Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Sebagai contoh apa yang terjadi dalam tradisi pendidikan di Barat yang berdasarkan pada filsafat positivistik sehingga pendidikan menjadi bebas nilai. Manusia dalam pendidikan dipandang sebagai objek yang tidak jauh berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Perbedaannya hanya dalam fungsi berfikir, kemudian dikatakanlah bahwa manusia adalah binatang yang berfikir. Kemudian pemikiran ini melahirkan pandangan dan sikap hidup materialisme. Puncak kepuasan manusia terletak pada pemuasan materi. Materialisme dan sekuler berjalan seiring dan berkaitan satu sama lain. Kesalahan pemahaman yang telah dilakukan ilmuwan dalam memandang manusia berakibat pada manusia itu sendiri. Karena pada kenyataannya tidak semua kehidupan manusia dapat dirasionalkan. Banyak bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dirasionalkan yang hadir dalam kehidupan manusia seperti cinta, seni, kematian dan sebagainya. Menurut Fadillah Suralaga, “Pandangan yang bersifat antroposentris ini jauh berbeda dengan pandangan Islam dalam melihat manusia dari segi hakikat jati diri substansi manusia. Dalam pandangan Islam pada diri manusia terdapat tiga unsur yang sal ing berinteraksi dengan kuat yaitu, jasad, jiwa, dan ruh.” 8 Menurut Hamka ketiganya merupakan unsur penggerak dan sekaligus memberikan arti bagi keberadaan manusia di muka bumi. Bila salah satu di antaranya tidak difungsikan secara optimal dan proposional, maka akan sangat berpengaruh bagi pembentukan kepribadian peserta didik sebagai hamba-Nya yang mulia. 9 Ketidak sempurnaan unsur pada diri manusia inilah aspek ruh yang tidak tersentuh oleh pendidikan yang berlangsung di Barat. Di samping memahami konsep manusia diperlukan pula adanya pemahaman mengenai konsep pendidikan Islam. Dikarenakan tujuan hidup ini pada akhirnya akan bersinggungan dengan tujuan pendidikan Islam, karena pendidikan pada dasarnya bertujuan memelihara kehidupan manusia. Seperti pendapat M. Natsir 8 Fadhilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, Cet. I, h. 17 9 Samsul Nizar,Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA tentang Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008, Cet. I, h. 126 sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, “Bahwa dengan mengacu pada surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya Dan Aku Allah tidak menjadikan jin dan manusia, melainkan untuk menyembah Aku, menurutnya rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya sama dengan tujuan hidup manusia, yaitu menghambakan diri kepada Allah. ” 10 Dengan demikian, tujuan hidup muslim sebenarnya merupakan tujuan akhir pendidikan Islam. Para ahli pendidikan Muslim pada umumnya sependapat bahwa teori dan praktek Kependidikan Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. Menurut Ali Ashraf, sebagaimana dikutip oleh Samsul Nizar, mengatakan bahwa, “Pendidikan Islam tidak akan dapat dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang pengembangan inidividu seutuhnya.” 11 Apabila pemahaman tentang manusia tidak jelas, maka berakibat tidak baik pada proses pendidikan itu sendiri. Pembicaraan diseputar persoalan ini adalah merupakan sesuatu yang sangat vital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentang konsep ini, pendidikan akan meraba-raba. Pendidikan Islam merupakan pengembangan pikiran, penataan perilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia di dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya. Memahami kondisi demikian, maka diperlukan konsep baru tentang manusia yang mempunyai landasan kuat dan jelas, sehingga manusia dipandang dan ditempatkan secara benar dalam arti sesungguhnya. Oleh karena itu, untuk menjelaskan mengenai konsep manusia dan konsep pendidikan Islam secara lebih mendalam, penulis mengambil pemikiran mengenai materi tersebut dari salah satu tokoh cendikiawan tanah air yang sangat menguasai perihal konsep manusia dan pendidikan Islam yang telah diterapkannya pula sebagai bentuk usaha memperbaiki dan memajukan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya di tanah 10 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 83 11 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002, h. 21 Minangkabau. Namun, pemikirannya mengenai konsep manusia dan hubungannya dengan konsep pendidikan Islam yang dicetuskannya ini masih kurang terpublikasikan secara meluas. Tokoh cendikiawan yang dimaksud penulis di sini ialah Hamka. Hamka, merupakan salah seorang tokoh pembaharu Minangkabau yang berupaya menggugah dinamika umat dan seorang mujaddid yang unik. Ia juga sosok cendekiawan Indonesia yang memiliki pemikiran membumi dan bervisi masa depan. Pernyataan ini tidaklah berlebihan jika kita melihat betapa banyak karya dan buah pikiran Hamka yang turut mewarnai dunia, khususnya Islam. Keterlibatan Hamka di berbagai aspek keilmuan menunjukkan bahwa beliau adalah sosok yang cerdas, penuh inspiratif dan masih banyak hal lain yang dapat kita adopsi untuk mencetak generasi-generasi masa depan seperti Hamka. Meski di kalangan sebagian intelektual masih ada yang meragukan posisinya sebagai pendidik dan pemikir pendidikan Islam, salah satunya Abdul Rahman Wahid. Karena berdasarkan karya-karya yang dihasilkannya, orang-orang cenderung memposisikannya sebagai mufasir melalui Tafsir al-Azhar-nya, sastrawan melalui roman-romannya, sejarawan melalui sejarah Islamnya, sufi melalui Tasawuf Modern- nya, dan da‟i dengan kemampuan retorikanya yang baik. Namun, bila melihat lintas sejarah kehidupannya ia merupakan pendidik yang cukup konsisten dan berhasil. Keikutsertaannya dalam memperkenalkan pembaruan pendidikan di Indonesia dengan melakukan modernisasi kelembagaan dan orientasi materi pendidikan Islam saat mengelola Tabligh School dan Kulliyatul Muballighin di Makassar dan Padangpanjang merupakan salah satu bukti kecemerlangan pemikirannya tentang pendidikan dan dimensi-dimensi ajaran Islam yang bersifat dinamis, inovatif, dan revolusioner. Padahal jika diteliti latar belakang pendidikannya, ia merupakan sosok ulama produk pendidikan tradisional surau. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti konsep manusia serta implementasinya terhadap konsep pendidikan Islam yang dicetuskan oleh Hamka, karena penulis ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai pemikiran yang dicetuskannya, serta pengetahuan lain yang dimilikinya yang sementara ini penulis belum ketahui. Bertolak dari hal tersebut, maka dari itu penulis tertarik untuk membahas masalah ini dalam sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi yang berjudul “Hubungan Konsep Manusia dengan KonsepPendidikan Islam Menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah ” B. Identifikasi Masalah Di antara masalah yang terkait dalam penulisan karya ilmiah ini adalah: 1. Kurangnya pemahaman mengenai konsep manusia dalam mengetahui hakekat dan eksistensinya sebagai manusia. 2. Kurangnya pemahaman terhadapkonsep pendidikan Islam untuk diaktualisasikan dalam kehidupan. 3. Kurangnya pemahaman mengenai pentingnya pemahaman konsep manusia yang benar sebagai titik tolak perumusan konsep pendidikan Islam. 4. Kurang tersosialisasikannya pendapat Hamka terhadap pemikiran mengenai konsep manusia dan pendidikan Islam yang telah memberikan kontribusi pada perkembangan hidup manusia terutama dalam hal pendidikan Islam.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penulisan skripsi ini, dibatasi hanya pada konsep manusia dan hubungannya dengan konsep pendidikan Islam menurut Hamka.

