Fungsi Sosial Tako dalam kehidupan masyarakat jepang modern

(1)

1

FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG ( TAKO ) BAGI MASYARAKAT JEPANG MODERN

GENDAI NO NIHONSHAKAI NO TAME NO TAKO NO SHAKAI TEKI NA KINOU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian sarjana dalam bidang llmu Sastra Jepang

Oleh :

AGUNG KLAUDIAN PUTRA 110708027

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG ( TAKO ) BAGI MASYARAKAT JEPANG MODERN


(2)

2

GENDAI NO NIHONSHAKAI NO TAME NO TAKO NO SHAKAI TEKI NA KINOU

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat

ujian sarjana dalam bidang llmu Sastra Jepang Oleh :

AGUNG KLAUDIAN PUTRA 110708027

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Prof. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D Drs. Yuddi Adrian Mulyadi M.Hum NIP. 19580704 1984 12 1 001 NIP. 19600827 1991 03 1 001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

3 Disetujui oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Januari 2015 Departemen Sastra Jepang Ketua

Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum NIP. 19600919 1988 03 1 001


(4)

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Fungsi Sosial Tako dalam kehidupan masyarakat jepang modern “ sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Strata 1 Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara.

Penulis menyadari bahwa apa yang tertulis dalam tugas skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk ke arah perbaikan.

Dalam skripsi ini telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang sangat bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih banyak sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs.Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Hamzon Situmorang M.S.Ph.D, selaku Dosen Pembimbing 1 yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

4. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

5. Seluruh Staf Pengajar pada program studi Sastra Jepang, yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.


(5)

5

6. Dari semuanya, yang teristimewa buat orangtua, Ayahanda Drs.Yahman dan Ibunda Dra.Sariani Tanjung serta Ibu Aty, bibi penulis yang telah memberikan semangat, dukungan, materi, doa, serta kasih sayang yang begitu besar kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Juga terima kasih buat adik saya Yarika yama, Tri Nurhatika Yasa, Ariz Farhan, dan keponakan Yuki Zahira yang telah meluangkan waktu memberikan semangat dan motivasi kepada Penulis.

7. Buat para sahabat Aotake 2011, Putri Ivanna , Susilawati, Dody Nugroho, Romando Annas, Alfreddiaz Muhammad, Mike mylala, Aidha, Yuki Herawati, Yenny vitasari, Ronika Olivia, Andri cahyaputra, Dhea anindya, Lora juwita, Sella Wilma, Rissa Juliana, Hafsah, Bodha, Tria, Ronika Olivia, Estherika, Agnes Tiara, Agnes Nathalia, Rahmad Aguslan, Jenny, Rio, Kevin, Joshua, Juliana, Novita Ester, Grace, Khairun Al-Rasyid, Ghasani Adnjani, Aseng, Fitri Annisa, dan Sarah larasshanti, Ovita Seprianti, Mediciata Farahdina serta Renti Rosmalis juga kawan-kawan semuanya yang selalu memberi semangat, dukungan dan doa serta persahabatan yang tulus kepada penulis.

8. Buat sahabat terbaik saya Resti Margaretha, Egin Hardianti, Yudha Desriansyah, Surya Dharma, Putra Nanda Satria, Raditya Pratama, Satya, Muhammad Rozi Setiawan, Azwar annas, Siti Sabrina Salqaura, Annisa Ivanna, Ivanni, Sulis, Viktor, Mitra terimakasih atas semangat yang kalian berikan selama ini. Arigatou.

9. Seluruh Alumni, Senior dan junior penulis, Mas Ishariyadi, Mas Irwan, Mas Feriyandi, Kak Helga, Kak Ami, Kak Feberlina, Dino, Ridho, Lisa 2013, Yulia sundari, Wibisono andalas, Ayu, Sisca, Ayu pranata, Santina octalisa 2012 dan kawan-kawan semuanya yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

10. Buat para wanita spesial yang mengisi hati Saya selama ini, Widya, Indah pertiwi, Desi Handayani, Annisa Ivanni, Dilla, Cindy, Canzha putri, terimakasih atas cinta tulus yang kalian berikan selama ini.


(6)

6

11. Buat Mas Joko, Admin jurusan yang telah banyak membantu penulis dan teman-teman dalam hal administrasi kampus, terimakasih banyak atas bantuannya selama ini.

Akhirnya kepada Allah swt diri ini bersujud dan mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga karena atas izin-Nya penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati penulis membuat Skripsi ini semoga bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Medan, 12 Oktober 2015

Penulis

( AGUNG KLAUDIAN PUTRA )


(7)

7

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah...3

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan...4

1.4 Tinjauan Pustaka & Kerangka Teori...5

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian...12

1.6 Metode Penelitian...13

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP LAYANG-LAYANG ( TAKO ) DI JEPANG 2.1 Defenisi permainan Tradisional...14

2.2 Sejarah Layang-layang ( Tako )...15

2.3 Karakteristik Layang-layang ( Tako ) Jepang...16

2.4 Eksistensi Pengrajin Layang-layang ( Tako ) Jepang...19

BAB III ANALISA FUNGSI SOSIAL DAN NILAI MORAL TAKO BAGI MASYARAKAT JEPANG MODERN 3.1 Fungsi sosial Tako...24

3.1.1 Keluarga...24

3.1.2 Kelompok...29

3.1.3 Festival...30

3.1.4 Pertandingan...33 BAB IV KESIMPULAN & SARAN


(8)

8

4.1Kesimpulan...41 4.2 Saran...42 LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA


(9)

55

FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG ( TAKO ) BAGI MASYARAKAT JEPANG MODERN

現代 日本社会 凧 社会的 機能

ABSTRAK

Agung klaudian putra 110708027

Layang-layang dikenal di seluruh dunia sebagai alat permainan.

凧 道具 世界中 知

Layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.

凧 科学 的 研究 エネ ー ツー 儀式

機能

Menurut Sejarah, Layang-layang di Jepang pertama kali dikenal pada zaman Heian ( 794-1185 ).

歴史 日本 凧 最初 知 安時代 794―1185

Pada masa itu, Layang-layang sering digunakan sebagai alat komunikasi pembawa pesan rahasia istana.

そ 時 代 凧 宮 殿 秘密 伝 言 ュニ ー ョンツ ー 使 用 さ

Di Zaman Edo ( 1630-1868 ) Layang-layang hanya mampu dimiliki dan diterbangkan kaum bangsawan, karena harga kertas washi yang sangat mahal.


(10)

56

江戸時代 - 凧 所 和紙 価格 非常 高

価 飛行機族 使用

Parade layang-layang Jepang diadakan setiap tanggal 5 Mei.

日本 凧 祭 5 5日 毎 開催

Acara ini menjadi acara tahunan bagi para Orangtua dan anak laki-laki.

ベン 両親 男 子 ベン 毎 行わ

Mereka menuliskan nama anak pada layang-layang sebelum diterbangkan.

彼 飛行

ひ う

さ 前

カ 子供 前

Biasanya yang diterbangkan adalah pahlawan dalam cerita anak-anak.

通常 飛行 子供 物 語 ヒ

ー ー

Hal ini dimaksudkan agar anaknya tumbuh sehat dan kuat.


(11)

57

Gambar yang disukai orangtua pada acara ini adalah motif kura-kura, bangau dan gurame.

ー ベン 両 親

愛用

動機

ー カ サ

Kura-kura dan bangau merupakan lambang panjang umur. Sementara Gurame melambangkan keuletan.

カ ーン 長 象徴 鯉 忍耐 象徴 そう

Semakin tinggi layang-layang terbang, konon dipercaya nasib nama anak yang ditulis akan semakin baik.

凧 高 高 書 子供 前 運命 長 信

Di Higashiomi, prefektur shiga, layang-layang selalu diterbangkan dalam “yokaichi giant kite festival “ pada minggu ke 4 setiap mei.

東近江滋賀県

ひ う

凧 5 4週目

四日市巨大 凧祭 時 搭 乗


(12)

58

Pada festival itu, orang menerbangkan layang-layang hyakujo berukuran 13 meter dan 12 meter dengan berat 700 kg.

祭 人 々 重 量

う う

13 ー 12 ー 測定凧

飛行

ひ う

Selain diterbangkan pada acara-acara khusus tersebut. layang-layang juga sebagai kegiatan tahun baru.

そ う 特別 機会 飛行

ひ う

え 凧 様

う う

新 活動

Pemerintah Jepang memberikan subsidi kepada para seniman layang-layang.

日本政府

ー 凧 補助金 提 供

Museum tako-no-hakubutsukan di tokyo memiliki sekitar 3.500 koleksi dari jepang dan mancanegara.

東 京

う う


(13)

59

Layang-layang di Jepang tidak hanya berfungsi sebagai permainan tradisional, tapi merupakan media dalam merekatkan hubungan antara orangtua dan anaknya,

日本 凧 伝統的 ー 機能 親 子 間 関

Karena orangtua Jepang umumnya selalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, sementara anak-anaknya sibuk dengan ekstrakulikuler di sekolah, sehingga hubungan antara anak-dengan orangtuanya berkurang,

日本人 両親 一般 的 事務所 仕 事 持 子供 課外 学校 忙

親 子供 関係 小さ

sehingga terkadang menimbulkan konflik. Anak menjadi terabaikan, dan orangtua merasa kurang dekat dengan anaknya,

時 立 う 子供 無 視 両親 息子

身近

Melalui festival tako ini, anak dan orangtua di Jepang menjadi lebih akrab dan terjalinlah harmonisasi dalam keluarga,


(14)

60

凧際 通 日 本 子供 親 身近 家族 中 調和

増加 う

Festival tako melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat, Dalam pelaksanaannya memerlukan persiapan 1 tahun sebelumnya.

凧 祭 社 会 要素 含 準備 一 中 必 要


(15)

9

BAB I

A. FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG (TAKO) TERHADAP MASYARAKAT JEPANG MODERN

B. LATAR BELAKANG

Jepang adalah sebuah Negara kepulauan yang memiliki 4 musim yang terletak di Asia Timur dan secara geografis letaknya berada di ujung barat Samudera pasifik, di Sebelah timur laut Jepang. Dan bertetangga dengan Republik rakyat China, Korea, dan Rusia. Karena letaknya yang berdekatan dengan RRC, Korea, dan Rusia, banyak pengaruh budaya Negara-negara tersebut yang masuk dan diadaptasi oleh masyarakat jepang, mulai dari bidang kuliner,bahasa, etika-norma, teknologi pangan, hingga permainan tradisional. ( Wikipedia )

Salah satu permainan tradisional yang diadaptasi Jepang dari negara tetangganya adalah Layang-layang, yang dalam bahasa jepang disebut “Tako”. Tako atau yang lebih di kenal Layang-layang di Indonesia, atau wau di sebagian wilayah Semenanjung Malaya, merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif ( Wikipedia Indonesia )

Meskipun sudah tergolong negara maju, ternyata masyarakat dan pemerintah Jepang paling giat dalam mempopulerkan layang-layang. Disana layang-layang bukan sekadar permainan, tetapi menjadi karya seni bermutu tinggi. Layang-Layang di Jepang turut difestivalkan dan mendapatkan apresiasi yang cukup tinggi dari masyarakat, anak-anak hingga orangtua menyenangi permainan ini.


