Pembuatan Briket Dari Sekam Padi Dengan Kombinasi Batubara

44

Lampiran 1. Flowchart Penelitian
Mulai

Persiapan Bahan

Sekam padi

Batubara

Pengeringan

Pengeringan

Pengarangan

Pengarangan

Penggilingan


Penggilingan

Pengayakan

Pengayakan

Arang sekam padi

Pencampuran sesuai
Perlakuan

Abu Batubara

Pencetakan

Pengeringan

Uji parameter

Analisis data


Selesai

Universitas Sumatera Utara

45

Lampiran 2. Data pengamatan kadar air (%)
Perlakuan
K1
K2
K3
K4
K5
K6

I
1,52
1,6
1,77

1,9
2,4
3,64

Ulangan
II
1,49
1,57
1,62
2,5
2,84
3,35

Analisis sidik ragam kadar air
SK
db
JK
KT
Fhit
8,383 1,677 46,736

Perlakuan
5
,430 ,036
Galat
12
8,813
Total
17
Ket : tn
= tidak nyata
*
= nyata
**
= sangat nyata

III
1,53
1,64
1,82
2,32

2,9
3,27

**

Total (%)
4,54
4,81
5,21
6,72
8,14
10,26

Rataan
1,513333
1,603333
1,736667
2,24
2,713333
3,42


F0,05
F0,01
3,105875 5,064343

Universitas Sumatera Utara

46

Lampiran 3. Data pengamatan kerapatan briket (gr/cm3)
Perlakuan
K1
K2
K3
K4
K5
K6

I
0,48

0,5
0,51
0,5
0,54
0,67

Ulangan
II
0,43
0,49
0,49
0,55
0,57
0,59

III
0,42
0,53
0,53
0,59

0,54
0,57

Total (%)
1,33
1,52
1,53
1,64
1,65
1,83

Rataan
0,443333
0,506667
0,51
0,546667
0,55
0,61

Analisis sidik ragam kerapatan briket

SK
Perlakuan
Galat
Total
Ket : tn
*
**

db
JK
KT
,047
5
0,0093
,014
12
0,0012
,061
17
= tidak nyata

= nyata
= sangat nyata

Fhit
7,973

**

F0,05
3,105875

F0,01
5,064343

Universitas Sumatera Utara

47

Lampiran 4. Data pengamatan keteguhan tekan (kg/cm2)
Perlakuan

K1
K2
K3
K4
K5
K6

I
0,36
0,84
1,26
2,16
3,36
3,84

Ulangan
II
0,36
0,9
1,02
1,92
3,18
4,02

III
0,42
1,02
1,44
2,22
3,42
3,78

Total (%)
1,14
2,76
3,72
6,3
9,96
11,64

Rataan
0,38
0,92
1,24
2,1
3,32
3,88

Analisis sidik ragam kuat tekan briket
SK
Perlakuan
Galat
Total
Ket : tn
*
**

db
JK
KT
28,953 5,791
5
,221 ,018
12
29,174
17
= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

Fhit
314,704 **

F0,05
3,105875

F0,01
5,064343

Universitas Sumatera Utara

48

Lampiran 5. Data pengamatan kadar abu (%)
Perlakuan
K1
K2
K3
K4
K5
K6

I
48,9017
54,5323
54,9175
57,8784
61,0691
62,4386

Ulangan
II
48,3358
53,251
55,2956
55,5746
59,1338
61,6152

III
49,0724
53,9429
55,2106
57,5607
60,5824
62,289

Total (%)
146,3099
161,7262
165,4237
171,0137
180,7853
186,3428

Rataan
48,76997
53,90873
55,14123
57,00457
60,26177
62,11427

Analisis sidik ragam kadar abu
SK
Perlakuan
Galat
Total
Ket : tn
*
**

db
JK
5
341,1
12
6,728
17
347,828
= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

KT
68,22
0,561

Fhit
121,677

**

F0,05
F0,01
3,105875 5,064343

Universitas Sumatera Utara

49

Lampiran 6. Data pengamatan nilai kalor (Kal/gr)
Perlakuan

I
3338,9791
3338,9791
4569,1293
4744,865
4920,6008
5799,2795

K1
K2
K3
K4
K5
K6

Ulangan
II
3163,2433
3514,7148
4393,3936
4744,865
5096,3365
5799,2795

III
3163,2433
3514,7148
4393,3936
4744,865
4920,6008
5975,0153

Total (%)

Rataan

9665,4657
10368,409
13355,917
14234,595
14937,538
17573,574

3221,82190
3456,13623
4451,97217
4744,865
4979,17937
5857,8581

Analisis sidik ragam nilai kalor
SK

db

Perlakuan

5

Galat

12

Total

Ket :

17

tn
*
**

JK
14535623,357
102943,501

KT

Fhit

2907124,6715 338,880 **

F0,05

F0,01

3,105875

5,064343

8578,6251

14638566,858

= tidak nyata
= nyata
= sangat nyata

Universitas Sumatera Utara

50

Lampiran 7. Standar Mutu Briket Arang Jepang, Inggris, Amerika dan Indonesia
Kualifikasi briket arang
Indonesia

Sifat Briket Arang
Jepang

Inggris

Amerika

(SNI No
1/6235/200)

Kadar air (%)

6-8

3-4

6

5000

Kerapatan (gr/cm3)
Keteguhan tekan (kg/cm2)
Nilai kalor (kal/gram)

Keterangan : Berdasarkan SNI No 1/6235/2006, bahwa briket buatan Indonesia belum
memiliki standar mutu pada nilai kerapatan dan keteguhan tekan dan yang
dicantuk pada nilai kerapatan dan keteguhan tekan berdasarkan literatur
(Triono, 2006).

Universitas Sumatera Utara

51

Lampiran 8 Dokumentasi Penelitian

Sekam sebelum diarangkan

Pengarangan sekam padi

Batubara

Universitas Sumatera Utara

52

Pencetakan briket

Briket setelah dicetak

Penimbangan Briket

Universitas Sumatera Utara

53

Pengujian kuat tekan

Pengujian nilai kalor

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 1991. Briket Arang Lebih Baik dari Kayu Bakar. Jurnal. Neraca
10(4) : 21-22.
AGM., 2011. Particle Size-US Sieve Series and Tyler Mesh Size Equivalents.
http://www.agmcontainer.com/desiccantcity/pdfs/Mesh_Size_Equivalents.
pdf [26 Mei 2011].
Andry, H.U., 2000. Aneka Tungku Sederhana. Penebar Swadaya. Yogyakarta.
Anonimous, 1989. Processing of Industrial Disposal Processing of Wood
(Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Kayu). http://rusiman.bpdaspemalijratun.net/index.php?option=com_content&view=article&catid=3
%3Aumum&id=25%3Apengolahan-limbah-industri-pengolahankayu&Itemid=404 (19 Maret 2009).
Anonimous, 1993. ”Batubara Sebagai Bahan Bakar Pada Sektor Industri”.
Departemen Pertambangan dan Energi, Direktur Jenderal Pertambangan
Umum. Bandung.
Anonimous, 2000. Sambutan Materi Kehutanan dan Perkebunan Pada Seminar
Nasional Kehutanan Masa Depan Industri Hasil Hutan (Kayu) di
Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Anonimous, 2014. Diktat Ilmu Bahan, Bahan Bakar dan Pelumas.[13 November
2014]
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994. Pedoman Teknis
Pembuatan Briket Arang. Departemen KehutananNo. 3
Basrianta, 2007. Manajemen Sampah. Kansius. Yogyakarta.
Batubara, M. I.V. 1994. Mempelajari Pembuatan Briket Kayu Dari Berbagai Jenis
Serbuk Gergaji Tanpa Perekat. Fakultas Teknologi IPB, Bogor.
Bergeyk Van, K. dan I.A.J. Liedekerken, 1981. Teknologi Proses. Jilid 1. Bhratara
Karya Aksara. Jakarta.
Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, dan E. Scheiter, 1995.
Teknologi Kimia 2. Penerjemah Lieda Handojo. Pradya Paramita. Jakarta.
Bhattacharya, S.C., G.Y.Shaunier, N.Islam, 1985, ‘Densification of Biomassa
Residuesin in: Bioenergy 84’. Vol. 3, H.Egneus and Ellegard (ed),
Elsevier. London.

40
Universitas Sumatera Utara

41

Capah, A.G., 2007. Pengaruh Kosentrasi Perekat dan Ukuran Serbuk Terhadap
Kualitas Briket Arang dari Limbah Pembalakan Kayu Mangium (Acacia
mangium Willd) [Skripsi]. Medan. Departemen Kehutanan. Fakultas
Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Daryanto, 2007. Energi: Masalah Pemanfaatannya Bagi Kehidupan Manusia.
Pustaka Widyatama. Yogyakarta.
Grover, P.D., 1996. Biomas Briquetting. Practices food and Agriculture.
Organization of The United Nations. Bangkok.
Hartoyo, 1983. Pembuatan Arang dari Briket Arang Secara Sederhana dari Serbuk
Gergaji dan Limbah Industri Perkayuan. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Haryanto, B., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Hendra,D. 2007. Pembuatan Briket Arang dari Campuran Kayu, Bambu, Sabut
Kelapa dan Tempurung Kelapa sebagai Sumber Energi Alternatif.
Bul.Penelitian Hasil Hutan 25:242-255
Hendra dan Darmawan. 2000. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perkat dan Tekanan
Kempa terhadap Kualitas Briket Arang. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan
Hendra, D dan Winarni,I. 2003. Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang Campuran
Limbah Kayu Gergajian dan Sebetan Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
Irawan, A. 2011. Pengaruh Jenis Binder Terhadap Komposisi dan Kandungan
Energi Biobriket Sekam Padi. Banten: Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik-Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Ismayana,A dan Afriyanto. 2014. Pengaruh Jenis dan Kadar Bahan Perekat Pada
Pembuatan Briket Blotong Sebagai Bahan Bakar Alternatif. IPB.Bogor.
Jamilatun, S., 2008. Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa,
Briket Batubara dan Arang Kayu. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
Joseph, S. dan D. Hislop, 1981. Residu Briquetting in Developping Countries.
Aplyed Science Publisher. London. http://www.informaworld.com. [ 20
Juli 2009].
Kadir, A., 1995. Energi: Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrik.Potensi Ekonomi.
UI Press. Jakarta.
Komarayati,S dan Gusmailina. 1995. Penyediaan Energi Alternatif Dengan
Teknologi Tepat Guna.ITB. Bogor.

Universitas Sumatera Utara

42

Kurniawan, O., dan Marsono, 2008. Super karbon. Bahan Bakar Alternatif
Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011. Pembuatan
Fortofolio Investasi Industri Briket Batubara. Banjarmasin.
Mangunwidjaja. D. dan Sailah. I, 2005. Pengantar Teknologi Pertanian.Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pari, G. dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang Dari
Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.
Prasad, C.S., Maiti, K.N., and Venugopal R., 2001. Effect of rice husk ash in
white ware compositions. Ceramic International, 27, 629-635.
Puslitbang Tanaman Pangan, 2012. Peningkatan Produksi Padi Menuju 2020.
http://pangan. Litbang.deptan.go.id/index.php [13 November 2014].
Ramadani, F. 2012. Kinerja Pembakaran Biobriket Yang Terbuat Dari Biomassa
Bagasse Tebu Dan Batubara Subbituminous Dalam Kompor Briket. UI.
Jakarta.
Rayalu, S., Udhoji, J.S., Munshi, K.N., Hasan, M.Z., 2001.Highly crystalline
zeolite- a from fly ash of bituminous and lignite coal combustion. Journal
of Hazardous Materials,B88, 107-121.
Reimansyah,
M.F.N.,
2009.
Kulit
Durian
sebagai
Alternatif.
http://untukbumiku.blogspot.com/2009/08/briket-kulit-durian-sebenarnyatak-jauh.html [24 Maret 2010].
Reksohadiprojo, 1998. Ekonomi Energi. Edisi Pertama. UGM-Press. Yogyakarta.
Ruhendi, S., D.N. Koroh, F.A. Syahmani, H. Yanti, Nurhaida, dan T. Sucipto,
2007. Analisi Perekat Kayu. Fakultas Kehutanan. IPB-Press. Bogor.
Rustini. 2004. Pembuatan Briket Arang dari Serbuk Gergajian Kayu Pinus (Pinus
Merkusii Jungh. Et de Vr.,) dengan Penambahan Tempurung Kelapa.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Said, E.G., 1996. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. PT. Trubus
Agriwidaya. Ungaran.
Saragih, I. D. 2007. Pengaruh Tekanan Pengepresan dan Jenis Perekat Terhadap
Mutu Briket Arang Cangkang Kelapa Sawit. Jurusan Kimia FMIPA USU,
Medan.

