Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan

menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan pada tiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum. Perlindungan hukum dalam hal ini sesuai dengan teori interprestasi hukum sebagaimana dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna Undang- Undang. Pembenarannya terletak pada kegunaan untuk melaksanakan ketentuan yang konkrit dan bukan untuk kepentingan metode itu sendiri. 33 Penafsiran sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum rechtsvinding, berangkat dari pemikiran, bahwa pekerjaan kehakiman memiliki karakter logikal. Interpretasi atau penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang. 34 Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada 33 Ibid. hlm.39 34 Ibid, hlm.40 subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif pencegahan maupun dalam bentuk yang bersifat represif pemaksaan, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni: a. Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, b. Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa. 35 Perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada prinsipnya melindungi saksi dan korban, perlindungan terhadap korban kejahatan dibutuhkan banyak keterlibatan para pihak, para pihak Di sini dapat juga institusi pemerintah yang memang ditugaskan sebagai suatu lembaga yang menangani korban kejahatan, dapat juga masyarakat luas, khususnya ketertiban masyarakat Di sini adalah peran serta untuk turut membantu pemulihan dan memberikan rasa aman bagi korban di mana korban bertempat tinggal. Oleh 35 Ibid, hlm.41 karena itu tujuan akhir dari kebijakan kriminal ialah “perlindungan masyarakat” untuk mencapai tujuan utama ser ing disebut dengan istilah, misalnya “kebahagian masyarakat dan individu” happiness of citizens, “kehidupan cultural yang sehat dan menyegarkan” a wholesome and cultural living, “kesejahteraan masyarakat” social welfare atau untuk mencapai “keseimbangan” equality. Memperhatikan tujuan di atas tersebut, maka wajarlah apabila dikatakan bahwa politik kriminal merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, menyatakan sebagai berikut: c. Setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik menggunakan kekerasan maupun cara tertentu, yang menyebabkan Saksi dan atau korban tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau huruf d sehingga saksi dan atau korban tidak memberikan kesaksian pada tahap pemeriksaan tingkat manapun, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu Tahun dan paling lama lima Tahun dan dipidana denda paling sedikit empat puluh juta rupiah dan paling banyak dua ratus juta rupiah. d. Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 sehingga menimbulkan luka berat pada saksi dan atau korban, dipidana dengan penjara paling singkat dua Tahun dan paling lama pidana penjara tujuh Tahun dan pidana denda paling sedikit delapan puluh juta rupiah dan paling banyak lima ratus juta rupiah. e. Setiap orang yang melakukan pemaksaaan kehendak sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 sehingga mengakibatkan matinya saksi dan atau korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima Tahun dan paling lama seumur hidup dan pidana denda paling sedikit delapan puluh juta rupiah dan paling banyak lima ratus juta rupiah Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, menyatakan bahwa seseorang saksi dan korban berhak: a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan. c. Memberi keterangan tanpa tekanan. d. Mendapat penerjemah. e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat. f. Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus. g. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan. h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan. i. Mendapat identitas baru. j. Mendapat tempat kediaman baru. k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan. l. Mendapat nasihat hukum; danatau m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa hak sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 diberikan kepada saksi dan korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK.

