In Vivo Acute and Sub Chronic Toxicity of Water and Methanol Extracts of Meretrix meretrix Linnaeus on Sprague Dawley Rats

(1)

TOKSISITAS AKUT DAN SUBKRONIS EKSTRAK AIR DAN

METANOL KERANG LAMIS (Meretrix meretrix Linnaeus)

SECARA IN VIVO PADA TIKUS Sprague Dawley

AZWIN APRIANDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Toksisitas Akut dan Subkronis Ekstrak Air dan Metanol Kerang Lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) secara In Vivo pada Tikus Sprague Dawley adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Azwin Apriandi NRP C351110131


(3)

RINGKASAN

AZWIN APRIANDI. Toksisitas Akut dan Sub Kronis Ekstrak Air dan Metanol Kerang Lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) secara In Vivo pada Tikus

Sprague Dawley. Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan

PURWANTININGSIH.

Kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) merupakan kerang air laut yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Kerang ini secara empiris dipercayai oleh masyarakat Cirebon dapat meningkatkan stamina, menurunkan tekanan darah serta dapat megobati penyakit kuning. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kerang lamis memilki aktivitas sebagai antioksidan, anti tumor, hipolipidemik, antineoplastik, meningkatkan imunitas, anti hiperglikemik dan anti hiperlipidemia. Berbagai macam manfaat biologis kerang ini telah banyak diteliti, akan tetapi efek farmakologis ekstrak kerang ini belum ada pengkajiannya, sehingga perlu adanya pengkajian mengenai toksisitas dari ekstrak kerang lamis. Uji toksisitas yang diteliti mencakup toksisitas akut dan subkronis secara in vivo pada tikus.

Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi kerang lamis (rendemen, analisis proksimat, analisis logam berat dan uji komponen aktif kerang lamis), uji toksisitas akut dan sub kronis secara in vivo pada tikus Sprague Dawley. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap pertama karakterisasi kerang lamis diantaranya: pengukuran rendemen, analisis proksimat (AOAC 2005), analisis logam berat (APHA 1989) serta uji komponen aktif (Harborne 1984).

Tahap kedua yaitu uji toksisitas akut secara in vivo pada tikus (OECD Test Guideline 403: 2009). Tahap ketiga yaitu uji toksisitas sub kronis

secara in vivo pada tikus (OECD Test Guideline 413: 2009).

Hasil karakterisasi kerang lamis didapatkan rendemen cangkang dan daging sebesar 11.09 % dan 69.85 %. Komposisi kimia kerang lamis didapatkan kadar air 79.99 %, abu 1.50 %, lemak 0.22 %, protein 9.42 % dan karbohidrat 8.81 %. Kandungan logam berat Pb 0.0013 ppm, Cd 0.0088 ppm, Hg 0.0008 ppm dan Cu 0.0045 ppm. Komponen bioaktif yang terkandung pada ekstrak kerang lamis diantaranya alkaloid, steroid dan saponin. Hasil pengujian toksisitas akut ekstrak air dan metanol kerang lamis secara in vivo dengan dosis 2, 4, 6 dan 15 g/kg BB selama 14 hari pengamatan tidak memberikan efek toksisitas akut pada tikus percobaan. Hasil pengamatan histopatologi terdapat beberapa sel mengalami nekrosis dan degenerasi pada organ hati dan ginjal. Hasil pengamatan kondisi organ dalam tikus terdapat perubahan warna, akan tetapi secara keseluruhan tidak menimbulkan gejala akut secara keseluruhan. Hasil pengujian toksisitas sub kronis ekstrak air dan metanol kerang lamis secara in vivo dosis 0.1 dan 1 g/kg BB tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan konsumsi pakan tikus, tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot organ hati dan ginjal (p>0.05), tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar urea, kreatinin, kolesterol (p>0.05) dan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar bilirubin dan albumin serum darah tikus (p<0.05)


(4)

Methanol Extracts of Meretrix meretrix Linnaeus on Sprague Dawley Rats. Supervised by KUSTIARIYAH TARMAN and PURWANTININGSIH.

Lamis clam (Meretrix meretrix Linnaeus) is one of the sea shells that have been utilized by the community. The shells are traditionally believed by peoples of Cirebon can increase stamina, lower blood pressure and can treat jaundice. Results of several studies demonstrated that these shells have various activities such as antioxidant, antitumor, hypolipidemic, antineoplastic, modulatory immune activity as well as antihyperglycemic and antihyperlipidemia. A wide range of research on the benefits of lamis clams has been done, but the pharmacological effects of the clam extracts have been less explored. Thus, the need to test the toxicity of the clam is very important. Toxicity tests studied in this research covered acute and sub chronic toxicities performed in vivo in rats. Parameters observed in this study were physical observation, presence or absence of rat deaths due to M. meretrix extract as well as the presence or absence of symptoms of liver and kidney damages. It is also useful in the development of research knowledge about the pharmacological effects of M. meretrix and also expected to be able to provide added value for M. meretrix utilization.

The purpose of the study was to characterize the mussel (yield, proximate and heavy metals analyzes as well as qualitative tests of bioactive components contained in M. meretrix), to determine the acute and sub chronic toxicities of water and methanol extracts of M. meretrix in vivo on Sprague Dawley rats. The

research was carried out in 3 stages. Phase 1 was the characterization of M. meretrix included: yield measurement, proximate analysis (AOAC 2005),

analysis of heavy metals Pb, Cd, Hg and Cu (APHA 1989) and analysis of bioactive components (Harborne 1984). Phase 2 was acute toxicity test (OECD Test Guideline 403:2009). The parameters observed at this stage included: growth and feed intake of rats, observations of physical parameters, histopathology of rats liver and kidney as well as observation of the color changes in the organs of rats. Phase 3 was the final stage, namely the sub chronic toxicity test (OECD Test Guideline 413:2009). Parameters observed in this study included: growth and feed intake of rats, physical parameters (weight of kidney and liver) and blood serum chemistry parameters (urea, bilirubin, creatinine, albumin and cholesterol).

Meretrix meretrix consisted of 11.09 % meat and 69.85 % shell. Based on the results of the proximate analysis yielded moisture content of 79.99 %, 1.50 % of ash, 0.22 % of fat, 9.42 % of protein and 8.81 % of carbohydrate. Analysis of heavy metals showed lamis clams meat containing Pb 0.0013 ppm, Cd 0.0088 ppm, Hg 0.0045 and Cu 0.0008 ppm. M. meretrix also contained various components of bioactive compounds. Three types of bioactive compounds were detected in the water and methanol extracts of M. meretrix which were alkaloids, steroids and saponins.

Acute toxicity test of water and methanol extracts of M. meretrix was done by giving both extracts to rats with doses of 2, 4, 6 and 15 g/kg of body weight.


(5)

Based on growth and physical observations on the rats for 14 days, the water and methanol extracts of M. meretrix had no acute toxicity effect (studied up to 15 g/kg body weight). Based on histopathological observations on the liver and kidneys, some cells faced necrosis and degeneration, but in general no significant effect was observed in comparison with control group. This result showed that the M. meretrix was not toxic and safe to be consumed.

Sub chronic toxicity test of water and methanol extracts of M. meretrix was done by giving both extracts with doses of 0.1 and 1 g/kg bw for 90 days recurring basis. Test results showed that the water and methanol extracts of M. meretrix were not toxic to rats at the doses administered. There was no indication of metabolic disorders in rats after administration of water and methanol extracts at doses of 0.1 and 1 g/kg body weight. These treatments did not affect the growth of rats. No significant effect on liver and kidney weight of rats (p>0.05) was observed. Blood serum test on chemistry parameters of rats showed that water and methanol extracts of M. meretrix had no significant effect on levels of urea, cholesterol, and creatinine (p>0.05). Albumin and bilirubin levels were significantly different with controls (p<0.05), although the five parameters of the blood serum were still in the normal levels of blood serum chemistry for rats. Keywords: acute toxicity, M. meretrix, sub chronic toxicity.


(6)

©

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

TOKSISITAS AKUT DAN SUBKRONIS EKSTRAK AIR DAN

METANOL KERANG LAMIS (Meretrix meretrix Linnaeus)

SECARA IN VIVO PADA TIKUS Sprague Dawley

AZWIN APRIANDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(8)

(9)

Judul Tesis :

Nama :

NIM :

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 23 Juli 2013 Tanggal Lulus:

Toksisitas Akut dan Subkronis Ekstrak Air dan Metanol Kerang Lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) secara In Vivo pada Tikus Sprague Dawley

Azwin Apriandi C351110131

Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi Ketua

Prof Dr Dra Purwantiningsih, MS Anggota

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Toksisitas Akut dan Subkronis Ekstrak Air dan Metanol Kerang Lami (Meretrix meretrix

Linnaeus) secara In Vivo pada Tikus Sprague Dawleyini dapat diselesaikan. Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Dra Purwantiningsih, MS. sebagai anggota komisi pembimbing atas kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan dan masukan selama penyusunan tesis ini.

2. Dr Tati Nurhayati, SPi MSi selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

3. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi dan laboran Program Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh studi.

4. Pemerintah Kabupaten Karimun, melaui Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun atas Beasiswa Pendidikan yang diberikan selama penulis kuliah. 5. Keluarga besar penulis, bapak, ibu, Rio Renaldi serta Novi Winarti atas

motivasi, doa dan semangat selama penulis menempuh studi.

6. Teman-teman S2 THP 2011, 2010 dan 2012 atas kerjasama yang baik selama studi.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Semoga karya ilmiah ini membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya.

Bogor, Juli 2013


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Tujuan

Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

2 KARAKTERISASI KERANG LAMIS (M. meretrix Linnaeus) Pendahuluan

Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan

3 TOSISITAS AKUT EKSTRAK AIR DAN METANOL KERANG LAMIS (M. meretrix Linnaeus) SECARA IN VIVO PADA TIKUS Sprague Dawley

Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan

4 TOSISITAS SUBKRONIS EKSTRAK AIR DAN METANOL KERANG LAMIS (M. meretrix Linnaeus) SECARA IN VIVO PADA TIKUS Sprague Dawley

Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil dan Pembahasan Simpulan

5 PEMBAHASAN UMUM Simpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

x xi xii 1 3 3 3 4 5 9 17

18 19 21 31

32 33 35 44 45 47 48 55 66


(12)

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

lamis

2 Komposisi kimia kerang lamis 3 Kandungan logam berat kerang lamis

4 Komponen aktif pada ekstrak air dan metanol kerang lamis 5 Hasil pengamatan parameter fisik tikus

6 Hasil pengamatan organ tikus yang diberi ekstrak air kerang lamis 7 Hasil pengamatan organ tikus yang diberi ekstrak metanol

8 Bobot rata-rata hati tikus percobaan 9 Bobot rata-rata ginjal tikus percobaan 10 Kadar rata-rata urea serum darah tikus 11 Kadar rata-rata kreatinin serum darah tikus 12 Kadar rata-rata kolesterol serum darah tikus 13 Kadar rata-rata bilirubin serum darah tikus 14 Kadar rata-rata albumin serum darah tikus

11 13 16 21 26 27 37 38 39 40 41 42 43

1 Kerang lamis (M. meretrix) utuh (a), daging (b) dan cangkang (c) 2 Rendemen kerang lamis

3 Digram alir metode uji toksisitas akut

4 Pertumbuhan tikus percobaan pada uji toksisitas akut 5 Hasil histopatologi organ hati tikus

6 Hasil histopatologi organ ginjal tikus

7 Penampakan organ tikus yang diberi ekstrak air kerang lamis 8 Penampakan organ tikus yang diberi ekstrak metanol kerang

lamis

9 Diagram alir dalam pengujian toksisitas sub kronis secara in vivo 10 Pertumbuhan dan konsumsi pakan tikus pada uji toksisitas sub

kronis 9 10 20 22 23 25 27 28 34 35

1 Rendemen kerang lamis 2 Proksimat kerang lamis 3 Parameter fisik

4 Gizi pakan tikus 5 Berat hati tikus 6 Berat ginjal tikus 7 Kadar urea 8 Kadar kreatinin 9 Kadar kolesterol 10 Kadar bilirubin 11 Kadar albumin 56 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65


(13)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan zaman serta terjadinya globalisasi dan industrialisasi memberikan efek negatif terhadap gaya hidup manusia. Tingginya tuntutan kerja cenderung membawa manusia menyukai makanan yang siap saji atau instant. Perubahan ini dapat memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat, sehingga pemilihan kualitas makanan yang baik menjadi prioritas. Pola konsumsi makanan yang tidak tepat, akan mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat, baik masyarakat menengah ke bawah atau menengah ke atas. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyait infeksi maupun degeneratif, yang merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang.

Beberapa negara berkembang diantaranya di Asia, Afrika dan Amerika Latin, pengkonsumsian makanan yang kaya akan kandungan bioaktif mulai ditinggalkan. Sebaliknya, pola makanan yang siap saji mulai digemari. Umumnya makanan yang siap saji mengandung sedikit karbohidrat dan serat pangan, tetapi tinggi kandungan lemak serta bahan-bahan xenobiotic. Makanan dengan kandungan lemak tinggi serta produk pangan yang mengandung garam, gula dan MSG cenderung dikonsumsi lebih tinggi. Demikian juga dengan konsumsi alkohol dan merokok yang cenderung meningkat. Hal ini akan berakibat timbulnya obesitas dan berbagai penyakit degeneratif diantaranya, penyakit jantung, kardiovaskuler, osteoporosis, diabetes melitus bahkan penyakit kanker (WCRF/AICR 1997).

Timbulnya berbagai penyakit tersebut, menyebabkan penggunaan obat-obatan menjadi meningkat, baik jenis obat maupun dosisnya. Penggunaan obat dalam dosis tinggi atau waktu penggunaan yang lama akan memberikan efek samping yang serius. Beberapa efek negatif penggunaan obat antara lain, aborsi atau keguguran akibat misoprostol, obat gastric ulcer (borok lambung) yang disebabkan oleh obat anti inflamasi non steroid, kerusakan janin akibat thalidomide dan accutane, pendarahan usus akibat aspirin, depresi dan luka pada hati akibat interferon, rambut rontok dan anemia karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia akibat penggunaan efedri, tuli dan gagal ginjal akibat antibiotik gentamisin, diabetes yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik, dan lain sebagainya. Penggunan obat juga menyebabkan kerja ginjal dan hati meningkat. Hal ini karena obat mempunyai farmakokinetik dan farmakodimanik tertentu, dimana setelah fungsi ini habis, obat harus didetoksifikasi melalui organ hati dan kemudian disaring oleh organ ginjal sebelum dibuang melalui urin dan empedu (Sugito 2010).

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mulai menyadari akan pentingnya penggunaan bahan-bahan alami untuk proses pengobatan. Penelitian sekarang sudah mengarah menggunakan bahan alami yang mengandung senyawa bioaktif untuk mencegah dan pengobatan penyakit degeneratif. Pencegahan dan pengobatan penyakit degeneratif menggunakan senyawa bioaktif merupakan salah satu upaya menggunakan bahan alami yang dapat mencegah tahap awal terjadinya penyakit degeneratif, meningkatkan fungsi


(14)

organ tertentu dan membatasi pertumbuhan atau keparahan penyakit non infeksi (Greenwald 1996).

Komponen bioaktif meliputi berbagai kelompok senyawa diantaranya, fenol, alkaloid, terpenoid dan steroid. Beberapa senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karatenoid, fitosterol, saponin, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, sulfide dan asam fitat. Fungsi fisiologis yang dimiliki antara lain sebagai antikanker, antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, pengatur tekanan darah, pengatur kadar gula darah dan penurun kadar kolesterol (Harborne 1984). Komponen-komponen bioaktif ini dapat ditemukan disalah satunya yaitu biota perairan.

Sumberdaya perairan yang memiliki potensi sebagai sumber bioaktif adalah kerang lamis (Meretrix meretrix). Kerang ini merupakan kerang air laut yang termasuk dalam kelas Bivalvia (Nugranad dan Noodang et al. 2000). Kerang ini secara tradisional dipercayai oleh masyarakat Cirebon dapat meningkatkan stamina, menurunkan tekanan darah serta dapat mengobati penyakit kuning, hal ini berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian dibuktikan bahwa ekstrak kerang lamis ini memiliki aktivitas antara lain sebagai

hipolipidemik, antineoplastik, aktivitas antioksidan (Xu et al. 1999; Zhao dan Su 1997; Wei et al. 2007; Huang et al. 2005), meningkatkan sistem

imun (Yu et al. 1991; He et al. 1995; Zhang et al. 2005; Zheng et al. 2008; Xie et al. 2012 ), aktivitas antitumor dan antikanker (Xie et al. 2012), serta anti

hiperglikemik dan anti hiperlipidemia (Zhang et al. 1997; Xu et al. 1999; Yuan dan Yuan2007).

Berbagai macam manfaat yang dihasilkan dari kerang lamis, sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Istilah pangan fungsional dipilih dari sederet istilah yang pernah dipopulerkan sebelumnya antara lain pharmafoods, designer food, nutraceutical food, health food, therapeutic food, sehingga pangan fungsional dapat dikatakan sebagai bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang, hal ini karena adanya kandungan bioaktif pada bahan pangan tersebut (Winarti 2010).

Berbagai macam penelitian mengenai manfaat dari kerang lamis telah dilakukan, akan tetapi efek farmakologis dari ekstrak kerang lamis belum dilakukan pengkajiannya. Minat farmakologis klinis terhadap khasiat dan keamanan nutraseutikal berkembang selama beberapa tahun terakhir ini. Hal ini karena nutraseutikal umumnya digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan atau

konsumsi tanpa pengawasan dokter atau ahli yang berwenang (Fragoso et al. 2009). Selain itu juga untuk produk alami yang berasal dari

perairan, terkadang dapat menimbulkan efek racun terhadap yang mengkonsumsi. Hal ini dapat diakibatkan oleh pencemaran lingkungan seperti adanya logam berat serta blooming alga.

Pencegahan terjadinya efek toksik, gangguan-gangguan fisiologis dan kerugian-kerugian lain akibat konsumsi kerang lamis serta kemungkinan pemanfaatan kerang lamis secara luas, baik sebagai bahan pangan, pengobatan herbal maupun produk olahan fungsional lainnya, perlu dilakukan penelitian mengenai toksikologi kerang lamis. Uji toksisitas yang akan diteliti mencangkup toksisitas akut serta subkronis yang dilakukan secara in vivo pada tikus. Penelitian ini mengamati beberapa parameter, diantaranya pengamatan fisik, ada tidaknya


(15)

3

kematian tikus akibat pemberian ekstrak kerang lamis, kerusakan hati dan ginjal. Selain itu juga penelitian ini juga bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai efek farmakologis dari kerang ini dan juga diharapkan akan dapat memberikan nilai tambah untuk kerang lamis.

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1 Mengkarakterisasi kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus).

2 Mengetahui toksisitas akut kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus). 3 Mengetahui toksisitas sub kronis kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus).

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1 Dapat mengetahui informasi dasar (kandungan proksimat, logam berat, rendemen dan jenis zat bioaktif) dari kerang lamis.

2 Dapat mengetahui tingkat toksisitas akut dari ekstrak kasar kerang lamis. 3 Dapat mengetahui tingkat toksisitas ekstrak kasar kerang lamis yang diberikan

secara terus menerus selama 90 hari.

4 Dapat mengidentifikasi gangguan metabolisme pada hati dan ginjal akibat

pemberian ekstrak kasar kerang lamis secara subkronis pada dosis 0.1 g/kg BB dan 1 g/kg BB tikus jenis Sprague dawley.

5 Dapat diketahui manfaat fungsional ekstrak kerang lamis berdasarkan evaluasi metabolisme hati dan ginjal, sehingga dapat diprediksi pemanfaatannya lebih lanjut.

Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1 Mengkarakterisasi kerang lamis yang terdiri dari menghitung rendemen, analisis proksimat, analisis kandungan logam berat dan uji komponen aktif kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus).

2 Menguji toksisitas akut ekstrak air dan metanol kerang lamis secara in vivo pada tikus Sprague Dawley dengan dosis 2, 4, 6 dan 15 g/kg BB.

3 Menguji toksisitas sub kronis ekstrak air dan metanol kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) secara in vivo pada tikus Sprague Dawley dengan dosis 0.1 dan 1 g/kg BB.


(16)

2 KARAKTERISASI KERANG LAMIS

(Meretrix meretrix Linnaeus)

Pendahuluan Latar belakang

Moluska merupakan kelompok utama biota yang memiliki jumlah spesies terbanyak di perairan yaitu 2500 spesies. Kelompok ini meliputi gastropoda sebanyak 1500 spesies dan kelompok bivalvia sebanyak 1000 spesies. Kelompok moluska banyak hidup di daerah ekosistem karang, mangrove dan padang lamun (Dahuri 2006). Produksi kerang di Indonesia mengalami peningkatan pada periode tahun 2006 sampai 2011 yaitu dari 12.991 ton sampai 18.896 ton (KKP 2012).

Potensi kekerangan belum banyak dieksplorasi, namun wilayah penyebarannya sangat luas, hal ini karena hampir semua perairan laut Indonesia yang ditumbuhi karang memiliki beragam jenis kerang. Adapun contoh jenis kerang yang banyak terdapat di Indonesia salah satunya kerang lamis (Meretrix meretrix). Kerang lamis merupakan kerang air laut yang termasuk dalam kelas Bivalvia (Nugranad dan Noodang et al. 2000). Kerang lamis ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari sebagai sumber makanan. Akan tetapi menurut Wiyono (2009), kerang lamis masih termasuk dalam hasil tangkapan samping (HTS).

Kerang lamis sebagai hasil tangkapan samping, hal ini dikarenakan di Indonesia kerang ini belum banyak dieksplorasi manfaatnya. Belum banyak penelitian yang mengkaji atau mengkarakterisasi kerang lamis. Oleh karena itu merupakan prospek yang menjanjikan jika dilakukan eksplorasi dari kerang ini. Hal ini akan sangat bermanfaat dan diharapkan menjadi salah satu informasi dasar dalam pengolahan dan pengembangan kerang lamis kedepannya, baik di bidang pangan maupun non pangan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi dari kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) antara lain:

1 Menghitung rendemen dari kerang lamis (M. meretrix Linnaeus) 2 Analisis proksimat dari kerang lamis (M. meretrix Linnaeus)

3 Analisis kandungan logam berat kerang lamis (M. meretrix Linnaeus) 4 Analisis komponen aktif pada kerang lamis (M. meretrix Linnaeus)


(17)

5

Bahan dan Metode Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2013. Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium, antara lain Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB dan Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Fakultas Peternakan IPB.

Bahan dan alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kerang lamis. Adapun bahan yang digunakan dalam preparasi dan ekstraksi kerang lamis antara lain, metanol, dan akuades. Bahan untuk analisis proksimat antara lain kjeltab, heksan, asam borat, NaOH, HCl serta H2SO4. Bahan yang digunakan untuk

analisis logam berat yaitu HNO3, HClO4 dan akuades. Bahan yang digunakan

dalam analisa kandungan zat bioaktif antara lain pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendoff (uji alkaloid), kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji steroid), serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid), air panas, larutan HCl 2 N (uji saponin), etanol 70 %, larutan FeCl3 5 % (uji fenol

hidrokuinon).

Alat yang digunakan untuk preparasi dan ekstraksi kerang lamis antara lain timbangan digital, blender, corong pisah, gelas ukur, erlenmeyer, botol kaca, rotary evaporator dan freeze drying. Alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, kjeldahl sistem, soxlet, alat titrasi, cawan porselen, gegep, tanur, destilator. Alat-alat yang digunakan untuk analisa logam berat antara lain alat destruksi, labu destruksi, spektrofotometer, Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS). Alat yang digunakan untuk uji komponen bioaktif antara lain tabung reaksi, kompor listrik, spatula dan rak tabung.

Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengambilan dan preparasi sampel, analisis proksimat, uji kandungan logam berat, ekstraksi bahan aktif dan pengujian jenis zat aktif yang tardapat pada kerang lamis.

Pengambilan dan preparasi sampel

Tahap penelitian ini dimulai dari pengambilan dan preparasi sampel serta persiapan bahan dan alat untuk ekstraksi senyawa aktif. Sampel kerang lamis (Meretrix meretrix) diambil di perairan pantai Desa Karang Sembung Bondet, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Kerang diambil disekitar pantai pada koordinat 108,33⁰ dan 6,41⁰ LS. Sampel banyak terdapat di dalam lumpur. Perairan di sekitar tempat sampel diambil dalam kondisi bersih dan tidak terdapat aktivitas industri di sekitar perairan pantai tersebut

Setelah terkumpul, kerang lamis dicuci dengan air laut yang bersih. Setelah itu, kerang lamis dipreparasi dengan cara pembuangan cangkang, kemudian


(18)

sebanyak 30 ekor kerang lamis diambil untuk dilakukan penghitungan rendemen. Penghitungan rendemen dilakukan dengan menggunakan rumus,

Kemudian sebagian daging dilakukan analisis proksimat dan logam berat dan sebagian dibekukan untuk dilakukan pengeringan dengan menggunakan freeze dryer. Setelah kering, kerang lamis dihaluskan dengan blender dan dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan metanol dan air.

Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu, lemak dan protein.

- Kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai proses kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air :

% Kadar air = B - C x 100% B - A

Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram) - Kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

% Kadar abu = C - A x 100% B - A

Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) Rendemen (%) = (Bobot contoh (g)/Bobot total (g)) x 100%


(19)

7

- Kadar protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih

1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red yang

berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.

Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% N = (mL HCl – mL blanko) x N HCl x 14.007 x 100 % Mg contoh x faktor koreksi alat *

*) Faktor koreksi alat = 2.5

% Kadar protein = % N x faktor konversi * *) Faktor konversi = 6.25

- Kadar lemak (AOAC 2005)

Contoh seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua

ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan

dengan tabung soklet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (benzena). Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak daging kerang lamis: % Kadar lemak = (W3- W2) x 100%

W3

Keterangan :W1= Berat sampel (gram)

W2= Berat labu lemak kosong (gram)

W3= Berat labu lemak dengan lemak (gram) Analisis logam berat Cd, Pb, Hg dan Cu (APHA 1989)

Sampel yang diuji dilakukan proses destruksi. Sebanyak 1 g contoh dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL. Selanjutnya ditambahkan 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4 dan dibiarkan selama satu malam. Setelah satu


(20)

malam, larutan didestruksi sampai jernih, didinginkan dan ditambahkan 10-20 mL akuades. Pemanasan dilanjutkan selama ±10 menit, diangkat dan didinginkan. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian dibilas dengan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya dikocok dan disaring dengan kertas saring. Filtrat dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Ekstraksi bahan aktif (Quinn 1988).

Sampel kerang lamis sebanyak 50 g yang telah dihancurkan, ke mud ia n dimaserasi dengan pelarut metanol p.a. dan akuades masing-masing sebanyak 200 mL selama 1 x 24 jam diberi goyangan menggunakan orbital shaker 150 rpm. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring sampai bening dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat ekstrak metanol yang diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50 ºC.

Uji zat bioaktif (Harborne 1984)

Uji zat bioaktif dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kerang lamis. Uji zat bioaktif meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon.

a. Alkaloid

Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendoff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.

b. Steroid

Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

c. Flavonoid

Sebanyak 1 g sampel ditambahkan serbuk magnesium 0.1 mg dan 0.4 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37 % dan etanol 95 % dengan volume yang sama) dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

d. Saponin

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

e. Fenol Hidrokuinon

Sebanyak 1 g sampel diekstrak dengan 20 mL etanol 70 %. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5 %. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya


(21)

9

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus)

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) yang diambil dari Desa Karang Sembung Bondet, Kota Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Morfologi kerang ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerang lamis (Meretrix meretrix) utuh (a), daging (b) dan cangkang (c)

Sampel kerang lamis yang diperoleh, kemudian dipreparasi untuk dipisahkan antara daging dan cangkangnya. Bentuk cangkang dan dagingnya kemudian diamati karakteristik fisiknya. Kerang lamis yang digunakan berukuran 4-5 cm. Hasil pengamatan karakteristik fisik kerang lamis ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengamatan karakteristik fisik cangkang dan daging kerang lamis

Karakteristik fisik Cangkang Daging

Warna Putih kekuningan dengan

garis hitam di ujung

Putih

Tekstur Keras Kenyal

Kerang lamis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki warna putih kekuningan dengan tekstur yang keras, daging bewarna putih dan tekstur kenyal. Proses karakterisasi ini dilakukan guna mengetahui sifat dari bahan baku yang digunakan. Sifat bahan baku ini tidak terbatas hanya pada sifat fisik, tetapi juga sifat kimianya.

Rendemen

Rendemen adalah persentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendeman digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan.

Nilai rendemen kerang lamis dapat dilihat pada Gambar 2 dan hasil perhitungan rendemen dapat dilihat pada Lampiran 1.


(22)

Gambar 2 Persentase rendemen kerang lamis

Rendemen cangkang lebih dari setengah berat kerang lamis utuh, yaitu sebesar 69.85 %. Hal ini menunjukkan bahwa cangkang kerang lamis berpotensi untuk dikembangkan. Cangkang kerang tersusun dari molekul-molekul kalsium dalam bentuk kalsium karbonat (Suwignyo et al. 2005; Castro dan Huber 2007), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber kalsium setelah melalui proses pengolahan dan pemurnian terlebih dahulu. Proses pengolahan dan pemurnian dilakukan untuk menghilangkan pigmen-pigmen pada lapisan terluar atau pertama cangkang bivalvia, yaitu pada lapisan periostrakum yang melindungi lapisan kalsium karbonat di bawahnya. Kalsium karbonat terdapat pada tiga lapisan di bawah periostrakum, yaitu lapisan prismatik, lapisan lamella dan lapisan hypostracum (Suwignyo et al. 2005).

Rendemen daging kerang lamis berdasarkan hasil pengukuran yaitu sebesar 11.09 %. Selain cangkang, daging kerang lamis juga berpotensi untuk dimanfaatkan dengan jumlahnya 11.09 % tersebut. Pemanfaatannya bisa berupa dijadikan lauk pauk sebagai sumber protein hewani dan asam amino. Protein dan asam-asam amino berfungsi sebagai zat pembangun pada tubuh manusia serta membantu dalam proses metabolisme tubuh manusia (Winarno 2008). Hal ini sama seperti ikan dan hewan laut lainnya, daging kerang mempunyai kandungan asam lemak omega-3 dan omega-6 yang bermanfaat bagi perkembangan otak dan untuk pencegahan penyakit jantung yaitu Docosahexaenoic Acid (DHA) dan Eiocasapentatonoic Acid (EPA) (Natural Hub 2000). Mathlubi (2006) menyatakan bahwa, umumnya rendemen cangkang moluska berkisar 53-65%, daging 19-28% dan cairan dalamnya sebesar 9-25%.

Komposisi kimia

Komposisi kimia dari kerang lamis dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air, lemak, protein, abu dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat

Cangkang 69.85% Daging

11.09%

Komponen lain 19.06%


(23)

11

kerang lamis dapat dilihat pada Tabel 8 dan perhitungan proksimat dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 2 Komposisi kimia kerang lamis

Kandungan

(% basis basah) Hasil uji Zhang et

al. (2006)

Yang et al.

(2007)

Kang et al.

(2008)

Li et al.

(2010) Air Abu Lemak Protein Karbohidrat 79.99 1.50 0.22 9.42 8.81* - 22.40 1.07 15.54 - - - - 10.50 8.30 76.39 12.80 - - 4.14 80.20 - 6.78 14.98 - Keterangan: *) by difference

Kadar air

Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam kerang lamis. Hasil pengukuran kadar air menunjukkan bahwa kerang lamis memiliki kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebesar 79.99 %. Kadar air pada kerang lamis berdasarkan hasil penelitian Zhang et al. (2006); Yang et al. (2007); Kang et al. (2008); Li et al. (2010) didapatkan kadar air berkisar 76.39-80.20 %. Nurjanah et al. (1996) dan Kamil et al. (1998) meyatakan bahwa, perbedaan kadar air antara kerang terjadi karena adanya pengaruh lingkungan dan habitat tempat tinggal dari kerang tersebut. Selain itu juga faktor umur, ukuran serta jenis kelamin dari spesies juga ikut berpengaruh terhadap kadar air bahan.

Prinsip analisis kadar air yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengukur berat air yang teruapkan dan tidak terikat kuat dalam jaringan bahan dengan bantuan panas. Air yang teruapkan ini merupakan air tipe III. Air tipe III ini biasa disebut air bebas dan merupakan air yang hanya terikat secara fisik dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lain sebagainya. Air ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Tingginya air tipe III ini pada kerang lamis, dapat menyebabkan kerang lamis mudah sekali mengalami kerusakan (highly perishable) apabila tidak ditangani dengan benar. Hal ini karena air tipe ini dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan juga reaksi kimiawi dalam jaringan yang diduga melibatkan enzim, salah satunya enzim protease seperti katepsin (Winarno 2008). Lemak

Analisis kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada kerang lamis. Lemak sendiri merupakan komponen yang dibentuk dari unit struktural yang bersifat hidrofobik. Lemak larut pada pelarut organik (non polar) dan tidak larut dalam air (polar)

(Belitz dan Grosch 1978), sehingga penelitian ini menggunakan pelarut organik n-heksana yang bersifat non polar, untuk mengekstrak lemak dari kerang lamis.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kerang lamis mengandung lemak dalam kadar yang cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0.22 %. kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air kerang lamis sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun secara drastis.


(24)

Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Hubungan tersebut mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak, apabila kadar air yang terkandung di dalam bahan cukup tinggi.

Kandungan lemak kerang lamis ini lebih rendah dari pada kandungan lemak pada kerang lamis hasil penelitian Zhang et al. (2006); Yang et al. (2007); Kang et al. (2008); Li et al. (2010) didapatkan kadar lemak berkisar 1.07-6.78 %. Nurjanah et al. (1996) dan Kamil et al. (1998), menyatakan bahwa, kadar lemak kekerangan berkisar antara 0.40-0.91 %. Perbedaan ini dapat terjadi karena pengaruh beberapa faktor, yaitu umur, hábitat, ukuran dan tingkat kematangan gonad.

Protein

Pengukuran protein pada bahan pangan digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan pangan sebagai sumber protein atau tidak. Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan peptida. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, serta berperan sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 2008).

Hasil pengukuran kandugan protein kerang lamis, didapatkan kandungan proteinnya sebesar 9.42 %. Berdasarkan hasil penelitian dari Zhang et al. (2006); Yang et al. (2007); Kang et al. (2008); Li et al. (2010) didapatkan kadar protein berkisar 10.50-15.40 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kerang lamis mengandung protein dengan jumlah yang sedang. Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan dan tingkat kematangan gonad.

Abu

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur ini juga dikenal sebagi zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Winarno 2008).

Berdasarkan hasil pengukuran, kerang lamis mengandung kadar abu

sebesar 1.50 %. Berdasarkan hasil penelitian dari Zhang et al. (2006); Yang et al. (2007); Kang et al. (2008); Li et al. (2010) didapatkan kadar abu

berkisar 12.80-22.40 %. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Masing-masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral, sehingga hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing-masing bahan.


(25)

13

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan komponen organik yang paling banyak tersebar di permukaan bumi. Karbohidrat sangat berperan dalam metabolisme hewan dan tumbuhan. Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi dasar dan paling banyak digunakan sebagai sumber energi utama. Energi yang disumbangkan dari karbohidrat sebesar 4 kkal (Belitz dan Grosch 1978). Karbohidrat juga mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno 2008).

Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan bahwa kerang lamis mengandung karbohidrat sebesar 8.81 %. Berdasarkan hasil penelitian dari Zhang et al. (2006); Yang et al. (2007); Kang et al. (2008); Li et al. (2010) didapatkan kadar karbohidrat berkisar 4.14-8.30 %. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode by difference ini merupakan metode penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar juga terhitung sebagai karbohidrat. Kadar karbohidrat yang terhitung ini diduga berupa glikogen dan serat kasar. Hal ini dikarenakan karbohidrat yang terdapat pada hewan umumnya berbentuk glikogen (Winarno 2008).

Kadar logam berat

Pengujian kandungan logam berat dilakukan untuk mengetahui kandungan Hg, Pb, Cd dan Cu yang terkandung pada kerang lamis. Hasil pengujian kandungan logam berat tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan logam berat kerang lamis Logam Hasil Uji

(ppm)

Jumlah (ppm)*

(Kep.Men. DKP 17/2004) (ppm) Hg Pb Cd Cu 0.0008 0.0013 0.0088 0.0045 - 1.72 3.27 6.62 Maks 0.50 Maks 1.50 Maks 1.00 Maks 0.50 Keterangan *) Abdullah et al. (2007)

Logam berat berbeda dengan logam biasa. Hal ini karena logam berat dapat menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Semua logam berat dapat menjadi bahan beracun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, akan tetapi logam tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh makhluk hidup (Palar 1994). Darmono (2001) dan Effendi (2003) menyatakan bahwa di dalam tubuh makhluk hidup, logam berat akan mengalami bioakumulasi sehingga kadarnya di dalam tubuh lebih besar dari pada lingkungan perairan. Sehingga hewan-hewan seperti kekerangan dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan.

Merkuri (Hg)

Merkuri merupakan salah satu logam berat yang terdapat dalam bentuk Hg murni, anorganik dan organik. Merkuri organik dalam bentuk metil merkuri, mempunyai daya racun yang tinggi dan susah diurai dibandingkan Hg murni. Jika metil merkuri terakumulasi dalam tubuh, maka akan mengakibatkan keracunan


(26)

yang bersifat akut (mual, muntah-muntah, diare, kerusakan ginjal dan kematian) (Darmono 2001).

Hasil analisis kandungan Hg pada kerang lamis didapatkan kandungan Hg sebesar 0.0008 ppm. Hasil ini masih dibawah persyaratan standar mutu menurut KEPMEN DKP 17/2004 yaitu maksimal 0.50 ppm. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, kerang lamis ini masih aman untuk dikonsumsi.

Timbal (Pb)

Logam timbal (Pb) bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Keracunan akut ditandai dengan mulut terasa terbakar, diare sedangkan untuk gejala kronis ditandai dengan mual, anemia, sakit disekitar mulut dan dapat meyebabkan kelumpuhan (Darmono 2001). Logam Pb memunyai target utama yaitu menyerang organ darah dan syaraf, beberapa enzim yang terlibat dalam sintesis darah dihambat oleh Pb. Logam Pb juga dapat mengakibatkan terjadinya hiperaktif, penurunan daya konsentrasi, keterlambatan mental dan menghambat kecerdasan bayi (Hodgson dan Levi 2000).

Hasil analisis kandungan logam Pb pada kerang lamis didapatkan kandungan logam sebesar 0.0013 ppm. Hasil ini masih dibawah batas maksimum menurut standar mutu KEPMEN DKP 17/2004 yaitu maksimal 1.50 ppm. Abdullah et al. (2007), mengukur kandungan logam berat Pb di perairan Sabah Malaysia, di dapatkan kandungan Pb Meretrix meretrix sebesar 1.72 ppm. Jumlah ini jauh lebih besar dari sampel kerang lamis yang diuji serta melebihi ambang batas aman untuk logam Pb. Sustriawan (1999) melakukan penelitian dengan memberikan daging ikan yang mengandung Pb sebesar 0.36 μg/100 g BB/hari kepada tikus galur LMR, menyebabkan lesio pada hati dengan tanda-tanda adanya pendarahan disekitar vena sentralis. Terjadinya nekrosis sel dan timbulnya sel basofilik.

Rendahnya kandungan logam Pb yang terdapat didalam tubuh kerang lamis, sehingga dapat disimpulkan bahwa, kerang lamis ini masih aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini karena kandungan logam Pb nya sangat

rendah dari ambang batas yang ditetapkan menurut standar mutu KEPMEN DKP 17/2004.

Kadmiun (Cd)

Logam kadmium (Cd) bersifat kumulatif dan logam ini juga sangat toksik bagi manusia karena logam ini dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru, peningkatan tekanan darah dan menyebabkan kemandulan pada pria. Adapun penyakit yang terkenal akibat keracunan Cd adalah itai-itai di Jepang. Penyakit ini ditandai dengan rasa sakit pada tulang dan terjadi pengeroposan tulang (Effendi 2003).

Hasil pengukuran kandungan Cd pada kerang lamis, didapatkan kandungan Cd sebesar 0.0088 ppm. Hasil ini masih di bawah batas maksimum menurut standar mutu KEPMEN DKP 17/2004 yaitu maksimal 1.00 ppm. Abdullah et al. (2007), mengukur kandungan logam berat Cd di perairan Sabah Malaysia, di dapatkan kandungan Cd Meretrix meretrix sebesar 3.27 ppm. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil uji dan melebihi ambaang batas menurut stándar mutu KEPMEN DKP 17/2004. Sehingga kerang lamis ini masih aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.


(27)

15

Tembaga Cu

Logam Cu merupakan salah satu logam berat yang dapat menyebabkan keracunan akut pada manusia. Adapun gejala yang timbul adalah mual-mual, muntah, sakit perut, hemolisis, netrofisis, kejang dan akhirmya mati (Darmono 2001).

Hasil pengukuran kandungan logam Cu pada kerang lamis didapatkan kadar Cu sebesar 0.0045 ppm. Hasil ini masih di bawah batas maksimum menurut

standar mutu KEPMEN DKP 17/2004 yaitu maksimal 0.50 ppm. Abdullah et al. (2007), mengukur kandungan logam berat Cu di perairan Sabah

Malaysia, di dapatkan kandungan Cu Meretrix meretrix sebesar 6.62 ppm. Jumlah ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan hasil uji dan melebihi ambang batas menurut standar mutu KEPMEN DKP 17/2004. Sehingga kerang lamis ini masih aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Ekstraksi komponen aktif kerang lamis

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan yang paling banyak digunakan untuk menarik atau memisahkan komponen bioaktif dari suatu bahan baku. Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga komponen yang diinginkan dapat larut (Ansel 1989). Winarno et al. (1973), menambahkan ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung komponen-komponen aktif.

Proses ekstraksi pada penelitian ini meliputi proses pengeringan sampel, penghancuran sampel sampai menjadi bubuk, maserasi dengan pelarut, penyaringan dan evavorasi menggunakan rotary vacuum evaporator. Sampel yang digunakan merupakan daging kerang lamis. Proses ekstraksi yang dilakukan merupakan ekstraksi tunggal menggunakan pelarut air dan metanol.

Ekstrak kasar

Proses evaporasi filtrat dari masing-masing hasil maserasi pelarut akan menghasilkan ekstrak kasar kerang lamis yang kental. Kedua ekstrak (air dan metanol) tersebut memiliki warna coklat tua berbentuk pasta kental dan memiliki bau yang khas. Hasil ekstraksi menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda-beda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan jumlah sampel awal yang diekstrak. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen, sama halnya dengan nilai rendemen bahan.

Berdasarkan hasil ekstraksi kerang lamis dengan menggunakan pelarut air dan metanol didapatkan rendemen ekstrak kasar yang berbeda dari kedua pelarut tersebut. Ekstrak kerang lamis yang diekstraksi dengan pelarut air memiliki nilai rendemen yang lebih tinggi dari metanol yaitu sebesar 16.25 %, sedangkan ekstrak metanol didapatkan rendemen sebesar 15.00 %.

Hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi,


(28)

serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harborne 1984). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Salamah et al. (2008) menunjukkan bahwa maserasi dengan jenis pelarut yang berbeda akan menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda pula.

Komponen aktif pada ekstrak kasar kerang lamis

Ekstrak kerang lamis yang didapatkan setelah dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut air dan metanol, kemudian dilakukan pengujian kualitatif untuk mengetahui komponen aktif yang terkandung pada ekstrak tersebut dengan menggunakan metode Harborne (1984). Uji komponen aktif yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, dan fenol hidrokuinon. Adapun hasil uji komponen aktif ekstrak kasar kerang lamis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komponen aktif pada ektrak air dan metanol kerang lamis

Uji Ekstrak air Ekstrak metanol

Alkaloid

- Dragendorff - Meyer - Wegner Steroid

Flavonoid Saponin

Fenol hidroquinon

+ + + + - + -

+ + + + - + - Keterangan: (+): Terdeteksi, (-): tidak terdeteksi

Berdasarkan hasil pengujian komponen aktif pada ekstrak air dan metanol kerang lamis pada Tabel 4, menunjukkan bahwa, kandungan aktif yang terkandung pada ekstrak air sama dengan ekstrak metanol kerang lamis. Terdapat 3 jenis komponen aktif yang terdeteksi dari 5 uji yang dilakukan, diantaranya yaitu alkaloid, steroid dan saponin. Adanya komponen aktif pada kerang lamis ini salah satunya dari makanan yang dikonsumsinya. Komponen aktif diproduksi oleh organisme hidup yang didefinisikan sebagai senyawa produk alami yang tidak termasuk dalam pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi yang normal pada organisme hidup. Senyawa aktif digunakan sebagai alat interaksi antar organisme, dan sering juga digunakan sebagai pertahanan, sistem imun, antifungi, antibakteri dan sitotoksik alami (Wojnar 2008). Komponen aktif ini memiliki fungsi biologis yang bermacam-macam tergantung dari jenisnya.

Schmeer (1964) menyatakan M. meretrix mengandung jenis aktif jenis mercenene yang merupakan golongan polipeptida. Komponen aktif ini dapat menghambat proliferasi pada sel kanker HeLa dan S180. Xu et al. (1999) menemukan adanya komponen aktif jenis Mer2 yang merupakan golongan polipeptida pada M. meretrix. Komponen aktif ini dapat menghambat proliferasi pada sel line jenis HepG2, HeLa, QBC939 dan SPC-A-1 pada dosis 80.00 μg/mL sebesar 78.30 %, 72.90 %, 67.60 % dan 53.20 %. Wu et al. (2006) menemukan komponen aktif jenis MGP0501 yang merupakan golongan polipeptida pada


(29)

17

K562, A549 dan HO8910 dengan IC50 sebesar 32.03 μg/mL, 20.34 μg/mL dan 29.13 μg/mL. Zhang et al. (1990) menemukan adanya komponen aktif jenis asam nukleat pada M. meretrix yang dapat menghambat proliferasi sel line jenis S180 dan HepA sebesar 43.00-62.00 % dan 37.00 %.

Meretrix meretrix berdasarkan hasil penelitian dari Yan et al. (2007) dan Qiu et al. (2010) mengandung jenis protein yaitu P1 (18 kD), P2 (28 kD) dan P3 (16 kD) memiliki aktivitas antioksidan sebesar 67.75 %, 94.07 % dan 62.79 %. Spesies ini juga mengandung komponen aktif jenis oligosakarida dan polipeptida

yang memiliki aktivitas untuk meningkatkan imunitas pada dosis 20.00 g/kg BB (Yu et al. 1991). Xu et al. (1999) menemukan bioaktif jenis polisakarida pada

Meretrix meretrix yang memilki aktivitas sebagai antihiperglikemia dan antihiperlipidemia pada dosis 10.00 g/kg BB. Berbagai macam manfaat biologis dari bioaktif kerang lamis ini, sehingga kerang lamis ini memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan kedepannya baik dibidang pangan maupun non pangan.

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap karkteristik kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus) dapat disimpulkan bahwa:

1 Kerang lamis memiliki rendemen daging dan cangkang secara berurutan yaitu sebesar 11.09 % dan 69.85 %.

2 Kerang lamis memiliki kandungan air sebesar 79.99 %, abu 1.50 %, lemak 0.22 %, protein 9.42 % dan karbohidrat sebesar 8.81 %.

3 Kandungan logam berat pada daging kerang lamis masih dibawah batas

maksimal dimana kadar Hg sebesar 0.0008 ppm, Pb 0.0013 ppm, Cd 0.0088 ppm dan Cu sebesar 0.0045 ppm.

4 Hasil uji kualitaif zat bioaktif, didapatkan 3 jenis bioaktif pada kedua ekstrak kerang lamis diantaranya alkaloid, steroid dan saponin.


(30)

3 TOKSISITAS AKUT EKSTRAK AIR DAN METANOL

KERANG LAMIS (Meretrix meretrix Linnaeus) SECARA

IN VIVO PADA TIKUS Sprague Dawley

Pendahuluan Latar belakang

Berbagai macam biota perairan secara empiris telah digunakan oleh masyarakat karena memiliki khasiat sebagai pencegahan atau pengobatan suatu penyakit. Salah satu contoh biota perairan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah kerang lamis. Kerang lamis merupakan kerang air laut yang termasuk dalam kelas Bivalvia (Nugranad dan Noodang et al. 2000). Kerang lamis ini dipercayai oleh masyarakat Cirebon dapat menyembuhkan penyakit kuning, hipertensi bahkan dapat meningkatkan stamina.

Semakin berkembangnya zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan dibidang pangan dan kesehatan, maka diperlukan bukti ilmiah untuk menjawab berbagai manfaat empiris dari kerang lamis ini. Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, kerang lamis terbukti memiliki aktivitas sebagai sebagai anti hiperlipidemik, antineoplastik serta aktivitas antioksidan (Xu et al. 1999; Zhao dan Su 1997; Wei et al. 2007; Huang et al. 2005), aktivitas immune

modulatori (Yu et al. 1991; He et al. 1995; Zhang et al. 2005; Zheng et al. 2008; Xie et al. 2012), aktivitas antitumor dan antikanker (Xie et al. 2012), serta anti hiperglikemik dan anti hiperlipemia (Zhang et al. 1997; Xu et al. 1999;Yuan et al. 2007).

Berbagai macam manfaat dari kerang lamis ini telah dilakukan, akan tetapi kajian mengenai toksikologi dari kerang lamis ini belum ada yang melakukan. Uji toksisitas terdiri dari dua jenis yaitu: uji toksisitas umum (akut, subakut/subkronik dan kronis) dan uji toksisitas khusus (teratogenik, mutagenik dan karsinogenik) (DepKes RI 2000). Oleh karena itu kajian awal yang harus dilakukan adalah pengamatan mengenai toksisitas akut dari kerang lamis ini.

Tujuan dari uji toksisitas akut adalah untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan tingkat dosis yang diperlukan untuk uji toksisitas selanjutnya serta menentukan nilai LD50 zat pada

tikus.

Kajian mengenai toksisitas akut ini akan dapat membantu dalam penentuan dosis konsumsi yang tepat untuk kerang lamis. Selain itu juga penelitian ini juga bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai efek farmakologis dari kerang lamis dan juga diharapkan akan dapat memberikan nilai tambah untuk kerang lamis.


(31)

19

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak air dan metanol kerang lamis pada dosis 2, 4, 6 dan 15 g/kg BB terhadap parameter fisik, pertumbuhan, konsumsi pakan, histopatologi serta organ dalam tikus percobaan.

2. Menentukan nila LD50 dari ekstrak air dan metanol kerang lamis.

Bahan dan Metode Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013. Penelitian dilakukan dibeberapa laboratorium, antara lain Laboratorium Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian Veteriner, Kementerian Pertanian Cimanggu Bogor.

Bahan dan alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya ekstrak air dan metanol kerang lamis, tikus jenis Sprague Dawley, pakan tikus, air minum dan formalin. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya kandang, wadah makan dan minum tikus, timbangan digital, syringe, mikroskop, botol film serta alat bedah.

Metode penelitian

Penelitian ini melakukan pengujian toksisitas akut dari ekstrak air dan metanol kerang lamis (Meretrix meretrix Linnaeus). Pengujian toksisitas akut pada penelitian ini dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan uji tikus putih (Rattus noeveginus) galur Sprague Dawley dengan berat ±150 g atau berumur sekitar dua bulan.

Sebelum dilakukan pengujian, tikus percobaan ini harus diadaptasikan terlebih dahulu dengan kondisi lingkungan di laboratorium selama 1 minggu. Ruangan diatur dengan siklus gelap dan terang masing-masing 12 jam. Pakan dan minuman diberikan secara ad libitum. Formulasi pakan standar yang diberikan mengacu pada American Institute of Nutrition (AIN 1976) (komposisi pakan dapat dilihat pada Lampiran 4). Sedangkan minuman yang diberikan kepada tikus yaitu air mineral biasa dengan menggunakan botol khusus untuk tikus.

Tikus diberi pakan dalam bentuk pellet dengan berat 20 g/ekor/hari. Pakan diletakkan dalam wadah pada kandang. Jumlah pakan tersebut sudah mencukupi untuk kebutuhan tikus dengan umur 2 bulan. Penentuan jumlah konsumsi pakan dilakukan dengan menimbang jumlah pakan yang tersisa pada wadah, kemudian dilanjutkan dengan penimbangan bobot badan tikus. Pemberian ekstrak air dan


(32)

15 g/kg BB, kemudian diamati pertumbuhan, konsumsi pakan dan parameter fisik tiap harinya.

Uji toksisitas akut (OECD Test Guideline 403: 2009)

Adapun tahap-tahapan percobaannya adalah sebagai berikut:

1 Tikus dibagi menjadi 5 kelompok, dimana kelompok pertama adalah kontrol, kelompok kedua diberi ekstrak dengan dosis 2 g/kg BB, kelompok ketiga diberi ekstrak dengan dosis 4 g/kg BB, kelompok keempat diberi ekstrak dengan dosis 6 g/kg BB dan keompok kelima diberi ekstrak dengan dosis 15 g/kg BB

2 Pemberian ekstrak dilakukan secara oral menggunakan sonde. 3 Sebelum perlakukan tikus dipuasakan dahulu selama 4 jam. 4 Tikus kontrol hanya diberi akuades.

5 Pemberian perlakuan hanya dilakukan satu kali, yaitu pada hari pertama. 6 Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 2, 3, 5, 10 dan 14. Dilakukan

pengamatan terhadap parameter fisik (Lampiran 3), pertumbuhan serta pengukuran konsumsi pakan serta perubahan warna organ tikus.

7 Tikus yang mati, kemudian dibedah untuk diambil hati dan ginjalnya lalu dibuat preparat histologisnya.

8 Mengetahui nilai LD50.

Diagram alir proses pengujian toksisitas akut secara in vivo pada tikus di Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir metode uji toksisitas akut Pencekokan pada

tikus uji

Pengamatan fisik

tikus (Lampiran 1) pertumbuhan dan Pengamatan konsumsi pakan

Pengamatan LD50

Pengamatan histopatologi hati

dan ginjal

Pengamatan organ dalam tubuh tikus Ekstrak air dan metanol dosis 2,4,6 dan


(33)

21

Hasil dan Pembahasan Pengamatan parameter fisik tikus

Setelah pemberian ekstrak air dan metanol kerang lamis pada hari pertama, kemudian diamati parameter fisik dari tikus percobaan. Hasil pengamatan parameter fisik tikus untuk semua dosis selama 14 hari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil pengamatan parameter fisik tikus No Sistem organ Pengamatan Tanda-tanda

umum

Ket Jumlah kematian 1

Sistem pusat dan

somatomotor

Perilaku

Gelisah - 0

Kedutan perut - 0

Kejang - 0

Keaktifan terhadap rangsangan Normal 0

2 Pernafasan Laju pernafasan Sesak nafas - 0

3 Saluran

pencernaan Feses

Mencret - 0

Bentuk feses Normal 0

Warna feses Normal 0

4 Kulit dan bulu Warna dan keutuhan

Warna bulu Normal 0

Keutuhan bulu Normal 0

5 Mata Bulu dan bola

mata

Bulu mata utuh - 0

Warna mata Normal 0

Kejernihan Normal 0

6 Mulut Pendarahan Pendarahan - 0

Pembengkakan - 0

7 Hidung Pendarahan Pendarahan - 0

Pembengkakan - 0

8 Genitourinari Kelenjar mamae Pembengkakan - 0

Penis Pembengkakan - 0

Keterangan: - : tidak terjadi

Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dari tikus uji pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air dan metanol kerang lamis pada dosis 2, 4, 6 dan 15 g/kg BB tidak menyebabkan adanya tanda-tanda keracunan pada tikus uji. Pengamatan terhadap sistem saraf pusat, tidak terjadi perubahan selama pengamatn 14 hari serta tidak terjadi perubahan tingkat keaktifan dari tikus uji. Pengamatan tarhadap saluran pernafasan juga tidak menunjukkan adanya dyspenia/sesak napas atau 100 % sampel tikus yang diberikan kedua ekstrak dalam kondisi normal laju pernafasannya. Saluran pencernaan tikus juga dalam kondisi normal. Hal ini dapat diamati dari warna dan bentuk feses yang normal serta tidak adanya tikus yang menceret selama 14 hari pengamatan. Hal ini diduga, bahwa ekstrak air dan metanol kerang lamis tidak mengandung zat atau senyawa-senyawa yang dapat mengganggu pencernaan tikus. Pengamatan pada mulut, hidung dan genitourinari tidak menunjukkan adanya gejala keracunan seperti pembengkakan dan pendarahan selama 14 hari pengamatan.


(34)

Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik pada tikus yang diberikan kedua ekstrak dosis 2, 4, 6 dan 15 g/kg BB dan diamati selama 14 hari tidak ditemukan adanya tikus percobaan yang mati pada tiap tingkatan dosis. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui derajat toksisitas untuk ekstrak air dan metanol kerang lamis menurut klasifikasi toksisitas relatif Lu (1995) adalah praktis tidak toksik dengan nilai LD50>15 g/kg BB. Hal ini disebabkan tidak

ditemukan adanya tikus percobaan yang mati pada dosis tersebut.

Nilai LD50 bukan suatu tetapan biologi yang mutlak, melainkan hanya

merupakan salah satu petunjuk toksisitas akut (Siregar et al. 1991). Menurut Lu (1995), jika sejumlah zat yang diberikan kepada hewan uji dengan dosis tinggi dan tidak ada hewan uji yang mati, maka dianggap bahwa semua toksisitas akut yang berbahaya dapat diabaikan. Hasil pengamatan toksisitas akut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya spesies, keragaman individu, jenis kelamin,

umur, berat badan, cara pemberian, kesehatan hewan dan lingkungan (Balls et al. 1991).

Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Tikus Percobaan

Selain pengamatan parameter fisik dan LD50, dilakukan juga pengamatan

pertumbuhan dari tikus percobaan dan tingkat konsumsi pakannya setelah pemberian kedua ekstrak kerang lamis. Pengamatan pertumbuhan tikus ini merupakan salah satu parmeter dari efek toksik. Menurut Lu (1995), berkurangnya pertambahan bobot badan merupakan indeks efek toksik yang sederhana namun sensitif. Penimbangan bobot badan dan konsumsi pakan akan dilakukan setiap hari setelah pemberian kedua ekstrak kerang lamis. Berikut dapat dilihat data pertumbuhan tikus percobaan selama 14 hari pengamatan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pertumbuhan tikus percobaan pada uji toksisitas akut. kontrol, ekstrak air dosis 2 g/kg BB, ekstrak air dosis 4 g/kg BB, ekstrak air dosis 6 g/kg BB, ekstrak air dosis 15 g/kg BB, ekstrak metanol 2 g/kg BB, ekstrak metanol 4 g/kg BB, ekstrak metanol 6 g/kg BB, ekstrak metanol 15 g/kg BB. 130

145 160 175 190 205 220 235

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

B

o

b

o

t

b

ad

an

(g)


(35)

23

Hasil pada Gambar 4, terlihat adanya peningkatan rata-rata bobot badan tikus selama pengamatan dengan kisaran 3.0-4.5 g/hari atau pertumbuhan tikus sebesar 1.75-2.8 % untuk masing-masing perlakuan. Akan tetapi adanya perbedaan bobot badan tiap perlakuan, hal ini berhubungan dengan kondisi dan konsumsi pakan dari tikus percobaan.

Konsumsi pakan tikus selama pengamatan juga mengalami fluktuatif berkisar antara 18.00-20.00 g/ekor/hari untuk masing-masing perlakuan. Levine dan Saltzman (1999) menyatakan bahwa pertumbuhan tikus normal rata-rata sebesar 1.5-3.0 % dari berat awal, hal ini apabila nutrisi tercukupi dengan baik dan tikus masih berumur di bawah 5 bulan. Berdasarkan hasil tersebut, maka disimpulkan pertumbuhan tikus percobaan yang diberi kedua ekstrak masih normal. Hal ini diduga bahwa ekstrak kerang lamis tidak mengandung senyawa yang dapat menyebabkan gangguan pada penyerapan nutrisi, sehingga tubuh dapat memanfaatkan nutrisi dengan baik dan dapat meningkatkan bobot badan tikus.

Histopatologi hati dan ginjal

Bagian paling penting dari pengujian toksisitas adalah histopatologi organ hati dan ginjal. Hasil histopatologi hati dapat dilihat pada Gambar 5.

Hati kontrol Hati yang diberi ekstrak air 15 g/kg BB

Hati yang diberi ekstrak metanol 15 g/kg BB

Gambar 5 Hasil histopatologi organ hati tikus, (1)Vena sentralis, (2) Sel hepatosit, (3) Sinusoid, (4) Nekrosis.

2

1

3

2

4

1

3

2 4

1 3


(1)

Lampiran 7 Kadar urea

Tikus

Kontrol (g)

Air (mg/dL)

Metanol (mg/dL)

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

1

27.50

25.25

39.08

29.25

29.78

2

25.55

25.22

35.75

36.29

29.65

3

30.70

25.92

29.47

24.54

27.50

4

28.31

28.91

27.05

33.55

33.01

5

29.78

34.76

22.56

35.10

30.53

6

34.72

36.21

22.78

25.05

39.15

7

28.24

29.26

27.62

26.92

31.04

8

26.26

35.01

31.48

25.30

28.96

9

24.83

33.56

30.55

27.00

25.01

10

30.57

23.45

32.00

25.25

38.15

Rata-rata

28.65

29.76

29.83

28.83

31.28

Descriptive Statistics

perlakuan Mean Std. Deviation N

A0.1 29.7550 4.77366 10

A1 29.8340 5.20530 10 K 28.6460 2.93506 10 M0.1 28.8250 4.50168 10

M1 31.2780 4.43017 10

Total 29.6676 4.35498 50

ANOVA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 43.824a 4 10.956 .557 .695 Intercept 44008.324 1 44008.324 2.236E3 .000

perlakuan 43.824 4 10.956 .557 .695 Error 885.501 45 19.678

Total 44937.649 50 Corrected Total 929.325 49


(2)

Lampiran 8 Kadar kreatinin

Tikus

Kontrol (g)

Air (mg/dL)

Metanol (mg/dL)

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

1

1.12

0.89

1.11

0.96

1.15

2

0.92

1.11

0.85

0.97

1.11

3

1.08

1.01

1.06

1.10

0.91

4

1.02

1.12

1.14

1.03

1.02

5

1.03

0.97

1.10

1.13

1.00

6

0.95

1.00

1.05

0.90

0.86

7

1.00

1.02

0.99

0.98

1.16

8

1.01

1.09

1.09

1.11

1.00

9

1.02

0.96

1.10

1.01

1.12

10

1.15

0.95

1.14

1.03

1.10

Rata-rata

1.03

1.01

1.06

1.02

1.04

Descriptive Statistics

perlaku

an Mean Std. Deviation N

A0.1 1.0120 .07510 10 A1 1.0630 .08718 10

K 1.0300 .07071 10 M0.1 1.0220 .07376 10

M1 1.0430 .10231 10 Total 1.0340 .08119 50

ANOVA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .016a 4 .004 .573 .683 Intercept 53.458 1 53.458 7.827E3 .000

perlakuan .016 4 .004 .573 .683 Error .307 45 .007

Total 53.781 50

Corrected Total .323 49


(3)

Lampiran 9 Kadar kolesterol

Tikus

Kontrol (g)

Air (mg/dL)

Metanol (mg/dL)

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

1

68.59

60.30

50.21

65.65

57.99

2

60.69

54.41

52.05

61.21

60.43

3

69.70

67.81

65.87

50.16

61.55

4

45.12

50.25

62.03

63.08

50.76

5

56.48

54.04

60.22

66.19

52.16

6

66.25

63.39

60.60

54.02

60.06

7

65.89

64.19

61.21

60.98

68.93

8

74.54

66.05

50.33

61.01

60.21

9

47.54

65.75

61.57

65.91

52.19

10

60.92

61.91

58.59

60.35

60.07

Rata-rata

61.57

60.81

58.27

60.86

58.44

Descriptive Statistics

perlakuan Mean Std. Deviation N

A0.1 60.8100 5.95090 10

A1 58.2680 5.45141 10 K 61.5720 9.53771 10 M0.1 60.8560 5.20127 10

M1 58.4350 5.47491 10

Total 59.9882 6.40667 50

ANOVA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 93.084a 4 23.271 .546 .703 Intercept 179929.207 1 179929.207 4.221E3 .000

perlakuan 93.084 4 23.271 .546 .703 Error 1918.141 45 42.625

Total 181940.432 50 Corrected Total 2011.225 49


(4)

Lampiran 10 Kadar bilirubin

Tikus

Kontrol (g)

Air (mg/dL)

Metanol (mg/dL)

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

1

0.922

0.098

0.053

0.871

0.041

2

0.582

0.124

0.031

0.129

0.045

3

0.458

0.010

0.027

0.078

0.051

4

0.591

0.086

0.035

0.991

0.053

5

0.518

0.097

0.052

0.101

0.047

6

0.443

0.078

0.061

0.097

0.058

7

0.296

0.067

0.055

0.081

0.036

8

0.354

0.131

0.043

0.078

0.049

9

0.694

0.070

0.058

0.095

0.050

10

0.415

0.890

0.049

0.011

0.051

Rata-rata

0.527

0.165

0.046

0.253

0.048

Descriptive Statistics

perlaku

an Mean Std. Deviation N

A0.1 .16510 .256913 10 A1 .04640 .011825 10

K .52730 .182198 10 M0.1 .25320 .359590 10

M1 .04810 .006244 10 Total .20802 .272305 50

ANOVA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.575a 4 .394 8.610 .000 Intercept 2.164 1 2.164 47.306 .000

perlakuan 1.575 4 .394 8.610 .000 Error 2.058 45 .046

Total 5.797 50

Corrected Total 3.633 49


(5)

Lampiran 11 Kadar albumin

Tikus

Kontrol (g)

Air (g/dL)

Metanol (g/dL)

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

0.1 g/kg BB

1 g/kg BB

1

3.41

3.65

3.68

3.54

3.69

2

3.53

3.62

3.69

3.60

3.76

3

3.40

3.74

3.65

3.41

3.71

4

3.54

3.66

3.77

3.70

3.64

5

3.46

3.76

3.95

3.55

3.60

6

3.51

3.53

3.81

3.66

3.70

7

3.52

3.69

3.73

3.61

3.69

8

3.48

3.40

3.59

3.72

3.51

9

3.57

3.55

3.72

3.65

3.74

10

3.42

3.61

3.70

3.51

3.56

Rata-rata

3.48

3.62

3.73

3.60

3.66

Descriptive Statistics

perlaku

an Mean Std. Deviation N

A0.1 3.6210 .10692 10 A1 3.7290 .09860 10

K 3.4840 .05948 10 M0.1 3.5950 .09466 10

M1 3.6600 .08083 10 Total 3.6178 .11845 50

ANOVA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .326a 4 .081 10.134 .000 Intercept 654.424 1 654.424 8.143E4 .000

perlakuan .326 4 .081 10.134 .000 Error .362 45 .008

Total 655.111 50


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kepulauan Riau pada tanggal 09 April 1990 sebagai

anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Darwin dan Azizah, S. Pd. I.

penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di M.I. Baitul Mubin pada

tahun 2001, kemudian melanjutkan studi ke MTs Negeri Tanjung Batu Kundur

dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah

menengah atas di SMA Negeri 1 Kundur dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun

yang sama penulis menerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kabupaten

Karimun untuk melanjutkan kuliah S1 di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Tahun 2011 penulis menyelesaikan program sarjana (S1) dan lulus sebagai

lulusan terbaik Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Pada tahun yang sama

penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Magister Sains dari Pemerintah

Kabupaten Karimun melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun dan

melanjutkan program S2 di kampus dan program studi yang sama. Selama masa

kuliah penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Biokimia Hasil

Perairan, Biotoksikologi Hasil Perairan, Teknologi Pengolahan Hasil Perairan,

Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Fisiologi Formasi dan

Degradasi Metabolit Hasil Perairan, Transportasi Biota Hasil Perairan serta

Dasar-dasar Teknologi Hasil Perairan.