(16)

10

Generasi muda Jepang saat ini cenderung lebih sering memainkan permainan modern seperti games di komputer maupun yang terdapat di aplikasi perangkat smartphone mereka. Hal ini tidak menimbulkan interaksi sosial sama sekali dengan teman sebayanya sehingga menimbulkan sifat individualisme bagi anak tersebut. ( 17:2015, Halo Jepang )

Di sisi lain, Pihak Orangtua terutama Ayah, cenderung menghabiskan waktu lebih banyak di kantor daripada di rumah, sehingga interaksi keluarga antara Ayah dan anak laki-lakinya cenderung sedikit, sehingga hubungan emosional diantara Mereka kurang baik. Anak laki-laki tidak memiliki kesempatan untuk bercengkerama dengan sang Ayah, dan sang Ayah menjadi kurang memahami kebutuhan dan keinginan sang anak.

Festival Layang-layang tako yang diadakan tiap dua kali dalam setahun dihampir seantero Jepang, menimbulkan ketertarikan bagi para keluarga di Jepang. Acara ini berhasil membuat orangtua dan anak-anaknya menjadi lebih akrab. Melalui permainan layang-layang, mereka menjadi lebih kompak, diakhir pekan, menjelang Festival, mereka sibuk membuat layang-layang di rumah masing-masing, ketika Festival, para keluarga khususnya ayah dan sang anak menghabiskan waktu seharian bermain layang-layang, sementara sang ibu dan anak perempuan menemani mereka sambil memasak barbeque, kakek dan nenek datang dari desa untuk menonton anak dan cucunya bermain layang-layang. permainan tako ini pada akhirnya membuat hubungan keluarga menjadi lebih erat, dan di satu sisi, permainan layang-layang ini juga membuat sang anak menjadi lebih kompak dengan teman sebayanya, karena acapkali mereka mempertandingkan layang-layang milik mereka.

Layang-layang Tako ternyata bukan sekedar permainan Tradisional, tapi juga memiliki peran sosial bagi para pemainnya. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti Fungsi Sosial Layang-layang Tako di Jepang. Setelah melakukan studi referensi pustaka, Penulis menemukan bahwa ternyata Tako atau Layang-layang Jepang tidak hanya berfungsi sebagai alat permainan tradisional, melainkan memiliki fungsi sosial didalamnya. Dengan


(17)

11

alasan tersebut, maka penulis membahasnya dalam skripsi dengan mengambil judul “FUNGSI SOSIAL LAYANG-LAYANG (TAKO) TERHADAP MASYARAKAT JEPANG MODERN”

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat menarik beberapa masalah,yaitu: 1. Bagaimana latar belakang sejarah masuknya permainan Tradisional Tako ke

Jepang ?

2. Bagaimana fungsi sosial permainan Tako pada masyarakat Jepang ?

RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai sejarah masuknya Tako ke Jepang, pengaruh sosial Tako terhadap masyarakat jepang modern, hingga nilai-nilai seni dan spiritual apa saja yang terdapat pada Tako tersebut, dan apa yang membuat Tako tetap eksis di kalangan masyarakat Jepang, ditengah gempuran permainan modern saat ini. Untuk mendukung pembahasan diatas, penulis juga menjelaskan tentang layang-layang.

D. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 1. TINJAUAN PUSTAKA

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari Generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Melville J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.


(18)

12

Andreas Eppink, Kebudayaan mengandung Keseluruhan pengertian nilai sosial, ilmu pengetahuan, serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religious, dan lain-lain. Tambahan lagi, segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Soesanto dalam Ensiklopedia Van Houven, Permainan tradisional merupakan salah satu hasil Budaya, yang tercipta secara turun temurun dan diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya, Permainan Tradisional umumnya menggunakan peralatan sederhana, dan memiliki keunikan disetiap unsurnya.

salah satu permainan tradisional yang masih eksis adalah Layang-layang, dan layang-layang hampir mudah ditemukan diseluruh penjuru dunia yang beriklim tropis dan subtropis, diantaranya negeri Jepang. Di Jepang, Layang-layang dikenal dengan sebutan Tako.

Menurut wikipedia, layang-layang adalah lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang Memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia. Sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.

2. Kerangka Teori

Penulis menggunakan konsep Budaya dan Konsep Permainan Tradisional yang bertujuan untuk menganalisa lebih baik mengenai pengaruh permainan tradisional tako terhadap masyarakat Jepang dewasa ini.

Menurut Sasongko dalam Wikipedia Indonesia, Permainan tradisional merupakan identitas budaya dan sejarah yang membedakan setiap bangsa. Permainan tradisional adalah salah satu bentuk interaksi sosial yang turun temurun dilakukan oleh manusia yang punya peradaban. Umumnya permainan tradisional dipengaruhi oleh letak georafis dan kultur budaya setempat. Dimainkan untuk mengisi kekosongan saat sedang atau menunggu panen, menggembala ternak,


(19)

13

merayakan hasil tangkapan laut yang melimpah atau ketika dilaksanakan pesta-pesta adat. Sebagai makhluk sosial, apalagi sebagai seorang anak, adalah sifat yang manusiawi bila mereka gemar bermain. Itulah dasar sehingga tercipta permainan-permainan tradisional.

Sejak berabad-abad yang lalu perhatian terhadap seluk-beluk kehidupan anak sudah diperlihatkan, sedikitnya dari sudut perkembangannya agar bisa mempengaruhi kehidupan anak ke arah kesejahteraan yang diharapkan. Anak harus tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang baik yang bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak bergantung atau menimbulkan masalah pada orang lain, pada keluarga atau masyarakatnya. banyak filsuf, dokter, ahli pendidikan dan ahli teologi memberikan pandangan mengenai anak dan latar belakang perkembangannya serta pengaruh-pengaruh keturunan dan lingkungan hidup terhadap hidup kejiwaan anak.

Pada akhir abad ke-17, seorang filsuf Inggris yang terkenal John Locke (1632-1704 ) mengemukakan bahwa pengalaman dan pendidikan bagi anak merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Locke mengemukakan istilah “tabula rasa’ untuk mengungkapkan pentingnya pengaruh pengalaman dan lingkungan hidup terhadap perkembangan anak. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan yang berasal dari lingkungan ( Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa, 1997 : 15-16 ). Setiap peristiwa atau perkembangan selalu didukung oleh faktor dalam serta di pengaruhi oleh faktor-faktor luar.

Pembagian perkembangan kedalam masa-masa perkembangan hanyalah untuk memudahkan bagi kita mempelajari dan memahami jiwa anak-anak. Pada zaman J.A. Comenius ( 1592 – 1671 ), para pendidik sudah mulai memperhatikan sifat-sifat khas yang dimiliki setiap anak. Dijelaskannya bahwa anak itu tidak boleh dianggap sebagai orang dewasa yang bertubuh kecil. Comenius, menganjurkan agar pengajaran dapat menarik perhatian anak. Oleh karena itu pelajaran harus diperagakan supaya anak-anak dapat mengamati, menyelidiki


(20)

14

dan mendalaminya sendiri. Dalam proses belajar mengajar aktivitas anak benar-benar diperhatikan, walaupun pada zaman itu usaha-usaha untuk mempelajari jiwa anak belum sebaik keadaan sekarang. Tingkah laku perkembangan psikologi anak dapat dipelajari berbagai cara diantaranya dengan memperhatikan, menghayati, menerangkan apa yang terjadi dalam proses kejiwaan. Akan tetapi tidak ada cara tertentu untuk digunakan dalam semua keadaan karena proses kejiwaan itu sendiri tidak pernah sama, sewaktu-waktu dapat berubah, sehingga hendaknya memasukkan kejiwaan-kejiwaan itu dalam golongan-golongan tertentu.

Pada abad ke-18, Jean Jacques Rousseau ( 1712 – 1778 ), pendidik dan fisuf kenamaan pada zamannya, dalam bukunya Emile ou l’education, 1762, yang dikutip oleh Drs. Zulkifli menguraikan pikiran-pikirannya tentang pendidikan anak yang mengatakan “Segala-galanya adalah baik sebagaimana keluar dari Sang Pencipta, segala-galanya memburuk dalam tangan manusia “. Dari ucapan Rousseau itu terkandung suatu pengertian yang beranggapan bahwa apa-apa yang diperoleh anak menurut alamnya selalu dipandang yang terbaik baginya, tetapi keasliannya akan menjadi rusak bila ditangan manusia. Campur tangan manusia itu dapat merusak perkembangan anak itu sendiri. Oleh karena itu para pendidik perlu membekali dirinya dengan pengetahuan tentang kejiwaan anak didiknya.

Bila ingin menyelidiki tingkah laku anak, misalnya bagaimana ia bermain, kita harus mengamati anak-anak dari kejauhan tanpa mereka ketahui. Pengamatan yang dilakukan dengan sengaja, memperhatikan atau mempelajari proses kejiwaan pada diri sendiri. Melakukan introspeksi berarti mempelajari jiwa sendiri, kesadaran tentang jiwa sendiri yang dapat dikenal secara langsung. Perbuatan mempelajari jiwa sendiri membutuhkan latihan dan pengertian. J.P. Pestalozzi ( 1746 – 827 ) dikenal sebagai pendidik yang sangat memperhatikan pendidikan anak, dengan cara mengutamakan pendidikan bagi anak-anak. Ia menganjurkan agar pendidikan yang diberikan disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak. Pelajaran di dasarkan pada pengalaman, dimulai dari tingkat yang mudah mengarah kepada tingkat yang lebih sulit


(21)

15

( Drs.Zulkifli,2002:2). Bahwa pendidikan yang diberikan oleh anak harus sesuai standar pikiran anak-anak. Karena apabila anak diberikan pelajaran yang sulit maka anak akan menerimanya dengan susah. Pada tahun 1880 dikenal paedologi, berasal dari kata-kata paedos dan logos yang bila ditafsirkan dari arti harfiahnya, paedologi adalah ilmu tentang anak.Psikologi Anak adalah bagian dari paedologi itu karena ia mempelajariperkembangan jasmani, perkembangan rohani, pengaruh lingkungan dan pengaruh keturunan. Paedologi dapat digunakan untuk mempelajari tentang gambarankhayal, pengamatan dan cara berpikir pada anak ( Drs. Zulkifli L, 2002 : 1-3 ). Dalam masa perkembangannya membentuk psikologi anak yang baik sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian anak, daari anak yang masih bayihingga anak mencapai usia 6-8 tahun. Perkembangan jasmani dan rohani mulaimengarah sempurna. Mengenal lebih banyak teman dan lingkungan sosial yanglebih luas, sehingga peranan sosialnya semakin berkembang. Ingin mengetahui segala sesuatu di sekitarnya sehingga bertambah perjalanannya. Semua pengalaman itu akan membantu dan mempengaruhi proses perkembangan berpikiranak. a. Ciri-ciri Permainan Anak.

Adapun ciri-ciri kegiatan bermain adalah sebagai berikut :

1). Di lakukan berdasarkan motivasi, intrinsik, maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.

2). Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi positif. 3). Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain. 4). Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibanding hasil akhir.

5). Bebas memilih dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak-anak kecil.

6). Mempunyai kualitas pura-pura ( Mayke S. Tedjasaputra ) 2001;16 ). Dari ciri-ciri permainan diatas, di ketahui bahwa batasan mengenai bermain menjadi penting untuk dipahami karena


(22)

16

berfungsi sebagai parameter dalam menentukan sejauh mana aktivitas anak itu di kategorikan dalam bermain atau bukan.

b. Macam Permainan Anak.

