih memiliki nilai yang
tinggi, artinya daerah terdegradasi berada pada rentang nilai 1.49 hingga 1.79.
Secara spasial daerah yang memiliki kelas tidak terdegradasi banyak terletak di
pegunungan sebelah timur, sedangkan daerah terdegradasi sebagian besar
menyebar di pegunungan sebelah barat, meskipun ada sebagian yang berada di
pegunungan sebelah timur.

20
III. Indeks Vegetasi

0,15
air

0,1
0,05
0
0

0,2

0,4

REFLEKTAN BAND 5

(a)

vegetasi tidak
berkayu
vegetasi
berkayu

REFLEKTAN BAND 2

REFLEKTAN BAND 4

Jenis vegetasi terdiri dari berbagai macam, namun secara umum dipilah
menjadi dua, yaitu vegetasi berkayu dan tidak berkayu. Setiap jenis mempunyai
sifat yang berbeda dalam memantulkan cahaya, sehingga pada data penginderaan
jauh keduanya dapat dibedakan pada band-band tertentu. Gambar 10 merupakan
gambar yang menjelaskan hubungan reflektan antara beberapa band dari Landsat
8.
0,12
0,115

air

0,11
0,105

vegetasi tidak
berkayu

0,1
0,095
0

0,2

0,4

vegetasi
berkayu

REFLEKTAN BAND 6

(b)

Gambar 10 Karakteristik band citra Landsat 8
Gambar 10 merupakan kombinasi reflektan antar band yang menunjukkan
keterpisahan antar tutupan lahan. Gambar 10 (a) menunjukkan kombinasi band 5NIR dengan band 4 Red. Untuk band 5 (panjang gelombang 0.85-0.88) berfungsi
meningkatkan nilai spektral vegetasi berkayu. Menurut USGS (2014) band ini lebih
menekankan pada nilai biomassa vegetasi yang tinggi. Adapun band 4-Red
(panjang gelombang 0.64-0.67) memiliki nilai reflektan lebih tinggi pada vegetasi
tidak berkayu. Tanaman tidak berkayu memiliki kerapatan tajuk yang jarang,
sehingga akan meningkatkan sumbangan komponen yang terdapat di bawah
tanaman tersebut seperti tanah, air, dan tanaman lain atau bayangan. Dengan kata
lain, band 4 mengidentifikasi jenis tanaman buatan manusia. Seperti ditunjukkan
pada Gambar 11 bahwa band 4 memiliki reflektan tanah lebih tinggi dibandingkan
dengan reflektan vegetasi.
Pada Gambar 10 (b) menunjukkan kombinasi antara band 6-SWIR (Short
Wave Infra Red) dengan band 2 Blue. Dalam hal ini band 6 mempunyai panjang
gelombang 1.57-1.65 dan band 2-Blue mempunyai panjang gelombang 0.45 – 0.51.
Band 6 menghasilkan nilai reflektan vegetasi tidak berkayu yang tinggi, dan
nilainya lebih besar daripada band 4, sedangkan band 2 memiliki nilai reflektan
yang tinggi pada objek tubuh air.

21

Sumber: Lillesand et al. 1979

Gambar 11 Kurva karakteristik reflektan dari objek tanah, air, vegetasi serta
posisi band spektral
Hasil analisis indeks vegetasi dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 12
berupa gambar pola grafik garis indeks vegetasi EVI (Enhancend Vegetation
Index), SAVI (Soil Adjusted Vegetation Index), II (Infrared Index), TRVI
(Transformed Ratio Vegetation Index), dan NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) per-titik sampel.
2,4
2,2

Median
Extremes

25%-75%

Non-Outlier Range

Outliers

2,0
1,8
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
-0,2
-0,4
EVI

SAVI

II

TRVI

NDVI

Gambar 12 Sebaran statistik indeks vegetasi

22
Berdasarkan Gambar 12 terlihat sedikit perbedaan sebaran nilai yang telihat
antar kelima indeks vegetasi berdasarkan boxplot median. Kelima indeks vegetasi
menunjukkan nilai yang tidak simetris, hal ini dapat dilihat dari pencilan (outliers)
di bagian atas boxplot pada masing-masing indeks vegetasi. Untuk nilai EVI dan
TRVI pada grafik tampak disertai dengan whisker atau kaki boxplot bagian atas
yang lebih panjang daripada yang kaki bawah, artinya kurang mengikuti sebaran
normal dan mrnjulur ke suatu sisi tertentu. Gambar boxplot indeks vegetasi EVI
dan SAVI berkedudukan sejajar yang artinya mempunyai sebaran normal.
IV. Hubungan Indeks Vegetasi dengan Tingkat Degradasi
Untuk melihat hubungan antara indeks vegetasi dengan kelas degradasi lahan
di daerah penelitian maka dapat dilihat secara detail salah satunya dengan
menggunakan grafik mean (rata-rata) seperti disajikan pada Tabel 10.

