Pedoman Penerapan Ergonomi Bagi Petugas Puskesmas
N
10
セ@
'8
10 H
PI
z =
c.a
=:E
セ@
C't
C
..... C't
=
コセ@
CC'-t
i!
]
セ@
...... C
.a. .....
.. =
Zc.ll
z
セ@
Cc.&I
:IE:;
=
.. =
1.1.1
".
-= =
C
.....
:III:: z
z
C
t
e
C
セ@
.....
=
.....
;§
......
C'' ,.......
セ@
......
:III:: ::.II =t
z =t
.....
C'I..I
:=
=
t-
!....
=
ca..
= =
C
-= .....
......
t
=
613. 62
Ind
p
EDOMAN PENERAPANERGONOMI
BAGI PEIUGAS PUSKES,MAS
KATALOG DALAM T ERBITAN, DEPARTEMEN KESEHATAN RI
6 13.62
Ind
Indonesia. Departemen Kesehatan.
p
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Pedoman penerapan ergonomi bagi petugas puskesmas.
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007.
I. Judul
1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
セ@
ZsQッェセN
. I?-b-. セjN@
I ; ,.....
DIREKTDRAT DINA KESEHATAN-KE
DEPARTEMENKESEHATAN 81
2007
..
If.. .....
613. 62
Ind
p
EDOMAN PENERAPANERGONOMI
BAGI PEIUGAS PUSKES,MAS
KATALOG DALAM T ERBITAN, DEPARTEMEN KESEHATAN RI
6 13.62
Ind
Indonesia. Departemen Kesehatan.
p
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Pedoman penerapan ergonomi bagi petugas puskesmas.
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007.
I. Judul
1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
セ@
ZsQッェセN
. I?-b-. セjN@
I ; ,.....
DIREKTDRAT DINA KESEHATAN-KE
DEPARTEMENKESEHATAN 81
2007
..
If.. .....
KAlA PENGANlAR
Upaya kesehatan kerja mempunyai peran penting dalam membangun
sumber daya manusia yang sehat, handal dall mampu bersaing untuk
meningkatkan produktivitas. Sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan
kerja. Keberadaan Puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan dan
sebagian kelurahan di seluruh Indonesia mempunyai posisi strategis dalam
meningkatkan derajat kesehatan pekerja di wilayah kerjanya.
Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas Puskesmas untuk dapat
mengelola dengan baik program kesehatan kerja, khususnya penerapan
ergonomi di wilayah kerja Puskesmas, sesuai dengan prinsip-prinsip
penerapan ergonomi praktis.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada para
penyusun pedoman ini yang berasal dari Pakar Kesehatan Kerja, Staf
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten, BKKM dan Lintas Program yang
terkait di Departemen Kesehatan.
Sebagai langkah awal, pedoman ini tentu saja masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kepada berbagai kalangan baik pengguna maupun
peminat, kami harapkan berbagai saran perbaikan untuk penyempurnaan
pedoman inL
613.62
Ind
p
Katalog Dalam Terbitan, Departemen Kesellatan RI.
Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarak:l!.
Pedoman Penerapan Ergonomi Bagi Petugas Puskesmas. -- Jakarta :
Departemen Kesehatan, 2007.
Jakarta,
2007
Direktur Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan RI,
-
I. Judul 1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
,j
Dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
NIP. 140 159 092
I!
KAlA PENGANlAR
Upaya kesehatan kerja mempunyai peran penting dalam membangun
sumber daya manusia yang sehat, handal dall mampu bersaing untuk
meningkatkan produktivitas. Sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan
kerja. Keberadaan Puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan dan
sebagian kelurahan di seluruh Indonesia mempunyai posisi strategis dalam
meningkatkan derajat kesehatan pekerja di wilayah kerjanya.
Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas Puskesmas untuk dapat
mengelola dengan baik program kesehatan kerja, khususnya penerapan
ergonomi di wilayah kerja Puskesmas, sesuai dengan prinsip-prinsip
penerapan ergonomi praktis.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada para
penyusun pedoman ini yang berasal dari Pakar Kesehatan Kerja, Staf
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten, BKKM dan Lintas Program yang
terkait di Departemen Kesehatan.
Sebagai langkah awal, pedoman ini tentu saja masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kepada berbagai kalangan baik pengguna maupun
peminat, kami harapkan berbagai saran perbaikan untuk penyempurnaan
pedoman inL
613.62
Ind
p
Katalog Dalam Terbitan, Departemen Kesellatan RI.
Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarak:l!.
Pedoman Penerapan Ergonomi Bagi Petugas Puskesmas. -- Jakarta :
Departemen Kesehatan, 2007.
Jakarta,
2007
Direktur Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan RI,
-
I. Judul 1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
,j
Dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
NIP. 140 159 092
I!
DAFTAR 151
Kata Pengantar ............ セ .................................................................. ii
Daftarlsi .....-............... セ ................................................................. iii
TIm Penyusun ................................................................................. iv
BAB
'I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................... 1
B. Dasar I-iukum ....................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat ............................................. 3
BAB
II
ERGONOI\1I DAN FAKTOR RISIKO
A. Dasar-c::Iasar Ergonomi ......................................... 5
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi ............................. 7
BAB
III
PENERAPAN ERGONOMI
A. p・ョ、セ。エ@
Penerapan Ergonomi ........................ 9
B. Identifikasi Masalah ............................................ 9
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi ............. 11
BAB
IV
PEMBINAAN ERGONOMI
A. Pembinaan ......................................................... 15
B. Evaluasi .............................................................. 16
BAB
V PENUTUP
Daftar Kepustakaan
iii
DAFTAR 151
Kata Pengantar ............ セ .................................................................. ii
Daftarlsi .....-............... セ ................................................................. iii
TIm Penyusun ................................................................................. iv
BAB
'I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................... 1
B. Dasar I-iukum ....................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat ............................................. 3
BAB
II
ERGONOI\1I DAN FAKTOR RISIKO
A. Dasar-c::Iasar Ergonomi ......................................... 5
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi ............................. 7
BAB
III
PENERAPAN ERGONOMI
A. p・ョ、セ。エ@
Penerapan Ergonomi ........................ 9
B. Identifikasi Masalah ............................................ 9
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi ............. 11
BAB
IV
PEMBINAAN ERGONOMI
A. Pembinaan ......................................................... 15
B. Evaluasi .............................................................. 16
BAB
V PENUTUP
Daftar Kepustakaan
iii
TIM PENYUSUN
Azhar Jaya, dr, SKM, MARS
BambangTarupolo, dr, MKM
Budiman, SKM, MKes
Dina Dariana, dr, MS
Elizabeth L. Tobing, dr
Harumiti, dr
Nini JUliani Kartini, dr
Pumomo, dr
Rahmiati, dr
Rosidi Roslan, SKM, MPH
Sabhartini Nadzir, dr, MPH
Selamat Riyadi, SKM, MKKK
Siswarti Adnan, dr, MS
Suprapto, SKM, MKes
Titiek Herowati, drg, DDPH
Untung Suseno Sutarjo, dr, MKes
Wahyudi Hartono, dr, MS
Wiwiek Pudjiastuti, SKM, MKes
iv
TIM PENYUSUN
Azhar Jaya, dr, SKM, MARS
BambangTarupolo, dr, MKM
Budiman, SKM, MKes
Dina Dariana, dr, MS
Elizabeth L. Tobing, dr
Harumiti, dr
Nini JUliani Kartini, dr
Pumomo, dr
Rahmiati, dr
Rosidi Roslan, SKM, MPH
Sabhartini Nadzir, dr, MPH
Selamat Riyadi, SKM, MKKK
Siswarti Adnan, dr, MS
Suprapto, SKM, MKes
Titiek Herowati, drg, DDPH
Untung Suseno Sutarjo, dr, MKes
Wahyudi Hartono, dr, MS
Wiwiek Pudjiastuti, SKM, MKes
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan sangat penting artinya dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Pembangunan kesehatan dalam prakteknya bisa dilakukan dengan
berbagai upaya, salah satunya peningkatan status kesehatan
masyarakat melalui upaya-upaya yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Upaya-upaya ini terus dilakukan dan
dikembangkan agar tujuan pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya bisa tercapai.
Masyarakat pekerja adalah bagian dari komunitas yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Dengan meningkatnya status kesehatan
pekerja tentu akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas kerja
mereka dalam bekerja, sehingga secara tidak langsung akan
berkontribusi atas pencapaian pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya.
Saat ini, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mencoba
untuk merencanakan serta mengimplementasikan program
kesehatan kerja, yang intinya membantu dalam meningkatkan
derajat kesehatan pekerja. Program kesehatan kerja yang telah
dikembangkan ditujukan terhadap sarana kesehatan, industri kecil
dan menel'lgah maupun terhadap pekerja beserta lingkungan
kerjanya pada waktu bekerja.
セ@
Selain sasaran seperti yang disebutkan di atas, maka telah
dikembangkan juga program-program kesehatan kerja yang sifatnya
Pet/omen penerapan erconomi ba/{/pewges puskesmes
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan sangat penting artinya dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Pembangunan kesehatan dalam prakteknya bisa dilakukan dengan
berbagai upaya, salah satunya peningkatan status kesehatan
masyarakat melalui upaya-upaya yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Upaya-upaya ini terus dilakukan dan
dikembangkan agar tujuan pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya bisa tercapai.
Masyarakat pekerja adalah bagian dari komunitas yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Dengan meningkatnya status kesehatan
pekerja tentu akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas kerja
mereka dalam bekerja, sehingga secara tidak langsung akan
berkontribusi atas pencapaian pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya.
Saat ini, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mencoba
untuk merencanakan serta mengimplementasikan program
kesehatan kerja, yang intinya membantu dalam meningkatkan
derajat kesehatan pekerja. Program kesehatan kerja yang telah
dikembangkan ditujukan terhadap sarana kesehatan, industri kecil
dan menel'lgah maupun terhadap pekerja beserta lingkungan
kerjanya pada waktu bekerja.
セ@
Selain sasaran seperti yang disebutkan di atas, maka telah
dikembangkan juga program-program kesehatan kerja yang sifatnya
Pet/omen penerapan erconomi ba/{/pewges puskesmes
セ
⦅@
GBicZM
__
......
terapan seperti penerapan ergonomik di tempat kerja khususnya
penerapan ergonomik di unit-unit pelayanan kesehatan yang
strategis dalam hal upaya kesehatan kerja misalnya Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
berkaitan dengan penerapan ergonomik di Puskesmas, diantaranya
adalah banyaknya kasus dengan keluhan muskuloskeletal, masih
kurangnya buku pedoman program, tenaga penyuluh dan informasi
tentang ergonomik.
Data kajian ergonomik ILO menunjukkan bahwa, di industri keeil
didapatkan 60-80% gangguan akibat faktor ergonomi, seperti sakit
pinggang, kaku leher, serta keluhan pada anggota gerak atas dan
bawah. Penelitian Depkes pada berbagai penyakit memperlihatkan
adanya kelainan atau gangguan kesehatan para pekerja antara lain;
berupa perubahan bentuk tulang punggung para perajin gerabah,
myalgia dan nyeri pinggul pada pekerja perempuan di tempat
pemilihan tembakau dan lain-Iainnya. Penelitian yang lain oleh
. Tresnaningsih (2000) didapatkan bahwa dari 600 pekerja pabrik
tekstil di Jawa Barat yang diperiksa kesehatannya, maka sebanyak
205 pekerja (34%) mengeluh sakit pada anggota gerak bagian atas
dan ditemukan sebanyak 132 pekerja (22%) menderita berbagai
penyakit otot rangka lainnya.
Salah satu hal untuk mengatasi beberapa persoalan yang
disebutkan di atas adalah dibutuhkannya pedoman ergonomi bagi
petugas kesehatan di Puskesmas.
Hasil kajian yang dilakukan Depkes ' di 8 propinsi tahun 2004
menunjukkan 75,8% perajin batu bata mengalami gangguan otot
rangka (sendi tulang belakang); 41% perajin kulit dan petani kelapa
sawit, 22% nelayan mengalami gangguan visus akibat tidak
terlindung pajanan セゥョ。イ@
UV; 23,2% perajin batu onix mengalami
dermatitis kontakjalergi; 80% nelayan, 79% penambang emas dan
perajin onix, 56% perajin alas kaki mengalami anemia.
Pada kajian profil pekerja yang dilakukan oleh Depkes di 10 propinsi
tahun 2005 menunjukkan bahwa 40,5% pekerja mengeluh sakit,
dan keluhan yang terbanyak adalah gangguan otot rangka sebesar
16% dari pekerja yang disurvey.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Kepmenkes No. 1457jmenkesjSKjXj2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di KabupatenjKota
5. Kepmenkes No. 1758jMenkesjSKjXl1j2003 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
6. Kepmenkes No. 128jMenkesjSKjl1j2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas
7. Kepmenkes No. 130jMenkesjSKjllj2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN)
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Umum:
Terselenggaranya program kesehatan kerja oleh petugas
kesehatan Puskesmas khususnya dalam bidang ergonomi.