H. Hetze, seorang psikolog Jerman, meneliti permainan dikalangan anak-anak dan didapatkan beberapa macam permainan anak yang dikelompokkan sebagai berikut :

1.) Permainan Fungsi

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah gerakannya, seperti gerakan tangan, kaki dan sebagainya. Bentuk permainan ini gunanya untuk melatih fungsi-fungsi gerak dan perbuatan. 2.) Permainan Konstruktif.

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah hasilnya. Permainan konstruktif sangat penting bagi anak-anak yang berusia 6 sampai 10 tahun. Mereka sibuk membuat mobil-mobilan, rumah-rumahan, boneka dari kain perca dan sebagainya.

3.) Permainan Reseptif.

Sambil mendengarkan cerita atau melihat-lihat buku bergambar, anak berfantasi dan menerima kesan-kesan yang membuat jiwanya menjadi aktif.

4.) Permainan Peranan.

Permainan di mana anak-anak dapat memainkan atau memperagakan peranan sesuai yang diinginkan atau sesuai dengan tema permainannya.

5.) Permainan Sukses

Dalam permainan ini yang diutamakan adalah prestasi. Untuk kegiatan permainan ini sangat dibutuhkan keberanian, ketangkasan, kekuatan dan bahkan persaingan ( Drs. Zulkifli L , 2002: 42-43 ). Dari bermacam-macam kelompok permainan diatas, maka permainan

tradisional dapat digolongkan menurut kelompoknya, seperti contoh permainan dalam gobag


(23)

17 1.) Teori Rekreasi.

Teori ini berasal dari Schaller dan Lazarus, keduanya ilmuwan bangsa Jerman, yang berpendapat bahwa permainan merupakan kesibukan untuk menenangkan pikiran atau beristirahat.

2.) Teori Pelepasan.

Teori ini berasal dari Herbert Spencer, ahli pikir bangsa Inggris, yang berpendapat bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga. Sewajarnya ia harus mempergunakan tenaga itu melalui kegiatan bermain.

3.) Teori Atavistis.

Teori dari Stanly Hall, psikolog Amerika yang berpendapat bahwa dalam perkembangannya, anak melalui seluruh taraf kehidupan manusia. Anak-anak selalu mengulangi apa yang pernah dilakukan nenek moyangnya sejak dahulu sampai sekarang. Dalam permainan timbul bentuk-bentuk kelakuan seperti bentuk-bentuk kehidupan yang pernah dialami nenek moyangnya. Teori ini disebut juga teori katasis, karena permainan dapat menyalurkan atau menghilangkan perasaan atau keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan norma susila yang berlaku di masyarakat. 4.) Teori Biologis.

Permainan merupakan tugas biologis dikemukakan oleh Karl Gross, karena permainan dikalangan anak-anak merupakan latihan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupan, juga dapat dianggap sebagai latihan jiwa dan raga untuk kehidupan di masa yang akan datang.

5.) Teori Psikologi dalam.

Teori dari Sigmund Freud dan Edler, menguraikan bahwa permainan merupakan pernyataan nafsu-nafsu yang terdapat di daerah bawah sadar, yang sumbernya dari dorongan nafsu berkuasa ( Drs. Zulkifli,2002;39 ).


(24)

18

Berdasarkan teori-teori permainan diatas, dapat ditentukan apa saja macam permainan yang sesuai dengan perkembangan anak. Karena permainan merupakan kesibukan yang dipilih sendiri tanpa ada unsur paksaan, bermain tidak sama dengan bekerja. Anak suka bermain karena adanya dorongan batin dan dorongan mengembangkan diri.

d.Manfaat atau Fungsi Bermain Bagi Anak. 1.) Sarana untuk membawa anak ke alam masyarakat. 2.) Mampu mengenal kekuatan sendiri.

3.) Mendapatkan kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan kecenderungan pembawaannya.

4.) Berlatih menempa perasaan atau emosinya.

5.) Memperoleh kegembiraan, kesenangan dan kepuasan.

6.) Melatih diri untuk mentaati peraturan yang berlaku (Drs. Zulkifli L,2002;41)

Mengingat pentingnya faedah bermain seperti yang dikemukakan diatas, maka hendaknya para orang tua tidak meghalangi tetapi malah membimbing dan memimpin jalanya permainan agar jangan sampai menghambat perkembangan fantasi anak, khususnya dalam permainan tradisional.

Mildred Parten menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dan ia mengamati ada enam bentuk interaksi antar anak yang terjadi saat mereka bermain. Pada keenam bentuk kegiatan bermain tersebut terlihat adanya peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri sampai bermain bersama. Tahapan perkembangan bermain yang mencerminkan tingkat perkembangan sosial anak adalah sebagai berikut di bawah ini :

1.) Unoccupied Play.

Anak tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan bermain, melainkan hanya mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik perhatian anak.


(25)

19 2.) Solitary Play ( Bermain Sendiri ).

Biasanya tampak pada anak yang berusia amat muda. Anak sibuk bermain sendiri dan tampaknya tidak memperhatikan kehadiran anakanak lain di sekitarnya.

3.) On Looker Play ( Pengamat ).

Kegiatan bermain dengan mengamati anak-anak lain melakukan kegiatan bermain dan tampak ada minat yang semakin besar terhadap kegiatan anak lain yang di amatinya.

4.) Paralel Play ( Bermain Paralel ).

Tampak saat dua anak atau lebih bermain dengan jenis alat permainan yang sama dan melakukan gerakan atau kegiatan yang sama, tetapi bila di perhatikan tampak bahwa sebenarnya tidak ada interaksi diantara mereka.

5.) Assosiative Play ( Bermain Asosiatif ).

Permainan ini ditandai dengan adanya interaksi antar anak yang bermain, saling tukar alat permainan, akan tetapi bila di amati akan tampak bahwa masing-masing anak sebenarnya tidak terlibat dalam kerja sama.

6.) Cooperative Play ( Bermain Bersama ).

1.) Di tandai dengan adanya kerja sama atau pembagian tugas dan pembagian peran antara anak-anak yang terlibat dalam permainan untuk mencapai satu tujuan tertentu ( Mayke S. Tedjasaputra,2001:21).

Dari perkembangan bermain diatas terlihat adanya peningkatan kadar interaksi sosial, mulai dari kegiatan bermain sendiri sampai bermain bersama.

Konsep Sejarah juga digunakan dalam penelitian ini, karena penulis juga memaparkan latar sejarah munculnya Tako dan masuknya Tako ke Jepang.

Menurut Kaelan ( 2005: 61 ) Sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang telah terjadi.


(26)

20

E.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

2. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang sejarah masuknya permainan Tradisional Tako ke Jepang ?

3. Untuk mengetahui bagaimana fungsi sosial permainan Tako pada masyarakat Jepang ?

4. Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang budaya Jepang khususnya permainan tradisional Layang-layang Tako

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Tako terhadap masyarakat jepang modern dan nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam permainan ini.

F.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut soejono dan H. Abdurrahman (1999:25), metode deskriptif adalah suatu metode yang dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, menginterpretasikan data. Penelitian deskriptif menurut sifatnya merupakan penelitian non-eksperimen (Arikunto, 2002:75). Penelitian non-eksperimen yaitu data yang sudah ada (dalam arti tidak sengaja ditimbulkan), dan peneliti tinggal merekam (Arikunto, 2002:12). Penelitian deskriptif bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-banyaknya dari suatu fenomena (Hariwijaya. M dan Bisri M. D, 2006:39).


(27)

21

Penelitian ini termasuk dalam cakupan penelitian kualitatif. Salah satu dasar filosofi penelitian kualitaif adalah interaksi simbolik, yang merupakan dasar kajian sosial yang sangat berpengaruh dan digunakan dalam penelitian kualitatif (Arikunto, 2002:13). Serta menggunakan pendekatan sosiologi. Data yang digunakan adalah data tulisan. Data tulisan ini dikutip dari buku-buku yang berhubungan dengan karya sastra, kebudayaan dan majalah-majalah yang berhubungandengan Tako. Teknik penelitian yaitu dengan menelaah buku-buku perpustakaan (library reseacrh) juga dengan menggunakan data-data yang bersumber dari internet. Penulis menelusuri sumber-sumber kepustakaan dan internet yang memiliki hubungan dengan masalah yang akan dipecahkan.


(28)

22

BAB II

LAYANG-LAYANG ( TAKO ) DI JEPANG

2.1 PENGERTIAN UMUM LAYANG-LAYANG

Permainan Tradisional adalah permainan yang telah turun temurun yang diwariskan oleh generasi terdahulu ke generasi berikutnya, permainan tradisional adalah suatu hal yang berhubungan dengan bermain yang sifatnya turun temurun dan warisan nenek moyang. Permainan tradisional sebagian besar berupa permainan anak yang merupakan bagian dari folklore. permainan tradisional adalah suatu hasil budaya masyarakat, yang berasal dari zaman yang sangat tua, yang telah tumbuh dan hidup hingga sekarang, dengan masyarakat pendukungnya yang terdiri atas semua golongan, baik tua atau muda, laki perempuan, kaya miskin, rakyat atau bangsawan tiada bedanya.

Salah satu Permainan tradisional yang masih eksis hingga saat ini adalah Layang-layang. Layang-Layang atau Layangan merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan dihubungkan oleh tali atau benang ke daratan. Layang-layang menggunakan kekuatan hembusan angin sebagai daya angkatnya. Dikenal luas hampir di seluruh dunia sebagai alat permainan, dan diketahui juga memiliki fungsi ritual, fungsi lainnya sebagai alat memancing, menjerat, dan pembantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif. Jepang adalah salah satu negara di Asia timur yang memiliki permainan tradisional layang-layang.


(29)

23

2.2SEJARAH MASUKNYA PERMAINAN TAKO DI JEPANG

Layang-layang pada awalnya diciptakan oleh filsuf China bernama Mozi dan Gongshu Ban pada abad ke 5 SM. Pada awalnya layang-layang digunakan sebagai pesan untuk misi penyelamatan. Menurut sumber arsip China kuno dari abad pertengahan menggambarkan bahwa layang-layang pada saat itu digunakan untuk mengukur jarak, menguji arah angin, serta komunikasi militer. Pada awalnya layang-layang china dikenal dengan bentuk desain datar ( tidak membungkuk ) dan berbentuk persegi panjang. Kemudian layang-layang berekor muncul untuk menstabilkan kekuatan ketika terbang. Layang-layang China dihiasi dengan motif mitologi dan tokoh legendaris. Dan dari China Layang-layang menyebar ke Korea, Jepang, Asia tenggara dan Dunia Barat.

Nagasaki adalah daerah pertama yang dikunjungi Portugis dan Belanda serta misionaris pada abad ke 16 untuk melakukan kontak dengan negara yang mereka lewati dalam pelayaran menuju Hindia Belanda ( Indonesia ). Nagasaki adalah kota pelabuhan yang terletak di pantai barat laut dari Kyushu, di laut China timur.