E. Kajian Hukum Progresif

Teori Hukum Progresif yang dicetuskan oleh Satjipto Rahardjo menegaskan bahwa hukum adalah untuk manusia, dan bukan sebaliknya. Hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga bangunan ide, kultur, dan cita-cita. Dalam masalah penegakan hukum, terdapat 2 dua macam tipe penegakan hukum progresif : 1. Dimensi dan faktor manusia pelaku dalam penegakan hukum progresif. Idealnya, mereka terdiri dari generasi baru profesional hukum yang memiliki visi dan filsafat yang mendasari penegakan hukum progresif. 2. Kebutuhan akan semacam kebangunan di kalangan akademisi, intelektual dan ilmuan serta teoritisi hukum Indonesia. 36 Pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia. Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tetapi pada 36 Satjipto Rahardjo. Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009. hlm. 3 kreativitas pelaku hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan peraturan changing the law. Peraturan buruk tidak harus menjadi penghalang bagi para pelaku hukum progresif untuk menghadikarkan keadilan untuk rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap kali terhadap suatu peraturan. Untuk itu agar hukum dirasakan manfaatnya, maka dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif menterjemahkan hukum itu dalam kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus dilayaninya. Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung ditemukan lewat proses logis formal. Keadilan justru diperoleh lewat institusi, karenanya, argument- argumen logis formal “dicari” sesudah keadilan ditemukan untuk membingkai secara yuridis-formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh karena itu konsep hukum progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri, melainkan untuk tujuan yang berada di luar dirinya. Hukum itu ekpresi dan semangat dari jiwa rakyat volksgeis. Selanjutnya dikatakan bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Konsep demikian ini memang didukung oleh kenyataan dalam sejarah yaitu pada masyarakat yang masih sederhana sehingga tidak dijumpai perana pembuat undang-undang seperti terdapat pada masayarakat modern.Pada masyarakat yang sedang membangun perubahan dibidang hukum akan berpengaruh terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya, begitu juga sebaliknya 37 Penjelasan di atas menunjukkan fungsi hukum disatu pihak dapatlah dipergunakan sebagai sarana untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik dan dilain pihak untuk mempertahankan susunan masyarakat yang telah ada serta mengesahkan perubahan-perubahan yang telah terjadi di masa lalu. Jika mengetengahkan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang sedang pada masa transisi, perlu ada penetapan prioritas-prioritas dan tujuan yang hendak dicapai, sedangkan suber atau datanya dapat diperoleh melalui penelitian-penelitian terhadap masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Data yang sudah diperoleh kemudian diabstraksikan agar dapat dirumuskan kembali ke dalam norma hukum yang kemudian disusun menjadi tata hukum. Hukum berasal dari masyarakat dan hidup serta berproses di dalam masyarakat, oleh karena itu pembaharuan hukum tidak mungkin dilepaskan secara mutlak dari masyarakat. Ini berarti bahwa yang dihadapi adalah kenyataan-kenyataan sosial dalam arti yang luas. Kenyataan yang ada seperti yang dihadapi Indonesia yaitu masyarakatnya yang heterogen dengan tingkat bentuk masyarakat yang berbeda- beda, mulai dari yang sederhana sampai pada masyarakat yang komplek, maka akan dihadapkan pada diferensiasi yang berbeda-beda pula yang akhirnya membawa akibat pada struktur masing-masing masyarakat. 38 37 Mochtar Kusumaatmaja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2006, hlm.12-13. 38 Ibid. hlm.14 Masyarakat transisi yang mengalami proses dari yang sederhana ke komplek tidak jarang dihadapkan pada sebagian nilai yang harus ditinggalkan, tetapi ada pula yang harus dipertahankan karena mendukung proses penyelesaian masa transisi. Memang setiap pebangunan maerupakan proses menuju suatu tujuan tertentu melalui berbagai terminal; selama terminal-terminal tadi masih harus dilalui maka transisi masih akan tetap ada. Pada masayarakat yang sederhana, hukum timbul dan tumbuh bersama-sama dengan pengalaman-pengalaman hidup warga masyarakatnya. Di sini penguasa lebih banyak mengesahkan atau menetapkan hukum yang sebenarnya hidup dimasyarakat. Akan tetapi hal yang sebaliknya agaknya terjadi pada masyarakat yang kompleks. Kebhinekaan masyarakat yang kompelks menyebabkan sulit untuk memungkinkan timbulnya hukum dari bawah. Diferensiasi yang tinggi dalam strukturnya membawa konsekuensi pada aneka macam kategori dan kepentingan dalam masyarakat dengan kepentingan- kepentingan yang tidak jarang saling bertentangan. Walaupun hukum datang dan ditentukan dari atas, sumbernya tetap dari masyarakat. Dengan demikian peranan nilai-nilai di dalam masyarakat harus dipertahankan untuk menetapkan kaedah hukum apabila diharapkan kaedah hukum yang diciptakan itu dapat berlaku efektif. Dengan demikian berhasil atau gagalnya suatu proses pembaharuan hukum, baik pada masyarakat yang sederhana maupun yang kompleks sedikit banyak ditentukan oleh pelembagaan hukum di dalam masyarakat. Jelas bahwa usaha ini memerlukan perencanaan yang matang, biaya yang cukup besar dan kemampuan meproyeksikan secara baik. Di dalam masyarakat seperti Indonesia yang sedang mengalami masa peralihan menuju masyarakat modern tentunya nilai-nilai yang ada mengalami proses perubahan