D. Perumusan Masalah

Dari beberapa uraian singkat di atas, maka permasalahan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep manusia menurut Hamka? 2. Bagaimana hubungan antara konsep manusia dan konsep pendidikan Islam menurut Hamka?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitan

1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan. b. Untuk mendeskripsikan konsep manusia menurut Hamka. c. Untuk menguraikan hubungan antara konsep manusia dan konsep pendidikan Islam menurut Hamka. 2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: a. Mengungkapkan pemikiran Hamka yang selama ini penulis belum ketahui. b. Memberikan kontribusi dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya pendidikan Islam. 10

BAB II KAJIAN TEORITIK

A. Pengertian Manusia dan Pendidikan Islam

1. Manusia Manusia merupakan salah satu makhluk Allah yang paling istimewa dan pada dirinya diberikan potensi fitrah yang membuatnya dapat menjalani kehidupannya di dunia dan dapat mengolah sumber daya yang telah dianugerahkan Allah untuk mempermudah keberlangsungan hidupnya di dunia, serta mampu menjadikan kemegahan alam semesta tersebut sebagai perenungan dan bukti akan besarnya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk memahami hakikat sebenarnya dari manusia, diperlukan adanya pemahaman yang mendalam dan ketinggian pemikiran karena manusia merupakan makhluk yang kompleks dan memiliki banyak sisi berbeda yang sulit untuk digeneralkan. Menurut Mohammad Irfan dan Matsuki HS, “Al-Qur‟an memperkenalkan tiga istilah kunci key term yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu basyar, al-insan, dan al-nas. Ahli lain menambahkan istilah lain yang mengacu pada makna manusia yaitu Adam yakni, representasi manusia. ” 1 Menurut Fadilah Suralaga, dkk, kata basyar berasal dari kata yang pada mulanya berarti menampakkan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahirlah kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena memiliki kulit yang jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain. Proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. 2 1 Mohammad Irfan dan Matsuki HS, Teologi Pendidikan Tauhid Sebagai Paradigma Pendidikan Islam Jakarta: Friska Agung Insani, 2000, Cet. I, h. 55. 2 Fadilah Suralaga, dkk, Psikologi Pendidikan dalam Persepektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, Cet. I, h. 11 Firman Allah dalam surat Al-Ruum ayat 20:                                       “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia yang berkembang biak.” Adapun pengertian manusia sebagai insan, sebagaimana dipaparkan oleh Fadilah Suralaga, dkk, “Kata insan diambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan nampak. Kata insan dalam Al- Qur‟an digunakan untuk menunjukkan kepada manusia dengan segala totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain. Akibat perbedaan fisik, mental dan kecerdasan. ” 3 Selanjutnya, menurut Mohammad Irfan dan Matsuki HS, “Konsep al-nas mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial. Manusia dalam arti al-nas ini paling banyak disebut Al- Qur‟an, yakni sebanyak 240 kali. Menariknya, dalam mengungkapkan manusia sebagai makhluk sosial, Al- Qur‟an tidak pernah melakukan generalisasi. ” 4 Sejak dulu para pakar telah mencoba meneliti perihal makhluk yang bernama manusia dengan menggunakan berbagai teori yang bersumber dari logika dan penggunaan istilah yang bermacam-macam. Penggunaan istilah ini di ambil dari kebiasaan-kebiasaan manusia dalam menjalani kehidupannya. Menurut Achjar Chalil dan Hudaya Latuconsina, para filsuf mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang cenderung terus- menerus mencipta uncountable creator. Para ahli ilmu sosial mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang cenderung berkumpul zoon politicon sehingga merasa tersiksa kalau diasingkan dari pergaulan antarmanusia. Ahli jiwa mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk yang memiliki perasaan feeling, makhluk yang berpikir thinking dan berkeinginan willing. Para ahli ilmu biologi mengatakan bahwa manusia itu tersusun dari unsur-unsur hayati. 5 3 Ibid., h. 11-12 4 Mohammad Irfan dan Matsuki HS, op. cit., h. 61 5 Achjar Chalil dan Hudaya Latuconsina, Pembelajaran Berbasis Fitrah, Jakarta: Balai Pustaka, 2009, Cet. II, h. 51-52 Pengertian tentang manusia di atas menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki kebebasan dalam hal menentukan keinginan dan tindakannya dan juga memiliki kreativitas yang terus-menerus berkembang. Pernyataan yang serupa juga dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya: Menurut Daniel Djuned dalam bukunya Antropologi Al- Qur’an. Mengatakan bahwa para ulama klasik, baik filsuf, mutakallimin, ataupun ahli ushul melihat manusia hanya sebagai hamba Allah yang diberi akal dan dilengkapi dengan sejumlah potensi atau istitha’ah, kebebasan memilih atau berkehendak freewill dan bebas bertindak freeact yang berimplikasi dengan adanya tanggung jawab, meskipun mereka sedikit berbeda dalam analisis tentang bagaimana potensi itu diberikan Tuhan. 6 Menurut Aristoteles, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin dan Abdullah Idi, “Manusia adalah hewan berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya dan berbicara berdasarkan akal pikirannya. ” 7 Menurut Mutahhari, “Manusia adalah makhluk paradoksal. Pada dirinya terdapat sifat-sifat baik dan jahat sekaligus. Tetapi sifat-sifat itu hanyalah hal- hal yang potensial. Berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya, manusia harus membentuk dirinya. Kemampuan membentuk diri adalah khas manusia; tidak ada makhluk lain yang memiliki kemampuan seperti itu. ” 8 Menurut M . Arifin, dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam. “Islam juga memandang manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang di dalam dirinya diberi kelengkapan-kelengkapan psikologis dan fisik yang memiliki kecenderungan ke arah yang baik dan yang buruk. ” 9 Menurut Jalaluddin dan Abdullah Idi, dalam tinjauan Islam, manusia adalah pribadi atau individu yang berkeluarga, selalu bersilaturahmi dan pengabdi Tuhan. Manusia juga pemelihara alam sekitar, wakil Allah swt. di atas muka bumi ini. Manusia dalam pandangan Islam selalu berkaitan 6 Daniel Djuned, Antropologi Al- Qur’an, Jakarta: Erlangga, 2011, h. 88 7 Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012, h. 129 8 Murtadha Mutahhari, Perspektif Al- Qur’an Tentang Manusia dan Agama, Bandung: Mizan, 1997,Cet. IX, h. 32 9 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987, h. 14

