Studi tentang beberapa aspek biologis tangkasi (Tarsius Spectrum) Tangkoko Sulawesi Utara dalam upaya penangkaran

STUD! TENTANG BEBERAPA ASPEK BIOLOGIS TANGKASI
(Tarsius spectrum) TANGKOKO SULAWESl UTARA
DALAM UPAYA PENANGKARAN

OLEH:
HENGKl JQHANNIS KIRQH

PROGRAM PASCA SARJAMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Hengki Johannis Kiroh. Studi tentang bebrapa Aspek Biologis Tang kasi
(Tarsius spectrum) Tang kaka Sulawesi Utara dalam Upaya Pananglcarart. Di
bimbing oleh Eddie R. Gurnadi, Asikin Natasasmita dan Dondin Sajuthi.
Sulawesi Utara adalah bagian dari Indonesia yang rnerniliki sejtjurnfah besar
keanekaragaman satwa. Lebih 70% dari spesies satwa yang ada sekarang adalah
endemik termasuk tiga spesies Tarsius. Sekarang ini popuiasi dari beberapa
spesies satwa mengalami penurunan akibat terjadi kerusakan habitat.
Pengetttahuan secara kamprehensif tentang aspek-aspak biologis sangat diperlukan
dalam rangka usaha geningkatan populasi satwa Iewat penangkaran secara in sifu,
semi in sifu maupun ex situ.

Pengamatan tingkah laku telah dilakukan dengan menggunakan lima pasang
Tarsius. Ernpat pasang digunakan untuk mempiajari tingkat kesukaan terhadap
pakan dan tingkat kecernaan. Data dianalisis menggunakan ANOVA.
Hasif pengarnahn tingkah laku makan menunjukkan bahwa dalam kandang
penangkaran Tarsius rnenggunakan waktu 14 menit (333%) pada pagi hari, 40,50
menit (9,64%)pada malam hari dan 58,20menit (13,86%)pada malam hingga pagi
hari. Tingkah laku lain yang diarnati adalah tingkah iaku brkelampak, tingkah laku
brselisih, bertengkar dan menghindar sarta tingkah laku mencari tempat berteduh,
grooming, tingkah laku rnembuang kotaran, kencing, tingkah laku bemain, tingkah
laku istirahat.
Parbandingan yang terbaik dari konsumsi pakan dalam bentuk formula pakan
(100% bahan kering) adalah 40,1796 daging mencit + daging tikus putih besar,
25,96% daging sapi tetelan, 15,q-lo/a daging ikan cakalang dan 10,90% daging ikan
kecil. Analisis bahan kering, protein, lemak, kalsium, fosfor, energi rnetabolis dan
BETN rnenunjukkan pekedaan yang tidak nyata, kecuali serat kasar.
Dari penelitian ini dapat disirnpulkan bahwa daiam waktu 16 samgai 21 hari
konsurnsi pakan Tarsius dapat dirubah dari gakan berbentuk hewan hidup rnertjadi
pakan dalam bentuk beberapa macam daging.
Kata kunci: Tarsius, aspek biuIogis, fingkah laku, pakan Baru, konstimsi, kecernaan,
reproduksi.


God makes everything happen ar the right rime. Yet
none 5fm can ever filly zkdersfandcril He has done,
a& He puts quesfions i~2OW m in& about the past and
the fature.

Ecclesiastes 3: 11

So I tell yozk to ask and you wid1 receive, search and you
willfmd, k~ock,and ihe &or wiil Be openedfor you.
Eve~yonewho mk will receive, eveiyone who S ~ Q F G ~
wi/l$pzd, and the dour will be opemd for everyone who
knocks,

~ S

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya rnenyatakan bahwa karya brjudui : "Studi Tentang


Beberapa Aspek Bioiogis Tangkasi (Tarsius spectrum) Tangkoko Sutawesi Utara
Dalam Upaya Penangkaran", belurn pernah diajukan untuk rnernperaleh gelar doktor

pada suatu perguruan tinggi. Dalarn karya ini tidak pula memuat karya orang lain,
kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

fl

STUD1 TENTANG BEBERAPA ASPEK BlOLOGlS TANGKASI
(Tarsius spectrum) TAANGKOKO SULAWESI UTARA
DALAM UPAYA PENANGKAMN

OLEH:
HENGKI JOHAMNlS KIRQH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuir memperuleh geiar
Oaktor pada
Program Studi llmu Ternak


PROGRAM PASCA SARJANA
iNS"f"TU7PERTANIAN BOCOR
2002

Judul Disertasi

:

Studi Tentang Beberapa Aspek Biologls Tangkasi
(Tarsius spectrum) Tangkoko Sulawesi UQra Dalam
Upaya Psnang karan

Nama Mahasiswa

:

Hengki Johannis Kiroh

Nomor Pokok


:

975025

Program Studi

:

llmu Ternak

1 . KOMlSl PEMBIMBING

Prof,Dr. R.Eddie Gurnadi

Prof.Dr. Asikii_Natasasmija, M,S,c
Anggota

Anggota


Mengetahui,

2. Ketua Progr2m Studi llmu Ternak

ram Pascasarjana

.Sc

Tanggal Lulus: 8 Juli 2002

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ternate Maluku utara pada tanggaf 26 Napember 1958,

sebagai anak ke empat dari pasangan Andries Nicosia Kiroh dan Saartje Uring.
Pendidikan Sarjana ditemguh di Program Studi llrnu Produksi ternak Fakuitas
Peternaken Universitas Sam Ratulangi Manado, lulus pada tahun 1985. Pada tahun
1990 penulis diterima di Program Studi llmu Ternak pada Program Pascasarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan mendagetkan bea siswa dari Dikti


(TMPD) dan rnenyelesaikan studi pada tahun 1992. Pada tahun ?99?mendapatkan
kesempatan rnetanjutkan ke program daktor pada Program

Studi llmu Ternak di

lnstitut Pertmian Bogor dengan mendapatkan bea siswa dad Dikti (BPPS).
Penulis diangkat sebagai tenaga edukatif tetap di Fakultas Peternakan

Universitas S a m Rsltulangi Manado sejak tahun 1985 dengan jabatan terakhir

adalah lektor kepala pada jurusan llmu Produksi Ternak.
Penulis menjadi anggota tetap pada Ikatan Sarjana llmu Peternak Indonesia
cabang Sulzawesi Utara {Manado) sejak 1985 sarngai sekarrang. Penulis telah

rnenulis beberapa artikei yang telah dimuat dalrarn jurnai "Zootek, Fakultas

Peternzakan Universitas Sam Ratulangi antara lain (9) Kajian Tentang Kualitas
Daging Sapi Lakal yang Beredat di Kotamadya Manado (2) Performans Sapi Jantan
Kastrasi yang Diberi Bungkil Biji Kapuk sebagai Pengganti Ssbagian Paltard Dalam


Pakan Penggernukan, (3) Studi Tentang Kualitas Fisik Daging Sapi Jantan Kastrasi

Dalarn Mubungan Subsitusi Bungkil biji Kapuk dengan Pallard dafam ~ a k a n
Penggemukan clan (4) sebuah artikel berjudul Studi Pendahuluan Perilaku Tarsius

spectrum Pada Penangkaran Semi In situ yang akan ditehitkan pada jurnal

"Zootek", Fakultas Petefnakan Universitas Sam Ratulangi. Karya ilmiah tetakhir ini
rnerupakan bagian dad program 53 psnulis.

Penulis rnenikah dengan Adeleida Macodampis cian telah dikarcania tiga
orang putra 1 putri, yaitu Lidya Olivia Kiruh (Mahasiswi Kedoktcteran), Christian

Irnrnanuel Kiroh (Siswa SMU) dan Amanda Graciella Magdalena Kiroh.

