BADAN EKSEKUTIF

EKSEKUTIF

Menurut Locke, kekuasaan negara dibagi dalam tiga kekuasaan. Yaitu kekuasaan
legislative, kekuasaan eksekutif, dan, kekuasaan federative yang masing-masing terpisah satu
sama lain. Kekuasaan legislative adalah kekuasaan membuat peraturan undang-undang.
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan unadng-undang dan di dalamnya
termasuk kekuasaan mengadili dan kekuasaan federative yaitu kekuasaan meliputi segala
tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti
membuat aliansi dan sebagainya. Kemudian Montesquieu mengembangkan lebih lanjut
pemikiran Locke di dalam bukunya. Ia menyusun suatu system pemerintahan di mana warga
negaranya merasa lebih terjamin haknya. Ia membagi kekuasaan legislative, eksekutif, dan
kekuasaan yudikatif. Ketiga jenis kekuasaan tersebut haruslah terpisah satu sama lain baik
mengenai tugas maupun mengenai alat perlengkapan yang menyelenggarakannya. Ia yakin
dengan pemisahan itu tidak akan terjadi sentralisasi kekuasaan yang menyebabkan lahirnya
negara kekuasaan.1 Lembaga eksekutif adalah lembaga yang mempunyai kekuasaan dan
wewenang menjalankan undang-undang. Eksekutif sendiri dapat diartikan hal yang berkaitan
dengan pengelolaan atau penyelenggaraan.2
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara-negara
demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala negara seperti raja atau presiden,
beserta menteri-menterinya. Badan eksekutif dalam arti yang luas juga mencakup para
pegawai negeri sipil dan militer. Dalam naskah ini istilah badan eksekutif dipakai dalam arti

sempitnya. Dalam system presidensiil menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan
langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam system parlementer para menteri dipimpin oleh
seorang perdana menteri. Dalam system parlementer pula perdana menteri beserta menterimenterinya dinamakan bagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawab. Sedangkan raja
dalam monarkhi konstitusionil dinamakan bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat
diganggu gugat. Jumlah anggota badan eksekutif jauh lebih kecil daripada jumlah anggota
badan legislative. Biasanya berjumlah 20 atau 30 orang. Badan eksekutif yang kecil dapat
bertindak cepat dan member pimpinan yang tepat dan efektif. Menurut tafsiran tradisionil
azas trias politica, hanya melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan
1 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 304
2 Rani R. Moediarta, PKn: Harmoni Berkebangsaan (Bogor: Quadra, 2007), h. 41

oleh badan

legislative serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan

legislative.3
Dalam perkembangan negara modern bahwa wewenang badan eksekutif dewasa ini
jauh lebih luas daripada hanya melaksanakan Undang-Undang Dasar saja. Kadang malahan
dikatakan bahwa dalam negara modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislative
sebagai pembuat kebijaksanaan yang utama. Perkembangan ini terdorong oleh banyak factor.

Seperti perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah berjalan jauh, semakin
terjalinya hubungan politik dan ekonomi antarnegara, krisis ekonomi dan revolusi social.
Akan tetapi, meluasnya peranan negara terutama disebabkan karena penyelenggaraan
kesejahteraan rakyatnya merupakan tugas pokok dari setiap negara dewasa ini. Dalam
menjalankan tugasnya, badan eksekutif ditunjang oleh tenaga kerja yang terampil dan ahli
serta tersedianya bermacam-macam fasilitas serta alat-alat di masing-masing kementrian.
A. WEWENANG BADAN EKSEKUTIF
Kekuasaan badan eksekutif mencakup beberapa bidang.4 Diantaranya:
1. Administrative, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang dan peraturan
perundangan lainnya dan menyelenggarakan administrative negara.
2. Legislative, yaitu membuat rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam
badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
3. Keamanan, artinya kekuasaan untuk mengatur polisi dan angkatan bersenjata,
menyelenggarakan perang, pertahanan negara, serta keamanan dalam negeri.
4. Yudikatif, memberikan grasi, amnesty, dan sebagainya.
5. Diplomatic, yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan diplomatic dengan
negara-negara lain.
B. BEBERAPA MACAM BADAN EKSEKUTIF
Dalam mempelajari badan eksekutif di negara-negara demokratis kita melihat adanya
dua macam badan eksekutif yaitu menurut system parlementer dan menurut system

presidensil. Sekalipun demikian, dalam mengadakan pengelompokan ini, dalam setiap
kelompol terdapat beberapa variasi.5
1. System parlementer dengan Parliamentary Executive
Dalam system ini badan eksekutif dan badan legislative bergantung satu sama lain.
Kabinet sebagai bagian dari badan eksekutif yang bertanggung jawab diharap
mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislative yang mendukungnya
dan mati hidupnya kabinet bergantung kepada dukungan dalam badan legislative.
3 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), h. 295
4 Ibid., h. 296
5 Ibid., h. 297

