Dengan demikian, orang yang memutuskan mencontek itu disebabkan sikapnya sendiri dan merasa bahwa panutannya pun akan melakukan hal yang sama
Vallerand et al, 1992.
Gambar 2.1. Model Teori Reasoned Action
Sumber : Vallerand et al, “Ajzen and Fishbein’s Theory of Reasoned Action as Applied to Moral Behavior : A
Confirmatory Analysis”, 1992, hal. 2.
2.1.2.4. Implikasi pada Whistleblowing
Perilaku whistleblowing
merupakan tindakan
seseorang untuk
melaporkan adanya pelanggarankecurangan fraud yang diketahuinya kepada pihak berwenang. Sesuai penjelasan teori Reasoned Action dalam Fishbein dan
Ajzen 1975 dan 1981, Vallerand et al 1992, maka tindakan whistleblowing disebabkan adanya niatan atau intensi yang dirasakan dalam dirinya, yang
disebut intensi whistleblowing. Intensi whistleblowing didorong oleh dua faktor penentu yang terdapat dalam orang tersebut, yaitu faktor sikap dan norma
subyektif. Pertama, terjadi proses penyikapan atas tindakan whistleblowing. Orang
dapat memiliki keyakinan bahwa whistleblowing akan bermanfaat bagi
organisasi jika dapat terbongkar dan kerugian yang dialami dapat dihentikan sesegera mungkin. Sebaliknya, orang juga bisa memiliki keyakinan
whistleblowing justru akan merugikan organisasi, misalnya reputasi memburuk. Kemudian, orang tersebut akan mengevaluasi untung atau rugi yang akan
dialaminya sendiri, misal adanya reward dari organisasi atas tindakan whistleblowing yang dilakukan ataupun adanya ancaman dari pelaku fraud
sendiri. Adanya proses pemikiran atau pertimbangan diatas dapat disebut sebagai terjadinya proses “faktor sikap” yang dialami orang tersebut. Apabila
proses tersebut berakhir positif, maka dapat menguatkan intensi wistleblowing dalam dirinya.
Kedua, terjadi
pertimbangan norma
subyektif atas
tindakan whistleblowing. Orang memiliki keyakinan normatif atas orang-orang yang
menjadi panutan atau referensi bagi dirinya. Bila orang berpersepsi bahwa seseorang atau kelompok orang yang menjadi panutannya menganggap
whistleblowing itu perbuatan yang baik dan bermanfaat, maka orang tersebut berusaha mematuhinya. Sebaliknya, bila orang berpersepsi bahwa seseorang
atau kelompok orang yang menjadi panutannya menganggap whistleblowing itu perbuatan yang tidak baik dan merugikan, maka orang tersebut berusaha
mematuhinya. Apabila proses tersebut berakhir positif, maka dapat menguatkan intensi wistleblowing dalam dirinya. Dengan demikian, semakin kuat faktor
sikap dan norma subyektif proses penilaian positif tentang whistleblowing, maka semakin kuat intensinya, dan semakin kuat terealisasinya tindakan
whistleblowing.
2.1.3. Teori Motivasi Hierarki Kebutuhan Maslow 2.1.3.1. Pengertian