- NOVEMBER 2012

ABu-ABu PeMuLIHAn

Oleh: dr. Mohammad Imran S Hamdani, MKM

Pemulihan

Tanggap darurat

Rehabilitasi

Prabencana

Tanggap darurat

Pascabencana

Irisan kegiatan tanggap darurat, pemulihan dan rehabilitasi

RagaM INfO

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

RagaM INfO

Hmmmm.... lagi – lagi beberapa ide baru yang timbul kembali terganjal dengan permasalahan kebijakan, birokrasi dan pendanaan yang kian lama membuat otak para pegawai, atau yang lebih sering disebut sebagai staf menjadi buntu dan lama - kelamaan pun menjadi beku serta akhirnya menjadi malas untuk terus mencari ide – ide kreatif baru yang sebenarnya mungkin dapat dijadikan salah satu solusi, atau paling tidak pendukung dalam upaya penangulangan krisis kesehatan akibat bencana yang diharapkan berujung pada pengurangan resiko bencana yang kata kerennya adalah “Disaster Risk Reduction” (DRR). Memang dapat dipahami dengan kebijakan dan aturan birokrasi yang telah ada sekarang pada akhirnya banyak membuat ide – ide kreatif yang timbul dari pemikiran para staf menjadi sulit terealisasi, namun menurutku itu tidak menjadi alasan untuk dapat terus berpikir kreatif, menuangkan ide – ide dan konsep baru yang tidak melulu berpatokan pada kebiasaan lama, cenderung konservatif dan tidak mengikuti situasi terakhir perkembangan zaman serta teknologi.

Sebagai generasi muda, kita pun semestinya tidak selalu tergantung pada apa yang telah menjadi kebijakan para pendahulu kita, walau tidak juga kemudian kita mengabaikan untuk banyak belajar dari apa yang yang selama ini telah dilakukan. Belajar dari banyak kesalahan dan keberhasilan yang didapat dari kebijakan masa lalu justru merupakan salah satu modal dasar untuk dapat membangun sebuah kebijakan dan sistim yang jauh lebih baik, modern, efektif dan efisien.

Di tengah padatnya arus informasi contohnya, bayangkan betapa dari sebuah account Twitter yang kumiliki, setiap saat aku dapat dengan sangat mudah memperoleh dan mengakses perkembangan berita terkini, baik itu berita tentang ekonomi, politik, sosial dan juga tak kalah penting tentunya adalah informasi tentang berbagai peristiwa yang berpotensi menimbulkan krisis kesehatan akibat bencana. Artinya kita pun tidak dapat

menyangkal bahwa social networking yang sekarang tengah booming di masyarakat merupakan salah satu indikator, betapa teknologi komunikasi telah menjadi bagian penting bagi sebagian besar orang, terutama bagi mereka yang telah banyak terpapar dengan kemajuan teknologi di bidang komunikasi.

Sebagai staf yang bekerja di Pusat penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) Kementerian Kesehatan dan sebagai bagian dari masyarakat sepertinya kita juga harus menyadari bahwa arus informasi itu kini dapat berasal dari mana saja dan di mana saja, itulah mengapa saat ini pun kata – kata “citizen journalism” menjadi tak asing lagi di telinga kita. Apabila kita sering mengamati dari sekian banyak perusahaan yang bergerak di bidang pers/ penyiaran, maka perusahaan – perusahaan yang kemudian banyak memberdayakan para pendengar/pemirsanya untuk secara bersamaan juga menjadi kontributor berita, adalah perusahaan – perusahaan yang menjadi lebih banyak dikenal oleh masyarakat. Mereka menjadi sangat terbantu dengan adanya citizen journalist, karena dapat memperoleh berita langsung dari orang yang tengah berada di lokasi kejadian secara cepat, efektif dan efisien. Efektif karena tidak banyak menggunakan banyak sumber daya dan efisien karena biaya yang dikeluarkan untuk setiap pemeberitaan menjadi sangat minimal.

PPKK, Citizen Journalism dan Social Networking

Awal mula ide akan adanya citizen journalism sesungguhnya dimulai saat beberapa perusahaan penyiaran mulai mendorong para pendengar/pemirsanya untuk mau menghubungi mereka saat terjadi suatu kejadian menarik di tempat mereka berada, baik itu melalui telepon maupun sms yang kemudian disiarkan secara langsung. Hal ini kemudian berdampak positif baik bagi perusahaan, terlebih bagi masyarakat yang membutuhkan informasi tersebut. Secara tidak langsung ternyata perusahaan penyiaran telah melakukan sosialisasi akan pentingnya sebuah informasi, kemudian

pentingnya kecepatan menyampaikan sebuah informasi yang padat dan informatif yang dapat di-broadcast dengan mudah menggunakan alat komunikasi sederhana seperti handphone. Batapa sebuah sistim yang sangat sederhana dapat dengan sangat mudah diterapkan kepada banyak orang, hanya dengan sebuah alasan yang juga sederhana ; informasi dari anda dan kembali sangat bermanfaat bagi anda. Jadi kunci sebenarnya adalah bagaimana cara kita memberikan penyadaran kepada sebuah society targetting, hingga pada akhirnya membuat mereka merasakan betapa pentingnya sebuah informasi yang mereka sampaikan itu bagi diri mereka sendiri.

PK sebagai salah satu pengguna informasi kurasa harus cukup jeli melihat fenomena dan peluang ini, dimana informasi saat ini dapat secara cepat, mudah dan murah kita peroleh dengan memanfaatkan social networking dan citizen journalism. Dan saat ini pun PK melalui Bidang Pemantauan dan Informasi-nya telah dapat melihat peluang ini dengan cermat, sebuah account Twitter (@ppkkemenkes) yang kemudian mem-follow beberapa account perusahaan penyiaran berita telah dibuat guna memperkuat sistim informasi yang telah ada sebelumnya. Diharapkan dengan cara seperti ini akan dapat memperluas dan mempercepat akses informasi, terutama yang terkait dengan krisis kesehatan akibat bencana. Juga secara aktif diharapkan PK dapat memberikan informasi – informasi yang dapat dengan mudah diakses oleh para follower-nya, sehingga ke depan PK akan kembali menjadi salah satu sumber informasi utama yang terpercaya dalam setiap upaya penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana.

Terkait upaya sosialisasi dan pemberian kesadaran akan manfaat sebuah informasi yang akan dirasakan oleh si pemberi informasi itu sendiri, kiranya dapat juga diterapkan pada sistim informasi PK Kemenkes, kita selama ini mungkin lebih sering secara pro-aktif meminta kepada kontak person di daerah dengan cara menelepon atau pun mengirimkan sms

PPKK, Citizen Journalism, Social Networking and How to Empower Our Community for Disaster Risk Reduction

Oleh: dr. Willy Pandu Ariawan

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

untuk dapat memperoleh informasi tentang perkembangan dampak suatu kejadian bencana. Namun kita belum sampai pada tahapan dimana kita mampu dengan baik memberikan kesadaran penuh bagi mereka tentang betapa pentingnya informasi yang mereka sampaikan itu justru bagi kepentingan mereka sendiri. Itulah mungkin juga salah satu penyebab, mengapa dapat dengan mudah kita temui beberapa daerah yang bahkan diantaranya telah mendapatkan pelatihan tentang sistim informasi, namun tidak atau kurang secara aktif mau menyampaikan informasi tentang suatu kejadian bencana baik dalam skala besar maupun kecil, serta dampak yang terjadi di wilayah mereka kepada PPKK. Seandainya kawan – kawan di jajaran kesehatan daerah telah menyadari betapa pentingnya sebuah sistim informasi yang terbangun dengan baik, kemudian merasakan manfaat atas upaya penyampaian informasi secara pro- aktif kepada PPKK, aku sangat optimis sistim yang telah berjalan selama ini akan kembali mengalami banyak perbaikan dan kemajuan yang signifikan.

Pemberdayaan Masyarakat

Belajar dari upaya penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya sebuah informasi dan sistim yang menjadi pendukungnya membuat kepalaku semakin “senat senut”, ingin rasanya segera mewujudkan ide – ide serta konsep yang ada di dalam kepalaku ini menjadi sebuah kenyataan. Ada sebuah ide di kepalaku, walau sebetulnya bukan merupakan ide yang murni kuhasilkan. Aku membayangkan dari satu sisi yang menurutku sangat sederhana namun ini menyangkut dan akan melibatkan banyak sekali orang. Sebuah gagasan yang telah dilakukan oleh banyak negara maju seperti Jepang, di mana pemerintah tidak banyak melakukan intervensi terhadap implementasi sebuah kebijakan dan aturan, namun lebih banyak melakukan promosi akan pentingnya sebuah kebijakan tersebut diterapkan, terutama manfaat yang akan lebih banyak diterima oleh masyarakat itu sendiri sebagai pihak yang merasakan dampak dari kebijakan tersebut.

Kata – kata pemberdayaan masyarakat inilah yang selalu mengusikku, bagaimana sesungguhnya cara kita memberdayakan masyarakat tanpa harus banyak melakukan intervensi? Pertanyaan itu akhirnya terjawab setelah diskusi yang aku lakukan dengan Professor Hideharu Tanaka dari Kokushikan University Tokyo yang berkesempatan untuk membagi pengalamannya dalam menerapkan kebijakan pemerintah Jepang terkait skill

Bantuan Hidup Dasar (BHD) yang telah banyak dimiliki oleh setiap warga negara Jepang, terutama mereka yang bekerja di gedung perkantoran dan sekolah.

Jepang merupakan salah satu negara di dunia yang paling banyak diguncang gempa, beberapa gempa besar yang terjadi telah banyak menelan korban jiwa. Peristiwa terakhir adalah gempa 8,9 Skala Richter yang terjadi pada Maret 2011 silam, merupakan gempa terkuat yang pernah dicatat Jepang dan menelan ribuan korban jiwa. Berawal dari berbagai kejadian bencana itulah yang kemudian membuat pemerintah Jepang memandang perlu dilakukannya banyak pelatihan BHD, terutama bagi mereka yang berada di wilayah – wilayah dengan intensitas gempa yang cukup sering sehingga beresiko terhadap masyarakat itu sendiri. Professor Tanaka mengatakan bahwa pemerintah Jepang sebenarnya tidak pernah mengeluarkan sebuah aturan yang mewajibkan seluruh elemen masyarakat untuk mau dan memiliki kemampuan melakukan BHD, namun pemerintah lebih melakukan kegiatan promotif akan pentingnya memiliki kemampuan tersebut bagi masyarakat.

Pemerintah salah satunya memberikan penyadaran bahwa penolong pertama saat terjadinya kedaruratan medis adalah orang terdekat korban. Suami, istri, anak, orang tua, teman dan orang lain di sekitar korban merupakan pihak yang akan melakukan pertolongan pertama, diharapkan dengan semakin banyak orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan melakukan BLS maka resiko yang dihadapi korban kedaruratan akan semakin kecil serta harapan hidup akan menjadi lebih besar. Dengan semakin banyak pula orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan melakukan BLS maka diharapkan akan semakin banyak korban yang dapat terselamatkan. Hal ini merupakan salah satu penerapan dari konsep pengurangan resiko bencana atau Disaster Risk Reduction (DRR) dimana peningkatan kapasitas masyarakat dijadikan salah satu elemen yang diperkuat.

Pemberdayaan ini pun semestinya dapat diterapkan di Indonesia, dengan kembali mencoba untuk mengidentifikasi wilayah – wilayah yang selanjutnya akan menjadi prioritas untuk dijadikan pilot project penerapan kebijakan BHD bagi masyarakat. Berikut adalah sebuah draft konsep metodologi yang mungkin dapat dikembangkan dan diimplementasikan;

1. Metode

a. Pembuatan dasar hukum yang

melegalkan masyarakat awam untuk dapat melakukan bantuan hidup dasar

b. Pembentukan SOP BHD bagi masyarakat awam

c. Pembuatan sistim pelatihan bagi pelatih BHD bagi masyarakat awam

1) Penyusunan modul TOT bagi pelatih

2) Penentuan prioritas wilayah kabupaten/kota rawan bencana yang akan dilatih

3) Pelaksanaan TOT

4) Pembentukan tim pelatih di setiap kabupaten/kota rawan bencana

d. Pelatihan BHD bagi masyarakat awam

1) Penentuan prioritas wilayah kabupaten/kota rawan bencana

2) Penentuan prioritas kelompok masyarakat yang akan dilatih

3) Pelaksanaan pelatihan oleh tim pelatih

e. Sosialisasi tentang “Pentingnya

Dilakukan Pelatihan BHD Bagi Masyarakat Awan Dalam Rangka Pengurangan Resiko Bencana.”

1) Penentuan prioritas wilayah kabupaten/kota rawan bencana

2) Penentuan prioritas kelompok masyarakat yang akan diberikan sosialisasi

3) Pelaksanaan sosialisasi

2. Pendanaan

a. Dana DIPA

b. Dana WHO, NGO, iNGO

c. Dana CSR (Company Social Responsibility)

Harapan akan terealisasinya ide ini sangatlah besar, karena Indonesia pun merupakan salah satu yang sering kita sebut sebagai “Hypermarket Bencana”, dimana hampir semua jenis bencana sangat berpotensi terjadi. Dengan adanya konsep DRR yang dituangkan dalam sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat, salah satunya adalah pelatihan BHD, maka diharapkan masyarakat secara mandiri dapat menjadi penolong pertama dalam mengatasi baik itu kedaruratan sehari – hari maupun akibat bencana, sehingga akan semakin memperkecil resiko akibat bencana yang kemungkinan terjadi.

PUSAT PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Jl. HR. Rasuna Said Blok X5, Kav. No. 4-9, Blok A Lantai VI Ruang 601, Jakarta 12950 Telp. (021) 5265043, 5210411, 5210394 Fax. (021) 5271111, 5210395 E-mail : ppkdepkes@yahoo.com Website : www.penanggulangankrisi.depkes.go.id