Sembah dan syukur pnulis panjatkan kepada Allah yang Maha Pengasih

dan Penyayang atas k r k a t serta karunia-Nya sehingga studi doktor ini dapat
diselesaikan dengan baik.


Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juni 2000 ini

ialah satvva endemik Tarsius spectrum Sulawesi Utara dengan judul "Studi Tentang
Aspek Biolagis Tangkasi (Tarsills spectrum) Taagkkoko Sulawesi Utara Dalam Upaya
Penangkaran".

Disadari bahwa keberhasiian ini tidak terlepas dari kerjasama yang baik dari
berbagai pihak, aleh sebab itu dari lubuk hati yang dalam terirna kasih penulis

sampaikan kepada Bapak Praf.Dr. R. Eddie Gurnadi selaku ketua komisi
pmbirnbing, Bapak Praf,Dr. Asikin Natasasmita, M.Scdan Bapak Prof.drh. Tonny

Ungerer, Ph.D (almarhurn) serta Bapak Pruf.drh. Dandin Sajuthi, Ph.D seiaku
anggota kornisi pembimbing yang telah banyak mernberikan arahanltambahan ilmu
sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Rasa horrnat dan terimakasih disarnpaikan kepada Bapak Pruf.Dr, HarirnuFti
Martojo, Bapak Dr.lr. M. Bismark, MS selaku penguji luar komisi yang ikut

mengambil bagian lewat saran/masukan untuk rnemberi babot disertasi penulis.
Terimakasih pula disampaikan kepada Rektor lnstitut Pertanian Bogor, DireMur


Program Pascasarjana beserta seluruh staf dosen dan administrasi, Ketua Program
Studi flmu Ternak Bapak Prof.Dr. Adi Sudono, M.Sc beserta seluruh staf pengajar

Fakultas Peternakan lnstitut Pertanian Bogor yang ikut berperan dalam
penyelesaian studi akhir dokfor.

Hutang budi dan terirnakasih kepacfa pengelola Beasiswa Pragram

Pascasarjana (BPPS)

DireMorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan Nasional yang telah mernkrikan kesempatan belajar dan biaya
pendidikan, Yayasan Minahase Raya, Pernerintah Propinsi Sulawesi Utara dan
Bapak Ronald Karampis selaku pernhri dana tambahan sehingga penulis dapat

merampungkan seluruh karya akhir studi doktor ini.
Penghargaan dan terirnakasih disarnpaikan pula kegada Bapak Arya


Arendra, anaiis Junrsan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
tnstitut Pertanian Bogor atas bantuztn dalarn rnenganalisis pakan percobaan dan

feses untuk data kecernaan. Penghargaan dan terirnakasih buat adik Yohannis

Uring yang penuh kesabaran dan ketekunan telah ikut membantu rnernpersiapkan
pakan penelifian. Teerirnakasih juga disampaikan kepada Ir. Robert Julius Rompas,
M.Si ketua asrama rnahasiswa Suiawesi Utara Bo$or Baru It dan ildik Ripto atas
bantuan serta perhatiannya &lam persiagan seminar sarnpai ujian terbuka. Ternan-

ternan asrama dengan penuh cinta Itasih telah mendoakan dan mernberi semangat
ctiucapkan terimakasih.

Terirnakasih dan rasa hormat bagi Larnbaga pelayanan mahasiswa Kristen

lndonesia di Bogor yang sejak awal hingg akhir studi telah memberi perhatian
khusus lewat pelayanan daa sehingga memberi harapan baru untuk rneraih jenjang
akadernik terhggi.

Rasa haru dan cinta kasih yang mendatam disarnpaikan kegada ayah, ibu,
ibu rnertua, kakak-kakak, adik-adik dan seluruh keponakan baik di Manado, Jakarta,

serta Amerik atas dukungan doa bahkan bantuan finansial seiarna studi. Cinta

kasih yang rnendalam bagi isteri Adeleida Mocodompis, anak Lidya Olivia Kiroh,
Christian lrnmanuel Kirah dan sikecil Amanda Graciella Magdalena Kirah yang

dengan penuh kesabaran sarnbil bertekun lewat doa dengan satu harapan bahwa

jerih payah yang dilakukan tidaklah sia-sia.
Akhirnya Iewilt tulisan ini akan dapat: rnernberikan informasi baru dalarn

pengembangan iimu pengetahuan khususnya bidang peternakan.

Bogor, 4 April 2002.

Hengki J. Kiroh

DAFTAR TABEL

1. Perbedaan bentuk anatorni spesies dan sub spesies Tarsius ...................

6

2. Lokasi penyebaran Tarsius spectrum di Sulawesi clan pulau-pulau
kecil disekitarnya ....................................................................................

12

3. Rekamendasi ukuran kandang untuk satwa primata ...................
.
.
.........

15

4. Beberapa perbedaan tingkah laku antara Tarsius bancanus
dan Tarsius syricfha ...................................................................................
21
5. Aspek reproduksi beberapa satwa nocturnal di habitat aslinya .................

24

6. Kamposisi dan kandungan nutrisi pakan yang digunakmn pada
peneltlitian (persen BK) .....................
.
.
.
.................................................
34
7. Et hagram garnbaran tingkah laku spesifik Tarsius spectrum
dilokasi penangkaran.................................................................................
54

8. Pengaruh perlakuan pakan terhadap rataan konsurnsi zat-zat
pakan penelitian ......................................................................................60

9. Pengatuh perlakuan pakan terhadag rataan kewrnaan
rat-zatppakan ..................................
.............................................65
10. Pengaruh perlakuan pakan terhadag bebrapa peubah reproduksi
Tarsius spectrum ......................................................................................
68

DAFTAR GAMBAR

1. Model kandang penangkaran semi insitu di Iokasi penelitian ..................... .

30
2. Model kandang pnangkaran ex situ di lokasi penelitian....,.,,,. .
.
.
............. 35
3. Teeknik pemberian pakan yang tidak bergerak ........................................ . . 35
4. Pengamahn tingkah laku berkefompokdan istirahat
Tarsius spectrum dalarn kandang penangkaran semi insifu ............... ......... 53
5. Pengamatan tingkah laku makan, rnencari ternpat berteduh,
berselisih dan menghindar, membuang kutoran, bemain,
grooming Tarsius spectrum dalam kandang penangkaran
semi insitti.........................,.,........................,.,.,.,......................... ..
6. Pendugaan konsumsi pakan penetitian (persen BK) dengan
metade kafetaria ............................
.
.
....... .
. .. . . . .

....

53

.

56

. . ..

"I Jjenis-jenis bahan pakan yang digunakan daiarn pnelitian ......................... 58
8. Perubahan pola makan Tarsius spectrum dari pakan yang
bergerak ke pakan yang tidak bergerak ........... ................ .
...
....... .,.,,.....

61

9. Pengaruh pedakuan pakan penelitian terhadap konsumsi
bahan kering ..................................................................... ........,.,.......

63

10. Pengaruh pertakuan pakan penelltian terhadap konsurnsi
protein kasar, lemak kasar dan swat kasar ...,.........................,.,..........~.~...,64.

11. Pengaruh perlakuan pakan penelitian terhadap konsurnsi
kalsiurn, fosfor, energi rnetabalis dan BETH ........................
.
.
......... .. .
12. Feses Tarsius specfrum yang sedang dikeringkan

........... .. ..............
.
.... .

64

66

13. Grafik penganrh perlakuan pakan penelitian terhadap
kecernaan zat-zat

............. ........,,,.,.

*. *. *.

...,,.. . , ...,.,.,.,,...... .., , . .,,... . . .....