Nagasaki secara resmi dibuka sebagai pelabuhan utama untuk kapal portugis tahun 1571. Namun di tahun 1639 pemerintah Jepang memutuskan bahwa negara itu akan ditutup untuk semua pengunjung asing. Selama periode isolasi berikutnya yang berlangsung hingga 1854, hanya kapal dari Belanda yang diperbolehkan berlabuh, dan terbentuklah pemukiman kecil milik warga asing yang diatur ketat oleh para pejabat Jepang yang mengembangkan pulau.

Warga Belanda dan Portugis yang menetap di Jepang membawa dan memperkenalkan sejumlah budaya dan tradisinya kepada warga Jepang, diantaranya dalam bidang kuliner, bahasa, cara bertani, hingga permainan tradisional, diantaranya layang-layang yang sebenarnya berasal dari China. Sejak saat itu, antara bulan maret dan bulan mei, ratusan layang-layang nagasaki terbang tinggi diatas lereng gunung Inasa, dari area pemukiman penduduk asing yang bermukim di sekitar pelabuhan. Ada hubungan erat antara pertandingan layang-layang nagasaki


(30)

24

yang disebut hata dengan kehadiran orang asing. Hata artinya bendera. Warna dari layang-layang adalah merah, putih, dan biru, warna bendera Belanda. Jadi, pada awalnya layang-layang-layang-layang yang mengudara di langit jepang bermotifkan bendera negeri Belanda, karena pertama sekali diperkenalkan oleh warga asing, namun seiring berjalannya waktu motif layang-layang jepang berubah menjadi motif gambar khas Jepang.

Di Jepang, deskripsi Layang-layang muncul dalam Kamus “ Istilah Nama Jepang –

[ 和 抄

わ う

] yang dibuat pada pertengahan periode Heian. Layang-layang tradisional Jepang

adalah layang-layang kertas yang membentang diatas kerangka bambu. Desainnya heksagonal dan memiliki penopang dikedua sisinya serta memiliki suara mendengung ketika mengudara. Sisi penopangnya juga bertumpu ditengah layang-layang agar dapat mudah dikendalikan dan dapat terbang lebih tinggi.

Pada Periode Edo, Banyak layang-layang besar yang mengudara di seluruh Jepang, sehingga banyak Samurai Edo yang menghabiskan uang setiap tahun untuk memperbaiki atap rumahnya yang rusak tertimpa layang-layang. di Nagasaki, pada masa itu diterbitkan larangan untuk tidak bermain layang-layang di areal pertanian. untuk Layang-layang yang dipertandingkan dalam Festival, dalam rangka untuk memotong benang layang-layang milik lawan, menggunakan serbuk kaca dan serpihan kayu pohon Tar.

2.3 KARAKTERISTIK TAKO JEPANG

Pada Umumnya Layang-layang Jepang tak berbeda jauh dengan Layang-layang di negara lain, namun ada beberapa spesifikasi khusus yang membedakan Layang-layang Jepang dengan negara lain. Berikut Penulis paparkan beberapa spesifikasi khusus tersebut :

4.3.1. Tulang Kerangka Layang-layang

Pada umumnya Jika Kita perhatikan secara mendetail, tulang vertikal penopang layang-layang Jepang sedikit lebih lebar dari layang-layang-layang-layang di negara lain, karena layang-layang-layang-layang


(31)

25

Jepang cenderung lebih berat di bagian atas. Beratnya bertahap dari bawah keatas dengan menggunakan bambu yang terbalik, dengan basis yang lebih luas dari batang bambu runcing di bagian atas. Dan tulang penopang horizontal juga lebar dan berat dengan skala yang sama, tulang penopang terberat berada diatas dan turun kebawah dan sisi ringan berada di tepi layang-layang, dan pada layang-layang yanase hal ini dapat dilihat dengan jelas. Layang-layang pertempuran biasanya mampu bertahan lebih kuat dibanding layang-layang konvensional. Pada dasarnya gerakan layang-layang terbuat dari puncaknya ( berat ) ditengah namun ringan di bagian tepi. Namun tepi atas lebih berat, menjadi ujung tombak dalam ketahanan terbang dan mengontrol penerbangan layang-layang tersebut.

Bambu adalah kerangka layang-layang yang sangat kuat, bagian dari kekuatannya terletak pada fleksibilitas, yang memungkinkan untuk bertahan ketika berhadapan dengan angin kencang. Di Amerika serikat, bambu umumnya tersedia dalam bentuk jendela bambu maupun berbentuk tirai, khusus untuk layang-layang berukuran kecil. Untuk layang-layang besar juga menggunakan kerangka bambu, bentuknya melintang dan memanjang, dan cara pemotongan ini sama dengan di Jepang. Ada yang membeli per meter, ada pula yang per batang. Para penebang bambu akan memotong tanaman dari hutan bambu, memilih bambu yang bebas dari serangga, kemudian Mereka menjemurnya hingga kering, bahkan untuk kualitas kerangka layang-layang terbaik, dibutuhkan pengeringan bambu selama 2 tahun. Sementara bambu yang masih basah umumnya tidak kuat dan tidak stabil.

2.3.2 Desain dan Desain Material

Seniman layang-layang Jepang menggunakan bubuk pigmen warna yang dicampur

dengan air untuk gambar layang-layang mereka. Gambar pertama diuraikan dalam bak tinta sumi ( yang tidak menggumpal ) atau lilin parafin diaplikasikan saat cairan masih dalam keadaan panas. Garis ini membatasi pigmen ke daerah yang diinginkan. Pembuat layang-layang


(32)

26

kertas ( pembuat festival layang juga ) juga membuat khusus aplikasi cat layang-layangnya. Bagi mereka yang menginginkannya, buatan tangan pada kertas washi mirip dengan jenis yang mereka gunakan pada pembuat layang-layang yang berada di dunia Barat.

Mode Layang-layang Jepang saat ini diadaptasi dari 300 sampai 400 model di masa lampau. Banyak model layang-layang yang bersifat flat tanpa corak.

Layang-layang Amerika umumnya tanpa motif gambar, berbeda dengan Layang-layang Jepang yang kaya akan motif gambar. Namun Layang-layang Amerika juga dapat membungkuk. Dalam versi membungkuk, kerangka horisontal membungkuk, mendorong tengah layang-layang maju menerjang angin. Busur layang-layang ini bertindak sama seperti layar pada perahu, membantu layang-layang untuk menjaga stabilitas dalam berbagai arus angin. Hal ini juga menciptakan sudut dihedral ( sudut datar ) terhadap bidang layang-layang, karakteristik menstabilkan pada layang-layang membungkuk juga dapat ditemukan pada konstruksi pesawat terbang maupun pada sayap burung. pada dasarnya orang jepang menyebut frame sebagai tulang layang-layang. sebagian besar dari mereka dalam beberapa kasus masih membuat kerangka layang-layang dari bambu dan layar layang layang dari kertas washi. washi mungkin terbuat dari kertas, namun produk berbasis buatan tangan ini sangat kuat dan ideal untuk layang-layang, selama washi tersebut tidak basah.dan bentuk layang-layang tradisional jepang ini banyak diadaptasi dari waktu ke waktu.

2.4 EKSISTENSI PENGRAJIN TAKO DI JEPANG 2.4.1 Teizo Hashimoto – Pengrajin Tako asal Tokyo

Jepang adalah negara industri yang mayoritas penduduknya bekerja di sektor ekonomi dan bisnis, hal ini menyebabkan sedikitnya warga yang berkecimpung di bidang seni, termasuk pengrajin Tako Jepang saat ini eksistensinya hampir punah karena hampir tidak adanya regenerasi, disebabkan anak si pengrajin tidak punya keinginan atau bakat dalam meneruskan profesi Orangtua mereka. Salah satu pembuat layang-layang tradisional Edo.


(33)

27

Teizo Hashimoto memajang gambar layang-layang karyanya di sepanjang jalan masuk kedalam galeri tokonya, dimana terdapat banyak gambar tinta hitam di kertas buatan yang dipoles dan dihiasi dengan kerangka bambu. disana terdapat mesin alat cetak gambar jenis woodblock dan berfungsi untuk mewarnai lembaran washi. Hashimoto juga membuat layangan modern sama seperti pembuat layangan.biasanya Hashimoto menggunakan cat tinta dari india ( sumi ), namun metode menggunakan alat woodblock ini mengurangi kualitas serta mengurangi keunikan layang-layang tradisional, akan tetapi tetap menggunakan tenaga manual dalam proses pewarnaan. Banyak seniman layang-layang tetap menggambar dan melukis dengan kuas. Layang-layang diperjual belikan secara komersil lewat toko layang-layang, dan melalui proses percetakan yang satu sama lain berbeda tekniknya, namun pada dasarnya layang-layang Edo polanya lebih komplit, kaya akan warna dan variasi, juga teksturnya lebih bersih. Penggunaan woodblock lebih susah daripada melukis manual, namun hasilnya lebih bagus menggunakan percetakan woodblock karena lebih efisiensi waktu. Hashimoto mampu memproduksi layang-layang sebanyak 10 buah dalam sehari apabila menggunakan woodblock, dan hanya mampu memproduksi 4-5 layang-layang apabila melukis secara manual menggunakan tangan. Teizo Hashimoto tetap mempertahankan alat-alat gambar secara lengkap dalam menggambar menggunakan tinta sumi, namun Dia turut pula memanfaatkan teknologi mesin pencetak woodblock. Hashimoto menjadi seorang pelukis, disatu sisi Dia menjadi prajurit yang terkenal ( Plates 22-25 ). Ketika berumur 10 tahun Dia menggambar untuk pertama kali menggunakan media arang dengan hasil sketsa yang komplit. Dia menuangkan sedikit air dari teko metal kedalam wadah batu tempat tinta, kemudian Dia mengambil kuas dengan tinta sumi dan menggosokkannya diatas wadah tinta, kemudian mencampurnya dengan tinta kering dengan air sampai Dia mendapatkan warna yang Dia perlukan. Hashimoto dalam menggambar potret wajah biasanya diawali dengan menggambar hidung, mata diikuti oleh beberapa detail rumit lainnya. Salah satu elemen dalam lukisan hashimoto dia menggunakan


(34)

28

elemen terakhir yang sempurna, salah 1 elemen yang dia gambar adalah daur ulang dan dia menggunakan aliran zen buddhishme dalam mempraktekkan siklus gambar lukisan yang dia buat dan menyelaraskannya dengan sebuah keharmonian kehidupan. Hashimoto menyelesaikan gambarnya dengan berupa titik-titik polkadot dan membutuhkan waktu 10 menit. dan dia menyelesaikan jutaan gambar dengan lukisan tangannya.

Teizo hashimoto lahir di Tokyo pada tahun 1904. Ayah Teizo, Tomekichi Hashimoto adalah penjual pernak-pernik dan bingkisan musiman. Dia membuat layang-layang, Koinobori, kipas, lentera dengan motif lukisan, dan bendera atas permintaan khusus. Tomekichi bekerja di Toko Hasegawa, dan rekan kerjanya adalah seorang pelukis profesional layang-layang Tako dalam gaya Utagawa. Tomekichi belajar dari rekannya dan diturunkan ke Teizo Hashimoto ketika dia beranjak usia 13 Tahun. Teizo Hashimoto, meninggal pada tahun 1993. di rumah kecilnya di distrik Ueno-Tokyo. Dia dan istrinya meneruskan bisnis keluarga sejak pernikahan mereka pada tahun 1956. kekuatan dan ciri khasnya diakui oleh Kolektor layang-layang Edo. Hashimoto dihormati di Museum layang-layang Tokyo, yang terletak di bangunan Taimeikan Restoran di Ginza. Pada Tahun 2009, Asosiasi layang-layang Jepang kehilangan anggota tertua yaitu Kiyo Hashimoto, istri Teizo Hashimoto, yang selama hidupnya diketahui sebagai pembuat layang-layang Edo. Kiyo meninggal pada 5 januari pada usia 106 Tahun. Kiyo membantu Teizo dalam segala hal kecuali dalam mengecat Layang-layang. Dia dulunya bertugas membeli bahan baku hingga menjual layang-layang tersebut. Teizo dan Kiyo tidak memiliki anak. ketika Kiyo menikahi Teizo, Ayahnya masih sehat dan Dia memberi perhatian penuh pada keduanya, pada tradisi Jepang, Anak laki-laki tertua hidup dengan keluarganya, dan anak istrinya harus bertanggungjawab pada pekerjaan rumah tangga.