Universitas Sumatera Utara

43

Schuchart, F., Wulfert, K. Darmoko, Darmosarkoro, dan W. Sutara, 1996.
Pedoman Teknis Pembuatan Briket Bioarang. Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Dephut Sumatera Utara. Medan.
Sihombing, J.L. 2006. Studi Pembuatan Briket Arang dari Cangkang Kemiri
dengan Variasi Ukuran Partikel. Jurnal Sains Kimia 10(2):62–66.
Silalahi, 2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu Dari Serbuk Gergajian Kayu.
Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG. Bogor.
Soemeinaboedhy, 2004. Pemanfaatan Berbagai Macam Arang Sebagai Sumber
Unsur Hara P Dan K Serta Sebagai Pembenah Tanah. Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Sudrajat, R. dan S. Soleh, 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Sukandarrumidi, 1995. Batubara dan Gambut. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sulistyanto, A. 2006. Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara
dan Sabut Kelapa. Media Mesin 7(2): 77-84.
Supriyono. 2003.Mengukur Faktor-faktor dalam
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Proses

Pengeringan.

Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian
Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl) dan Sengon (Paraserianthes
falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos
nucifera L). Departemen Hasil Hutan. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Tim Cahaya, 2008. Energi Alternatif Sekam. Nobel Edumedia, Jakarta.
Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008. Energi Mahal,
Memanfaatkan Briket Arang Sekam. http://www. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.pdf. Didownload 20 Juli 2009.

Widardo dan Suryanta, 1995 Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu. Cetakan
Ke-6 tahun 2008. Kansius. Bogor.
Wijayanti, D.S., 2009. Karakteristik Briket Arang Dari Serbuk Gergaji Dengan
Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Pertanian USU, Medan.

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2015 sampai September 2015 di
Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian USU, Laboratorium
Teknik Mesin Politeknik Medan, Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan ITP
USU dan Laboratorium Motor Bakar Mesin Fluida, Teknik Mesin USU.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi, batubara,
tepung kanji sebagai perekat, air sebagai campuran bahan perekat.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungku
pengarangan yang digunakan sebagai tempat pengarangan sekam padi. Sekop
kecil yang digunakan untuk memasukkan sekam padi ke dalam tungku
pengarangan. Lumpang dan alu yang digunakan sebagai alat menumbuk bioarang.
Ember dan baskom yang digunakan sebagai tempat pengadukan adonan bioarang.
Gelas ukur yang digunakan untuk mengukur banyaknya air yang dibutuhkan
untuk membuat larutan kanji. Kayu pengaduk yang digunakan sebagai alat untuk
adonan bioarang agar campuran merata. Timbangan yang digunakan sebagai alat
untuk mengukur berat bioarang yang akan dicetak. Cetakan briket yang digunakan
sebagai tempat untuk mencetak sampel briket. Oven yang digunakan sebagai alat
untuk mengeringkan bioarang yang telah dicetak. Bomb calorimeter yang
digunakan sebagai alat untuk mengukur nilai kalori dari briket yang dihasilkan.
Label nama yang digunakan untuk menandakan sampel dari perlakuan. Alat tulis

23
Universitas Sumatera Utara

24

yang digunakan sebagai perlengkapan dalam penelitian. Shave seckher yang
digunakan untuk mengayak biorang yang telah ditumbuk.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) non faktorial. Perlakuan dilakukan dengan mengkombinasikan jenis bahan
pembuat briket (sekam padi dan batubara) dengan komposisi tertentu yang
bertujuan untuk mengamati pengaruh kombinasi komposisi bahan terhadap mutu
yang dihasilkan. Komposisi sekam padi dinotasikan dengan simbol T dan
komposisi batubara dinotasikan dengan simbol S. Perpaduan kedua komposisi
bahan briket dan perekat tapioka diasumsikan memiliki massa yang sama yaitu
100 gram setiap perlakuan, komposisi bahan dapat dilihat pada table 5.
Tabel 5. Perlakuan komposisi antara sekam padi dan batubara
Perlakuan
K1
K2
K3
K4
K5
K6

Komposisi
T ( %) (sekam padi)
S (%) (batubara)
100 %
0%
90 %
10 %
80 %
20 %
70 %
30 %
60 %
40 %
50 %
50 %

Percobaan ini dilakukan dalam 3 kali ulangan yang diperoleh dari :
T c (n – 1) > 15
9 (n – 1 ) >15
9n > 24
n > 2, 67
n – 3 kali ulangan
Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
non-faktorial dengan model sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

25

Yij = µ + Ti + Σij =1,2,...t
Dimana :
Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan
ke-j
µ = Nilai tengah umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i
Σij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Prosedur Penelitian
-

Dipersiapkan sekam padi dan batubara.

-

Sekam padi dan batubara dibersihkan dari kotoran yang terikut, kemudian
dilakukan pengeringan dibawah sinar matahari.

-

Bahan sekam padi dimasukkan dalam tungku pengarangan lalu bahan di
sulut dengan api, sesudah menjadi arang.

-

Batubara dikarbonisasi di tungku pengarangan.

-

Bioarang hasil pengarangan ditumbuk hingga menjadi tepung arang dan
dikeringkan ditumbuk hingga menjadi tepung.

-

Kedua bioarang diayak untuk mendapatkan material yang seragam. Dalam
penelitian ini ukuran mesh yang digunakan adalah 40

-

Kemudian disiapkan campuran perekat (kanji) yang di larutkan dalam air
dengan perbandingan 1:10 kemudian dipanaskan.

-

Adonan tepung kanji yang telah jadi perekat, kemudian dicampurkan
dengan hasil pengayakan arang sekam padi dan batubara sesuai dengan
perlakuan sehingga menjadi adonan yang lengket, selanjutnya adonan
diaduk agar semua bahan tercampur merata.

-

Hasil adonan dimasukkan dalam cetakan briket tipe press.

-

Kemudian briket dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan pengeringan
dengan oven pada suhu 600 C selama 24 jam.

Universitas Sumatera Utara

26

-

Dilakukan pengujian parameter.

Parameter yang diamati
Adapun parameter yang diuji adalah sebagai berikut :
1. Kualitas nilai kalor
Pengukuran Kualitas nilai kalor untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Kualitas nilai kalor dapat diukur dengan menggunakan alat bomb
calorimeter (kal/gr).
Cara pengujian kualitas nilai kalor pada briket sekam padi dengan
kombinasi batubara adalah sebagai berikut :
-

Tabung bomb calorimeter dibersihkan

-

Ditimbang briket sebanyak 0,15 gram dan diletakan dalam cawan platina.

