Identify Potential of Dengue Hermologic Fever (DHF) Vulnerabilities as Climate Change Impacts with The Logit Model (Study in Jakarta Province)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis IDENTIFIKASI POTENSI KERENTANAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) SEBAGAI DAMPAK
IKLIM DENGAN MODEL LOGIT (KASUS PROPINSI
PERUBAHAN
DKI JAKARTA) adalah
karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini dan dapat diperiksa
kebenarannya
Bogor, September 2011
Dede Tarmana
NRP. G152070074
ABSTRACT
DEDE TARMANA. Identify Potential of Dengue Hermologic Fever (DHF)
Vulnerabilities as Climate Change Impacts with The Logit Model (Study in Jakarta
Province).Under direction of MUHAMMAD NUR AIDI and I MADE
SUMERTAJAYA
Global warming as the trigger of climate change is a very important issue in
many countries, the data showed global average temperature increase by 0.74oC during
the 20th century. Rising sea levels from the 19th century until the 20 th century amounted
to 0,17 m, this is consistent with extensive snow cover decreased by 7% since 1900. The
fact of climate change and Indonesia's geographical position is on the growth of
endemic mosquito Aedes aegypti as a dengue vector, Climate change will accelerate the
spread of dengue virus due to changing rainfall patterns, high frequency and irregular
rainfall and warmer temperatures will increase the number of mosquito Aedes aegypti.
The Purpose of this research is determining the association between risk factors
of DHF with Climate (Temperature and Rainfall), determining the factors that
influence susceptibility DHF region of Jakarta, and social demography in Jakarta area
and the finally purpose is determining the potential vulnerability of dengue in the
Jakarta province as well as display them spatially in a map of dengue due to climate
change vulnerability.
The results of ordinal logistic regression analysis, the models with sociodemographic and climatic variables as predictor is a good model with about 80%
accuracy rate, and pass the test individually and overall. So by using the model to
calculate the degree of vulnerability of each district then the resulting degree of
vulnerability to be spatial in the map.
Keywords : Ordinal logistic regression, vulnarability, dengue hermologic fever.
RINGKASAN
DEDE TARMANA. Identifikasi Potensi Kerentanan DBD (Demam Berdarah Dengue)
Sebagai Dampak Perubahan Iklim Dengan Model Logit ( Kasus Propinsi DKI Jakarta).
Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan I. MADE SUMERTAJAYA
Pemanasan global sebagai pemicu terjadinya perubahan iklim merupakan isu
yang sangat penting diberbagai Negara. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74oC
selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada
lautan. Kenaikan permukaan laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20 adalah sebesar 0.17
meter, hal ini selaras dengan berkurangnya luas tutupan salju sebesar 7% sejak tahun
1900. Informasi lain yang terjadi seiring dengan perubahan iklim yaitu frekuensi
bencana alam banjir, longsor, kekeringan, gelombang panas, badai dan wabah penyakit
(Malaria, Dengue Hermologic Fever) dibeberapa Negara mengalami peningkatan
termasuk di Indonesia. Bukti-bukti ini terus memicu pemikiran dari para ahli untuk
mendapatkan gambaran kondisi yang terjadi dan mempersiapkan langkah untuk
mengantisipasinya.
The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yaitu organisasi yang
dibentuk oleh PBB untuk menangani khusus berbagai hal terkait dengan perubahan
iklim secara global. Indonesia sebagai bagian dari isu global berperan aktif dalam
memantau perubahan iklim baik secara nasional, regional maupun internasional. Fakta
telah terjadinya perubahan iklim, salah satunya di Jakarta bahwa temperatur udara
bulanan meningkat sebesar 1.4 oC/100 tahun pada bulan juli dan 1.04 oC/100 tahun pada
bulan Januari. Dalam rangka mengantisipasi munculnya wabah khususnya penyakit
DBD perlu dibuat peringatan dini atau proyeksi kerentanan wilayah-wilayah terhadap
penyakit tersebut sebagai dampak dari perubahan iklim. Untuk menggambarkan
hubungan tingkat kerentanan wilayah DBD yang datanya bersifat kategorik (ordinal)
dapat digunakan model persamaan regresi logistik ordinal.
Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Menentukan adanya asosiasi antara resiko
DBD dengan faktor-faktor Iklim (Suhu dan Curah Hujan) dan sosial kependudukan di
wilayah DKI Jakarta; (2) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan
DBD di wilayah DKI Jakarta; (3) Menentukan potensi kerentanan DBD di wilayah DKI
Jakarta serta menampilkannya secara spasial dalam peta potensi kerentanan DBD akibat
perubahan iklim.
Kerentanan berdasarkan konsep yang dikeluarkan oleh IPCC mempunyai
definisi sebagai berikut : “Kerentanan adalah Tingkat kemampuan suatu sistem yang
rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan iklim
ekstrim”.
Bila
ditiliskan
secara
fungsi
maka
kerentanan
adalah
Kerentanan = f (paparan, sensitifitas, kapasitas adaptasi) . Terkait kerentanan DBD,
penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan adalah vektor nyamuk Aedes aegypti
yang siklus hidupnya berkaitan erat dengan kondisi iklim suatu tempat (misal :
temperatur dan curah hujan)
Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder antara lain :
data iklim rata-rata periode 1990-2008 (Curah hujan dan Temperatur); data kejadian
kasus DBD tiap kecamatan; Data Potensi Desa tahun 2008, unsur yang digunakan yaitu
kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan pada setiap
kecamatan. Metode penelitian dimulai dengan langkah pengumpulan data peubah
kerentanan terpilih yaitu iklim dan sosial kependudukan, pembobotan terhadap masingmasing peubah, khusus untuk peubah iklim dilakukan analisis iklim secara spasial
dengan menggunakan interpolasi bobot jarak terboboti. Langkah selanjutnya yaitu
melakukan analisis asosiasi peubah kerentanan DBD, memetakan peubah kerentanan
kemudian melakukan overlay antara peubah kerentanan dan yang terakhir yaitu
melakukan pemodelan regresi logistik ordinal potensi kerentanan DBD.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa peubah kerentanan curah hujan,
temperatur, jumlah penduduk, fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan, semuanya
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kerentanan DBD suatu wilayah. Hasil analisis
kesesuaian 47% interval suhu 27.10C – 29.00C bersesuaian dengan kasus DBD pada
klas menengah hingga tinggi, sedangkan untuk curah hujan menunjukan tingkatan DBD
rendah hingga tinggi 83% bersesuaian dengan interval curah hujan 101-300 mm. Model
potensi kerentanan yang terbentuk mempunyai kecocokan dalam melakukan pendugaan
respon tingkat kerentanan DBD, berdasarkan nilai Concordan yaitu nilai yang menjadi
ukuran prosentase sejauh mana model benar dalam menduga tingkat kerentanan DBD,
nilai konkordan untuk model potensi kerentanan DBD ini sebesar 80%
Kata kunci : kerentanan, regresi logistik, demam berdarah dengue.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI POTENSI KERENTANAN DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
DENGAN MODEL LOGIT
(KASUS PROPINSI DKI JAKARTA)
DEDE TARMANA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul penelitian
Nama
NRP
: Identifikasi Potensi Kerentanan Demam Berdarah Dengue
(DBD) Sebagai Dampak Perubahan Iklim Dengan Model
Logit (Kasus Propinsi DKI Jakarta)
: Dede Tarmana
: G152070074
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S
Ketua
Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB
Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S
Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc, Agr
Tanggal Ujian : 27 Sept 2011
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. H. Aji Hamim Wigena, M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan
taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Isi tesis secara
lengkap berisi lima bagian yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Bahan dan Metode,
Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Saran.
Dalam penelitian tentang potensi kerentanan kesehatan penulis mengambil
lokasi DKI Jakarta sebagai barometer untuk propinsi lainnya dan isu yang sedang
berkembang yaitu perubahan iklim yang berpengaruh besar pada berbagai sektor
kehidupan manusia. Sektor kesehatan menjadi fokus penelitian karena sektor ini
memberikan gambaran terhadap kemampuan manusia dalam beradaptasi dengan
perubahan iklim.
Ucapan terima kasih penulis tunjukan kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, MS, sebagai ketua pembimbing.
2. Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si, sebagai anggota pebimbing.
3. Bapak Dr. Ir. H. Aji Hamim Wigena, M.Sc selaku penguji yang telah
memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
4. Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS, sebagai ketua program studi Statistika Terapan,
Para Dosen di Departemen Statistika, Staf Administrasi yang telah membantu
pengurusan adminitrasi.
Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat penulis tunggu untuk perbaikan pada
penulisan/ penelitian selanjutnya.
Bogor,
September 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 Oktober 1976 merupakan anak
kedua dari 4 bersaudara, lahir dari pasangan ibu Hj. Popoh Salipah (almh) dan ayah H.
Mamat Hidayat.
Tahun 1994 penulis lulus dari SMAN 24 Bandung (sebelumnya SMAN 1
Ujungberung), pada tahun 1997 penulis lulus dari Balai Pendidikan dan Pelatihan
kedinasan BMKG kemudian tahun 2000 melanjutkan studi ke jenjang S1 jurusan
Matematika di Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru dan berhasil
menyelesaikannya pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai
mahasiswa S2 program studi statistika terapan di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menikah dengan Mufidah Nur A’ini pada tahun 1998 dan dikaruniai dua
putra yaitu Sultan Ali Shiddiq dan Muhammad Rizqi Baihaqi.
Pada saat ini penulis bekerja di Badan Meteorologi Klimatologi & Geofisika
sejak tahun 1998 dan aktif sebagai pengajar di Akademi Meteorologi Klimatologi &
Geofisika.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................xiii
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................. 4
Kerentanan ........................................................................................................ 4
Perubahan Iklim ................................................................................................. 4
Demam Berdarah................................................................................................ 5
Interpolasi Kebalikan Jarak Terboboti ................................................................ 6
Regresi Logistik ................................................................................................. 7
Regresi Logistik Ordinal..................................................................................... 8
Pendugaan Parameter ....................................................................................... 10
Uji Parameter dan Ukuran Kebaikan Model...................................................... 11
DATA DAN METODE .............................................................................................. 12
Data.................................................................................................................. 12
Lokasi Penelitian .............................................................................................. 12
Metode ............................................................................................................ 13
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 16
Analisis Umum Wilayah DKI Jakarta ............................................................... 16
Deskriptif Kasus DBD ...................................................................................... 17
Kajian Iklim dan Sosial Kependudukan DKI Jakarta ........................................ 19
Analisis Asosiasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD
Sebagai Dampak Perubahan Iklim .............................................................. 26
Pemodelan Kerentanan DBD ............................................................................ 27
Uji Kesesuaian Model ...................................................................................... 32
Peta Potensi Kerentanan DBD .......................................................................... 35
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 37
Kesimpulan ...................................................................................................... 37
Saran ................................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 38
LAMPIRAN ................................................................................................................ 39
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah Kepadatan Penduduk per Wilayah Kota Administrasi
DKI Jakarta 2011 ................................................................................................... 24
2. Korelasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD dengan Tingkat DBD ....................... 26
3. Koefisien Model dan Uji Individu terhadap Koefisien-Konstanta ........................... 28
4. Uji Individu Parameter Model I .............................................................................. 30
5. Uji Individu Parameter Model II............................................................................. 32
6. Uji Kesesuaian dan Pemilihan Model Terbaik ....................................................... 33
7. Tabulasi Silang untuk Evaluasi Model.................................................................... 34
8. Tingkat Kerentanan DBD sebagai Dampak Perubahan
Iklim di DKI Jakarta............................................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Trend Kenaikan Temperatur Udara di Jakarta........................................................... 5
2. Nyamuk Aedes aegypti dan Siklus Hidupnya ............................................................ 6
3. Peta Adminstrasi Kecamatan DKI Jakarta .............................................................. 12
4. Peta Topografi DKI Jakarta .................................................................................... 16
5. Rata-rata Tahunan Kasus DBD DKI Jakarta ........................................................... 17
6. Peta Sebaran Kasus DBD di Provinsi DKI Jakarta .................................................. 18
7. Rata-rata Bulanan Kasus DBD Propinsi DKI Jakarta .............................................. 19
8. Peta Sebaran Stasiun BMKG dan Pos Hujan DKI Jakarta dan sekitarnya ............... 20
9. Curah Hujan Rata-rata DKI Jakarta ........................................................................ 20
10. Peta Curah Hujan Rata-rata pada saat Puncak DBD................................................ 21
11. Peta Temperatur Jakarta DKI Jakarta (April) .......................................................... 23
12. Peta Klasifikasi Jumlah Penduduk dan Tingkat DBD di Jakarta.............................. 25
13. Peta Klasifikasi Sarana Kesehatan dan Tingkat DBD di Jakarta.............................. 25
14. Peta Klasifikasi Sarana Pendidikan dan Tingkat DBD di Jakarta ............................ 26
15. Peta Potensi Kerentanan DBD ................................................................................ 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rata-rata Bulanan Kasus DBD pada Klas Curah Hujan ......................................... 39
2. Rata-rata Bulanan Kasus DBD pada KlasTemperatur ............................................. 40
3. Laju (%)Pertumbuhan Penduduk Menurut Propinsi 2000-2025 .............................. 41
4. Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Propinsi 2000-2020 .................................... 42
5. Curah Hujan Rata-rata Bulanan DKI Jakarta (2000-2009)
Temperatur Rata-rata Bulanan DKI Jakarta (2000-2009) ........................................ 43
6. Rata-rata Kasus DBD tiap Kecamatan DKI Jakarta (2006-2009) ............................ 44
7. Hasil Overlay ......................................................................................................... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia dengan segala aktifitas didalamnya telah mengalami perubahan
yang mengkhawatirkan. Fakta terakhir dalam bidang iklim yang paling
mendapatkan perhatian adalah telah terjadinya perubahan iklim secara global
ditandai kenaikan temperatur dan tinggi permukaan laut. Tingkat pemanasan ratarata sejak tahun 1850 selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari
rata-rata seratus tahun terakhir. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74oC
selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan
daripada lautan. Kenaikan permukaan laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20
adalah sebesar 0.17 meter. Hal ini selaras dengan berkurangnya luas tutupan salju
sebesar 7% sejak tahun 1900. Informasi lain yang terjadi seiring dengan
perubahan iklim yaitu frekuensi bencana alam banjir, longsor, kekeringan,
gelombang panas, badai dan wabah penyakit (Malaria, Dengue Hermologic Fever)
di beberapa Negara mengalami peningkatan termasuk di Indonesia. Bukti-bukti ini
terus memicu pemikiran dari para ahli untuk mendapatkan gambaran kondisi yang
terjadi dan mempersiapkan langkah untuk mengantisipasinya.