Teizo Hashimoto memajang gambar layang-layang karyanya di sepanjang jalan masuk kedalam galeri tokonya, dimana terdapat banyak gambar tinta hitam di kertas buatan yang dipoles dan dihiasi dengan kerangka bambu. disana terdapat mesin alat cetak gambar jenis woodblock dan


(35)

29

berfungsi untuk mewarnai lembaran washi. Hashimoto juga membuat layangan modern sama seperti pembuat layangan.biasanya Hashimoto menggunakan cat tinta dari india ( sumi ), namun metode menggunakan alat woodblock ini mengurangi kualitas serta mengurangi keunikan layang-layang tradisional, akan tetapi tetap menggunakan tenaga manual dalam proses pewarnaan. Banyak seniman layang-layang tetap menggambar dan melukis dengan kuas. Layang-layang diperjual belikan secara komersil lewat toko layang-layang, dan melalui proses percetakan yang satu sama lain berbeda tekniknya, namun pada dasarnya layang-layang Edo polanya lebih komplit, kaya akan warna dan variasi, juga teksturnya lebih bersih. Penggunaan woodblock lebih susah daripada melukis manual, namun hasilnya lebih bagus menggunakan percetakan woodblock karena lebih efisiensi waktu. Hashimoto mampu memproduksi layang-layang sebanyak 10 buah dalam sehari apabila menggunakan woodblock, dan hanya mampu memproduksi 4-5 layang-layang apabila melukis secara manual menggunakan tangan. Teizo Hashimoto tetap mempertahankan alat-alat gambar secara lengkap dalam menggambar menggunakan tinta sumi, namun Dia turut pula memanfaatkan teknologi mesin pencetak woodblock. Hashimoto menjadi seorang pelukis, disatu sisi Dia menjadi prajurit yang terkenal ( Plates 22-25 ). Ketika berumur 10 tahun Dia menggambar untuk pertama kali menggunakan media arang dengan hasil sketsa yang komplit. Dia menuangkan sedikit air dari teko metal kedalam wadah batu tempat tinta, kemudian Dia mengambil kuas dengan tinta sumi dan menggosokkannya diatas wadah tinta, kemudian mencampurnya dengan tinta kering dengan air sampai Dia mendapatkan warna yang Dia perlukan. Hashimoto dalam menggambar potret wajah biasanya diawali dengan menggambar hidung, mata diikuti oleh beberapa detail rumit lainnya.

Salah satu elemen dalam lukisan Hashimoto dia menggunakan elemen terakhir yang sempurna, salah 1 elemen yang dia gambar adalah daur ulang dan dia menggunakan aliran zen buddhishme dalam mempraktekkan siklus gambar lukisan yang dia buat dan menyelaraskannya dengan


(36)

30

sebuah keharmonian kehidupan. Hashimoto menyelesaikan gambarnya dengan berupa titik-titik polkadot dan membutuhkan waktu 10 menit. dan dia menyelesaikan jutaan gambar dengan lukisan tangannya.

Selama periode Edo, 300 sampai 400 tahun lalu, Budaya layang-layang Jepang mulai menyebar ke kehidupan masyarakat. dari Generasi ke Generasi, layang-layang perlahan berubah dari mainan mewah orang dewasa menjadi mainan anak-anak. subjek gambar layang-layang biasanya lukisan kabuki atau karakter makhluk mitologi. Layang-layang-layang Jepang mencapai era keemasan pada Era Meiji ( 1868-1912 ) perang dunia II ( 1939 ).

setelah perang, budaya layang-layang jepang mengalami kemerosotan pamor karena dua alasan, pertama, Jepang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cepat dan masyarakat kota mengadopsi peradaban modern sehingga banyak bangunan baru, ruang terbuka berkurang, dan kedua, anak-anak terpapar oleh banyak pilihan mainan modern, sehingga kehilangan minat terhadap layang-layang. dengan perubahan ini, menyebabkan permintaan pada pengrajin layang-layang berkurang dalam memproduksi layang-layang.


(37)

31 .

BAB III

ANALISA FUNGSI SOSIAL DAN NILAI MORAL TAKO BAGI

MASYARAKAT JEPANG MODERN

1.1

Fungsi

Tako

Layang-layang di Jepang memiliki sejumlah fungsi sosial terhadap berbagai elemen masyarakat, meliputi keluarga, Kelompok warga, hingga menyangkut Festival dan Pertandingan, berikut penulis paparkan mengenai Fungsi sosial dan nilai moral Tako bagi masyarakat Jepang modern.

3.1.1 Keluarga

Menurut Ki Hajar Dewantara, Keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.

Ie adalah kelompok terkecil dalam masyarakat tradisional Jepang. Sistem Ie ada sejak tahun 1617 di Jepang yang disebut dengan Ie Seido. Namun setelah perang dunia ke II tahun 1946 undang-undang tentang sistem Ie dihapuskan, tapi sistem ini masih dianut sampai sekarang oleh masyarakat Jepang.

Ie di bagi menjadi dua jenis: · 直径家族 Chokkei Kazoku:

Sistem keluarga berdasarkan keturunan pria (sistem patrilinial). Yang dapat tinggal di Ie, hanya anak laki-laki pertama beserta istri dan anaknya.

Sistem Chokkei Kazoku dapat dilihat dalam Kouseki (kartu keluarga) dan batu nisan.


(38)

32

Sama seperti Chokkei Kazoku menggunakan sistem patrilinial, namun semua anak laki-laki dapat tinggal di satu Ie. Tetapi warisan (Zaisan) tetap hanya Chounan yang memiliki hak. Pemikiran Ie berasal dari ajaran konfusianisme Cina yang disebut Jukyou. Jukyou berarti berbakti kepada orang tua dari hidup sampai meninggal dengan cara menjaga kesinambungan ie, dan mengadakan matsuri untuk nenek moyang, yang dikenal dengan Bon Odori.

Keluarga di Jepang disebut “Kazoku” dalam bahasa Jepang. Hal ini pada dasarnya terdiri dari beberapa anggota keluarga seperti dalam masyarakat lainnya. Keluarga Jepang didasarkan pada garis keturunan dan adopsi Leluhur dan keturunan dihubungkan bersama oleh garis silsilah keluarga ( Keizu ), yang bukan berarti hubungan berdasarkan warisan darah belaka melainkan ikatan hubungan yang melekat berdasarkan pemeliharaan dan kelangsungan keluarga sebagai sebuah institusi. Dalam setiap periode tertentu dari sejarah keluarga, diharapkan setiap anggota keluarga dapat berkonstribusi dalam melestarikan ikatan keluarga. Yang dianggap tugas tertinggi anggota tersebut.

“ Ie “ adalah istilah jepang yang secara harafiah berarti rumah tangga. Hal ini dapat berarti rumah fisik atau mengacu pada garis keturunan keluarga. Hal ini populer digunakan untuk menyebut struktur keluarga “tradisional”. Definisi fisik yang nyata mengenai “Ie” meliputi rumah, sawah, dan kebun, serta pemakaman. Sedangkan secara simbolis meliputi keluarga, kerabat, dan sanak famili, selain itu menyangkut hubungan sosial, ekonomi dan agama yang terjadi dalam keluarga.

Ie adalah Rumah tangga patriarki dan terdiri dari Kakek-nenek, anak mereka, serta cucu. Walaupun 98 % rumah tangga di Jepang memilih laki-laki sebagai kepala rumah tangga, istri mungkin bisa dianggap sebagai kepala rumah tangga jika dia mencari penghasilan sementara suami tidak. dalam rumah tangga “tradisional” Jepang, Putra tertua mewarisi properti rumah tangga serta bertanggung jawab dalam mengurus orangtuanya dengan bertambahnya usia mereka.


(39)

33

Putra sulung juga diharapkan dapat hidup bersama dengan orang tuanya ketika mereka tumbuh dewasa. Saat ini seluruh rumah tangga di Jepang wajib mencatat informasi mereka dalam Koseki, yaitu sistem pendaftaran keluarga, yang mencatat setiap dan semua perubahan komposisi keluarga serta identitas. Koseki juga membutuhkan rumah tangga untuk menunjuk satu orang sebagai kepala rumah tangga, biasanya laki-laki. Setelah kepala keluarga dipilih, anggota lain dari rumah harus mengubah nama keluarga mereka dengan nama yang ada pada kepala keluarga, termasuk anak-anaknya.

Jepang adalah negara maju, dimana mayoritas penduduknya tinggal di Kota besar, mobilitas penduduknya sangat tinggi. Rutinitas sebuah keluarga di Jepang bermula pada pagi hari dan berakhir pada larut malam, dimana sang Ayah pulang larut malam sementara sang anak harus tidur jam 9 karena besok pagi harus ke sekolah. Hal ini menyebabkan interaksi sosial antara Ayah dan anaknya menjadi berkurang, akibatnya sang Ayah kurang mengetahui perkembangan psikologis anaknya dan sang anak menjadi haus perhatian sang Ayah.

Beberapa momen festival menjadi media bagi orangtua dan anaknya untuk menjalin keakraban setelah kesibukan sehari-hari. Selain itu festival menjadi ajang silahturahmi terhadap kakek nenek maupun tetangga sekitar yang selama ini jarang bertegur sapa. Diantara festival di Jepang, salah satu yang memiliki partisipan yang sangat tinggi adalah festival layang-layang atau Tako matsuri ( 凧祭 ).

Keluarga merupakan tempat pertama bagi sang anak dalam mendapatkan perannya ditengah-tengah lingkungan bermasyarakat. Lewat keluarga, anak mendapatkan mendapatkan pelajaran dasar tentang etika, menyayangi sesama hingga bagaimana cara hidup mandiri dalam mengurus diri sehari-hari. Tako memiliki sejumlah peranan penting terhadap keluarga Jepang, diantaranya ;


(40)

34

Pembuatan layang-layang adalah tradisi keluarga yang diwariskan dari ayah ke anak sulung. Di zaman dulu ada hampir tidak ada alternatif selain menurunkan hal ini kepada anak sulung. Dalam keluarga yang merintis pembuatan layang-layang raksasa, Jika anak tidak melanjutkan jejak ayahnya yang cukup langka, atau jika tidak memiliki anak, hal itu biasa dan cukup dapat diterima bagi keluarga untuk mengadopsi seorang anak.