-

Dipasang kawat penyala pada tangkai penyala

-

Cawan platina ditempatkan pada ujung tangkai penyala

-

Tabung di tutup dengan kuat

-

Dimasukkan oksigen dengan takanan 30 bar

-

Tabung bomb ditempatkan dalam kalorimeter

-

Kalorimeter ditutup dengan penutupnya

-

Pengaduk air pendingin dihidupkan selama 5 menit

-

Dicatat temperatur yang tertera pada termometer

-

Penyalaan dilakukan dan dibiarkan selama 5 menit

-

Dicatat kenaikan suhu pada termometer

-

Dihitung nilai kalor dengan rumus :
HHV = (T2 - T1 - 0,05 ) × Cv .................................................................. (1)
dimana,

T1

= Temperatur sebelum pengeboman (0C)

Universitas Sumatera Utara

27

T2

= Temperatur setelah pengeboman (0C)

1 Joule = 0,239 kal
HHV = Kualitas nilai kalor (kal/g)
Cv

= Kalor jenis bom kalorimeter (73529,6 J/gram 0C)

0,05

= Kenaikan temperatur kawat penyala

2. Kadar air
Penentuan kadar air di lakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Kadar air dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
Kadar air (%) = {( G0 – G1)/G0} × 100% .............................................................. (2)
dimana,

G0

= berat sebelum dikeringkan (gr)

G1

= berat setelah dikeringkan (gr)

3. Keteguhan Tekan
Prinsip pengujian keteguhan tekan adalah mengukur kekuatan tekan briket
dengan memberikan penekanan sampai briket pecah. Penentuan keteguhan tekan
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Kt

=




.............................................................................................................(3)

Keterangan :
Kt

= Beban keteguhan tekan (kg/cm2)

P

= Beban penekanan (kg)

L

= Luas Permukaan (cm2)

(Wijayanti, 2009).
4. Kadar abu
Penentuan kadar abu dilakukan untuk setiap perlakuan pada setiap kali
ulangan. Contoh uji diletakkan 5 gr bahan ke dalam cawan kemudian dimasukkan

Universitas Sumatera Utara

28

kedalam tungku pengabuan dan dibakar secara perlahan selama 4 jam sampai
suhu pembakaran akhir 580 – 6000 C sehingga semua karbon hilang, dinginkan
cawan beserta isinya kedalam desikator kemudian ditimbang untuk mendapatkan
kadar abu. Besar kadar abu dihitung dengan rumus :
Berat sisa abu

Kadar abu (%) = Berat kering tanur arang × 100% ............................................... (3)
5. Kerapatan

Kerapatan pada umumnya dinyatakan dalam perbandingan berat dan
volume, yaitu dengan cara menimbang dan mengukur volume dalam keadaan
kering udara. Kerapatan briket dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
K=
Keterangan :

G

V

....................................................................................................... (4)

K = Kerapatan (gr/cm3)
G = Bobot briket (gr)
V = Volume (cm3)

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa komposisi bahan
pembuat briket dari sekam padi dengan kombinasi batubara terhadap mutu yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil penelitian uji komposisi bahan pembuat briket arang sekam padi
dengan kombinasi batubara.
Perlakuan
K1
K2
K3
K4
K5
K6

Kadar air
(%)
1,513
1,603
1,737
2,210
2,713
3,420

Parameter
Keteguhan
tekan
(kg/cm2)
0,38
0,92
1,24
2,10
3,32
3,88

Kerapatan
3

(gr/cm )
0,443
0,507
0,510
0,547
0,550
0,610

Nilai kalor

Kadar abu

(kalori/gr)
3.221,822
3.456,136
4.451,972
4.744,865
4.979,179
5.857,858

(%)
48,770
53,909
55,141
57,005
60,262
62,114

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kadar air yang tertinggi diperoleh dari
perlakuan K6 yaitu sebesar 3,420% dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar
1,513%. Kerapatan tertinggi diperoleh pada perlakuan K6 yaitu sebesar 0,61
gr/cm3 dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar 0,443 gr/cm3. Nilai
keteguhan tekan tertinggi diperoleh pada perlakuan K6 yaitu sebesar 3,88 kg/cm2
dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar 0,38 kg/cm2. Nilai kalor tertinggi
pada perlakuan K6 yaitu sebesar 5.857,858 kal/gr dan terendah K1 yaitu sebesar
3.221,822 kal/gr. Kadar abu tertinggi yaitu pada perlakuan K6 yaitu sebesar
62,114% dan terendah pada perlakuan K1 yaitu sebesar 48,770%.
Kadar Air
Dari hasil analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa perbedaan
komposisi bahan pembuat briket memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap kadar air. Hasil pengujian LSR (Least Significant Range) menunjukkan

29
Universitas Sumatera Utara

30

pengaruh perbedaan komposisi bahan terhadap kadar air untuk setiap perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil uji beda rataan DMRT persentase komposisi terhadap kadar air
Jarak

DMRT
0,05

0,01

0,3370
2
0,472
0,0369
3
0,493
0,362
4
0,505
0,372
5
0,514
0,041
6
0,52
Keterangan : notasi yang berbeda
memberikan pengaruh
pada taraf 1%

Perlakuan

Rataan

Notasi

0,05
0,01
K1
1,513
a
A
K2
1,603
a
A
K3
1,737
a
A
K4
2,210
b
B
K5
2,713
c
C
K6
3,420
d
D
pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa pada taraf 1% perlakuan K1 berbeda
tidak nyata terhadap perlakuan K2, perlakuan K2 berbeda tidak nyata terhadap
perlakuan K3, perlakuan

K3 berbeda

sangat nyata terhadap perlakuan K4,

perlakuan K4 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K5 dan perlakuan K5
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K6.
Hubungan komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan batubara
terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 1.
4,00
ŷ = 0.381x + 0.865
R² = 0.909

KAdar Air (%)

3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
K1

K2

K3

K4

K5

K6

Perlakuan
Gambar 1. Hubungan komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan batubara terhadap
kadar air

Universitas Sumatera Utara

31

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa kompisisi briket berpengaruh terhadap
nilai kadar air. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan K6 (50% sekam padi
dan 50% batubara), yaitu 3,420%. Sedangkan kadar air terendah terdapat pada
perlakuan K1 (100% sekam padi dan 0%batubara), yaitu 1,513%. Dengan adanya
pencampuran antara arang sekam padi dengan batubara akan mempengaruhi nilai
kadar air briket yang disebabkan karena perbedaan luas permukaan bahan briket.
Hal ini sesuai dengan menurut Supriyono (2003) bahwa luas permukaan bahan
yang besar memungkinkan terjadinya penguapan kadar air lebih cepat
dibandingkan dengan bahan dengan luas permukaan yang lebih kecil. Komarayati
dan Gusmailina (1995) menyatakan bahwa kadar air sangat dipengaruhi oleh
kerapatan. Apabila kerapatan tinggi maka nilai kadar air semakin tinggi dan
kerapatan rendah maka nilai kadar air rendah juga. Hal ini disebabkan kerapatan
yang tinggi membuat butiran-butiran arang menyatu dengan baik, sehingga pada
saat dikempa air akan terikat di dalam pori-pori arang.
Kerapatan
Dari analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa komposisi
bahan pembuat briket arang memberikan pengaruh sangat nyata terhadap
kerapatan. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test)
menunjukkan pengaruh komposisi bahan pembuat briket arang terhadap kerapatan
untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil uji beda rataan DMRT persentase komposisi terhadap kerapatan
Jarak
2
3
4

DMRT
0,05
0,061
0,064
0,065

0,01
0,085
0,089
0,091

Perlakuan

Rataan

K1
K2
K3
K4

0,443
0,507
0,510
0,547

Notasi
0,05
a
b
b
bc

0,01
A
AB
AB
BC

Universitas Sumatera Utara

32

5
0,066
0,093
K5
0,550
bc
BC
6
0,067
0,094
K6
0,610
c
C
Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata
pada taraf 1%

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda tidak nyata dengan
perlakuan K2, dan pada perlakuan K2 tidak nyata denagan perlakuan K3,
perlakuan K3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan K4, perlakuan K4 tidak nyata
dengan perlakuan K5 dan perlakuan K5 berbeda tidak nyata dengan perlakuan K6
yang diamati pada taraf 1 %.
Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan
batubara terhadap kerapatan dapat dilihat pada Gambar 2.

Kerapatan Briket (g/cm3)

0,7
0,6
0,5

ŷ = 0.028x + 0.427
R² = 0.92

0,4
0,3
0,2
0,1
0
K1

K2

K3

K4

K5

K6

Perlakuan
Gambar 2. Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan batubara
terhadap kerapatan

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa komposisi briket berpengaruh terhadap
nilai kerapatan briket. Nilai kerapatan terendah pada perlakuan K1 (100% sekam
padi dan 0% batubara), yaitu sebesar 0,443 gr/cm3. Sedangkan kerapatan briket
tertinggi terdapat pada perlakuan K6 (50% sekam padi dan 50% batubara), yaitu
sebesar 0,610 gr/cm3. Nilai kerapatan briket semakin tinggi jika jumlah batubara
semakin banyak karena nilai berat jenis batubara lebih tinggi dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

33

dengan sekam padi. Hendra (2007) menyatakan bahwa perbedaaan jenis bahan
baku sangat mempengaruhi besarnya nilai kerapatan briket arang yang dihasilkan.
Bahan baku yang mempunyai berat jenis tinggi akan menghasilkan briket arang
dengan kerapatan tinggi, sedangkan bahan baku yang mempunyai berat jenis
rendah akan menghasilkan beriket arang dengan kerapatan yang rendah, Menurut
Labuschagne (1987) dalam Ramadani (2012), nilai berat jenis dari batubara
adalah 1,3 gr/cm3. Menurut Soemeinaboedhy (2004) berat jenis arang sekam padi
1,23 gr/cm3.
Keteguhan Tekan
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa perlakuan
komposisi bahan pembuat briket memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap nilai keteguhan tekan briket yang dihasilkan. Hasil pengujian DMRT
(Duncan Multiple Range Test) yang menunjukkan pengaruh tiap-tiap perlakuan
komposisi terhadap nilai keteguhan tekan yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Hasil uji beda rataan DMRT persentase komposisi terhadap keteguhan
tekan
Jarak

DMRT
0,05

0,01

2
0,2413
0,338
3
0,2525
0,353
4
0,2593
0,362
5
0,2639
0,368
6
0,2670
0,373
Keterangan : notasi yang berbeda
memberikan pengaruh
pada taraf 1%

Perlakuan

Rataan

Notasi

0,05
0,01
K1
0,38
a
A
K2
0,92
b
B
K3
1,24
c
B
K4
2,10
d
C
K5
3,32
e
D
K6
3,88
f
E
pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata

Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan K2. Perlakuan K2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan K3.

Universitas Sumatera Utara

34

K3 berbeda sangat nyata terhadap K4 dan seterusnya terhadap perlakuan K5 dan
perlakuan K6.
Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan

Keteguhan Tekan (kg/cm2)

batubara terhadap keteguhan tekan dapat dilihat pada Gambar 3.
4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00

ŷ = 0.730x - 0.582
R² = 0.967

K1

K2

K3

K4

K5

K6

Perlakuan
Gambar 3. Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan batubara
terhadap keteguhan tekan

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan komposisi yang
berbeda memberikan pengaruh terhadap nilai keteguhan tekan tekan briket yang
dihasilkan. Nilai keteguhan tekan paling rendah terdapat pada perlakuan K1
(100% sekam dan 0% batubara), yaitu sebesar 0,38 kg/cm2. Sedangkan nilai
keteguhan tekan briket paling tinggi terdapat pada perlakuan K6 (50% sekam padi
dan 50% batubara), yaitu sebesar 3,88 kg/cm2. Nilai keteguhan tekan briket
semakin besar jika jumlah komposisi batubara semakin banyak. Keteguhan tekan
briket lebih besar dibandingkan dengan keteguhan tekan sekam padi. Menurut
Anonimous (1993) dalam Budiman. dkk menyatakan bahawa nilai kekuatan teguh
briket batubara diatas 20 kg/cm2, sedangkan kekuatan teguh briket sekam padi
pada penelitian 0,38 kg/cm2. Selain itu, Hendra dan Winarni (2003) menyatakan
bahwa tingginya keteguhan tekan pada briket arang karena memiliki kerapatan
yang tinggi dan berat jenis tinggi.

Universitas Sumatera Utara

35

Keteguhan tekan briket merupakan kemampuan briket untuk memberikan
daya tahan atau kekompakan briket terhadap pecah atau hancurnya briket jika
diberikan beban pada briket tersebut. Menurut Saragih, (2007) menjelaskan bahwa
untuk penentuan keteguhan tekan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
daya tahan briket arang, karena briket arang yang mempunyai keteguhan tekan
yang tinggi menyebabkan briket arang tersebut tidak mudah pecah pada saat
pengemasan, pengangkutan dan tahan lama sewaktu pembakaran, selain itu
dengan meningkatkan kerapatannya akan mengurangi biaya pengangkutan pada
saat mendistribusikan ke konsumen.
Kadar Abu
Dari hasil sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa perlakuan
komposisi bahan pembuat briket memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap kadar abu yang dihasilkan. Hasil pengujian DMRT (Duncan Multiple
Range Test) yang menunjukkan pengaruh tiap-tiap perlakuan komposisi terhadap
nilai kadar abu yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil uji beda rataan DMRT persentase komposisi terhadap kadar abu
Jarak
2
3
4
5
6

DMRT
0,05
1.332
1.395
1.432
1.457
1.475

0,01
1,868
1.948
1.999
2.035
2.061

Perlakuan

Rataan

K1
K2
K3
K4
K5
K6

48,77
53.909
55.141
57.005
60.262
62.114

Notasi
0,05
a
b
b
c
d
e

0,01
A
B
BC
C
D
D

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat
nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata
dengan perlakuan K2, perlakuan K2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan K3,

Universitas Sumatera Utara

36

perlakuan K3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan K4, perlakuan K4 berbeda
sangat nyata dengan perlakuan K5 dan perlakuan K5 berbeda tidak nyata dengan
perlakuan K6 yang diamati pada taraf 1%.
Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan
batubara terhadap kadar abu dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.
70,000

Kadar Abu (%)

60,000
50,000

ŷ = 2.504x + 47.43
R² = 0.965

40,000
30,000
20,000
10,000
0,000
K1

K2

K3

K4

K5

K6

Perlakuan
Gambar 4. Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan batubara
terhadap kadar abu

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan komposisi yang
berbeda memberikan pengaruh terhadap kadar abu yang dihasilkan. Kadar abu
paling rendah terdapat pada perlakuan K1 (100% sekam padi dan 0% batubara),
yaitu sebesar 48,77%. Sedangkan kadar abu paling tinggi terdapat pada perlakuan
K6 (50% sekam padi dan 50% batubara), yaitu sebesar 62.114%. Kadar abu
semakin besar jika jumlah komposisi batubara semakin banyak yang dikarenakan
jumlah kandungan mineral dari batubara lebih banyak. Hal ini sesuai menurut
Hendra dan Winarni (2003) dalam Hendra (2007) menyatakan bahwa faktor jenis
bahan baku sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu briket arang
yang dihasilkan. Rayalu (2001) menyatakan kandungan silika pada batubara 30%
sampai dengan 50%. Sedangkan kandungan silika pada sekam padi pada literatur

Universitas Sumatera Utara

37

16,98%. Hendra dan Darmawan (2000) menyatakan bahwa salah satu penyusun
kadar abu adalah silika.
Nilai Kalor
Dari analisa sidik ragam nilai kalor (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa
perlakuan dengan komposisi bahan yang berbeda memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata terhadap nilai kalor. Untuk melihat perbedaan pengaruh
komposisi bahan pembuat briket terhadap nilai kalor, maka dilakukan pengujian
menggunakan analisa DMRT (Duncan Multiple Range Test) diperoleh hasil
seperti yang tertera pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil uji beda rataan DMRT persentase komposisi terhadap nilai kalor
Jarak

DMRT
0,05

0,01

Perlakuan

Notasi

Rataan

0,05
0,01
K1
3.221,822
a
A
2
164.755
231.011
K2
3.456,136
b
B
3
172.456
240.850
K3
4.451,972
c
C
4
177.108
247.160
K4
4.744,865
d
D
5
180.210
251.598
K5
4.979,179
e
E
6
182.349
254.914
K6
5.857,858
f
F
Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata
pada taraf 1%

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa pada perlakuan K1 berbeda sangat
nyata dengan perlakuan K2, perlakuan K2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan
K3, perlakuan K3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K4, perlakuan K4
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan K5 dan perlakuan K5 sangat berbeda
nyata terhadap K6 yang diamati pada taraf 1%.
Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan
batubara terhadap nilai kalor dapat dilihat pada Gambar 5.

Universitas Sumatera Utara

38

Niali Kalor (Kal/g)

7.000,000
ŷ = 515.4x + 2647.
R² = 0.959

6.000,000
5.000,000
4.000,000
3.000,000
2.000,000
1.000,000
0,000
K1

K2

K3

K4

K5

K6

Perlakuan
Gambar 5. Hubungan antara komposisi bahan pembuat briket sekam padi dan batubara
terhadap nilai kalor

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai kalor terendah terdapat pada
perlakuan K1 (100% sekam padi dan 0% batubara), yaitu 3.221,822 kal/g.
Sedangkan nilai kalor tertinggi terdapat pada perlakuan K6 (50% sekam padi dan
50% batubara), yaitu sebesar 5.857,858 kal/g. Perbedaan jumlah nilai kalor pada
masing-masing perlakuan disebabkan oleh perbedaan akumulasi jumlah nilai
kalor yang terkandung pada setiap briket, yang dipengaruhi oleh komposisi bahan
penyusun briket tersebut. Kadar karbon pada batubara sangat tinggi yang
meningkatkan nilai kalor briket. Menurut Hendra dan Winarni (2003) semakin
tinggi kadar karbon terikat akan semakin tinggi pula nilai kalornya, karena setiap
ada reaksi oksidasi akan menghasilkan kalori.
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin besar komposisi batubara,
maka nilai kalornya akan semakin tinggi. Hal ini membuktikan bahwa nilai kalor
batubara lebih tinggi dari sekam padi. Nilai kalor batubara berkisar 6.865 8.277 kal/gr. Hal ini sesuai dengan literatur Hartoyo (1983) yang menyatakan
bahwa kualitas nilai kalor briket yang dihasilkan dipengaruhi oleh nilai kalor atau
energi yang dimiliki oleh bahan penyusunnya.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.

Perbedaan komposisi bahan pembuat briket memberi pengaruh sangat sangat
nyata terhadap terhadap kadar air, kerapatan, kuat tekan, kadar abu dan nilai
kalor.

2.

Nilai kadar air yang terbaik dalam penelitian ini diperoleh pada Perlakuan K1
yaitu sebesar 1,513 % yang memenuhi standar mutu briket buatan Inggris,
Jepang, Amerika dan Indonesia.

3.

Nilai kerapatan dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,610 - 0,443 gr/cm3, yang
mendekati standar mutu briket buatan Indonesia dan briket buatan Inggris.

4.

Nilai keteguhan tekan yang terbaik dalam penelitian ini diperoleh pada
perlakuan K6 yaitu dengan nilai 3,78 kg/cm2, yang tidak memenuhi standar
mutu briket buatan Inggris, Jepang, Amerika dan standar mutu briket buatan
Indonesia.

5.