Organisasi dunia PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui program
lingkungannya bekerja sama dengan Organisasi Meteorologi Dunia (World
Meteorology Organization, WMO) membentuk The Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) pada tahun 1988, tujuannya yaitu untuk meneliti dan
menganalisa isu-isu ilmu pengetahuan yang muncul terkait dengan perubahan
iklim. Sejak tahun 1990 IPCC mengadakan konvensi-konvensi melibatkan
perwakilan dari berbagai negara dan telah mengeluarkan laporan-laporan. Pada
konvensi tahun 2007, IPCC mengeluarkan laporan yang berkaitan dampak
perubahan iklim terhadap bidang kesehatan. Secara umum salah satu isi
laporannya berisi bahwa perubahan iklim akan mengubah distribusi nyamuknyamuk (Malaria dan Aedes Aegypti) dan penyakit-penyakit menular lainnya.
2
Indonesia sebagai bagian dari isu global berperan aktif dalam memantau
perubahan iklim baik secara nasional, regional maupun internasional dalam rangka
untuk mengambil langkah adaptasi, antisipasi dan mitigasi dampaknya. Fakta
telah terjadinya perubahan iklim di Indonesia, salah satunya dibuktikan dengan
kenaikan temperatur udara bulanan sebesar 1.4 oC/100 tahun pada bulan juli dan
1.04 oC/100 tahun pada bulan Januari di Jakarta, untuk tinggi permukaan laut naik
0,57 cm/tahun pada periode 1925-2000 dan naik 6-8 mm/ tahun secara rata-rata di
seluruh wilayah Indonesia (Daryono et al, 2008).
Fakta terjadinya perubahan iklim dan posisi geografis Indonesia yang
berada pada wilayah endemik pertumbuhan nyamuk aedes aegypti menuntut
masyarakat untuk siap menghadapinya. Menurut Dirjen P2PL kementerian
Kesehatan (2007) Perubahan Iklim akan mempercepat penyebaran virus DBD,
karena dengan berubahnya pola hujan, tingginya frekuensi dan tidak teraturnya
kejadian hujan serta suhu yang menghangat akan meningkatkan jumlah nyamuk
seiring dengan proses perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti yang berlangsung
lebih cepat.
Memperhatikan proyeksi perubahan iklim kedepan berdasarkan kondisi
saat ini, maka akan ada lokasi-lokasi yang semakin rentan kesehatannya (penyakit
DBD). Dalam rangka mengantisipasi munculnya wabah penyakit DBD perlu
dibuat peringatan dini atau proyeksi kerentanan wilayah-wilayah terhadap
penyakit DBD sebagai dampak dari perubahan iklim. Penentuan kerentanan yang
dimaksud pada penelitian ini yaitu kerentanan berdasarkan pengklasifikasian
kasus DBD pada setiap kecamatan. Penyetaraan model logistik dengan fungsi
kerentanan yaitu terletak pada peubah bebasnya yang merupakan peubah
kerentanan, sedangkan peubah tak bebas kategori klasifikasi DBD dijadikan
sebagai dasar klasifikasi tingkat kerentanan. Untuk menggambarkan hubungan
tingkat kerentanan DBD yang datanya bersifat kategorik dapat digunakan model
persamaan regresi logistik. Selanjutnya dilakukan analisis spasial guna
menghasilkan
informasi berupa peta wilayah kerentatan DBD. Pentingnya
informasi keterkaitan perubahan iklim, sosial kependudukan dengan DBD bisa
menjadi acuan untuk masyarakat dalam menekan dampak yang diakibatkannya.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yaitu :
-
Menentukan adanya asosiasi antara resiko DBD dengan faktor-faktor Iklim
(Suhu dan Curah Hujan) dan sosial kependudukan di wilayah DKI Jakarta.
-
Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan DBD di
wilayah DKI Jakarta
-
Menentukan potensi kerentanan DBD di Wilayah DKI Jakarta serta
menampilkannya secara spasial dalam peta kerentanan DBD akibat
perubahan iklim.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kerentanan
Kerentanan berdasarkan konsep yang dikeluarkan oleh IPCC mempunyai
definisi sebagai berikut : “Kerentanan adalah Tingkat kemampuan suatu sistem
yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan
iklim ekstrim”. Atau “Kerentanan merupakan fungsi yang terbuka, sensitifitas dan
kemampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim atau dinyatakan dalam
bentuk fungsi seperti berikut
Kerentanan = f(paparan, sensitifitas, kapasitas adaptasi) ”
(Arief, AA & Hermania, F. 2009).
Peubah kerentanan yang ada dalam fungsi kerentanan merupakan peubah
yang akan menjadi acuan dalam pemodelan. Terkait dengan penentuan tingkat
kerentanan, maka sebagai awal untuk penentuan tingkat kerentanan DBD,
klasifikasi kasus DBD dijadikan dasar dalam penentuannya.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan dampak tidak langsung dari pemanasan global
yang terjadi akibat lebihnya energi matahari di atmosfir karena tertahan oleh gas
hidrokarbon yang berasal dari aktifitas di permukaan bumi. Sumber-sumber
hidrokarbon dari permukaan bumi antara lain berasal dari Industri, gas buang
kendaraan bermotor, pembukaan lahan dengan cara pembakaran, pembakaran
sampah dan lain-lain. Dengan adanya fenomena pemanasan global suhu rata-rata
bumi secara keseluruhan meningkat sebesar 1oC, akibatnya terjadi longsoran atau
lelehan batuan es yang berada di beberapa lokasi seperti daerah kutub, Greenland,
puncak-puncak gunung, di Indonesia terjadi di puncak jayawijaya (Indonesia).
Dampak lebih jauhnya adalah perubahan iklim secara nyata dimana pola hujan
yang tidak teratur, kejadian-kejadian iklim ekstrim semakin sering dan bukti
perubahan iklim lainnya.
5
Gambar 1. Trend Kenaikan Temperatur Udara di Jakarta.
Hal terpenting dari perubahan iklim adalah dampaknya terhadap
kehidupan, sehingga perlu dipersiapkan langkah antisipasi, adaptasi dan mitigasi
untuk menghadapinya. Secara teoritik berdasarkan beberapa kajian yang telah
dilakukan, semua sektor akan mengalami kesulitan, seperti sektor pertanian akibat
dari tidak teraturnya pola hujan maka akan sulit untuk menentukan waktu tanam,
sektor kesehatan akibat semakin cepatnya masa reproduksi nyamuk maka penyakit
yang disebabkan oleh vektor ini menjadi semakin besar peluang kejadiannya.
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus demam
kelompok Flaviridae dan berpotensi mengancam 2,5 juta penduduk dunia yang
tinggal di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Penyakit ini banyak menyerang
pada usia anak-anak dan remaja yang ditandai dengan gejala demam secara tibatiba dan manifestasi pendarahan yang menyebabkan kehilangan cairan darah
dalam tubuh hingga berakibat shock (dengue shock syndrome). Penyebab utama
demam berdarah adalah vektor nyamuk Aedes
aegypti yang siklus hidupnya
berkaitan erat dengan kondisi iklim suatu tempat (misal : temperatur dan curah
hujan). Seiring dengan adanya fenomena perubahan iklim global maka
berdasarkan beberapa hasil kajian kondisi ini dapat memodifikasi sebaran
geografis sehingga yang semula disuatu wilayah tidak bisa hidup nyamuk aedes
aegypti, pada saat ini hal tersebut menjadi mungkin. (Hopp dan Foley, 2001).
6
Nyamuk aedes aegypti bersifat rumahan (peridometic), aktif menggigit
pada siang hari dan menyukai darah manusia. Perkembangbiakannya sangat
menakjubkan karena dapat bertelur dengan jumlah berkisar antara 100-500 dan
dapat bertahan pada keadaan kering hingga lebih dari 1(satu) tahun. Tahapan
perkembangbiakannya melalui metamorfosis dimulai dari tahapan telur–larva–
pupa dan dewasa dengan waktu perkembangan antara 8-10 hari. Berdasarkan
topografi dan iklim, nyamuk aedes aegypti dapat hidup ideal pada ketinggian 1000
meter diatas permukaan laut dan sangat menyukai genangan-genangan di rumah
penduduk pada kondisi gelap, lembab, suhu kamar dan angin calm. Secara spasial
jarak jangkauan nyamuk terbang sekitar 100 meter dari tempat pupa menetas dan
bahkan hasil kajian terbaru di Puerto Rico ditemukan bahwa nyamuk betina
dewasa dapat menyebar lebih dari 400 meter.
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti dan Siklus Hidupnya.
Interpolasi Invers Jarak Terboboti
Metode interpolasi invers jarak terboboti yaitu metode interpolasi dengan
cara membuat jarak antara titik yang di prediksi dengan titik yang diukur sebagai
faktor pembobot. Formula metode ini yaitu :
n
Z 0 = ∑ λi Z i
i =1
Dimana
Z 0 = Nilai dari titik yang diprediksi
Z i = Nilai terukur dari elemen-elemen titik disekitarnya
λi = Bobot-bobot yang mungkin digunakan
7
n = Jumlah titik yang nilainya terukur
Formula untuk menghitung bobot sendiri yaitu :
λi =
di 0
−p
n
∑d
i =1
−p
i0
n
∑ λ =1
i
i =1
Dimana
di 0 = Jarak antara titik yang nilainya diprediksi dengan titik yang
disekitarnya.
p
= pangkat invers jarak terboboti.
Regresi Logistik
Pada kasus-kasus penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
antara suatu peubah dengan peubah penyebab dimana peubah terikatnya berupa
data kategorik, maka analisis regresi linier standar tidak bisa dilakukan, oleh
karena itu salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah regresi logistik.
Model persamaan regresi logistik digunakan untuk dapat menjelaskan hubungan
antara X dan π ( x ) yang bersifat tidak linear, ketidaknormalan sebaran dari Y,
keragaman respon yang tidak konstan dan tidak dapat dijelaskan oleh model
regresi linier biasa (Agresti, 1990). Metode regresi logistik adalah suatu metode
analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang
memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala
kategori atau interval (Hosmer dan Lemeshow, 1989).
Jika
data
hasil
pengamatan
memiliki
k
peubah
bebas
yaitu
x1 , x2 ,..., xk dengan peubah respon Y, dimana Y pada kasus biner mempunyai dua
kemungkinan nilai 0 dan 1, Y = 1 menyatakan bahwa respon memiliki kriteria
yang ditentukan dan sebaliknya Y = 0 tidak memiliki kriteria, maka peubah respon
8
Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan parameter π ( xi ) sehingga fungsi sebaran
peluang :
f ( y i ) = [π ( xi )] i [1 − π ( xi )]
y
1− yi
, y i = 0,1
Model umum regresi logistik dengan k peubah penjelas yaitu
π (x ) =
exp(g ( x ))
1 + exp(g ( x ))
dengan melakuka n transformasi logit diperoleh
π ( xi )
g ( xi ) = ln
1 − π ( xi )
dengan
g ( xi ) = β 0 + β1 x1 + ... + β k xk , g(x i ) merupakan penduga logit yang
berperan sebagai fungsi linier dari peubah penjelas. Karena fungsi penghubung
yang digunakan adalah fungsi penghubung logit maka sebaran peluang yang
digunakan disebut sebaran logistik (McCullagh dan Nelder, 1989).