67

14. Pengaruh perlakuan pakan peneiitian terhadap lama kebuntingan,
jurnlah anak prkelahiran clan babot lahir ................................ .. .~.....,,....
. 69

15. Salah satu tingkah laku kawin Tarsius spectrum daiam
kandang penakaran ex situ .......... ..............
.
.... .
.
........ ,,,.,.L......... . . . ~ .72
16. Anak Tarsius spectrum yang baru Iahir dari perlakuan pakan RA dan RD ...

76

17. Profil Tarsius spectrum yang hidup dalarn kandang penangkaran
ex situ ..,,,. ..........,,........,,.,..........,, ..... .. .. .. ......,.,...... ,.,...,..........,,,,........ ....

79

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Sulawesi Utara memiliki banyak jenis

satwa

yang

sangat tinggi

keanekaragarnannya. Lebih 70 % dad 114 jenis satwa yang sudah diketahui
kebetadaannya adalah jenis-jenis Iangka dan endemik termasuk tiga jenis Tarsius
(Mc. Kinnon, 1986 ). Tarsius spectrum adalah salah satu jenis rnarnalia endemik

yang clijumgai di Sulawesi Utara dan penyebarannya diketahui di cagar alam

Tangkoka, "Tarnan Nasional Ournoga Bane dan sekitarnya. Satwa ini memiliki daya
tarik tersendiri karena bentuk tubuhnya yang kecil rnungil dan warna rambut yang

menarik bila dibandingkitn dengan satwa-satwa sajanisnya, sehingga rnernberi
peluang untuk dikembangkan sebagai Exofic Pet animai di masa dapan. Selain itu,
dapat rlijaclikan kamaditi ekspart ke bebsrapa negara seperti: Cina, Eropa dan

negara-negara lainnya.

Sekarang keberadaan sahva endernik ini mulai

rnernptihatinkan, karena terancam punah oleh berbagai tindakan manusia berupa

pengurangan habitat lewat gerombakan hutan dengan cara pernbakaran. @tan
yang merupakan habitat

satwa tersebut untuk melakukan seluruh aktivitas

hidupnya, jika keseirnbangannya terganggu maka keadaan habitat dan ekosistem

satwa endamik yang ada di dalarnnya ikut pula terganggu. Selain itu adanya
perburuan dan penangkapan liar dari kelornpok mztsyztrakzat tertentu

ikut pula

menyebabkan satwa endemik Tarsius semakin langka. Kinnaird (1996)menyatakan
bahwa di cagar alam Tangkako telah terjadi penurunan populasi paling drastis dari
satwa mamalia yang diarnatinya selarna kurun waktu 15 tahun sejak 1979 sampai
q994, termasuk di dalarnnya satwa endemik Tarsius. Hal ini disebabkan areal cagar

alam mengalami kerusakan dan perubahan habitat satwa akibat pernbakaran hittan,
gerburuen !jar, penebangan pahan dan dikonversinya areal tersebut oleh penduduk

setempat rnenjztdi lahan pertmian. Keadaan ini lebih rnernprihatinkan lagi di saat

perekonomian kita sekarang yang tidak menentu. Meningkatnya jurnlah penduduk

miskin baik di perkotaan maupun di pedesaan ikut pula rnenyebabkan surnber daya
hutan rnenjadi sasaran rnereka temasuk satwa langka Tarsius yang dilindungi. Jika
keadaan ini terjadi terus-menerus rnaka dikuatirkan papulasi satwa endemik Tarsius
akan sernakin menurun yang pada akhirnya semakin sulit dijumpai bahkan mungkin
bisa rnancapai kepunahan.
Satwa endemik Tarsius merupakan salah satu sumber daya alam hayati
yang keberadaan hidupnya senantiasa berhubungan erat dsngan kehidupan

manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung rnisalnya sebagai objek
wisata, pendidikan, penelitian dan pengembangan iimu psngetahuan. Malihat

fenomena selama ini, maka di sarnping usaha perfindungan rnelalui Undang-undang
ataupun Ptaraturan Psrnerintah, dipedukan pula perhatian yang lebih seksama

terhadap upaya

berdasarkan asas kelestarian jenis satwa iangka tersebut.

Mengingat satwa langka merupakan barang yang bemilai ekonamis tinggi, maka
untuk rnenjaga kelestarian satwa endemik Tarsius gerlu dilakukan kajian serta
penelitian ilmiah sebagai langkah awal untuk rnencari dan menggali inforrnasi~tszaik

aspek tingkah laku, maupun aspek bialagis sehingga teknologi penangkaran dan
budidaya dstpat diketahui. Dengan dibedakukannya otunami daertah (OTDA) yang

rnengharuskan setiap daerah berpacu rnenyusun strategi-strategi stacara tepat
untuk dapat rnemanfaatkan peluang-peluang yang ada dalarn rangka rneningkatkan

pendapatan asli daerah, maka salah satu pernikiran dalarn bidang petarnakan
adalah mengangkat satwa-sahua endernik daerah seperti halnya Tarsius spectrum

untuk dijadikan komaditi satwa harapan masa &pan. Sampai saat ini belum banyak

penelitian ataupun usaha

yang dilakukan aleh iembsga pemerintah untuk

melestarikan satwa endemik Tanius diluar habitat adinya atau di dalam kandang
penangkaran. Penangkaran yang dilakukan mentpakan suatu langkah awal untuk

menentukan strategi yang tegcat dalam upaya penanganan satwa endemik Tarsius
spectrum

yang ada di Sulawesi Utara.

Dalarn proses penangkaran, satwa

dipelihara secara terkurung dalam kandang karenanya masalah tingkah laku, jenis

pakan yang diberikan sampai kinerja reproduksi s a w di bawah kontrol manusia.

lnfarmasi kinerja reproduksi Tarsius spectrum yang hidug pada habitat aslinya (in
sifu) sangat rendah. Dengan penguasaan tingkah iaku dan aspek-aspek bialagis
secara tepat baik in situ, semi in situ

maupun ex situ diharagkan dapat

rneningkatkan populasi satwa ini sehingga kelestariannya dapat dipertahankan.

1.2, Tujuan Penelitian
1. Menggrali dan mempelajari kinej a biologis rnelalui pengamatan tingkah laku

dan upay a pernberian pakan secara terkantrol.

2. Menggali dan mempelajari jenis pakan yang disukai dan tingkat
kecernaannya.
1.3. Kegunaan Penelitian

1. Hasil penslitian ini diharagkztn dapat rnernberikan suatu terobosan baru baik

untuk Pernerintah Daerah maupun Pusat dalam rnenyusun poia kebijakan

untuk pengembangan s W a sndamik Tarsius spectrum yang ada
di Sulawesi Utara.

2.

lnforrnasi hasif penelitian ini diharapkan dapat dirnanfzaatkan oleh kalangan

ilrnuwan sebagai kajian maupun sumbangan data untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan penelitan tentang Tarsius sp&mrn ssbagai s a w
harapan masa depan.
3. Sebagai bahan infurmasi itmiah untuk menunjang usaha-usaha konservasi

surnber daya alam dalam rangka peiestarian satwa endernik Tarsius
spectrum, sehingga dapat diharapkan kesinarnbungan gemanfaatannya.

2.1. Klasifikasi Umum Tarsius

Tarsius spectwrn adalah satwa endemik Sulrawesi Utara dan merupakan

salah satu spesies dari tiga spesies yang dikenal di dunia. Spesies lainnya adalah
Tarsius syfichfa yang ditemukan di Filipina dan Tarsius bancanus yang banyak

ditemukan di Kalirnantan dan Sumatera (Widyastuti,9993). Tarsius dapat
diklasifikasikan sebagai berikut;
kelas

: Mamaha

arda

: Primafa

sub ardo

: Tarsioidea

farniiia

: Tarsiidae

genus

: Tarsius

spesies

: "Terdiridari 3 {tiga) spesies yaitu (a) Tarsius spectrum, (b)
Tarsius bancanus dan (c) Tarsitis syrichta (Napier ef al;
? 985).

Ketiga jenis Tarsius ini masih terbagi lagi dalam 12 subspesies yaitu
(a)Tarsius bancanus yang terdiri atas Tarsius bancanus bancanus, Tarsius

bancanus saltafor, Tarsius bancanus natunensjs, Tarsius bancanus borneanus, (b)
Tarsius syrichta yang terdiri atas Tamjus syn'chfa syrichfa, Tarsius sy#chfa

flafe~u/us,
Tarsius sykhfa cat-bonafius, (c) Tarsius spectrum terdiri atas Tarsus
spectrum spectrum, Tarsius spectrum pumiius, Tarsius spectrum palegensis, Tarsius

spectrum denfatus, Tarsius spectrum sangorinsis

Beberapa perbedaan spesies dan subspesies Tarsius berdasarkan anatorni

yang dapat:dilihat pada Tabel 4 .
Tabel 4 . Perbedaan bentuk anatami spesies dan sub spesies Tarsius
Perbedaan anatomi
Ekor bagian bawah seluwhnya gundul

Sub spesies

Ukuran lebih besar, panjang tengkorak
39 40 mm
Tengkorak lebih lebar dan lebih pendek

-

Tengkorak lebih panjang tetapi sernpit
Ukuran kecit, tengkorak tidak sarnpai 38 mrn
r Ekor bagian bawah bargapit

-

Ukuran lebih besar, tengkorak 37 39,8 mm

Bagian bawah dadalgerut tertutup olah warna
putih
Bagian bawah dadalprut brwarna abu-abu,
di prmukaari yang ramping ditutupi warna
putih

a

Ekar bagian bawah ditumbuhi rambut yang
tersusun dalarn 3 skala seperti pola
a Bintik putih di hlakang telinga
I

Tarsius spectrum
spectrum

Ukuran febih besar, panjang tengkorak 36 37 mm, rambut putih pada bagian bibir tebih
tebal

Perut bagian b a w h ke icuning-kuningan,

bagian bibir terdapat rambut halus berwarna

putih
Tarsius spwtmm
plsngensis

Perutldada bagian bawah berwarna putih

Tarsius spectrum

Perutldada bagian bawah hrwarna putih

dentafrrs
Tarsius spectrum
pumilus

Ukuran iebih besaf, panjang tengkorak
31 mm

Niemitz (1984) mengemukakan kunci &lam

mengidentifikasi jenis dari

Tarsius star, 1780 sebcagrai berikut. Tarsius spectrum, Paflas 1778 rnernpunyai ciriciri Eantara lain, muka meny erupai Galago senegalensis, ekor berambut, jumbai

panjangnya kurang lebih 110 mm, tinggi rarnbut jumbai 5-?2 mm, suatu kelornpok
dari rambut yang pendek dan keras merniliki sisik menyenrpai struktur kulit ekor.
Tarsius bancanus, Hersfield 1821 mempunyai ciri-ciri antara lain, panjang kaki

belakang sekitar 59-74 m m , panjang ekor 180-245 m m ,jumbai rambut pada ekor
berkembang dengan baik, tinggi rambut jumbai 7 mrn man kkulit bagian tarsal tertutug

rambut.
Tarsius syrichta, Linnaeus 1758 mempunyai ciri-ciri antara lain, panjang kaki

beiakang 56-69 mm, panjang ekur sekitar 200-240 mm, rarnbut jumbai pada bagian
ekor tidak begitu turnbuh, tinggi rarnbut jurnbai sekitar 3 mm, kulit bagian tarsal
diturnbuhi rambut pendek dan sangat sedikit.
Di Indonesia Tarsius rnamiliki berrnacarn - macam nama lokal (daerah) clan
nama International yaitu

Tarsius bancanus disebut juga kera buku, Singapoa,

Singapuar (Bengkulu), Krabuku (tampung), Palele (Belitung), Mentiling, Ingkat,
Ingkit, Beruk Puar (Bzangka), Lingseng (Ngaju), Puge (Tidung), Maki (Mahakam),
Singanoleh (Kutai), Ternpiling (Kalirnantan Barat), Kebuku (Karimata), Western
Tersier (lnggris), Spookdirtje (Belanda), sedangkan Tarsius spectrum disebut juga

Tanda bana, Tangkasi (Minahasa), Ngasi (Sulawesi Selatan), Tenggahe (Sangir

Talaud ), Tengksda (Dada), Pluimstaarspookdisrfje (Belanda). Tarsius syrichta
disebut juga Philipine Tarsier, Mindana T e W r .

2.2 MatQologi.

Satwa prirnata kecil yang unik ini selng juga disebut binatang hantu, dengan
tampang seperti rnonyet kecil bermata merah besar dan bulat yang digunakan untuk

melihat pada malam hari ( Dephut, 1596 ). Tarsius spectrum rnerugakan tipe

mamalia yang relatif tidak mengalami parubahan. Dinyatakan dernikian karena
tulang belulang yang berasal dad zarnan Eocene sekitar lima juta tahun yang lalu

dan pernah difernukan dibebatuan bagian selatan California juga di Wyongming
Amerika Serikat sarnpai sekarang tulangnya tidak mengalami perubahan

(Wharton,1974).
Tasius dengan ukuran kecil dan bersifat nocturnal memiliki sifat anatomi sama

dengan kedua sub ordo prirnata lainnya yaitu Prusimii dan Anthmpoidea. Keadaan

inilah

yang

rnernbingungkan

para

taxanamist.

Paaedaan

kecil

yang

menggolongkannya dalarn sub ardo tersendiri Tarsinodae yakni rnerniiiki dry nose
(Callinge, 1993).
Menurut beberapa peneliti (Wharton, 1974; Niernitz, 1984; dan Widyastuti,
19931, Tarsius spectrum rnernpunyai keunikan tersendiri yaitu ukuran badannya

relatif kecil dibanding ukuran matanya yang basar dan senantiasa menatap. Bola
mata saw3 ini hampir tidak dapat digerakkan

ke kiri dan ke kanan sehingga

kernarnpuan visualnya dibantu dengan kemampuan memutar kepala yang dapat
mencapai 180 derajat tanpa mernutarkan badannya. Ukuran badannya ki ra-kira
sebesar tikus dewasa dengan berat badan sekitar 120 gram saat dewasa, panjang

badan sekitar 13 crn dan panjang ekor berkisar antara 15 sampai 20 cm. Harnpir

seluruh tubuhnya diturnbuhi rambut yang tebal dan halus bemama coklat keabu-

abuan (Mc. Kinnon, 1986; Widyastuti, 't993). Kapala Tarsius bundar dengan
rnoncong tareduksi tanpa stnrktur pelindung. Pendengaran satwa ini lebih tajam

daripada fungsi organ penciuman. Telinganya tipis, membranous clan tidak
berambut. Bagian atas tefinga dapat dilipat untuk mengurangi daerah permukaan,

kemudian seluruh telinga dirapatkan sepanjang samping kepala. Jika sedang
mendengar dengan tajam telinga dibuka leber-lebar dan sitih berganti digerakkan ke
depan dan ke belakang. Menurut Martan ( 1974 ), ekor Tamius iebih pztnjang
daripada badannya. Hanya pada ujung ekor yang rnerniliki bulu kira-kira 7 crn dan ini
biasa digunakannya untuk keseimbangan di saat mernanjat dan melompat, Kira-kira

dua inci dari pangkal ekurnya berbentuk kaku yang dipakai untuk tumpuan waktu
rnakan, sedangkan sisanya Reksibel. Bagian bawah dari jari-jari tangan dan kaki

terdapat bongkolan atau bantalan yang memungkinkan melekat pada berbagai
pemukaan di saat melompat dari cabang ka cabang. Sarnua jari berkuku kecuali jari

kaki kedua dan ketiga yang rnernpunyai cakar berguna untuk menyisir rambutnya
dan penahan di saat mendarat di tempat yang licin. Menurut Kinnaird ((19971,
Tarsius spectrum rnerniliki kaki belakang yang panjangnya dua kali lipat panjang
badan dan kepala memberikan kekuatan untuk rnelornpat. Selanjutnya dinyatakan

bahwa Tarsius

dianggap sebagai prirnata primitif dan para ahli biologi

mengklasifikasikannnya antara manyet dan prosimian, suatu keiarnpok prirnata lain
tenrtama aktif di

malam hari termasuk bush-baby dari Afrika dan lemur dari

Madagaskar. Beberaga irtformasi yang dikemukakan seperti Kubicek (19981,bahwa
Tarsius syncfha telah menjadi tarkenal di industri hewan peliharaan khususnya di

Mexico.