Dokumen yang terkait

The Effectiveness of Using Storyboard Technique on Students' Reading Comprehension of Narrative Text (A Quasi-experimental Study at the Tenth Grade of MAN 1 Tangerang Selatan)

3 41 145

The Effect of Demonstration Technique toward the Students’ Vocabulary”, A Quasi Experimental Study at Seventh Grade Students of Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 13 Jakarta.

0 28 129

The Effectiveness Of Using Story Mapping Technique Towards Students’ Reading Ability Of Narrative Text (A Quasi-Experimental Study At Tenth Grade Students Of Sma N 4 Tangerang Selatan)

4 78 108

The Effect of Reciprocal Technique towards Students' Reading Comprehension on Report Text (A Quasi-Experimental Study of Eleventh Grade Students of SMAN 3 South Tangerang

0 34 132

THE EFFECTIVENESS OF USING NEAR-PEER ROLE MODELING (NPRM) ON STUDENTS’ SPEAKING ABILITY (A Quasi-Experimental Study at the First Grade of SMPN 3 South Tangerang)

0 32 113

The effectiveness of using english songs from youtube towards students’ vocabulary mastery : a quasi-experimental study at the seventh grade of Ruhama Islamic Junior High School at South Tangerang

1 13 131

The Effect of Using Flashcards on Students' Vocabulary Achievement (A Quasi-experimental Study at the Seventh Grade Students of SMPN 178 Jakarta)

0 10 102

The Effectiveness of Using Story Mapping Technique on Students' Reading Comprehension of Narrative Text (A Quasi-experimental Research at the Eighth Grade Students of SMPN 127 Jakarta)

0 12 159

THE EFFECT OF USING TALKING STICK TECHNIQUE ON THE STUDENTS’ SPEAKING ABILITY.

0 2 22

THE USE OF VIDEOS TO IMPROVE STUDENTS’ SPEAKING ABILITY: A Quasi-Experimental Study to the Seventh Grade Students of Junior High School in Bandung).

7 15 38