23
Tabel 10 Hasil statistik keterpisahan indeks vegetasi dengan kelas degradasi
Grafik rata-rata (mean)
EVI

SAVI

0,38

0,34

Mean

Mean

Mean±0,95 Conf. Interval

0,36

Mean±0,95 Conf. Interval

0,32

0,34
0,30

0,32
SAVI

EVI

0,28

0,30

0,26

0,28
0,24

0,26
0,22

0,24

0,20

0,22
Terdegradasi

Terdegradasi

Tidak Terdegradasi

Tidak Terdegradasi
KELAS

KELAS

II

TRVI

0,12

1,85

Mean

Mean±0,95 Conf. Interval

Mean

0,10

1,80

0,08

1,75

0,06

Mean±0,95 Conf. Interval

1,70

II

TRVI

0,04

1,65

0,02
1,60

0,00
1,55

-0,02
1,50

-0,04
1,45
Terdegradasi

Terdegradasi
Tidak Terdegradasi
KELAS

Tidak Terdegradasi
KELAS

NDVI
0,54
Mean

Mean±0,95 Conf. Interval

0,52
0,50
0,48
0,46
NDVI

-0,06

0,44
0,42
0,40
0,38
0,36
0,34
Terdegradasi

Tidak Terdegradasi

KELAS

24
Tabel 11 Hasil statistik sebaran data indeks vegetasi
Grafik nilai tengah (median)
EVI

SAVI

0,38

0,34
Median

Non-Outlier Range

Median

0,36

Non-Outlier Range

0,32

0,34

0,30
0,32

0,28

0,30

0,26
SAVI

EVI

0,28
0,26
0,24

0,24
0,22

0,22

0,20
0,20

0,18

0,18

0,16

0,16
0,14

Terdegradasi

0,14

Tidak Terdegradasi
KELAS

Terdegradasi
Tidak Terdegradasi
KELAS

II
0,15

TRVI
1,9

Median

Non-Outlier Range

0,10

1,8

0,05

1,7

Non-Outlier Range

1,6

II

TRVI

0,00

Median

-0,05
1,5

-0,10
1,4

-0,15
1,3
Terdegradasi

Tidak Terdegradasi
KELAS

-0,20
Tidak Terdegradasi
KELAS

NDVI
0,65

0,60

Median

Non-Outlier Range

0,55

0,50
NDVI

Terdegradasi

0,45

0,40

0,35

0,30

0,25

Terdegradasi
Tidak Terdegradasi
KELAS

25
Nilai indeks vegetasi EVI, SAVI, II, TRVI, dan NDVI pada grafik mean (ratarata) menunjukkan keterpisahan yang jelas antar indeks vegetasi terhadap kelas
degradasi. Keterpisahan ini memiliki selisih rata-rata antara kelas tidak terdegradasi
dan terdegradasi pada EVI, SAVI, II, TRVI, dan NDVI berturut-turut adalah 0.07,
0.06, 0.09, 0.2 dan 0.09. Dari angka-angka tersebut nilai yang tinggi menunjukkan
kejelasan warna yang tinggi, sehingga kontras yang tinggi akan mempermudah
dalam melihat kondisi vegetasi di area karst yang terdegradasi.
Untuk melihat sebaran data antara indeks vegetasi dengan kelas degradasi di
daerah penelitian disajikan pada hasil statistik median Tabel 11. Pada tabel tersebut
terutama untuk indeks vegetasi EVI, SAVI, dan II terlihat bahwa rentang nilai untuk
kelas tidak terdegradasi masuk dalam kelas terdegradasi, artinya bahwa antara
kedua kondisi ini sulit untuk dibedakan, sedangkan untuk indeks vegetasi TRVI dan
NDVI perbedaan sebaran nilai masih terlihat kelas tidak terdegradasi denga