Keterampilan khusus yang diperlukan untuk seni unik Jepang ini sering dipelihara berdasarkan praktek adopsi. Dihadapkan dengan kebutuhan adopsi, keluarga berusaha keras untuk menemukan orang muda yang menunjukkan bakat menjanjikan untuk profesi sebagai pembuat layang-layang raksasa dan akan diapresiasi.

Sementara itu, bagi keluarga jepang pada umumnya, perayaan festival layang-layang ini adalah salah satu momen dimana sang Ayah dapat lebih mengakrabkan diri dengan anaknya, khususnya terhadap anak laki-lakinya. Khususnya sebelum hari H dimana mereka sibuk merancang layang-layang yang kokoh dan tahan lama terbang di angkasa. Dalam membuat layang-layang bersama ini, sang Ayah yang notabene kesehariannya dihabiskan di kantor dan sang anak yang jarang sekali bisa terlibat obrolan dan keintiman dengan ayahnya, menjadi lebih akrab dan terjalinlah komunikasi yang baik diantara keduanya. Hal ini sangat penting mengingat seorang anak sangat membutuhkan sosok Ayah dalam kehidupannya, karena sebagai lelaki seorang ayah memilik peran mengajarkan sikap bijaksana, mandiri, teguh, dan tanggung jawab serta seorang Ayah biasanya memiliki jiwa seni yang lebih tinggi daripada pihak ibu.

2. Menumbuhkan Kreativitas Anak

Melalui perayaan Tako, Seorang anak belajar tentang bagaimana menciptakan layang-layang yang kokoh dan dapat terbang dengan baik. Hal ini dicapai dengan penuh ketelitian,


(41)

35

kesabaran, serta kreativitas sang anak yang terlatih dari kegagalan demi kegagalan dalam menciptakan Tako. Melalui permainan tradisional Tako, anak-anak jepang mendapatkan asupan pengetahuan dalam mengembangkan kreativitasnya, sesuatu yang sulit didapat dari permainan modern seperti video game, playstation, serta media permainan modern berbasis media elektronik seperti ipad dan smartphone.

3. Mengembangkan kecerdasan natural Anak

Banyak alat-alat permainan Tako yang dibuat dari tumbuhan, seperti bambu, benang, kertas washi, cat minyak, dan unsur alam lainnya, selain itu permainan tako diadakan di alam terbuka sehingga banyak objek alam yang bisa disaksikan dan dipelajari. Seperti persawahan, sungai, dan taman, sehingga Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu dengan alam dan secara tidak langsung menumbuhkan motivasi baginya untuk mencintai lingkungan dan melestarikannya.

4. Mengembangkan kecerdasan kinestetik Anak

Pada umumnya, permainan tradisional mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Hal ini juga dapat ditemukan pada permainan Tako.

5. Keharmonisan dalam keluarga

Permainan Tradisional Tako yang diadakan di lapangan terbuka, melibatkan hampir semua anggota keluarga, biasanya Ayah dan anak laki-lakinya menjadi penerbang Tako, sementara Ibu dan anak perempuan menyiapkan perbekalan makan siang, dan Kakek nenek membantu sang Ibu dan cucunya atau bisa juga sesekali turut bermain menerbangkan Tako, momen inilah yang menciptakan harmonisasi dalam sebuah keluarga di Jepang, mengingat Ayah selama ini sibuk menghabiskan waktu seminggu di kantor, atau bahkan Ibu turut pula


(42)

36

bekerja part-time, sementara sang anak sibuk dengan kegiatan ekstrakulikulernya di Sekolah, dan Kakek maupun nenek jarang bisa bercengkerama dengan anak cucu mereka karena ada yang tinggal berbeda rumah dan berbeda kota, sehingga dengan momen permainan Tako yang difestivalkan ini, hubungan interaksi antar anggota keluarga menjadi erat dan terciptalah harmonisasi dan kerukunan dalam keluarga tersebut, sehingga meningkatkan kualitas kasih sayang antar keluarga, dan hal ini mengurangi tingkat stress tiap anggota keluarga, sehingga secara tidak langsung mengurangi angka bunuh diri karena kurangnya perhatian dan kasih sayang keluarga.

2.1.4 Kelompok

Kelompok adalah kumpulan manusia yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat.

Kelompok juga dapat memengaruhi perilaku para anggotanya.

Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri manusia yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam membentuk kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan dan pengaruh psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu:

1. Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya 2. Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya

Festival Layang-layang yang diselenggarakan pada bulan mei di Jepang tidak hanya melibatkan keluarga tetapi juga antar warga bahu-membahu dalam mensukseskan acara tahunan ini. Beberapa fungsi sosial Tako dalam kelompok masyarakat diantaranya ;


(43)

37

Festival Tako diadakan pada bulan mei bertepatan pada musim panas, jauh-jauh hari biasanya para warga telah menyiapkan acara ini, melalui acara interaksi sosial antar warga semakin erat, terjadi komunikasi yang erat antar warga. Festival Layang-layang ini juga dimanfaatkan oleh para warga Jepang untuk bersilahturahmi dengan tetangga sekitar rumahnya, mengingat warga Jepang yang umumnya berprofesi sebagai salaryman tidak memiliki waktu yang cukup untuk bertegur sapa dengan tetangganya.

2. Ajang Reuni teman lama

Selain itu acara festival ini juga sering dimanfaatkan warga untuk bertemu dan reuni dengan teman semasa sekolah. Anak-anak usia sekolah juga memanfaatkan momen ini untuk berkumpul dengan teman sebayanya. Dan Pihak Ayah biasanya mengadakan reuni dengan teman-teman semasa remajanya yang kini sudah berkeluarga, Sementara kaum lansia mengadakan reuni antar lansia dan pensiunan veteran. Sehingga terciptalah hubungan komunikasi yang intens antar sahabat sehingga secara tidak langsung membuat seorang individu menjadi termotivasi dalam menjalani hidup, sehingga tingkat stress yang kerap melanda warga jepang, perlahan memudar berkat keakraban yang terjalin selama festival tako diadakan.

2.1.4 Festival

Layang-layang tidak pernah berdiri sendiri di Jepang, tapi selalu diasosiasikan dengan festival, liburan, dan perayaan khusus lainnya. Sebelum kedatangan ajaran Budha pada abad ke enam, fitur utama dari agama jepang asli adalah penyembahan terhadap kekuatan misterius yang diyakini memerintah alam. Pada kesempatan yang sama orang-orang yang yang ditawarkan ritual untuk dewa-dewa alam, berdoa untuk membersihkan jiwa dan memohon tanaman panen yang berlimpah. Seiring berjalannya waktu, ini menjadi suatu momentum untuk mengadakan festival pada musim gugur dan musim semi. Hingga akhir abad ke 17 Festival


(44)

38

layang-layang masih menjadi festival keagamaan, dan kini menjadi festival tahunan untuk merayakan keberhasilan panen dan pariwisata serta pemersatu paguyuban warga kota.

Festival Tako diadakan pada minggu keempat pada bulan mei setiap tahunnya. Festival Tako diadakan hampir di semua prefektur di Jepang seperti Prefektur Shiga, Prefektur Tokushima, Prefektur Saitama, Prefektur Niigata, dan Prefektur Kanagawa.

Festival Tako yang terbesar diadakan di kota Sagamihara, Prefektur Kanagawa. Festival ini biasa dikenal dengan sebutan 相模 大戸湖 “Sagami-no-Oodako”, ciri khasnya adalah layang-layang yang dimainkan dan dipertandingkan berukuran raksasa dan festival ini diprakarsai oleh Himpunan Asosiasi pelestarian Layang-layang Shindo, Kamiisobe, Simoisobe, dan Katsusaka yang terletak ditengah-tengah prefektur Kanagawa. Acara tahunan ini biasanya diadakan di pinggir sungai Kanagawa.

Menurut Sejarah dikatakan bahwa Layang-layang raksasa Sagami dimulai selama periode Tenpou ( Sekitar tahun 1830 M ) pada era Edo. Layang-layang menjadi lebih besar dari waktu ke waktu sampai mencapai ukuran yang sekarang. Awalnya layang-layang diterbangkan oleh seseorang untuk merayakan kelahiran anaknya. Seiring waktu tradisi ini diperluas ke daerah lain dan alasan untuk terbang mereka juga berubah. Layang-layang akhirnya diterbangkan sebagai bentuk doa untuk membantu memastikan panen yang lebih baik. Mereka diterbangkan kebanyakan oleh orang-orang berusia muda dari masyarakat. Selama era Showa, asosiasi empat pemuda di Shindo, Kamiisobe, Simoisobe dan daerah Katsusaka mulai membangun dan terbang layang-layang yang sangat besar di empat kabupaten yang berbeda hampir setiap tahun.

Pada Tahun 1991, Asosiasi Pelestarian Layang-layang raksasa dimulai di empat kabupaten. The Sagami Giant Kites, yang merupakan induk organisasi pelestarian layang-layang didirikan tahun 1994. Sejak saat itu asosiasi ini menjadi asosiasi layang-layang terbesar di Jepang. Karakter China yang ditulis pada kertas layang-layang raksasa Sagami disebut “Judul”.


(45)

39

Karakter tulisan pada layang-layang ini mewujudkan harapan, impian dan perasaan bangga masyarakat. Festival Layang-layang Sagami telah menjadi tradisi kebanggaan masyarakat setempat selama bertahun-tahun. Sejak tahun 1996 masyarakat diberi kesempatan untuk memberikan suara pada karakter gambar atau judul yang mereka inginkan pada layang-layang setiap tahun. Sejak akhir perang dunia ke II, karakter seperti “Kaze-Angin” atau “Hikari -Cahaya” sering digunakan. Judul untuk layang-layang tahun 2015 adalah 隼風(Haya

Kaze-Angin Falcon ). Setiap tahun Festival layang-layang raksasa Sagami diadakan di empat daerah yang berbeda dari tanggal 4-5 mei. Rincian acara dapat ditemukan di majalah wisata Kota Sagamihara dan di brosur festival yang didistribusikan di sekitar Kota, serta di website pariwisata kota Sagamihara.

Selain Festival di Kota Sagamihara prefektur Kanagawa, Festival layang-layang lainnya yang terkenal adalah Festival Hamamatsu di Shizuoka. Festival Hamamatsu diadakan selama 3 hari dari tanggal 3-5 mei. Festival ini diadakan untuk merayakan putra sulung ( Hatsuko ). Dalam beberapa tahun terakhir, juga sering dibuat untuk merayakan kelahiran anak kedua atau anak perempuan. Biasanya untuk perayaan ulangtahun disngkat “Hatsu”.

Layang-layang ( Tako ) Jepang biasanya diadakan pada hari minggu keempat pada bulan mei setiap tahun. Festival ini serentak diadakan di hampir seluruh prefektur di Jepang seperti prefektur Niigata, hamamatsu, shizuoka, nagasaki. Para warga kota besar seperti Tokyo dan Osaka biasanya ikut memeriahkan festival layang-layang tersebut, dengan menyempatkan akhir pekan di akhir mei untuk mengunjungi salah satu kota yang mengadakan festival tersebut. Hal ini membuat keakraban keluarga menjadi terjalin kembali, mengingat rutinitas sang Ayah maupun ibu sangat sibuk di kantor, selain itu sang anak juga sibuk dengan kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, dan dengan mengikuti festival ini juga menjadi kesempatan bagi pihak keluarga di kota untuk mengunjungi kakek-nenek mereka yang berada di kampung halaman. Pada dasarnya Festival layang-layang Layang-layang hamamatsu juga awalnya


(46)

40

diterbangkan untuk perayaan kelahiran putra sulung keluarga, dan keluarga saling berebut untuk menerbangkan layang-layang dengan bentuk paling spektakuler. Siang harinya diadakan pertandingan antar layang-layang, kemudian pada malam harinya diadakan pawai di jalanan kota sambil memanggul miniatur istana atau kuil. Namun walaupun secara resmi disebut fetival tapi tidak menyangkut festival kuil tertentu. Namun ibadah dan doa keselamatan tetap diadakan di salah satu kul lokal. ada juga ritual menghias lentera. Dan dalam beberapa tahun terakhir, jumlah partisipan festival ini telah mencapai 1-1,5 juta warga, meliputi warga prefektur shizuoka dan warga kota lain seperti tokyo dan osaka.

1.1.5 Pertandingan

Festival layang-layang jepang menggabungkan ucapan selamat dan ungkapan syukur atas keberhasilan panen, belum berkembang menjadi aktivitas lain seperti pertempuran layang-layang. Meskipun adu layang-layang telah populer di China dan korea namun bangsa jepang tidak segera mempraktekkan adu tersebut, namun segera kompetisi adu layang-layang diadakan. Pertandingan layang-layang dapat membuat orang jepang merasa kehilangan muka seandainya dirinya kalah, karena bangsa jepang menganut budaya rasa malu. Oleh karena itu banyak diantara peserta yang memilih untuk menurunkan layang-layang miliknya daripada disenggol layang-layang tetangganya. Disisi lain, pertandingan layang-layang tidak pernah mendapatkan popularitas yang luas di Jepang, tapi antusiasme peserta tidak mengenal batas. Terkadang sebagai formalitas dari masyarakat dan karena kerasnya kondisi masyarakat pedesaan, kompetisi tetap dibutuhkan. Disisi lain, Masyarakat Jepang yang menganut budaya rasa malu biasanya enggan untuk bertanding karena takut menyinggung perasaan lawan mainnya, selain itu mereka akan merasa malu bila kalah telak dari lawan mainnya, namun tak jarang pertandingan tetap terjadi hanya sebagai formalitas dan jarang ada obsesi untuk menjadi pemenang, hanya sekedar ajang pelepas stress. Namun ada pula warga Jepang yang memang berniat bertanding, biasanya diikuti oleh pola agresif oleh pesertanya. Umumnya layang-layang


(47)

41

bermanuver dan dilapisi bubuk kaca, pasir tajam atau tanah tembikar, bahkan pisau dengan tujuan memotong benang layang-layang lawan.Pada titik ini layang-layang yang kalah melayang jauh bebas, sedangkan pemenang menyatakan dirinya takkan terkalahkan dan menantang semua penonton. Di Jepang, pemain layang-layang nagasaki adalah yang paling terkenal dari semua jenis kompetisi. Layang-layang masuk ke nagasaki pada awal abad ke 17.

Nagasaki merupakan salah satu prefektur di Jepang yang masih mempertimbangkan layang-layang tetap terbang sendirian di langit sebagai undangan untuk bertanding dengan pemain lain. Adat istiadat, kesenangan, atau mencapai kemenangan, sebenarnya untuk menjaga dan melestarikan layang-layang agar tetap hidup walau tidak terdokumentasikan di wilayah lain. Meskipun layang-layang secara tradisional diasosiasikan dengan permainan anak laki-laki, namun anak-anak perempuan sekarang juga dapat menerbangkan layang-layang. Pada festival layang-layang raksasa, para anak perempuan juga dapat membantu untuk menerbangkan layang tersebut. Hal ini terjadi di prefektur Niigata, dimana semua gender dapat berpartisipasi. Namun tidak di Prefektur Hamamatsu, dimana layang-layang sangat terorganisir dan identik sebagai olahraga pria.

Sungai urakami melintasi Kota Nagasaki. Setengah bagian sungai tersebut bermuara ke laut China timur, dan menjadikan Nagasaki sebagai kota pelabuhan, yang mana pusat kotanya berpusat di timur daya mengikuti aliran sungai Nakajima. Sepanjang sungai Nakajima terdapat pusat bisnis dan pusat perbelanjaan. Antara bulan maret dan mei seratusan layang-layang nagasaki terbang tinggi melewati gunung Inasa, melintasi pelabuhan dan sungai urakami serta sungai nakajima dan melewati sepanjang distrik perbelanjaan. Ini merupakan perpaduan dan kolaborasi antara layang-layang asli Nagasaki yang disebut Hata dan dipersandingkan dengan layang-layang luar negeri. Hata artinya bendera. Warna layang-layang Hata adalah merah, putih, dan biru tua, warna bendera Belanda ( Plate 54-56 ). Kadang-kadang selama awal abad ke 17, salah satu layang-layang bermotif bendera belanda dipertandingkan dengan layang-layang


(48)

42

tradisional bermotif tokoh kabuki, dan struktur kerangka serta bentuk keduanya kini menjadi identitas dari Layang-layang Hata yang dimodifikasi dari layang-layang Belanda dan memiliki unsur seni berupa motif tokoh Kabuki atau hewan mitologi. Dan pada dasarnya Layang-layang Jepang memiliki kesamaan desain dengan layang-layang Belanda dan India, hal ini terjadi karena akulturasi budaya yang dibawa oleh para misionaris dan para pedagang Belanda dan India yang singgah di Nagasaki dan menyebar ke seantero Jepang.

Struktur tulang layang-layang Hata pada dasarnya mengikuti potongan layang-layang India : dimana memiliki dua buah tongkat kendali tapi potongannya memungkinkan Kita mengendalikan layang-layang tersebut secara seimbang. Kertas lembaran Layang-layang India hari ini, sama dengan desain 300 tahun yang lalu, umumnya memiliki sudut potong yang ekstrem dan ramping seperti kertas tisu. Selain itu modelnya mengikuti desain bendera Belanda, menggunakan kertas yang dipotong secara manual menggunakan tangan. Jadi dapat dikatakan bahwasannya Orang Jepang mengkopi Layang-layang India, namun mereka menggunakan kertas minyak ( Washi ) yang lebih kuat. Walaupun secara faktanya diadaptasi dari India, namun dapat dikatakan bahwa pakar sejarah Kota Nagasaki tidak dapat menyimpulkan secara pasti alasan orang Jepang mengadaptasi layang-layang dari Hindia Belanda maupun India. Yang lebih mengejutkan, surat kabar mencatat bahwa seorang pria bernama Inoue bisa terbang hata sebuah arah angin meskipun layang-layang biasanya diterbangkan melawan angin. Dalam layang-layang: survei sejarah, Clive hart, dekan sejarawan layang-layang Barat, menulis bahwa "layang-layang nagasaki mungkin adalah layang-layang pertempuran terbaik yang pernah dirancang".

Layang-layang nagasaki umumnya memiliki panjang enam kaki, dua tali kekang melekat pada tulang vertikal. Pada ujung kekang terdapat pengait yang menopang dua puluh kaki dari garis yang telah dilapisi dengan pasta kaca. Jalur utama kemudian diikat kasar. Layang-layang akan saling bertarung satu sama lain setelah mencapai ketinggian terbang 300-500 meter. Mereka


(49)

43

akan saling bermanuver dan berusaha untuk saling memotong satu sama lain. Saling menyerang dan para pemain akan berusaha manuver keluar dari bahaya dan jika memungkinkan akan menyerang balik.

Festival ini biasanya diadakan pada hari minggu pada bulan Maret, April atau Mei, dimana kerumunan besar masyarakat akan berkumpul di lapangan dekat kaki gunung hampir di setiap kota penyelenggara. Tohakkei dan Inasa adalah salah satu Gunung yang paling populer. Untuk mencapai Tohakkei, berjalan 20 menit dari pusat kota, dimana laut Ariake dan Gunung Unzen terlihat di timur, dan pelabuhan terlihat dari arah barat. Inasa, menghadap ke pelabuhan dan memiliki sudut pandang pemandangan kota nagasaki dan di arah barat terdapat pemandangan kepulauan Goto.

Pada pagi hari Festival layang-layang yang diselenggarakan pada bulan April tanggal 29 setiap tahunnya untuk memperingati ulangtahun Kaisar, pelabuhan nagasaki biasanya dipenuhi dengan kapal-kapal nelayan otomotif bersama dengan formasi yang longgar, dan terdapat pula speedboat balapan, sementara di puncak gunung, keluarga, penjual layang-layang, minuman dan makanan duduk dibawah payung atau lembaran tikar sembari berlindung dari sinar matahari ( plate 30 )

Para penonton duduk di karpet atau tikar bulu yang diletakkan ditanah. Anak kecil dipangku dengan nyaman di kaki Ibu Mereka atau saudara yang lebih tua, dan bersandar pada bantal belundru khas Jepang. Minuman ringan berjejer rapi untuk menemani O-Bento ( Piknik makan siang), dan sake serta bir juga tersedia. Keluarga para “pemain” dan teman-temannya berkerumun di sekitar mereka, berteriak dan bertepuk tangan dengan antusias, sementara anak laki-laki berjalan melalui kerumunan menjadi penjaga dan pegintai yang waspada seandainya ada layang-layang jatuh. Layang-layang jatuh menjadi milik orang pertama yang berhasil menangkapnya. Dengan memotong tali layang-layang, diiringi dengan teriakan sukses


(50)

44

“ Katsuro! “ ( memotong ), dan sebagai layang-layang bebas tanpa pemilik, perlombaan kembali dimulai untuk mengklaim kepemilikan tersebut.

Pada tanggal 10 bulan April ketika Festival Hata diadakan setiap tahunnya, terdapat audisi untuk mengumpulkan para pemain layang-layang tangguh, berdasarkan usia peserta. Kontes biasanya berlangsung selama dua jam dan memiliki aturan sederhana, yakni diperbolehkan untuk menggunakan 2 layang-layang. Dengan ketentuan akhir dimana kekalahan awal tidak akan menempatkan kontestan segera keluar dari kompetisi. Kontes ini biasanya dimenangkan oleh sejumlah kontestan hanya dalam waktu periode dua jam. Biasanya pemenang akan membawa turun satu layang-layang setiap 9 menit, untuk total tiga belas layang-layang, jadi mereka ada juga yang berbentuk grup dan terbangnya membentuk formasi. Hadiahnya adalah Piala berbentuk model layang-layang berlapis perak dari sebuah kapal layar Belanda, disajikan dengan upacara besar oleh seorang Gadis muda Jepang memakai kostum Belanda dan kemudian Walikota dan pejabat setempat datang memberikan hadiah. Biasanya pemenang kompetisi ini adalah olahragawan layang-layang dewasa yang telah berpengalaman menerbangkan layang-layang sejak kecil, anak-anak turut bersaing juga, tapi penampilan mereka dibayangi oleh orang dewasa yang terampil.

Di Zaman dahulu kontes mungkin dilakukan sebanyak mereka lakukan hari ini, teknik memotong dan aturan untuk mengklaim layang-layang jatuh, meskipun tidak ada musim yang tetap untuk pertempuran layang-layang, namun juga pengibaran layang-layang tetap menjadi Festival. Sebaliknya, para penggemar layang-layang menantang satu sama lain dan menetapkan tanggal mereka sendiri untuk berperang satu sama lain. Teman dan Kerabat membuat persiapan piknik dan semua orang naik ke Gunung membawa labu besar, sake, tikar jerami, dan bento. Mereka juga membawa drum lalu menari dan bernyanyi. Bahkan terdapat Geisha yang siap untuk disewa untuk menemani acara minum teh.