Namun famius jarang Ridup lama di kurungan dan catatan waktu terpanjang
untuk Tarsius phjipine adalah 12 tahun.

2.3. Habitat

Habitat adalah suatu ternpat yang dipergunakan untuk rnencari makanan,

rninum, berlindung, bermain dan berkembang biak (Alikodra,3 983). Habitat yang
baik akan rnendukung perkernbangbiakztn organisme yang hidup di dalamnya

secara normal. Kompanen-karnponan habitat adalah makanan, tempat berlindung

dan air (Hasiholan, 1995).
Sulawesi Utara memiliki keunikan ekosistem yang secara ekologis dagat
ditinjau dari segi organisme penyusun habitat. Flora faunanya merniliki diversitas
tinggi ssperti yang ada di Cagar Alam Tangkoko Batuangus terdapat 25 jenis

mamalia, M U jenis burung, 62 jenis ikan, 50 jenis reptilia dan kernungkinan ratusan
jenis serangga maupun flora (IUCN, 1996).

Rasenbaum et al. (4998) rnenyatakan bahwa Cagar Alam Tangkoko,

t3atuangus berada di bagian paling utara dari Pulau Sulawesi, kira-kira 300 km dari
Pulau Bacan. tuas agar alam in! kurang lebih 8.867 hektar dan diklasifikasikan

sebagai hutan tropis di dataran rendah. Cagar alam ini didominasi aleh 3 gunung
berapi yang tidak aktif lagi yaitu Tangkoko, Kawah Batuangus dan dua puncak
kernbar Gunung Dua Saudara. Selanjutnya dinyatakannya bahwa berdasarkan tipe
hutan yang ada di cagar alam Trangkoko dapat dikatakan tipe hutan tedengkap

karena rnsrniiiki hutan padang alang-alang sarnpai hutan berfurnut, sehingga sangat
rnendukung kehidupan dari Tarsius spectrum.

Mustika ef al. (1993) menyatakan bahwa keadaan hutan yang msnjadi
habitat Tamius di tempat lainpun pada urnurnnya merniliki kandisi sama dengan

cagar alam Tangkoko yaitu merniliki ikiirn lebih basah dan sama kondisinya de&n

Tarnan Nasionitl Lore Lindu yang rnenjadi habitat Tarsius dianae
Naik turunnya populasi satwa liar biasanya juga dipengaruhi aleh faktorfaktor ekalagis di habitatnya yaitu ketersediaan pakan dan air, tempat bedindung,

perubahan vegcatasi, Wuktuasi iklirn, pemangsaan, penyakit dan bencana alam.
Tarsius spsctnrm dapat ditamukan dalam kisaran habitat yang luas dari
daerah perkotaan, vegetasi sekunder, hutan bakau, hutan dataran rendah, hutanhutan tepi sungai dan hutan pegunungan (Mc. Kinnan, 1986).Di cagar alam T a ~ i u s

lebih memilih tinggal di jalinan tali hutan atau rimbunan dedaunan bahkan ada yang
memilih hidup di rimbunan alang-alang. Tetapi di hutan primer kelornpok Tarsius
lebih sering rnernilih tempat tidur di rongga-rongga pohon yang berlubang terutema

pohon ficus spy pandan hutan, bambu dart umurnnya jenis pohon berongga,
terlindung sinar matahari dan agak gelap (Widyastuti, 1993).

Tarsius spectrum umurnnya ditemukan di hutan trapis, dataran rendah dan

daerah pesisir pantai, kadangkala di belukar-belukar bambu yang padat, ada juga

yang hidup di gohon-pohon kecil atau di hutan primer yang terang (Napier dan
Napier, 1967). Tarsius spectrum di a g a r alam Tangkoko sangat uumum dijumpai di
berbagai tipe habitat, mulai dari hutan pantai hingga hutan bedumut cii Euoung
Tangkako dan Dua Saudata. Bahkan dapat dijumpai pula di daerah terbuka, semak

belukar serta padang alang-alang (Mc. Kinnon dan Mc. Kinnan, 1980). Selanjutnya

dikatakan bahwa terngat tidur Tamius spectrum berada pada ketinggian 6 - 12,s m

dari permukaan tanah. Supriatna dan Wahyono (2000) rnenyatakan bahwa Tarsius
spectrum banyak ditemukan di hutan trapik primer, hutan sekunder dan kadangkala

di kebun dekat hutan. Meteka dapat ditemukan rnulai dari hutan pantai, hutan bakau

hingga hutan pegunungan. Kadang di daerah Suiawesi Utara ditemukan di
perladangan atau perkebunan pnduduk.

Satu jenis

primata dapat terdiri dari bebrapa anak jenis

yang

mernprlihatkan pula penyebaran berbeda seprti yang terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Lokasi penyebaran Tarsius spectrum di Sulawesi dan puIau-pulau kecil
sekitamya

Menurut Supriatna dan Wahyono (2000),ditemukan 2 sub spesies Tarsius
yang penyebarannya adalah sebagai brikut (1) Tarsius spectrum tersebar rnulai

dari Sulawesi Utara hingga Selatan. Mereka tersebar rnulai dari daerah perbukitan
hingga dataran rendah, (2) Tarsius spectrum peiengensis tersebar di daerah pulau-

pulau Setayar dan Pulau Peleng.

2.4. Pakan Satwa Endemik Tarsius
Kegiatan rnakan dari satwa liar merupakan suittu usaha mernpertahankan
kehidupannya

(Aiikodra,

1983). Selanjutnya dinyatakannya bahwa

untuk

mernpertahankan kehidupan satwa tersebut maka ada dua kaperluan dasar yang

harus dipenuhi yaitu (1) satwa harus dapat rnelengkapi bahztn-bahan proses sintesa

di daiarn tubuhnya, yang sangat penting kaitannya dengan pertumbufian,
penggantian jaringan yang sudah tua dan mati, dan produksi sel-sel baru (2) bahwa
pakan harus dapat memenuhi keperluan energi untuk rnenghasilkan proses-proses

pertumbuhan, penggantian dan produksi sel - sel baru serta kegiatan lainnya,

Pakan satwa Uar terdiri dari rumput, biji-bijian, buah dan jenis lainnya.
Kornposisi pakannya berbedzt-beda tergantung dari jenis satwa dan lingkungannya.
Tarsius spectrum termasuk hewan pernakan serangga (insektivoraus) dan .jugs
pemakan daging (carnivorous). Jenis serangga yang urnurnnya sering dimakan oleh
Tarsius antara lain, belatang, walang nona dengan berbagai ukuran, kupu-kupu,

ngengat, larva kumbang kelapa, jengkrik, kecoa, laba-laba, sedangkan daging yang

biasa dimakan mulai dari cecak, kadal, udang air tawar, ikan kecil, katak, kepiting
kecil (Whitten,l987). Oalam pada itu Mumbunan st al. (1998) melaporkan hasil
penelitian di desa Tumaluntung Kabupatsn Minahasa bahwa Tarsius spectrum
rnengkonsurnsi beberapa jenis rnakanan seperti kupu-kupu 37,3%/0;
burung kecil
31,2596; belaiang 18,75% clan rie-tie t 2,5%. Tarsius sesekal rnenggigit dedaunan

tetapi rnereka tidak benar-benar mernakannya. Dalarn kandungan perutnya &ring
diternui sejurnlah kecil jaringan turnbuhan tetapi diduga berasal dari isi gerut
serangga atau binatang yang dirnakannya (Niernit;?, 1984 ). Selain pakan, air adalah

jugit suatu kornpanen yang penting bagi kehidupan satwa liar. Kebutuhan air bagi
satwa liar berbeda-beda tergantung dari jenis dan ukuran satwa itu sendiri (Dirjen
PHPA, 1986). Air yang dibutuhkan oleh Tarsius biasanya diperoleh dari air yang

msnetss di dedaunan dan pohan-pohon berlabang serta aliran-aliran air yang
tardapat di wilayah ternpat rnereka tinggal (Niemitz, 1984).

2.5. Penangkaran dan Budidaya Satwa Liar

Program

penangkaran

dan

budidaya

pada

awalnya

beftvjuan

mempertrahankan jenis-janis sahva liar yang tsrancam punah dengan

cara

mengernbangbiakkan satwa sebagai usaha untuk melipat ganclakan papulasi dan

rnernpertahankan jenis populasi yang ada,
Thahari (1987) menyatakan bahwa secara bebas panangkaranlbudidaya

dapat cliartikan sebagai suatu kegiatsrn untuk mengembangbiakkan jenis-jenis satwa

iiar dan turnbuhan alami, bertujuan untuk memperbanyak papulasinya dengan
mempertahankan kemurnian janisnya sehingga kelestarian clan keberadaannya di
alam dapat dipertahankan. Budidaya adalah suatu keadaan rnelingkupi perkawinan,
psrneliharaan dan pernberian pakan untuk satwa berada di bawah pengawasan

manusia (Tamaszewska ef al., 799q). Pertimbangan dalarn rnenetapkan jenis-jenis
satwa liar y ang perlu ditangkarkan atau dibudidayakan adalah betdasarkan kriferia
sebagai berikut (?) suatu jenis satwa perlu ditangkarkan apabila secara alami

populasinya mengalami penurunan tajarn dati waktu ke waktu sehingga terancam
punah, (2) suatu jenis satwa perlu ditangkarkan/dibudidifyakanagabila rnempunyai

potensi ekonomi tinggi dan tingkat pemanfaatannya bagi manusia terus bertambah

sehingga kelestariannya terancarn (Thohari, 798'7). Selanjutnya dinyatakan bahwa di
dalam proses penangkaranlbudidaya maka teknologi yang diprlukan mencakup

aspek yang lebih luas lagi yaitu perkandangan, gakan, reproduksi, kesehatan dan
pasca panan. Teknik yang diterapkan harus rnampu mernperwpat: proses adaptasi
satwa. Dengan dernikian suatu penangkaran / budidaya satwa liar dapat: dinilai
brhasil apabila teknologi repraduksi jenis sahva tersebut teiah dikuasai, artinya

usaha p n a n gkaran I budidaya telah berfiasif mengembangbiakkanjenis sahua yang

ditangkarkan.

Pada dasarnya sistem prkandangan untuk satwa liar primata dibagi atas

dua bagian yaitu (a) sistem perkandangan dalam bangunan yang tertutup (indoor
enclosures) (b) sistem perkandangan dalam alam tetbuka (outdoor enclosures).
Luasan kandang untuk perneliharaan satwa primata biasanya didasarkan pada
rekarnendasi yang blah ditetapkan seperti yang terlihat: pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekomendasi ukuran kandang untuk satwa primata
Luas lantailternak

3esearch Council, 1996).

Tinggi

Peneiitian bentuk dan tipe kandang untuk satwa endemik Tarsius belum
pernah diteliti. Menurut Thahari (1987 ), bentuk dan tipe kandang berbeda menurut

jenis satwa berdassxrkan tingkah laku satwa, pula hidup dan bentuk tubuhnya.

Dernikian pula dalam usaha penangkaran yang intensif untuk satiap jenis dipisahkan
perkandangannya menurut beda klas umur dan bsda jenis kelarnin.

2.6. Tingkah Laku Umum Satwa

Tingkah laku dapat diartikan sebagai suatu ekspresi satwa akibat faktorfaktor yeng mempengaruhi (Suratrno, 1979). llmu tingkah laku pada sahva telah

dimanfaatkan oleh para pembunt, kernudian oleh masyarakat untuk menjinakkan
satwa-satwa tersebut (Thamaszewska et a!., 1991). Selanjutnya dinyatakannya

bahwa penguasaan tingkah laku satwa secara lengkap akan mernpermudah
tatataksana perneliharaan dan peningkatan produksi.

Manurut (Mc. Kinnan, 1980; Whitten ef al., 1987), pula hidup Tarsius
spectrum selalu membentuk suatu unit sasial yang meliputi sepasang individu
dewasa bersifat managarni dan tinggal bersarna keiurunannya dalam satu teritarial .
Sifat seperti ini akan rnernpercepat pemusnahan spesies karena sukarnya mereka

beradaptasi dengan kelornpak lain apabila tejadi penrszlkan habitat dan hutan.' Unit
sosial Tarsius spectrum pada umurnnya adaiah mfarnbentuk pasangan sebanyak

80% (monogamous) dan hanya sekitar 20% saja yang rnulti male-multi female (lebih
banyak jantan atau betina) dalam suatu kelampok ( Supriatna dan Wrahyono,20QQ).

"I"ornasrewska ef a/. (1991) menyatakan bahwa tingkah laku saiwa dapat

diklasifikasikan menjadi sepuluh macam yaitu :

a. Tingkah laku rnakzan, rninurn dan kegiatan lain yang berhubungan dengan ha1
tersebut ( Ingestive )

b. Tingkah laku pencarian tarnpat bsrteduh (shelter seeking)
c. Tingkah laku penyidikan (investigatory)

d. Tingkah laku kecenderungan untuk berkelornpok dan terikat dalam tingkah,laku
yang sama pada satu waktu tsrtentu (allelamirnetic)

e. Tingkah laku berselisih, bartangkar, menghindar agonistic )

f. Tingkah laku msmbuang kataran, kencing (eliminative)
g. TingkaR laku memberi perhatian dari induk ke anak (epirneletic atau care giving )
h. Tingkah laku rninta perhatian dari anak ke induk (apirneletic atau care soliciting)
i. Tingkah laku seksual atau reproduksi (sexual or reproductive)

j.