Selain itu, hasil lokakarya tentang ergonomik pertengahan tahun
2006 di Bali teridentifikasi masalah-masalah ergonomik, khususnya
....... Pedoman penerapan efl1onoml baKIpetucaspuskesmas
2
Pedoman penerapan ellfOnoml balflpetllcaspuskesmas
3
セ
⦅@
GBicZM
__
......
terapan seperti penerapan ergonomik di tempat kerja khususnya
penerapan ergonomik di unit-unit pelayanan kesehatan yang
strategis dalam hal upaya kesehatan kerja misalnya Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
berkaitan dengan penerapan ergonomik di Puskesmas, diantaranya
adalah banyaknya kasus dengan keluhan muskuloskeletal, masih
kurangnya buku pedoman program, tenaga penyuluh dan informasi
tentang ergonomik.
Data kajian ergonomik ILO menunjukkan bahwa, di industri keeil
didapatkan 60-80% gangguan akibat faktor ergonomi, seperti sakit
pinggang, kaku leher, serta keluhan pada anggota gerak atas dan
bawah. Penelitian Depkes pada berbagai penyakit memperlihatkan
adanya kelainan atau gangguan kesehatan para pekerja antara lain;
berupa perubahan bentuk tulang punggung para perajin gerabah,
myalgia dan nyeri pinggul pada pekerja perempuan di tempat
pemilihan tembakau dan lain-Iainnya. Penelitian yang lain oleh
. Tresnaningsih (2000) didapatkan bahwa dari 600 pekerja pabrik
tekstil di Jawa Barat yang diperiksa kesehatannya, maka sebanyak
205 pekerja (34%) mengeluh sakit pada anggota gerak bagian atas
dan ditemukan sebanyak 132 pekerja (22%) menderita berbagai
penyakit otot rangka lainnya.
Salah satu hal untuk mengatasi beberapa persoalan yang
disebutkan di atas adalah dibutuhkannya pedoman ergonomi bagi
petugas kesehatan di Puskesmas.
Hasil kajian yang dilakukan Depkes ' di 8 propinsi tahun 2004
menunjukkan 75,8% perajin batu bata mengalami gangguan otot
rangka (sendi tulang belakang); 41% perajin kulit dan petani kelapa
sawit, 22% nelayan mengalami gangguan visus akibat tidak
terlindung pajanan セゥョ。イ@
UV; 23,2% perajin batu onix mengalami
dermatitis kontakjalergi; 80% nelayan, 79% penambang emas dan
perajin onix, 56% perajin alas kaki mengalami anemia.
Pada kajian profil pekerja yang dilakukan oleh Depkes di 10 propinsi
tahun 2005 menunjukkan bahwa 40,5% pekerja mengeluh sakit,
dan keluhan yang terbanyak adalah gangguan otot rangka sebesar
16% dari pekerja yang disurvey.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Kepmenkes No. 1457jmenkesjSKjXj2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di KabupatenjKota
5. Kepmenkes No. 1758jMenkesjSKjXl1j2003 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
6. Kepmenkes No. 128jMenkesjSKjl1j2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas
7. Kepmenkes No. 130jMenkesjSKjllj2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN)
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Umum:
Terselenggaranya program kesehatan kerja oleh petugas
kesehatan Puskesmas khususnya dalam bidang ergonomi.
Selain itu, hasil lokakarya tentang ergonomik pertengahan tahun
2006 di Bali teridentifikasi masalah-masalah ergonomik, khususnya
....... Pedoman penerapan efl1onoml baKIpetucaspuskesmas
2
Pedoman penerapan ellfOnoml balflpetllcaspuskesmas
3
b. Khusus:
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
mengidentifikasi faktor riSiko ergonomi di wi/ayah
kerjanya.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
menyelesaikan masalah ergonomi dan mampu memberi
saran atau rekomendasi kepada ーセォ・イェ。@
dan
pengusaha.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
pembinaan kader kesehatan kerja, agar berpartisipasi
aktif untuk melaksanakan ergonomik di wi/ayah
kerjanya.
BAB II
ERGONOMI -DAN FAKTOR RISIKO
A. Oasar-Dasar Ergonomi
2. Manfaat
Ergonomi adalah i/mu yang mempelajari tentang kemampuan,
keterbatasan dan sifat manusia dalam sistem kerjanya serta
memanfaatkan pengetahuan ini untuk mendapatkan suatu sistem
kerja yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien.
Bidang-bidang kajian ergonomi meliputi elemen-elemen sistem
kerja, sebagai berikut :
a. Bagi Petugas Puskesmas :
• Sebagai acuan/pedoman
untuk melaksanakan
penerapan ergonomi di wi/ayah kerjanya.
b. Bagi Pekerja ;
• Status kesehatan meningkat
• Kinerja dan prodluktivitas kerja meningkat.
1. Elemen "manusia" :
a. Antropometri:
IImu tentang dimensi tubuh manusia (ukuran-ukuran tubuh).
Contohnya: tinggi badan, berat badan, panjang lengan,
panjang tungkai dan lain-lain.
c.
Bagi tempat kerja:
• Meningkatnya citra/ imagetempat kerja.
• Terciptanya Iingkungan tempat kerja yang sehat, aman,
nyaman, efektif dan efisien.
b. FisiologijFaal kerja :
IImu tentang tubuh, Iingkungan mikro dan.metabolismenya
untuk menghasilkan energi kerja.
c.
Biomekanika :
IImu tentang mekanika tubuh atau bagian tubuh dalam
beraktivitas kerja
セ@
d. Psikososial ォ・セ。@
:
Mempelajari segi-segi kejiwaan manusia dalam bekerja,
diantaranya kejenuhan, beban kerja berlebihan, kerja
bergilir, stress kerja, pemahaman cara kerja/proses kerja,
Pedoman penerapan ef'/fonoml bagfpetugaspuskesmas
4
セ@
Pedoman penerapan ef'/fonomlbalf/pel1lKaspuskesmas
5
b. Khusus:
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
mengidentifikasi faktor riSiko ergonomi di wi/ayah
kerjanya.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
menyelesaikan masalah ergonomi dan mampu memberi
saran atau rekomendasi kepada ーセォ・イェ。@
dan
pengusaha.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
pembinaan kader kesehatan kerja, agar berpartisipasi
aktif untuk melaksanakan ergonomik di wi/ayah
kerjanya.
BAB II
ERGONOMI -DAN FAKTOR RISIKO
A. Oasar-Dasar Ergonomi
2. Manfaat
Ergonomi adalah i/mu yang mempelajari tentang kemampuan,
keterbatasan dan sifat manusia dalam sistem kerjanya serta
memanfaatkan pengetahuan ini untuk mendapatkan suatu sistem
kerja yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien.
Bidang-bidang kajian ergonomi meliputi elemen-elemen sistem
kerja, sebagai berikut :
a. Bagi Petugas Puskesmas :
• Sebagai acuan/pedoman
untuk melaksanakan
penerapan ergonomi di wi/ayah kerjanya.
b. Bagi Pekerja ;
• Status kesehatan meningkat
• Kinerja dan prodluktivitas kerja meningkat.
1. Elemen "manusia" :
a. Antropometri:
IImu tentang dimensi tubuh manusia (ukuran-ukuran tubuh).
Contohnya: tinggi badan, berat badan, panjang lengan,
panjang tungkai dan lain-lain.
c.
Bagi tempat kerja:
• Meningkatnya citra/ imagetempat kerja.
• Terciptanya Iingkungan tempat kerja yang sehat, aman,
nyaman, efektif dan efisien.
b. FisiologijFaal kerja :
IImu tentang tubuh, Iingkungan mikro dan.metabolismenya
untuk menghasilkan energi kerja.
c.
Biomekanika :
IImu tentang mekanika tubuh atau bagian tubuh dalam
beraktivitas kerja
セ@
d. Psikososial ォ・セ。@
:
Mempelajari segi-segi kejiwaan manusia dalam bekerja,
diantaranya kejenuhan, beban kerja berlebihan, kerja
bergilir, stress kerja, pemahaman cara kerja/proses kerja,
Pedoman penerapan ef'/fonoml bagfpetugaspuskesmas
4
セ@
Pedoman penerapan ef'/fonomlbalf/pel1lKaspuskesmas
5
--., .
tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi, hubungan atasan
dengan bawahan dan antar rekan sekerja.
セ@
LsZ
⦅
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi
8eberapa faktor risiko dalam ergonomi sebagai berikut :
2. Elemen "mesin/peralatan" :
Mesin atau peralatan yang dipergunakan dalam proses kerja dan
penunjang kerja, diantaranya tangga, pintu, jendela, lantai,
lemari, rak, meja, kursi, poster petunjuk, kipas angin, lampu,
speaker, toilet dan tempat sampah.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセL@
yaitu menjalankan
gerakan berulang pada waktu melakukan pekerjaan.
2. Beban berat, yaitu beban fisik berlebihan yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan, seperti menarik, memikul, mendorong
dan sebagainya). Semakin banyak daya yang harus dikeluarkan,
semakin berat beban bagi tubuh.
3. Elemen "bahan" :
Bahan baku dalam proses produksi, misalnya tanah liat, rotan,
kulit dan kayu.
3. Postur yang kaku, yaitu sikap tubuh yang janggal dalam
melakukan pekerjaan
4. Beban statis, yaitu diam lama dalam satu posisi sehingga
menyebabkan kontraksi otot.
4. Elemen "lingkungan kerja" :
Diantaranya mengenai perancangan tempat kerja, pengaruh
lingkungan kerja terhadap pekerjaan, misalnya suhu,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan, getaran, tekanan udara,
bau-bauan dan warna.
5. Kondisi-kondisi yang dapat menciderai tubuh manusia misalnya
tekanan langsung (tubuh tertekan pada suatu permukaan atau
tepian)
Contoh beberapa pertanyaan berkaitan dengan elemen-elemen
ergonomi di atas :
• Apakah aspek fasilitas/mesin/peralatan yang sudah ada
sudah sesuai dengan para penggunanya?
• Apakah tata letak ruangan sudah memperhitungan fungsi
antar ruang?
• Apakah penerangan, ventilasi dan suhu ruang sudah
mencukupi?
• Apakah ruang kerja perlu wewangian?
• Apakah papan petunjuk mudah dimengerti?
• Apakah lantai licin?
• [)an lain-lain.
.r.
Pedoman penerapan ergonomlbagipefllgaspuskesmas
6
6. Peralatan kerja yangtidaksesuai dengan kondisi tubuh
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin).
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai termasuk istirahat dan
pengaturan waktu kerja yang tidak cukup, kerja yang monoton,
beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan dalam satu waktu
sehingga melebihi beban kerja, prosedur kerja yang tidak
standar dan Cara kerja yang tidak aman.
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai, misalnya tata
letak lingkungan kerja yang tidak aman dan nyaman, anatomi
tubuh yangtidak serasi dengan desain pekerjaan
.r
Pedoman penerapan ergonomibagipefllgas puskesmas
7
MZ@
Gヲ
セ@
--., .
tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi, hubungan atasan
dengan bawahan dan antar rekan sekerja.
セ@
LsZ
⦅
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi
8eberapa faktor risiko dalam ergonomi sebagai berikut :
2. Elemen "mesin/peralatan" :
Mesin atau peralatan yang dipergunakan dalam proses kerja dan
penunjang kerja, diantaranya tangga, pintu, jendela, lantai,
lemari, rak, meja, kursi, poster petunjuk, kipas angin, lampu,
speaker, toilet dan tempat sampah.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセL@
yaitu menjalankan
gerakan berulang pada waktu melakukan pekerjaan.
2. Beban berat, yaitu beban fisik berlebihan yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan, seperti menarik, memikul, mendorong
dan sebagainya). Semakin banyak daya yang harus dikeluarkan,
semakin berat beban bagi tubuh.
3. Elemen "bahan" :
Bahan baku dalam proses produksi, misalnya tanah liat, rotan,
kulit dan kayu.
3. Postur yang kaku, yaitu sikap tubuh yang janggal dalam
melakukan pekerjaan
4. Beban statis, yaitu diam lama dalam satu posisi sehingga
menyebabkan kontraksi otot.
4. Elemen "lingkungan kerja" :
Diantaranya mengenai perancangan tempat kerja, pengaruh
lingkungan kerja terhadap pekerjaan, misalnya suhu,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan, getaran, tekanan udara,
bau-bauan dan warna.
5. Kondisi-kondisi yang dapat menciderai tubuh manusia misalnya
tekanan langsung (tubuh tertekan pada suatu permukaan atau
tepian)
Contoh beberapa pertanyaan berkaitan dengan elemen-elemen
ergonomi di atas :
• Apakah aspek fasilitas/mesin/peralatan yang sudah ada
sudah sesuai dengan para penggunanya?
• Apakah tata letak ruangan sudah memperhitungan fungsi
antar ruang?
• Apakah penerangan, ventilasi dan suhu ruang sudah
mencukupi?
• Apakah ruang kerja perlu wewangian?
• Apakah papan petunjuk mudah dimengerti?
• Apakah lantai licin?
• [)an lain-lain.
.r.
Pedoman penerapan ergonomlbagipefllgaspuskesmas
6
6. Peralatan kerja yangtidaksesuai dengan kondisi tubuh
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin).
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai termasuk istirahat dan
pengaturan waktu kerja yang tidak cukup, kerja yang monoton,
beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan dalam satu waktu
sehingga melebihi beban kerja, prosedur kerja yang tidak
standar dan Cara kerja yang tidak aman.