(51)

45

Seringkali kegembiraan atas pertempuran di langit dan kepentingan oleh penonton membuat terjadinya perkelahian penuh semangat di darat juga, ketika antusiasme untuk layang-layang mulai membesar dan menimbulkan sikap arogan dan ambisi yang tinggi untuk menang, dan terjadilah perkelahian fisik dan perusakan properti oleh para penonton dan peserta fanatik. Pemerintah Jepang juga prihatin dengan ketidaktertarikan dalam pekerjaan yang tampaknya ditimbulkan oleh terlalu banyaknya warga Jepang yang meminta cuti bekerja untuk meluangkan waktu bertanding layang-layang dan namun ini hanya membawa pengaruh kecil terhadap roda ekonomi di kota Nagasaki.

Sementara di Kota Nakatajima dan Hamamatsu, Sebelum hari H Festival Nakatajima tiba, layang-layang telah terbang di berbagai lokasi, mulai dari pelataran kuil, pinggiran sungai shinkawa, atau di pekarangan rumah masyarakat. pria muda yang biasanya menerbangkan layang-layang adalah putra pertama dan seringkali Dia menerbangkannya sejak balita. Hal ini berlangsung bertahun-tahun selama perayaan Hari anak laki-laki, dan ini populer hampir diseluruh distrik di Jepang. Rekaman sejarah zaman Edo mencatat bahwa di Hamamatsu, layang-layang telah mengudara selama lebih dari 400 tahun lamanya, dan pada tahun 1558, pada perayaan ulangtahun Pangeran Yoshishiro, putra pertama kekaisaran Hikuma, yang diberi gelar Sabashi Jingoro, terjadi evolusi dalam struktur organisasi pertandingan layang-layang, dari awal mulai dari rentetan lomba informal hingga menjadi pertandingan layang-layang yang difestivalkan dan lebih terorganisir, dan diberi penghargaan serta apresiasi tinggi pihak kaisar. Tadao Saito, yang telah banyak menulis tentang layang-layang Jepang, menyatakan bahwa layang-layang berwarna dari Jepang ; “ aturan ketat yang mengatur pertandingan layang-layang Hata adalah pecundang ( tidak berani bertaruh ) harus menanggung dendam. Perasaan sakit hati karena kalah sebaiknya tidak harus dipendam berhari-hari lamanya; sebaliknya, pertempuran


(52)

46

seharusnya menjadikan ini sebagai awal dari persahabatan antar pemain. Sikap pertempuran haus darah kontras dengan rasa ketenangan khas warga bagian selatan Jepang.

Layang-layang hata juga diterbangkan pada kesempatan khusus, seperti ketika Pejabat mengunjungi Nagasaki. Mantan Presiden Amerika Serikat, Ulysses S.Grant mengunjungi Jepang pada tahun 1879 dan menyaksikan Tako Hata dari sebuah kapal yang berlabuh di Pelabuhan Oura. Pada Tahun 1890. Ketika kapal milik kekaisaran meiji mengunjungi Nagasaki, Dia mengirim kabar darat bahwa Dia ingin menikmati Layang-layang Hata, Selebaran menemukan tempar-tempat darimana mereka bisa menerbangkan layang-layang Mereka dan dapat disaksikan oleh Kapal Kaisar, dan segera layang-layang warga mengangkasa, termasuk beberapa diterbangkan oleh pelaut dan anak buah kapal ( ABK ) dari geladak kapal. Seshici Obitana, salah satu selebaran lokal pada hari itu, mencatat disalah satu kolom hariannya ( ditulis oleh Kurasuke Watanabe ) dalam apa yang disebut sebagai peristiwa bersejarah bagi Dia dan Kota Nagasaki. Karena masyarakat Jepang hidup dalam lingkungan alam berupa kepulauan dan pegunungan yang masing-masing menunjukkan kekuatan di satu pihak, dan juga keindahan di lain pihak, maka rakyat Jepang dibawa kepada keharusan untuk memperhatikan harmoni kehidupan. Selain itu Masyarakat Jepang yang menganut paham kepercayaan terhadap dewa-dewa dan hewan mitologi, menerapkan simbol-simbol tersebut kedalam berbagai unsur mulai dari perabotan rumah, desain ruangan, hingga pada gambar di lembaran tako atau layang-layang. Gambar sosok dewa dan hewan mitologi pada lembaran layang-layang merupakan bentuk lambang ungkapan syukur dan harapan petani atas hasil panen yang berlimpah, disisi lain harapan agar anak laki-lakinya dapat tumbuh mandiri dan sukses di kemudian hari.

Bagi masyarakat Jepang yang penting adalah konsep Wabi-Sabi dari Zen Budddhisme. Konsep estetika Jepang yang berpusat pada penerimaan akan ketidak kekalan dan ketidak sempurnaan sebagai sifat kehidupan. Maksudnya bahwa hidup itu tidak kekal, selalu berubah dan harus diterima. Dalam paham ini, keindahan sering dianggap berisfat “tidak sempurna,


(53)

47

tidak kekal, dan tidak komplit”. Konsep Wabi-Sabi ini berkembang dari ajaran Zen Buddhisme, mengenal 3 ciri khas kehidupan, yaitu ketidak kekalan, penderitaan dan kekosongan atau kehampaan atas diri kita yang sejatinya. Filosofi ini dapat ditemui pada permainan tradisional tako, yaitu ketika Pemain mengalami kekalahan dimana Layang-layangnya putus dan jatuh bahkan hilang dari pandangan, disitulah sejatinya Kita harus menerima kekalahan, dan menyadari bahwa tidak ada yang kekal, tidak ada yang sempurna dan harus diterima, hal inilah yang dijadikan landasan oleh pemain layang-layang di Jepang, berbeda dengan di Indonesia dimana permainan layang-layang malah menjadi ajang taruhan dan berujung pada pertengkaran antar pemain.


(54)

48

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Dari uraian yang telah disebutkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Layang-layang Jepang pertama kali masuk ke Jepang pada abad ke 16 M, lewat kota Nagasaki yang merupakan kota pelabuhan. Layang-layang ini dibawa oleh misionaris dan pedagang portugis serta belanda, selain itu diperkenalkan pula oleh para perantau Jepang yang merantau ke China.

2. Layang-layang Jepang terbuat dari kertas Washi dan kerangkanya terbuat dari bambu yang dikeringkan selama 2 tahun, pada zaman Edo, Layang-layang hanya bisa dimainkan oleh kalangan Bangsawan karena harga kertas Washi terbilang mahal saat itu.

3. Layang-layang Jepang biasanya dikaitkan dengan perayaan maupun Festival, dan biasanya diadakan pada bulan mei bertepatan dengan musim panas dan masa panen petani. Festival Layang-layang ( Tako ) diadakan di hampir seluruh prefektur di Jepang, diadakan di Lapangan terbuka di pinggiran sungai.

4. Layang-layang Jepang umumnya memiliki ukuran lebih besar dibanding layang-layang negara lain, berukuran 4 x 6 meter bahkan 8 x 12 meter dengan gambar kabuki maupun hewan mitologi seperti Naga maupun Kappa. Dibutuhkan 3 sampai 20 orang untuk menerbangkan sebuah layang-layang raksasa.


(55)

49

5. Layang-layang di Jepang merupakan media untuk merekatkan hubungan komunikasi dan emosi antara Ayah dan anak laki-lakinya. Selain itu membangun kekompakan antar tetangga, sehingga Festival Tako ini secara tidak langsung membentuk harmonisasi dalam masyarakat Jepang.

4.2 Saran

Jepang merupakan negara termaju di kawasan Asia timur, kemajuan di bidang Teknologi, Informasi, Sosial dan Ekonomi membuat Negara ini menjadi negara yang patut diperhitungkan oleh negara lain. Jepang juga merupakan produsen games berbasis komputer nomor 1 di Dunia, akan tetapi, Jepang memiliki segudang permainan tradisional yang tetap eksis hingga saat ini, diantaranya permainan Tako atau layang, Permainan Layang-layang di Jepang kerap diasosiasikan dengan Festival, namun kerap pula dimainkan bukan hanya saat Festival. Umumnya Layang-layang Jepang berukuran raksasa dan bermotif wajah kabuki atau potret hewan mitologi asia seperti Kappa atau Naga.

Melalui Skripsi ini Penulis berharap Masyarakat Indonesia dapat lebih mengapresiasi permainan tradisional Kita yang jauh lebih beranekaragam dibanding negara lain. Berikut sejumlah langkah yang dapat dilakukan dalam melestarikan permainan tradisional layang-layang maupun permainan tradisional lain di Negara kita ;

1. Menjadikan permainan Tradisional sebagai salah satu pelajaran di Sekolah mulai dari Taman kanak-kanak, sehingga sejak dini anak Indonesia telah mengenal permainan tradisionalnya, sehingga tertanam dibenaknya bahwa permainan Tradisional jauh lebih mengasyikkan dibanding permainan games komputer atau playstation.

2. Pihak Stasiun Televisi sebaiknya menayangkan acara anak-anak yang memuat tentang asyiknya bermain permainan tradisional, sehingga penonton anak-anak tertarik untuk melakukannya dengan teman sebayanya.


(1)

59

Layang-layang di Jepang tidak hanya berfungsi sebagai permainan tradisional, tapi merupakan media dalam merekatkan hubungan antara orangtua dan anaknya,

日本 凧 伝統的 ー 機能 親 子 間 関

Karena orangtua Jepang umumnya selalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, sementara anak-anaknya sibuk dengan ekstrakulikuler di sekolah, sehingga hubungan antara anak-dengan orangtuanya berkurang,

日本人 両親 一般 的 事務所 仕 事 持 子供 課外 学校 忙

親 子供 関係 小さ

sehingga terkadang menimbulkan konflik. Anak menjadi terabaikan, dan orangtua merasa kurang dekat dengan anaknya,

時 立 う 子供 無 視 両親 息子

身近

Melalui festival tako ini, anak dan orangtua di Jepang menjadi lebih akrab dan terjalinlah harmonisasi dalam keluarga,


(2)

60

凧際 通 日 本 子供 親 身近 家族 中 調和

増加 う

Festival tako melibatkan hampir seluruh elemen masyarakat, Dalam pelaksanaannya memerlukan persiapan 1 tahun sebelumnya.

凧 祭 社 会 要素 含 準備 一 中 必 要


(3)

51 LAMPIRAN

Sebuah Layang-layang raksasa pada Hammamatsu tako festival di prefektur Shizuoka, diperlukan tenaga 35-50 orang pria dewasa untuk menerbangkannya.

Layang-layang dengan motif wajah salah satu aktor Kabuki.


(4)

52

Layang-layang dengan motif Kintaro, salah satu tokoh dalam cerita Legenda rakyat Jepang.

Layang-layang dengan motif wajah Suruga, salah satu Tokoh dewa dalam drama Kabuki.


(5)

53

Tako berbentuk Tokek, salah satu hewan

keberuntungan di Jepang

Salah satu Tako berkarakter dewa Jepang karya Teizo Hashimoto


(6)

54

Layang-layang bermotif tokoh drama pewayangan Kabuki