Fertilitas Telur Ayam Arab Hasil Inseminasi Buatan Menggunakan Semen dari Frekuensi Penampunan Berbeda.
ABSTRACT
Fertility Of Arab Chicken Egg Which Resulted From Artificial Insemination
With Diffrent Frequency Of Semen Collection
Ankanegara, A. A., R. Afnan, C. Sumantri
Successful mating can produce fertile hatching eggs that may rapidly increase the
population of Arab chicken. Information about the fertility and hatchability of Arab
chicken eggs has not been widely known. Fertility of Arab chicken eggs can be
enhanced through artificial mating (artificial insemination). This study aimed to
determine the effect of semen collection frequency through the method of artificial
insemination (AI) on fertility and hatchability of Arab chicken eggs. The Completely
Randomized Design (CRD) was applied with three semen collection frequencies as
treatments which were once, twice, and three times a week. Each treatment consisted
of 10 Arab hens with two repetitions. Analysis of variance showed that the duration of
fertility is significantly (P0.05) on the fertility, hatchability and
embryo mortality of eggs, as well as viability of DOC.
Keywords : Arab chicken, artificial insemination, semen, fertility, hatchability,
viability.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam Arab merupakan ternak potensial yang dapat dikembangkan di
Indonesia. Menurut Pambudhi (2003), ayam Arab yang berkembang di Indonesia ada
dua jenis, yaitu ayam Arab Silver dan ayam Arab Merah (Golden Red), tetapi yang
lebih dikenal di masyarakat adalah ayam Arab Silver. Ayam Arab yang berkembang
dan ada saat ini merupakan hasil kawin silang dengan ayam lokal tetapi strain aslinya
(parent stock) sudah tidak ada (Sarwono, 2001).
Percepatan perkembangan usaha ayam Arab dapat dipacu dengan pola
pemeliharaan ke arah intensifikasi dengan memanfaatkan berbagai terobosan
teknologi Inseminasi Buatan (IB). Menurut Sastrodihardjo (1996), IB pada ayam
adalah suatu teknik mengawinkan secara buatan dengan memasukkan semen yang
telah diencerkan dengan pengenceran tertentu ke dalam saluran reproduksi ayam
betina yang sedang dalam fase bertelur. Keuntungan pemanfaatan teknik IB adalah
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan jantan, menanggulangi rendahnya fertilitas
akibat kawin alam, untuk mengetahui dengan jelas dan pasti asal usul tetuanya (induk
dan pejantan), meningkatkan jumlah produksi telur tetas, serta upaya pengadaan anak
ayam (DOC) dalam jumlah banyak, umur seragam, dan waktu yang singkat.
Peningkatan perkembangbiakan ayam Arab memerlukan suatu cara yang
efektif untuk meningkatkan populasinya. Daya tetas merupakan indikator dalam
keberhasilan dalam usaha penetasan dan populasi ayam. Daya tetas dipengaruhi oleh
banyaknya telur yang fertil. Daya fertil dan durasi fertilitas sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan kuantitas semen yang digunakan pada saat Inseminasi buatan. Durasi
fertilitas adalah lama fertilitas (jumlah hari) yang dihitung dari hari ke dua setelah
inseminasi sampai hari terakhir fertil pada hari ke-14 setelah inseminasi. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan McDaniel dan Sexton (1977), menampung semen ayam
jantan sekali, tiga kali, dan lima kali per minggu (berdasarkan 5 hari kerja/minggu)
menghasilkan volume dan konsentrasi semen berbeda nyata. Tiga kali penempungan
per minggu menghasilkan volume per ejakulasi dan konsentrasi sperma yang lebih
tinggi dibanding lima kali per minggu. Daya fertil telur akan dipengaruhi oleh kualitas
sperma dan intensitas pemerahan atau penampungan semen. Informasi mengenai
kualitas fertilitas telur ayam Arab juga belum banyak diketahui. Oleh sebab itu, perlu
1
dilakukan penelitian mengenai tingkat frekuensi penampungan yang paling optimal
untuk menghasilkan fertilitas yang tinggi.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh frekuensi
penampungan semen terhadap durasi fertilitas, daya fertil, mortalitas embrio, daya
tetas, dan viabilitas ayam Arab dengan metode inseminasi buatan (IB).
2
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Arab
Ayam Arab berasal dari Belgia yang disebut dengan nama Brakel Kriel yang
termasuk ke dalam galur ayam petelur unggul di Belgia. Produksi telur ayam Arab
setara dengan ayam Leghorn, yaitu rata-rata bisa mencapai 80-90% dari populasi,
yang dicapai dengan pakan hanya 80 g/ekor/hari. Ayam Arab merupakan ayam lokal
Indonesia pendatang yang merupakan hasil penetasan dari beberapa butir telur yang
dibawa dari luar (Arab). Telur ayam Arab pertama kali dibawa ke Indonesia dan
ditetaskan menggunakan induk ayam Kampung yang sedang mengeram. Anak ayam
hasil penetasan ini dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumah sehingga kawin
dengan ayam lokal dan dinamakan ayam Arab. Keturunan hasil perkawinan silang ini
memperlihatkan produksi telur lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam lokal
lainnya. Ayam ini berkembang cepat tetapi strain aslinya (parent stock) sudah tidak
ada. Ayam Arab yang berkembang saat ini merupakan hasil kawin silang dengan
ayam lokal. (Sarwono, 2001).
Menurut Pambudhi (2003), ayam Arab yang berkembang di Indonesia ada dua
jenis, yaitu ayam Arab Silver dan ayam Arab Merah (Golden Red) dan yang lebih
dikenal di masyarakat Indonesia adalah ayam Arab Silver. Ayam Arab Silver diduga
merupakan hasil persilangan antara pejantan ayam Arab asli (Silver Breakels) dengan
ayam betina lokal. Asal-usul ayam Arab Merah (Golden Red) diduga merupakan hasil
persilangan antara ayam Arab Silver jantan (Silver Breakels) dengan ayam ras betina
petelur merah (Leghorn). Pendapat lain menyatakan bahwa ayam Arab Merah
(Golden Red) diduga merupakan hasil persilangan antara ayam Arab Silver jantan
dengan ayam Merawang betina. Ayam Arab Silver mempunyai bulu putih di kepala
dan lehernya dengan badan totol-totol hitam. Ayam Arab Silver jantan dewasa
memiliki tinggi badan 30 cm dan ayam betina memiliki tinggi badan 22-25 cm. Ayam
Arab Merah (Golden Red) memiliki bulu berwarna kuning keemasan di bagian leher
dan terdapat totol-totol hitam di sekitar sayap dan paha. Ukuran tubuh ayam Arab
Merah (Golden Red) jantan sedikit lebih besar daripada ayam Arab Silver jantan dan
lebih mendekati ukuran tubuh ayam ras jantan dengan tinggi badan sekitar 35 cm.
Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab memiliki sifat
kualitatif antara lain berjengger tunggal (single) dan berwarna merah, pial berwarna
3
merah, memiliki warna bulu seragam dengan warna dasar hitam dihiasi warna putih di
daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap, dan berwarna putih pada paruh, kulit
dan sisik kaki. Sarwono (2001) dan Pambudhi (2003) menyatakan bahwa ayam Arab
merupakan ayam tipe petelur yang memiliki ciri-ciri bersifat lincah, agak liar, tidak
mengeram, daya seksual pada jantan tinggi, tingkat efisiensi pakan yang tinggi,
kemampuan memproduksi telur yang tinggi, dan berpostur tubuh ramping. Selain itu,
ayam Arab jantan memiliki libido yang tinggi dan kualitas sperma yang bagus. Natalia
et al. (2005) menyatakan bahwa telur ayam Arab yang dihasilkan memiliki
karakterisrik warna dan bentuk kerabang seperti telur ayam Kampung sehingga
banyak diminati konsumen tetapi ayam Arab memiliki daging yang tipis dan kulit
yang berwarna hitam dengan bobot afkir yang rendah yaitu hanya mencapai 1,1 – 1,2
kg. Performa produksi telur ayam Arab menurut Sulandari et al. (2007) dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Performa Produksi Telur Ayam Arab
Variabel
Nilai
Umur bertelur pertama
22 minggu
Produksi telur (Butir per tahun)
Bobot telur (g)
190–250
34,24±1,38
Warna kerabang telur
Putih, putih kekuningan dan coklat
Fertilitas (%)
69,17±4,25
Daya tetas (%)
74,14±5,16
Sumber: Sulandari et al. (2007)
Karakteristik Semen Ayam Arab
Semen ayam merupakan campuran dari spermatozoa dan cairan yang
disekresikan oleh tubuli seminiferi, epididimis, dan vas deferens. Semen unggas
memiliki karakteristik volume rendah dan konsentrasi spermatozoa tinggi. Volume
semen unggas yang rendah disebabkan unggas tidak memiliki kelenjar aksesories
seperti pada mamalia sehingga volume plasma semen rendah (Ensminger, 1992).
Menurut Toelihere (1993), semen ayam memiliki volume yang relatif sedikit dan
berbeda berdasarkan jenis namun memiliki konsentrasi yang tinggi. Semen yang baik
dapat dilihat berdasarkan kualitas dan komposisi kimiawi semen. Karakteristik
kualitas dan komposisi kimiawi semen ayam secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Karakteristik Kualitas dan Komposisi Kimiawi Semen Ayam
Karakteristik/Komponen Semen
Volume ejakulat (ml)
Konsentrasi spermatozoa (Milyar sel/ml)
Konsentrasi
0,2-0,5
3-7
Spermatozoa per ejakulat (Milyar)
0,6-3,5
Motilitas spermatozoa (%)
60-80
Morfologi spermatozoa normal (%)
85-90
Protein (g/100ml)
1,8-2,8
pH
7,2-7,4
Fruktosa (mg/100ml)
4
Sorbitol (mg/100ml)
0-10
Asam sitrat (mg/100ml)
0
Inositol (mg/100ml)
16-20
Gliserofosforil Kolin (mg/100ml)
0-40
Ergotionin (mg/100ml)
0-20
Sodium (mg/100ml)
352
Potassium (mg/100ml)
61
Kalsium (mg/100ml)
10
Magnesium (mg/100ml)
14
Klorida (mg/100ml)
147
Sumber : Garner dan Hafez (1987)
Menurut hasil penelitian Iskandar et al. (2006), karakteristik semen segar ayam
Arab jantan dewasa adalah sebagai berikut: volume semen per ejakulasi 0,30±0,072
ml, semen berwarna putih, konsistensi semen berkisar antara agak kental sampai
kental, gerakan massa spermatozoa berkisar antara baik (+++) sampai sangat baik
(++++), motilitas spermatozoa 80%, konsistensi spermatozoa 2,200±0,372 milyar
sel/ml, pH semen 6,95±0,32, dan persentase spermatozoa abnormal 14,75±1,28%.
Hasil penelitian lain dari Nataamijaya et al. (2003) menyatakan karakteristik semen
ayam Arab adalah sebagai berikut : volume per ejakulasi sebesar 0,26±0,01 ml, semen
berwarna putih susu, konsistensi semen kental, kerapatan sel sperma densum, gerakan
massa spermatozoa baik (+++), dan motilitas spermatozoa 4,02±0,00 (skala 0-5).
5
Syarat dan Fungsi Bahan Pengencer
Semen ayam mempunyai konsentrasi spermatozoa yang tinggi dengan volume
ejakulasi yang relatif rendah sehingga diperlukan pengenceran untuk meningkatkan
efisiensi penggunaannya. Penggunaan bahan pengencer pada semen ayam memiliki
tujuan untuk meningkatkan volume semen dan mempertahankan daya hidup
spermatozoa
setelah
penyimpanan
sehingga
mempermudah
pendistribusian
(Bootwalla dan Milles, 1992).
Menurut Toelihere (1993), syarat dan fungsi bahan pengencer antara lain
adalah: (1) memiliki harga murah, sederhana, mudah dibuat, dan banyak tersedia; (2)
memiliki daya preservasi tinggi; (3) tidak bersifat toksik terhadap spermatozoa
maupun saluran kelamin hewan betina; (4) mampu mempertahankan fertilisasi
spermatozoa; (5) menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber energi bagi
spermatozoa; (6) melindungi spermatozoa dari cold shock; (7) menyediakan suatu
penyangga untuk mencegah perubahan pH; (8) mempertahankan tekanan osmotik dan
keseimbangan elektrolit yang sesuai; (9) mencegah pertumbuhan kuman; dan (10)
memperbanyak volume semen sehingga dapat menginseminasi batina lebih banyak.
Bahan yang biasa digunakan sebagai pengencer semen antara lain kuning telur,
air kelapa, air susu, Na-sitrat dan kuning telur, Na-Fosfat dan kuning telur, larutan
Ringer’s, NaCl fisiologis, Locke dan Beltsville Poultry Semen Extender (BPSE)
(Toelihere, 1993; Supriatna, 2000).
Inseminasi Buatan
Menurut Toelihere (1993), inseminasi buatan (IB) adalah pemasukan atau
penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat
buatan manusia, dan bukan secara alami. Manfaat dari inseminasi buatan antara lain
adalah: (1) mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul, (2) menghemat biaya
dan tenaga pemeliharaan, (3) pejantan-pejantan yang dipakai dalam IB telah
mengalami seleksi terlebih dahulu, (4) penularan penyakit dapat dicegah, dan (5)
meningkatkan efisiensi reproduksi. Menurut Sastrodihardjo (1996), keuntungan
pemanfaatan teknik IB adalah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan jantan,
menanggulangi rendahnya fertilitas akibat kawin alam, untuk mengetahui dengan jelas
dan pasti asal usul tetuanya, meningkatkan jumlah produksi telur tetas, serta upaya
6
pengadaan anak ayam (DOC) dalam jumlah banyak, umur seragam, dan waktu yang
singkat.
Menurut Supriatna (2000), keberhasilan pelaksanaan inseminasi buatan
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain daya fertilitas spermatozoa (fertile life),
jenis pengencer yang digunakan, dosis dan interval IB, pengelolaan semen, waktu
pelaksanaan inseminasi serta teknik pelaksanaan IB dan keterampilan inseminator.
Dosis dan interval inseminasi pada unggas perlu diperhatikan karena memiliki
pengaruh terhadap daya fertilitas yng baik. Dosis yang diperlukan untuk memperoleh
fertilitas yang optimal adalah 150 juta spermatozoa menurut Toelihere (1993) dan 100
juta spermatozoa menurut Etches (1996) dengan interval inseminasi setiap tujuh hari
sekali. Menurut Supriatna (2000), daya fertilitas spermatozoa adalah kemampuan
spermatozoa dalam saluran oviduk untuk membuahi sel telur dalam waktu tertentu.
Daya fertilitas spermatozoa pada umumnya berkorelasi dengan kualitas semen,
konsentrasi, dan motilitas. Daya fertilitas dapat digunakan sebagai acuan penentu
dosis dan interval waktu inseminasi.
Waktu pelaksanaan inseminasi buatan pada ayam umumnya mengacu pada
waktu ovulasi dan ovivosisi. Inseminasi buatan yang dilakukan beberapa jam sebelum
dan setelah ovivosisi akan menghasilkan fertilitas telur yang rendah, karena sebagian
spermatozoa yang dideposisikan akan keluar kembali dari vagina oleh adanya
kontraksi oviduk yang berhubungan dengan proses oviposisi (Brillard, 1993). Menurut
Sastrodihardjo dan Resnawati (1999), pelaksanaan inseminasi buatan pada waktu dan
dosis yang tepat akan menghasilkan fertilitas telur yang tinggi. Hasil penelitian Saleh
dan Sugiyatno (2006) membuktikan periode fertil pada ayam ras petelur yang
diinseminasi menggunakan semen ayam Kampung dengan waktu pelaksanaan
inseminasi 2-4 jam setelah oviposisi rata-rata adalah 12 hari. Menurut Abdillah
(1996), bahwa untuk mendapatkan fertilitas telur yang tinggi sebaiknya inseminasi
buatan dilakukan empat jam pasca oviposisi.
Inseminasi buatan pada unggas dapat dilakukan melalui dua teknik, yaitu
teknik intravagina dan intrauteri (Supriatna, 2000). Teknik intravagina merupakan
teknik inseminasi buatan dengan cara mendeposisikan semen pada daerah vagina.
Teknik ini dilakukan dengan cara mendeposisikan semen disekitar vagina pada
kedalaman ± 3 cm (Sastrodihardjo dan Resnawati, 1999). Teknik intrauteri merupakan
teknik inseminasi buatan dengan cara mendeposisikan semen pada daerah uterus.
7
Teknik ini dilakukan dengan cara mendeposisikan semen di daerah uterus melalui
spuit 1 ml yang telah disambung selang kateter 7 cm (Supriatna, 2000).
Menurut Permana (2007), penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
ayam Arab betina 18 ekor dengan waktu pengoleksian telur sampai hari ke-7 setelah
inseminasi buatan dilakukan untuk mengetahui karakteristik telur tetas ayam Arab
betina hasil inseminasi buatan dengan menggunakan semen dari pejantan Ayam Arab,
Ayam Pelung, dan ayam Wareng Tanggerang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Telur Tetas Ayam Arab Betina Hasil Inseminasi Buatan dengan
Menggunakan Pejantan Ayam Arab, Ayam Pelung, dan Ayam Wareng
Tanggerang.
Jenis Ayam Jantan
Peubah
Arab
Pelung
Wareng Tanggerang
Fertilitas (%)
95,91 ± 4,44B
94,99 ± 3,08B
74,43 ± 4,83A
Daya Tetas (%)
93,05 ± 3,74
92,78 ± 3,99
93,89 ± 5,36
Bobot Tetas (g/ekor)
30,78 ± 0,90a
32,85 ± 0,10b
31,98 ± 0,37ab
Viabilitas (%)
96,54 ± 3,34
97,44 ± 4,44
98,55 ± 2,51
Keterangan : Huruf besar pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P
Fertility Of Arab Chicken Egg Which Resulted From Artificial Insemination
With Diffrent Frequency Of Semen Collection
Ankanegara, A. A., R. Afnan, C. Sumantri
Successful mating can produce fertile hatching eggs that may rapidly increase the
population of Arab chicken. Information about the fertility and hatchability of Arab
chicken eggs has not been widely known. Fertility of Arab chicken eggs can be
enhanced through artificial mating (artificial insemination). This study aimed to
determine the effect of semen collection frequency through the method of artificial
insemination (AI) on fertility and hatchability of Arab chicken eggs. The Completely
Randomized Design (CRD) was applied with three semen collection frequencies as
treatments which were once, twice, and three times a week. Each treatment consisted
of 10 Arab hens with two repetitions. Analysis of variance showed that the duration of
fertility is significantly (P0.05) on the fertility, hatchability and
embryo mortality of eggs, as well as viability of DOC.
Keywords : Arab chicken, artificial insemination, semen, fertility, hatchability,
viability.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam Arab merupakan ternak potensial yang dapat dikembangkan di
Indonesia. Menurut Pambudhi (2003), ayam Arab yang berkembang di Indonesia ada
dua jenis, yaitu ayam Arab Silver dan ayam Arab Merah (Golden Red), tetapi yang
lebih dikenal di masyarakat adalah ayam Arab Silver. Ayam Arab yang berkembang
dan ada saat ini merupakan hasil kawin silang dengan ayam lokal tetapi strain aslinya
(parent stock) sudah tidak ada (Sarwono, 2001).
Percepatan perkembangan usaha ayam Arab dapat dipacu dengan pola
pemeliharaan ke arah intensifikasi dengan memanfaatkan berbagai terobosan
teknologi Inseminasi Buatan (IB). Menurut Sastrodihardjo (1996), IB pada ayam
adalah suatu teknik mengawinkan secara buatan dengan memasukkan semen yang
telah diencerkan dengan pengenceran tertentu ke dalam saluran reproduksi ayam
betina yang sedang dalam fase bertelur. Keuntungan pemanfaatan teknik IB adalah
untuk meningkatkan efisiensi penggunaan jantan, menanggulangi rendahnya fertilitas
akibat kawin alam, untuk mengetahui dengan jelas dan pasti asal usul tetuanya (induk
dan pejantan), meningkatkan jumlah produksi telur tetas, serta upaya pengadaan anak
ayam (DOC) dalam jumlah banyak, umur seragam, dan waktu yang singkat.
Peningkatan perkembangbiakan ayam Arab memerlukan suatu cara yang
efektif untuk meningkatkan populasinya. Daya tetas merupakan indikator dalam
keberhasilan dalam usaha penetasan dan populasi ayam. Daya tetas dipengaruhi oleh
banyaknya telur yang fertil. Daya fertil dan durasi fertilitas sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan kuantitas semen yang digunakan pada saat Inseminasi buatan. Durasi
fertilitas adalah lama fertilitas (jumlah hari) yang dihitung dari hari ke dua setelah
inseminasi sampai hari terakhir fertil pada hari ke-14 setelah inseminasi. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan McDaniel dan Sexton (1977), menampung semen ayam
jantan sekali, tiga kali, dan lima kali per minggu (berdasarkan 5 hari kerja/minggu)
menghasilkan volume dan konsentrasi semen berbeda nyata. Tiga kali penempungan
per minggu menghasilkan volume per ejakulasi dan konsentrasi sperma yang lebih
tinggi dibanding lima kali per minggu. Daya fertil telur akan dipengaruhi oleh kualitas
sperma dan intensitas pemerahan atau penampungan semen. Informasi mengenai
kualitas fertilitas telur ayam Arab juga belum banyak diketahui. Oleh sebab itu, perlu
1
dilakukan penelitian mengenai tingkat frekuensi penampungan yang paling optimal
untuk menghasilkan fertilitas yang tinggi.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh frekuensi
penampungan semen terhadap durasi fertilitas, daya fertil, mortalitas embrio, daya
tetas, dan viabilitas ayam Arab dengan metode inseminasi buatan (IB).
2
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Arab
Ayam Arab berasal dari Belgia yang disebut dengan nama Brakel Kriel yang
termasuk ke dalam galur ayam petelur unggul di Belgia. Produksi telur ayam Arab
setara dengan ayam Leghorn, yaitu rata-rata bisa mencapai 80-90% dari populasi,
yang dicapai dengan pakan hanya 80 g/ekor/hari. Ayam Arab merupakan ayam lokal
Indonesia pendatang yang merupakan hasil penetasan dari beberapa butir telur yang
dibawa dari luar (Arab). Telur ayam Arab pertama kali dibawa ke Indonesia dan
ditetaskan menggunakan induk ayam Kampung yang sedang mengeram. Anak ayam
hasil penetasan ini dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumah sehingga kawin
dengan ayam lokal dan dinamakan ayam Arab. Keturunan hasil perkawinan silang ini
memperlihatkan produksi telur lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam lokal
lainnya. Ayam ini berkembang cepat tetapi strain aslinya (parent stock) sudah tidak
ada. Ayam Arab yang berkembang saat ini merupakan hasil kawin silang dengan
ayam lokal. (Sarwono, 2001).
Menurut Pambudhi (2003), ayam Arab yang berkembang di Indonesia ada dua
jenis, yaitu ayam Arab Silver dan ayam Arab Merah (Golden Red) dan yang lebih
dikenal di masyarakat Indonesia adalah ayam Arab Silver. Ayam Arab Silver diduga
merupakan hasil persilangan antara pejantan ayam Arab asli (Silver Breakels) dengan
ayam betina lokal. Asal-usul ayam Arab Merah (Golden Red) diduga merupakan hasil
persilangan antara ayam Arab Silver jantan (Silver Breakels) dengan ayam ras betina
petelur merah (Leghorn). Pendapat lain menyatakan bahwa ayam Arab Merah
(Golden Red) diduga merupakan hasil persilangan antara ayam Arab Silver jantan
dengan ayam Merawang betina. Ayam Arab Silver mempunyai bulu putih di kepala
dan lehernya dengan badan totol-totol hitam. Ayam Arab Silver jantan dewasa
memiliki tinggi badan 30 cm dan ayam betina memiliki tinggi badan 22-25 cm. Ayam
Arab Merah (Golden Red) memiliki bulu berwarna kuning keemasan di bagian leher
dan terdapat totol-totol hitam di sekitar sayap dan paha. Ukuran tubuh ayam Arab
Merah (Golden Red) jantan sedikit lebih besar daripada ayam Arab Silver jantan dan
lebih mendekati ukuran tubuh ayam ras jantan dengan tinggi badan sekitar 35 cm.
Nataamijaya et al. (2003) menyatakan bahwa ayam Arab memiliki sifat
kualitatif antara lain berjengger tunggal (single) dan berwarna merah, pial berwarna
3
merah, memiliki warna bulu seragam dengan warna dasar hitam dihiasi warna putih di
daerah kepala, leher, dada, punggung dan sayap, dan berwarna putih pada paruh, kulit
dan sisik kaki. Sarwono (2001) dan Pambudhi (2003) menyatakan bahwa ayam Arab
merupakan ayam tipe petelur yang memiliki ciri-ciri bersifat lincah, agak liar, tidak
mengeram, daya seksual pada jantan tinggi, tingkat efisiensi pakan yang tinggi,
kemampuan memproduksi telur yang tinggi, dan berpostur tubuh ramping. Selain itu,
ayam Arab jantan memiliki libido yang tinggi dan kualitas sperma yang bagus. Natalia
et al. (2005) menyatakan bahwa telur ayam Arab yang dihasilkan memiliki
karakterisrik warna dan bentuk kerabang seperti telur ayam Kampung sehingga
banyak diminati konsumen tetapi ayam Arab memiliki daging yang tipis dan kulit
yang berwarna hitam dengan bobot afkir yang rendah yaitu hanya mencapai 1,1 – 1,2
kg. Performa produksi telur ayam Arab menurut Sulandari et al. (2007) dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Performa Produksi Telur Ayam Arab
Variabel
Nilai
Umur bertelur pertama
22 minggu
Produksi telur (Butir per tahun)
Bobot telur (g)
190–250
34,24±1,38
Warna kerabang telur
Putih, putih kekuningan dan coklat
Fertilitas (%)
69,17±4,25
Daya tetas (%)
74,14±5,16
Sumber: Sulandari et al. (2007)
Karakteristik Semen Ayam Arab
Semen ayam merupakan campuran dari spermatozoa dan cairan yang
disekresikan oleh tubuli seminiferi, epididimis, dan vas deferens. Semen unggas
memiliki karakteristik volume rendah dan konsentrasi spermatozoa tinggi. Volume
semen unggas yang rendah disebabkan unggas tidak memiliki kelenjar aksesories
seperti pada mamalia sehingga volume plasma semen rendah (Ensminger, 1992).
Menurut Toelihere (1993), semen ayam memiliki volume yang relatif sedikit dan
berbeda berdasarkan jenis namun memiliki konsentrasi yang tinggi. Semen yang baik
dapat dilihat berdasarkan kualitas dan komposisi kimiawi semen. Karakteristik
kualitas dan komposisi kimiawi semen ayam secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2. Karakteristik Kualitas dan Komposisi Kimiawi Semen Ayam
Karakteristik/Komponen Semen
Volume ejakulat (ml)
Konsentrasi spermatozoa (Milyar sel/ml)
Konsentrasi
0,2-0,5
3-7
Spermatozoa per ejakulat (Milyar)
0,6-3,5
Motilitas spermatozoa (%)
60-80
Morfologi spermatozoa normal (%)
85-90
Protein (g/100ml)
1,8-2,8
pH
7,2-7,4
Fruktosa (mg/100ml)
4
Sorbitol (mg/100ml)
0-10
Asam sitrat (mg/100ml)
0
Inositol (mg/100ml)
16-20
Gliserofosforil Kolin (mg/100ml)
0-40
Ergotionin (mg/100ml)
0-20
Sodium (mg/100ml)
352
Potassium (mg/100ml)
61
Kalsium (mg/100ml)
10
Magnesium (mg/100ml)
14
Klorida (mg/100ml)
147
Sumber : Garner dan Hafez (1987)
Menurut hasil penelitian Iskandar et al. (2006), karakteristik semen segar ayam
Arab jantan dewasa adalah sebagai berikut: volume semen per ejakulasi 0,30±0,072
ml, semen berwarna putih, konsistensi semen berkisar antara agak kental sampai
kental, gerakan massa spermatozoa berkisar antara baik (+++) sampai sangat baik
(++++), motilitas spermatozoa 80%, konsistensi spermatozoa 2,200±0,372 milyar
sel/ml, pH semen 6,95±0,32, dan persentase spermatozoa abnormal 14,75±1,28%.
Hasil penelitian lain dari Nataamijaya et al. (2003) menyatakan karakteristik semen
ayam Arab adalah sebagai berikut : volume per ejakulasi sebesar 0,26±0,01 ml, semen
berwarna putih susu, konsistensi semen kental, kerapatan sel sperma densum, gerakan
massa spermatozoa baik (+++), dan motilitas spermatozoa 4,02±0,00 (skala 0-5).
5
Syarat dan Fungsi Bahan Pengencer
Semen ayam mempunyai konsentrasi spermatozoa yang tinggi dengan volume
ejakulasi yang relatif rendah sehingga diperlukan pengenceran untuk meningkatkan
efisiensi penggunaannya. Penggunaan bahan pengencer pada semen ayam memiliki
tujuan untuk meningkatkan volume semen dan mempertahankan daya hidup
spermatozoa
setelah
penyimpanan
sehingga
mempermudah
pendistribusian
(Bootwalla dan Milles, 1992).
Menurut Toelihere (1993), syarat dan fungsi bahan pengencer antara lain
adalah: (1) memiliki harga murah, sederhana, mudah dibuat, dan banyak tersedia; (2)
memiliki daya preservasi tinggi; (3) tidak bersifat toksik terhadap spermatozoa
maupun saluran kelamin hewan betina; (4) mampu mempertahankan fertilisasi
spermatozoa; (5) menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber energi bagi
spermatozoa; (6) melindungi spermatozoa dari cold shock; (7) menyediakan suatu
penyangga untuk mencegah perubahan pH; (8) mempertahankan tekanan osmotik dan
keseimbangan elektrolit yang sesuai; (9) mencegah pertumbuhan kuman; dan (10)
memperbanyak volume semen sehingga dapat menginseminasi batina lebih banyak.
Bahan yang biasa digunakan sebagai pengencer semen antara lain kuning telur,
air kelapa, air susu, Na-sitrat dan kuning telur, Na-Fosfat dan kuning telur, larutan
Ringer’s, NaCl fisiologis, Locke dan Beltsville Poultry Semen Extender (BPSE)
(Toelihere, 1993; Supriatna, 2000).
Inseminasi Buatan
Menurut Toelihere (1993), inseminasi buatan (IB) adalah pemasukan atau
penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat
buatan manusia, dan bukan secara alami. Manfaat dari inseminasi buatan antara lain
adalah: (1) mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul, (2) menghemat biaya
dan tenaga pemeliharaan, (3) pejantan-pejantan yang dipakai dalam IB telah
mengalami seleksi terlebih dahulu, (4) penularan penyakit dapat dicegah, dan (5)
meningkatkan efisiensi reproduksi. Menurut Sastrodihardjo (1996), keuntungan
pemanfaatan teknik IB adalah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan jantan,
menanggulangi rendahnya fertilitas akibat kawin alam, untuk mengetahui dengan jelas
dan pasti asal usul tetuanya, meningkatkan jumlah produksi telur tetas, serta upaya
6
pengadaan anak ayam (DOC) dalam jumlah banyak, umur seragam, dan waktu yang
singkat.
Menurut Supriatna (2000), keberhasilan pelaksanaan inseminasi buatan
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain daya fertilitas spermatozoa (fertile life),
jenis pengencer yang digunakan, dosis dan interval IB, pengelolaan semen, waktu
pelaksanaan inseminasi serta teknik pelaksanaan IB dan keterampilan inseminator.
Dosis dan interval inseminasi pada unggas perlu diperhatikan karena memiliki
pengaruh terhadap daya fertilitas yng baik. Dosis yang diperlukan untuk memperoleh
fertilitas yang optimal adalah 150 juta spermatozoa menurut Toelihere (1993) dan 100
juta spermatozoa menurut Etches (1996) dengan interval inseminasi setiap tujuh hari
sekali. Menurut Supriatna (2000), daya fertilitas spermatozoa adalah kemampuan
spermatozoa dalam saluran oviduk untuk membuahi sel telur dalam waktu tertentu.
Daya fertilitas spermatozoa pada umumnya berkorelasi dengan kualitas semen,
konsentrasi, dan motilitas. Daya fertilitas dapat digunakan sebagai acuan penentu
dosis dan interval waktu inseminasi.
Waktu pelaksanaan inseminasi buatan pada ayam umumnya mengacu pada
waktu ovulasi dan ovivosisi. Inseminasi buatan yang dilakukan beberapa jam sebelum
dan setelah ovivosisi akan menghasilkan fertilitas telur yang rendah, karena sebagian
spermatozoa yang dideposisikan akan keluar kembali dari vagina oleh adanya
kontraksi oviduk yang berhubungan dengan proses oviposisi (Brillard, 1993). Menurut
Sastrodihardjo dan Resnawati (1999), pelaksanaan inseminasi buatan pada waktu dan
dosis yang tepat akan menghasilkan fertilitas telur yang tinggi. Hasil penelitian Saleh
dan Sugiyatno (2006) membuktikan periode fertil pada ayam ras petelur yang
diinseminasi menggunakan semen ayam Kampung dengan waktu pelaksanaan
inseminasi 2-4 jam setelah oviposisi rata-rata adalah 12 hari. Menurut Abdillah
(1996), bahwa untuk mendapatkan fertilitas telur yang tinggi sebaiknya inseminasi
buatan dilakukan empat jam pasca oviposisi.
Inseminasi buatan pada unggas dapat dilakukan melalui dua teknik, yaitu
teknik intravagina dan intrauteri (Supriatna, 2000). Teknik intravagina merupakan
teknik inseminasi buatan dengan cara mendeposisikan semen pada daerah vagina.
Teknik ini dilakukan dengan cara mendeposisikan semen disekitar vagina pada
kedalaman ± 3 cm (Sastrodihardjo dan Resnawati, 1999). Teknik intrauteri merupakan
teknik inseminasi buatan dengan cara mendeposisikan semen pada daerah uterus.
7
Teknik ini dilakukan dengan cara mendeposisikan semen di daerah uterus melalui
spuit 1 ml yang telah disambung selang kateter 7 cm (Supriatna, 2000).
Menurut Permana (2007), penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
ayam Arab betina 18 ekor dengan waktu pengoleksian telur sampai hari ke-7 setelah
inseminasi buatan dilakukan untuk mengetahui karakteristik telur tetas ayam Arab
betina hasil inseminasi buatan dengan menggunakan semen dari pejantan Ayam Arab,
Ayam Pelung, dan ayam Wareng Tanggerang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Telur Tetas Ayam Arab Betina Hasil Inseminasi Buatan dengan
Menggunakan Pejantan Ayam Arab, Ayam Pelung, dan Ayam Wareng
Tanggerang.
Jenis Ayam Jantan
Peubah
Arab
Pelung
Wareng Tanggerang
Fertilitas (%)
95,91 ± 4,44B
94,99 ± 3,08B
74,43 ± 4,83A
Daya Tetas (%)
93,05 ± 3,74
92,78 ± 3,99
93,89 ± 5,36
Bobot Tetas (g/ekor)
30,78 ± 0,90a
32,85 ± 0,10b
31,98 ± 0,37ab
Viabilitas (%)
96,54 ± 3,34
97,44 ± 4,44
98,55 ± 2,51
Keterangan : Huruf besar pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P