Tingkah laku bemain (play)

Tingkah laku urnurnnya dijumpai pada satwa liar terutama dalam upaya untuk
memanfaatkan surnber claya habitatnya, mengenali tanda-tanda bahaya dart
barusaha rnelepaskan diri dari serangan pemangsa. Tingkah laku ini berkembang

sesuai adanya perkembangan dari proses belajar rnereka (Alikodra, 1990).
Sslanjutnya dinyatakan pula bahwa sahva liar mampunyai tingkah laku clan proses
fisialagis untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Untuk mernpertahankan

kehidupannya, mereka melakukan kegiatan-kegiatsn yang agresif, rnelakukan
persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan rnakanan, perlindungan,

pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya.
Tingkah laku didorung oleh naluri {insting) sarta darangan-cforongan yang

dip~angaruhioleh faktor-faktor situasianal dan internal dari ternak tersebut. Fungsi

utarna tingkah Iaku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan
baik dari luar rnaupun dari dalztrn, Sebagian besar satwa msmpunyai berbagai pola
tingkah laku yang dapat dicabakan untuk suatu situasi, dengan dernikian mereka
belajar rnenerapkan salah satu pola yang rnenghasilkan suatu penyesuaizan tarbaik

(Alikodra, 1990). Hasil penelitian Mumbunan et a/, (1998), Tarsius specfmm pada

habitat aslinya (in sifu) rnelakukan aktivitasnya rnulai sore hari sampai pagi hari,
aktivitas ini dipengaruhi oleh faktor dari dalarn seperti rasa takuUgelisah dan lapar,

sedangkan faktar luar bewpa keadaan cuaca, habitat, kernarnpuan kelampok dalarn

memperbhankan wilayahnya, sedangkan menurut Songkilawrang eta!. (t998), pada
urnurnnya saat bangun atau aktif maka Tarsius jantan dewasa selalu tebih dal-rulu

melakukan aktivitasnya sebztgai pimpinan dari keluarga. Cara ini dirnaksudkan untuk
pengintaian demi kearnanan sebelum anggota keluarganya yang lain keluar. Jika
dirasanya aman Tarsius jantan dewasa akan berteriak dengan suara melengking

yang khas untuk rnernberitahu anggota keluarga yang lain. Selanjutnya
dikzttakannya jika dirasa tidak aman oleh adanya predator atau pembunr di sekitar
sarang, Tarsius jantan akan kernbali masuk sstrang dan beberapa saat lagi akan

keluar untuk rnelakukan pengintaian sampai keadaan telah aman. Menurut Rawe ef
a/. (1996) bahwa ada 7 tip@nada panggil yang dikeluarkan oleh Tatsius. Bsberapa

nada panggil tersebut rnemiliki frekuensi yang amat tinggi sehingga beradst di luar

jangbuan atau tangkapan pendengaran manusia. Tetapi pernah direkam dengan
alat perekarn suara lalu dianalisis ternyata Tarsius

bancanus paling sering

mengeluarkan nada panggil pada pagi hari dibanding spesies lainnyst. Tarsius

adalah satwa yang konservatif sifatnya, mereka biasanya menuju ke ternpat

perburuannya melalui jalan yang sarna. Kedua kelompok Tacsius rnelakukan
penjelajahan dengan cara melampat-lampat dengan posisi badan tegak lurus
(Kairupan, 1994). Cara-cara

yang digunakan olah Tamius spectrum dalam

rnenangkap mangsa adalah dengan menggsrakkan kedua talinganya untuk
mendeteksi bunyi serangga yang sedang ferbang di dekatnya dan rnernastikannya

dsngan penglihatan, kemudian disertai gerakan rnelornpat yang sangat cepat
langsung menangkap mangsanya (Whartun, 1974). Dalarn melornpat, rnenangkap
mangsa kedua kaki/tangan degan yang lebih dulu digerakkan ini gunanya untuk

memutar badan agar dapat mengarah ke sasarannya dan rnelornpat dengan tangan
terbuka. Tetapi jika rnangsanya terlalu kecil langsung dapat ditangkap dengan
mulutnya, fetapi kedua tangan atau kaki depan tetap melakukan garakan seperti
menangkap di sebelah kiri dan kanan rnulutnya (Niernitz, 1984).
Di hutan mgar

alam Tangkoko, keluarga Tarsius senang merniiih ternpat

istirahat pada jalinan tali hutan #tau pada rimbunan alang-alang, Di Bolaang
Mangandaw keluarga Tarsius banyak rnemilih rimbunan pohon bzlrnbu dan mehcari
makan di pohon-pohan kelapa,tetapi di pulau Sangihe dan sekitamya sahhra ini

jarang merniliki tempat tidur yang tetap, rnereka senang tidur dan rnsncari rnakan di

pohan sagu dan pohon kelapa (Whitten, 1987; Masala, 7998).
Tingkah laku groming seperti merawat bulu jarang dilakukan aleh kedua

pihak tetapi sering dilakukan oleh individu itu sendiri. Kebiasaan rnenjilat bulu
dilakukan oleh 'I"amius pada sore hari sebelum melakukan aktivitas berburu, saat
waktu istirahat sehabis rnenangkap mangsa dan pagi Rari setelah seiesai barburu,

Niemitz (1984) menyatakan bahwa kontak tubuh yang intensif antara dua
Tarsius dalam kelompok terjadi dalam tiga bentuk seperti (4) hubungan anak dan

ibu, (2) hubungan antara pasangan selarna kopulasi dan (3) perkelahian.
Peritaku kopulasi sering diperlihatkan oleh Tarsius jantan dan betifia tetapi
kadang-kadang tidak dihkukan dengan sungguh-sungguh. Indera penciurn Tarsius
narnpaknya sangat bunrk. Hidungnya harnpir menyentuh potongan makanan

sebelum dapat rnengenalinya. Tamius seperti hafnya keta atau rnanusia yang lebih
banyak menggunakan mata dari pada hidung untuk rnengenali dan rnenernukan
benda-benda yang dapat dimakan (Rasmini Tiana,lSSQ) dan hal ini membuktikan
beberapa keunggulan Tarsius yaitu:

a. Mengurangi bahaya selagi rnencari rnangsa, karena semua indra terutama
rnatanya selama proses itu dapat digunakan untuk betjaga-jaga.
b. Selagi makan, kawaspadaan tambahan yang sama clan tersedianya sernua

organ siap rnendeteksi bahaya.
c.

Penggunaan mata untuk mencari dan rnengertaii rnakanan beradi penglihatan

tiga dirnensi, sesuatu yang langka di antara hewan-hewan lebih rendah.

d. Mendekatkan makanan ke rnukanya dan bukan rnengigitnya dengan rnulut,
sehingga rnernberi kesempatan lebih baik untuk rnenyelidikinye sebeium

ciirnakan.
Tarsius sepsrti halnya kelelawar menangkap serangga yang sedang terbang,

dan ini membutuhkan ketangkasan maupun waktu yang cerrnat, pengtihatan yang
btaik, penilaian yang tepat akan jarak, pengenalan objek jarak jauh dan mungkin
sesekali kebutuhan pengenalan wama, sesuatu yang jelzts sangat rnernbantu bagi

hewan yang berburu lewat penglihatan. Kebutuhan ini rnenuntut otak yang lebih
besar dan lebih kompleks, Jat yang demikian dimiliki Tarsius daiarn bentuk yang
menguntungkan (Rosmini Tiano,1990). Tingkah laku lain yang sering ditunjukkan

aleh Tarsius adalah pmberian tanda dengan bau. Menurut Rawe et a/. (1996)
bahwa ciri-ciri untuk penandaan pada Tarsius biasanya berasal dari urine yang
merniliki bau khas sehingga manusiapun akan mudah mendeteksinya. Baik jantan
rnaupun btina akan mernbrikan cin' yang berbau dengan rnenggunakan epigastric

glands (kslenjar-kelenjar antara dua lipatan paha). Pada waktu estrus betina akan
menggosok-gosokan alat genitalnya pada batang pohon.

Perbedaan-perbedaan perilaku Tarsius yang dipelihara dalarn kandang seprti

terlihat pada Tabel 4.
Tabef4. Bebrapa perbedaan tingkah laku anfara Tarsius bancanus dan Tarsius
syncfha

1

/I

manfaatan lingkungan bangun, lambat untuk
rnulai mencari ma kan,

makan saat rnenjelang
gelap, lebih aktif meng-

Di kandang, perbeda
an posisi tidur dan

tunggul bahkan tanah.

mengeksplorasi di
I eksplorasi lingkungannya
II tidak
lingkungannya.
/ Memilih ujung vertikal / Memilih cabang horizontal,

I rnenggunakan ekornya

I horizontal dengan ekornya

2.7. Sifat Reproduksi Tarsius

Secara urnurn dewasa kelamin atau pubertas adalah umur atau saat organargan reproduksi rnulai berfungsi, proses perkembangbiakan mulai terjadi (Hafez,

1 980 ). Pada hewan jantan, pubertas ditandai dengan kesanggugan rnelakukan
kugulasi clan menghasilkan sperma, di samping perubahan-perubahan kelamin

sekunder lainnya, sedangkan pada betina pubertas diceminkan oleh terjadinya
estrus dan ovulasi.

Dewasa kelamin Tarsius spectrum dicapai pada umur 18 bulan sarnpai 2

tahun khususnya organ keiarnin jantan sudah berksmbang baik terutama scrotum
dan testes, Musim kawin adalah suatu musim dalarn suatu tzahun untuk suatu jenis
Rewan rnenarnpakkan aktivitas perkawinan. Berdasarkan jarak antara rnusirn kawin

satu dengan rnusirn kawin bcarikutnyzt atau berdasarkan jarak antara birahi yang-satu
dengan birahi barikutnya maka dapat digolongkan apakah hewan bertipe

monoestrus, poliestws atau poliestrus bermusirn (Nalbandov, 1990). Tarsius

termasuk golongan hewan poliestrus karena rnusirn kawinnya dapat:terjadi beberapa
waktu clalarn setahun (Hill, 4955). Dalam buku Pedaman inventarisasi Satwa
Direktorat Jenderal Kehutanan (1978) disebutkan Tarsius berkernbang biak

sepanjang tahun, sedangkan Mc. Kinnan (1980) menyatakan bzphwa Tarsius yang
hidup bebas musim kawin yaitu pada awal diln akhir m u s h hujan, sedangkan
Tarsius yang berada dalam kunrngzan rnusirn kawin dapat terjadi sepanjang tahun

(Mitcheil dan Erwin, 1986).
Tingkah laku kawin, saat menjelang estrus ( M a p akhir proestrus) Tarsius
jantan mulai merneriksa betina dengan rnengendus-endus alat kelamin dan urine

betina, kadang-kadang mengejar betina. Reaksi betina rnengeluarkan suarst

lengkingan sitrnbil mandorang, rnenggigit atau menghindari si jantan (Rasmini,
1990). Selanjutnya dinyatakannya bahwa pada saat estrus umumnya jantan yang di

tulak tadi akan kembali. Jantan rnernberi reaksi dengan kicauannya yang terbatas
pada jam-jarn sebelum kopulasi. Frekuensi seluruhnya dari panggilan kicauan
jantan adatah paling tinggi , jika pasangan-pasangan betina dalarn fase proestrus.

Setelah rnernanggil-rnemanggil, jantsln mendekati betina clan rnengendus-endus
alat kelarnin betina kamudian betina kencing disusul dengan yang jantan. Pala yang

baru dilukiskan ini diulangi selang 10-15 rnsnit, 60-90 menit setelah dimulainya
percumbuan, estrus pada betina tidak lagi meningkat dan tejadilah kopulasi.

Urnurnnya kopulasi terjadi pada malam Rari dengan pasisi posteriori. Ejakulasi
berlangsung selama 20-30 detik dan berakhir jika betina meloncat pergi sambil
berkicau keras. Jantan dan betina akan berdiam diri 4 4 jam setelah kopulasi.

Aspek reproduksi s a w nocturnal telah diinformasikan aleh beberapa psnsliti yang
dapat dilihat pada "Tabel 5.

Menurut Hafez (19801, interval antztra timbulnya satu periode birahi ke

permulaan periode birahi berikutnya dikenal sebagai suatu siklus birahi dan dibagi
dalam dua fase yaitu fase fo/ikui~ar#tau esfrogenik yang meliputi proestrus dan

estrus dan fase Iufeai atau progesfafianaiyang terdiri dari metestrus dan diestrus.
Periode siklus birahi Tarsius adalah 23,s hari (Napier dan Napier, 1967). Siklus
birahi Tarsius bancanus 24 hari (Hill, 1955). Lamanya fase proestrus dalam tiap
siklus 4-7 hari, fase estrus 1-3 hari dan metestrus 1-2 had. Salama fase siklus
follikuler terjadi peningketan sekresi vagina clan tanda-tanda luar berupa

pembengkakan alat kelarnin bagian Iuar atau kadang-kadang kolaps/susut dengan
tim bulnya fase lutaal.

Tabel 5. Aspek reproduksi beberapa satwa nocturnal di habitat aslinya (In situ)

(1 8 bln - 2 thn) jantan
{i
- 1.5 thn) betina

Awal clan akhir
musim penghujan

Diduga Tarsius juga mernproduksi feromon sebagai isyarat bagi yang jantan,

sedangkan jantan rncarnbcari isyarat batina dengan panggilan-panggilan percumbuan
yang didengar sebelum kawin, pupil mata yang besar dan ekar yang dilengkungkan

ke atas punggungnya. Lamanya kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun
dagat di madifikasi aleh faktor-faktur maternal, foetal dan lingkungan. Periodellama

kebuntingan pada Tarsius adalah 6 bulan, dengan jurnlah anak yang dilahirkan
hanya satu dalarn setiap kelahirztn (Napier dan Napier, t967), sedangkan Tamudji
(1978) menyatakan bahwza pada beberapa daerah ada rnusirn beranak tertentu bagi

Tarsius, akan teiapi di Tangkoko Batuangus Tarsius berkembangbiak harnpir

sepanjang tahun dan kebanyakan betina beranak lebih dari satu anak setiap

tahunnya.

111. BAHAN DAM METUDE PENELlTlAN

Penelitian ini merupakan suatu kajian untuk rnengetahui kinerja repraduksi
melalui pengamatan tingkah laku dan perbaikan aspek bialagis antara lain dengan
upaya pernberian pakan secara terkantrul. Langkanya data biologis dasar dan
tingkah laku spesifik dari satwa andamik T a m s , rnerupakan faktor penghambat

utarna sehingga periu dicari informasi awal sebegai acuan ilmiah untuk digunakan

dalam peneiitian selanjutnya. Integrasi dari sernua perlakuan dan pengamatan
tersebut, secara sinergis akan mempengaruhi aspek rapruduksi yang optimal.

3.1. Tempat dan WaMu Psnslitian

Penelitian ini dilaksanakan di Manado Sulawesi Utara. Sittwa diambil di

sekitar Cagar Alarn Tangkoko yaitu didesa Danau Wudu, desa Tandu Rusa
(Nairnundung) Bitung dan dasa Air Madidi karma lokasi ini memiliki populasi satwa
yang tinggi.

Kegiatan penelitian rnaliputi pengadaan Tarsius spectrum,

penangkaraan semi in situ yang dilakukan diluar habitat aslinya yaitu tepatnya di
desa Buha Kecarnatan Tuminting kurang lebih 60 krn dari lakasi Cagar Alam
Tangkoko.

3.2. Bahan dan Peralatan Penelitian
Penelitian menggunakan sekitar sepuluh ekor Tarsius spectrum yaitu lima

ekar betina dan lima ekor jantan, yang diarnbil disekitar Cagar Alam Tangkoko.
Semua satwa rnelalui pemeriksaan klinis dan secara visual dalam kandisi sehat.

Kandang penelitian yang digunak