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai, misalnya tata
letak lingkungan kerja yang tidak aman dan nyaman, anatomi
tubuh yangtidak serasi dengan desain pekerjaan
.r
Pedoman penerapan ergonomibagipefllgas puskesmas
7
MZ@
Gヲ
セ@
=======.._"
Contoh-contoh disertai gambar mengenai faktor risiko di atas dapat
dilihat dalam lampiran (1)
Adapun Gejala akibat masalah ergonomi, antara lain:
セ@
::;;w
... e __ .. -
BAB III
PENERAPAN ERGONOMI
A. Pendekatan Penerapan Ergonomi
1. Gangguan
otot
rangka
akibat
kerja
(Work-related
Musculoskeletal DisorderS) atau penyakit sehubungan dengan
alat gerak seperti gangguan gerak/kaku otot, gangguan pada
persendian, jaringan otot, syaraf atau pembuluh darah dan nyeri
punggung bawah (low back pain).
2. Keluhan mata lelah akibat penerangan yang kurang, silau dan
terlalu lama di depan VDU (Video Display Unit).
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu:
1. Pendekatan konseptual :
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini
akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pad a saat
perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak
proses pemilihan dan alih tehnologi, prinsip ergonomi sudah
seyogyanya dimanfaatkan bersama sarna dengan kajianlain
yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial
budaya, hemat akan energi dan pelestarian lingkungan.
2. Pendekatan korektif:
Pendekatan dilakukan pada suatu proses yang sudah atau
sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan
/modifikasi dari proses yang sedang,lsudah berjalan. Sasaran
kegiatan ini adalah kondisi kerja dan Iingkungan kerja dan
dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait
dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
B. Identifikasi Masalah
セ
Langkah awal dalam penerapan ergonomik adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah dimulai dari Poliklinik/Puskesmas.
Petugas Puskesmas menganalisis angka kesakitan, misalnya
membedakan mana gangguan otot rangka (MSDs) atau penyakit
karena akibat kerja. Gangguan otot rangka bisa disebabkan oleh
N@ Pedoman penerapan etgonomlbaglpetugaspuskesmas
8
.,... Pedoman penerapan etgonomlbagJpewgaspuskesmas
9
=======.._"
Contoh-contoh disertai gambar mengenai faktor risiko di atas dapat
dilihat dalam lampiran (1)
Adapun Gejala akibat masalah ergonomi, antara lain:
セ@
::;;w
... e __ .. -
BAB III
PENERAPAN ERGONOMI
A. Pendekatan Penerapan Ergonomi
1. Gangguan
otot
rangka
akibat
kerja
(Work-related
Musculoskeletal DisorderS) atau penyakit sehubungan dengan
alat gerak seperti gangguan gerak/kaku otot, gangguan pada
persendian, jaringan otot, syaraf atau pembuluh darah dan nyeri
punggung bawah (low back pain).
2. Keluhan mata lelah akibat penerangan yang kurang, silau dan
terlalu lama di depan VDU (Video Display Unit).
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu:
1. Pendekatan konseptual :
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini
akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pad a saat
perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak
proses pemilihan dan alih tehnologi, prinsip ergonomi sudah
seyogyanya dimanfaatkan bersama sarna dengan kajianlain
yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial
budaya, hemat akan energi dan pelestarian lingkungan.
2. Pendekatan korektif:
Pendekatan dilakukan pada suatu proses yang sudah atau
sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan
/modifikasi dari proses yang sedang,lsudah berjalan. Sasaran
kegiatan ini adalah kondisi kerja dan Iingkungan kerja dan
dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait
dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
B. Identifikasi Masalah
セ
Langkah awal dalam penerapan ergonomik adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah dimulai dari Poliklinik/Puskesmas.
Petugas Puskesmas menganalisis angka kesakitan, misalnya
membedakan mana gangguan otot rangka (MSDs) atau penyakit
karena akibat kerja. Gangguan otot rangka bisa disebabkan oleh
N@ Pedoman penerapan etgonomlbaglpetugaspuskesmas
8
.,... Pedoman penerapan etgonomlbagJpewgaspuskesmas
9
DBP: K,ESEHATAN
Untuk mengidentifikasi masalah dalam ergonomi perlu dilakukan hal
sebagai berikut :
1. Mengamati tentang kemampuan dan keterbatasan manusia
secara fisik maupun psikologik.
2. Mengamati cara kerja manusia dalam berinteraksi dengan
peralatan kerja.
3. Mengamati lingkungan kerja.
masalah ergonomi. Dengan demikian, dari data kesakitan yang ada
dapat diketahui pemetaan masalah.
Langkah berikutnya yang dapat dilakukan dalam mengenali masalah
ergonomi adalah dengan melihat lingkungan psikososial dan
lingkungan kerja.
Pada prinsipnya untuk mengetahui masalah ergonomi perlu
diketahui Uga hal:
1. Data umum tenaga kerja :
a. Kesehatan fisik
b. Keadaan mental
c. Kemampuan jasmani, yaitu tentang dimensi antropometri
dan pemanfaatan tenaga otot.
Untuk me/akukan identifikasi masa/ah da/am bidang ergonoml;
maka dapat di/akukan dengan menggunakan instrumen identifikasi
bahayayang terlampir da/am pedoman ini(/ampiran 2).
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi
2. Data lingkungan :
Yaitu semua hal yang ada di tempat kerja, di luar tenaga kerja
dan peralatan kerja. Lingkungan kerja harus memberi ruang
gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota anggota badan
sehingga dapat bergerak leluasa dan efisien. Penempatan
tempat duduk dan peralatan kerja diatur sedemikian rupa
hingga memungkinkan proses ォ・セ。@
berjalan dengan efisien dan
efektif. Iklim tempat kerja diatur supaya nyaman, sesuai dengan
sifat pekerjaan, ventilasi alamiah. Penerangan harus
mendapatkan perhatian juga, supaya nyaman. Untukalasan
teknis harus diciptakan satu kondisi dan situasi dimana pekerja
dapat melakukan tugasnya dengan nyaman dan leluasa.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセ@
:
Merancang kembali cara kerja untuk mengurangi jumlah
pengulangan gerakan atau meningkatkan waktu jeda antara
ulangan atau menggilirnya dengan pekerjaan lain.
2. Beban berat:
Zセ]M
10
セ
J' \ ;, \
セ]M
セ@ .-\\
III
セ |@ ゥ 0 セ| i@ ᄋB@
w
セ@ セ@ セ@
3. Data proses kerja :
a. Jam ォ・セ。@
dan waktu istirahat, kerja bergilir (shift work) dan
pengaturannya.
b. Penggunaan poster tentang Alat Pelindung Diri (APD) dan
pengawasan.
-- Pedoman penerapan etgonoml balfipefIJlfaspuskesmas
.,,.. ..,. .::::::-;.
Nセ]MZ@
セ@
, ,J
I Ii
セセ
.,•...
Bermacam-macam cara dalam
mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung
dsbnya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang
punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang
berlebihan.
セ I@
セ@
Penanggulangandilakukan dengan cara mengurangi gaya yang
diper1ukan untuk melakukan kerja, merancang kembali cara
ォ・セ。L@
menambah jumlah pekerja pada pekerjaan tersebut,
menggunakan peralatan mekanik.
Pedoman penerapan etgonoml balfl pefIJlfaspuskesmas
11
DBP: K,ESEHATAN
Untuk mengidentifikasi masalah dalam ergonomi perlu dilakukan hal
sebagai berikut :
1. Mengamati tentang kemampuan dan keterbatasan manusia
secara fisik maupun psikologik.
2. Mengamati cara kerja manusia dalam berinteraksi dengan
peralatan kerja.
3. Mengamati lingkungan kerja.
masalah ergonomi. Dengan demikian, dari data kesakitan yang ada
dapat diketahui pemetaan masalah.
Langkah berikutnya yang dapat dilakukan dalam mengenali masalah
ergonomi adalah dengan melihat lingkungan psikososial dan
lingkungan kerja.
Pada prinsipnya untuk mengetahui masalah ergonomi perlu
diketahui Uga hal:
1. Data umum tenaga kerja :
a. Kesehatan fisik
b. Keadaan mental
c. Kemampuan jasmani, yaitu tentang dimensi antropometri
dan pemanfaatan tenaga otot.
Untuk me/akukan identifikasi masa/ah da/am bidang ergonoml;
maka dapat di/akukan dengan menggunakan instrumen identifikasi
bahayayang terlampir da/am pedoman ini(/ampiran 2).
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi
2. Data lingkungan :
Yaitu semua hal yang ada di tempat kerja, di luar tenaga kerja
dan peralatan kerja. Lingkungan kerja harus memberi ruang
gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota anggota badan
sehingga dapat bergerak leluasa dan efisien. Penempatan
tempat duduk dan peralatan kerja diatur sedemikian rupa
hingga memungkinkan proses ォ・セ。@
berjalan dengan efisien dan
efektif. Iklim tempat kerja diatur supaya nyaman, sesuai dengan
sifat pekerjaan, ventilasi alamiah. Penerangan harus
mendapatkan perhatian juga, supaya nyaman. Untukalasan
teknis harus diciptakan satu kondisi dan situasi dimana pekerja
dapat melakukan tugasnya dengan nyaman dan leluasa.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセ@
:
Merancang kembali cara kerja untuk mengurangi jumlah
pengulangan gerakan atau meningkatkan waktu jeda antara
ulangan atau menggilirnya dengan pekerjaan lain.
2. Beban berat:
Zセ]M
10
セ
J' \ ;, \
セ]M
セ@ .-\\
III
セ |@ ゥ 0 セ| i@ ᄋB@
w
セ@ セ@ セ@
3. Data proses kerja :
a. Jam ォ・セ。@
dan waktu istirahat, kerja bergilir (shift work) dan
pengaturannya.
b. Penggunaan poster tentang Alat Pelindung Diri (APD) dan
pengawasan.
-- Pedoman penerapan etgonoml balfipefIJlfaspuskesmas
.,,.. ..,. .::::::-;.
Nセ]MZ@
セ@
, ,J
I Ii
セセ
.,•...
Bermacam-macam cara dalam
mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung
dsbnya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang
punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang
berlebihan.
セ I@
セ@
Penanggulangandilakukan dengan cara mengurangi gaya yang
diper1ukan untuk melakukan kerja, merancang kembali cara
ォ・セ。L@
menambah jumlah pekerja pada pekerjaan tersebut,
menggunakan peralatan mekanik.
Pedoman penerapan etgonoml balfl pefIJlfaspuskesmas
11
•.
Lセ@
Dalam hal menJInJlng beban, beban yang diangkat tidak
melebihi aturan yang ditetapkan ILO sebagai berikut:
: 40 kg
• Laki-Iaki dewasa
• Wanita dewasa
: 15-20 kg
• Laki-Iaki (16-18 th) : 15-20 kg
• Wanita (16-18 th) : 12-15 kg
4. Seban statis:
Meraneang eara kerja untuk menghindari terlalu lama bertahan
pada satu postur, memberi kesempatan untuk mengubah posisi.
5. Kondisi-kondisi yang dapat meneiderai tubuh manusia:
Memperbaiki peralatan yang ada untuk menghilangkan tekanan
atau memberikan bantalan.
Untuk mengangkat beban perlu diperhatikan cara
mengangkat yang benar dengan didasarkan pada prinsip :
• Otot lengan lebih banyak digunakan daripada otot
punggung
• Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan
momentum dengan memanfaatkan berat badan.
• Posisi kaki yang benar
• Punggung kuat dan kekar
• Posisi lengan dekat dengan tubuh
• Mengangkat dengan benar
• Menggunakan berat badan
6. Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh:
Menyerasikan postur tubuh waktu bekerja dengan peralatan
ォ・セ。N@
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin):
Lindungi badan dan kontrol temperatur.
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai:
Beban kerja yang layak, istirahat yang eukup, pekerjaan yang
bervariasi, otonomi individu, selain itu pekerjaan harus di atur
dengan berbagai cara:
• Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
• Frekuensi pergerakan diminimalisasi
• Jarak mengangkat beban dikurangi
• Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak liein
dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
• Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
3. Postur yang kaku:
Merancang cara kerja dan peralatan
yang dipakai hingga postur tubuh
selama kerja lebih alami atau netral.
セ@
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk
dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan
berat tubuh dan posisi stabil selama
bekerja. Sedangkan posisi berdiri
dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu
seeara seimbang pada dua kaki (lihat gambar di samping).
Pedomanpenempan
e,gonoml baKlpetugas puskesmas
12
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai:
• lata letak alat kerja yang aman dan nyaman, display harus
jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih
banyak digunakan daripada kata-kata.
• Salah satu contoh risiko potensial ergonomi di tempat kerja
dan penanggulangannya adalah dalam pereneanaan tangga.
Menaiki anak tangga merupakan aktivitas fisik yang
0-'
Pedoman penempan etgOnomlbaKipetugaspuskesmas
13
•.
Lセ@
Dalam hal menJInJlng beban, beban yang diangkat tidak
melebihi aturan yang ditetapkan ILO sebagai berikut:
: 40 kg
• Laki-Iaki dewasa
• Wanita dewasa
: 15-20 kg
• Laki-Iaki (16-18 th) : 15-20 kg
• Wanita (16-18 th) : 12-15 kg
4. Seban statis:
Meraneang eara kerja untuk menghindari terlalu lama bertahan
pada satu postur, memberi kesempatan untuk mengubah posisi.
5. Kondisi-kondisi yang dapat meneiderai tubuh manusia:
Memperbaiki peralatan yang ada untuk menghilangkan tekanan
atau memberikan bantalan.
Untuk mengangkat beban perlu diperhatikan cara
mengangkat yang benar dengan didasarkan pada prinsip :
• Otot lengan lebih banyak digunakan daripada otot
punggung
• Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan
momentum dengan memanfaatkan berat badan.
• Posisi kaki yang benar
• Punggung kuat dan kekar
• Posisi lengan dekat dengan tubuh
• Mengangkat dengan benar
• Menggunakan berat badan
6. Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh:
Menyerasikan postur tubuh waktu bekerja dengan peralatan
ォ・セ。N@
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin):
Lindungi badan dan kontrol temperatur.
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai:
Beban kerja yang layak, istirahat yang eukup, pekerjaan yang
bervariasi, otonomi individu, selain itu pekerjaan harus di atur
dengan berbagai cara:
• Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
• Frekuensi pergerakan diminimalisasi
• Jarak mengangkat beban dikurangi
• Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak liein
dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
• Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
3. Postur yang kaku:
Merancang cara kerja dan peralatan
yang dipakai hingga postur tubuh
selama kerja lebih alami atau netral.
セ@
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk
dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan
berat tubuh dan posisi stabil selama
bekerja. Sedangkan posisi berdiri
dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu
seeara seimbang pada dua kaki (lihat gambar di samping).
Pedomanpenempan
e,gonoml baKlpetugas puskesmas
12
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai:
• lata letak alat kerja yang aman dan nyaman, display harus
jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih
banyak digunakan daripada kata-kata.
• Salah satu contoh risiko potensial ergonomi di tempat kerja
dan penanggulangannya adalah dalam pereneanaan tangga.
Menaiki anak tangga merupakan aktivitas fisik yang
0-'
Pedoman penempan etgOnomlbaKipetugaspuskesmas
13
セ
"-
berisiko. Untuk menaiki tangga diperlukan sejumlah energi.
Risiko potensialnya diantaranya kelelahan, keeelakaann
kerja seperti terpeleset dan terjatuh. Kebutuhan energi
akan paling efisien bila sudut kemiringaan anak tangga
antara 25 - 30 derajat dengan ukuran tinggi anak tangga
17 em dan kedalaman anak tangga 29 em. Seeara umum
formula tadi dapat disederhanakan dengan 2 x tinggi +
kedalaman =63 em
10. Proses Kerja :
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai
dengan posisl waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran
antropometrinya. Harus dibedakan ukuran antropometri barat
dan timur.
Contoh dalam proses kerja
adalah
mengangkatjmenggotong
pasien.
Risiko
potensial
diantaranya akut (eidera punggung dan leher, HNP) dan
khronis (gangguan otot rangka seperti pengapuran dan
peradangan).
セ@
Berkaitan dengan proses kerja di atas terdapat prinsip-prinsip,
sebagai berikut:
• Beban jangan terlalu berat.
• Suatu rumus yang mudah diingat "Bila anda merasa tidak
mampu untuk .mengangkatnya sendiri, jangan diteruskan
pekerjaan itu, cari bantuan ".
• Jangan berdiri terialu jauh dari pasien.
• Jangan mengangkat pasien dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok.
• Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga
pergerakan paha terhambat baik oleh celana atau gerakan
yangtidak bebas.
PedOTTl6n penel1lpan ef[/onoml bIlK!petulflls puskesmas
14
BAB IV
PEMBINAAN DAN EVALUASI
A. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan secara langsung kepada pekerja dan
tidak langsung kepada pengusaha, dilaksanakan secara terintegrasi
dengan lintas program, !intas sektor terkait lain.
Cara-cara pembinaan dapat dilakukan dengan:
1. Kunjungan langsung ke tempat kerja
Contohnya dengan mengamati secara langsung, apakah
ergonomi telah diterapkan dengan benar, ada kendala atau
hambatan dan kendala itu sudah dapat diatasi atau belum.
2. Secara tidak langsung melalui pendekatan terhadap
pengusaha/manajemen tempat kerja dengan memberi
rekomendasi yang diperlukan bagi pekerja dalam memperbaiki
kondisi dan cara kerja yang ergonomis.
3. Penyuluhan misalnya dengan menggunakan poster, leaflet, film,
video, alat peraga, poster, ceramah dan sarasehan.
4. Pelatihan, bisa dilakukan terhadap kader kesehatan kerja,
kelompok sebaya (peer leader).
5. Bimbingan teknis, misalnya melalui kalakarya (on the job
training), kunjungan ke tempat ォ・セ。@
lain.
6. Pemberian penghargaan kepada tempat kerja yang menerapkan
ergonomik secara berkesinambungan. Contohnya lomba Pos
UKK, lomba bengkel sehat.
;- Pedomanpenel1lpan ef[/onoml ba6Ipetugaspuskesmas
15
M セ@
セ
"-
berisiko. Untuk menaiki tangga diperlukan sejumlah energi.
Risiko potensialnya diantaranya kelelahan, keeelakaann
kerja seperti terpeleset dan terjatuh. Kebutuhan energi
akan paling efisien bila sudut kemiringaan anak tangga
antara 25 - 30 derajat dengan ukuran tinggi anak tangga
17 em dan kedalaman anak tangga 29 em. Seeara umum
formula tadi dapat disederhanakan dengan 2 x tinggi +
kedalaman =63 em
10. Proses Kerja :
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai
dengan posisl waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran
antropometrinya. Harus dibedakan ukuran antropometri barat
dan timur.
Contoh dalam proses kerja
adalah
mengangkatjmenggotong
pasien.
Risiko
potensial
diantaranya akut (eidera punggung dan leher, HNP) dan
khronis (gangguan otot rangka seperti pengapuran dan
peradangan).
セ@
Berkaitan dengan proses kerja di atas terdapat prinsip-prinsip,
sebagai berikut:
• Beban jangan terlalu berat.
• Suatu rumus yang mudah diingat "Bila anda merasa tidak
mampu untuk .mengangkatnya sendiri, jangan diteruskan
pekerjaan itu, cari bantuan ".
• Jangan berdiri terialu jauh dari pasien.
• Jangan mengangkat pasien dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok.
• Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga
pergerakan paha terhambat baik oleh celana atau gerakan
yangtidak bebas.
PedOTTl6n penel1lpan ef[/onoml bIlK!petulflls puskesmas
14
BAB IV
PEMBINAAN DAN EVALUASI
A. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan secara langsung kepada pekerja dan
tidak langsung kepada pengusaha, dilaksanakan secara terintegrasi
dengan lintas program, !intas sektor terkait lain.
Cara-cara pembinaan dapat dilakukan dengan:
1. Kunjungan langsung ke tempat kerja
Contohnya dengan mengamati secara langsung, apakah
ergonomi telah diterapkan dengan benar, ada kendala atau
hambatan dan kendala itu sudah dapat diatasi atau belum.
2. Secara tidak langsung melalui pendekatan terhadap
pengusaha/manajemen tempat kerja dengan memberi
rekomendasi yang diperlukan bagi pekerja dalam memperbaiki
kondisi dan cara kerja yang ergonomis.
3. Penyuluhan misalnya dengan menggunakan poster, leaflet, film,
video, alat peraga, poster, ceramah dan sarasehan.
4. Pelatihan, bisa dilakukan terhadap kader kesehatan kerja,
kelompok sebaya (peer leader).
5. Bimbingan teknis, misalnya melalui kalakarya (on the job
training), kunjungan ke tempat ォ・セ。@
lain.
6. Pemberian penghargaan kepada tempat kerja yang menerapkan
ergonomik secara berkesinambungan. Contohnya lomba Pos
UKK, lomba bengkel sehat.
;- Pedomanpenel1lpan ef[/onoml ba6Ipetugaspuskesmas
15
M セ@
BAB V
PENUTUP
B. Evaluasi
Evaluasi program ergonomi dapat dilakukan pada komponen input,
proses dan output atau terhadap kegiatan ergonomi (telaah
dokumen dan survey langsung), pada pekerja dan lingkungan kerja.
Evaluasi dapat untuk menilai efektifitas suatu intervensi yang
diberikan guna memperbaiki program ergonomi. Beberapa indikator
untuk mengevaluasi pengaruh intervensi program ergonomi adalah:
• Berkurangnya keluhan-keluhan otot rangka (muskuloskeletal)
pada para pekerja.
• Meningkatnya kemampuan produksi yang dihasilkan per satuan
waktu.
• Meningkatnya perbaikan sikap kerja dan lingkungan kerja
sehingga pekerja lebih aman dan nyaman.
• Penurunan angka absensi.
Penilaian terhadap faktor risiko ergonomi untuk evaluasi program
dapatdilakukan dengan:
• Menggunakan survey ergonomi (dapat dilihat pada lampiran 2).
• Menggunakan survey pekerja dan catatan medis (dapat dilihat
pada lampiran 3 dan 4).
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi disebabkan oleh
adanya ketidaksesuaian antara pekerja dengan proses ォ・セ。L@
alat kerja
dan lingkungan kerja.
Pelbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja dapat
diantisipasi dengan penerapan ergonomi di tempat kerja melalui
pentahapan identifikasi bahaya potensial ergonomi di tempat kerja,
penanggulangan, pembinaan dan evaluasi.
Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara
penyesuaian antara pekerja dengan proses kerja, alat kerja dan
lingkungan kerja, yang dapat dilakukan melalui pengembangan
kapasitas pekerja terhadap persayaratan-persyaratan sehubungan
dengan pekerjaan baik melalui pelatihan maupun penyesuaian
pekerjaan.
..,- Pedoman penerapaR ellfonom!bag!petulaspuskesmas
Pedoms" pe(1efBf)IIneq{Onoml bag!peiIllaspuskesmss
16
17
BAB V
PENUTUP
B. Evaluasi
Evaluasi program ergonomi dapat dilakukan pada komponen input,
proses dan output atau terhadap kegiatan ergonomi (telaah
dokumen dan survey langsung), pada pekerja dan lingkungan kerja.
Evaluasi dapat untuk menilai efektifitas suatu intervensi yang
diberikan guna memperbaiki program ergonomi. Beberapa indikator
untuk mengevaluasi pengaruh intervensi program ergonomi adalah:
• Berkurangnya keluhan-keluhan otot rangka (muskuloskeletal)
pada para pekerja.
• Meningkatnya kemampuan produksi yang dihasilkan per satuan
waktu.
• Meningkatnya perbaikan sikap kerja dan lingkungan kerja
sehingga pekerja lebih aman dan nyaman.
• Penurunan angka absensi.
Penilaian terhadap faktor risiko ergonomi untuk evaluasi program
dapatdilakukan dengan:
• Menggunakan survey ergonomi (dapat dilihat pada lampiran 2).
• Menggunakan survey pekerja dan catatan medis (dapat dilihat
pada lampiran 3 dan 4).
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi disebabkan oleh
adanya ketidaksesuaian antara pekerja dengan proses ォ・セ。L@
alat kerja
dan lingkungan kerja.
Pelbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja dapat
diantisipasi dengan penerapan ergonomi di tempat kerja melalui
pentahapan identifikasi bahaya potensial ergonomi di tempat kerja,
penanggulangan, pembinaan dan evaluasi.
Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara
penyesuaian antara pekerja dengan proses kerja, alat kerja dan
lingkungan kerja, yang dapat dilakukan melalui pengembangan
kapasitas pekerja terhadap persayaratan-persyaratan sehubungan
dengan pekerjaan baik melalui pelatihan maupun penyesuaian
pekerjaan.
..,- Pedoman penerapaR ellfonom!bag!petulaspuskesmas
Pedoms" pe(1efBf)IIneq{Onoml bag!peiIllaspuskesmss
16
17
........... .......
M
LG M
DAFTAR KEPUSTAKAAN
N[Z セ@
Lampiran 1.a
Faklor Risiko
Kemungkinan hasil
atau konsekuensi
Contoh Kegaiatan
Depkes RI, 2001
Pedoman Teknologi Tepat Guna Ergonomi Bagi Pekerja Sektor
Infonnal
Depkes, RI, 2001
Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Saki!,
Jakarta.
Pedoman Pelaksanaan Lokalatih K3 dan Pekerja Anak di Sektor
Berbahaya pada SektorInformalAlas kaki, Bandung, 2002
Suhamyoto, 2000
Identifikasi Faktor-faktor Risiko Cummulative Trauma Disorders
danS
10
セ@
'8
10 H
PI
z =
c.a
=:E
セ@
C't
C
..... C't
=
コセ@
CC'-t
i!
]
セ@
...... C
.a. .....
.. =
Zc.ll
z
セ@
Cc.&I
:IE:;
=
.. =
1.1.1
".
-= =
C
.....
:III:: z
z
C
t
e
C
セ@
.....
=
.....
;§
......
C'' ,.......
セ@
......
:III:: ::.II =t
z =t
.....
C'I..I
:=
=
t-
!....
=
ca..
= =
C
-= .....
......
t
=
613. 62
Ind
p
EDOMAN PENERAPANERGONOMI
BAGI PEIUGAS PUSKES,MAS
KATALOG DALAM T ERBITAN, DEPARTEMEN KESEHATAN RI
6 13.62
Ind
Indonesia. Departemen Kesehatan.
p
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Pedoman penerapan ergonomi bagi petugas puskesmas.
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007.
I. Judul
1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
セ@
ZsQッェセN
. I?-b-. セjN@
I ; ,.....
DIREKTDRAT DINA KESEHATAN-KE
DEPARTEMENKESEHATAN 81
2007
..
If.. .....
613. 62
Ind
p
EDOMAN PENERAPANERGONOMI
BAGI PEIUGAS PUSKES,MAS
KATALOG DALAM T ERBITAN, DEPARTEMEN KESEHATAN RI
6 13.62
Ind
Indonesia. Departemen Kesehatan.
p
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Pedoman penerapan ergonomi bagi petugas puskesmas.
Jakarta: Departemen Kesehatan, 2007.
I. Judul
1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
セ@
ZsQッェセN
. I?-b-. セjN@
I ; ,.....
DIREKTDRAT DINA KESEHATAN-KE
DEPARTEMENKESEHATAN 81
2007
..
If.. .....
KAlA PENGANlAR
Upaya kesehatan kerja mempunyai peran penting dalam membangun
sumber daya manusia yang sehat, handal dall mampu bersaing untuk
meningkatkan produktivitas. Sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan
kerja. Keberadaan Puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan dan
sebagian kelurahan di seluruh Indonesia mempunyai posisi strategis dalam
meningkatkan derajat kesehatan pekerja di wilayah kerjanya.
Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas Puskesmas untuk dapat
mengelola dengan baik program kesehatan kerja, khususnya penerapan
ergonomi di wilayah kerja Puskesmas, sesuai dengan prinsip-prinsip
penerapan ergonomi praktis.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada para
penyusun pedoman ini yang berasal dari Pakar Kesehatan Kerja, Staf
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten, BKKM dan Lintas Program yang
terkait di Departemen Kesehatan.
Sebagai langkah awal, pedoman ini tentu saja masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kepada berbagai kalangan baik pengguna maupun
peminat, kami harapkan berbagai saran perbaikan untuk penyempurnaan
pedoman inL
613.62
Ind
p
Katalog Dalam Terbitan, Departemen Kesellatan RI.
Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarak:l!.
Pedoman Penerapan Ergonomi Bagi Petugas Puskesmas. -- Jakarta :
Departemen Kesehatan, 2007.
Jakarta,
2007
Direktur Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan RI,
-
I. Judul 1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
,j
Dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
NIP. 140 159 092
I!
KAlA PENGANlAR
Upaya kesehatan kerja mempunyai peran penting dalam membangun
sumber daya manusia yang sehat, handal dall mampu bersaing untuk
meningkatkan produktivitas. Sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan
kerja. Keberadaan Puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan dan
sebagian kelurahan di seluruh Indonesia mempunyai posisi strategis dalam
meningkatkan derajat kesehatan pekerja di wilayah kerjanya.
Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi petugas Puskesmas untuk dapat
mengelola dengan baik program kesehatan kerja, khususnya penerapan
ergonomi di wilayah kerja Puskesmas, sesuai dengan prinsip-prinsip
penerapan ergonomi praktis.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada para
penyusun pedoman ini yang berasal dari Pakar Kesehatan Kerja, Staf
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten, BKKM dan Lintas Program yang
terkait di Departemen Kesehatan.
Sebagai langkah awal, pedoman ini tentu saja masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kepada berbagai kalangan baik pengguna maupun
peminat, kami harapkan berbagai saran perbaikan untuk penyempurnaan
pedoman inL
613.62
Ind
p
Katalog Dalam Terbitan, Departemen Kesellatan RI.
Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarak:l!.
Pedoman Penerapan Ergonomi Bagi Petugas Puskesmas. -- Jakarta :
Departemen Kesehatan, 2007.
Jakarta,
2007
Direktur Bina Kesehatan Kerja
Departemen Kesehatan RI,
-
I. Judul 1. OCCUPATIONAL HEALTH
2. INDUSTRIAL HEALTH
,j
Dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
NIP. 140 159 092
I!
DAFTAR 151
Kata Pengantar ............ セ .................................................................. ii
Daftarlsi .....-............... セ ................................................................. iii
TIm Penyusun ................................................................................. iv
BAB
'I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................... 1
B. Dasar I-iukum ....................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat ............................................. 3
BAB
II
ERGONOI\1I DAN FAKTOR RISIKO
A. Dasar-c::Iasar Ergonomi ......................................... 5
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi ............................. 7
BAB
III
PENERAPAN ERGONOMI
A. p・ョ、セ。エ@
Penerapan Ergonomi ........................ 9
B. Identifikasi Masalah ............................................ 9
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi ............. 11
BAB
IV
PEMBINAAN ERGONOMI
A. Pembinaan ......................................................... 15
B. Evaluasi .............................................................. 16
BAB
V PENUTUP
Daftar Kepustakaan
iii
DAFTAR 151
Kata Pengantar ............ セ .................................................................. ii
Daftarlsi .....-............... セ ................................................................. iii
TIm Penyusun ................................................................................. iv
BAB
'I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................... 1
B. Dasar I-iukum ....................................................... 3
C. Tujuan dan Manfaat ............................................. 3
BAB
II
ERGONOI\1I DAN FAKTOR RISIKO
A. Dasar-c::Iasar Ergonomi ......................................... 5
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi ............................. 7
BAB
III
PENERAPAN ERGONOMI
A. p・ョ、セ。エ@
Penerapan Ergonomi ........................ 9
B. Identifikasi Masalah ............................................ 9
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi ............. 11
BAB
IV
PEMBINAAN ERGONOMI
A. Pembinaan ......................................................... 15
B. Evaluasi .............................................................. 16
BAB
V PENUTUP
Daftar Kepustakaan
iii
TIM PENYUSUN
Azhar Jaya, dr, SKM, MARS
BambangTarupolo, dr, MKM
Budiman, SKM, MKes
Dina Dariana, dr, MS
Elizabeth L. Tobing, dr
Harumiti, dr
Nini JUliani Kartini, dr
Pumomo, dr
Rahmiati, dr
Rosidi Roslan, SKM, MPH
Sabhartini Nadzir, dr, MPH
Selamat Riyadi, SKM, MKKK
Siswarti Adnan, dr, MS
Suprapto, SKM, MKes
Titiek Herowati, drg, DDPH
Untung Suseno Sutarjo, dr, MKes
Wahyudi Hartono, dr, MS
Wiwiek Pudjiastuti, SKM, MKes
iv
TIM PENYUSUN
Azhar Jaya, dr, SKM, MARS
BambangTarupolo, dr, MKM
Budiman, SKM, MKes
Dina Dariana, dr, MS
Elizabeth L. Tobing, dr
Harumiti, dr
Nini JUliani Kartini, dr
Pumomo, dr
Rahmiati, dr
Rosidi Roslan, SKM, MPH
Sabhartini Nadzir, dr, MPH
Selamat Riyadi, SKM, MKKK
Siswarti Adnan, dr, MS
Suprapto, SKM, MKes
Titiek Herowati, drg, DDPH
Untung Suseno Sutarjo, dr, MKes
Wahyudi Hartono, dr, MS
Wiwiek Pudjiastuti, SKM, MKes
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan sangat penting artinya dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Pembangunan kesehatan dalam prakteknya bisa dilakukan dengan
berbagai upaya, salah satunya peningkatan status kesehatan
masyarakat melalui upaya-upaya yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Upaya-upaya ini terus dilakukan dan
dikembangkan agar tujuan pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya bisa tercapai.
Masyarakat pekerja adalah bagian dari komunitas yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Dengan meningkatnya status kesehatan
pekerja tentu akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas kerja
mereka dalam bekerja, sehingga secara tidak langsung akan
berkontribusi atas pencapaian pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya.
Saat ini, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mencoba
untuk merencanakan serta mengimplementasikan program
kesehatan kerja, yang intinya membantu dalam meningkatkan
derajat kesehatan pekerja. Program kesehatan kerja yang telah
dikembangkan ditujukan terhadap sarana kesehatan, industri kecil
dan menel'lgah maupun terhadap pekerja beserta lingkungan
kerjanya pada waktu bekerja.
セ@
Selain sasaran seperti yang disebutkan di atas, maka telah
dikembangkan juga program-program kesehatan kerja yang sifatnya
Pet/omen penerapan erconomi ba/{/pewges puskesmes
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan sangat penting artinya dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Pembangunan kesehatan dalam prakteknya bisa dilakukan dengan
berbagai upaya, salah satunya peningkatan status kesehatan
masyarakat melalui upaya-upaya yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif. Upaya-upaya ini terus dilakukan dan
dikembangkan agar tujuan pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya bisa tercapai.
Masyarakat pekerja adalah bagian dari komunitas yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Dengan meningkatnya status kesehatan
pekerja tentu akan mempengaruhi kinerja dan produktivitas kerja
mereka dalam bekerja, sehingga secara tidak langsung akan
berkontribusi atas pencapaian pembangunan masyarakat Indonesia
seutuhnya.
Saat ini, pemerintah melalui Departemen Kesehatan telah mencoba
untuk merencanakan serta mengimplementasikan program
kesehatan kerja, yang intinya membantu dalam meningkatkan
derajat kesehatan pekerja. Program kesehatan kerja yang telah
dikembangkan ditujukan terhadap sarana kesehatan, industri kecil
dan menel'lgah maupun terhadap pekerja beserta lingkungan
kerjanya pada waktu bekerja.
セ@
Selain sasaran seperti yang disebutkan di atas, maka telah
dikembangkan juga program-program kesehatan kerja yang sifatnya
Pet/omen penerapan erconomi ba/{/pewges puskesmes
セ
⦅@
GBicZM
__
......
terapan seperti penerapan ergonomik di tempat kerja khususnya
penerapan ergonomik di unit-unit pelayanan kesehatan yang
strategis dalam hal upaya kesehatan kerja misalnya Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
berkaitan dengan penerapan ergonomik di Puskesmas, diantaranya
adalah banyaknya kasus dengan keluhan muskuloskeletal, masih
kurangnya buku pedoman program, tenaga penyuluh dan informasi
tentang ergonomik.
Data kajian ergonomik ILO menunjukkan bahwa, di industri keeil
didapatkan 60-80% gangguan akibat faktor ergonomi, seperti sakit
pinggang, kaku leher, serta keluhan pada anggota gerak atas dan
bawah. Penelitian Depkes pada berbagai penyakit memperlihatkan
adanya kelainan atau gangguan kesehatan para pekerja antara lain;
berupa perubahan bentuk tulang punggung para perajin gerabah,
myalgia dan nyeri pinggul pada pekerja perempuan di tempat
pemilihan tembakau dan lain-Iainnya. Penelitian yang lain oleh
. Tresnaningsih (2000) didapatkan bahwa dari 600 pekerja pabrik
tekstil di Jawa Barat yang diperiksa kesehatannya, maka sebanyak
205 pekerja (34%) mengeluh sakit pada anggota gerak bagian atas
dan ditemukan sebanyak 132 pekerja (22%) menderita berbagai
penyakit otot rangka lainnya.
Salah satu hal untuk mengatasi beberapa persoalan yang
disebutkan di atas adalah dibutuhkannya pedoman ergonomi bagi
petugas kesehatan di Puskesmas.
Hasil kajian yang dilakukan Depkes ' di 8 propinsi tahun 2004
menunjukkan 75,8% perajin batu bata mengalami gangguan otot
rangka (sendi tulang belakang); 41% perajin kulit dan petani kelapa
sawit, 22% nelayan mengalami gangguan visus akibat tidak
terlindung pajanan セゥョ。イ@
UV; 23,2% perajin batu onix mengalami
dermatitis kontakjalergi; 80% nelayan, 79% penambang emas dan
perajin onix, 56% perajin alas kaki mengalami anemia.
Pada kajian profil pekerja yang dilakukan oleh Depkes di 10 propinsi
tahun 2005 menunjukkan bahwa 40,5% pekerja mengeluh sakit,
dan keluhan yang terbanyak adalah gangguan otot rangka sebesar
16% dari pekerja yang disurvey.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Kepmenkes No. 1457jmenkesjSKjXj2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di KabupatenjKota
5. Kepmenkes No. 1758jMenkesjSKjXl1j2003 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
6. Kepmenkes No. 128jMenkesjSKjl1j2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas
7. Kepmenkes No. 130jMenkesjSKjllj2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN)
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Umum:
Terselenggaranya program kesehatan kerja oleh petugas
kesehatan Puskesmas khususnya dalam bidang ergonomi.
Selain itu, hasil lokakarya tentang ergonomik pertengahan tahun
2006 di Bali teridentifikasi masalah-masalah ergonomik, khususnya
....... Pedoman penerapan efl1onoml baKIpetucaspuskesmas
2
Pedoman penerapan ellfOnoml balflpetllcaspuskesmas
3
セ
⦅@
GBicZM
__
......
terapan seperti penerapan ergonomik di tempat kerja khususnya
penerapan ergonomik di unit-unit pelayanan kesehatan yang
strategis dalam hal upaya kesehatan kerja misalnya Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
berkaitan dengan penerapan ergonomik di Puskesmas, diantaranya
adalah banyaknya kasus dengan keluhan muskuloskeletal, masih
kurangnya buku pedoman program, tenaga penyuluh dan informasi
tentang ergonomik.
Data kajian ergonomik ILO menunjukkan bahwa, di industri keeil
didapatkan 60-80% gangguan akibat faktor ergonomi, seperti sakit
pinggang, kaku leher, serta keluhan pada anggota gerak atas dan
bawah. Penelitian Depkes pada berbagai penyakit memperlihatkan
adanya kelainan atau gangguan kesehatan para pekerja antara lain;
berupa perubahan bentuk tulang punggung para perajin gerabah,
myalgia dan nyeri pinggul pada pekerja perempuan di tempat
pemilihan tembakau dan lain-Iainnya. Penelitian yang lain oleh
. Tresnaningsih (2000) didapatkan bahwa dari 600 pekerja pabrik
tekstil di Jawa Barat yang diperiksa kesehatannya, maka sebanyak
205 pekerja (34%) mengeluh sakit pada anggota gerak bagian atas
dan ditemukan sebanyak 132 pekerja (22%) menderita berbagai
penyakit otot rangka lainnya.
Salah satu hal untuk mengatasi beberapa persoalan yang
disebutkan di atas adalah dibutuhkannya pedoman ergonomi bagi
petugas kesehatan di Puskesmas.
Hasil kajian yang dilakukan Depkes ' di 8 propinsi tahun 2004
menunjukkan 75,8% perajin batu bata mengalami gangguan otot
rangka (sendi tulang belakang); 41% perajin kulit dan petani kelapa
sawit, 22% nelayan mengalami gangguan visus akibat tidak
terlindung pajanan セゥョ。イ@
UV; 23,2% perajin batu onix mengalami
dermatitis kontakjalergi; 80% nelayan, 79% penambang emas dan
perajin onix, 56% perajin alas kaki mengalami anemia.
Pada kajian profil pekerja yang dilakukan oleh Depkes di 10 propinsi
tahun 2005 menunjukkan bahwa 40,5% pekerja mengeluh sakit,
dan keluhan yang terbanyak adalah gangguan otot rangka sebesar
16% dari pekerja yang disurvey.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Kepmenkes No. 1457jmenkesjSKjXj2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di KabupatenjKota
5. Kepmenkes No. 1758jMenkesjSKjXl1j2003 tentang Standar
Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar
6. Kepmenkes No. 128jMenkesjSKjl1j2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas
7. Kepmenkes No. 130jMenkesjSKjllj2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (SKN)
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
a. Umum:
Terselenggaranya program kesehatan kerja oleh petugas
kesehatan Puskesmas khususnya dalam bidang ergonomi.
Selain itu, hasil lokakarya tentang ergonomik pertengahan tahun
2006 di Bali teridentifikasi masalah-masalah ergonomik, khususnya
....... Pedoman penerapan efl1onoml baKIpetucaspuskesmas
2
Pedoman penerapan ellfOnoml balflpetllcaspuskesmas
3
b. Khusus:
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
mengidentifikasi faktor riSiko ergonomi di wi/ayah
kerjanya.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
menyelesaikan masalah ergonomi dan mampu memberi
saran atau rekomendasi kepada ーセォ・イェ。@
dan
pengusaha.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
pembinaan kader kesehatan kerja, agar berpartisipasi
aktif untuk melaksanakan ergonomik di wi/ayah
kerjanya.
BAB II
ERGONOMI -DAN FAKTOR RISIKO
A. Oasar-Dasar Ergonomi
2. Manfaat
Ergonomi adalah i/mu yang mempelajari tentang kemampuan,
keterbatasan dan sifat manusia dalam sistem kerjanya serta
memanfaatkan pengetahuan ini untuk mendapatkan suatu sistem
kerja yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien.
Bidang-bidang kajian ergonomi meliputi elemen-elemen sistem
kerja, sebagai berikut :
a. Bagi Petugas Puskesmas :
• Sebagai acuan/pedoman
untuk melaksanakan
penerapan ergonomi di wi/ayah kerjanya.
b. Bagi Pekerja ;
• Status kesehatan meningkat
• Kinerja dan prodluktivitas kerja meningkat.
1. Elemen "manusia" :
a. Antropometri:
IImu tentang dimensi tubuh manusia (ukuran-ukuran tubuh).
Contohnya: tinggi badan, berat badan, panjang lengan,
panjang tungkai dan lain-lain.
c.
Bagi tempat kerja:
• Meningkatnya citra/ imagetempat kerja.
• Terciptanya Iingkungan tempat kerja yang sehat, aman,
nyaman, efektif dan efisien.
b. FisiologijFaal kerja :
IImu tentang tubuh, Iingkungan mikro dan.metabolismenya
untuk menghasilkan energi kerja.
c.
Biomekanika :
IImu tentang mekanika tubuh atau bagian tubuh dalam
beraktivitas kerja
セ@
d. Psikososial ォ・セ。@
:
Mempelajari segi-segi kejiwaan manusia dalam bekerja,
diantaranya kejenuhan, beban kerja berlebihan, kerja
bergilir, stress kerja, pemahaman cara kerja/proses kerja,
Pedoman penerapan ef'/fonoml bagfpetugaspuskesmas
4
セ@
Pedoman penerapan ef'/fonomlbalf/pel1lKaspuskesmas
5
b. Khusus:
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
mengidentifikasi faktor riSiko ergonomi di wi/ayah
kerjanya.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
menyelesaikan masalah ergonomi dan mampu memberi
saran atau rekomendasi kepada ーセォ・イェ。@
dan
pengusaha.
• Meningkatnya kemampuan petugas Puskesmas dalam
pembinaan kader kesehatan kerja, agar berpartisipasi
aktif untuk melaksanakan ergonomik di wi/ayah
kerjanya.
BAB II
ERGONOMI -DAN FAKTOR RISIKO
A. Oasar-Dasar Ergonomi
2. Manfaat
Ergonomi adalah i/mu yang mempelajari tentang kemampuan,
keterbatasan dan sifat manusia dalam sistem kerjanya serta
memanfaatkan pengetahuan ini untuk mendapatkan suatu sistem
kerja yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien.
Bidang-bidang kajian ergonomi meliputi elemen-elemen sistem
kerja, sebagai berikut :
a. Bagi Petugas Puskesmas :
• Sebagai acuan/pedoman
untuk melaksanakan
penerapan ergonomi di wi/ayah kerjanya.
b. Bagi Pekerja ;
• Status kesehatan meningkat
• Kinerja dan prodluktivitas kerja meningkat.
1. Elemen "manusia" :
a. Antropometri:
IImu tentang dimensi tubuh manusia (ukuran-ukuran tubuh).
Contohnya: tinggi badan, berat badan, panjang lengan,
panjang tungkai dan lain-lain.
c.
Bagi tempat kerja:
• Meningkatnya citra/ imagetempat kerja.
• Terciptanya Iingkungan tempat kerja yang sehat, aman,
nyaman, efektif dan efisien.
b. FisiologijFaal kerja :
IImu tentang tubuh, Iingkungan mikro dan.metabolismenya
untuk menghasilkan energi kerja.
c.
Biomekanika :
IImu tentang mekanika tubuh atau bagian tubuh dalam
beraktivitas kerja
セ@
d. Psikososial ォ・セ。@
:
Mempelajari segi-segi kejiwaan manusia dalam bekerja,
diantaranya kejenuhan, beban kerja berlebihan, kerja
bergilir, stress kerja, pemahaman cara kerja/proses kerja,
Pedoman penerapan ef'/fonoml bagfpetugaspuskesmas
4
セ@
Pedoman penerapan ef'/fonomlbalf/pel1lKaspuskesmas
5
--., .
tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi, hubungan atasan
dengan bawahan dan antar rekan sekerja.
セ@
LsZ
⦅
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi
8eberapa faktor risiko dalam ergonomi sebagai berikut :
2. Elemen "mesin/peralatan" :
Mesin atau peralatan yang dipergunakan dalam proses kerja dan
penunjang kerja, diantaranya tangga, pintu, jendela, lantai,
lemari, rak, meja, kursi, poster petunjuk, kipas angin, lampu,
speaker, toilet dan tempat sampah.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセL@
yaitu menjalankan
gerakan berulang pada waktu melakukan pekerjaan.
2. Beban berat, yaitu beban fisik berlebihan yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan, seperti menarik, memikul, mendorong
dan sebagainya). Semakin banyak daya yang harus dikeluarkan,
semakin berat beban bagi tubuh.
3. Elemen "bahan" :
Bahan baku dalam proses produksi, misalnya tanah liat, rotan,
kulit dan kayu.
3. Postur yang kaku, yaitu sikap tubuh yang janggal dalam
melakukan pekerjaan
4. Beban statis, yaitu diam lama dalam satu posisi sehingga
menyebabkan kontraksi otot.
4. Elemen "lingkungan kerja" :
Diantaranya mengenai perancangan tempat kerja, pengaruh
lingkungan kerja terhadap pekerjaan, misalnya suhu,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan, getaran, tekanan udara,
bau-bauan dan warna.
5. Kondisi-kondisi yang dapat menciderai tubuh manusia misalnya
tekanan langsung (tubuh tertekan pada suatu permukaan atau
tepian)
Contoh beberapa pertanyaan berkaitan dengan elemen-elemen
ergonomi di atas :
• Apakah aspek fasilitas/mesin/peralatan yang sudah ada
sudah sesuai dengan para penggunanya?
• Apakah tata letak ruangan sudah memperhitungan fungsi
antar ruang?
• Apakah penerangan, ventilasi dan suhu ruang sudah
mencukupi?
• Apakah ruang kerja perlu wewangian?
• Apakah papan petunjuk mudah dimengerti?
• Apakah lantai licin?
• [)an lain-lain.
.r.
Pedoman penerapan ergonomlbagipefllgaspuskesmas
6
6. Peralatan kerja yangtidaksesuai dengan kondisi tubuh
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin).
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai termasuk istirahat dan
pengaturan waktu kerja yang tidak cukup, kerja yang monoton,
beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan dalam satu waktu
sehingga melebihi beban kerja, prosedur kerja yang tidak
standar dan Cara kerja yang tidak aman.
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai, misalnya tata
letak lingkungan kerja yang tidak aman dan nyaman, anatomi
tubuh yangtidak serasi dengan desain pekerjaan
.r
Pedoman penerapan ergonomibagipefllgas puskesmas
7
MZ@
Gヲ
セ@
--., .
tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi, hubungan atasan
dengan bawahan dan antar rekan sekerja.
セ@
LsZ
⦅
B. Faktor Risiko dalam Ergonomi
8eberapa faktor risiko dalam ergonomi sebagai berikut :
2. Elemen "mesin/peralatan" :
Mesin atau peralatan yang dipergunakan dalam proses kerja dan
penunjang kerja, diantaranya tangga, pintu, jendela, lantai,
lemari, rak, meja, kursi, poster petunjuk, kipas angin, lampu,
speaker, toilet dan tempat sampah.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセL@
yaitu menjalankan
gerakan berulang pada waktu melakukan pekerjaan.
2. Beban berat, yaitu beban fisik berlebihan yang diperlukan untuk
melakukan pekerjaan, seperti menarik, memikul, mendorong
dan sebagainya). Semakin banyak daya yang harus dikeluarkan,
semakin berat beban bagi tubuh.
3. Elemen "bahan" :
Bahan baku dalam proses produksi, misalnya tanah liat, rotan,
kulit dan kayu.
3. Postur yang kaku, yaitu sikap tubuh yang janggal dalam
melakukan pekerjaan
4. Beban statis, yaitu diam lama dalam satu posisi sehingga
menyebabkan kontraksi otot.
4. Elemen "lingkungan kerja" :
Diantaranya mengenai perancangan tempat kerja, pengaruh
lingkungan kerja terhadap pekerjaan, misalnya suhu,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan, getaran, tekanan udara,
bau-bauan dan warna.
5. Kondisi-kondisi yang dapat menciderai tubuh manusia misalnya
tekanan langsung (tubuh tertekan pada suatu permukaan atau
tepian)
Contoh beberapa pertanyaan berkaitan dengan elemen-elemen
ergonomi di atas :
• Apakah aspek fasilitas/mesin/peralatan yang sudah ada
sudah sesuai dengan para penggunanya?
• Apakah tata letak ruangan sudah memperhitungan fungsi
antar ruang?
• Apakah penerangan, ventilasi dan suhu ruang sudah
mencukupi?
• Apakah ruang kerja perlu wewangian?
• Apakah papan petunjuk mudah dimengerti?
• Apakah lantai licin?
• [)an lain-lain.
.r.
Pedoman penerapan ergonomlbagipefllgaspuskesmas
6
6. Peralatan kerja yangtidaksesuai dengan kondisi tubuh
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin).
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai termasuk istirahat dan
pengaturan waktu kerja yang tidak cukup, kerja yang monoton,
beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan dalam satu waktu
sehingga melebihi beban kerja, prosedur kerja yang tidak
standar dan Cara kerja yang tidak aman.
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai, misalnya tata
letak lingkungan kerja yang tidak aman dan nyaman, anatomi
tubuh yangtidak serasi dengan desain pekerjaan
.r
Pedoman penerapan ergonomibagipefllgas puskesmas
7
MZ@
Gヲ
セ@
=======.._"
Contoh-contoh disertai gambar mengenai faktor risiko di atas dapat
dilihat dalam lampiran (1)
Adapun Gejala akibat masalah ergonomi, antara lain:
セ@
::;;w
... e __ .. -
BAB III
PENERAPAN ERGONOMI
A. Pendekatan Penerapan Ergonomi
1. Gangguan
otot
rangka
akibat
kerja
(Work-related
Musculoskeletal DisorderS) atau penyakit sehubungan dengan
alat gerak seperti gangguan gerak/kaku otot, gangguan pada
persendian, jaringan otot, syaraf atau pembuluh darah dan nyeri
punggung bawah (low back pain).
2. Keluhan mata lelah akibat penerangan yang kurang, silau dan
terlalu lama di depan VDU (Video Display Unit).
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu:
1. Pendekatan konseptual :
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini
akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pad a saat
perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak
proses pemilihan dan alih tehnologi, prinsip ergonomi sudah
seyogyanya dimanfaatkan bersama sarna dengan kajianlain
yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial
budaya, hemat akan energi dan pelestarian lingkungan.
2. Pendekatan korektif:
Pendekatan dilakukan pada suatu proses yang sudah atau
sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan
/modifikasi dari proses yang sedang,lsudah berjalan. Sasaran
kegiatan ini adalah kondisi kerja dan Iingkungan kerja dan
dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait
dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
B. Identifikasi Masalah
セ
Langkah awal dalam penerapan ergonomik adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah dimulai dari Poliklinik/Puskesmas.
Petugas Puskesmas menganalisis angka kesakitan, misalnya
membedakan mana gangguan otot rangka (MSDs) atau penyakit
karena akibat kerja. Gangguan otot rangka bisa disebabkan oleh
N@ Pedoman penerapan etgonomlbaglpetugaspuskesmas
8
.,... Pedoman penerapan etgonomlbagJpewgaspuskesmas
9
=======.._"
Contoh-contoh disertai gambar mengenai faktor risiko di atas dapat
dilihat dalam lampiran (1)
Adapun Gejala akibat masalah ergonomi, antara lain:
セ@
::;;w
... e __ .. -
BAB III
PENERAPAN ERGONOMI
A. Pendekatan Penerapan Ergonomi
1. Gangguan
otot
rangka
akibat
kerja
(Work-related
Musculoskeletal DisorderS) atau penyakit sehubungan dengan
alat gerak seperti gangguan gerak/kaku otot, gangguan pada
persendian, jaringan otot, syaraf atau pembuluh darah dan nyeri
punggung bawah (low back pain).
2. Keluhan mata lelah akibat penerangan yang kurang, silau dan
terlalu lama di depan VDU (Video Display Unit).
Penerapan ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu:
1. Pendekatan konseptual :
Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan hal ini
akan sangat efektif dan efisien bila dilakukan pad a saat
perencanaan. Bila berkaitan dengan teknologi, maka sejak
proses pemilihan dan alih tehnologi, prinsip ergonomi sudah
seyogyanya dimanfaatkan bersama sarna dengan kajianlain
yang juga diperlukan, seperti kajian teknis, ekonomi, sosial
budaya, hemat akan energi dan pelestarian lingkungan.
2. Pendekatan korektif:
Pendekatan dilakukan pada suatu proses yang sudah atau
sedang berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi/perbaikan
/modifikasi dari proses yang sedang,lsudah berjalan. Sasaran
kegiatan ini adalah kondisi kerja dan Iingkungan kerja dan
dalam pelaksanaannya harus melibatkan pekerja yang terkait
dengan proses kerja yang sedang berlangsung.
B. Identifikasi Masalah
セ
Langkah awal dalam penerapan ergonomik adalah identifikasi
masalah. Identifikasi masalah dimulai dari Poliklinik/Puskesmas.
Petugas Puskesmas menganalisis angka kesakitan, misalnya
membedakan mana gangguan otot rangka (MSDs) atau penyakit
karena akibat kerja. Gangguan otot rangka bisa disebabkan oleh
N@ Pedoman penerapan etgonomlbaglpetugaspuskesmas
8
.,... Pedoman penerapan etgonomlbagJpewgaspuskesmas
9
DBP: K,ESEHATAN
Untuk mengidentifikasi masalah dalam ergonomi perlu dilakukan hal
sebagai berikut :
1. Mengamati tentang kemampuan dan keterbatasan manusia
secara fisik maupun psikologik.
2. Mengamati cara kerja manusia dalam berinteraksi dengan
peralatan kerja.
3. Mengamati lingkungan kerja.
masalah ergonomi. Dengan demikian, dari data kesakitan yang ada
dapat diketahui pemetaan masalah.
Langkah berikutnya yang dapat dilakukan dalam mengenali masalah
ergonomi adalah dengan melihat lingkungan psikososial dan
lingkungan kerja.
Pada prinsipnya untuk mengetahui masalah ergonomi perlu
diketahui Uga hal:
1. Data umum tenaga kerja :
a. Kesehatan fisik
b. Keadaan mental
c. Kemampuan jasmani, yaitu tentang dimensi antropometri
dan pemanfaatan tenaga otot.
Untuk me/akukan identifikasi masa/ah da/am bidang ergonoml;
maka dapat di/akukan dengan menggunakan instrumen identifikasi
bahayayang terlampir da/am pedoman ini(/ampiran 2).
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi
2. Data lingkungan :
Yaitu semua hal yang ada di tempat kerja, di luar tenaga kerja
dan peralatan kerja. Lingkungan kerja harus memberi ruang
gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota anggota badan
sehingga dapat bergerak leluasa dan efisien. Penempatan
tempat duduk dan peralatan kerja diatur sedemikian rupa
hingga memungkinkan proses ォ・セ。@
berjalan dengan efisien dan
efektif. Iklim tempat kerja diatur supaya nyaman, sesuai dengan
sifat pekerjaan, ventilasi alamiah. Penerangan harus
mendapatkan perhatian juga, supaya nyaman. Untukalasan
teknis harus diciptakan satu kondisi dan situasi dimana pekerja
dapat melakukan tugasnya dengan nyaman dan leluasa.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセ@
:
Merancang kembali cara kerja untuk mengurangi jumlah
pengulangan gerakan atau meningkatkan waktu jeda antara
ulangan atau menggilirnya dengan pekerjaan lain.
2. Beban berat:
Zセ]M
10
セ
J' \ ;, \
セ]M
セ@ .-\\
III
セ |@ ゥ 0 セ| i@ ᄋB@
w
セ@ セ@ セ@
3. Data proses kerja :
a. Jam ォ・セ。@
dan waktu istirahat, kerja bergilir (shift work) dan
pengaturannya.
b. Penggunaan poster tentang Alat Pelindung Diri (APD) dan
pengawasan.
-- Pedoman penerapan etgonoml balfipefIJlfaspuskesmas
.,,.. ..,. .::::::-;.
Nセ]MZ@
セ@
, ,J
I Ii
セセ
.,•...
Bermacam-macam cara dalam
mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung
dsbnya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang
punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang
berlebihan.
セ I@
セ@
Penanggulangandilakukan dengan cara mengurangi gaya yang
diper1ukan untuk melakukan kerja, merancang kembali cara
ォ・セ。L@
menambah jumlah pekerja pada pekerjaan tersebut,
menggunakan peralatan mekanik.
Pedoman penerapan etgonoml balfl pefIJlfaspuskesmas
11
DBP: K,ESEHATAN
Untuk mengidentifikasi masalah dalam ergonomi perlu dilakukan hal
sebagai berikut :
1. Mengamati tentang kemampuan dan keterbatasan manusia
secara fisik maupun psikologik.
2. Mengamati cara kerja manusia dalam berinteraksi dengan
peralatan kerja.
3. Mengamati lingkungan kerja.
masalah ergonomi. Dengan demikian, dari data kesakitan yang ada
dapat diketahui pemetaan masalah.
Langkah berikutnya yang dapat dilakukan dalam mengenali masalah
ergonomi adalah dengan melihat lingkungan psikososial dan
lingkungan kerja.
Pada prinsipnya untuk mengetahui masalah ergonomi perlu
diketahui Uga hal:
1. Data umum tenaga kerja :
a. Kesehatan fisik
b. Keadaan mental
c. Kemampuan jasmani, yaitu tentang dimensi antropometri
dan pemanfaatan tenaga otot.
Untuk me/akukan identifikasi masa/ah da/am bidang ergonoml;
maka dapat di/akukan dengan menggunakan instrumen identifikasi
bahayayang terlampir da/am pedoman ini(/ampiran 2).
C. Penanggulangan Faktor Risiko Ergonomi
2. Data lingkungan :
Yaitu semua hal yang ada di tempat kerja, di luar tenaga kerja
dan peralatan kerja. Lingkungan kerja harus memberi ruang
gerak secukupnya bagi tubuh dan anggota anggota badan
sehingga dapat bergerak leluasa dan efisien. Penempatan
tempat duduk dan peralatan kerja diatur sedemikian rupa
hingga memungkinkan proses ォ・セ。@
berjalan dengan efisien dan
efektif. Iklim tempat kerja diatur supaya nyaman, sesuai dengan
sifat pekerjaan, ventilasi alamiah. Penerangan harus
mendapatkan perhatian juga, supaya nyaman. Untukalasan
teknis harus diciptakan satu kondisi dan situasi dimana pekerja
dapat melakukan tugasnya dengan nyaman dan leluasa.
1. Gerakan berulang (repetitive ュッカ・ョセ@
:
Merancang kembali cara kerja untuk mengurangi jumlah
pengulangan gerakan atau meningkatkan waktu jeda antara
ulangan atau menggilirnya dengan pekerjaan lain.
2. Beban berat:
Zセ]M
10
セ
J' \ ;, \
セ]M
セ@ .-\\
III
セ |@ ゥ 0 セ| i@ ᄋB@
w
セ@ セ@ セ@
3. Data proses kerja :
a. Jam ォ・セ。@
dan waktu istirahat, kerja bergilir (shift work) dan
pengaturannya.
b. Penggunaan poster tentang Alat Pelindung Diri (APD) dan
pengawasan.
-- Pedoman penerapan etgonoml balfipefIJlfaspuskesmas
.,,.. ..,. .::::::-;.
Nセ]MZ@
セ@
, ,J
I Ii
セセ
.,•...
Bermacam-macam cara dalam
mengangkat beban yakni, dengan
kepala, bahu, tangan, punggung
dsbnya. Beban yang terlalu berat
dapat menimbulkan cedera tulang
punggung, jaringan otot dan
persendian akibat gerakan yang
berlebihan.
セ I@
セ@
Penanggulangandilakukan dengan cara mengurangi gaya yang
diper1ukan untuk melakukan kerja, merancang kembali cara
ォ・セ。L@
menambah jumlah pekerja pada pekerjaan tersebut,
menggunakan peralatan mekanik.
Pedoman penerapan etgonoml balfl pefIJlfaspuskesmas
11
•.
Lセ@
Dalam hal menJInJlng beban, beban yang diangkat tidak
melebihi aturan yang ditetapkan ILO sebagai berikut:
: 40 kg
• Laki-Iaki dewasa
• Wanita dewasa
: 15-20 kg
• Laki-Iaki (16-18 th) : 15-20 kg
• Wanita (16-18 th) : 12-15 kg
4. Seban statis:
Meraneang eara kerja untuk menghindari terlalu lama bertahan
pada satu postur, memberi kesempatan untuk mengubah posisi.
5. Kondisi-kondisi yang dapat meneiderai tubuh manusia:
Memperbaiki peralatan yang ada untuk menghilangkan tekanan
atau memberikan bantalan.
Untuk mengangkat beban perlu diperhatikan cara
mengangkat yang benar dengan didasarkan pada prinsip :
• Otot lengan lebih banyak digunakan daripada otot
punggung
• Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan
momentum dengan memanfaatkan berat badan.
• Posisi kaki yang benar
• Punggung kuat dan kekar
• Posisi lengan dekat dengan tubuh
• Mengangkat dengan benar
• Menggunakan berat badan
6. Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh:
Menyerasikan postur tubuh waktu bekerja dengan peralatan
ォ・セ。N@
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin):
Lindungi badan dan kontrol temperatur.
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai:
Beban kerja yang layak, istirahat yang eukup, pekerjaan yang
bervariasi, otonomi individu, selain itu pekerjaan harus di atur
dengan berbagai cara:
• Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
• Frekuensi pergerakan diminimalisasi
• Jarak mengangkat beban dikurangi
• Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak liein
dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
• Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
3. Postur yang kaku:
Merancang cara kerja dan peralatan
yang dipakai hingga postur tubuh
selama kerja lebih alami atau netral.
セ@
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk
dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan
berat tubuh dan posisi stabil selama
bekerja. Sedangkan posisi berdiri
dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu
seeara seimbang pada dua kaki (lihat gambar di samping).
Pedomanpenempan
e,gonoml baKlpetugas puskesmas
12
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai:
• lata letak alat kerja yang aman dan nyaman, display harus
jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih
banyak digunakan daripada kata-kata.
• Salah satu contoh risiko potensial ergonomi di tempat kerja
dan penanggulangannya adalah dalam pereneanaan tangga.
Menaiki anak tangga merupakan aktivitas fisik yang
0-'
Pedoman penempan etgOnomlbaKipetugaspuskesmas
13
•.
Lセ@
Dalam hal menJInJlng beban, beban yang diangkat tidak
melebihi aturan yang ditetapkan ILO sebagai berikut:
: 40 kg
• Laki-Iaki dewasa
• Wanita dewasa
: 15-20 kg
• Laki-Iaki (16-18 th) : 15-20 kg
• Wanita (16-18 th) : 12-15 kg
4. Seban statis:
Meraneang eara kerja untuk menghindari terlalu lama bertahan
pada satu postur, memberi kesempatan untuk mengubah posisi.
5. Kondisi-kondisi yang dapat meneiderai tubuh manusia:
Memperbaiki peralatan yang ada untuk menghilangkan tekanan
atau memberikan bantalan.
Untuk mengangkat beban perlu diperhatikan cara
mengangkat yang benar dengan didasarkan pada prinsip :
• Otot lengan lebih banyak digunakan daripada otot
punggung
• Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan
momentum dengan memanfaatkan berat badan.
• Posisi kaki yang benar
• Punggung kuat dan kekar
• Posisi lengan dekat dengan tubuh
• Mengangkat dengan benar
• Menggunakan berat badan
6. Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi tubuh:
Menyerasikan postur tubuh waktu bekerja dengan peralatan
ォ・セ。N@
7. Suhu yang ekstrim (terlalu panas atau terlalu dingin):
Lindungi badan dan kontrol temperatur.
8. Organisasi kerja yang tidak sesuai:
Beban kerja yang layak, istirahat yang eukup, pekerjaan yang
bervariasi, otonomi individu, selain itu pekerjaan harus di atur
dengan berbagai cara:
• Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun
• Frekuensi pergerakan diminimalisasi
• Jarak mengangkat beban dikurangi
• Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak liein
dan mengangkat tidak terlalu tinggi.
• Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
3. Postur yang kaku:
Merancang cara kerja dan peralatan
yang dipakai hingga postur tubuh
selama kerja lebih alami atau netral.
セ@
Posisi kerja terdiri dari posisi duduk
dan posisi berdiri, posisi duduk
dimana kaki tidak terbebani dengan
berat tubuh dan posisi stabil selama
bekerja. Sedangkan posisi berdiri
dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu
seeara seimbang pada dua kaki (lihat gambar di samping).
Pedomanpenempan
e,gonoml baKlpetugas puskesmas
12
9. Rancangan tempat kerja yang tidak memadai:
• lata letak alat kerja yang aman dan nyaman, display harus
jelas terlihat pada waktu melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih
banyak digunakan daripada kata-kata.
• Salah satu contoh risiko potensial ergonomi di tempat kerja
dan penanggulangannya adalah dalam pereneanaan tangga.
Menaiki anak tangga merupakan aktivitas fisik yang
0-'
Pedoman penempan etgOnomlbaKipetugaspuskesmas
13
セ
"-
berisiko. Untuk menaiki tangga diperlukan sejumlah energi.
Risiko potensialnya diantaranya kelelahan, keeelakaann
kerja seperti terpeleset dan terjatuh. Kebutuhan energi
akan paling efisien bila sudut kemiringaan anak tangga
antara 25 - 30 derajat dengan ukuran tinggi anak tangga
17 em dan kedalaman anak tangga 29 em. Seeara umum
formula tadi dapat disederhanakan dengan 2 x tinggi +
kedalaman =63 em
10. Proses Kerja :
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai
dengan posisl waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran
antropometrinya. Harus dibedakan ukuran antropometri barat
dan timur.
Contoh dalam proses kerja
adalah
mengangkatjmenggotong
pasien.
Risiko
potensial
diantaranya akut (eidera punggung dan leher, HNP) dan
khronis (gangguan otot rangka seperti pengapuran dan
peradangan).
セ@
Berkaitan dengan proses kerja di atas terdapat prinsip-prinsip,
sebagai berikut:
• Beban jangan terlalu berat.
• Suatu rumus yang mudah diingat "Bila anda merasa tidak
mampu untuk .mengangkatnya sendiri, jangan diteruskan
pekerjaan itu, cari bantuan ".
• Jangan berdiri terialu jauh dari pasien.
• Jangan mengangkat pasien dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok.
• Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga
pergerakan paha terhambat baik oleh celana atau gerakan
yangtidak bebas.
PedOTTl6n penel1lpan ef[/onoml bIlK!petulflls puskesmas
14
BAB IV
PEMBINAAN DAN EVALUASI
A. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan secara langsung kepada pekerja dan
tidak langsung kepada pengusaha, dilaksanakan secara terintegrasi
dengan lintas program, !intas sektor terkait lain.
Cara-cara pembinaan dapat dilakukan dengan:
1. Kunjungan langsung ke tempat kerja
Contohnya dengan mengamati secara langsung, apakah
ergonomi telah diterapkan dengan benar, ada kendala atau
hambatan dan kendala itu sudah dapat diatasi atau belum.
2. Secara tidak langsung melalui pendekatan terhadap
pengusaha/manajemen tempat kerja dengan memberi
rekomendasi yang diperlukan bagi pekerja dalam memperbaiki
kondisi dan cara kerja yang ergonomis.
3. Penyuluhan misalnya dengan menggunakan poster, leaflet, film,
video, alat peraga, poster, ceramah dan sarasehan.
4. Pelatihan, bisa dilakukan terhadap kader kesehatan kerja,
kelompok sebaya (peer leader).
5. Bimbingan teknis, misalnya melalui kalakarya (on the job
training), kunjungan ke tempat ォ・セ。@
lain.
6. Pemberian penghargaan kepada tempat kerja yang menerapkan
ergonomik secara berkesinambungan. Contohnya lomba Pos
UKK, lomba bengkel sehat.
;- Pedomanpenel1lpan ef[/onoml ba6Ipetugaspuskesmas
15
M セ@
セ
"-
berisiko. Untuk menaiki tangga diperlukan sejumlah energi.
Risiko potensialnya diantaranya kelelahan, keeelakaann
kerja seperti terpeleset dan terjatuh. Kebutuhan energi
akan paling efisien bila sudut kemiringaan anak tangga
antara 25 - 30 derajat dengan ukuran tinggi anak tangga
17 em dan kedalaman anak tangga 29 em. Seeara umum
formula tadi dapat disederhanakan dengan 2 x tinggi +
kedalaman =63 em
10. Proses Kerja :
Para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai
dengan posisl waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran
antropometrinya. Harus dibedakan ukuran antropometri barat
dan timur.
Contoh dalam proses kerja
adalah
mengangkatjmenggotong
pasien.
Risiko
potensial
diantaranya akut (eidera punggung dan leher, HNP) dan
khronis (gangguan otot rangka seperti pengapuran dan
peradangan).
セ@
Berkaitan dengan proses kerja di atas terdapat prinsip-prinsip,
sebagai berikut:
• Beban jangan terlalu berat.
• Suatu rumus yang mudah diingat "Bila anda merasa tidak
mampu untuk .mengangkatnya sendiri, jangan diteruskan
pekerjaan itu, cari bantuan ".
• Jangan berdiri terialu jauh dari pasien.
• Jangan mengangkat pasien dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok.
• Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga
pergerakan paha terhambat baik oleh celana atau gerakan
yangtidak bebas.
PedOTTl6n penel1lpan ef[/onoml bIlK!petulflls puskesmas
14
BAB IV
PEMBINAAN DAN EVALUASI
A. Pembinaan
Pembinaan dapat dilakukan secara langsung kepada pekerja dan
tidak langsung kepada pengusaha, dilaksanakan secara terintegrasi
dengan lintas program, !intas sektor terkait lain.
Cara-cara pembinaan dapat dilakukan dengan:
1. Kunjungan langsung ke tempat kerja
Contohnya dengan mengamati secara langsung, apakah
ergonomi telah diterapkan dengan benar, ada kendala atau
hambatan dan kendala itu sudah dapat diatasi atau belum.
2. Secara tidak langsung melalui pendekatan terhadap
pengusaha/manajemen tempat kerja dengan memberi
rekomendasi yang diperlukan bagi pekerja dalam memperbaiki
kondisi dan cara kerja yang ergonomis.
3. Penyuluhan misalnya dengan menggunakan poster, leaflet, film,
video, alat peraga, poster, ceramah dan sarasehan.
4. Pelatihan, bisa dilakukan terhadap kader kesehatan kerja,
kelompok sebaya (peer leader).
5. Bimbingan teknis, misalnya melalui kalakarya (on the job
training), kunjungan ke tempat ォ・セ。@
lain.
6. Pemberian penghargaan kepada tempat kerja yang menerapkan
ergonomik secara berkesinambungan. Contohnya lomba Pos
UKK, lomba bengkel sehat.
;- Pedomanpenel1lpan ef[/onoml ba6Ipetugaspuskesmas
15
M セ@
BAB V
PENUTUP
B. Evaluasi
Evaluasi program ergonomi dapat dilakukan pada komponen input,
proses dan output atau terhadap kegiatan ergonomi (telaah
dokumen dan survey langsung), pada pekerja dan lingkungan kerja.
Evaluasi dapat untuk menilai efektifitas suatu intervensi yang
diberikan guna memperbaiki program ergonomi. Beberapa indikator
untuk mengevaluasi pengaruh intervensi program ergonomi adalah:
• Berkurangnya keluhan-keluhan otot rangka (muskuloskeletal)
pada para pekerja.
• Meningkatnya kemampuan produksi yang dihasilkan per satuan
waktu.
• Meningkatnya perbaikan sikap kerja dan lingkungan kerja
sehingga pekerja lebih aman dan nyaman.
• Penurunan angka absensi.
Penilaian terhadap faktor risiko ergonomi untuk evaluasi program
dapatdilakukan dengan:
• Menggunakan survey ergonomi (dapat dilihat pada lampiran 2).
• Menggunakan survey pekerja dan catatan medis (dapat dilihat
pada lampiran 3 dan 4).
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi disebabkan oleh
adanya ketidaksesuaian antara pekerja dengan proses ォ・セ。L@
alat kerja
dan lingkungan kerja.
Pelbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja dapat
diantisipasi dengan penerapan ergonomi di tempat kerja melalui
pentahapan identifikasi bahaya potensial ergonomi di tempat kerja,
penanggulangan, pembinaan dan evaluasi.
Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara
penyesuaian antara pekerja dengan proses kerja, alat kerja dan
lingkungan kerja, yang dapat dilakukan melalui pengembangan
kapasitas pekerja terhadap persayaratan-persyaratan sehubungan
dengan pekerjaan baik melalui pelatihan maupun penyesuaian
pekerjaan.
..,- Pedoman penerapaR ellfonom!bag!petulaspuskesmas
Pedoms" pe(1efBf)IIneq{Onoml bag!peiIllaspuskesmss
16
17
BAB V
PENUTUP
B. Evaluasi
Evaluasi program ergonomi dapat dilakukan pada komponen input,
proses dan output atau terhadap kegiatan ergonomi (telaah
dokumen dan survey langsung), pada pekerja dan lingkungan kerja.
Evaluasi dapat untuk menilai efektifitas suatu intervensi yang
diberikan guna memperbaiki program ergonomi. Beberapa indikator
untuk mengevaluasi pengaruh intervensi program ergonomi adalah:
• Berkurangnya keluhan-keluhan otot rangka (muskuloskeletal)
pada para pekerja.
• Meningkatnya kemampuan produksi yang dihasilkan per satuan
waktu.
• Meningkatnya perbaikan sikap kerja dan lingkungan kerja
sehingga pekerja lebih aman dan nyaman.
• Penurunan angka absensi.
Penilaian terhadap faktor risiko ergonomi untuk evaluasi program
dapatdilakukan dengan:
• Menggunakan survey ergonomi (dapat dilihat pada lampiran 2).
• Menggunakan survey pekerja dan catatan medis (dapat dilihat
pada lampiran 3 dan 4).
Permasalahan yang berkaitan dengan faktor ergonomi disebabkan oleh
adanya ketidaksesuaian antara pekerja dengan proses ォ・セ。L@
alat kerja
dan lingkungan kerja.
Pelbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para pekerja dapat
diantisipasi dengan penerapan ergonomi di tempat kerja melalui
pentahapan identifikasi bahaya potensial ergonomi di tempat kerja,
penanggulangan, pembinaan dan evaluasi.
Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara
penyesuaian antara pekerja dengan proses kerja, alat kerja dan
lingkungan kerja, yang dapat dilakukan melalui pengembangan
kapasitas pekerja terhadap persayaratan-persyaratan sehubungan
dengan pekerjaan baik melalui pelatihan maupun penyesuaian
pekerjaan.
..,- Pedoman penerapaR ellfonom!bag!petulaspuskesmas
Pedoms" pe(1efBf)IIneq{Onoml bag!peiIllaspuskesmss
16
17
........... .......
M
LG M
DAFTAR KEPUSTAKAAN
N[Z セ@
Lampiran 1.a
Faklor Risiko
Kemungkinan hasil
atau konsekuensi
Contoh Kegaiatan
Depkes RI, 2001
Pedoman Teknologi Tepat Guna Ergonomi Bagi Pekerja Sektor
Infonnal
Depkes, RI, 2001
Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Saki!,
Jakarta.
Pedoman Pelaksanaan Lokalatih K3 dan Pekerja Anak di Sektor
Berbahaya pada SektorInformalAlas kaki, Bandung, 2002
Suhamyoto, 2000
Identifikasi Faktor-faktor Risiko Cummulative Trauma Disorders
danS