Nilai kadar abu terbaik dalam penelitian ini diperoleh pada perlakuan K1
yaitu 49,0724%, yang tidak memenuhi standar mutu briket buat Indonesia,
Jepang, Inggris dan Amerika.

6.

Nilai kalor yang terbaik dalam penelitian ini diperoleh pada perlakuan K6
yaitu sebesar 5857,8581 kal/gr yang memenuhi standar mutu briket buat
Indonesia dan mendekati standar mutu briket buatan Inggris dan Jepang.

Saran
Perlu dilakukan pengujian terkait lamanya pemanasan air.

39
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Energi
Energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Defenisi ini
merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai
energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian
sehari-hari energi dapat didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu
kerja (Kadir, 1995).
Menurut Daryanto (2007) energi merupakan sumber daya yang dapat
digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan termasuk bahan bakar,
listrik, energi mekanik dan panas. Sumber energi merupakan sebagian dari sumber
daya alam yang meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi,
gambut, biomassa dan sebagainya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat
dimanfaatkan sebagai energi.
Situasi energi di Indonesia tidak lepas dari situasi energi dunia. Konsumsi
energi dunia yang semakin meningkat membuka kesempatan bagi Indonesia untuk
mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Seperti
diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya
energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan
sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu,
sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin
menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas
bumi, listrik tenaga air dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar
(Reksohadiprojo, 1998).

5
Universitas Sumatera Utara

6

Bahan Bakar
Bahan bakar adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses
pembakaran. Tanpa adanya bahan bakar tersebut pembakaran tidak akan mungkin
dapat berlangsung. Banyak sekali jenis bahan bakar yang dikenal dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dari materi pembentuknya bahan bakar dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) bahan bakar berbasis organik dan (2)
bahan bakar nuklir. Apabila dilihat dari bentuknya, maka bahan bakar di bagi
menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) bahan bakar padat, (2) bahan bakar cair, dan (3)
bahan bakar gas. Namun demikian hingga saat ini bahan bakar yang paling sering
dipakai adalah bahan bakar berbasis organik (Anonimous, 2014)
Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar semakin lama
semakin mahal. Semakin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan
bakar, maka semakin mahal harganya. Demikian pula, semakin langka bahan baku
yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya akan semakin
mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya
hidup tinggi sehingga tidak banyak orang yang mampu memanfaatkannya. Gas
alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak banyak terjangkau oleh masyarakat
desa

atau

pedagang-pedagang

kecil

yang

memerlukan

bahan

bakar

(Anonimous, 2000).
Secara umum kebutuhan energi di dunia saat ini masih tergantung pada
fosil, terutama minyak dan gas bumi, serta batubara. Tingkat pertumbuhan
manusia lebih tinggi dari laju perkembangannya. Sejak tahun 1980-an minyak
menjadi sumber energi nomor satu, tetapi sejak tahun 1980 produksi minyak
menurun karena banyaknya minat dan kebutuhan berbagai negara, dengan

Universitas Sumatera Utara

7

demikian, kebutuhan tidak sesuai lagi dengan ketersediaannya. Hal ini
mengakibatkan harga minyak bumi menjadi mahal
(Mangunwidjaja dan Sailah, 2005).
Berdasarkan peraturan presiden no 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi
nasional Indonesia memiliki target energi terbarukan sampai 15%, terutama bahan
bakar hayati sampai 5%. Oleh karena itu perlu dicari sumber bahan bakar hayati
terutama produk biomassa untuk di konversikan menjadi energi.
Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintesis baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan
kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan
ternak, minyak nabati, bahan bangunan, dan sebagainya. Biomassa juga
digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Yang digunakan adalah bahan
bakar biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah
diambil produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak protein dan
mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium, dan besi.
Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ± 75%),
lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya berbeda-beda.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu,
dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif

Universitas Sumatera Utara

8

tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan
juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian
(Widardo dan Suryanta, 1995).
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi biomassa yang relatif
besar yang berasal dari limbah pertanian, perkebunan, kehutanan, limbah ternak
dan limbah kota (sampah). Energi biomassa ini dipakai baik sebagai pembangkit
listirik, energi panas atau energi mekanik (penggerak). Dengan melihat potensi
besar ini, maka pemanfaatannya untuk energi akan memberi kontribusi yang
cukup berarti dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat. Pada kenyataannya
meskipun potensi energi biomassa relatif besar namun pemanfaatannya sampai
saat ini belum optimal (Daryanto, 2007).
Sekam Padi
Sekam padi adalah kulit terluar dari gabah yang banyak terdapat di
penggilingan padi. Sekam padi sendiri merupakan lapisan keras yang
membungkus kariopsis butih gabah yang terdiri dari dua belahan yaitu lemma dan
pelea yang saling bertautan (Tim Cahaya, 2008). Sekam mengandung beberapa
unsur kimia penting (Tabel 1) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
antara lain :
1. Sebagai bahan baku pada industri kimia terutama kandungan zat kimia furfural.
2. Sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika,
yaitu sebagai campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, papan
sekam, dan campuran pada industri bata merah.
3.Sebagai sumber energi panas untuk berbagai keperluan. Kadar selulosa yang
cukup tinggi pada sekam dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil.

Universitas Sumatera Utara

9

Tabel 1. Komposisi kimia sekam
Komponen
Kandungan (%)
Menurut Suharno (1979)
Kadar air
9,02
Protein kasar
3,03
Lemak
1,18
Serat Kasar
35,68
Abu
17,17
Karbohidrat dasar
33,71
Menurut DTC-IPB
Karbon (zat arang)
1,33
Hidrogen
1,54
Oksigen
33,64
Silika
16,98
Sumber : Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008).

Agar pemanfaatan sekam lebih bervariasi, sekam perlu dimampatkan
sehingga bentuknya kompak, hemat tempat dan praktis digunakan (briket arang
salah satunya). Sebenarnya arang sekam dapat langsung digunakan sebagai bahan
bakar yang tidak berasap dengan nilai kalor yang cukup tinggi. Namun bentuknya
yang belum kompak agak menyulitkan dalam penyimpanan dan penggunaannya.
Jika

dalam

bentuk

briket,

penggunaannya

akan

lebih

praktis

(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).
Briket yang bercampur batubara akan memberikan kandungan energi yang
tinggi hingga 5500 kkal/kg. Tetapi kandungan sulfur pada briket dengan
kandungan batubara tinggi serta pengikat tar juga tinggi yang berakibat pada saat
penggunaan di rumah tangga (Irawan, 2011). Sulistyanto (2006) menyatakan
komposisi briket terbaik yang dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga
adalah komposisi batubara : biomass (sabut kelapa) yaitu 10% : 90%, karena lebih
cepat terbakar dan lebih ramah lingkungan, sedangkan untuk kebutuhan industri,
komposisi terbaik dengan pencapaian temperatur tertinggi adalah komposisi
batubara : biomassa (sabut kelapa) yaitu 30% : 70%. Penelitian briket saat ini
terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan energi.

Universitas Sumatera Utara

10

Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar. Terbentuknya dari
sisa tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah selama jutaan tahun.
Endapan tersebut selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang
berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam
kategori bahan bakar fosil
(Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011).
Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara
dengan sedikit campuran seperti tanah liat dan tapioka. Briket batubara mampu
menggantikan sebagian dari keguanaan minyak tanah seperti: pengolahan
makanan, pengeringan, pembakaran dan pemanasan. Bahan baku utama briket
batubara adalah batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai
cadangan untuk selama lebih 150 tahun. Teknologi pembuatan briket tidaklah
terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta
dalam waktu singkat
(Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011).
Beberapa jenis briket batubara, antara lain:
1. Jenis Berkarbonisasi (super), jenis ini mengalami terlebih dahulu proses
dikarbonisasi sebelum menjadi briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat
terbang yang terkandung dalam briket batubara tersebut diturunkan serendah
mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan tidak berasap, namun
biaya produksi menjadi meningkat karena pada batubara tersebut terjadi
rendemen sebesar 50 %. Briket ini cocok untuk keperluan rumah tangga serta
lebih aman dalam penggunaannya.

Universitas Sumatera Utara

11

2. Jenis Non Karbonisasi (biasa), jenis yang ini tidak dikarbonisasi sebelum
diproses menjadi briket dan harganya pun lebih murah. Karena zat terbangnya
masih terkandung dalam briket batubara maka pada penggunaannya lebih baik
menggunakan

tungku

(bukan

kompor)

sehingga

akan

menghasilkan

pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari
briket
Briket

akan

habis

ini

terbakar

umumnya

oleh

lidah

digunakan

api

di

permukaan

tungku.

untuk

industri

kecil.

(Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, 2011).
Biomassa dan batubara adalah bahan bakar padat yang memiliki
karateristik yang berbeda. Batubara memiliki kandungan karbon dan nilai kalor
tinggi, kadar abu sedang serta kandungan senyawa volatil rendah. Sementara,
biomassa memiliki kandungan bahan volatil tinggi namun kadar karbon rendah.
Kadar abu biomassa tergantung dari jenis bahannya, sementara nilai kalornya
tergolong sedang. Tingginya kandungan senyawa volatil dalam biomassa
menyebabkan pembakaran dapat dimulai pada suhu rendah. Proses devolatisasi
pada suhu rendah ini mengindikasikan bahwa biomassa mudah dinyalakan dan
terbakar. Namun, pembakaran yang terjadi berlangsung sangat cepat dan bahkan
sulit dikontrol (Jamilatun, 2008).
Proses Karbonisasi
Karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan menjadi
karbon bewarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara
yang terbatas atau seminimal mungkin. Proses pembakaran dikatakan sempurna
jika hasil pembakaran berupa abu dan seluruh energi di dalam bahan organik
dibebankan ke lingkungan dengan perlahan (Kurniawan dan Marsono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

12

Proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Pada suhu 100 – 1200 C terjadi penguapan air dan sampai suhu 2700 C
mulai terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan
sedikit methanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200 – 2700 C.
2. Pada suhu 270 – 3100 C reaksi ekstermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant gas kayu dan
sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah
seperti asam cuka dan methanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Pada suhu 310 – 5000 C terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak
tar sedangkan larutan pirolighant menurun, gas CO2 menurun sedangkan
gas CO dan CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500 – 10000 C merupakan tahapan dari pemurnian arang atau
kadar karbon (Sudrajat,1994).
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008), pelaksanaan karbonisasi
meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Metode
karbonisasi yang paling sederhana dilakukan adalah metode pengarangan dalam
drum. Arang yang dihasilkan lebih hitam jika dibandingkan dengan metode
pengarangan lainnya dan yang dicapai mendekati angka 50 – 60% dari berat
semula. Drum bekas aspal atau oli yang masih baik digunakan untuk membuat
arang. Bagian alas drum dilubangi kecil–kecil dengan paku atau bor besi dengan
jarak 1 cm × 1 cm, sehingga selanjutnya bahan baku dimasukkan kedalam drum,
lalu api dinyalakan lewat bawah drum yang berlubang. Apabila asap mulai keluar,
berarti pembakaran bahan baku telah berlangsung.

Universitas Sumatera Utara

13

Ayakan
Pengayakan adalah sistem yang paling terkenal dan paling banyak
dilaksanakan untuk memisahkan campuran padat-padat. Sistem pemisahan,
didasarkan atas perbedaan dalam ukuran dari bagian-bagian yang akan
dipisahkan. Ukuran besar lubang ayak (dinamakan lebar lubang kasa) dari
medium ayak dipilih sedemikian rupa, sehingga bahagian yang kasar tertinggal di
atas ayakan dan bagian-bagian yang lebih halus jatuh melalui lubang
(Bergeiyk dan Liedekerken, 1981).
Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala (mesh) yang
berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubanglubang bulat atau bulat panjang atau berupa kisi. Ayakan terbuat dari material
yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan, perunggu, sutera dan
bahan-bahan sintetik. Material ini harus dipilih agar ayakan tidak lekas rusak baik
karena korosi maupun karena gesekan. Selain selama proses pengayakan ukuran
lubang ayakan harus tetap konstan (Bernasconi, dkk., 1995).
Dua skala yang digunakan untuk mengklasifikasikan ukuran partikel
adalah US Saringan Seri dan Tyler. Setara, kadang-kadang disebut Tyler ukuran
mesh atau Tyler Standard Sieve Series. Sistem nomor mesh adalah ukuran dari
berapa banyak lubang yang ada per inci (AGM, 2011).
Menurut Bhattacharya et al (1985), bahan baku pembuatan briket arang
yang baik adalah partikel arangnya yang mempunyai ukuran 40 – 60 mesh.
Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar dilakukan perekatan, sehingga
mempengaruhi keteguhan tekanan yang diberikan. Proses pembuatan briket arang

Universitas Sumatera Utara

14

memerlukan perekatan yang bertujuan untuk mengikat partikel-partikel arang
sehingga menjadi kompak.
Perekat
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda