Kerja di Daerah Bencana

EDISI IV - NOVEMBER 2012

Latihan Bersama

GelarRumah Sakit Lapangan

Dalam rangka

Hari Kesehatan Nasional Tahun 2012

URGENSI AKREDITASI, STANDARISASI DAN REGISTRASI

StreSS

Wawancara khusus dengan

TIM MEDIS INTERNASIONAL DALAM PENANGGULANGAN

dr. Sri Henni Setiawati, MHA Kerja di Daerah Bencana

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Daftar Isi

Susunan

Redaksi

Redaksi..... Redaksi.....

PK Go International Sebagai WHO CC Dukungan Pelayanan Kesehatan Pada Sail

Morotai 2012 Latihan Bersama Gelar Rumah Sakit Lapangan

Dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional Tahun 2012

Wawancara khusus dengan dr. Sri Henni Setiawati, MHA Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan

Penanggung Jawab : dr. Sri Henni Setiawati, MHA l Redaktur : Maryani SKM, M.M. l Penyunting : Dodi Irianto

Desain Grafis : Antonius Sunar Wahyudi l Fotografer : dr. Adi Sopiandi M.Kes l Sekretariat : Dra. Titik Nurhaeraty

Editor : Palupi Widyastuti, SKM.

03

11

13

05

07

09

15

17

18

dari

S etelah sekian lama berproses dan melalui

kajian yang sangat ketat untuk menetapkan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK)

menjadi WHO Colaboration Centre (WHO-CC), akhirnya kabar yang ditunggu datang juga, perwakilan WHO Indonesia menginformasikan bahwa PK resmi telah menjadi WHO-CC. Penetapan PK sebagai WHO CC dilatarbelakangi dengan peran dan pengalamannya dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dan dalam penerapan program pengurangan risiko bencana bidang kesehatan yang salah satunya adalah pembentukan 9 Regional dan 2 Sub Regional Penanggulangan Krisis Kesehatan untuk upaya mendekatkan fungsi pelayanan kesehatan bagi korban. WHO-CC merupakan suatu akreditasi terhadap unit/ instansi/lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah untuk dapat diakui di dunia internasional. Pembentukan WHO-CC bertujuan untuk mengupayakan pengurangan risiko bencana bidang kesehatan melalui penerapan rencana kerja, penguatan manajemen risiko di daerah rawan bencana, penguatan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan untuk menghadapi bencana, penguatan koordinasi sektor/klaster kesehatan dan mobilisasi sumber daya dalam rangka pengurangan risiko bencana, penguatan sistem komunikasi dan informasi kedaruratan, dan penyusunan program pelatihan nasional dan internasional terkait pengurangan risiko

Gambaran Kejadian Umum Bencana Di Indonesia Pada Bulan Januari – Oktober 2012

Urgensi Akreditasi, Standarisasi dan Registrasi Tim Medis Internasional Dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana

Stress Kerja di Daerah Bencana Abu-Abu Pemulihan PPKK, Citizen Journalism, Social Networking and

How to Empower Our Community for Disaster Risk Reduction

bencana. PPKK-WHO-CC juga akan melakukan penelitian dalam penanggulangan krisis kesehatan berdasarkan pengalaman yang dimiliki Indonesia sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk masyarakat luas.

Sejak penugasan terakhir rumah sakit lapangan pada bencana gempa bumi Pengalengan, Provinsi Jawa Barat Tahun 2009, kegiatan penyegaran rumah sakit lapangan belum pernah diselenggarakan lagi. Upaya penanggulangan penanggulangan krisis kesehatan pada masa tanggap darurat menuntut sumber daya yang siap dan mampu mengoperasionalisasikan berbagai fasilitas penunjang pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit lapangan. Berdasarkan hal itu Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan berinisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan gelar rumah sakit lapangan dalam Latihan Bersama, 5 s.d. 10 November 2012. Latihan yang diselenggarakan di Sentul, Bogor mengikutsertakan seluruh staf Pusat PKK dan lintas-program Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertahanan, dan RS PMI Bogor. Latihan tersebut mendapat kunjungan Ibu Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Ratna Rosita, MPH, yang sekaligus memberikan semangat kepada seluruh peserta untuk tetap meningkatkan keterampilan dan kemampuan melalui latihan operasionalisasi rumah sakit sehingga kecepatan tanggap darurat yang merupakan unsur penting pada kejadian bencana tetap terpelihara.

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Oleh : dr. Ina Agustina Isturini, M.K.M.

BERIta UtaMa

Saat ini, resmi sudah Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK) menyandang predikat sebagai World Health Organization Collaborating Centre (WHO-CC) untuk Pelatihan dan Penelitian dalam Pengurangan Risiko Bencana dengan nomor referensi INO-22. Pada tanggal 28 November 2012, WHO Regional Director, Dr.Samlee Plianbangcang, mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kepala PPKK, dr. Sri Henni Setiawati, M.H.A. Surat pemberitahuan tersebut menyatakan penunjukan PK sebagai WHO-CC hingga periode 4 tahun ke depan, yaitu 28 November 2016.

P enunjukan sebagai WHO-CC

merupakan suatu kebanggaan tersendiri karena PK mendapatkan

kesempatan untuk memberikan kemampuan terbaiknya tidak hanya pada skala nasional, tetapi juga internasional. Selain itu, penunjukan tersebut merupakan suatu pengakuan terhadap kinerja PK selama ini, mengingat institusi yang terpilih sebagai WHO- CC harus memenuhi sejumlah kriteria kualitas yang telah ditetapkan dalam hal kepemimpinan, kualifikasi staf, jejaring, kemampuan ilmiah serta teknis, dan sebagainya.

Proses Penunjukan

Proses penunjukan PK sebagai WHO-CC melalui 15 tahapan dan membutuhkan waktu kurang lebih 4 tahun. Tahap inisiasi dimulai pada bulan Agustus 2008. Latar belakangnya karena Indonesia memiliki banyak pengalaman dalam mengatasi berbagai jenis bencana di tanah air serta memiliki program pengurangan risiko bencana bidang kesehatan yang telah dikenal dan diakui secara internasional. Kemudian pada bulan November 2009 WHO Director General WHO, Dr Margareth Chan, melakukan kunjungan ke kantor PK Kemenkes sebagai proses awal penunjukkan.

Pada Januari 2010, proses penyusunan proposal dimulai dan tanggal 19 April 2011, PK berhasil mengajukan proposal melalui sistem elektronik. Rencana kerja yang diajukan dalam proposal, yaitu memperkuat manajemen risiko di daerah

yang berkolaborasi, penunjukan sebagai WHO-CC membuat program kesehatan institusi tersebut semakin mendapatkan perhatian dari para pemegang kebijakan dan masyarakat, juga mendapatkan kesempatan untuk bertukar informasi serta mengembangkan kerjasama teknis dengan institusi lainnya di seluruh dunia. Keuntungan lainnya adalah institusi tersebut memiliki kesempatan untuk mendapatkan bantuan sumber daya yang dibutuhkan dari pihak donor. 1,2

Saat ini terdapat lebih dari 800 institusi di lebih dari 80 negara yang telah menjadi WHO-CC. Di Indonesia terdapat 4 WHO-CC yang masih aktif, yaitu, WHO- CC untuk Penelitian dan Pelatihan Reproduksi Manusia (Institusi : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional/ BKKBN), WHO-CC untuk Pencegahan Ketulian serta Gangguan Pendengaran (Institusi : Universitas Indonesia), WHO- CC untuk Manajemen Sistem Penelitian Kesehatan (Institusi : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes di Surabaya) serta WHO-CC untuk Pelatihan dan Penelitian dalam Pengurangan Risiko Bencana (Institusi : PK Kementerian Kesehatan) yang merupakan bagian dari subjek kedaruratan dan upaya kemanusiaan. 3

Tercatat sebanyak 27 WHO-CC dari 16 negara yang memiliki subjek kedaruratan dan upaya kemanusiaan. Hampir separuhnya berada di regional Eropa, sementara untuk regional Asia Tenggara, WHO-CC dapat ditemukan di Indonesia, India dan Thailand (lihat Grafik 1). Jenis kegiatan yang paling banyak dilakukan adalah pendidikan dan pelatihan, penelitian, serta pengembangan

produk seperti pedoman dan manual. 3 Keberadaan WHO-CC lain dengan subjek yang sama dengan WHO-CC PPKK, dapat menjadi bahan referensi bagi PK mengembangkan pusat kolaborasi tersebut.

PK GO INTERNATIONAL SeBAGAI WHO CC

rawan risiko krisis kesehatan akibat bencana; memperkuat kesiapsiagaan fasilitas kesehatan untuk menghadapi bencana; memperkuat koordinasi sektor/kluster kesehatan dan mobilisasi sumber daya dalam rangka pengurangan risiko krisis kesehatan akibat bencana; memperkuat sistem komunikasi dan informasi kedaruratan; menyusun program pelatihan nasional dan internasional terkait pengurangan risiko krisis kesehatan akibat bencana. Selanjutnya proposal melalui beberapa proses, antara lain tinjauan oleh GSC (Global Steering Commitee) dan WHO Director General serta konsultasi dengan pemerintah Indonesia. Pada tanggal 4 September 2012, WHO Director General menyetujui penunjukan PK sebagai WHO-CC. Tahap akhir adalah pemberitahuan resmi oleh WHO Regional Director pada tanggal 28 November 2012 mengenai penunjukan PK sebagai WHO-CC.

WHO CC

WHO-CC merupakan institusi yang ditunjuk oleh WHO Director General untuk bersama-sama membentuk jaringan kolaborasi internasional serta menjalankan aktivitas yang mendukung program- program WHO. Kerja sama awal berakhir setelah 4 tahun dan setelah itu dapat dilakukan proses penunjukan ulang atau re-designation. Dengan adanya kolaborasi tersebut, WHO mendapatkan manfaat karena telah dibantu oleh institusi terbaik di seluruh dunia untuk menjalankan program-program yang telah dimandatkan pada WHO. Begitu pula dengan institusi

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Grafik 1

Proporsi WHO-CC terkait Kedaruratan dan Upaya Kemanusiaan

“Keberadaan PPKK-WHO

berdasarkan Regional 3

CC diharapkan dapat lebih

Sesuai dengan

menggairahkan kegiatan penelitian

bidangnya,

di Indonesia terkait krisis kesehatan

yaitu pelatihan

akibat bencana yang selama ini

dan penelitian,

masih sangat langka. Padahal

penunjukan sebagai

pengalaman dan frekuensi kejadian

WHO-CC diharapkan dapat memperkuat

krisis kesehatan yang cukup tinggi

kegiatan pelatihan

merupakan potensi luar biasa bagi

PK sehingga

kita semua untuk menghasilkan

sumber daya yang

karya-karya ilmiah yang dapat

dihasilkan memiliki

dimanfaatkan secara nasional

standar yang

maupun internasional.”

mendunia. Harapan

Sumber : WHO CC Global Database

lainnya adalah kegiatan penelitian di Indonesia terkait krisis kesehatan yang selama ini masih sangat langka dapat jauh

Persiapan dan Harapan

lebih bergairah. Kenyataannya bahwa

Sebelum ditetapkannya PK sebagai

pengalaman dan frekuensi kejadian yang

WHO-CC, sejumlah persiapan telah

cukup tinggi merupakan potensi luar biasa

dilakukan. Pada tanggal 27 Agustus 2012,

bagi PK semua untuk menghasilkan

PK bekerja sama dengan WHO Indonesia

karya ilmiah yang dapat dimanfaatkan

melaksanakan kegiatan sosialisasi WHO-

secara nasional maupun internasional.

CC pada seluruh staf dan pejabat di PPKK. Selain itu, PK juga telah menyiapkan

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa,

draf visi, misi, strategi, dan rencana kerja

penunjukan PK sebagai WHO-CC

WHO-CC serta menetapkan SK kelompok

untuk Pelatihan dan Penelitian dalam

kerja (Pokja) PPKK-WHO-CC yang terdiri

Pengurangan Risiko Bencana merupakan

dari unsur pengarah, penanggung

amanah sekaligus tantangan bagi kita

jawab, sekretaris serta 2 Pokja yaitu Pokja

semua yang harus dimanfaatkan sebaik-

Pelatihan dan Pokja Penelitian. 4 Sosialisasi

baiknya. Potensi yang ada baik berupa

pengalaman, pengetahuan maupun

HK.02.04/1/1137.1/2012. Jakarta: PK lintas sektor juga tidak luput dilakukan,

WHO CC pada lintas program maupun

kekuatan sistem merupakan modal dasar

sebagaimana yang telah dilaksanakan

Kemenkes RI; 2012. dalam pertemuan Lintas Program dan

yang kuat untuk mengeksekusi tugas ini

5. PPKK. Seminar Internasional Lintas Sektor dalam Penanggulangan

dengan baik.

Training Consortium on Disaster Krisis Kesehatan di Hotel Grand Sahid Jaya

Daftar Pustaka :

Risk Reduction (ITC DRR). 2007. Jakarta tanggal 12 - 14 November 2012.

1. Gillett H. WHO Collaborating

http://penanggulangankrisis.

depkes.go.id/article/view/6/1258/ Go international sebenarnya bukan

Center. Global Nutrition and Health.

hal baru bagi PPKK. Pada kurun waktu

SEMINAR-INTERNATIONAL-TRAINING- tahun 2007 – 2009, PK bekerja sama

2011. http://www.phmetropol.dk/

CONSORTIUM-ON-DISASTER-RISK- dengan WHO dan universitas telah

Uddannelser/Bachelors+Degree+i

REDUCTION-%28ITC-DRR%29.htm . melakukan seminar serta serangkaian

n+Global+Nutrition+and+Health/

Accessed October 21, 2012. pelatihan internasional di bawah ITC-DRR

WHO+Collaborating+Centre .

6. PPKK. Training of Trainer for (International Training Consortium on

2. WHO. Guide for WHO Collaborating

ITC-DRR Jakarta. 2009. http:// . Kerja sama

Centres In: WHO, ed. Geneva,

penanggulangankrisis.depkes.go.id/ dijalankan oleh PK baik itu pada saat

Disaster Risk Reduction). 5-8

internasional juga beberapa kali telah

Switzerland. : World Health

article/view/6/586/TRAINING-OF- tanggap darurat bencana-bencana besar

Organization; 2010.

TRAINER-FOR-ITC-DRR-JAKARTA.htm .

(gempa dan tsunami di Aceh dan Sumut, Accessed October 21, 2012.

3. WHO Collaborating Centres Global

Database. WHO; 2012. http://

gempa di DIY dan Jateng, gempa bumi apps.who.int/whocc/Default.aspx. 7. PPKK. ITC DRR 2008. 2008. http:// di China, banjir di Pakistan, dsb) maupun

penanggulangankrisis.depkes.go.id/ pada kegiatan-kegiatan pra dan pasca

Accessed October 21, 2012.

bencana. Baru-baru ini, yaitu tanggal article/view/6/1154/ITC-DRR-2008.

19 November 2012, PK bersama WHO htm . Accessed October 21, 2012.

4. Setiawati SH. Keputusan Kepala

Pusat Penanggulangan Krisis

8. PPKK. Pertemuan Pemantapan yang dihadiri oleh lintas program, lintas

menyelenggarakan Health Cluster Meeting

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Koordinasi ITC DRR 2008. 2008. http:// sektor, swasta serta UN dan NGO terkait

tentang Penetapan Kelompok Kerja

penanggulangankrisis.depkes.go.id/ baik nasional maupun internasional.

Penanggulangan Krisis Kesehatan

article/view/6/1264/PERTEMUAN- Semua ini menunjukkan bahwa PK

pada Pusat Penanggulangan

sudah memiliki modal yang cukup kuat

PEMANTAPAN-KOORDINASI-ITC- untuk berkiprah lebih luas lagi di kancah

Krisis Kesehatan - World Health

%E2%80%93-DRR.htm . Accessed internasional melalui WHO-CC.

Organization Collaborating Center

(PPKK - WHO CC). In: PPKK, ed.

October 21, 2012.

Buletin

KESIapSIagaaN

INfO KRISIS KESEhataN

DuKunGAn PeLAyAnAn KeSeHAtAn PADA SAIL MOrOtAI 2012

Oleh: dr. Rakhmad Ramadhanjaya

Salah satu upaya pemerintah dalam mempromosikan kawasan budaya dan wisata bahari serta potensi laut di Indonesia adalah dengan menyelenggarakan kegiatan rutin tahunan Sail Indonesia, dimulai dari Sail Bunaken (2009), Sail Banda (2010), Sail Wakatobi-Belitong (2011), dan Sail Morotai yang baru saja selesai digelar tahun ini.

• Rangkaian aktivitas dan peserta Kegiatan Sail Morotai 2012

Acara rutin tahunan tersebut diikuti Semua risiko tersebut, harus dikendalikan dengan berbagai upaya yang tepat. Secara oleh banyak partisipan baik nasional

pengendalian sebelum penyelenggaraan kegiatan sail dan pengendalian pada saat oleh banyak Kementerian dan Lembaga di A kegiatan sail. Lihat tabel 1.

garis besar, upaya pengendaliannya dapat terbagi menjadi dua kelompok yaitu maupun internasional dan didukung

Indonesia. Acara ini berlangsung sepanjang bulan Juni sampai dengan September

Tabel 1. Upaya Pengendalian Sebelum dan saat Kegiatan Sail Morotai

2012 dengan puncak acara pada tanggal

Faktor

Upaya Pengendalian

15 September 2012 dihadiri oleh Presiden

No

Risiko

Sebelum Kegiatan

Saat Kegiatan

- Pengendalian penyakit / pencegahan KLB sejumlah pejabat negara dan perwakilan

Susilo Bambang Yudhoyono beserta

1. Terkena

- melakukan surveilans

- Penanganan kasus di Pos Kesehatan, negara sahabat. Dengan begitu banyaknya

penyakit

- pengaktifan EWARS

Puskesmas, Pustu setempat, atau fasilitas aktivitas serta padatnya jadwal acara dalam

infeksi

- pengendalian vektor

pelayanan kesehatan lain di sekitar lokasi kegiatan sail ini, keterlibatan personel

- penyediaan air bersih dan MCK

- pengelolaan sampah dan limbah

acara

panitia dalam jumlah yang tidak sedikit

- Pelayanan kesehatan rujukan sangat diperlukan untuk mendukung

- profilaksis seperti obat dan

vaksin

kesuksesan acara. Beberapa kegiatan dalam sail ini juga menarik banyak peserta serta

2. Terkena

- seleksi panitia dan partisipan

- Penanganan kasus di Pos Kesehatan,

melibatkan masyarakat sekitar. Puskesmas, Pustu setempat, atau fasilitas

penyakit

- periksa kesehatan sebelum pergi

non-infeksi - menyiapkan obat-obatan

pelayanan kesehatan lain di sekitar lokasi acara

Seperti sudah diperkirakan sebelumnya, - Pelayanan kesehatan rujukan dalam penyelenggaraan kegiatan besar

(major event) seperti sail ini, terjadi

- Penggunaan alat protektif pengumpulan massa dalam jumlah

3. Cedera

- penyuluhan keselamatan kerja

- Penanganan kasus di Pos Kesehatan, besar, baik panitia, partisipan, undangan,

Puskesmas, Pustu setempat, atau fasilitas maupun warga lokal. Selain itu, panitia

pelayanan kesehatan lain di sekitar lokasi dan partisipan yang berasal dari luar

acara

Pulau Morotai, dihadapkan pada kondisi - Pelayanan kesehatan rujukan lingkungan baru, yang berbeda dari

lingkungan sehari-harinya. Akibatnya,

- Pengambilan dan pemeriksaan sampel terbentuk risiko seperti kejadian penyakit

4. Keracunan

- Pengamanan bahan makanan

makanan/

dan minuman

makanan

infeksi (malaria, demam berdarah, diare,

- Penanganan kasus di Pos Kesehatan, dan lainnya) dan non-infeksi (serangan

minuman

Puskesmas, Pustu setempat, atau fasilitas jantung, stroke, stres kejiwaan dan lainnya), pelayanan kesehatan lain di sekitar lokasi

acara

kejadian cedera dan kejadian keracunan - Pelayanan kesehatan rujukan makanan.

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Upaya pengendalian faktor risiko dilakukan oleh jajaran kesehatan Kabupaten Pulau Morotai dan Provinsi Maluku Utara serta mendapat dukungan dari unit-unit utama di Kementerian Kesehatan. Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan melakukan assessment terhadap kondisi pelayanan kesehatan di Pulau Morotai yang dilakukan sebelum kegiatan sail dimulai. Hasil assessment memperlihatkan diperlukannya dukungan berupa sarana pelayanan kesehatan beserta alat kesehatan (alkes) dan tenaga medisnya guna memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dalam rangka pengendalian risiko di atas.

Oleh sebab itu, dikerahkanlah 5 unit tenda pos pelayanan kesehatan dari PK Regional Sulawesi Utara dan KKP Kelas

II Manado serta beberapa logistik dan alkes pendukung operasional pelayanan kesehatan di tenda tersebut. Sedangkan tenaga medis didatangkan dari RSUP Dr. Wahidin Makassar. Pada tanggal 11 September 2012, tenda pos kesehatan telah siap untuk digunakan.

Pada tanggal 13 September 2012, pos kesehatan ini sempat dikunjungi oleh Dr.Chairul Radjab Nasution, Sp.PD, KGEH, FINASIM, M.Kes, Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan. Pada tanggal 14 September 2012, Ibu Menkokesra, Ibu Sylvia Amelia Wenas dan Deputi 6 Kemenkokesra, Dr. Ina Hernawati,M.P.H serta Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Rujukan, Dr.Chairul Radjab Nasution, Sp.PD, KGEH, FINASIM, M.Kes memeriksa kesiapan pelayanan kesehatan. Pada puncak acara yaitu 15 September 2012, Ibu Menteri Kesehatan, Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MP mengunjungi pos kesehatan ini.

Dari pengalaman memobilisasi tenda rumah sakit lapangan pada kegiatan Sail Morotai, dapat diambil beberapa pelajaran, yaitu;

1. Perlunya survey awal oleh tim RS lapangan PK sebelum memberangkatkan RS lapangan, untuk menilai;

a. Kondisi lokasi tempat mendirikan RS Lapangan;

b. Jalur transportasi ke dan dari lokasi kegiatan;

c. Mekanisme koordinasi dengan pihak-pihak terkait; 2. Setiap PPK Regional harus memiliki data lengkap mengenai berat dan dimensi peralatan masing-masing Regional

3. Perlu dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh oleh tenaga yang

• Pemeriksaan Makanan Minuman

• Pengendalian vektor

• Set up Tenda dan Tenda yang Selesai Didirikan

• • Tenda Ruang Perawatan Proses setting alat kesehatan

• Tenda Ruang ICU

• Tenda Instalasi Gawat Darurat

• Kunjungan Menkes dan Dirjen BUK

• Tenda Ruang Operasi

berkompeten terhadap setiap peralatan yang akan digerakkan

4. Perlu penyesuaian jumlah petugas yang diberangkatkan dengan beban kerjanya

Semoga dukungan pelayanan kesehatan oleh Kementerian Kesehatan pada major event lainnya akan lebih meningkat kualitasnya, aamiin.

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

LAtIHAn BerSAMA GeLAr ruMAH SAKIt LAPAnGAn DALAM rAnGKA HArI KeSeHAtAn nASIOnAL tAHun 2012

Oleh: dr. Adi Sopiandi, M.Kes

KESIapSIagaaN

• Gambar 1. Bagan struktur organisasi Rumah sakit lapangan

K esiapsiagaan merupakan salah

satu unsur penting dalam upaya penanggulangan bencana,

kesiapsiagaan sendiri merupakan langkah antisipasi yang dilakukan untuk mengurangi dampak kejadian bencana. Banyak hal dapat dilakukan dalam upaya kesiapsiagaan, salah satu dari upaya tersebut adalah dengan kegiatan penyegaran pengetahuan/keterampilan yang dimiliki oleh sumber daya manusia kesehatan dalam mengoperasionalisasikan sarana dan prasarana pendukung penanggulangan bencana yang dimiliki Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, yaitu Rumah Sakit Lapangan.

Rumah sakit lapangan merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang disiapkan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan pada korban bencana. Selain itu, pendirian rumah sakit lapangan merupakan salah satu bentuk upaya penguatan pelayanan rujukan dan diharapkan RS lapangan mampu mengembalikan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan korban bencana.

Keberhasilan pelayanan kesehatan pada rumah sakit lapangan sangat bergantung pada bagaimana pengelolaan yang dilakukan baik pada tahap persiapan, pelaksanaan, maupun pasca- pemanfaatannya. Oleh sebab itu pendirian rumah sakit lapangan membutuhkan sumber daya manusia yang terampil, cekatan, cepat dan terlatih untuk dapat mengoperasionalisasikan seluruh peralatan yang bila dimobilisasi membutuhkan 15 truk trailer. Kondisi tersebut dapat terwujud melalui pengelolaan kemampuan sumber daya manusia dan peralatan pendukung rumah sakit lapangan secara baik dan tepat. Oleh karena itu, pada tanggal 5 s.d.

10 November 2012 dilaksanakan kegiatan Latihan Bersama Gelar Rumah Sakit Lapangan yang sekaligus memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-48 Tahun 2012.

Latihan Bersama Gelar Rumah Sakit Lapangan diikuti oleh 110 orang petugas kesehatan dari lintas-program dan lintas- sektor, dari lingkungan kementerian kesehatan berjumlah 68 orang, RS PMI Bogor 5 orang dan Kementerian

Pertahanan 38 orang, yang dilaksanakan di Sentul, Bogor. Tujuan dari latihan bersama ini adalah untuk kemampuan dan keterampilan serta kerja sama dan koordinasi lintas-sektor dan lintas-program yang lebih baik, menjamin terpeliharanya seluruh peralatan, dan memperbaiki kecepatan dalam mobilisasi dan gelar rumah sakit lapangan bila sewaktu-waktu diperlukan.

Ada beberapa alasan RS lapangan perlu didirikan, antara lain; rumah sakit yang ada tidak dapat menampung semua korban; rumah sakit yang ada tidak berfungsi secara optimal; dan rumah sakit yang ada sulit dijangkau dari lokasi bencana.

Tahapan dalam pendirian RS lapangan, antara lain, menetapkan tataletak (site plan) RS lapangan berdasarkan prioritas; menyiapkan lokasi atau lahan untuk pendirian tenda serta sarana dan fasilitas pendukung yang akan digunakan; mempersiapkan sistem drainase untuk menghindari genangan air; membersihkan

permukaan lokasi pendirian tenda dari benda tajam yang dapat merusak tenda dan apabila permukaan tanah tidak datar harus diratakan dahulu; menyiapkan pembatas (pagar) sebagai pengaman dan menetapkan satu pintu masuk dan satu pintu keluar untuk membatasi keluar masuk orang yang tidak berkepentingan; dan mendirikan tenda berikut secara berurutan sesuai prioritas.

Untuk dapat menjalankan fungsi secara baik tentunya diperlukan pengorganisasian yang dijabarkan ke dalam bentuk organisasi dengan tugas dan fungsi masing- masing bagian yang jelas. Demikian pula, mekanisme koordinasi antar-bagian juga tergambar dengan jelas sehingga tidak menimbulkan kesan yang tumpang tindih di dalam operasionalisasinya. Selain itu, mobilisasi tenaga yang bekerja pada setiap bagian juga diatur sedemikian rupa agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Struktur organisasi RS lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.

PJ UNIT REKAM MEDIK

KEPALA RS LAPANGAN

KOORD. PELAYANAN

KEPERAWATAN MEDIK &

KOORD. PENUNJANG MEDIK

KOORD. PELAYANAN UMUM

PJ UNIT GAWAT DARURAT

PJ UNIT BEDAH & ANESTESI

PJ UNIT RAWAT INTENSIF

PJ UNIT RAWAT INAP

PJ UNIT RAWAT JALAN

PJ UNIT LABORATORIUM

PJ UNIT RADIOLOGI

PJ UNIT FARMASI

PJ UNIT STERILISASI

PJ UNIT GIZI

KEHUMASAN, & KOMUNIKASI PJ UNIT ADMINISTRASI,

PJ UNIT PENGELOLAAN AIR BERSIH DAN LIMBAH

PJ UNIT LAUNDRY & CLEANING

PJ UNIT TRANSPORTASI

PJ UNIT GUDANG

PJ UNIT KEAMANAN

PJ UNIT PENCAHAYAAN & INSTALASI LISTRIK

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Kegiata n ini didahului dengan Table Top Exercise (TTX) yang dilaksanakan di Ruang Swabesi Gedung Sujudi Kementerian Kesehatan. Pada hari ke-2, kegiatan didilanjutkan dengan loading unit-unit atau kit prasarana (mis., tenda, alat- alat kesehatan, genset, water purifier, dll) RS lapangan yang akan di mobilisasi ke lokasi latihan dari gudang

• Proses Loading Barang ke dalam Truk

penyimpanan PPK Regional Jakarta.

Setelah unit-unit atau kit prasarana dimuat ke sarana pengangkut, pada hari ke-3 kegiatan dilanjutkan dengan mobilisasi ke lokasi latihan dengan menggunakan 10 unit truk. Tiba di lokasi latihan dilanjutkan dengan unloading unit-unit atau kit prasarana dan pendirian tenda. Pendirian tenda mengalami

• Proses Pendirian Tenda

kendala karena hujan sehingga tidak semua tenda dapat didirikan. Pendirian tenda dan pemasangan unit-unit atau kit prasarana dilanjutkan pada hari ke-4.

Latihan bersama Gelar RS lapangan ini menerima kunjungan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, Ibu dr. Ratna Rosita, MPHM. Pada kesempatan ini Sesjen mengunjungi fasilitas Rumah Sakit Lapangan yang dimiliki

• Tenda yang Telah Didirikan

• Ruang Operasi RS. Lapangan

Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. Beliau berpesan agar latihan dapat dilakukan secara rutin sehingga mutu pelayanan kesehatan terjaga melalui pengelolaan fasilitas kesehatan lapangan yang efektif dan efisien.

• Kunjungan Sekretaris Jendral Kementerian Kesehatan, Ibu dr. Ratna Rosita, MPHM

Buletin

tOKOh INfO KRISIS KESEhataN

“Disebut panggilan jiwa sebenarnya bukan. Siapa yang mau hidup dengan bencana. Tetapi karena melihat situasi dimana di Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan perlu integritas serta kesiapsiagaan yang tinggi dan orang melihat saya bekerja demikian, mungkin dari situlah saya bisa berada di sini”

Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan memiliki Kepala Pusat yang baru dilantik pada bulan Februari 2012, yaitu dr. Sri Henni Setiawati, MHA. Perempuan kelahiran Jakarta tanggal 16 Mei tahun 1956 ini sebelumnya menjabat sebagai Asisten Deputi III Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra).

Pengalamannya dalam hal gawat darurat dan bencana sudah sangat banyak, mulai dari pembentukan PUSDALDUKKES hingga perencanaan HEIOU untuk membantu Pusat Penanggulangan Krisis menghadapi masalah gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara. Untuk mengetahui lebih dekat dengan beliau, staf Buletin Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan menuliskan kisahnya secara singkat. Berikut petikannya:

Kami mengenal Ibu secara sekilas ketika bencana banjir besar melanda Jakarta tahun 2002, ketika ibu menjadi salah satu tokoh di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang ikut kerepotan menangani permasalahan krisis kesehatan. Apa kesan ibu dari pengalaman tersebut?

Sebelumnya saya ingin mengklarifikasikan bahwa saya bukan tokoh (sambil tersenyum). Saat itu saya menjabat sebagai Kepala Sub-Dinas Kesehatan Gawat Darurat dan Bencana, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mulai tahun 2001. Jabatan tersebut merupakan jabatan satu- satunya se-Indonesia dan hanya ada di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta waktu

Oleh: Antonius S.W

“Di Bawah Pimpinan Dr. Sri Henni Setiawati, MHA. PK : tidak Ada Kelebihan, tidak Ada Kekurangan, yang Ada Hanya Kelainan”

Wawancara khusus dengan dr. Sri Henni Setiawati, MHA Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (Februari 2012 – sekarang)

itu. Dari situ awal mula pembuatan konsep tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kegawat daruratan dan bencana 5 tahun.

Tetapi sebelum itu saya sudah mengalami kejadian-kejadian mulai dari saya bekerja di Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan sampai dengan Kantor Departemen (Kandep) Kesehatan Kodya Jakarta Selatan saat peristiwa kerusuhan Trisakti dan pendudukan gedung MPR tahun 1998. Kemudian di Kantor Wilayah (Kanwil) Kesehatan juga menangani hal- hal yang sifatnya kegawat-daruratan. Jadi sebenarnya saya sudah mengalami hal-hal yang demikian banyak.

Ketika banjir tahun 2002, pengalaman saya yang paling berpengaruh untuk kehidupan ke depan adalah kerja sama di bawah 1 (satu) komando, dimana Gubernur langsung bertindak sebagai Komandan yang memimpin jajaran departemen di wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam penanganan banjir saat itu. Kita ditempatkan di 1 (satu) ruangan besar yang merupakan ruangan rapat di Kantor Gubernur dengan semua perangkat yang kita miliki. Selama 3 hari 3 malam, Gubernur selaku Komandan berada di ruangan tersebut dan tidak pulang.

Banjir ternyata berlangsung selama 2 bulan, mulailah kita melakukan jejaring (networking) dengan orang-orang yang bekerja di bidang kebencanaan, dari masyarakat, puskesmas, rumah sakit serta dengan radio swasta dan mulai membagi shift bergantian bersama dengan orang antar dinas. Melalui radio swasta kita bisa mendapatkan informasi wilayah- wilayah yang masih belum mendapatkan bantuan baik berupa makanan maupun obat-obatan, sedangkan untuk distribusi bantuan tersebut ke wilayah yang tidak bisa dicapai kita menggunakan truk tentara dan polisi.

Jadi itu merupakan pengalaman yang paling berharga dan bisa menjadikan kita semua bekerja bersama-sama sebagai sebuah tim dimana saya merupakan bagian dari tim kesehatan. Kita orang kesehatan tidak bisa bekerja sendiri. Seandainya ada bencana besar terjadi dan BNPB melakukan koordinasi, kita telah siap dengan membawa perangkat sistem sendiri dan bekerjasama dengan lintas sektor dan lintas program lainnya.

Bagi kami, dunia ini tidak selebar daun kelor. Terbukti bahwa ketika pasca bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara, ibu membantu Pusat Penanggulangan Krisis menyiapkan HEIOU, kemudian dimutasi ke Kantor Menko Kesra dan akhirnya kembali ke Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. Menurut kami Ibu ini tidak boleh jauh dari bencana. Bagaimana menurut ibu dengan hal itu, apakah ada panggilan jiwa?

Disebut panggilan jiwa sebenarnya bukan. Siapa yang mau hidup dengan bencana. Tetapi karena melihat situasi dimana di Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan perlu integritas tinggi serta kesiapsiagaan yang tinggi dan orang, “mungkin para atasan”, melihat saya bekerja demikian, dari situlah kemungkinan saya bisa berada di sini sebagai Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. Sebenarnya saya ingin berkecimpung di pelayanan kesehatan sesuai dengan gelar yang saya miliki.

Konsep HEIOU itu sendiri sudah melekat di benak ibu cukup lama?

Konsep HEIOU sendiri terbentuk awalnya ketika saya di puskesmas kelurahan pada tahun 1990 saya belajar bahasa jepang, kemudian saya minta program yang bisa mengimplementasikan bahasa saya mengenai kegawat daruratan (emergency). Kemudian bertemu dengan orang Depkes

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

waktu itu dan saya diberi kesempatan untuk mengikuti program kegawat- daruratan di Jepang. Saya membuat slide paparan dan segala macamnya mengenai kegawat-daruratan dan yang menjadi topik utama yang saya ambil waktu itu adalah mengenai kendaraan kegawat-daruratan di Indonesia, kendaraan tersebut adalah becak. Jadi saya foto becak dan dimasukkan ke dalam paparan kemudian saya ceritakan bagaimana di daerah pelosok-pelosok di Indonesia, kendaraan becak itu membawa ibu melahirkan ke rumah sakit yang terdekat.

Saya senang bisa belajar di Jepang karena di sana sistem pembelajarannya komprehensif, wawasannya sangat luas sehingga kita mampu menerima dengan baik. Bahkan kita lihat ada ruang-ruang operasional atau bagian-bagian tersendiri yang membuat kita untuk terbiasa, baik dengan polisi, tentara dan terakhir dengan Gubernur sehingga kita mampu memahami mengenai kegawat-daruratan. Semuanya itu sudah tertanam ke dalam benak pikiran saya, dan saat kembali, saya membuat Pusat Pengendali Operasional Dukungan Kesehatan (Pusdaldukes) di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan di dukung Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang waktu itu dijabat oleh Bapak Chalik (Alm.). Saya dengan Kepala Dinas Kesehatan ternyata sudah memiliki pemikiran yang sama sehingga Pusdaldukes bisa terbentuk. Dari situ mulai ada piket 24 jam, membangun jejaring (networking) dengan jajaran pemerintah daerah di Provinsi DKI Jakarta, membuat forum komunikasi antara rumah sakit, puskesmas dan pelayanan kesehatan lainnya, serta membentuk ambulan gawat darurat (AGD) 118.

Setelah Pusdaldukes, barulah konsep HEIOU mulai dibangun untuk membantu Pusat Penanggulangan Krisis yang pada waktu itu sedang menangani pasca bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara. Jadi pembelajaran yang didapat selama di Jepang bisa diimplementasikan di Indonesia.

Setelah menjadi Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, apakah ada perbedaan mendasar dengan jabatan yang sebelumnya ?

Perbedaan mendasar ada. Di Kemenkokesra kita tidak melakukan pekerjaan teknis, dalam artian tidak langsung terjun ke lapangan atau ke wilayah bencana, tetapi hanya sebatas mengoordinasikan kebijakan yang akan disusun secara lintas-sektor di bawah Menko kesra. Untuk jabatan yang sekarang walaupun tugas utama juga koordinasi, tetapi lebih spesifik ke

manajemen bencana. Bagaimana kita mempersiapkan diri menghadapi bencana, misalnya dengan peningkatan SDM kesehatan, peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Jadi walaupun ada kesamaan, yaitu dalam hal koordinasi, tetapi juga terdapat perbedaan serta tanggung jawab.

Bagaimana pendapat ibu mengenai Unit Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan yang sering dinilai orang sebagai unit kerja yang agak ” berbeda “ ?

Yang membuat “berbeda” karena Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan merupakan unit kerja di Kementerian Kesehatan yang menangani masalah bencana yang kadang tidak terduga kapan terjadinya. Walaupun memiliki program reguler tetapi pada saat terjadi bencana kita dituntut untuk lebih cepat, tepat dan akurat dalam penanganan bencana. Kita harus siap dan lebih dulu daripada yang lain. Kedisplinan juga sangat diperlukan. Jadi dalam individu dan dalam keluarga semuanya dituntut seperti itu.

Dengan perubahan paradigma dalam penanggulangan krisis kesehatan yang berwawasan kesiapsiagaan, apa yang perlu disiapkan oleh Kemenkes dan Regional menghadapi ancaman bencana?

1. Disiplin mulai dari individu, keluarga di lingkungan rumah dan kerja.

2. Kita harus bekerja secara tim, tidak bisa sendiri. Satu bidang bergantung pada bidang yang lain.

Jadi bila secara individu telah siap, baru kerja sama secara tim harus disiapkan. Berpikiran secara komprehensif dan tahu memposisikan kita ada dimana. Itu semua juga bergantung dari jenis bencana yang dihadapi. Untuk Regional diharapkan juga mengetahui daerah yang menjadi ancaman bencana di wilayah kerjanya sehingga bisa ditentukan kesiapsiagaan yang bagaimana yang bisa di implementasikan di wilayah tersebut.

Ke depan tantangan apa yang dihadapi dalam upaya penanggulangan krisis kesehatan secara nasional maupun internasional dengan peran yang sudah dilakukan Indonesia membantu mengatasi bencana di negara sahabat?

Ke depan secara nasional tentu

kita harus mengoptimalisasi dan memberdayakan regional-regional, dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota dan masyarakat secara berkesinambungan sehingga bisa dimasukkan ke dalam rencana kegiatan program reguler. Dan dengan akan di launchingnya WHO- CC berarti wawasan kita mengenai kebencanaan harus internasional. Kita harus menyiapkan sumber daya manusia baik di pusat maupun di daerah, menyiapkan informasi yang diperlukan, menyelenggarakan pelatihan dan membangun kerja sama dengan lintas- sektor dan lintas-program yang lebih baik lagi agar bisa ikut membantu dalam mengatasi bencana di negara sahabat.

Apakah harapan ibu, selaku Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, untuk unit yang ibu pimpin sekarang ?

Yang saya harapkan yaitu sistem yang ada langsung berjalan (ON) ketika terjadi bencana. Contoh jika terjadi bencana besar, misalnya gempa bumi dengan skala 6 SR pada kedalaman 10 km dan berpusat di darat maka dinas kesehatan di daerah wilayah gempa bumi harus segera bergerak untuk melakukan evakuasi dan untuk memberi pelayanan kesehatan. Dinas kesehatan lain di sekitar wilayah gempa bumi bersiap membantu atau pun ikut melakukan evakuasi di wilayahnya jika terkena dampak dari gempa bumi tersebut. Dinas kesehatan diharapkan juga memiliki pusat informasi yang bisa diaktifkan saat terjadi bencana sehingga dari pusat bisa mendapat informasi yang terjadi di daerah.

Selain itu, standard operating prosedur (SOP) harus dijalankan sesuai dengan tugas pokok unit. Minimal individu juga bertanggung jawab terhadap tugas pokoknya masing-masing. Optimalnya kita semua selalu siaga dalam situasi apapun. Jangan bekerja sendiri tetapi dalam tim dan selalu berpikiran positif (EPOS).

Buletin

INfORMaSI BENCaNa

INfO KRISIS KESEhataN

GAMBArAn KeJADIAn uMuM BenCAnA DI InDOneSIA JAnuArI – OKtOBer 2012

Oleh: Vanda Roza, S.Kom., MKM

1. Fekuensi Kejadian Bencana

Tabel 2

Jumlah Korban dan Pengungsi Akibat Bencana di Indonesia

Negara Indonesia secara geografis maupun demografis sangat rawan terhadap bencana, baik bencana alam, bencana non alam, maupun bencana sosial. Berdasarkan data Kementerian

No Korban dan Pengungsi

Januari – Oktober 2012

Kesehatan, frekuensi kejadian bencana di Indonesia mengalami

30.589 kenaikan setiap tahunnya.

1.928 Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis

Luka berat/ Rawat inap

27.511 Kesehatan Kementerian Kesehatan, pada kurun waktu kejadian

Luka Ringan / Rawat Jalan

592 di bulan Januari sampai dengan Oktober 2012 ada beberapa

Hilang

37.511 provinsi yang terkena bencana dan berdampak terhadap

2 Pengungsi

masalah kesehatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Grafik 1 berikut ini.

2. Korban Meninggal dan Hilang

Frekuensi kejadian pada bulan Januari – Oktober 2012 sebanyak 407 kali kejadian. Frekuensi tertinggi adalah

Dari Tabel 1 tampak bahwa angka korban meninggal pada Kebakaran sebanyak 74 kali (18,3%), sedangkan yang terendah

Januari – Oktober 2012 sebanyak 558 orang. Jumlah Korban adalah Longsor.

meninggal tertinggi diakibatkan oleh Kebakaran sebanyak 88 0rang (15,77%) dan yang terendah adalah korban meninggal

Grafik 1

akibat Longsor TPA Sampah sebanyak 1 orang (0,18%)

Frekuensi Kejadian Bencana Berdasarkan Jenis Bencana di Indonesia Bulan Januari – Oktober 2012

Untuk lebih jelasnya, proporsi korban meninggal berdasarkan jenis bencana dapat dilihat pada Grafik 2 berikut.

Grafik 2

Jumlah dan Proporsi Korban Meninggal Berdasarkan Jenis Bencana di Indonesia Bulan Januari – Oktober 2012

Salah satu dampak akibat terjadinya bencana adalah jatuhnya korban manusia baik meninggal, hilang dan luka-luka serta mengakibatkan pula adanya sejumlah penduduk yang mengungsi ke daerah yang relatif lebih aman. Jumlah korban keseluruhan akibat bencana pada bulan Januari – Oktober 2012 sebesar 30.589 orang dengan jumlah pengungsi sebanyak 37.511 orang. Untuk

Korban Hilang pada bulan Januari – Oktober 2012 sebanyak 592 lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.Untuk lebih

orang. Korban hilang tertinggi diakibatkan oleh Kebakaran sebanyak jelasnya dapat dilihat pada grafik 1 berikut :

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

2 orang (0,34 %) dan yang terendah adalah kegagalan Teknologi Untuk lebih jelasnya, gambaran korban luka ringan/rawat jalan sebanyak 4 orang (0,68%).

berdasarkan jenis bencana dapat dilihat pada Grafik 5 berikut ini. Untuk lebih jelasnya, proporsi korban hilang berdasarkan jenis

Grafik 5

bencana dapat dilihat pada Grafik 3 berikut ini

Jumlah dan Proporsi Korban Luka Ringan/ Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Bencana di Indonesia Bulan Januari – Oktober 2012

Grafik 3

Jumlah dan Proporsi Korban Hilang Berdasarkan Jenis Bencana di Indonesia Bulan Januari – Oktober 2012

4. Pengungsi

Jumlah penduduk pengungsi pada bulan Januari - Oktober 2012 berjumlah 37.511 orang. Jumlah Pengungsi paling banyak diakibatkan oleh bencana adalah Kebakaran sebanyak 5.930 Orang (15,81%), sedangkan yang terendah adalah Letusan sebanyak 1 (0,2%).

3. Korban Luka

Untuk lebih jelasnya, gambaran pengungsi berdasarkan jenis Dari Tabel 1 tampak bahwa angka korban luka berat/rawat

bencana dapat dilihat pada Grafik 6 berikut inap pada bulan Januari – Oktober 2012 sebanyak 1928 orang.

Penyebab korban luka berat/rawat inap yang paling banyak

Grafik 6

diakibatkan oleh Kebakaran sebanyak 175 orang (9,08 %) dan yang

Jumlah dan Proporsi Pengungsi Berdasarkan Jenis Bencana

terendah adalah Kegagalan Teknologi sebanyak 15 orang (0,78%)

di Indonesia Bulan Januari – Oktober 2012

Untuk lebih jelasnya, gambaran korban luka berat/rawat inap berdasarkan jenis bencana dapat dilihat pada Grafik 4 berikut ini.

Grafik 4

Jumlah dan Proporsi Korban Luka Berat/Rawat Inap Berdasarkan Jenis Bencana di Indonesia Bulan Januari – Oktober 2012

Untuk angka korban rawat Jalan pada bulan Januari - Oktober 2012 sebanyak 27.511 orang dengan korban terbanyak akibat Kebakaran sebanyak 74 orang (18,3%) dan yang terendah adalah Longsor TPA Sampah sebanyak 1 orang (0,2%)

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Berdasarkan data Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan pada tahun 2011 telah terjadi krisis kesehatan sebanyak 211. Bila dilihat dari jumlah tersebut, Indonesia sangatlah akrab dengan bencana. Sementara itu, jumlah perbandingan tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2011 yaitu 1:700, dengan konsentrasi tenaga kesehatan hanya di kota-kota besar saja.

URGENSI AKREDITASI, STANDARISASI DAN REGISTRASI TIM MEDIS INTERNASIONAL DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA

Oleh: dr. Jaya Supriyanto

• RS Lapangan Yang Didirikan Oleh Tenaga Medis Asing Pada

Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami Aceh

• Robohnya Bangunan Pada Saat Bencana Gempa Bumi dan Tsunami Aceh

Ketika terjadi bencana yang menyebabkan korban massal, diperlukan mobilisasi tenaga kesehatan untuk melakukan upaya tanggap darurat. Dengan jumlah tenaga kesehatan dan kemampuan tanggap darurat bencana yang ada serta kemampuan aksesibilitas tenaga medis ke lokasi bencana maka sangatlah penting bantuan internasional dalam hal ini. Pengalaman Indonesia dalam penanggulangan bencana yang melibatkan tenaga medis asing, yaitu pada bencana gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006. Saat itu, terdapat 820 tenaga asing yang bergerak dalam bidang kesehatan, sebanyak 308 orang diantaranya adalah tenaga medis dan 512 orang merupakan tenaga paramedis dan tenaga lainnya. Pada gemba bumi dan tsunami Aceh dan Nias tahun 2004, terdapat sekitar 16.000 tenaga asing, termasuk diantaranta 117 tim medis.

Begitu juga ketika negara tetangga maupun sahabat mengalami bencana besar yang membutuhkan tenaga medis Indonesia untuk membantu dalam hal pelayanan kesehatan maupun dalam hal memberikan pelatihan bagi tenaga medis mereka, Indonesia pun harus siap mengirimkan tenaga medis. Indonesia telah mengirimkan tenaga medis ke negara tetangga atau sahabat seperti pada bencana gempa bumi di Iran pada tahun 2004, gempa bumi di China tahun 2008, topan nargis di Myanmar tahun 2008, serta banjir besar di Pakistan tahun 2009 dan 2010.

RagaM INfO

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Akan tetapi, selama ini tidak ada regulasi yang jelas mengenai tim medis asing atau Internasional. Tidak ada akreditasi dan standarisasi mengenai tenaga medis asing yang akan melakukan pelayanan pada saat tanggap darurat. Permasalahan yang sering timbul pada saat tim medis internasional/ asing memberikan bantuan, antara lain rekam medis pasien yang tidak berlanjut, kemampuan atau kompetensi yang dimiliki oleh tenaga medis asing, dan banyak tenaga kesehatan yang memberikan bantuan tanpa melakukan registrasi terlebih dahulu.

Secara umum yang perlu diperhatikan pada saat tenaga medis asing memberikan bantuan antara lain, akuntabilitas terhadap bantuan yang diberikan; pengawasan akan kualitas pelayanan atau bantuan yang diberikan; koordinasi dengan otoritas yang ada; dan pelaporan

Sementara itu perhatian khusus perlu diberikan terhadap kompetensi klinis, rekam medis, dan tindak lanjut pasien

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik, dengan demikian untuk mendapatkan surat izin praktik seorang dokter atau dokter gigi harus; memiliki

surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih berlaku; mempunyai tempat praktik; dan memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.

Sementara itu, bagi tenaga medis asing, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap; keabsahan ijazah; kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi; mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi; memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan kemampuan berbahasa indonesia.

Pengurusan tenaga medis asing yang akan memberikan bantuan pelayanan medis pada saat bencana besar di Indonesia membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sehingga terkadang menyebabkan terlewatnya fase tanggap darurat yang dapat meminimalisasi jatuhnya korban.

Untuk itu diperlukan akreditasi dan standardisasi yang berlaku secara nasional maupun internasional, sehingga tenaga medis asing maupun Indonesia dapat langsung memberikan

bantuan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dan dibutuhkan pada saat terjadinya bencana internasional.

Pada tahun 2010, para pakar dari komunitas kemanusian internasional menyelenggarakan pertemuan di Kuba untuk membahas tentang rumah sakit lapangan dan tim medis asing pada penanggulangan bencana. Pertemuan ini digagas oleh PAHO/WHO. Rekomendasi yang dihasilkan adalah untuk tetap menggunakan Pedoman RS Lapangan PAHO/WHO sebagai referensi serta membuat standar minimun tenaga medis asing pada kejadian bencana. Hingga saat ini, tim ad hoc yang telah dibentuk masih menyusun dan mengembangkan pedoman untuk tenaga medis asing dalam penanggulangan bencana internasional.

Semoga pedoman dalam akreditasi, standardisasi dan registrasi tim medis internasional dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat segera tersusun. Aamiin.

Foto : Tenaga Medis Indonesia Pada Bencana Banjir Pakistan Tahun 2010

Buletin

INfO KRISIS KESEhataN

Bencana bila boleh diibaratkan seperti “tamu tak diundang”, tidak diharapkan kehadirannya tapi bisa datang kapan saja tanpa diketahui waktu dan tempatnya. Untuk negara Indonesia, bencana sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan masyarakatnya. Bila kita melihat ke belakang peristiwa bencana yang terjadi kurun waktu 10 tahun terakhir, semakin menegaskan kembali bahwa Indonesia masih menjadi negara yang menghadapi ancaman bencana karena berada di kawasan cincin api pasifik (ring of fire). Kejadian bencana tersebut telah mengakibatkan kerusakan berbagai masyarakatnya dengan nilai kerugian mencapai milyaran rupiah. Belum lagi adanya korban luka-luka, hilang dan bahkan sampai meninggal dunia. Dampak dari setiap kejadian bencana berbeda antara satu dan yang lainnya bergantung pada jenis dan karakteristik bencana.

StreSS

KerJA DI DAerAH BenCAnA

S etiap kejadian bencana berpengaruh

terhadap kehidupan masyarakat. Rasa sedih, panik karena ketidakmampuan

untuk berbuat sesuatu, kehilangan harta benda dan keluarga, stres, semua ada. Kondisi ini sudah pasti menjadi perhatian Kementerian Kesehatan untuk melakukan upaya pemulihan terhadap korban pasca tanggap darurat dengan memberikan pelayanan kesehatan.

Kita tentu masih ingat ketika bencana gempa Yogyakarta terjadi pada tahun 2006. Bedasarkan data yang dihimpun oleh Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan tercatat jumlah korban meninggal sebanyak 5.774 jiwa, sakit dan luka-luka 192.534 jiwa, dan penduduk mengungsi mencapai 2.020.788 jiwa.

Penanganan korban massal akibat gempa tersebut sudah dilakukan secara cepat dan tepat oleh jajaran kesehatan baik tingkat daerah, pusat dan bahkan dengan bantuan dari luar negeri. Tercatat 3.429 tenaga dengan rincian 2.609 orang dari dalam negeri (472 tenaga medis, 1999 paramedis, dan 138 tenaga lainnya) dan 820 orang dari luar negeri (308 tenaga medis, 512 para medis, dan tenaga lainnya. Mobilisasi sumber daya manusia kesehatan dalam jumlah besar tidak hanya mensyaratkan kemampuan semata akan tetapi juga perlu didukung dengan mental dan fisik yang benar-benar siap “tempur”. Hal ini diperlukan karena beban tugas dan tantangan selama masa penugasan yang dihadapi tidak pada tugas pertolongan semata tetapi juga dengan berbagai keterbatasan dan minimnya fasilitas pendukung, seperti, tempat bermalam yang tidak nyaman, lingkungan yang tidak sehat, terbatasnya air, dan listrik, dan sebagainya.

Pada masa tanggap darurat gempa Yogyakarta, tercatat secara resmi 1 orang tenaga medis yang merupakan relawan dari Negara Philipina harus dipulangkan karena mengalami stres. Kejadian lain semacam itu yang tidak tercatat tentu ada dan bisa jadi