Regresi Logistik Ordinal
Pada kasus umum model regresi yang melibatkan peubah respon bersifat
kategorik maka model pendekatannya adalah model regresi logistik. Data
kategorik pada peubah respon bisa berupa nominal atau ordinal, untuk kasus
peubah respon ordinal, model regresi yang dapat digunakan yaitu model regresi
logistik ordinal. Pada model logistik (link logit) ini sifat ordinal peubah respon Y
dinyatakan dalam peluang kumulatif sehingga kumulative logit model merupakan
model yang didapatkan dengan membandingkan peluang kumulatif yaitu peluang
kurang dari atau sama dengan kategori respon ke-j pada p peubah prediktor yang
dinyatakan dalam vektor X (P[Y≤j|X]), dengan peluang lebih besar dari kategori
respon ke-j (P[Y≥j|X]) (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Peluang kumulatif
P(Y≤j|X) didefinisikan sebagai berikut :
p
exp α j + ∑ β k xk
k =1
P(Y ≤ j X ) =
p
1+ exp α j + ∑ β k xk
k =1
dimana j = 1,2,…,J adalah kategori respon (Agresti, 1990)
9
Dalam hal pengklasikasian, kumulatif logit model merupakan fungsi
klasifikasi. Fungsi klasifikasi yang terbentuk bila terdapat J kategori respon adalah
sejumlah J – 1. Jika π j ( X ) = P(Y = j X ) menyatakan peluang kategori respon ke-j
pada p peubah prediktor yang dinyatakan dalam vektor X dan P(Y≤j|X)
menyatakan peluang kumulatif pada p peubah prediktor yang dinyatakan dalam
vector X maka nilai π j ( X ) didapatkan dengan persamaan berikut :
γ j = P(Y ≤ j X ) = π 1 ( X ) + π 2 ( X ) + + π j ( X )
dimana j = 1,2,…,J
Untuk lima kategori respon dimana j = 1,2,3,4,5 maka nilai dari peluang
kategori respon ke-j adalah:
p
exp α1 + ∑ β k xk
k =1
γ 1 = P(Y ≤ 1 X ) =
p
1+ exp α1 + ∑ β k xk
k =1
p
exp α 2 + ∑ β k xk
k =1
γ 2 = P(Y ≤ 2 X ) = π 1 ( X ) + π 2 ( X ) =
p
1+ exp α 2 + ∑ β k xk
k =1
Dengan memanfaatkan kedua peluang kumulatif diatas maka akan
didapatkan peluang untuk masing-masing kategori respon sebagai berikut :
p
exp α1 + ∑ β k xk
k =1
π 1 ( X ) = P(Y ≤ 1 X ) =
p
1+ exp α1 + ∑ β k xk
k =1
(1)
π 2 ( X ) = P(Y ≤ 2 X ) − π 1 ( X )
p
p
exp α 2 + ∑ β k xk
exp α1 + ∑ β k xk
k =1
k =1
−
=
p
p
1+ exp α 2 + ∑ β k xk 1+ exp α1 + ∑ β k xk
k =1
k =1
(2)
10
π 5 ( X ) =1 − P(Y ≤ 4 X )
p
exp α 4 + ∑ β k xk
k =1
=1 −
p
1 + exp α 4 + ∑ β k xk
k =1
(5)
Untuk klasifikasi nilai π j ( X ) pada persamaan 1 sampai dengan 5 akan
dijadikan pedoman pengklasifikasian. Suatu pengamatan akan masuk dalam
respon kategori j berdasarkan nilai π j ( X ) yang terbesar (Wibowo, 2002).
Pendugaan Parameter
Ada beberapa metode pendugaan parameter dalam regresi, salah satunya
yaitu metode maksimum likelihood. Pendugaan parameter β untuk model regresi
logistik biner sederhana dengan p peubah bebas
e β 0 + β1 X +...+ βpXp
P(Y = 0) =
1+ e β 0 + β1 X +...+ βpXp
bisa
menggunakan metode maximum likelihood. Secara sederhana dapat
disebutkan
bahwa
metode
ini
berusaha
memaksimumkan fungsi likelihood.
mencari
nilai
koefisien
yang
Dengan nilai Y yang bersifat biner, kita
dapat menggunakan Bernoulli sebagai sebaran variabel Y sehingga fungsi
likelihood akan berbentuk
n
L= f ( y i ) = ∏ [ pi ] i [1 − pi ]
1− yi
y
i =1
e β 0 + β1 X +...+ βpXp
Dengan : Pi =
1+ e β 0 + β1 X +...+ βpXp
Melalui transformasi logaritma maka operasi perkalian berubah menjadi
penjumlahan, kemudian fungsi likelihood diganti dengan fungsi log-likelihood.
Perlu diingat bahwa fungsi logaritma besifat monoton naik, sehingga jika loglikelihood mencapai maksimum maka fungsi likelihood juga demikian. Bentuk
fungsi yang dimaksimumkan adalah
LL = Log ( L) =
n
∑ log[ p ] [1 − p ]
i =1
1− yi
yi
i
i
11
n
= ∑ y i log[ pi ]+ [1 − y i ] log[1 − pi ]
i =1
Penduga bagi koefisien
β
diperoleh sebagai solusi bagi permasalahan
memaksimumkan LL yang dapat diselesaikan melalui prosedur iterasi bobot
kuadrat terkecil (Iterative Weighted Least Squares = IWLS).
Uji Parameter dan Ukuran Kebaikan Model
Untuk mengukur tentang kesesuaian model regresi logistik, ada beberapa
ukuran statistic yang dapat dijadikan kriteria dalam penentuan kebaikan model,
diantaranya yaitu Pearson Chi-square, Deviance, Uji Rasio likelihood, dan uji
lainnya (AIC, BIC). Salah satu uji yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu :
Uji Rasio Likelihood
Keuntungan menggunakan metode maksimum likelihood adalah bahwa uji
rasio likelihood dapat di implementasikan untuk menaksir kesesuaian dari
kelebihan
pendugaan
parameter
regresi
logistik
dengan
menggunakan
MLE(Maksimum Likelihood Estimation).
Formula uji rasio likelihood adalah G = 2( 1 − 0 ) dimana 1 =likelihood
tanpa peubah bebas dan 0 =likelihood dengan peubah bebas. Nilai G mempunyai
kedekatan dengan distribusi chi-squrae berderajat bebas k ( G ≈ X k2 ) dengan
hipotesis :
H 0 : β1 = β 2 = ... = β k = 0
H 1 : Minimum ada satu β ≠ 0
Untuk sampel ukuran besar, pendekatan Z standar : z =
β̂
SE
untuk pengujian
parameter secara individu akan bersesuaian dengan nilai Chi-Square berderajat
βˆ
bebas df = 1 dimana nilai X 2 df =1 = Z 2 =
SE
2
12
DATA DAN METODE
Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder antara
lain :
-
Data indek iklim hasil dari pengindekan unsur Iklim rata-rata periode
2000-2009 (Curah hujan dan Temperatur) yang bersumber dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
-
Data kejadian kasus DBD tiap kecamatan dari Dinas Kesehatan
-
Data Potensi Desa tahun 2008, unsur yang digunakan yaitu sosial dan
ekonomi antara lain : kepadatan penduduk kecamatan, tingkat pendidikan
yang dominan pada setiap kecamatan, jumlah fasilitas kesehatan
kecamatan.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian difokuskan diwilayah DKI Jakarta dengan unit penelitian
tingkat administrasi kecamatan.
Gambar 3. Peta Administrasi Kecamatan Propinsi DKI Jakarta.
13
Metode
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan pada penelitian ini, ada
beberapa tahapan analisis yang harus dilaksanakan, diantaranya yaitu :
1. Melakukan kajian khusus terhadap data iklim yang lokasinya hanya ada
beberapa titik sehingga bisa diperoleh gambaran iklim di Jakarta secara
menyeluruh, kajian tersebut meliputi :
-
Melakukan Pendugaan data iklim di kecamatan-kecamatan yang tidak
tersedia datanya dengan menggunakan metode invers jarak terboboti
-
Pengklasifikasian data iklim.
-
Pemberian skor pada masing-masing interval klas unsur iklim, nilai
skor dihitung berdasarkan proporsi nilai klas terhadap total luas
kejadiannya..
-
Pembuatan peta-peta hasil kajian terhadap unsur-unsur iklim.
2. Mengelompokan data kasus DBD tiap kecamatan kedalam lima kelas yaitu
: sangat rendah, rendah, menengah, tinggi, sangat tinggi. Teknik
pengelompokannya yaitu dengan membagi jangkauan/ jarak data
maksimum dan minimum ke dalam lima interval kelas yang sama jaraknya
3. Mengklasifikasikan
data
kependudukan,
pendidikan
dan
jumlah
infrastruktur rumah sakit. Teknik pengkasifikasian data sarana pendidikan
dan infrastruktur kesehatan yaitu dengan menjumlahkan semua sarana
pendidikan dan sarana infrastruktur kesehatan. Hasil penjumlahan di bagi
ke dalam lima klas dengan cara membagi jarak mínimum-maksimum pada
interval yang sama.
4. Pemberian skor pada peubah jumlah sarana pendidikan dan infrastruktur
kesehatan dengan cara membagi nilai jumlah dengan nilai maksimum
jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk melihat nilai proporsi setiap wilayah
kecamatan terhadap kecamatan yang mempunyai jumlah maksimum.
5. Membuat Layout Peta kasus DBD, Kependudukan, Pendidikan dan jumlah
infrastruktur rumah sakit.
6. Melakukan analisis deskriptif terhadap seluruh unsur sehingga diperoleh
penjelasan gambaran umum kondisi propinsi DKI Jakarta terkait kasus
DBD, Iklim dan sosial kependudukan .
14
7. Melakukan tumpang tindih antara peta iklim, sosial kependudukan dengan
peta DBD.
8. Melakukan pemodelan kerentanan dengan menggunakan model regresi
logistik antara data kasus DBD dengan data yang mempunyai kesesuaian
tinggi dengan kasus DBD
log it [ y ≤ j ] = β 0 + β1 x1 + β 2 x2 + β 3 x3 + β 4 x4 + β 5 x5
dengan
y
: Kasus DBD (1 = Sangat rendah, 2 = Rendah, 3 =
Menengah, 4 = Tinggi, 5 = Sangat tinggi)
x1
: Curah hujan
x2
: Temperatur
x3
: Jumlah Penduduk
x4
: Jumlah Sarana Kesehatan
x5
: Jumlah Sarana Pendidikan
9. Hasil perhitungan dari pemodelan kemudian di Petakan ke dalam peta
dasar kecamatan propinsi DKI Jakarta sebagai peta kerentanan DBD
10. Melakukan evaluasi data hasil model dengan membandingkan terhadap
data sebenarnya. Untuk melihat ini bisa dilakukan dengan tabulasi silang
antara data model dengan data sebenarnya.
15
Diagram Alur Penelitian
Pengumpulan Data
Pengelompokan dan
pengklasifikasian data
DBD dan sosial
kependudukan
Kajian Data Iklim :
- Pendugaan data iklim dilokasi
Yang tidak tersedia datanya
(Analisis Spasial)
- Mengklasifikasikan data-data
iklim
Pembuatan Peta Iklim
Pembuatan Peta DBD dan
sosial kependudukan
Melakukan tumpang tindih
Peta Kasus DBD data
iklim,dan sosial
kependudukan
Analisis Kesesuaian Iklim
dan sosial kependudukan
dengan kasus DBD
Pemodelan logistik
Uji Model
Model Logistik untuk
Kerentanan DBD
Pemetaan Wilayah
Kerentanan DBD
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Umum Wilayah DKI Jakarta
Secara geografi
Jakarta terletak
pada posisi koordinat
5019’12” –
6023’54” LS dan 106022’42” – 106058’48” BT yang terbagi kedalam 5 wilayah
kota dan 1 kabupaten Kepulauan Seribu yaitu kota Jakarta Pusat (8 Kecamatan),
Jakarta Barat (8 Kecamatan), Jakarta Utara (6 Kecamatan), Jakarta Timur (10
Kecamatan) dan Jakarta Selatan (10 Kecamatan). Gambar 5 menunjukan
Topografi keseluruhan Jakarta relatif datar tanpa ada pegunungan dengan 13
sungai mengalir dari daerah penopang Jakarta dan bermuara di laut Jawa yang
bersinggungan langsung dengan pantai Jakarta utara. Luas wilayah Jakarta sekitar
661,52 km² dengan rata-rata ketinggian 8 m dpl (diatas permukaan laut). Kondisi
karakteristik wilayah seperti ini memungkinkan adanya bencana-bencana yang
berkaitan aliran air (bencana banjir) akibat dari curah hujan wilayah Jakarta
sendiri dan kiriman dari luar daerah Jakarta.
Gambar 4. Peta Topografi DKI Jakarta
Dengan status kota Jakarta sebagai ibu kota Negara dan kota metropolitan
yang bergelimang fasilitas serta lapangan kerja, menjadikan kota ini sebagai
tujuan utama para pencari kerja dari luar daerah sehingga tingkat kepadatan kota
17
Jakarta sangat tinggi. Selain kepadatan penduduk, tingginya volume kendaraan
juga menyebabkan kualitas udara Jakarta kurang baik. Hal ini sebagai dampak
pencemaran dari gas buang kendaraan. Bila dilihat dari sisi klimatologis, suhu
kota Jakarta secara teoritik merupakan suhu optimum untuk perkembangan
nyamuk aedes aegypti ditambah penunjang genangan curah hujan sebagai tempat
perkembangbiakannya, sehingga diyakini kalau Jakarta mempunyai kerentanan
pada sektor kesehatan sebagai dampak dari perubahan iklim.
RATA-RATA TAHUNAN KASUS DBD
TINGKAT KECAMATAN PROPINSI DKI JAKARTA
2,000
Jml Kasus DBD (Org)
1,800
1,600
1,400
1,200
1,000
800
600
400
Gambar 5. Rata-rata Tahunan Kasus DBD DKI Jakarta
Deskrptif Kasus DBD
Hasil analisis deskriptif data kasus DBD tingkat kecamatan di Provinsi
DKI Jakarta, tampak pada Gambar 5 bahwa rata-rata tahunan tertinggi terdapat
pada kecamatan Duren Sawit (1.785 kasus) dan terendah di kecamatan Tanah
Abang (251 kasus). Secara keseluruhan setiap kecamatan mempunyai tingkatan
kasus DBD yang berbeda namum demikian bila ditinjau secara spatial setiap
posisi atau jarak antara wilayah saling mempengaruhi. Hal ini ditunjukan juga
pada Gambar 6 sebaran kasus DBD yang telah diklasifikasikan, dimana pola
sebaran tampak dipengaruhi oleh kedekatan wilayah.
PASARREBO
PULOGADUNG
MAKASAR
MATRAMAN
KRAMATJATI
JATINEGARA
CIRACAS
DUREN SAWIT
CIPAYUNG
TEBET
CAKUNG
SETIA BUDI
PESANGGRAHAN
PANCORAN
PASARMINGGU
MAMPANGPRAPATAN
KEBAYORAN BARU
KEBAYORAN LAMA
CILANDAK
JAGAKARSA
TAMBORA
PALMERAH
TAMANSARI
KEMBANGAN
KALIDERES
KEBONJERUK
CENGKARENG
GROGOLPETAMBURAN
PENJARINGAN
TANJUNGPRIOK
KOJA
PADEMANGAN
CILINCING
KELAPA GADING
SENEN
TANAHABANG
MENTENG
SAWAH BESAR
KEMAYORAN
GAMBIR
JOHAR BARU
-
CEMPAKA PUTIH
200
18
Gambar 6. Peta Sebaran Kasus DBD di Provinsi DKI Jakarta
Hampir sepanjang tahun di DKI Jakarta selalu terjadi kasus DBD. Hal ini
tampak jelas pada Gambar 7 yang menggambarkan kasus DBD berdasarkan waktu
dan menunjukan pola sinusoidal seperti halnya pola curah hujan. Puncak kasus
DBD terjadi pada bulan April untuk kemudian menurun sedikit satu bulan
berikutnya dan terus menurun hingga Oktober sebagai titik minimum, bulan
November naik kembali hingga puncaknya bulan April membentuk siklus tahunan
DBD.
19
RATA-RATA BULANAN KASUS DBD
PROPINSI DKI JAKARTA
5000
Jml Kasus DBD (Org)
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
JAN
PEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGT SEPT OKT NOV
DES
Gambar 7. Rata-Rata Bulanan Kasus DBD Propinsi DKI Jakarta
Kajian Iklim dan Sosial Kependudukan DKI Jakarta
Curah Hujan
Unsur iklim yang menjadi bahasan penelitian ini yaitu Curah Hujan dan
Suhu, dimana dalam luasan wilayah provinsi DKI Jakarta (661,52 km², Sumber :
Bapeda DKI Jakarta) dan terdiri dari 42 kecamatan hanya terdapat 5 Stasiun
Meteorologi/Klimatologi/Geofisika serta 8 pos Hujan (Gambar 8). Kondisi ini
tentu perlu kajian khusus untuk mendapatkan data seluruh wilayah DKI Jakarta
mengingat unit penelitian
penyusunan model kerentanan DBD yaitu level
kecamatan.
Curah hujan bulanan untuk wilayah Jakarta berkisar antara 50 mm sampai
dengan 350 mm, puncak tertingginya terjadi pada bulan Januari dan terendah pada
bulan Agustus atau September. Bila dilihat pola tahunan curah hujan, maka bulanbulan pada awal tahun merupakan waktu dengan limpahan air yang banyak
bahkan berlebih, sehingga apabila sudah terjadi kejenuhan tanah dalam
menampung air akan terjadi genangan atau banjir. Bencana ini akan menimbulkan
sanitasi lingkungan memburuk yang berdampak timbulnya bibit penyakit, selain
itu banyaknya genangan air di berbagai lokasi akan menjadi tempat pertumbuhan
nyamuk. Dari Gambar 9 tampak bahwa pola curah hujan menyerupai pola kasus
20
DBD dengan lag time 3 bulan lebih awal, informasi ini cukup penting sebagai
awal dalam mendeteksi timbulnya kasus DBD.
Gambar 8. Peta Sebaran Stasiun BMKG dan Pos Hujan DKI Jakarta dan
sekitarnya
CURAH HUJAN RATA-RATA AREA BULANAN
PROVINSI DKI JAKARTA
400
Curah Hujan (mm)
350
300
250
200
150
100
50
0
JAN
PEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGT SEPT OKT
Gambar 9. Curah Hujan Rata-Rata DKI Jakarta
NOV
DES
21
Secara spasial curah hujan diwilayah DKI Jakarta pada saat terjadinya
puncak kasus DBD berkisar antara 100 mm sampai dengan 300 mm, lebih spesifik
lagi hampir 75% wilayahnya berada pada kisaran curah hujan 100-200 mm,
sedangkan 25% berkisar pada 200-300 mm seperti tampak pada Gambar 10.
Gambar 10. Peta Curah Hujan Rata-rata pada saat puncak DBD
Pada kondisi sebagai besar wilayahnya mempunyai curah hujan yang
masih cukup hingga tinggi, kemungkinan besar aktifitas manusia sebagian besar
berada didalam ruangan dan relatif tidak banyak bergerak, hal ini berpeluang
sangat besar akan terkena gigitan nyamuk aedes aegypti
vektor penyabab
penyakit DBD yang sebagian besar sudah tumbuh menjadi nyamuk dewasa setelah
mendapatkan banyak tempat berkembang pada genangan-genangan air bulan
sebelumnya.
22
Selain gambaran diatas, rentannya manusia terkena penyakit adalah akibat
dari internal daya tahan tubuh yang lemah. Hal ini bisa dipahami bahwa pengaruh
eksternal pada saat kondisi cuaca sering turun hujan cukup dominan, tetapi
aktifitas olah raga menurun, sedangkan di sisi lain kondisi tubuh dituntut untuk
beradaptasi menyesuaikan ketahanannya. Bila kondisi ketahanan tubuh baik maka
tingkat kerentanan seseorang akan terkena penyakit menjadi rendah, sebaliknya
bila ketahanan tubuh pengaruh lemah maka resiko kerentanan seseoarang akan
terkena penyakit menjadi tinggi. Sehingga dari uraian diatas jelas bahwa pengaruh
tidak langsung faktor iklim mempunyai peranan penting dalam menentukan
kerentanan sektor kesehatan
Temperatur/ Suhu Udara
Suhu udara untuk wilayah Jakarta berkisar antara 200C - 340C, dengan
suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah terjadi pada bulan Januari.
Bila dilihat secara spasial seperti pada Gambar 11, suhu untuk wilayah Jakarta
bagian utara lebih panas dibanding bagian selatan, namun secara keseluruhan
kisaran suhu di Jakarta sepanjang tahun memungkinkan untuk pertumbuhan
nyamuk aedes aegypti.
Dari gambaran suhu udara sepanjang tahun, terkait dengan puncak kasus
DBD di DKI Jakarta rata-rata terjadi pada bulan April, maka dapat dijelaskan
bahwa pada bulan puncak kasus DBD suhu yang terjadi berkisar antara 270C 290C. Menurut teori kisaran suhu seperti tersebut merupakan kondisi optimum
bagi pertumbuhan nyamuk aedes aegypti yang bulan-bulan sebelumnya telah
bertelur dalam genangan air pada tempat-tempat terbuka.
23
Gambar 11. Peta Temperatur Jakarta
Sosial Kependudukan
Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia mempunyai kepadatan penduduk
cukup tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI
Jakarta, kepadatan penduduk wilayah Jakarta untuk masing-masing wilayah kota
tingkat.II ditampilkan pada Tabel 1. Dari kelima wilayah kota tingkat.II, jumlah
penduduk terbesar berada di Kota Jakarta Timur 2.634.779 orang sedangkan
terendah berada di Kota Jakarta Pusat 916.717, namum bila ditinjau dari tingkat
kepadatannya
kepadatan/Km2.
maka
Kota
Jakarta
Pusat
yang
terpadat
yaitu
19.447
24
Tabel.1 Jumlah Kepadatan Penduduk per Wilayah Kota Administrasi
Bulan : Januari 2011
WNI
WNA
Wilayah
Total
Laki-laki
Jakarta
Pusat
Jakarta
Utara
Jakarta
Barat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Perempuan Laki-laki Perempuan
Luas
Kepadatan
(Km2)
/ Km2
47,14
19.447
500.254
416.127
190
146
916.717
777.269
645.408
269
240
1.423.186 139,03 10.237
869.301
765.950
334
302
1.635.887 125,25 13.061
1.060.829 831.106
407
268
1.892.610 145,73 12.987
1.430.380 1.204.163
127
109
2.634.779 189,90 13.875
Sebaran penduduk berdasarkan wilayah administrasi Kecamatan Jakarta
sangat variatif, dari 42 kecamatan yang berada di Jakarta Daratan, Kecamatan
dengan jumlah penduduk terpadat adalah Tambora dan terendah Sawah Besar.
Selain 2 kecamatan tersebut masih terdapat 9 kecamatan yang tergolong padat
dengan jumlah penduduk berkisar antara 234.000 – 334.567 orang (Gambar 12),
kesembilan kecamatan tersebut adalah Tanjungpriok, Koja, Cakung, Durensawit,
Makasar, Cipayung, Tebet, Jatinegara, dan Kramatjati. Bila ditinjau dari
kepadatannya maka 10 Kecamatan tersebut mempunyai tingkat kerentanan
kesehatan yang lebih dibanding kecamatan lainnya sebagai dampak dari
perubahan iklim.
25
PETA KLASIFIKASI JUMLAH PENDUDUK
DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN
Gambar 12. Peta Klasifikasi Jumlah Penduduk & Tingkat DBD di Jakarta
PETA KLASIFIKASI SARANA KESEHATAN
DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN
Gambar 13. Peta Klasifikasi Sarana Kesehatan & Tingkat DBD di Jakarta
26
PETA KLASIFIKASI SARANA PENDIDIKAN
DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN
Gambar 14. Peta Klasifikasi Sarana Pendidikan & Tingkat DBD di Jakarta
Analisis Asosiasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD Sebagai Dampak
Perubahan Iklim
Analisis asosiasi dalam hal ini korelasi digunakan untuk mengetahui
seberapa jauh hubungan antara peubah penyusun kerentanan (iklim dan sosial
kependudukan) dengan tingkat kasus DBD. Secara lengkap hasil analisis asosiasi
masing-masing peubah (Iklim dan Sosial Kependudukan) terhadap DBD dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Korelasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD dengan Tingkat DBD
No
Peubah Kerentanan
Nilai korelasi dengan DBD
1
Jumlah Penduduk
0.49
2
Skor Jumlah Sarana Kesehatan
0.37
3
Skor Jumlah Sarana Pendidikan
0.41
4
Bobot Temperatur
0.17
5
Bobot Curah Hujan
0.10
27
Berdasarkan nilai korelasi antara peubah kerentanan dengan kasus DBD,
tampak pada tabel 2 bahwa untuk peubah sosial kependudukan (jumlah penduduk,
skor sarana kesehatan dan skor sarana pendidikan) mempunyai hubungan yang
dekat dengan kasus DBD. Kedekatan ini dipahami karena peubah sosial
kependudukan bersinggungan langsung dengan kasus DBD, berbeda dengan
peubah iklim yang tidak secara langsung berdampak pada kasus DBD. Seperti
dijelaskan sebelumnya pola iklim
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis IDENTIFIKASI POTENSI KERENTANAN
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) SEBAGAI DAMPAK
IKLIM DENGAN MODEL LOGIT (KASUS PROPINSI
PERUBAHAN
DKI JAKARTA) adalah
karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini dan dapat diperiksa
kebenarannya
Bogor, September 2011
Dede Tarmana
NRP. G152070074
ABSTRACT
DEDE TARMANA. Identify Potential of Dengue Hermologic Fever (DHF)
Vulnerabilities as Climate Change Impacts with The Logit Model (Study in Jakarta
Province).Under direction of MUHAMMAD NUR AIDI and I MADE
SUMERTAJAYA
Global warming as the trigger of climate change is a very important issue in
many countries, the data showed global average temperature increase by 0.74oC during
the 20th century. Rising sea levels from the 19th century until the 20 th century amounted
to 0,17 m, this is consistent with extensive snow cover decreased by 7% since 1900. The
fact of climate change and Indonesia's geographical position is on the growth of
endemic mosquito Aedes aegypti as a dengue vector, Climate change will accelerate the
spread of dengue virus due to changing rainfall patterns, high frequency and irregular
rainfall and warmer temperatures will increase the number of mosquito Aedes aegypti.
The Purpose of this research is determining the association between risk factors
of DHF with Climate (Temperature and Rainfall), determining the factors that
influence susceptibility DHF region of Jakarta, and social demography in Jakarta area
and the finally purpose is determining the potential vulnerability of dengue in the
Jakarta province as well as display them spatially in a map of dengue due to climate
change vulnerability.
The results of ordinal logistic regression analysis, the models with sociodemographic and climatic variables as predictor is a good model with about 80%
accuracy rate, and pass the test individually and overall. So by using the model to
calculate the degree of vulnerability of each district then the resulting degree of
vulnerability to be spatial in the map.
Keywords : Ordinal logistic regression, vulnarability, dengue hermologic fever.
RINGKASAN
DEDE TARMANA. Identifikasi Potensi Kerentanan DBD (Demam Berdarah Dengue)
Sebagai Dampak Perubahan Iklim Dengan Model Logit ( Kasus Propinsi DKI Jakarta).
Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan I. MADE SUMERTAJAYA
Pemanasan global sebagai pemicu terjadinya perubahan iklim merupakan isu
yang sangat penting diberbagai Negara. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74oC
selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan daripada
lautan. Kenaikan permukaan laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20 adalah sebesar 0.17
meter, hal ini selaras dengan berkurangnya luas tutupan salju sebesar 7% sejak tahun
1900. Informasi lain yang terjadi seiring dengan perubahan iklim yaitu frekuensi
bencana alam banjir, longsor, kekeringan, gelombang panas, badai dan wabah penyakit
(Malaria, Dengue Hermologic Fever) dibeberapa Negara mengalami peningkatan
termasuk di Indonesia. Bukti-bukti ini terus memicu pemikiran dari para ahli untuk
mendapatkan gambaran kondisi yang terjadi dan mempersiapkan langkah untuk
mengantisipasinya.
The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yaitu organisasi yang
dibentuk oleh PBB untuk menangani khusus berbagai hal terkait dengan perubahan
iklim secara global. Indonesia sebagai bagian dari isu global berperan aktif dalam
memantau perubahan iklim baik secara nasional, regional maupun internasional. Fakta
telah terjadinya perubahan iklim, salah satunya di Jakarta bahwa temperatur udara
bulanan meningkat sebesar 1.4 oC/100 tahun pada bulan juli dan 1.04 oC/100 tahun pada
bulan Januari. Dalam rangka mengantisipasi munculnya wabah khususnya penyakit
DBD perlu dibuat peringatan dini atau proyeksi kerentanan wilayah-wilayah terhadap
penyakit tersebut sebagai dampak dari perubahan iklim. Untuk menggambarkan
hubungan tingkat kerentanan wilayah DBD yang datanya bersifat kategorik (ordinal)
dapat digunakan model persamaan regresi logistik ordinal.
Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Menentukan adanya asosiasi antara resiko
DBD dengan faktor-faktor Iklim (Suhu dan Curah Hujan) dan sosial kependudukan di
wilayah DKI Jakarta; (2) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan
DBD di wilayah DKI Jakarta; (3) Menentukan potensi kerentanan DBD di wilayah DKI
Jakarta serta menampilkannya secara spasial dalam peta potensi kerentanan DBD akibat
perubahan iklim.
Kerentanan berdasarkan konsep yang dikeluarkan oleh IPCC mempunyai
definisi sebagai berikut : “Kerentanan adalah Tingkat kemampuan suatu sistem yang
rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan iklim
ekstrim”.
Bila
ditiliskan
secara
fungsi
maka
kerentanan
adalah
Kerentanan = f (paparan, sensitifitas, kapasitas adaptasi) . Terkait kerentanan DBD,
penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan adalah vektor nyamuk Aedes aegypti
yang siklus hidupnya berkaitan erat dengan kondisi iklim suatu tempat (misal :
temperatur dan curah hujan)
Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder antara lain :
data iklim rata-rata periode 1990-2008 (Curah hujan dan Temperatur); data kejadian
kasus DBD tiap kecamatan; Data Potensi Desa tahun 2008, unsur yang digunakan yaitu
kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, jumlah fasilitas kesehatan pada setiap
kecamatan. Metode penelitian dimulai dengan langkah pengumpulan data peubah
kerentanan terpilih yaitu iklim dan sosial kependudukan, pembobotan terhadap masingmasing peubah, khusus untuk peubah iklim dilakukan analisis iklim secara spasial
dengan menggunakan interpolasi bobot jarak terboboti. Langkah selanjutnya yaitu
melakukan analisis asosiasi peubah kerentanan DBD, memetakan peubah kerentanan
kemudian melakukan overlay antara peubah kerentanan dan yang terakhir yaitu
melakukan pemodelan regresi logistik ordinal potensi kerentanan DBD.
Hasil dari penelitian menunjukan bahwa peubah kerentanan curah hujan,
temperatur, jumlah penduduk, fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan, semuanya
berpengaruh signifikan terhadap tingkat kerentanan DBD suatu wilayah. Hasil analisis
kesesuaian 47% interval suhu 27.10C – 29.00C bersesuaian dengan kasus DBD pada
klas menengah hingga tinggi, sedangkan untuk curah hujan menunjukan tingkatan DBD
rendah hingga tinggi 83% bersesuaian dengan interval curah hujan 101-300 mm. Model
potensi kerentanan yang terbentuk mempunyai kecocokan dalam melakukan pendugaan
respon tingkat kerentanan DBD, berdasarkan nilai Concordan yaitu nilai yang menjadi
ukuran prosentase sejauh mana model benar dalam menduga tingkat kerentanan DBD,
nilai konkordan untuk model potensi kerentanan DBD ini sebesar 80%
Kata kunci : kerentanan, regresi logistik, demam berdarah dengue.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI POTENSI KERENTANAN DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) SEBAGAI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
DENGAN MODEL LOGIT
(KASUS PROPINSI DKI JAKARTA)
DEDE TARMANA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul penelitian
Nama
NRP
: Identifikasi Potensi Kerentanan Demam Berdarah Dengue
(DBD) Sebagai Dampak Perubahan Iklim Dengan Model
Logit (Kasus Propinsi DKI Jakarta)
: Dede Tarmana
: G152070074
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S
Ketua
Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Statistika Terapan
Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB
Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S
Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc, Agr
Tanggal Ujian : 27 Sept 2011
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. H. Aji Hamim Wigena, M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan
taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Isi tesis secara
lengkap berisi lima bagian yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Bahan dan Metode,
Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Saran.
Dalam penelitian tentang potensi kerentanan kesehatan penulis mengambil
lokasi DKI Jakarta sebagai barometer untuk propinsi lainnya dan isu yang sedang
berkembang yaitu perubahan iklim yang berpengaruh besar pada berbagai sektor
kehidupan manusia. Sektor kesehatan menjadi fokus penelitian karena sektor ini
memberikan gambaran terhadap kemampuan manusia dalam beradaptasi dengan
perubahan iklim.
Ucapan terima kasih penulis tunjukan kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, MS, sebagai ketua pembimbing.
2. Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, M.Si, sebagai anggota pebimbing.
3. Bapak Dr. Ir. H. Aji Hamim Wigena, M.Sc selaku penguji yang telah
memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
4. Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah, MS, sebagai ketua program studi Statistika Terapan,
Para Dosen di Departemen Statistika, Staf Administrasi yang telah membantu
pengurusan adminitrasi.
Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini, untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat penulis tunggu untuk perbaikan pada
penulisan/ penelitian selanjutnya.
Bogor,
September 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 27 Oktober 1976 merupakan anak
kedua dari 4 bersaudara, lahir dari pasangan ibu Hj. Popoh Salipah (almh) dan ayah H.
Mamat Hidayat.
Tahun 1994 penulis lulus dari SMAN 24 Bandung (sebelumnya SMAN 1
Ujungberung), pada tahun 1997 penulis lulus dari Balai Pendidikan dan Pelatihan
kedinasan BMKG kemudian tahun 2000 melanjutkan studi ke jenjang S1 jurusan
Matematika di Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru dan berhasil
menyelesaikannya pada tahun 2004. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai
mahasiswa S2 program studi statistika terapan di Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menikah dengan Mufidah Nur A’ini pada tahun 1998 dan dikaruniai dua
putra yaitu Sultan Ali Shiddiq dan Muhammad Rizqi Baihaqi.
Pada saat ini penulis bekerja di Badan Meteorologi Klimatologi & Geofisika
sejak tahun 1998 dan aktif sebagai pengajar di Akademi Meteorologi Klimatologi &
Geofisika.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................................xiii
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
Latar Belakang ................................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................. 4
Kerentanan ........................................................................................................ 4
Perubahan Iklim ................................................................................................. 4
Demam Berdarah................................................................................................ 5
Interpolasi Kebalikan Jarak Terboboti ................................................................ 6
Regresi Logistik ................................................................................................. 7
Regresi Logistik Ordinal..................................................................................... 8
Pendugaan Parameter ....................................................................................... 10
Uji Parameter dan Ukuran Kebaikan Model...................................................... 11
DATA DAN METODE .............................................................................................. 12
Data.................................................................................................................. 12
Lokasi Penelitian .............................................................................................. 12
Metode ............................................................................................................ 13
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 16
Analisis Umum Wilayah DKI Jakarta ............................................................... 16
Deskriptif Kasus DBD ...................................................................................... 17
Kajian Iklim dan Sosial Kependudukan DKI Jakarta ........................................ 19
Analisis Asosiasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD
Sebagai Dampak Perubahan Iklim .............................................................. 26
Pemodelan Kerentanan DBD ............................................................................ 27
Uji Kesesuaian Model ...................................................................................... 32
Peta Potensi Kerentanan DBD .......................................................................... 35
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 37
Kesimpulan ...................................................................................................... 37
Saran ................................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 38
LAMPIRAN ................................................................................................................ 39
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah Kepadatan Penduduk per Wilayah Kota Administrasi
DKI Jakarta 2011 ................................................................................................... 24
2. Korelasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD dengan Tingkat DBD ....................... 26
3. Koefisien Model dan Uji Individu terhadap Koefisien-Konstanta ........................... 28
4. Uji Individu Parameter Model I .............................................................................. 30
5. Uji Individu Parameter Model II............................................................................. 32
6. Uji Kesesuaian dan Pemilihan Model Terbaik ....................................................... 33
7. Tabulasi Silang untuk Evaluasi Model.................................................................... 34
8. Tingkat Kerentanan DBD sebagai Dampak Perubahan
Iklim di DKI Jakarta............................................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Trend Kenaikan Temperatur Udara di Jakarta........................................................... 5
2. Nyamuk Aedes aegypti dan Siklus Hidupnya ............................................................ 6
3. Peta Adminstrasi Kecamatan DKI Jakarta .............................................................. 12
4. Peta Topografi DKI Jakarta .................................................................................... 16
5. Rata-rata Tahunan Kasus DBD DKI Jakarta ........................................................... 17
6. Peta Sebaran Kasus DBD di Provinsi DKI Jakarta .................................................. 18
7. Rata-rata Bulanan Kasus DBD Propinsi DKI Jakarta .............................................. 19
8. Peta Sebaran Stasiun BMKG dan Pos Hujan DKI Jakarta dan sekitarnya ............... 20
9. Curah Hujan Rata-rata DKI Jakarta ........................................................................ 20
10. Peta Curah Hujan Rata-rata pada saat Puncak DBD................................................ 21
11. Peta Temperatur Jakarta DKI Jakarta (April) .......................................................... 23
12. Peta Klasifikasi Jumlah Penduduk dan Tingkat DBD di Jakarta.............................. 25
13. Peta Klasifikasi Sarana Kesehatan dan Tingkat DBD di Jakarta.............................. 25
14. Peta Klasifikasi Sarana Pendidikan dan Tingkat DBD di Jakarta ............................ 26
15. Peta Potensi Kerentanan DBD ................................................................................ 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rata-rata Bulanan Kasus DBD pada Klas Curah Hujan ......................................... 39
2. Rata-rata Bulanan Kasus DBD pada KlasTemperatur ............................................. 40
3. Laju (%)Pertumbuhan Penduduk Menurut Propinsi 2000-2025 .............................. 41
4. Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Propinsi 2000-2020 .................................... 42
5. Curah Hujan Rata-rata Bulanan DKI Jakarta (2000-2009)
Temperatur Rata-rata Bulanan DKI Jakarta (2000-2009) ........................................ 43
6. Rata-rata Kasus DBD tiap Kecamatan DKI Jakarta (2006-2009) ............................ 44
7. Hasil Overlay ......................................................................................................... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia dengan segala aktifitas didalamnya telah mengalami perubahan
yang mengkhawatirkan. Fakta terakhir dalam bidang iklim yang paling
mendapatkan perhatian adalah telah terjadinya perubahan iklim secara global
ditandai kenaikan temperatur dan tinggi permukaan laut. Tingkat pemanasan ratarata sejak tahun 1850 selama lima puluh tahun terakhir hampir dua kali lipat dari
rata-rata seratus tahun terakhir. Temperatur rata-rata global naik sebesar 0.74oC
selama abad ke-20, dimana pemanasan lebih dirasakan pada daerah daratan
daripada lautan. Kenaikan permukaan laut dari abad ke-19 hingga abad ke-20
adalah sebesar 0.17 meter. Hal ini selaras dengan berkurangnya luas tutupan salju
sebesar 7% sejak tahun 1900. Informasi lain yang terjadi seiring dengan
perubahan iklim yaitu frekuensi bencana alam banjir, longsor, kekeringan,
gelombang panas, badai dan wabah penyakit (Malaria, Dengue Hermologic Fever)
di beberapa Negara mengalami peningkatan termasuk di Indonesia. Bukti-bukti ini
terus memicu pemikiran dari para ahli untuk mendapatkan gambaran kondisi yang
terjadi dan mempersiapkan langkah untuk mengantisipasinya.
Organisasi dunia PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) melalui program
lingkungannya bekerja sama dengan Organisasi Meteorologi Dunia (World
Meteorology Organization, WMO) membentuk The Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) pada tahun 1988, tujuannya yaitu untuk meneliti dan
menganalisa isu-isu ilmu pengetahuan yang muncul terkait dengan perubahan
iklim. Sejak tahun 1990 IPCC mengadakan konvensi-konvensi melibatkan
perwakilan dari berbagai negara dan telah mengeluarkan laporan-laporan. Pada
konvensi tahun 2007, IPCC mengeluarkan laporan yang berkaitan dampak
perubahan iklim terhadap bidang kesehatan. Secara umum salah satu isi
laporannya berisi bahwa perubahan iklim akan mengubah distribusi nyamuknyamuk (Malaria dan Aedes Aegypti) dan penyakit-penyakit menular lainnya.
2
Indonesia sebagai bagian dari isu global berperan aktif dalam memantau
perubahan iklim baik secara nasional, regional maupun internasional dalam rangka
untuk mengambil langkah adaptasi, antisipasi dan mitigasi dampaknya. Fakta
telah terjadinya perubahan iklim di Indonesia, salah satunya dibuktikan dengan
kenaikan temperatur udara bulanan sebesar 1.4 oC/100 tahun pada bulan juli dan
1.04 oC/100 tahun pada bulan Januari di Jakarta, untuk tinggi permukaan laut naik
0,57 cm/tahun pada periode 1925-2000 dan naik 6-8 mm/ tahun secara rata-rata di
seluruh wilayah Indonesia (Daryono et al, 2008).
Fakta terjadinya perubahan iklim dan posisi geografis Indonesia yang
berada pada wilayah endemik pertumbuhan nyamuk aedes aegypti menuntut
masyarakat untuk siap menghadapinya. Menurut Dirjen P2PL kementerian
Kesehatan (2007) Perubahan Iklim akan mempercepat penyebaran virus DBD,
karena dengan berubahnya pola hujan, tingginya frekuensi dan tidak teraturnya
kejadian hujan serta suhu yang menghangat akan meningkatkan jumlah nyamuk
seiring dengan proses perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti yang berlangsung
lebih cepat.
Memperhatikan proyeksi perubahan iklim kedepan berdasarkan kondisi
saat ini, maka akan ada lokasi-lokasi yang semakin rentan kesehatannya (penyakit
DBD). Dalam rangka mengantisipasi munculnya wabah penyakit DBD perlu
dibuat peringatan dini atau proyeksi kerentanan wilayah-wilayah terhadap
penyakit DBD sebagai dampak dari perubahan iklim. Penentuan kerentanan yang
dimaksud pada penelitian ini yaitu kerentanan berdasarkan pengklasifikasian
kasus DBD pada setiap kecamatan. Penyetaraan model logistik dengan fungsi
kerentanan yaitu terletak pada peubah bebasnya yang merupakan peubah
kerentanan, sedangkan peubah tak bebas kategori klasifikasi DBD dijadikan
sebagai dasar klasifikasi tingkat kerentanan. Untuk menggambarkan hubungan
tingkat kerentanan DBD yang datanya bersifat kategorik dapat digunakan model
persamaan regresi logistik. Selanjutnya dilakukan analisis spasial guna
menghasilkan
informasi berupa peta wilayah kerentatan DBD. Pentingnya
informasi keterkaitan perubahan iklim, sosial kependudukan dengan DBD bisa
menjadi acuan untuk masyarakat dalam menekan dampak yang diakibatkannya.
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yaitu :
-
Menentukan adanya asosiasi antara resiko DBD dengan faktor-faktor Iklim
(Suhu dan Curah Hujan) dan sosial kependudukan di wilayah DKI Jakarta.
-
Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan DBD di
wilayah DKI Jakarta
-
Menentukan potensi kerentanan DBD di Wilayah DKI Jakarta serta
menampilkannya secara spasial dalam peta kerentanan DBD akibat
perubahan iklim.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kerentanan
Kerentanan berdasarkan konsep yang dikeluarkan oleh IPCC mempunyai
definisi sebagai berikut : “Kerentanan adalah Tingkat kemampuan suatu sistem
yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan
iklim ekstrim”. Atau “Kerentanan merupakan fungsi yang terbuka, sensitifitas dan
kemampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim atau dinyatakan dalam
bentuk fungsi seperti berikut
Kerentanan = f(paparan, sensitifitas, kapasitas adaptasi) ”
(Arief, AA & Hermania, F. 2009).
Peubah kerentanan yang ada dalam fungsi kerentanan merupakan peubah
yang akan menjadi acuan dalam pemodelan. Terkait dengan penentuan tingkat
kerentanan, maka sebagai awal untuk penentuan tingkat kerentanan DBD,
klasifikasi kasus DBD dijadikan dasar dalam penentuannya.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan dampak tidak langsung dari pemanasan global
yang terjadi akibat lebihnya energi matahari di atmosfir karena tertahan oleh gas
hidrokarbon yang berasal dari aktifitas di permukaan bumi. Sumber-sumber
hidrokarbon dari permukaan bumi antara lain berasal dari Industri, gas buang
kendaraan bermotor, pembukaan lahan dengan cara pembakaran, pembakaran
sampah dan lain-lain. Dengan adanya fenomena pemanasan global suhu rata-rata
bumi secara keseluruhan meningkat sebesar 1oC, akibatnya terjadi longsoran atau
lelehan batuan es yang berada di beberapa lokasi seperti daerah kutub, Greenland,
puncak-puncak gunung, di Indonesia terjadi di puncak jayawijaya (Indonesia).
Dampak lebih jauhnya adalah perubahan iklim secara nyata dimana pola hujan
yang tidak teratur, kejadian-kejadian iklim ekstrim semakin sering dan bukti
perubahan iklim lainnya.
5
Gambar 1. Trend Kenaikan Temperatur Udara di Jakarta.
Hal terpenting dari perubahan iklim adalah dampaknya terhadap
kehidupan, sehingga perlu dipersiapkan langkah antisipasi, adaptasi dan mitigasi
untuk menghadapinya. Secara teoritik berdasarkan beberapa kajian yang telah
dilakukan, semua sektor akan mengalami kesulitan, seperti sektor pertanian akibat
dari tidak teraturnya pola hujan maka akan sulit untuk menentukan waktu tanam,
sektor kesehatan akibat semakin cepatnya masa reproduksi nyamuk maka penyakit
yang disebabkan oleh vektor ini menjadi semakin besar peluang kejadiannya.
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus demam
kelompok Flaviridae dan berpotensi mengancam 2,5 juta penduduk dunia yang
tinggal di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Penyakit ini banyak menyerang
pada usia anak-anak dan remaja yang ditandai dengan gejala demam secara tibatiba dan manifestasi pendarahan yang menyebabkan kehilangan cairan darah
dalam tubuh hingga berakibat shock (dengue shock syndrome). Penyebab utama
demam berdarah adalah vektor nyamuk Aedes
aegypti yang siklus hidupnya
berkaitan erat dengan kondisi iklim suatu tempat (misal : temperatur dan curah
hujan). Seiring dengan adanya fenomena perubahan iklim global maka
berdasarkan beberapa hasil kajian kondisi ini dapat memodifikasi sebaran
geografis sehingga yang semula disuatu wilayah tidak bisa hidup nyamuk aedes
aegypti, pada saat ini hal tersebut menjadi mungkin. (Hopp dan Foley, 2001).
6
Nyamuk aedes aegypti bersifat rumahan (peridometic), aktif menggigit
pada siang hari dan menyukai darah manusia. Perkembangbiakannya sangat
menakjubkan karena dapat bertelur dengan jumlah berkisar antara 100-500 dan
dapat bertahan pada keadaan kering hingga lebih dari 1(satu) tahun. Tahapan
perkembangbiakannya melalui metamorfosis dimulai dari tahapan telur–larva–
pupa dan dewasa dengan waktu perkembangan antara 8-10 hari. Berdasarkan
topografi dan iklim, nyamuk aedes aegypti dapat hidup ideal pada ketinggian 1000
meter diatas permukaan laut dan sangat menyukai genangan-genangan di rumah
penduduk pada kondisi gelap, lembab, suhu kamar dan angin calm. Secara spasial
jarak jangkauan nyamuk terbang sekitar 100 meter dari tempat pupa menetas dan
bahkan hasil kajian terbaru di Puerto Rico ditemukan bahwa nyamuk betina
dewasa dapat menyebar lebih dari 400 meter.
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti dan Siklus Hidupnya.
Interpolasi Invers Jarak Terboboti
Metode interpolasi invers jarak terboboti yaitu metode interpolasi dengan
cara membuat jarak antara titik yang di prediksi dengan titik yang diukur sebagai
faktor pembobot. Formula metode ini yaitu :
n
Z 0 = ∑ λi Z i
i =1
Dimana
Z 0 = Nilai dari titik yang diprediksi
Z i = Nilai terukur dari elemen-elemen titik disekitarnya
λi = Bobot-bobot yang mungkin digunakan
7
n = Jumlah titik yang nilainya terukur
Formula untuk menghitung bobot sendiri yaitu :
λi =
di 0
−p
n
∑d
i =1
−p
i0
n
∑ λ =1
i
i =1
Dimana
di 0 = Jarak antara titik yang nilainya diprediksi dengan titik yang
disekitarnya.
p
= pangkat invers jarak terboboti.
Regresi Logistik
Pada kasus-kasus penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan
antara suatu peubah dengan peubah penyebab dimana peubah terikatnya berupa
data kategorik, maka analisis regresi linier standar tidak bisa dilakukan, oleh
karena itu salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah regresi logistik.
Model persamaan regresi logistik digunakan untuk dapat menjelaskan hubungan
antara X dan π ( x ) yang bersifat tidak linear, ketidaknormalan sebaran dari Y,
keragaman respon yang tidak konstan dan tidak dapat dijelaskan oleh model
regresi linier biasa (Agresti, 1990). Metode regresi logistik adalah suatu metode
analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang
memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala
kategori atau interval (Hosmer dan Lemeshow, 1989).
Jika
data
hasil
pengamatan
memiliki
k
peubah
bebas
yaitu
x1 , x2 ,..., xk dengan peubah respon Y, dimana Y pada kasus biner mempunyai dua
kemungkinan nilai 0 dan 1, Y = 1 menyatakan bahwa respon memiliki kriteria
yang ditentukan dan sebaliknya Y = 0 tidak memiliki kriteria, maka peubah respon
8
Y mengikuti sebaran Bernoulli dengan parameter π ( xi ) sehingga fungsi sebaran
peluang :
f ( y i ) = [π ( xi )] i [1 − π ( xi )]
y
1− yi
, y i = 0,1
Model umum regresi logistik dengan k peubah penjelas yaitu
π (x ) =
exp(g ( x ))
1 + exp(g ( x ))
dengan melakuka n transformasi logit diperoleh
π ( xi )
g ( xi ) = ln
1 − π ( xi )
dengan
g ( xi ) = β 0 + β1 x1 + ... + β k xk , g(x i ) merupakan penduga logit yang
berperan sebagai fungsi linier dari peubah penjelas. Karena fungsi penghubung
yang digunakan adalah fungsi penghubung logit maka sebaran peluang yang
digunakan disebut sebaran logistik (McCullagh dan Nelder, 1989).
Regresi Logistik Ordinal
Pada kasus umum model regresi yang melibatkan peubah respon bersifat
kategorik maka model pendekatannya adalah model regresi logistik. Data
kategorik pada peubah respon bisa berupa nominal atau ordinal, untuk kasus
peubah respon ordinal, model regresi yang dapat digunakan yaitu model regresi
logistik ordinal. Pada model logistik (link logit) ini sifat ordinal peubah respon Y
dinyatakan dalam peluang kumulatif sehingga kumulative logit model merupakan
model yang didapatkan dengan membandingkan peluang kumulatif yaitu peluang
kurang dari atau sama dengan kategori respon ke-j pada p peubah prediktor yang
dinyatakan dalam vektor X (P[Y≤j|X]), dengan peluang lebih besar dari kategori
respon ke-j (P[Y≥j|X]) (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Peluang kumulatif
P(Y≤j|X) didefinisikan sebagai berikut :
p
exp α j + ∑ β k xk
k =1
P(Y ≤ j X ) =
p
1+ exp α j + ∑ β k xk
k =1
dimana j = 1,2,…,J adalah kategori respon (Agresti, 1990)
9
Dalam hal pengklasikasian, kumulatif logit model merupakan fungsi
klasifikasi. Fungsi klasifikasi yang terbentuk bila terdapat J kategori respon adalah
sejumlah J – 1. Jika π j ( X ) = P(Y = j X ) menyatakan peluang kategori respon ke-j
pada p peubah prediktor yang dinyatakan dalam vektor X dan P(Y≤j|X)
menyatakan peluang kumulatif pada p peubah prediktor yang dinyatakan dalam
vector X maka nilai π j ( X ) didapatkan dengan persamaan berikut :
γ j = P(Y ≤ j X ) = π 1 ( X ) + π 2 ( X ) + + π j ( X )
dimana j = 1,2,…,J
Untuk lima kategori respon dimana j = 1,2,3,4,5 maka nilai dari peluang
kategori respon ke-j adalah:
p
exp α1 + ∑ β k xk
k =1
γ 1 = P(Y ≤ 1 X ) =
p
1+ exp α1 + ∑ β k xk
k =1
p
exp α 2 + ∑ β k xk
k =1
γ 2 = P(Y ≤ 2 X ) = π 1 ( X ) + π 2 ( X ) =
p
1+ exp α 2 + ∑ β k xk
k =1
Dengan memanfaatkan kedua peluang kumulatif diatas maka akan
didapatkan peluang untuk masing-masing kategori respon sebagai berikut :
p
exp α1 + ∑ β k xk
k =1
π 1 ( X ) = P(Y ≤ 1 X ) =
p
1+ exp α1 + ∑ β k xk
k =1
(1)
π 2 ( X ) = P(Y ≤ 2 X ) − π 1 ( X )
p
p
exp α 2 + ∑ β k xk
exp α1 + ∑ β k xk
k =1
k =1
−
=
p
p
1+ exp α 2 + ∑ β k xk 1+ exp α1 + ∑ β k xk
k =1
k =1
(2)
10
π 5 ( X ) =1 − P(Y ≤ 4 X )
p
exp α 4 + ∑ β k xk
k =1
=1 −
p
1 + exp α 4 + ∑ β k xk
k =1
(5)
Untuk klasifikasi nilai π j ( X ) pada persamaan 1 sampai dengan 5 akan
dijadikan pedoman pengklasifikasian. Suatu pengamatan akan masuk dalam
respon kategori j berdasarkan nilai π j ( X ) yang terbesar (Wibowo, 2002).
Pendugaan Parameter
Ada beberapa metode pendugaan parameter dalam regresi, salah satunya
yaitu metode maksimum likelihood. Pendugaan parameter β untuk model regresi
logistik biner sederhana dengan p peubah bebas
e β 0 + β1 X +...+ βpXp
P(Y = 0) =
1+ e β 0 + β1 X +...+ βpXp
bisa
menggunakan metode maximum likelihood. Secara sederhana dapat
disebutkan
bahwa
metode
ini
berusaha
memaksimumkan fungsi likelihood.
mencari
nilai
koefisien
yang
Dengan nilai Y yang bersifat biner, kita
dapat menggunakan Bernoulli sebagai sebaran variabel Y sehingga fungsi
likelihood akan berbentuk
n
L= f ( y i ) = ∏ [ pi ] i [1 − pi ]
1− yi
y
i =1
e β 0 + β1 X +...+ βpXp
Dengan : Pi =
1+ e β 0 + β1 X +...+ βpXp
Melalui transformasi logaritma maka operasi perkalian berubah menjadi
penjumlahan, kemudian fungsi likelihood diganti dengan fungsi log-likelihood.
Perlu diingat bahwa fungsi logaritma besifat monoton naik, sehingga jika loglikelihood mencapai maksimum maka fungsi likelihood juga demikian. Bentuk
fungsi yang dimaksimumkan adalah
LL = Log ( L) =
n
∑ log[ p ] [1 − p ]
i =1
1− yi
yi
i
i
11
n
= ∑ y i log[ pi ]+ [1 − y i ] log[1 − pi ]
i =1
Penduga bagi koefisien
β
diperoleh sebagai solusi bagi permasalahan
memaksimumkan LL yang dapat diselesaikan melalui prosedur iterasi bobot
kuadrat terkecil (Iterative Weighted Least Squares = IWLS).
Uji Parameter dan Ukuran Kebaikan Model
Untuk mengukur tentang kesesuaian model regresi logistik, ada beberapa
ukuran statistic yang dapat dijadikan kriteria dalam penentuan kebaikan model,
diantaranya yaitu Pearson Chi-square, Deviance, Uji Rasio likelihood, dan uji
lainnya (AIC, BIC). Salah satu uji yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu :
Uji Rasio Likelihood
Keuntungan menggunakan metode maksimum likelihood adalah bahwa uji
rasio likelihood dapat di implementasikan untuk menaksir kesesuaian dari
kelebihan
pendugaan
parameter
regresi
logistik
dengan
menggunakan
MLE(Maksimum Likelihood Estimation).
Formula uji rasio likelihood adalah G = 2( 1 − 0 ) dimana 1 =likelihood
tanpa peubah bebas dan 0 =likelihood dengan peubah bebas. Nilai G mempunyai
kedekatan dengan distribusi chi-squrae berderajat bebas k ( G ≈ X k2 ) dengan
hipotesis :
H 0 : β1 = β 2 = ... = β k = 0
H 1 : Minimum ada satu β ≠ 0
Untuk sampel ukuran besar, pendekatan Z standar : z =
β̂
SE
untuk pengujian
parameter secara individu akan bersesuaian dengan nilai Chi-Square berderajat
βˆ
bebas df = 1 dimana nilai X 2 df =1 = Z 2 =
SE
2
12
DATA DAN METODE
Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder antara
lain :
-
Data indek iklim hasil dari pengindekan unsur Iklim rata-rata periode
2000-2009 (Curah hujan dan Temperatur) yang bersumber dari Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),
-
Data kejadian kasus DBD tiap kecamatan dari Dinas Kesehatan
-
Data Potensi Desa tahun 2008, unsur yang digunakan yaitu sosial dan
ekonomi antara lain : kepadatan penduduk kecamatan, tingkat pendidikan
yang dominan pada setiap kecamatan, jumlah fasilitas kesehatan
kecamatan.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian difokuskan diwilayah DKI Jakarta dengan unit penelitian
tingkat administrasi kecamatan.
Gambar 3. Peta Administrasi Kecamatan Propinsi DKI Jakarta.
13
Metode
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan pada penelitian ini, ada
beberapa tahapan analisis yang harus dilaksanakan, diantaranya yaitu :
1. Melakukan kajian khusus terhadap data iklim yang lokasinya hanya ada
beberapa titik sehingga bisa diperoleh gambaran iklim di Jakarta secara
menyeluruh, kajian tersebut meliputi :
-
Melakukan Pendugaan data iklim di kecamatan-kecamatan yang tidak
tersedia datanya dengan menggunakan metode invers jarak terboboti
-
Pengklasifikasian data iklim.
-
Pemberian skor pada masing-masing interval klas unsur iklim, nilai
skor dihitung berdasarkan proporsi nilai klas terhadap total luas
kejadiannya..
-
Pembuatan peta-peta hasil kajian terhadap unsur-unsur iklim.
2. Mengelompokan data kasus DBD tiap kecamatan kedalam lima kelas yaitu
: sangat rendah, rendah, menengah, tinggi, sangat tinggi. Teknik
pengelompokannya yaitu dengan membagi jangkauan/ jarak data
maksimum dan minimum ke dalam lima interval kelas yang sama jaraknya
3. Mengklasifikasikan
data
kependudukan,
pendidikan
dan
jumlah
infrastruktur rumah sakit. Teknik pengkasifikasian data sarana pendidikan
dan infrastruktur kesehatan yaitu dengan menjumlahkan semua sarana
pendidikan dan sarana infrastruktur kesehatan. Hasil penjumlahan di bagi
ke dalam lima klas dengan cara membagi jarak mínimum-maksimum pada
interval yang sama.
4. Pemberian skor pada peubah jumlah sarana pendidikan dan infrastruktur
kesehatan dengan cara membagi nilai jumlah dengan nilai maksimum
jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk melihat nilai proporsi setiap wilayah
kecamatan terhadap kecamatan yang mempunyai jumlah maksimum.
5. Membuat Layout Peta kasus DBD, Kependudukan, Pendidikan dan jumlah
infrastruktur rumah sakit.
6. Melakukan analisis deskriptif terhadap seluruh unsur sehingga diperoleh
penjelasan gambaran umum kondisi propinsi DKI Jakarta terkait kasus
DBD, Iklim dan sosial kependudukan .
14
7. Melakukan tumpang tindih antara peta iklim, sosial kependudukan dengan
peta DBD.
8. Melakukan pemodelan kerentanan dengan menggunakan model regresi
logistik antara data kasus DBD dengan data yang mempunyai kesesuaian
tinggi dengan kasus DBD
log it [ y ≤ j ] = β 0 + β1 x1 + β 2 x2 + β 3 x3 + β 4 x4 + β 5 x5
dengan
y
: Kasus DBD (1 = Sangat rendah, 2 = Rendah, 3 =
Menengah, 4 = Tinggi, 5 = Sangat tinggi)
x1
: Curah hujan
x2
: Temperatur
x3
: Jumlah Penduduk
x4
: Jumlah Sarana Kesehatan
x5
: Jumlah Sarana Pendidikan
9. Hasil perhitungan dari pemodelan kemudian di Petakan ke dalam peta
dasar kecamatan propinsi DKI Jakarta sebagai peta kerentanan DBD
10. Melakukan evaluasi data hasil model dengan membandingkan terhadap
data sebenarnya. Untuk melihat ini bisa dilakukan dengan tabulasi silang
antara data model dengan data sebenarnya.
15
Diagram Alur Penelitian
Pengumpulan Data
Pengelompokan dan
pengklasifikasian data
DBD dan sosial
kependudukan
Kajian Data Iklim :
- Pendugaan data iklim dilokasi
Yang tidak tersedia datanya
(Analisis Spasial)
- Mengklasifikasikan data-data
iklim
Pembuatan Peta Iklim
Pembuatan Peta DBD dan
sosial kependudukan
Melakukan tumpang tindih
Peta Kasus DBD data
iklim,dan sosial
kependudukan
Analisis Kesesuaian Iklim
dan sosial kependudukan
dengan kasus DBD
Pemodelan logistik
Uji Model
Model Logistik untuk
Kerentanan DBD
Pemetaan Wilayah
Kerentanan DBD
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Umum Wilayah DKI Jakarta
Secara geografi
Jakarta terletak
pada posisi koordinat
5019’12” –
6023’54” LS dan 106022’42” – 106058’48” BT yang terbagi kedalam 5 wilayah
kota dan 1 kabupaten Kepulauan Seribu yaitu kota Jakarta Pusat (8 Kecamatan),
Jakarta Barat (8 Kecamatan), Jakarta Utara (6 Kecamatan), Jakarta Timur (10
Kecamatan) dan Jakarta Selatan (10 Kecamatan). Gambar 5 menunjukan
Topografi keseluruhan Jakarta relatif datar tanpa ada pegunungan dengan 13
sungai mengalir dari daerah penopang Jakarta dan bermuara di laut Jawa yang
bersinggungan langsung dengan pantai Jakarta utara. Luas wilayah Jakarta sekitar
661,52 km² dengan rata-rata ketinggian 8 m dpl (diatas permukaan laut). Kondisi
karakteristik wilayah seperti ini memungkinkan adanya bencana-bencana yang
berkaitan aliran air (bencana banjir) akibat dari curah hujan wilayah Jakarta
sendiri dan kiriman dari luar daerah Jakarta.
Gambar 4. Peta Topografi DKI Jakarta
Dengan status kota Jakarta sebagai ibu kota Negara dan kota metropolitan
yang bergelimang fasilitas serta lapangan kerja, menjadikan kota ini sebagai
tujuan utama para pencari kerja dari luar daerah sehingga tingkat kepadatan kota
17
Jakarta sangat tinggi. Selain kepadatan penduduk, tingginya volume kendaraan
juga menyebabkan kualitas udara Jakarta kurang baik. Hal ini sebagai dampak
pencemaran dari gas buang kendaraan. Bila dilihat dari sisi klimatologis, suhu
kota Jakarta secara teoritik merupakan suhu optimum untuk perkembangan
nyamuk aedes aegypti ditambah penunjang genangan curah hujan sebagai tempat
perkembangbiakannya, sehingga diyakini kalau Jakarta mempunyai kerentanan
pada sektor kesehatan sebagai dampak dari perubahan iklim.
RATA-RATA TAHUNAN KASUS DBD
TINGKAT KECAMATAN PROPINSI DKI JAKARTA
2,000
Jml Kasus DBD (Org)
1,800
1,600
1,400
1,200
1,000
800
600
400
Gambar 5. Rata-rata Tahunan Kasus DBD DKI Jakarta
Deskrptif Kasus DBD
Hasil analisis deskriptif data kasus DBD tingkat kecamatan di Provinsi
DKI Jakarta, tampak pada Gambar 5 bahwa rata-rata tahunan tertinggi terdapat
pada kecamatan Duren Sawit (1.785 kasus) dan terendah di kecamatan Tanah
Abang (251 kasus). Secara keseluruhan setiap kecamatan mempunyai tingkatan
kasus DBD yang berbeda namum demikian bila ditinjau secara spatial setiap
posisi atau jarak antara wilayah saling mempengaruhi. Hal ini ditunjukan juga
pada Gambar 6 sebaran kasus DBD yang telah diklasifikasikan, dimana pola
sebaran tampak dipengaruhi oleh kedekatan wilayah.
PASARREBO
PULOGADUNG
MAKASAR
MATRAMAN
KRAMATJATI
JATINEGARA
CIRACAS
DUREN SAWIT
CIPAYUNG
TEBET
CAKUNG
SETIA BUDI
PESANGGRAHAN
PANCORAN
PASARMINGGU
MAMPANGPRAPATAN
KEBAYORAN BARU
KEBAYORAN LAMA
CILANDAK
JAGAKARSA
TAMBORA
PALMERAH
TAMANSARI
KEMBANGAN
KALIDERES
KEBONJERUK
CENGKARENG
GROGOLPETAMBURAN
PENJARINGAN
TANJUNGPRIOK
KOJA
PADEMANGAN
CILINCING
KELAPA GADING
SENEN
TANAHABANG
MENTENG
SAWAH BESAR
KEMAYORAN
GAMBIR
JOHAR BARU
-
CEMPAKA PUTIH
200
18
Gambar 6. Peta Sebaran Kasus DBD di Provinsi DKI Jakarta
Hampir sepanjang tahun di DKI Jakarta selalu terjadi kasus DBD. Hal ini
tampak jelas pada Gambar 7 yang menggambarkan kasus DBD berdasarkan waktu
dan menunjukan pola sinusoidal seperti halnya pola curah hujan. Puncak kasus
DBD terjadi pada bulan April untuk kemudian menurun sedikit satu bulan
berikutnya dan terus menurun hingga Oktober sebagai titik minimum, bulan
November naik kembali hingga puncaknya bulan April membentuk siklus tahunan
DBD.
19
RATA-RATA BULANAN KASUS DBD
PROPINSI DKI JAKARTA
5000
Jml Kasus DBD (Org)
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
JAN
PEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGT SEPT OKT NOV
DES
Gambar 7. Rata-Rata Bulanan Kasus DBD Propinsi DKI Jakarta
Kajian Iklim dan Sosial Kependudukan DKI Jakarta
Curah Hujan
Unsur iklim yang menjadi bahasan penelitian ini yaitu Curah Hujan dan
Suhu, dimana dalam luasan wilayah provinsi DKI Jakarta (661,52 km², Sumber :
Bapeda DKI Jakarta) dan terdiri dari 42 kecamatan hanya terdapat 5 Stasiun
Meteorologi/Klimatologi/Geofisika serta 8 pos Hujan (Gambar 8). Kondisi ini
tentu perlu kajian khusus untuk mendapatkan data seluruh wilayah DKI Jakarta
mengingat unit penelitian
penyusunan model kerentanan DBD yaitu level
kecamatan.
Curah hujan bulanan untuk wilayah Jakarta berkisar antara 50 mm sampai
dengan 350 mm, puncak tertingginya terjadi pada bulan Januari dan terendah pada
bulan Agustus atau September. Bila dilihat pola tahunan curah hujan, maka bulanbulan pada awal tahun merupakan waktu dengan limpahan air yang banyak
bahkan berlebih, sehingga apabila sudah terjadi kejenuhan tanah dalam
menampung air akan terjadi genangan atau banjir. Bencana ini akan menimbulkan
sanitasi lingkungan memburuk yang berdampak timbulnya bibit penyakit, selain
itu banyaknya genangan air di berbagai lokasi akan menjadi tempat pertumbuhan
nyamuk. Dari Gambar 9 tampak bahwa pola curah hujan menyerupai pola kasus
20
DBD dengan lag time 3 bulan lebih awal, informasi ini cukup penting sebagai
awal dalam mendeteksi timbulnya kasus DBD.
Gambar 8. Peta Sebaran Stasiun BMKG dan Pos Hujan DKI Jakarta dan
sekitarnya
CURAH HUJAN RATA-RATA AREA BULANAN
PROVINSI DKI JAKARTA
400
Curah Hujan (mm)
350
300
250
200
150
100
50
0
JAN
PEB
MRT
APR
MEI
JUN
JUL
AGT SEPT OKT
Gambar 9. Curah Hujan Rata-Rata DKI Jakarta
NOV
DES
21
Secara spasial curah hujan diwilayah DKI Jakarta pada saat terjadinya
puncak kasus DBD berkisar antara 100 mm sampai dengan 300 mm, lebih spesifik
lagi hampir 75% wilayahnya berada pada kisaran curah hujan 100-200 mm,
sedangkan 25% berkisar pada 200-300 mm seperti tampak pada Gambar 10.
Gambar 10. Peta Curah Hujan Rata-rata pada saat puncak DBD
Pada kondisi sebagai besar wilayahnya mempunyai curah hujan yang
masih cukup hingga tinggi, kemungkinan besar aktifitas manusia sebagian besar
berada didalam ruangan dan relatif tidak banyak bergerak, hal ini berpeluang
sangat besar akan terkena gigitan nyamuk aedes aegypti
vektor penyabab
penyakit DBD yang sebagian besar sudah tumbuh menjadi nyamuk dewasa setelah
mendapatkan banyak tempat berkembang pada genangan-genangan air bulan
sebelumnya.
22
Selain gambaran diatas, rentannya manusia terkena penyakit adalah akibat
dari internal daya tahan tubuh yang lemah. Hal ini bisa dipahami bahwa pengaruh
eksternal pada saat kondisi cuaca sering turun hujan cukup dominan, tetapi
aktifitas olah raga menurun, sedangkan di sisi lain kondisi tubuh dituntut untuk
beradaptasi menyesuaikan ketahanannya. Bila kondisi ketahanan tubuh baik maka
tingkat kerentanan seseorang akan terkena penyakit menjadi rendah, sebaliknya
bila ketahanan tubuh pengaruh lemah maka resiko kerentanan seseoarang akan
terkena penyakit menjadi tinggi. Sehingga dari uraian diatas jelas bahwa pengaruh
tidak langsung faktor iklim mempunyai peranan penting dalam menentukan
kerentanan sektor kesehatan
Temperatur/ Suhu Udara
Suhu udara untuk wilayah Jakarta berkisar antara 200C - 340C, dengan
suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah terjadi pada bulan Januari.
Bila dilihat secara spasial seperti pada Gambar 11, suhu untuk wilayah Jakarta
bagian utara lebih panas dibanding bagian selatan, namun secara keseluruhan
kisaran suhu di Jakarta sepanjang tahun memungkinkan untuk pertumbuhan
nyamuk aedes aegypti.
Dari gambaran suhu udara sepanjang tahun, terkait dengan puncak kasus
DBD di DKI Jakarta rata-rata terjadi pada bulan April, maka dapat dijelaskan
bahwa pada bulan puncak kasus DBD suhu yang terjadi berkisar antara 270C 290C. Menurut teori kisaran suhu seperti tersebut merupakan kondisi optimum
bagi pertumbuhan nyamuk aedes aegypti yang bulan-bulan sebelumnya telah
bertelur dalam genangan air pada tempat-tempat terbuka.
23
Gambar 11. Peta Temperatur Jakarta
Sosial Kependudukan
Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia mempunyai kepadatan penduduk
cukup tinggi. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI
Jakarta, kepadatan penduduk wilayah Jakarta untuk masing-masing wilayah kota
tingkat.II ditampilkan pada Tabel 1. Dari kelima wilayah kota tingkat.II, jumlah
penduduk terbesar berada di Kota Jakarta Timur 2.634.779 orang sedangkan
terendah berada di Kota Jakarta Pusat 916.717, namum bila ditinjau dari tingkat
kepadatannya
kepadatan/Km2.
maka
Kota
Jakarta
Pusat
yang
terpadat
yaitu
19.447
24
Tabel.1 Jumlah Kepadatan Penduduk per Wilayah Kota Administrasi
Bulan : Januari 2011
WNI
WNA
Wilayah
Total
Laki-laki
Jakarta
Pusat
Jakarta
Utara
Jakarta
Barat
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Perempuan Laki-laki Perempuan
Luas
Kepadatan
(Km2)
/ Km2
47,14
19.447
500.254
416.127
190
146
916.717
777.269
645.408
269
240
1.423.186 139,03 10.237
869.301
765.950
334
302
1.635.887 125,25 13.061
1.060.829 831.106
407
268
1.892.610 145,73 12.987
1.430.380 1.204.163
127
109
2.634.779 189,90 13.875
Sebaran penduduk berdasarkan wilayah administrasi Kecamatan Jakarta
sangat variatif, dari 42 kecamatan yang berada di Jakarta Daratan, Kecamatan
dengan jumlah penduduk terpadat adalah Tambora dan terendah Sawah Besar.
Selain 2 kecamatan tersebut masih terdapat 9 kecamatan yang tergolong padat
dengan jumlah penduduk berkisar antara 234.000 – 334.567 orang (Gambar 12),
kesembilan kecamatan tersebut adalah Tanjungpriok, Koja, Cakung, Durensawit,
Makasar, Cipayung, Tebet, Jatinegara, dan Kramatjati. Bila ditinjau dari
kepadatannya maka 10 Kecamatan tersebut mempunyai tingkat kerentanan
kesehatan yang lebih dibanding kecamatan lainnya sebagai dampak dari
perubahan iklim.
25
PETA KLASIFIKASI JUMLAH PENDUDUK
DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN
Gambar 12. Peta Klasifikasi Jumlah Penduduk & Tingkat DBD di Jakarta
PETA KLASIFIKASI SARANA KESEHATAN
DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN
Gambar 13. Peta Klasifikasi Sarana Kesehatan & Tingkat DBD di Jakarta
26
PETA KLASIFIKASI SARANA PENDIDIKAN
DAN RATA-RATA KASUS DBD/BULAN
Gambar 14. Peta Klasifikasi Sarana Pendidikan & Tingkat DBD di Jakarta
Analisis Asosiasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD Sebagai Dampak
Perubahan Iklim
Analisis asosiasi dalam hal ini korelasi digunakan untuk mengetahui
seberapa jauh hubungan antara peubah penyusun kerentanan (iklim dan sosial
kependudukan) dengan tingkat kasus DBD. Secara lengkap hasil analisis asosiasi
masing-masing peubah (Iklim dan Sosial Kependudukan) terhadap DBD dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. Korelasi Peubah Penyusun Kerentanan DBD dengan Tingkat DBD
No
Peubah Kerentanan
Nilai korelasi dengan DBD
1
Jumlah Penduduk
0.49
2
Skor Jumlah Sarana Kesehatan
0.37
3
Skor Jumlah Sarana Pendidikan
0.41
4
Bobot Temperatur
0.17
5
Bobot Curah Hujan
0.10
27
Berdasarkan nilai korelasi antara peubah kerentanan dengan kasus DBD,
tampak pada tabel 2 bahwa untuk peubah sosial kependudukan (jumlah penduduk,
skor sarana kesehatan dan skor sarana pendidikan) mempunyai hubungan yang
dekat dengan kasus DBD. Kedekatan ini dipahami karena peubah sosial
kependudukan bersinggungan langsung dengan kasus DBD, berbeda dengan
peubah iklim yang tidak secara langsung berdampak pada kasus DBD. Seperti
dijelaskan sebelumnya pola iklim