Kabinet semacam ini dinamakan kabinet parlementer. Sifat serta bobot ketergantungan
ini berbeda dari satu negara dengan negara lain. Akan tetapi umumnya dicoba untuk
mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislative.6
2. Sistem presidensial dengan Fixed Executive atau Non-Parliamentary Executive
Dalam system ini kelangsungan hidup badan legislative, dan badan eksekutif
mempunyai masa jabatan tertentu. Kebebasan badan eksekutif terhadap badan legislative
mengakibatkan kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan
legislative. Menteri-menteri dalam kabinet presidensial dapat dipilih menurut
kebijaksanaan presiden sendiri tanpa menghiraukan tuntutan-tuntutan partai politik.

dengan demikian, pilihan presiden dapat didasarkan atas keahlian serta factor-faktor lain
yang dianggap penting. System in terdapat di Amerika Serikat, Pakistan (dalam masa
demokrasi dasar 1958-1969) dan di Indonesia di bawah UUD 1945.
C. BADAN EKSEKUTIF DI INDONESIA
Dalam masa pra-demokrasi terpimpin, badan eksekutif yang terdiri atas presiden
serta wakil presiden, dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan
yang bekerja atas dasar asas tanggung jawab menteri. Kabinet merupakan kabinet yang
dipimpin oleh wakil presiden Moh. Hatta, yang karena itu dinamakan kabinet presidensial.
Mulai juni 1959 UUD 45 berlaku kembali dan menurut ketentuan UUD itu badan eksekutif
terdiri atas seorang presiden, wakil presiden dan menteri-menteri. Menteri-menteri membantu
presiden dan diangkat serta diberhentikan olehnya. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh
MPR dan presiden merupakan mandataris MPR. Ia bertanggungjawab kepada MPR dan
kedudukannya untergeordnet kepada MPR. Presiden memegang kekuasaan pemerintah
selama lima tahun yang hanya dibatasi oleh peraturn-peraturn dalam UUD di mana sesuatu
hal diperlukan adanya suatu undang-undang. Sistm Check and Balance seperti yang dikenal
dalam system Amerika Serikat, dimana badan eksekutif dan legislative sekalipun bebas satu
sama lain, mengadakan Check satu sama lain, tidak dikenal dalam system undang-udang
dasar 1945.
Dalam demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya
untuk memperkuat kedudukanya, Soekarno oleh MPRS ditetapkan sebagai presiden seumur

hidup. Dalam masa orde baru, ketetapan MPRS yang member keduduakn presiden seumur
hidup kepada Soekarno telah dibatalkan. Dengan ketetapan MPRS No. XXXXIV tahun 1968
Soeharto dipilih oleh MPRS sebagai presiden. Jabatan wakil presiden untuk sementara tidak
diisi. Dengan undang-undang ditetapkan bahwa menteri tidak boleh merangkap menjadi
anggota DPR.
6 Ibid., h.

Kekuasaan eksekutif di Indonesia seperti yang dijabarkan di atas bersumber dari
konstitusi, oleh karena itu seharusnya tidak dapat diganggu gugat karena memiliki basis yang
jelas. Namun, pada realitanya akhir-akhir ini, dapat dilihat adanya hal-hal yang membuat
efisiensi serta kinerja dari badan eksekutif menjadi dipertanyakan. Hal-hal tersebut
merupakan masalah-masalah yang secara jelas terlihat sebagai kelemahan kinerja badan
eksekutif di negara kita dewasa ini. Pertama, kapabilitas simbolik presiden justru hampir
dipegang penuh oleh wakil presiden, di mana hal itu menyebabkan adanya pandangan bahwa
kedudukan presiden dibandingkan dengan wakil presiden menjadi inferior. Kedua, tidak
terlihatnya kepemimpinan presiden yang kuat di area badan legislatif, di mana hal itu tidak
sesuai dengan UUD’1945 hasil amandemen yang pada intinya menekankan pada kerja sama
yang baik antara presiden dengan DPR. Ketiga, kurang tanggapnya kapabilitas regulatif serta
responsif presiden terhadap distribusi sosial-ekonomi yang semestinya terangkum dalam
proses kebijakan dan opini publik.

Ketiga masalah tersebut apabila dirangkum menjadi satu dapat ditarik menjadi suatu
inti masalah. Inti dari masalah efisiensi yang dialami presiden selaku pimpinan eksekutif
adalah: kurangnya terobosan dalam bentuk pendekatan-pendekatan yang tegas dan tepat
sasaran (secara simple, biasa disebut ‘taktis’), baik dalam menghadapi koalisi, oposisi,
maupun masyarakat sebagai obyek pemerintahannya. Inti masalah tersebut perlu
ditanggulangi demi memaksimalkan badan eksekutif Indonesia yang sesuai dengan
konstitusi-konstitusi yang ada serta demi mencapai keberhasilan jangka panjang yang diidamidamkan.7

7 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)