ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA JUMLAH UANG BEREDAR, INFLASI, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

(1)

ANALISIS KAUSALITAS DAN KOINTEGRASI ANTARA

JUMLAH UANG BEREDAR, INFLASI, DAN PERTUMBUHAN

EKONOMI DI INDONESIA

Paidi Hidayat

Dosen Dept. EP FE USU e-mail : pay_s@yahoo.com

Abstract: This study aimed to analyze the causality and cointegration relationship between the money supply, inflation and economic growth in Indonesia, both for short-term equilibrium relationship and long term during the period 1970 - 2003 by using the method of cointegration (Cointegration test), Vector Error Correction Model (VECM), and Granger Causality test. From the results of cointegration tests and VECM indicate a relationship of balance in the short and long term or in other words there is a cointegration relationship between the variables studied namely the money supply, inflation and economic growth. While the Granger Causality test test found no direct relationship between the variables studied, namely to the money supply leads to changes in economic growth, while changes in inflation causes economic growth and the change in the money supply in Indonesia during the study period.

Keywords: Money supply, inflation, and economic growth

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apabila peningkatan jumlah uang beredar sangat rendah, maka kelesuan ekonomi akan terjadi. Apabila hal ini berlangsung terus menerus, maka kemakmuran masyarakat secara keseluruhan yang pada gilirannya akan mengalami penurunan. Kondisi tersebut antara lain yang melatarbelakangi upaya-upaya yang dilakukan oleh bank sentral suatu negara dalam mengendalikan jumlah uang beredar dan kegiatan pengendalian jumlah uang beredar tersebut lazimnya disebut dengan kebijakan moneter.

Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau suku bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Dalam prakteknya, perkembangan kegiatan ekonomi yang diinginkan tersebut adalah terjaganya stabilitas ekonomi makro yang dicerminkan antara lain stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output

riil (pertumbuhan ekonomi), serta semakin luasnya kesempatan kerja yang tersedia (full

employment). Walaupun dalam

pelaksanaannya, strategi kebijakan moneter dilakukan berbeda-beda dari suatu negara dengan negara lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme transmisi yang diyakini berlaku pada perekonomian yang bersangkutan.

Perkembangan ekonomi suatu negara tentu mengalami pasang surut (siklus) yang pada periode tertentu perekonomian tumbuh pesat dan pada periode yang lain tumbuh melambat. Untuk mengelolah dan mempengaruhi perkembangan perekonomian agar dapat berlangsung dengan baik dan stabil maka pemerintah dan atau otoritas moneter biasanya melakukan langkah-langkah yang dikenal dengan kebijakan stabilisasi ekonomi makro. Inti dari kebijakan tersebut pada dasarnya adalah pengelolaan sisi permintaan dan sisi penawaran suatu perekonomian agar mengarah pada kondisi keseimbangan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

Hubungan antara uang, dalam berbagai bentuk dan definisinya, dengan kegiatan perekonomian, khususnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi, telah


(2)

menjadi topik perdebatan antara kelompok

Keynesian dan Monetarist sepanjang sejarah

teori ekonomi moneter. Kelompok

Monetarist berpendapat bahwa uang hanya

berpengaruh pada tingkat inflasi dan tidak pada pertumbuhan ekonomi riil. Implikasinya adalah bahwa kebijakan moneter harus diarahkan hanya untuk

pengendalian inflasi dan tidak bisa

dipergunakan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil. Sehingga dalam pelaksanaannya, kebijakan moneter tersebut perlu dilakukan dengan rules yang dibakukan dan diarahkan untuk mengendalikan inflasi. Kebijakan moneter tidak dapat dipergunakan secara aktif mempengaruhi kegiatan ekonomi riil, dalam arti dapat dilonggarkan apabila sektor riil sedang lesu dan diketatkan apabila terjadi peningkatan kegiatan ekonomi riil secara berlebihan.

Di sisi yang lain, kelompok Keynesian berpendapat bahwa uang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi riil, di samping pengaruhnya terhadap inflasi. Implikasinya adalah bahwa kebijakan moneter dapat dipergunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan untuk secara aktif mempengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil. Dengan kata lain, bank sentral

mempunyai discretion untuk

mempergunakan kebijakan moneter secara aktif membantu upaya-upaya untuk mempengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil. Apabila kegiatan ekonomi riil dirasakan terlalu lesu, kebijakan moneter dapat dilonggarkan sehingga jumlah uang beredar dalam perekonomian bertambah dan dapat mendorong peningkatan kegiatan ekonomi riil. Sebaliknya, apabila kegiatan ekonomi riil dinilai terlalu cepat dan cenderung memanas, kebijakan moneter perlu diketatkan sehingga terjadi penurunan kegiatan ekonomi riil dan tingkat inflasi dapat terkendali.

Dengan latar belakang perbedaan pemikiran dalam teori ekonomi moneter seperti di atas, pandangan mana yang lebih dominan akan tergantung pada kondisi yang terjadi pada perekonomian suatu negara. Tidak ada satu teori ataupun pandangan yang sesuai dan dapat menggambarkan sepenuhnya kondisi di semua negara karena adanya perbedaan yang terjadi baik pada bekerjanya mekanisme pasar, sistem perekonomian, ataupun cara-cara bank

sentral dalam melaksanakan kebijakan moneter. Dengan demikian, pernyataan mengenai pandangan mana yang sesuai pada suatu perekonomian, apakah Monetarist atau

Keynesian, senantiasa menjadi suatu

pertanyaan empiris, meskipun hasil pengujian di banyak negara dapat memberikan kesimpulan umum mengenai kecenderungan-kecenderungan yang terjadi. Untuk itu, penelitian ini menganalisis hubungan kausalitas dan kointegrasi jumlah uang beredar, inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu 1970 - 2003.

Pada dasarnya, peranan dan keterkaitan yang erat antara uang dengan kegiatan suatu perekonomian dapat dianggap sebagai suatu hal yang bersifat alami karena semua kegiatan perekonomian modern, misalnya produksi, investasi, dan konsumsi, selalu melibatkan uang. Bahkan, dalam perkembangannya uang tidak hanya digunakan untuk mempermudah transaksi perdagangan di pasar barang namun uang itu sendiri juga menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan di pasar uang. Dengan kondisi tersebut, sangatlah sulit dibayangkan apabila tidak ada benda yang namanya uang.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, berbicara mengenai kondisi suatu perekonomian maka masyarakat sering mengaitkan jumlah uang beredar dengan pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga-harga (inflasi), suku bunga, dan sebagainya. Sering dikatakan bahwa jumlah uang beredar yang terlalu banyak akan mendorong kegiatan ekonomi berkembang dengan sangat pesat. Apabila berlangsung terus, hal ini dianggap berbahaya karena harga barang-barang akan meningkat tajam. Sebaliknya, apabila jumlah uang beredar terlalu sedikit, maka kegiatan ekonomi menjadi seret atau melambat. Atau sering juga dikatakan bahwa apabila jumlah uang beredar terlalu banyak maka suku bunga akan cenderung turun dan sebaliknya.

Keterkaitan uang dengan variabel-variabel ekonomi lainnya, pada dasarnya menunjukkan peranan uang dalam mempengaruhi perkembangan kegiatan ekonomi secara keseluruhan, yang tercermin pada perkembangan permintaan aggregat

(aggregate demand) masyarakat akan semua

barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian. Kegiatan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut


(3)

tentunya harus didukung oleh kapasitas ekonomi, yaitu suatu kondisi yang mencerminkan ketersediaan sumber daya yang mencukupi, seperti bahan baku, tenaga kerja, dan teknologi. Dalam ilmu ekonomi makro, kondisi ini dikenal dengan penyediaan atau penawaran aggregat

(aggregate supply). Berbeda dengan

permintaan aggregat yang dapat berubah dalam jangka pendek, penawaran aggregat relatif lebih sulit untuk berubah dalam jangka pendek. Dalam kaitan ini, perubahan penawaran agregat lebih terkait dengan struktur dan perkembangan suatu perekonomian.

Berdasarkan hasil studi Farchan, 1992 (dalam Insukindro, 1993) dengan menggunakan metode Granger Causalitytest

menemukan bahwa terdapat hubungan dua arah antara jumlah uang beredar dengan laju inflasi. Namun hasil empiris tersebut menunjukkan kecenderungan pengaruh jumlah uang beredar terhadap inflasi lebih berarti dibandingkan dengan pengaruh inflasi terhadap jumlah uang beredar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variasi perubahan jumlah uang beredar dapat mempengaruhi variasi harga atau laju inflasi. Sedangkan dengan menggunakan metode

Sims dapat disimpulkan bahwa jumlah uang

beredar lebih dominan mempengaruhi harga dibandingkan pengaruh harga terhadap jumlah uang beredar. Dengan kata lain terjadi kausalitas searah dari jumlah uang beredar ke laju inflasi.

Dalam kasus lain, inflasi yang tinggi dapat berlangsung dalam waktu yang lama walaupun perkembangan jumlah uang beredar relatif rendah. Fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori strukturalis yang menyatakan bahwa inflasi dalam jangka panjang lebih disebabkan oleh adanya kekakuan (ketidakelastisan) struktural perekonomian di negara berkembang, terutama pada struktur penerimaan ekspor dan produksi bahan makanan dalam negeri. Dengan demikian, tekanan inflasi akan muncul apabila pertumbuhan sektor ekspor sangat lamban dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, ataupun produksi bahan makanan dalam negeri kurang memadai dan pendapat ini menempatkan inflasi sebagai fenomena struktural.

METODE

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis hubungan kausalitas dan kointegrasi antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang selama kurun waktu 1970 – 2003.

2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu

(time series) selama kurun waktu 1970 –

2003 yang diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI).

3. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 jenis yaitu

Cointegration test, Vector Error Correction

Model (VECM) dan Causality test. Analisis

Cointegration test (Johansen test) dan

VECM bertujuan untuk melihat hubungan jumlah uang beredar, inflasi dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan analisis

Causality test bertujuan untuk melihat

hubungan timbal balik (causal) antara jumlah uang beredar, inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Dalam kaitannya dengan metode tersebut maka pengujian terhadap perilaku

data runtun waktu (time series) dan

integrasinya dapat dipandang sebagai uji prasyarat bagi digunakannya metode

Cointegration test, VECM dan Causality

test. Sebelum dilakukan estimasi terhadap ketiga metode tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Uji Akar-akar unit (Unit roots test)

Uji akar unit baik dari Dickey Fuller (Dickey and Fuller, 1979) maupun Phillips-Perron (Phillips and Perron, 1988) digunakan untuk melihat masalah stasionaritas data time series yang diteliti dengan alat bantu program Eviews 5. Uji Phillips-Perron (PP) dilakukan karena uji ini mampu mendeteksi masalah autokorelasi dan

heteroskedastisitas. Adapun formula dari uji

Augmented Dickey Fuller (ADF) dapat dinyatakan sebagai berikut :


(4)

DYt = a0+ γYt-1+ Σ βiDYt-1+1 + εt ……… (1)

i = 1

Sedangkan untuk uji Phillip-Perron (PP) dapat dinyatakan sebagai berikut :

DYt = a0+ λYt-1 + εt ………...… (2)

dimana D adalah perbedaan atau differensi. Kedua uji dilakukan dengan hipotesis null γ = 0 untuk ADF dan λ = 1 untuk PP. Stasioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan PP

yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan nilai kritis statistik dari

Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF

dan PP lebih besar dari nilai kritis

Mackinnon maka data stasioner dan jika

sebaliknya maka data tidak stasioner.

b. Uji Kointegrasi (Cointegration test)

Setelah data yang akan digunakan stasioner pada derajat integrasi yang sama maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel dalam penelitian ini (jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi) mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang (berkointegrasi) atau tidak. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan uji Johansen (1988 dan 1991). Untuk menentukan jumlah dari arah kointegrasi maka oleh Johansen disarankan untuk melakukan dua uji statistik.

Untuk uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test, λtrace) yaitu untuk menguji hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut :

p

λtrace (r) = - T ∑ in (1 – λi ) ... (3) i=r+i

dimana λr+1, …. λn adalah nilai eigenvectors

terkecil (p - r). Null hypothesis yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vector kointegrasi lebih kecil atau sama dengan ( ≤ ) r, dimana r = 0,1,2 dan seterusnya.

Uji statistik yang kedua adalah uji

maksimum eigenvalue (λmax) yang dilakukan

dengan formula sebagai berikut :

λmax (r, r + 1) = - T in (1 – λr+1) ………. (4)

Uji ini menyangkut kepada uji null

hypothesis bahwa terdapat r dari vector

kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vector kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace statistik dan Max-Eigen

statistik dibandingkan dengan nilai critical

value pada tingkat kepercayaan 5 persen.

c. Uji Vector Error Correction Model (VECM)

Dalam jangka panjang, variabel-variabel ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini bisa saja memiliki hubungan yang berkointegrasi, namun dalam jangka pendek bisa saja tidak terjadi hubungan keseimbangan (disequilibrium). Untuk itu perlu dilakukan pengujian untuk membuktikan apakah terdapat hubungan kointegrasi antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Untuk melakukan pengujian tersebut, maka para ahli ekonometrika

menyarankan untuk membuat vector error

correction mechanism dalam menguji

tersebut dan model yang disarankan adalah VECM dengan bentuk persamaan sebagai berikut :

k -1 k -1

X1,t = µi + ∑α1,t∆X1,t-1 + ∑β1,t∆X2,t-1 + γ1 (αX1,t-1 + βX2,t-1) ... (5)

t =1 t =1

Dimana X1 adalah variabel variabel

jumlah uang beredar dan X2 adalah variabel

inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Komponen terakhir dari persamaan (5) di atas disebut sebagai error correction term

(ECT) yang terbentuk dari elemen kointegrasi vector. Selanjutnya apabila terdapat hubungan jangka panjang antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi maka tanda dan besarnya pengaruh akan ditunjukkan oleh tanda dan koefisien ECT tersebut. Tanda koefisien yang negatif dan signifikan pada ECT merefleksikan terdapatnya hubungan keseimbangan dalam jangka pendek.

d. Uji Granger Causality Test

Pendekatan ini digunakan untuk melihat hubungan kausalitas atau sebab akibat diantara dua variabel sehingga dapat diketahui apakah kedua variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan


(5)

(tidak saling mempengaruhi). Berikut ini metode yang digunakan untuk menguji

Granger Causality Test seperti berikut ini :

m n

Xt = ∑ ai X t-i + ∑ bj Y t-j + µt ………... (6)

i=1 j=1

r s

Yt = ∑ ci X t-i + ∑ dj Y t-j + vt ..…….……… …... (7)

i=1 j=1

Dimana Ut dan Vt adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi serial dan m = n = r = s. Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di atas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari persamaan (6) dan (7) adalah sebagai berikut :

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang disebutkan di atas maka dilakukan F-test untuk masing-masing model regresi.

HASIL

1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar, Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Indonesia sebelum krisis ekonomi tahun 1997 merupakan salah satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat. Kesuksesan ekonomi tersebut merupakan hasil pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru sejak tahun 1970 dimana peranan pemerintah sangat dominan dalam pembangunan ekonomi. Namun dipenghujung tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang kemudian merembet ke krisis multidimensi. Dampak dari krisis ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun drastis yaitu hanya tumbuh sekitar 1,7 persen pada tahun 1997/1998 dan bahkan pada tahun 1998/1999 mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif sebesar -13,1 persen. Namun memasuki tahun 2000 – 2003 telah menunjukkan perbaikan ekonomi (recovery)

yang signifikan walaupun dengan laju pertumbuhan ekonomi yang masih relatif kecil. Berikut ini perkembangan uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 1970 – 2003 (dalam persen) seperti pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Perkembangan jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan Ekonomi di Indonesia selama kurun waktu 1970 – 2003.

Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia selama kurun waktu 1970 – 1997 memperlihatkan perkembangan yang relatif stabil, kecuali pada tahun 1979 – 1980 dan tahun 1989 – 1990 yang mengalami fluktuasi yang tinggi. Sedangkan pada saat krisis moneter menerpa Indonesia, pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia mengalami peningkatan yang tajam hingga mencapai 62,35 persen pada tahun 1998. Namun pasca krisis moneter tersebut (1999 – 2003), jumlah uang beredar di Indonesia kembali mengalami pertumbuhan yang relatif normal tanpa adanya gejolak moneter yang berarti.

Kenaikan jumlah uang beredar dalam periode tersebut, tentunya memberi dampak kenaikan pada beberapa komponen perekonomian lainnya seperti laju inflasi, tingkat investasi, permintaan aggregat ataupun kenaikan output. Dimana semakin besar jumlah uang beredar akan membawa pengaruh pada tingkat inflasi yang lebih tinggi dan berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi. Dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1971 – 1996 menunjukkan perkembangan yang relatif stabil kecuali pada tahun 1971 – 1976, dimana laju inflasi mengalami fluktuasi yang relatif tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yang stabil selama kurun waktu tersebut.

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1971 1973 19751977 19791981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 19971999 20012003


(6)

Sementara itu, memasuki tahun 1997 yang merupakan awal krisis moneter Indonesia, pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia mengalami peningkatan yang begitu signifikan sehingga membawa dampak pada peningkatan laju inflasi yang mencapai 77,6 persen dan pertumbuhan ekonomi yang minus sebesar -13,13 persen. Namun memasuki tahun 1999 hingga 2003, seiring dengan recovery ekonomi ndonesia maka perkembangan ketiga variabel tersebut yakni jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil selama kurun waktu tersebut.

2. Hasil Unit Root

Pada metodologi penelitian telah dijelaskan bahwa analisis data yang digunakan dalam penelitian ini pertama sekali dilakukan dengan pengujian unit root test. Pengujian ini bertujuan untuk membuat data yang digunakan dalam penelitian ini menjadi stasioner. Data yang stasioner artinya bahwa data tersebut memiliki fluktuasi data yang rendah sehingga membuat hasil estimasi yang dilakukan memiliki varian yang rendah.

Tabel 1. Hasi pengujian ADF dan PP dengan Trend

Indonesia 1970 – 2003

Level ADF PP

k = 1 k = 1

LJUB -2,350 -2,156

k = 1 k = 1

LPDB -1,385 -1,008

k = 0 k = 3 LIHK -5,427 * -5,416 * 1st Difference ADF PP

k = 0 k = 2 LJUB -4,363 * -4,336 *

k = 0 k = 5 LPDB -4,407 * -4,261 **

k = 2 k = 10 LIHK -5,549 * -12,771 * Cat : * Signifikan pada 1 % ; ** Signifikan pada 5 %

Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan hasil estimasi uji akar unit

(unit root test) untuk jumlah uang beredar

(JUB), inflasi (IHK), dan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk derajat integrasi 0

(level) dan derajat integrasi 1 (first

difference). Melalui uji ADF dan PP

memperlihatkan bahwa data time series dari

semua variabel yang diteliti tidak stasioner

(non stationary) pada derajat integrasi 1, I (0)

atau tingkat level kecuali untuk variabel inflasi (IHK) yang stasioner pada tingkat signifikan 1 persen baik dengan uji ADF maupun uji PP. Namun semua variabel tersebut akan stasioner pada tingkat integrasi 1, I (1) atau first difference pada tingkat signifikan 1 – 5 persen. Hal ini terlihat dari nilai ADF dan PP statistik yang lebih besar dari critical value dari Mackinnon. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan uji ADF dan PP, kesemua variabel yang diteliti terintegrasi pada derajat

1 (first difference).

3. Hasil Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diteliti, sehingga hasil estimasi dari penelitian ini dapat digunakan untuk melihat hubungan dalam jangka pendek maupun hubungan dalam jangka panjang.

Tabel 2. Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen

Eigenv alues

Trace stat

Max-Eigen

stat

5 % critical value for

Trace

5 % critical value for Max-Eigen

Null Hypot hesis

0,7965 72,8197 49,3630 29,7971 21,1316 r=0 **

0,3815 23,4567 14,8942 15,4947 14,2646 r=1 **

0,2413 8,5625 8,5625 3,8415 3,8415 r=0 **

Cat : ** Signifikan pada 5 %

PEMBAHASAN

Dari hasil uji kointegrasi pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai

tracer statistik dan nilai Max-Eigen statistik

yang lebih besar dari critical value pada tingkat 5 persen sehingga hipotesis nol dapat ditolak. Dari temuan ini berarti semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengandung hubungan jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan adanya eksistensi hubungan jangka panjang antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu penelitian. Hal ini sejalan dengan temuan Budina, dkk (2003) yang menyatakan adanya hubungan keseimbangan antara jumlah uang beredar, output, dan inflasi, sedangkan inflasi sendiri merupakan sebuah phenomena moneter yang dihadapi oleh Rumania. Begitupun hasil empiris Olivo and Stephen (2000) yang menemukan adanya eksistensi hubungan keseimbangan jangka


(7)

panjang antara uang beredar (M1) dan GDP

nominal, GDP deflator dan tingkat inflasi tetapi tidak ditemukan hubungan jangka panjang dengan uang beredar dalam arti luas

(M2) di Venezuela untuk kurun waktu

penelitian 1950 – 1996.

1. Uji Vector Error Correction Model (VECM)

Untuk melihat hubungan keseimbangan dalam jangka pendek antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi sebagai proses penyesuaian jangka pendek terhadap deviasi dari keseimbangan hubungan jangka panjang maka pengujian dilakukan dengan metode VECM. Hasil pengujian ini terlihat dari tanda koefisien yang negatif dan signifikan pada ECT sehingga hasilnya dapat merefleksikan bahwa jumlah uang beredar akan merespon fluktuasi pada variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Tabel 3. Hasil Uji Vector Error Correction Model (VECM)

Cointegrating Vector

Vector Error Correction Model (VECM)

ECT R2

JUB -0,0386

(-3,7828) ** 0,4425

IHK -1,08E-06

(-1,8972) ** 0,0430

Cat : ** Signifikan pada 5 %

Dari hasil pengujian VECM menunjukkan bahwa dalam jangka pendek terdapat hubungan keseimbangan antara jumlah uang beredar dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu penelitian. Hal ini terlihat dari nilai koefisien ECT yang negatif dan nilai t – statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 5 persen. Artinya bahwa variabel pertumbuhan ekonomi dapat merespon fluktuasi dari jumlah uang beredar dan inflasi. Dengan demikian hasil temuan dari uji VECM ini membuktikan adanya hubungan kointegrasi antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Uji Granger Causality Test

Berdasarkan hasil pengujian kointegrasi dan VECM telah menunjukkan adanya hubungan keseimbangan antara jumlah uang beredar, inflasi, dan

pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Sementara itu untuk melihat hubungan kausalitas antara ketiga variabel tersebut yakni jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi dilakukan pengujian

dengan menggunakan metode Granger

Causality.

Tabel 4. Uji Granger Causality Test

Null Hypothesis Obs F-Statistic Probability

DLJUB does not Granger Cause

DLPDB 32 0.30521 0.58487

DLPDB does not Granger Cause

DLJUB 4.02297 0.05429

DLIHK does not Granger Cause

DLPDB 32 0.05247 0.82043

DLPDB does not Granger Cause

DLIHK 11.4592 0.00206

DLIHK does not Granger Cause

DLJUB 32 0.00968 0.92231

DLJUB does not Granger Cause

DLIHK 5.58524 0.02503

Berdasarkan Tabel 4 di atas, hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan DLJUB does not Granger Cause

DLPDB tidak ditolak karena tingkat

signifikansinya 58,49 persen. Sebaliknya hipotesis nol yang menyatakan DLPDB does

not Granger Cause DLJUB ditolak karena

tingkat signifikansinya 5,43 persen. Hal ini berarti antara pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar di Indonesia memiliki hubungan yang searah yakni dari jumlah uang beredar ke pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan jumlah uang beredar menyebabkan perubahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu penelitian.

Sedangkan untuk hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi memperlihatkan hubungan yang searah yakni dari inflasi ke pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain bahwa hipotesis

nol yang menyatakan DLIHK does not

Granger Cause DLPDB tidak ditolak karena

tingkat signifikansinya 82,04 persen. Sebaliknya hipotesis nol yang menyatakan


(8)

DLPDB does not Granger Cause DLIHK

ditolak karena tingkat signifikansinya 0,21 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perubahan inflasi mengakibatkan perubahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode penelitian. Temuan ini sejalan dengan studi Shelley and Frederick (2004) yang menemukan adanya hubungan kausalitas yang searah antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Mexico, dimana perubahan inflasi akan menyebabkan perubahan pertumbuhan ekonomi di Mexico selama kurun waktu 1944 – 1991.

Sementara itu, hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar dan inflasi juga memiliki hubungan yang searah yakni dari inflasi ke jumlah uang beredar. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan DLIHK does not Granger Cause

DLJUB tidak ditolak dikarenakan tingkat

signifikansinya sebesar 92,23 persen. Sebaliknya hipotesis nol yang menyatakan

DLJUB does not Granger Cause DLIHK

ditolak karena tingkat signifikansinya sebesar 2,50 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan inflasi menyebabkan perubahan jumlah uang beredar di Indonesia selama kurun waktu penelitian yakni tahun 1970 – 2003. Hasil empiris ini membuktikan bahwa penyebab inflasi di Indonesia bukanlah disebabkan jumlah uang beredar dimasyarakat meningkat

(demand side) tetapi barangkali dikarenakan

tersendatnya atau berkurangnya hasil-hasil

produksi barang dan jasa (output) serta

terganggunya saluran distribusi barang dan jasa antar daerah di Indonesia (supply side). Sehingga masalah pengendalian laju inflasi tidak hanya merupakan tanggung jawab Bank Indonesia (kebijakan moneter) semata tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah dalam mendorong peningkatan

output dan kelancaran dalam

mendistribusikan barang dan jasa.

KESIMPULAN

1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, baik hubungan keseimbangan jangka pendek maupun jangka panjang selama kurun

waktu 1970 – 2003 dengan

menggunakan metode kointegrasi

(Cointegration test), Vector Error

Correction Model (VECM), dan Granger

Causality test. Namun sebelum

dilakukan pengujian untuk melihat hubungan keseimbangan tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji akar-akar unit (unit root test). Dari hasil uji tersebut dengan metode ADF dan PP menunjukkan kesemua variabel yang diteliti terintegrasi pada derajat 1 (first

difference).

2. Dari hasil uji kointegrasi dan VECM menunjukkan adanya hubungan keseimbangan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang atau dengan kata lain terdapat hubungan kointegrasi antara variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yakni jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Sementara melalui pengujian Granger Causality test

memperlihatkan adanya hubungan yang searah diantara variabel-variabel yang diteliti, yakni perubahan jumlah uang beredar menyebabkan terjadinya perubahan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia. Sedangkan inflasi

menyebabkan terjadinya perubahan pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan jumlah uang beredar di Indonesia selama periode penelitian.

SARAN

1. Agar para pengambil kebijakan terutama yang berkaitan dengan kebijakan moneter (Bank Indonesia) agar memperhatikan perkembangan laju inflasi dan jumlah uang beredar dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sehingga kebijakan moneter yang diambil seperti pengendalian laju inflasi melalui jumlah uang beredar tidak akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

2. Mengendalikan laju inflasi di Indonesia, perlu ditingkatkan lagi koordinasi antara para pengambil kebijakan moneter (Bank Indonesia) dan kebijakan fiskal (pemerintah) untuk masa-masa yang akan datang.

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, Burhanuddin. 2006. Jalan Menuju Stabilitas : Mencapai Pembangunan

Ekonomi Berkelanjutan. Jakarta :


(9)

Budina, Nina, Wojtek Maliszewski, Georges de Menil, and Geomina Turlea. 2003. Money, Inflation, and Output in Romania, 1992 – 2002. IMF Working

Paper.

Eviews 5 User’Sumatera Utara Guide. 2004.

Quantitative Micro Software, LLC.

United States of America.

Gujarati, Damodar. 2003. Basic

Econometrics, 4th ed. New York :

McGraw-Hill.

Insukindro. 1993. Ekonomi Uang dan Bank :

Teori dan Pengalaman di Indonesia,

Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE - Yogyakarta.

Kadarusman, Y.B, Silvia Mila Arlini, dan Bernadetta Dwi Suatmi. 2004. Makro

Ekonomi Indonesia. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Ekonomi IBII. Manurung, Jonni, Adler H. Manurung, dan

Ferdinand D. Saragih. 2005.

Ekonometrika : Teori dan Aplikasi.

Jakarta : PT. Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia).

Olivo, Victor and Stephen M. Miller. 2000.

The Long-Run Relationship between Money, Nominal GDP, and the Price

Level in Venezuela : 1950 – 1996.

Department of Economics, University of Connecticut.

Pratomo, Wahyu Ario dan Sirojuzilam. 2004.

Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Intermediasi Finansial dan

Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

Medan : FE USU.

Seftarita, Chenny. 2005. Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan

Ekonomi di Indonesia. Medan : Tesis

Magister Ekonomi Pembangunan USU.

Shelley, Gary Leverage and Frederick H. Wallace. 2004. Inflation, Money, and Real GDP in Mexico : A Causality Analysis. Applied Economics Letters.

Solikin dan Suseno. 2002. Uang :

Pengertian, Penciptaan, dan Perannya

Dalam Perekonomian. Jakarta : Pusat

Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK).

Warjiyo, Perry. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia : Sebuah

Pengantar. Jakarta : Pusat Pendidikan


(1)

DYt = a0+ γYt-1+ Σ βiDYt-1+1 + εt ……… (1)

i = 1

Sedangkan untuk uji Phillip-Perron (PP) dapat dinyatakan sebagai berikut :

DYt = a0+ λYt-1 + εt ………...… (2)

dimana D adalah perbedaan atau differensi. Kedua uji dilakukan dengan hipotesis null γ = 0 untuk ADF dan λ = 1 untuk PP. Stasioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan PP yang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan nilai kritis statistik dari

Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih besar dari nilai kritis

Mackinnon maka data stasioner dan jika sebaliknya maka data tidak stasioner.

b. Uji Kointegrasi (Cointegration test)

Setelah data yang akan digunakan stasioner pada derajat integrasi yang sama maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel dalam penelitian ini (jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi) mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang (berkointegrasi) atau tidak. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan uji Johansen (1988 dan 1991). Untuk menentukan jumlah dari arah kointegrasi maka oleh Johansen disarankan untuk melakukan dua uji statistik.

Untuk uji statistik pertama adalah uji trace (Trace test, λtrace) yaitu untuk

menguji hipotesis nol (null hypothesis) yang mensyaratkan bahwa jumlah dari arah kointegrasi adalah kurang dari atau sama dengan p dan uji ini dapat dilakukan sebagai berikut :

p

λtrace (r) = - T ∑ in (1 – λi ) ... (3)

i=r+i

dimana λr+1, …. λn adalah nilai eigenvectors

terkecil (p - r). Null hypothesis yang disepakati adalah jumlah dari arah kointegrasi sama dengan banyaknya r. Dengan kata lain, jumlah vector kointegrasi lebih kecil atau sama dengan ( ≤ ) r, dimana r = 0,1,2 dan seterusnya.

Uji statistik yang kedua adalah uji maksimum eigenvalue (λmax) yang dilakukan

dengan formula sebagai berikut :

λmax (r, r + 1) = - T in (1 – λr+1) ………. (4)

Uji ini menyangkut kepada uji null hypothesis bahwa terdapat r dari vector kointegrasi yang berlawanan (r+1) dengan vector kointegrasi. Untuk melihat hubungan kointegrasi tersebut maka dapat dilihat dari besarnya nilai Trace statistik dan Max-Eigen

statistik dibandingkan dengan nilai critical value pada tingkat kepercayaan 5 persen.

c. Uji Vector Error Correction Model

(VECM)

Dalam jangka panjang, variabel-variabel ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini bisa saja memiliki hubungan yang berkointegrasi, namun dalam jangka pendek bisa saja tidak terjadi hubungan keseimbangan (disequilibrium). Untuk itu perlu dilakukan pengujian untuk membuktikan apakah terdapat hubungan kointegrasi antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Untuk melakukan pengujian tersebut, maka para ahli ekonometrika

menyarankan untuk membuat vector error

correction mechanism dalam menguji tersebut dan model yang disarankan adalah VECM dengan bentuk persamaan sebagai berikut :

k -1 k -1

X1,t = µi + ∑α1,t∆X1,t-1 + ∑β1,t∆X2,t-1 + γ1 (αX1,t-1 + βX2,t-1) ... (5)

t =1 t =1

Dimana X1 adalah variabel variabel

jumlah uang beredar dan X2 adalah variabel

inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Komponen terakhir dari persamaan (5) di atas disebut sebagai error correction term

(ECT) yang terbentuk dari elemen kointegrasi vector. Selanjutnya apabila terdapat hubungan jangka panjang antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi maka tanda dan besarnya pengaruh akan ditunjukkan oleh tanda dan koefisien ECT tersebut. Tanda koefisien yang negatif dan signifikan pada ECT merefleksikan terdapatnya hubungan keseimbangan dalam jangka pendek.

d. Uji Granger Causality Test

Pendekatan ini digunakan untuk melihat hubungan kausalitas atau sebab akibat diantara dua variabel sehingga dapat diketahui apakah kedua variabel tersebut secara statistik saling mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada hubungan


(2)

(tidak saling mempengaruhi). Berikut ini metode yang digunakan untuk menguji

Granger Causality Test seperti berikut ini :

m n

Xt = ∑ ai X t-i + ∑ bj Y t-j + µt ………... (6)

i=1 j=1

r s

Yt = ∑ ci X t-i + ∑ dj Y t-j + vt ..…….……… …... (7)

i=1 j=1

Dimana Ut dan Vt adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi serial dan m = n = r = s. Berdasarkan hasil regresi dari kedua bentuk model regresi linear di atas akan menghasilkan empat kemungkinan mengenai nilai koefisien-koefisien regresi dari persamaan (6) dan (7) adalah sebagai berikut :

Untuk memperkuat indikasi keberadaan berbagai bentuk kausalitas seperti yang disebutkan di atas maka dilakukan F-test untuk masing-masing model regresi.

HASIL

1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar, Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi Indonesia sebelum krisis ekonomi tahun 1997 merupakan salah satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat. Kesuksesan ekonomi tersebut merupakan hasil pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru sejak tahun 1970 dimana peranan pemerintah sangat dominan dalam pembangunan ekonomi. Namun dipenghujung tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang kemudian merembet ke krisis multidimensi. Dampak dari krisis ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun drastis yaitu hanya tumbuh sekitar 1,7 persen pada tahun 1997/1998 dan bahkan pada tahun 1998/1999 mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif sebesar -13,1 persen. Namun memasuki tahun 2000 – 2003 telah menunjukkan perbaikan ekonomi (recovery)

yang signifikan walaupun dengan laju pertumbuhan ekonomi yang masih relatif kecil. Berikut ini perkembangan uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 1970 – 2003 (dalam persen) seperti pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Perkembangan jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan Ekonomi di Indonesia selama kurun waktu 1970 – 2003.

Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia selama kurun waktu 1970 – 1997 memperlihatkan perkembangan yang relatif stabil, kecuali pada tahun 1979 – 1980 dan tahun 1989 – 1990 yang mengalami fluktuasi yang tinggi. Sedangkan pada saat krisis moneter menerpa Indonesia, pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia mengalami peningkatan yang tajam hingga mencapai 62,35 persen pada tahun 1998. Namun pasca krisis moneter tersebut (1999 – 2003), jumlah uang beredar di Indonesia kembali mengalami pertumbuhan yang relatif normal tanpa adanya gejolak moneter yang berarti.

Kenaikan jumlah uang beredar dalam periode tersebut, tentunya memberi dampak kenaikan pada beberapa komponen perekonomian lainnya seperti laju inflasi, tingkat investasi, permintaan aggregat ataupun kenaikan output. Dimana semakin besar jumlah uang beredar akan membawa pengaruh pada tingkat inflasi yang lebih tinggi dan berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi. Dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1971 – 1996 menunjukkan perkembangan yang relatif stabil kecuali pada tahun 1971 – 1976, dimana laju inflasi mengalami fluktuasi yang relatif tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yang stabil selama kurun waktu tersebut.

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1971 1973 19751977 19791981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 19971999 20012003


(3)

Sementara itu, memasuki tahun 1997 yang merupakan awal krisis moneter Indonesia, pertumbuhan jumlah uang beredar di Indonesia mengalami peningkatan yang begitu signifikan sehingga membawa dampak pada peningkatan laju inflasi yang mencapai 77,6 persen dan pertumbuhan ekonomi yang minus sebesar -13,13 persen. Namun memasuki tahun 1999 hingga 2003, seiring dengan recovery ekonomi ndonesia maka perkembangan ketiga variabel tersebut yakni jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil selama kurun waktu tersebut.

2. Hasil Unit Root

Pada metodologi penelitian telah dijelaskan bahwa analisis data yang digunakan dalam penelitian ini pertama sekali dilakukan dengan pengujian unit root test. Pengujian ini bertujuan untuk membuat data yang digunakan dalam penelitian ini menjadi stasioner. Data yang stasioner artinya bahwa data tersebut memiliki fluktuasi data yang rendah sehingga membuat hasil estimasi yang dilakukan memiliki varian yang rendah.

Tabel 1. Hasi pengujian ADF dan PP dengan Trend

Indonesia 1970 – 2003

Level ADF PP

k = 1 k = 1

LJUB -2,350 -2,156

k = 1 k = 1

LPDB -1,385 -1,008

k = 0 k = 3

LIHK -5,427 * -5,416 *

1st Difference ADF PP k = 0 k = 2

LJUB -4,363 * -4,336 *

k = 0 k = 5

LPDB -4,407 * -4,261 **

k = 2 k = 10

LIHK -5,549 * -12,771 *

Cat : * Signifikan pada 1 % ; ** Signifikan pada 5 % Berdasarkan Tabel 1 di atas menunjukkan hasil estimasi uji akar unit (unit root test) untuk jumlah uang beredar (JUB), inflasi (IHK), dan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk derajat integrasi 0

(level) dan derajat integrasi 1 (first

difference). Melalui uji ADF dan PP memperlihatkan bahwa data time series dari

semua variabel yang diteliti tidak stasioner (non stationary) pada derajat integrasi 1, I (0) atau tingkat level kecuali untuk variabel inflasi (IHK) yang stasioner pada tingkat signifikan 1 persen baik dengan uji ADF maupun uji PP. Namun semua variabel tersebut akan stasioner pada tingkat integrasi 1, I (1) atau first difference pada tingkat signifikan 1 – 5 persen. Hal ini terlihat dari nilai ADF dan PP statistik yang lebih besar dari critical value dari Mackinnon. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan uji ADF dan PP, kesemua variabel yang diteliti terintegrasi pada derajat 1 (first difference).

3. Hasil Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diteliti, sehingga hasil estimasi dari penelitian ini dapat digunakan untuk melihat hubungan dalam jangka pendek maupun hubungan dalam jangka panjang.

Tabel 2. Hasil Uji Kointegrasi dengan Metode Johansen

Eigenv alues

Trace stat

Max-Eigen

stat

5 % critical value for

Trace

5 % critical value for Max-Eigen

Null Hypot hesis

0,7965 72,8197 49,3630 29,7971 21,1316 r=0 **

0,3815 23,4567 14,8942 15,4947 14,2646 r=1 **

0,2413 8,5625 8,5625 3,8415 3,8415 r=0 ** Cat : ** Signifikan pada 5 %

PEMBAHASAN

Dari hasil uji kointegrasi pada Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa nilai

tracer statistik dan nilai Max-Eigen statistik

yang lebih besar dari critical value pada tingkat 5 persen sehingga hipotesis nol dapat ditolak. Dari temuan ini berarti semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengandung hubungan jangka panjang. Dengan demikian dapat disimpulkan adanya eksistensi hubungan jangka panjang antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu penelitian. Hal ini sejalan dengan temuan Budina, dkk (2003) yang menyatakan adanya hubungan keseimbangan antara jumlah uang beredar, output, dan inflasi, sedangkan inflasi sendiri merupakan sebuah phenomena moneter yang dihadapi oleh Rumania. Begitupun hasil empiris Olivo and Stephen (2000) yang menemukan adanya eksistensi hubungan keseimbangan jangka


(4)

panjang antara uang beredar (M1) dan GDP

nominal, GDP deflator dan tingkat inflasi tetapi tidak ditemukan hubungan jangka panjang dengan uang beredar dalam arti luas

(M2) di Venezuela untuk kurun waktu

penelitian 1950 – 1996.

1. Uji Vector Error Correction Model

(VECM)

Untuk melihat hubungan keseimbangan dalam jangka pendek antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi sebagai proses penyesuaian jangka pendek terhadap deviasi dari keseimbangan hubungan jangka panjang maka pengujian dilakukan dengan metode VECM. Hasil pengujian ini terlihat dari tanda koefisien yang negatif dan signifikan pada ECT sehingga hasilnya dapat merefleksikan bahwa jumlah uang beredar akan merespon fluktuasi pada variabel inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Tabel 3. Hasil Uji Vector Error Correction Model (VECM)

Cointegrating Vector

Vector Error Correction Model (VECM)

ECT R2

JUB -0,0386

(-3,7828) ** 0,4425

IHK -1,08E-06

(-1,8972) ** 0,0430

Cat : ** Signifikan pada 5 %

Dari hasil pengujian VECM menunjukkan bahwa dalam jangka pendek terdapat hubungan keseimbangan antara jumlah uang beredar dan inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu penelitian. Hal ini terlihat dari nilai koefisien ECT yang negatif dan nilai t – statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 5 persen. Artinya bahwa variabel pertumbuhan ekonomi dapat merespon fluktuasi dari jumlah uang beredar dan inflasi. Dengan demikian hasil temuan dari uji VECM ini membuktikan adanya hubungan kointegrasi antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2. Uji Granger Causality Test

Berdasarkan hasil pengujian kointegrasi dan VECM telah menunjukkan adanya hubungan keseimbangan antara jumlah uang beredar, inflasi, dan

pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Sementara itu untuk melihat hubungan kausalitas antara ketiga variabel tersebut yakni jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi dilakukan pengujian

dengan menggunakan metode Granger

Causality.

Tabel 4. Uji Granger Causality Test

Null Hypothesis Obs F-Statistic Probability

DLJUB does not Granger Cause

DLPDB 32 0.30521 0.58487

DLPDB does not Granger Cause

DLJUB 4.02297 0.05429

DLIHK does not Granger Cause

DLPDB 32 0.05247 0.82043

DLPDB does not Granger Cause

DLIHK 11.4592 0.00206

DLIHK does not Granger Cause

DLJUB 32 0.00968 0.92231

DLJUB does not Granger Cause

DLIHK 5.58524 0.02503

Berdasarkan Tabel 4 di atas, hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan DLJUB does not Granger Cause DLPDB tidak ditolak karena tingkat signifikansinya 58,49 persen. Sebaliknya hipotesis nol yang menyatakan DLPDB does not Granger Cause DLJUB ditolak karena tingkat signifikansinya 5,43 persen. Hal ini berarti antara pertumbuhan ekonomi dan jumlah uang beredar di Indonesia memiliki hubungan yang searah yakni dari jumlah uang beredar ke pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan jumlah uang beredar menyebabkan perubahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama kurun waktu penelitian.

Sedangkan untuk hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dan inflasi memperlihatkan hubungan yang searah yakni dari inflasi ke pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain bahwa hipotesis

nol yang menyatakan DLIHK does not

Granger Cause DLPDB tidak ditolak karena tingkat signifikansinya 82,04 persen. Sebaliknya hipotesis nol yang menyatakan


(5)

DLPDB does not Granger Cause DLIHK

ditolak karena tingkat signifikansinya 0,21 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perubahan inflasi mengakibatkan perubahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode penelitian. Temuan ini sejalan dengan studi Shelley and Frederick (2004) yang menemukan adanya hubungan kausalitas yang searah antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Mexico, dimana perubahan inflasi akan menyebabkan perubahan pertumbuhan ekonomi di Mexico selama kurun waktu 1944 – 1991.

Sementara itu, hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar dan inflasi juga memiliki hubungan yang searah yakni dari inflasi ke jumlah uang beredar. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan DLIHK does not Granger Cause DLJUB tidak ditolak dikarenakan tingkat signifikansinya sebesar 92,23 persen. Sebaliknya hipotesis nol yang menyatakan

DLJUB does not Granger Cause DLIHK

ditolak karena tingkat signifikansinya sebesar 2,50 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan inflasi menyebabkan perubahan jumlah uang beredar di Indonesia selama kurun waktu penelitian yakni tahun 1970 – 2003. Hasil empiris ini membuktikan bahwa penyebab inflasi di Indonesia bukanlah disebabkan jumlah uang beredar dimasyarakat meningkat (demand side) tetapi barangkali dikarenakan tersendatnya atau berkurangnya hasil-hasil

produksi barang dan jasa (output) serta

terganggunya saluran distribusi barang dan jasa antar daerah di Indonesia (supply side). Sehingga masalah pengendalian laju inflasi tidak hanya merupakan tanggung jawab Bank Indonesia (kebijakan moneter) semata tetapi juga merupakan tanggung jawab pemerintah dalam mendorong peningkatan

output dan kelancaran dalam

mendistribusikan barang dan jasa.

KESIMPULAN

1. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kausalitas antara jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, baik hubungan keseimbangan jangka pendek maupun jangka panjang selama kurun

waktu 1970 – 2003 dengan

menggunakan metode kointegrasi (Cointegration test), Vector Error

Correction Model (VECM), dan Granger Causality test. Namun sebelum dilakukan pengujian untuk melihat hubungan keseimbangan tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji akar-akar unit (unit root test). Dari hasil uji tersebut dengan metode ADF dan PP menunjukkan kesemua variabel yang diteliti terintegrasi pada derajat 1 (first difference).

2. Dari hasil uji kointegrasi dan VECM menunjukkan adanya hubungan keseimbangan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang atau dengan kata lain terdapat hubungan kointegrasi antara variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yakni jumlah uang beredar, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. Sementara melalui pengujian Granger Causality test

memperlihatkan adanya hubungan yang searah diantara variabel-variabel yang diteliti, yakni perubahan jumlah uang beredar menyebabkan terjadinya perubahan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia. Sedangkan inflasi

menyebabkan terjadinya perubahan pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan jumlah uang beredar di Indonesia selama periode penelitian.

SARAN

1. Agar para pengambil kebijakan terutama yang berkaitan dengan kebijakan moneter (Bank Indonesia) agar memperhatikan perkembangan laju inflasi dan jumlah uang beredar dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sehingga kebijakan moneter yang diambil seperti pengendalian laju inflasi melalui jumlah uang beredar tidak akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

2. Mengendalikan laju inflasi di Indonesia, perlu ditingkatkan lagi koordinasi antara para pengambil kebijakan moneter (Bank Indonesia) dan kebijakan fiskal (pemerintah) untuk masa-masa yang akan datang.

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, Burhanuddin. 2006. Jalan Menuju Stabilitas : Mencapai Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.


(6)

Budina, Nina, Wojtek Maliszewski, Georges de Menil, and Geomina Turlea. 2003. Money, Inflation, and Output in Romania, 1992 – 2002. IMF Working Paper.

Eviews 5 User’Sumatera Utara Guide. 2004.

Quantitative Micro Software, LLC. United States of America.

Gujarati, Damodar. 2003. Basic

Econometrics, 4th ed. New York : McGraw-Hill.

Insukindro. 1993. Ekonomi Uang dan Bank : Teori dan Pengalaman di Indonesia, Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE - Yogyakarta.

Kadarusman, Y.B, Silvia Mila Arlini, dan Bernadetta Dwi Suatmi. 2004. Makro Ekonomi Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Ekonomi IBII. Manurung, Jonni, Adler H. Manurung, dan

Ferdinand D. Saragih. 2005.

Ekonometrika : Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo (Kelompok Gramedia).

Olivo, Victor and Stephen M. Miller. 2000.

The Long-Run Relationship between Money, Nominal GDP, and the Price

Level in Venezuela : 1950 – 1996. Department of Economics, University of Connecticut.

Pratomo, Wahyu Ario dan Sirojuzilam. 2004.

Analisis Kausalitas dan Kointegrasi Intermediasi Finansial dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Medan : FE USU.

Seftarita, Chenny. 2005. Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Medan : Tesis Magister Ekonomi Pembangunan USU.

Shelley, Gary Leverage and Frederick H. Wallace. 2004. Inflation, Money, and Real GDP in Mexico : A Causality Analysis. Applied Economics Letters.

Solikin dan Suseno. 2002. Uang :

Pengertian, Penciptaan, dan Perannya Dalam Perekonomian. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK).

Warjiyo, Perry. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik Indonesia : Sebuah Pengantar. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK).