Analisa Teoritis Turbin Vorteks Dengan Rumah Turbin Berbentuk Lingkaran Dengan Variasi Diameter Lubang Buang, Ketinggian Air Dan Diameter Runner

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Dale Varberg, Purcell. “Calculus” 9th edition, Pearson 2003.

2. Gupta, S.C. “Fluid Mechanics and Hydraulic Machines”, Pearson Education India, 2006

3. Khurmi, R.S. “A Textbook of Hydraulics, Fluid Mechanics and Hydraulics Machines”, S. Chand Ltd., 1987

4. Munson, Bruce, R., Young, Donald, F., Okiishi, Theodore, H., “Fundamentals Of Fluid Mechanics Fifth Edition”. Jhon Wiley & Sons Inc., 2006

5. Prof. B.S. Thandaveswara, “Hydraulics: Rotational and Irrotational Flow”, Indian Institute of Thechnology Madras.

6. Rajput Rames, “A Textbook of Fluid Mechanics and Hydraulic Machine”, Part-II, Rajput. Company, 2000.

7. Sujate Wanchat, Ratchaphon Suntivarakorn, Sujin Wanchat, Kitipong Tonmit, and Pongpun Kayanyiem, “A Parametric Study of a Gravitation Vortex Power Plant”, Khonkaen University,Khonkaen, Thailand, 2013.

8. S. Mulligan & P. Hull “Design and Optimisation of a Water Vortex Hydropower Plant”, Department of Civil Engineering and Construction, IT Sligo, 2011

9. Yasser Aboelkassem, “On The Decay of Strong Concentrated Columnar Vortices”, Concordia University, Canada 2003 .

10.


(2)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan oktober 2013 hingga oktober 2014. Proses studi literature dilakukan di Universitas Sumatera Utara, perancangan dan pembuatan instalasi skala laboratorium dilakukan di Laboratorium Proses Produksi, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dan proses analisis data dilakukan di Departemen Teknik Mesin Universitas Utara.

3.2 Perancangan Instalasi

Dengan pertimbangan penelitian skala laboratorium, yang kemudian dianalisis secara matematis, maka direncanakan dimensi instalasi sebagai berikut:

a. Menentukan ukuran reservoir air.

Reservoir air berukuran 60 cm x 60 cm x 120 cm. b. Menentukan talang air.

Talang air berukuran 100 cm x 25 cm x 25 cm. c. Menentukan dimensi vortex basin.

Rumah turbin vortex berbentuk lingkaran dengan diameter vortex basin = 50 cm, dan tinggi basin = 40 cm.

d. Menentukan diameter lubang buang. Terdapat 5 jenis lubang buang, yaitu : • Diameter 3 cm

• Diameter 5,5 cm • Diameter 8,5 cm • Diameter 10,5 cm • Diameter 16 cm


(3)

3.2 Proses Analisa Data

Analisa dilakukan berdasarkan variasi diameter lubang buang dan variasi ketinggian vortex head di bak vortex, dengan tahapan analisa sebagai berikut:

a. Menghitung sirkulasi ( Ґ ).

b. Menghitung kekuatan vortex (C). c. Menghitung kecepatan tangensial (Ut).

d. Memprediksi ketinggian permukaan vortex disetiap jari-jari (r). e. Menghitung daya teoritis maksimum air

Setelah dilakukan analisis terhadap aliran fluida, dilanjutkan dengan analisis terhadap runner turbin, yaitu:

a) Menghitung daya yang bekerja pada poros setiap runner b) Menghitung efisiensi setiap runner.

Berikut adalah gambar instalasi perancangan turbin vortex.


(4)

BAB IV

ANALISA TEORITIS

Adapun tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi lubang buang dan ketinggian terbaik pada bak vortex berbentuk lingkaran dengan diameter 50 cm, dengan variasi diameter lubang buang: 3 cm, 5.6 cm, 8.5 cm, 10.5 cm, 16.5 cm. Adapun variasi lubang buang dilakukan dengan peninjauan langsung ukuran pipa berbahan besi/baja komersial yang ada di pasaran. Ketinggian vortex (head vortex) ditentukan melalui pengujian langsung, dimana karakteristik fisik vortex yang paling kuat adalah yang permukaan bebas aliran air pada tepi lubang buang, paling mendekati nilai diameter lubang buang (ketebalan air di tepi lubang buang paling tipis), setelah ditemukan seperti yang ditentukan lalu dilakukan pengujian debit. Variasi selanjutnya pada penelitian kali ini adalah, penggunaan variasi ketinggian air masuk ke bak vortex menggunakan penghalang, sehingga meningkatkan ketinggian air masuk. Pada variasi ketinggian air masuk ini, debit air tidak dirubah pada masing-masing lubang buang sesuai dengan karakteristik sebelumnya. Dengan tahapan analisis perancangan sistematis sebagai berikut:


(5)

4.1 Ketinggian Aliran Vortex yang Dianalisis

a. Lubang Buang 1

Tabel 4.1 Variasi Head Vortex lubang buang 1

Ketingian Vortex (Hv) 10 cm 10,5 cm 14 cm 15,5 16 cm 16,5 cm

b. Lubang Buang 2

Tabel 4.2 Variasi Head Vortex lubang buang 2

Ketingian Vortex (Hv) 17 cm 18 cm 19 cm 19,5 cm 19,75 cm 20 cm

c. Lubang Buang 3

Tabel 4.3 Variasi Head Vortex lubang buang 3

Ketingian Vortex (Hv) 28 cm 29 cm 30 cm 30,5 cm 31 cm 33,5 cm


(6)

d. Lubang Buang 4

Tabel 4.4 Variasi Head Vortex lubang buang 4

Ketingian Vortex (Hv) 29 cm 29,5 cm 29,5 cm 30 cm 30 cm 31 cm

e. Lubang Buang 5

Tabel 4.5 Variasi Head Vortex lubang buang 5

Ketingian Vortex (Hv) 30 cm 30 cm 30,5 cm 30,75 cm 31 cm 31 cm

4.2 Sirkulasi dan Kekuatan Vortex

Sirkulasi dihitung berdasarkan asumsi aliran dalam kondisi steady, inkompresibel, dan irrotational. Kecepatan pada tepi bak dianggap 0 karena faktor gesekan. Sehingga dapat dirumuskan langsung:

(Sumber : M. Bruce, 2006)

Pada lubang buang 1, air masuk dari dasar bak… diketahui:


(7)

Head vortex = 10 cm Maka:

Setelah mendapatkan nilai sirkulasi, dapat dihitung konstanta kekuatan vortex, yaitu:

(Sumber: Gupta, S.C. 2006) Maka:

Sehingga dapat dihitung nilai sirkulasi dan konstanta C pada setiap variasi sebagai berikut;

a. Lubang Buang 1

Tabel 4.6 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C terhadap Variasi LB1

Head Γ C π g

meter m2/s m2/s m/s2

0.1 0.13188 0.021

3.14 9.8 0.105 0.135137 0.021519

0.14 0.156043 0.024848 0.155 0.164189 0.026145 0.16 0.166816 0.026563 0.165 0.169403 0.026975


(8)

b. Lubang Buang 2

Tabel 4.7 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C terhadap Variasi LB2

Head Γ C π g

meter m2/s m2/s m/s2

0.17 0.315243 0.050198

3.14 9.8 0.18 0.324382 0.051653

0.19 0.333271 0.053069 0.195 0.337627 0.053762 0.1975 0.339785 0.054106 0.2 0.341929 0.054447

c. Lubang Buang 3

Tabel 4.8 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C terhadap Variasi LB3

Head Γ C π g

meter m2/s m2/s m/s2

0.28 0.625253 0.099563

3.14 9.8 0.29 0.63632 0.101325

0.3 0.647198 0.103057 0.305 0.652569 0.103912 0.31 0.657896 0.104761 0.335 0.68391 0.108903

d. Lubang Buang 4

Tabel 4.9 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C terhadap Variasi LB4

Head Γ C π g

meter m2/s m2/s m/s2

0.29 0.786042 0.125166

3.14 9.8 0.295 0.79279 0.12624

0.295 0.79279 0.12624 0.3 0.79948 0.127306 0.3 0.79948 0.127306


(9)

e. Lubang Buang 5

Tabel 4.10 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C terhadap Variasi LB5

Head Γ C π g

meter m2/s m2/s m/s2

0.3 1.256326 0.200052

3.14 9.8 0.3 1.256326 0.200052

0.305 1.266752 0.201712 0.3075 1.271933 0.202537 0.31 1.277093 0.203359 0.31 1.277093 0.203359

4.3 Distribusi Kecepatan Tangensial pada Permukaan Bebas (p=patm)

Karena sifat aliran vortex bebas, maka kita dapat langsung mencari distribusi sepanjang r pada permukaan bebas dengan persamaan:

(Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Dengan mengisi nilai r dengan interval tepi lubang buang sampai tepi dinding vortex, didapat:

a. Lubang Buang 1

Tabel 4.11 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB1

Head C Kecepatan Tangensial pada r=… (m/s)

meter m2/s 0.015 0.05415 0.0933 0.13245 0.1716 0.21075 0.2499

0.1 0.021 1.4000 0.3878 0.2251 0.1586 0.1224 0.0996 0.0840

0.105 0.021519 1.4346 0.3974 0.2306 0.1625 0.1254 0.1021 0.0861

0.14 0.024848 1.6565 0.4589 0.2663 0.1876 0.1448 0.1179 0.0994

0.155 0.026145 1.7430 0.4828 0.2802 0.1974 0.1524 0.1241 0.1046

0.16 0.026563 1.7709 0.4905 0.2847 0.2006 0.1548 0.1260 0.1063


(10)

Gambar 4.2 Grafik Variasi Distribusi Kecepatan Tangensial pada LB1 b. Lubang Buang 2

Tabel 4.12 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB2

Head C Kecepatan Tangensial pada r=… (m/s)

meter m2/s 0.0275 0.06457 0.10164 0.13871 0.17578 0.21285 0.2499

0.17 0.050198 1.8254 0.7774 0.4939 0.3619 0.2856 0.2358 0.2009

0.18 0.051653 1.8783 0.8000 0.5082 0.3724 0.2939 0.2427 0.2067

0.19 0.053069 1.9298 0.8219 0.5221 0.3826 0.3019 0.2493 0.2124

0.195 0.053762 1.9550 0.8326 0.5289 0.3876 0.3059 0.2526 0.2151

0.1975 0.054106 1.9675 0.8379 0.5323 0.3901 0.3078 0.2542 0.2165


(11)

c. Lubang Buang 3

Tabel 4.13 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB3

Head C Kecepatan Tangensial pada r=… (m/s)

meter m2/s 0.0425 0.07707 0.11164 0.14621 0.18078 0.21535 0.2499

0.28 0.099563 2.3426 1.2918 0.8918 0.6810 0.5507 0.4623 0.3984

0.29 0.101325 2.3841 1.3147 0.9076 0.6930 0.5605 0.4705 0.4055

0.3 0.103057 2.4249 1.3372 0.9231 0.7049 0.5701 0.4786 0.4124

0.305 0.103912 2.4450 1.3483 0.9308 0.7107 0.5748 0.4825 0.4158

0.31 0.104761 2.4650 1.3593 0.9384 0.7165 0.5795 0.4865 0.4192

0.335 0.108903 2.5624 1.4130 0.9755 0.7448 0.6024 0.5057 0.4358

Gambar 4.4 Grafik Variasi Distribusi Kecepatan Tangensial pada LB3 d. Lubang Buang 4

Tabel 4.14 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB4

Head C Kecepatan Tangensial pada r=… (m/s)

meter m2/s 0.0525 0.0854 0.1183 0.1512 0.1841 0.217 0.2499

0.29 0.125166 2.3841 1.4656 1.0580 0.8278 0.6799 0.5768 0.5009

0.295 0.12624 2.4046 1.4782 1.0671 0.8349 0.6857 0.5818 0.5052

0.295 0.12624 2.4046 1.4782 1.0671 0.8349 0.6857 0.5818 0.5052

0.3 0.127306 2.4249 1.4907 1.0761 0.8420 0.6915 0.5867 0.5094

0.3 0.127306 2.4249 1.4907 1.0761 0.8420 0.6915 0.5867 0.5094


(12)

Gambar 4.5 Grafik Variasi Distribusi Kecepatan Tangensial pada LB4 e. Lubang Buang 5

Tabel 4.15 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB5

Head C Kecepatan Tangensial pada r=… (m/s)

meter m2/s 0.0825 0.1104 0.1383 0.1662 0.1941 0.222 0.2499

0.3 0.200052 2.4249 1.8121 1.4465 1.2037 1.0307 0.9011 0.8005

0.3 0.200052 2.4249 1.8121 1.4465 1.2037 1.0307 0.9011 0.8005

0.305 0.201712 2.4450 1.8271 1.4585 1.2137 1.0392 0.9086 0.8072

0.3075 0.202537 2.4550 1.8346 1.4645 1.2186 1.0435 0.9123 0.8105

0.31 0.203359 2.4650 1.8420 1.4704 1.2236 1.0477 0.9160 0.8138

0.31 0.203359 2.4650 1.8420 1.4704 1.2236 1.0477 0.9160 0.8138


(13)

4.4 Prediksi Ketinggian Z Permukaan bebas di Sepanjang Radius pada Saat p=patm=0 (pgauge)

Setelah mendapatkan distribusi kecepatan pada permukaan bebas,

selanjutnya dapat diprediksi secara matematis bentuk kurva hiperbolik permukaan bebas. Dengan mengambil persamaan Bernoulli kembali:

(Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Lalu dengan mensubstitusikan nilai konstanta C ke dalam persamaaan, sehingga


(14)

4.4.1 Lubang Buang 1

a. Air masuk dari Ketinggian 0 cm

Gambar 4.7 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB1H1

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(15)

b. Air masuk dari mulai ketinggian 4 cm

Gambar 4.8 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB1H2

Persamaan kurva :

Luas daerah diarsir


(16)

c. Air masuk dari ketinggian 8 cm

Gambar 4.9 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB1H3

Persamaan Kurva

Luas daerah diarsir


(17)

d. Air masuk dari ketinggian 12 cm

Gambar 4.10 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB1H4

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(18)

e. Air masuk dari ketinggian 16 cm

Gambar 4.11 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB1H5

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(19)

f. Air masuk dari ketinggian 20 cm

Gambar 4.12 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB1H6

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(20)

4.4.2 Lubang Buang 2

a. Air masuk dari ketinggian 0 cm

Gambar 4.13 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H1

Persamaan Kurva :

Luas daerah diarsir


(21)

b. Air masuk dari ketinggian 4 cm

Gambar 4.14 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H2

Persamaan Kurva :

Luas daerah diarsir


(22)

c. Air masuk dari ketinggian 8 cm

Gambar 4.15 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H3

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(23)

d. Air masuk dari ketinggian 12 cm

Gambar 4.16 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H4

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(24)

e. Air masuk dari ketinggian 16 cm

Gambar 4.17 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H5

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(25)

f. Air masuk dari ketinggian 20 cm

Gambar 4.18 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H6

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(26)

4.4.3 Lubang Buang 3

Lubang Buang 3

a. Air masuk dari ketinggian 0 cm

Gambar 4.19 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H1

Persamaan kurva;

Luas daerah diarsir


(27)

b. Air masuk dari ketinggian 4 cm

Gambar 4.20 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H2

Persamaan kurva

Luas daerah diarsir


(28)

c. Air masuk dari ketinggian 8 cm

Gambar 4.21 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H3

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(29)

d. Air masuk dari ketinggian 12 cm

Gambar 4.22 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H4

Persamaan kurva


(30)

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

e. Air masuk dari ketinggian 16 cm

Gambar 4.23 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H5

Persamaan kurva


(31)

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

f. Air masuk dari ketinggian 20 cm

Gambar 4.24 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H6


(32)

Luas daerah diarsir

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

4.4.4 Lubang Buang 4

Lubang Buang 4

a. Air masuk dari ketinggian 0 cm


(33)

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

b. Air masuk dari ketinggian 4 cm


(34)

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:


(35)

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:


(36)

Gambar 4.28 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H4

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:


(37)

Gambar 4.29 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H5

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(38)

f. Air masuk dari ketinggian 20 cm

Gambar 4.30 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H6

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(39)

4.4.5 Lubang Buang 5

a. Air masuk dari ketinggian 0 cm

Gambar 4.31 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H1

Persamaan kurva:

Luas daerah diarsir


(40)

b. Air masuk dari ketinggian 4 cm

Gambar 4.32 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H2

Persamaan kurva:


(41)

c. Air masuk dari ketinggian 8 cm

Gambar 4.33 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H3

Persamaan kurva:


(42)

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

d. Air masuk dari ketinggian 12 cm

Gambar 4.34 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H4

Persamaan kurva:


(43)

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

e. Air masuk dari ketinggian 16 cm

Gambar 4.35 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H5


(44)

Luas daerah diarsir

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

f. Air masuk dari ketinggian 20 cm

Gambar 4.36 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H6


(45)

Luas daerah diarsir

Volume luasan yang diarsir diputar terhadap sumbu Y:

4.5 Analisa Momentum Sudut dan Segitiga Kecepatan Sudu

Sebelum menganalisa momentum sudut, berikut merupakan hasil rekam fenomena yang tejadi pada kondisi nyata:

1. Lubang Buang 1

Tabel 4.17 Variasi Ketinggian Vortex Berdasarkan Variasi Ketinggian Air Masuk Lubang Buang 1

Debit (Q) Ketingian Vortex (Hv) air masuk

dari ketinggian 0 cm

0.23 L/s

10 cm

dari ketinggian 4 cm 10,5 cm

dari ketinggian 8 cm 14 cm

dari ketinggian 12 cm 15,5

dari ketinggian 16 cm 16 cm

dari ketinggian 20 cm 16,5 cm


(46)

Tabel 4.18 Variasi Ketinggian Vortex Berdasarkan Variasi Ketinggian Air Masuk Lubang Buang 2

Debit (Q) Ketingian Vortex (Hv) air masuk

dari ketinggian 0 cm

0,909 L/s

17 cm

dari ketinggian 4 cm 18 cm

dari ketinggian 8 cm 19 cm

dari ketinggian 12 cm 19,5 cm

dari ketinggian 16 cm 19,75 cm

dari ketinggian 20 cm 20 cm

3. Lubang Buang 3

Tabel 4.19 Variasi Ketinggian Vortex Berdasarkan Variasi Ketinggian Air Masuk Lubang Buang 3

Debit (Q) Ketingian Vortex (Hv) air masuk

dari ketinggian 0 cm

3,33 L/s

28 cm

dari ketinggian 4 cm 29 cm

dari ketinggian 8 cm 30 cm

dari ketinggian 12 cm 30,5 cm

dari ketinggian 16 cm 31 cm

dari ketinggian 20 cm 33,5 cm

4. Lubang Buang 4


(47)

Debit (Q) Ketingian Vortex (Hv) air masuk

dari dasar bak

3,37 L/s

29 cm

dari ketinggian 4 cm 29,5 cm

dari ketinggian 8 cm 29,5 cm

dari ketinggian 12 cm 30 cm

dari ketinggian 16 cm 30 cm

dari ketinggian 20 cm 31 cm

5. Lubang Buang 5

Tabel 4.21 Variasi Ketinggian Vortex Berdasarkan Variasi Ketinggian Air Masuk Lubang Buang 5

Debit (Q) Ketingian Vortex (Hv) air masuk

dari dasar bak

4,23 L/s

30 cm

dari ketinggian 4 cm 30 cm

dari ketinggian 8 cm 30,5 cm

dari ketinggian 12 cm 30,75 cm

dari ketinggian 16 cm 31 cm

dari ketinggian 20 cm 31 cm

Dari hasil analisa di atas, maka didapatkan dan dikumpulkan kecepatan dan kekuatan terbaik dari masing-masing lubang buang, yaitu:


(48)

Dari data yang tercantum di tabel tersebut, dirancang 2 jenis runner, dengan variasi masing2, yaitu:

a. Runner A dengan jumlah sudu masing-masing runner berjumlah 6 buah, dengan variasi diameter, 15.5 cm, 18.5 cm, 20.5cm

b. Runner B dengan diameter 22 cm, dengan variasi jumlah sudu, 4, 5, dan 6 sudu.

4.5.1 Analisa Momentum Sudut

Berikut hasil analisa kecepatan masuk pada masing-masing radius runner pada setiap lubang buang, dengan mencari distribusi tekanan lalu kecepatan tangensial sepanjang z;

(Sumber : Gupta, S.C., 2006)

Lalu dilanjutkan mencari kecepatan tangensial sepanjang z, dengan mengembalikan ke persamaan Bernoulli, menjadi:

(Sumber : Gupta, S.C., 2006)

Berikut adalah gambar distribusi kecepatan yang terjadi pada sudu.

Ut inlet (m/s) S

u d u


(49)

Pada lubang buang 1 (kekuatan vortex = 0.026975 m2/s) dengan runner A1 (air masuk pada r=0.0775 m), kemudian dicari tekanan pada radius tersebut pada dasar bak dengan:

P = (9800)((0,159-0)-(0,0269752)/(2.9,8.0.07752)) P = 1556.426 Pa

Kemudian mencari kecepatan pada radius runner pada dasar sudu;

Ut = ((0,159.19,6)-(1556.426/1000))0.5 Ut = 1.754 m/s

1. Lubang Buang 1

a. Runner A1

Sudu A1 (r=0.0775m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.159 0.000 0.348 0.127 311.285 0.844 0.095 622.570 1.141 0.064 933.855 1.376 0.032 1245.140 1.576 0.000 1556.426 1.754

Ut rata-rata (m/s) = 1.173 b. Runner A2


(50)

Sudu A2 (r=0.0925m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.161 0.000 0.292 0.129 314.896 0.826 0.096 629.791 1.132 0.064 944.687 1.370 0.032 1259.583 1.573 0.000 1574.478 1.753

Ut rata-rata (m/s) = 1.158 c. Runner A3

Sudu A3 (r=0.1025m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.161 0.000 0.263 0.129 316.474 0.818 0.097 632.948 1.127 0.065 949.422 1.368 0.032 1265.896 1.572 0.000 1582.371 1.753

Ut rata-rata (m/s) = 1.150

d. Runner B

Sudu B (r=0.11m)

Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.162 0.000 0.245 0.130 317.386 0.814 0.097 634.773 1.125 0.065 952.159 1.366 0.032 1269.545 1.572 0.000 1586.932 1.753

Ut rata-rata (m/s) = 1.146


(51)

a. Runner A1

Sudu A1 (r=0.0775m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.175 0.000 0.703 0.140 342.643 1.070 0.105 685.287 1.339 0.070 1027.930 1.564 0.035 1370.574 1.759 0.000 1713.217 1.935

Ut rata-rata (m/s) = 1.395

b. Runner A2

Sudu A2 (r=0.0925m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.182 0.000 0.589 0.146 357.353 1.012 0.109 714.706 1.305 0.073 1072.059 1.543 0.036 1429.412 1.749 0.000 1786.765 1.933

Ut rata-rata (m/s) = 1.355

c. Runner A3

Sudu A3 (r=0.1025m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.186 0.000 0.531 0.148 363.784 0.986 0.111 727.567 1.290 0.074 1091.351 1.534 0.037 1455.135 1.745 0.000 1818.918 1.932


(52)

d. Runner B

Sudu B (r=0.11m)

Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.188 0.000 0.495 0.150 367.500 0.971 0.113 735.000 1.281 0.075 1102.501 1.529 0.038 1470.001 1.742 0.000 1837.501 1.932

Ut rata-rata (m/s) = 1.325

3. Lubang Buang 3

a. Runner A1

Sudu A1 (r=0.0775m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.234 0.000 1.405 0.187 459.141 1.687 0.141 918.283 1.928 0.094 1377.424 2.142 0.047 1836.565 2.337 0.000 2295.706 2.516

Ut rata-rata (m/s) = 2.003

b. Runner A2

Sudu A2 (r=0.0925m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.264 0.000 1.177 0.211 517.989 1.539 0.159 1035.979 1.831 0.106 1553.968 2.082 0.053 2071.958 2.306 0.000 2589.947 2.510


(53)

c. Runner A3

Sudu A3 (r=0.1025m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.277 0.000 1.062 0.222 543.716 1.470 0.166 1087.432 1.787 0.111 1631.148 2.055 0.055 2174.864 2.293 0.000 2718.581 2.508

Ut rata-rata (m/s) = 1.863

d. Runner B

Sudu B (r=0.11m)

Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.285 0.000 0.990 0.228 558.585 1.428 0.171 1117.169 1.761 0.114 1675.754 2.040 0.057 2234.338 2.285 0.000 2792.923 2.506

Ut rata-rata (m/s) = 1.835

4. Lubang Buang 4

a. Runner A1

Sudu A1 (r=0.0775m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.168 0.000 1.670 0.134 328.775 1.847 0.101 657.549 2.009


(54)

0.067 986.324 2.159 0.034 1315.099 2.299 0.000 1643.873 2.431

Ut rata-rata (m/s) = 2.069 b. Runner A2

Sudu A2 (r=0.0925m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.210 0.000 1.399 0.168 411.872 1.655 0.126 823.745 1.876 0.084 1235.617 2.074 0.042 1647.489 2.255 0.000 2059.362 2.422

Ut rata-rata (m/s) = 1.947 c. Runner A3

Sudu A3 (r=0.1025m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.229 0.000 1.263 0.183 448.200 1.564 0.137 896.400 1.815 0.091 1344.600 2.036 0.046 1792.801 2.235 0.000 2241.001 2.418

Ut rata-rata (m/s) = 1.889

d. Runner B

Sudu B (r=0.11m)

Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.239 0.000 1.176 0.192 469.195 1.508


(55)

0.096 1407.586 2.014 0.048 1876.782 2.224 0.000 2345.977 2.416

Ut rata-rata (m/s) = 1.853

5. Lubang Buang 5

a. Runner A2

Sudu A2 (r=0.0925m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.063 0.000 2.198 0.051 124.270 2.251 0.038 248.541 2.303 0.025 372.811 2.354 0.013 497.082 2.403 0.000 621.352 2.452

Ut rata-rata (m/s) = 2.327 b. Runner A3

Sudu A3 (r=0.1025m) Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.109 0.000 1.984

0.087 213.978 2.084 0.066 427.957 2.179 0.044 641.935 2.270 0.022 855.913 2.358 0.000 1069.891 2.443

Ut rata-rata (m/s) = 2.220

c. Runner B

Sudu B (r=0.11m)

Z (meter) P (Pascal) Ut (m/s)

0.136 0.000 1.849 0.108 265.824 1.980 0.081 531.648 2.104 0.054 797.472 2.221 0.027 1063.296 2.331 0.000 1329.121 2.437


(56)

Analisa sederhana momentum sudut ini digunakan untuk menghitung nilai torsi dan daya yang bekerja sampai kepada poros turbin melalui perhitungan momen-momentum.

(Sumber : M. Bruce, 2006)

Tanda “+” dan “-“ merujuk pada arah masuk dan keluar ke dan dari sistem. Hubungan daya poros dengan momen puntir poros dan kecepatan sudut:

= T

shaft

ω

(Sumber : M. Bruce, 2006) dengan menyatakan w= ωr, maka didapat:

(Sumber : M. Bruce, 2006) Dimana:

Ut = Kecepatan tangensial fluida W = Kecepatan keliling runner

Dengan asumsi seluruh kecepatan tangensial fluida ditangkap oleh sudu, hingga tersisa komponen kecepatan aksial saja pada bagian keluar sudu, sehingga persamaannya menjadi:


(57)

Dari referensi impuls dan penelitian turbin vortex sebelumnya oleh S. Mulligan dan P. Hull, didapat bahwa, efektifitas maksimum terjadi saat kecepatan keliling sudu sama dengan setengah dari kecepatan fluida kerja.

Tabel 4. 22 Analisa Momentum Sudut Lubang Buang 1

LUBANG BUANG 1 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Kec. Runner (m/s) 0.59 0.58 0.58 0.57

Kec. Tangensial Fluida (m/s) 1.17 1.16 1.15 1.14

Torsi Poros (Nm) 0.27 0.27 0.26 0.26

Daya Poros (Watt) 0.16 0.15 0.15 0.15

Tabel 4. 23 Analisa Momentum Sudut Lubang Buang 2

LUBANG BUANG 2 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Kec. Runner (m/s) 0.70 0.68 0.67 0.66

Kec. Tangensial Fluida (m/s) 1.39 1.35 1.33 1.32

Torsi Poros (Nm) 1.26 1.23 1.21 1.20

Daya Poros (Watt) 0.88 0.83 0.80 0.79

Tabel 4. 24 Analisa Momentum Sudut Lubang Buang 3

LUBANG BUANG 3 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Kec. Runner (m/s) 1.00 0.95 0.93 0.92

Kec. Tangensial Fluida (m/s) 2.00 1.90 1.86 1.84

Torsi Poros (Nm) 6.66 6.33 6.19 6.11

Daya Poros (Watt) 6.66 6.01 5.76 5.61

Tabel 4. 25 Analisa Momentum Sudut Lubang Buang 4

LUBANG BUANG 4 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Kec. Runner (m/s) 1.03 0.97 0.94 0.93

Kec. Tangensial Fluida (m/s) 2.06 1.94 1.88 1.85

Torsi Poros (Nm) 6.94 6.54 6.34 6.23

Daya Poros (Watt) 7.15 6.34 5.96 5.77

Tabel 4. 26 Analisa Momentum Sudut Lubang Buang 1

LUBANG BUANG 5 runner A1 runner A2 runner A3 runner B


(58)

Kec. Tangensial Fluida (m/s) 0.00 2.32 2.21 2.15

Torsi Poros (Nm) 0.00 9.81 9.35 9.09

Daya Poros (Watt) 0.00 11.38 10.33 9.78

4.5.2 Segitiga Kecepatan Sudu

Gambar 4.39 Skema Segitiga Kecepatan yang Bekerja pada Sudu Turbin Vortex Keterangan:

W = Kecepatan Keliling Sudu (Kecepatan Putaran Sudu)

Ut = Kecepatan Absolut / Kecepatan Fluida Kerja / Kecepatan Tangensial V = Kecepatan Relatif

Dari analisa momentum sudut kita mendapat:

β

α


(59)

Karena asumsi pada sisi keluar sudu, komponen kecepatan tangensial fluida sudah ditangkap oleh sudu (=0), maka:

Dari segitiga kecepatan di atas didapat 2 persamaan:

Atau

dan,

Jika disubstitusikan maka:

Jika disubstitusikan ke dalam persamaan daya poros

Maka:

Karena nilai daya sudah didapatkan, maka nilai V dan U dapat disubstitusikan, dan dengan skema segitiga kecepatan di atas, maka dapat dilihat, sudut antara V/Vx atau V/Ut adalah sudut pembentuk sudu.

Dengan menggunakan data momentum sudut pada lubang buang 4 (Lubang buang terakhir semua runner dapat bekerja dengan baik)


(60)

a. Sudut pada RUNNER A1

Tabel 4. 27 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner A1 RUNNER

A1

Kerja poros 1.38530697 2 x Kerja poros 2.77061394

w2 0.69265349

V2-U2 3.46326743

Maka pada Runner A1 V2 = 3.46326743 + U2

Jika sudut masuk air ke sudu = 30O, maka Cos 30O=Ut/U=0.86 Maka nilai U= 1.99 m/s

Dan V= 2.7 m/s

Maka V/Vx= 0.8/2.7 = 0.3 = Cos α; maka α ≈ 74O b. Sudut pada RUNNER A2

Tabel 4. 28 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner A2 RUNNER

A2

Kerja poros 0.97244704 2 x Kerja poros 1.94489408

w2 0.48622352

V2-U2 2.4311176

Maka pada Runner A2 V2 = 2.4311176 + U2


(61)

Dan V= 2.3 m/s

Maka Vx/V= 0.7/2.3= 0.3 = Cos α; maka α ≈ 72O c. Sudut pada RUNNER A3

Tabel 4. 29 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner A3 RUNNER

A3

Kerja poros 0.79195717 2 x Kerja poros 1.58391434

w2 0.39597858

V2-U2 1.97989292

Maka pada Runner A3 V2 = 1.97989292 + U2

Jika sudut masuk air ke sudu = 30O, maka Cos 30O=Ut/U=0.86 Maka nilai U= 1.45 m/s

Dan V= 2.03 m/s

Maka Vx/V= 0.62/2.03= 0.3 = Cos α; maka α ≈ 72O d. Sudut pada RUNNER B

Tabel 4. 30 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner B RUNNER B

Kerja poros 0.68764463 2 x Kerja poros 1.37528926

w2 0.34382231

V2-U2 1.71911157

Maka pada Runner B V2 = 1.71911157 + U2


(62)

Jika sudut masuk air ke sudu = 30O, maka Cos 30O=Ut/U=0.86 Maka nilai U= 0.72 m/s

Dan V= 1.5 m/s

Maka Vx/V= 0.58/1.5= 0.3 = Cos α; maka α ≈ 60O 4.5.3 Efisiensi Teoritis Turbin

Nilai efisiensi turbin dapat dicari dengan rumus

Dimana Pair adalah daya maksimum teoritis air di bak vortex, yang dapat dihitung dengan :

Sehingga dapat dihitung daya maksimu teoritis air pada setiap lubang buang: Tabel 4. 31 Tabel Daya Teoritis Air Setiap Lubang Buang

Lubang Buang 1 Lubang Buang 2 Lubang Buang 3 Lubang Buang 4 Lubang Buang 5

Laju Aliran Massa (kg/s) 0.23 0.91 3.33 3.37 4.23

Head Vortex (m) 0.17 0.20 0.34 0.31 0.31

Percepatan Gravitasi (m/s2) 9.80 9.80 9.80 9.80 9.80 Daya Teoritis Air (Watt) 0.37 1.78 10.93 10.24 12.85

a. Pada Lubang Buang 1

Tabel 4. 32 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 1 Lubang Buang 1 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Daya Poros (Watt) 0.16 0.15 0.15 0.15

Daya Teoritis Air (Watt) 0.37


(63)

Tabel 4. 33 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 2 Lubang Buang 2 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Daya Poros (Watt) 0.88 0.83 0.80 0.79

Daya Teoritis Air (Watt) 1.78

Efisiensi 49.29% 46.49% 45.13% 44.45%

c. Pada Lubang Buang 3

Tabel 4. 34 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 3 Lubang Buang 3 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Daya Poros (Watt) 6.66 6.01 5.76 5.61

Daya Teoritis Air (Watt) 10.93

Efisiensi 60.92% 54.98% 52.69% 51.28%

d. Pada Lubang Buang 4

Tabel 4. 35 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 4 Lubang Buang 4 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Daya Poros (Watt) 7.15 6.34 5.96 5.77

Daya Teoritis Air (Watt) 10.24

Efisiensi 69.84% 61.94% 58.17% 56.33%

e. Pada Lubang Buang 5

Tabel 4. 36 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 5 Lubang Buang 5 runner A1 runner A2 runner A3 runner B

Daya Poros (Watt) 0 11.38 10.33 9.78

Daya Teoritis Air (Watt) 12.85


(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

1. Kecepatan tangensial puncak aliran vortex dari hasil analisis vortex bebas, yaitu:

a. Kecepatan maksimum pada lubang buang 1 : 1.79 m/s b. Kecepatan maksimum pada lubang buang 2 : 1.97 m/s c. Kecepatan maksimum pada lubang buang 3 : 2.56 m/s d. Kecepatan maksimum pada lubang buang 4 : 2.46 m/s d. Kecepatan maksimum pada lubang buang 5 : 2.46 m/s

Dari data di atas dapat disimpulkan kecepatan tangensial puncak paling besar terdapat pada lubang buang 3

2. Dari hasil perhitungan daya maksimum teoritis air didapat:

a. Daya maksimum teoritis air pada lubang buang 1 : 0.37 Watt b. Daya maksimum teoritis air pada lubang buang 2 : 1.78 Watt c. Daya maksimum teoritis air pada lubang buang 3 : 10.93 Watt d. Daya maksimum teoritis air pada lubang buang 4 : 10.23 Watt d. Daya maksimum teoritis air pada lubang buang 5 : 12.58 Watt

Dari data di atas didapat daya maksimum teoritis paling besar didapat dari lubang buang 5.


(65)

3. Dari hasil analisa momentum sudut, didapat daya yang bekerja di poros pada setiap lubang buang, yaitu:

a. Lubang buang 1.

-. Daya poros pada runner A1 : 0.014 Watt -. Daya poros pada runner A2 : 0.009 Watt -. Daya poros pada runner A3 : 0.008 Watt -. Daya poros pada runner B : 0.007 Watt b. Lubang buang 2.

-. Daya poros pada runner A1 : 0.22 Watt -. Daya poros pada runner A2 : 0.15 Watt -. Daya poros pada runner A3 : 0.12 Watt -. Daya poros pada runner B : 0.10 Watt c. Lubang buang 3.

-. Daya poros pada runner A1 : 3.29 Watt -. Daya poros pada runner A2 : 2.31 Watt -. Daya poros pada runner A3 : 1.88 watt -. Daya poros pada runner B : 1.63 Watt d. Lubang buang 4.

-. Daya poros pada runner A1 : 4.66 Watt -. Daya poros pada runner A2 : 3.27 Watt


(66)

-. Daya poros pada runner A3 : 2.66 Watt -. Daya poros pada runner B : 2.31 Watt e. Lubang buang 5.

-. Daya poros pada runner A1 : 0 .00 Watt -. Daya poros pada runner A2 : 10.2 Watt -. Daya poros pada runner A3 : 8.29 Watt -. Daya poros pada runner B : 7.20 Watt

dari data di atas dapat disimpulkan daya perolehan maximum pada poros turbin paling tinggi didapat pada lubang buang 5 dengan menggunakan runner A2.

4. Dengan membandingkan daya yang bekerja pada poros dengan daya maksimum teoritis air, didapat efisiensi tiap runner yang dihitung pada tiap lubang, yaitu:

a. Lubang buang 1.

-. Efisiensi runner A1 : 3.75 % -. Efisiensi runner A2 : 2.63 % -. Efisiensi runner A3 : 2.14 % -. Efisiensi runner B : 1.86 % b. Lubang buang 2.

-. Efisiensi runner A1 : 12.38 % -. Efisiensi runner A2 : 8.69 % -. Efisiensi runner A3 : 7.08 % -. Efisiensi runner B : 6.14 %


(67)

-. Efisiensi runner A1 : 30.12 % -. Efisiensi runner A2 : 21.14 % -. Efisiensi runner A3 : 17.22 % -. Efisiensi runner B : 14.95 %

d. Lubang buang 4.

-. Efisiensi runner A1 : 45.59 % -. Efisiensi runner A2 : 32.00 % -. Efisiensi runner A3 : 26.06 % -. Efisiensi runner B : 22.63 % e. Lubang buang 5.

-. Efisiensi runner A1 : 0.00 % -. Efisiensi runner A2 : 79.26 % -. Efisiensi runner A3 : 64.55 % -. Efisiensi runner B : 56.05 %

dari data di atas dapat disimpulkan efisiensi turbin paling tinggi terdapat pada penggunaan runner turbin A2 pada lubang buang 5.

5.2

SARAN

1.

Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan debit yang seragam. 2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan sudu yang radius


(68)

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan diameter bak yang lebih besar dengan perbandingan diameter lubang buang/diameter bak 8.5/25 s/d 10.5/25.

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan runner yang jumlah sudunya lebih banyak sehingga lubang keluar lebih rapat untuk mengoptimasi nilai massa yang tertangkap sudu.


(69)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vorteks

Dalam Dinamika Fluida, Vorteks adalah sebuah daerah di dalam fluida dimana aliran sebagian besar bergerak memutar pada terhadap sumbu yang imajiner. Pola gerakan disebut Aliran Vorteks. Vorteks terbentuk oleh fluida termasuk cairan, gas, dan plasma. Vorteks adalah sebuah komponen utama dalam aliran Turbulen.8 Dengan tidak adanya gaya luar, gesekan viskos dalam cairan cenderung membuat aliran menjadi kumpulan yang disebut vortisitas irrotasional. Dalam pusaran tersebut, kecepatan fluida yang terbesar berada di samping sumbu imajiner, dan penurunan kecepatan berbanding terbalik terhadap jarak dari sumbu imajner. Pusaran sangat tinggi di wilayah inti sekitar sumbu, dan hampir nol di ujung pusaran; sementara tekanan turun tajam saat mendekati wilayah itu. Setelah terbentuk, vorteks dapat berpindah, meregang, berputar, dan berinteraksi secara kompleks. Sebuah Vorteks bergerak membawa serta momentum sudut dan linier, energi, dan massa di dalamnya. Dalam pusaran stasioner, maka streamlines dan pathlines tertutup. Dalam pusaran bergerak atau berkembang, streamline dan pathlines biasanya bergerak spiral.


(70)

2.2 Klasifikasi Vorteks

Gbr 2.2 Klasifikasi Vorteks berdasarkan kekuatannya

sumber : Prof. B. S. Thandaveswara, Indian Institue of Technology Madras

Secara umum, fenomena vorteks terbagi atas dua bahagian yaitu : 1. Vorteks Paksa / Vorteks Berotasi

Adalah vorteks yang terbentuk karena adanya gaya luar yang berpengaruh pada fluida.

2. Vorteks Bebas / Vorteks Tak Berotasi

Adalah vorteks yang terbentuk karena fenomena natural, tidak terpengaruh oleh gaya dari luar sistem fluida, pada aliran inkompresibel, umumnya terjadi karena adanya lubang keluar.

Berikut penjelasannya.

2.2.1 Vorteks Paksa / Vorteks Berotasi

Vorteks Paksa dikenal juga sebagai vorteks flywheel2. Jika fluida berputar seperti benda kaku - yaitu, jika naik secara proporsional terhadap r - bola kecil


(71)

bagian dari benda kaku. Dalam hal ini, vektor omega adalah sama di mana-mana. Arahnya sejajar dengan sumbu putar, dan besarnya adalah dua kali kecepatan sudut untuk seluruh fluida.

Gambar 2.3 Teh Cangkir yang di aduk adalah sebuah Aplikasi Vorteks paksa. Sumber : Khurmi, R.S., 1987

Gambar 2.4 Rotational (rigid-body) vorteks Sumber : M. Bruce, 2006; Wikipedia.org Rumus kecepatan tangential pada vorteks berotasi :


(72)

Dimana:

Ut = Kecepatan Tangensial aliran vortex, biasa disebut juga dengan Kecepatan pusar (Swirl Velocity)

ω = Kecepatan sudut aliran vortex paksa, pada vortex paksa kondisinya konstan dimanapun sepanjang aliran.

r = Jari-jari vortex, diukur dari titik pusat vortex. 2.2.2 Vorteks Bebas / Vorteks Tak Berotasi

Ketika massa fluida bergerak secara alami (karena pengaruh gaya-gaya internal) dalam sebuah kurva aliran, gerakan vorteks bebas akan muncul, dalam kasus ini tidak ada torsi ataupun gaya eksternal yang mempengaruhi fluida. Vorteks bebas dikenal juga sebagai potential vorteks. Jika kecepatan tangensial partikel Ut berbanding terbalik dengan jarak r, maka percobaan bola khayalan tidak akan berputar terhadap dirinya sendiri; ini akan mempertahankan arah yang sama sambil bergerak dalam lingkaran di sekitar garis vorteks dan aliran dikatakan tak berotasi. Contoh dari gerakan vorteks bebas adalah aliran air yang keluar dari lubang yang berada di dasar tangki, aliran di pipa yang melengkung, aliran di pinggiran rumah keong pompa, tepat setelah keluar dari impeller pompa sentrifugal, dan aliran angin siklon.2

Gambar 2.5 Vortex bebas


(73)

Dalam analisa aliran vorteks pada bak vorteks ini, digunakan pendekatan analisa melalui pemodelan vorteks bebas ini, dengan asumsi aliran steady dan disederhanakan. Untuk jenis ini, kita dapat menggunakan metode potential vortex.8

Karena tidak adanya torsi eksternal yang terjadi pada sistem, maka:

..(2.2) (Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Yang mana jika diintegralkan;


(74)

Maka:

(sifat dan syarat aliran vorteks bebas) ....(2.3)

(Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Dimana C selanjutnya disebut sebagai konstanta, faktor penunjuk kekuatan Aliran vorteks yang terbentuk sepanjang radius r, maka kecepatan tangensial pada aliran ini bervariasi secara invers terhadap fungsi r.

Persamaan Gaya-gaya dalam arah radial

Maka,

....(2.4)

(Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Karena asumsi tidak ada gerakan dalam arah vertikal, maka variasi tekanan akan dianggap tekanan hidrostatik, maka:


(75)

…(2.5) (Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Lalu distribusi tekanan pada sebuah aliran vorteks diberikan:

....(2.6)

(Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Jika kita substitusikan nilai persamaan (2.4) dan (2.5) ke dalam persamaan (2.6), maka

…(2.7)

Jika persamaan (2.7) diintegralkan;


(76)

Setelah disusun kembali menjadi:

...(2.8)

(Sumber: Gupta, S.C. 2006)

Yang merupakan persamaan bernoulli, yang berlaku dimanapun di dalam aliran tak berotasi.

Bunyi hukum Bernoulli:

Teorema Bernoulli menetapkan jumlah keseluruhan dari energy potensial (energy datum), energy tekanan dan energy kinetic dari sebuah aliran ideal fluida inkompresibel adalah tetap pada setiap titik dalam kondisi aliran tunak dan tak berotasi. Batasan hukum Bernoulli:

1. Fluida kerja adalah fluida ideal dan fluida nonviskos

2. Fluida kerja adalah fluida inkompresibel atau fluida tak mampu mampat

3. Aliran fluida dalam kondisi steady atau tak berubah terhadap waktu 4. Aliran fluida adalah aliran tak berotasi.

Dimana;

(Sumber : M. Bruce, 2006) P = Tekanan fluida alir

Z = Elevasi (datum), atau ketinggian air tertentu pada aliran. U= Kecepatan aliran fluida kerja


(77)

g = Percepatan gravitasi

w = Berat jenis air (ρxg)

Dalam kasus aliran vorteks bebas, garis-garis arus aliran terpusat dan kecepatan bervariasi berdasarkan radius dan sesuai dengan persamaan yang menunjukkan energi total per satuan berat dari setiap fluida adalah tetap dari masing2 garis arusnya, atau dengan kata lain nilai Head energy fluida, (dH/dr)=0

a. Sirkulasi

Untuk dapat menghitung distribusi dari komponen tangensial dari suatu fungsi atau aliran berkecepatan yang dibatasi oleh sebuah alur atau fungsi kurva tertutup yang kita misalkan dengan S dalam sebuah medan aliran, dalam sebuah analisa dua dimensi, medan aliran dapat direpresentasikan sebagai garis arus.

Gambar 2.6 Notasi untuk menentukan sirkulasi pada kurva tertutup S (Sumber : M. Bruce, 2006)

Jadi, sirkulasi dapat didefinisikan sebagai:

(Sumber : M. Bruce, 2006)

Jika kita mengambil asumsi, kurva S pembatas berbentuk lingkaran, dan garis arus juga berbentuk lingkaran, maka kita dapat mensubstitusikan fungsi sirkulasi

sebatas keliling lingkaran, dengan batasan 2π s/d 0, dan ds = rdθ, gerakan aliran membentuk pusaran, dan aliran bergerak dari satu medan aliran ke medan aliran lainnya, yaitu:


(78)

(Sumber : M. Bruce, 2006)

Untuk aliran vorteks bebas, , maka, jika nilai Ut disubstitusikan,

maka:

Kemudian diintegralkan;

Dan kesimpulannya :

(Sumber : Gupta, S.C.,2006) Dimana:

Γ = Sirkulasi sepeanjang aliran

C = Konstanta aliran vortex bebas, yang menyatakan kekuatan vortex.

Untuk aliran tak berotasi, nilai sirkulasi pada setiap garis arus adalah sama, maka untuk vorteks bebas:


(79)

Maka:

(Sumber : Gupta, S.C.,2006)

b. Menghitung Sirkulasi

Sirkulasi dihitung untuk dapat menghitung kekuatan aliran pada suatu aliran vortex.

Sirkulasi =

Jika kita susbstitusikan nilai Konstanta C dengan Ut yaitu sifat vorteks

bebas maka,

Dimana nilainya tetap pada seluruh garis arus pada aliran vorteks bebas. Karena kondisi steady, maka berlaku hukum Bernoulli:

Jika kita misalkan, aliran pada permukaan yang bersentuhan dengan udara, p1=p2=patm=0(pressure gauge),

Maka,

Jika pada kondisi Z1 adalah titik tertinggi permukaan air (nilai Head) dan Z2 berada pada titik terendah permukaan air (segaris dengan garis dasar bak, nilai Z2=0) maka dapat disimpulkan Z1 - Z2 = Head


(80)

Karena faktor gesekan, maka kecepatan tepat pada tepi bak dapat dianggap = 0, maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:

Karena nilai sirkulasi di setiap garis arus di seluas daerah aliran adalah sama, maka kita dapat mencari nilai sirkulasi dari substitusi hasil perbandingan persamaan di atas, dengan mensubstitusikan Ut dengan Ut2

(Sumber : M. Bruce, 2006) Dimana:

Γ = Sirkulasi sepeanjang aliran

r = Radius kecepatan pada suatu titik diukur dari titik pusat vortex H = Head vortex, ketinggian maksimum vortex di dalam bak g = Percepatan gravitasi

c. Menghitung Kekuatan Vortex

Setelah mendapatkan nilai sirkulasi, maka kita dapat menghitung nilai dari Konstanta C atau yang disebut juga dengan kekuatan aliran vorteksnya.


(81)

Dimana:

Γ = Sirkulasi sepeanjang aliran

C = Konstanta aliran vortex bebas, yang menyatakan kekuatan vortex.

Konstanta kekuatan vortex ini dihitung, agar kita dapat mengetahui kecepatan pada permukaan bebas serta distribusinya.

d. Menghitung Distribusi Kecepatan

Setelah mendapatkan nilai konstanta kekuatan vortex, maka dapat dikembalikan ke persamaan awal sifat vortex bebas, yaitu:

(Sumber : M. Bruce, 2006)

Dengan memasukkan interval nilai radius dari mulai tepi lubang buang sampai tepi dinding bak vortex.

e. Menghitung Tekanan dan Distribusi Tekanan pada Kondisi Tertentu

Setelah mendapatkan nilai konstanta C dan distribusi kecepatan, kita juga dapat

menghitung tekanan (gauge) dan distribusi tekanan sepanjang r pada Δz=0,

dengan meninjau kembali persamaan energi Bernoulli:

(Sumber : Gupta, S.C., 2006) ket:

P = Tekanan fluida alir pada sembarang titik (pressure gauge) Z = Elevasi, atau ketinggian air tertentu pada aliran vorteks


(82)

Ut = Kecepatan tangensial, kecepatan pusar, kecepatan swirl vorteks H = Zmax = Ketinggian aliran air maksimum pada bak vorteks

Dimana pada titik sembarang sulit mengetahui kecepatan tangensial langsung secara teoritistanpa menghitung tekanan terlebih dahulu, maka nilai Ut dapat disubstitusikan dengan nilai C, sehingga menjadi :

(Sumber : Gupta, S.C., 2006)

Sehingga dapat ditentukan tekanan pada sembarang titik pada aliran tertentu dengan basis perhitungan konstanta C, karena nilai C adalah konstan seluas bidang alir.

(Sumber : Gupta, S.C., 2006)

ket:

P = Tekanan fluida alir pada sembarang titik (pressure gauge) Z = Elevasi, atau ketinggian air tertentu pada aliran vorteks C = Konstanta kekuatan vortex

H = Zmax = Ketinggian aliran air maksimum pada bak vorteks

Setelah mendapat tekanan pada koordinat (r,Z) tertentu, maka dapat juga dicari kecepatan pada titik tersebut dengan persamaan:


(83)

(Sumber : Gupta, S.C., 2006)

f. Memprediksi ketinggian (Z) permukaan bebas (p=patm)

Setelah menghitung kecepatan tangensial fluida sepanjang vortex bebas, maka ketinggian permukaan bebas tersebut juga dapat dihitung dengan modifikasi ketetapan bernoullli menjadi:

(Sumber : Gupta, S.C., 2006) ket:

Z = Ketinggian permukaan bebas pada r tertentu r = jari-jari vortex tertentu

C = Konstanta kekuatan vortex H = Total head vortex

2.3 Turbin Air

Turbin air dikembangkan pada abad 19 dan digunakan secara luas untuk industry pembangkit listrik. Sekarang lebih umum dipakai untuk generator listrik. Turbin kini dimanfaatkan secara luas dan merupakan sumber energi yang dapat diperbaharukan. Kincir air sudah sejak lama digunakan untuk industri tenaga listrik. Pada mulanya yang dipertimbangkan adalah ukuran kincirnya, yang membatasi debit dan head yang dapat dimanfaatkan. Perkembangan kincir air menjadi turbin modern membutuhkan jangka waktu yang cukup lama.


(84)

metode dan prinsip ilmiah. Mereka juga mengembangkan teknologi material dan metode produksi baru pada saat itu.

Kata "turbine" ditemukan oleh seorang insinyur Perancis yang bernama

Claude Bourdin pada awal abad 19, yang diambil dari terjemahan bahasa Latin

dari kata "whirling"(pusaran) atau "vorteks" (pusaran air). Perbedaan dasar antara turbin air awal dengan kincir air adalah komponen putaran air yang memberikan energi pada poros yang berputar. Komponen tambahan ini memungkinkan turbin dapat memberikan daya yang lebih besar dengan komponen yang lebih kecil. Turbin dapat memanfaatkan air dengan putaran lebih cepat dan dapat memanfaatkan head yang lebih tinggi. (Untuk selanjutnya dikembangkan turbin impulse yang tidak membutuhkan putaran air).

Turbin – turbin hidrolik berfungsi mengubah energi air menjadi energi kinetik, kemudian energi kinetik akan diubah menjadi energi listrik oleh generator. Hal ini menyebabkan setiap pembahasan tentang turbin hidrolik akan mengikutsertakan generator sebagai pembangkit listrik. Air mengalir melalui turbin akan memberikan tenaga pada penggerak (runner) turbin dan membuat

runner itu berputar. Poros dari penggerak turbin berhubungan dengan poros

generator sehingga energi kinetik turbin menjadi input bagi generator dan diubah menjadi energi listrik. Jadi turbin – turbin hidrolik menempati kunci dalam bidang teknik hidrolik dan memberikan kontribusi yang besar dari seluruh biaya proyek, terutama untuk PLTA skalabesar.

2.3.1 Klasifikasi Turbin Air

Turbin hidrolik adalah suatu alat yang dapat menghasilkan torsi sebagai akibat gaya dinamik dan gaya tekan air, turbin hidrolik ini dapat dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu :

1. Turbin Reaksi (reaction turbine) adalah turbin yang mengkombinasikan energypotensial tekan dan energi kinetik untuk menghasilkan energi


(85)

2. Turbin Impuls (impuls turbine) adalah turbin yang memanfaatkan energikinetik dari pancaran air yang berkecepatan tinggi untuk diubah menjadienergi gerak.

Diagram klasifikasi turbin air dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.7 Klasifikasi Turbin air Sumber : www.wikipedia.or.id

2.3.2 Turbin Reaksi (Reaction Turbine)

Sudu pada turbin reaksi mempunyai profil khusus yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan air selama melalui sudu. Perbedaan tekanan ini memberikan gaya pada sudu sehingga runner (bagian turbin yang berputar) dapat berputar. Turbin yang bekerja berdasarkan prinsip ini dikelompokkan sebagai turbin reaksi. Proses ekspansi fluida kerja pada turbin reaksi terjadi pada sudu tetap dan sudu geraknya. Air mengalir memasuki roda turbin melalui sudu – sudu


(86)

pengarah dengan tekanan yang tinggi. Pada saat air yang bertekanan tersebut mengalir kesekeliling sudu - sudu, runner turbin akan berputar penuh. Energi yang ada pada air akan berkurang ketika meninggalkan sudu. Energi yang hilang tersebut telah diubah menjadi energi mekanis oleh roda turbin. Dilihat dari konstruksinya, turbin reaksi ada dua jenis:

1) Turbin Francis.

Turbin francis merupakan salah satu turbin reaksi. Turbin dipasang diantara sumber air tekanan tinggi di bagian masuk dan air bertekanan rendah di bagian keluar. Turbin Francis menggunakan sudu pengarah. Sudu pengarah mengarahkan air masuk secara tangensial. Sudu pengarah pada turbin francis dapat merupakan suatu sudu pengarah yang tetap ataupun sudu pengarah yang dapat diatur sudutnya. Untuk penggunaan pada berbagai kondisi aliran air penggunaan sudu pengarah yang dapat diatur merupakan pilihan yang tepat.

Gambar 2.8 Turbin Francis Sumber : Rajput Rames, 2000 2) Turbin Kaplan.


(87)

baling-baling pesawat terbang. Bila baling-baling pesawat terbang berfungsi untuk menghasilkan gaya dorong, roda jalan pada kaplan berfungsi untuk mendapatkan gaya F yaitu gaya putar yang dapat menghasilkan torsi pada poros turbin. Berbeda dengan roda jalan pada francis, sudu-sudu pada roda jalan kaplan dapat diputar posisinya untuk menyesuaikan kondisi beban turbin. Turbin kaplan banyak dipakai pada instalasi pembangkit listrk tenaga air sungai, karena turbin ini mempunyai kelebihan dapat menyesuaikan head yang berubah-ubah sepanjang tahun. Turbin Kaplan dapat beroperasi pada kecepatan tinggi sehingga ukuran roda turbin lebih kecil dan dapat dikopel langsung dengan generator. Pada kondisi pada beban tidak penuh turbin kaplan mempunyai efisiensi paling tinggi, hal inidikarenakan sudu-sudu turbin kaplan dapat diatur menyesuaikan dengan beban yang ada.

Gambar 2.9 Turbin Kaplan Sumber : Rajput Rames, 2000 2.3.3 Turbin Impuls (Impulse Turbine)

Energi potensial air diubah menjadi energi kinetik pada nozzle atau sistem serupa nozzle. Air keluar nozle yang mempunyai kecepatan tinggi membentur sudu turbin. Setelah membentur sudu arah kecepatan aliran berubah sehingga terjadi perubahan momentum (impulse). Akibatnya roda turbin akan berputar.


(88)

Turbin impuls adalah turbin tekanan sama karena aliran air yang keluar dari nosel tekanannya adalah sama dengan tekanan atmosfir sekitarnya. Semua energi tinggi tempat dan tekanan ketika masuk ke sudu jalan turbin dirubah menjadi energi kecepatan.Adapun jenis – jenis turbin impuls adalah sebagai berikut :

1) Turbin Pelton.

Turbin pelton merupakan turbin impuls. Turbin Pelton terdiri dari satu set sudu jalan yang diputar oleh pancaran air yang disemprotkan dari satu atau lebih alat yang disebut nosel. Turbin Pelton adalah salah satu dari jenis turbin air yang paling efisien. Turbin Pelton adalah turbin yang cocok digunakan untuk head tinggi.

Gambar 2.10 Turbin Pelton Sumber : Rajput Rames, 2000

Bentuk sudu turbin terdiri dari dua bagian yang simetris. Sudu dibentuk sedemikian sehingga pancaran air akan mengenai tengah-tengah sudu dan pancaran air tersebut akan berbelok ke kedua arah sehinga bisa membalikkan pancaran air dengan baik dan membebaskan sudu dari gaya-gaya samping. Untuk turbin dengan daya yang besar, sistem penyemprotan airnya dibagi lewat beberapa nosel. Dengan demikian diameter pancaran air bisa diperkecil dan ember sudu lebih kecil. Turbin Pelton untuk pembangkit skala besar membutuhkan head lebih kurang 150 meter tetapi untuk skala mikro head 20 meter sudah mencukupi.


(89)

2) Turbin Turgo.

Turbin Turgo dapat beroperasi pada head 30 s/d 300 m. Seperti turbin pelton turbin turgo merupakan turbin impulse, tetapi sudunya berbeda. Pancaran air dari nozle membentur sudu pada sudut 20o. Kecepatan putar turbin turgo lebih besar dari turbin Pelton. Akibatnya dimungkinkan transmisi langsung dari turbin ke generator sehingga menaikkan efisiensi total sekaligus menurunkan biaya perawatan.

Gambar 2.11 Turbin Turgo Sumber : Rajput Rames, 2000

3) Turbin Ossberger Atau Turbin Crossflow (Turbin Michell-Banki).

Pada turbin impuls pelton beroperasi pada head relatif tinggi, sehingga pada head yang rendah operasinya kurang efektif atau efisiensinya rendah. Karena alasan tersebut, turbin pelton jarang dipakai secara luas untuk pembangkit listrik skala kecil. Sebagai alternatif turbin jenis impuls yang dapat beroperasi pada head rendah adalah turbin crossflow atau turbin impuls aliran ossberger.Turbin crossflow dapat dioperasikan pada debit 20 litres/sec hingga 10 m3/sec dan head antara 1 s/d 200 m. Aliran air dilewatkan melalui sudu sudu jalan yang berbentuk silinder, kemudian aliran air dari dalam silinder ke luar melalui sudu-sudu. Jadi perubahan energi aliran air menjadi energi mekanik putar terjadi dua kali yaitu pada waktu air masuk silinder dan air keluar silinder. Energi yang diperoleh dari tahap kedua adalah 20%nya dari tahap pertama.


(90)

Gambar 2.12 Turbin Cross Flow atau Banki Sumber : Rajput Rames, 2000 4) Turbin Vorteks

Turbin ini dinamakan sebagai Gravitation Water Vorteks Power Plant (GWVPP) oleh penemunya Frans Zotleterer berkebangsaan Austria, tetapi nama turbin ini dikenal juga sebagai turbin Vorteks atau turbin pusaran air. Sesuai dengan namanya pusaran air, air ini memanfaatkan pusaran air buatan untuk memutar sudu turbin dan kemudian energi pusaran air diubah menjadi energi putaran pada poros. Prosesnya air dari sungai dialirkan melalui saluran masuk ke tanki turbin yang berbentuk lingkaran dan di bagian tengah dasar tanki terdapat saluran buang berupa lingkaran kecil. Akibat saluran buang ini maka air mengalir akan membentuk aliran pusaran air. Ketinggian air (head) yang diperlukan untuk turbin ini 0,7 – 2 m dan debit berkisar 1000 liter per detik. Turbin ini sederhana, mudah dalam perawatannya, kecil, kuat, dan bertahan hingga 50 – 100 tahun.


(91)

2.4 Turbin Vorteks

Aliran sungai dengan head yang kecil belum termanfaatkan dengan optimal. Hal ini menjadi referensi untuk memanfaatkan aliran sungai dengan mengubahnya menjadi aliran vorteks.Seorang Peneliti dari Jerman Viktor Schauberger mengembangkan teknologi aliran vorteks (pusaran) untuk diterapkan pada pemodelan turbin air dengan memanfaatkan aliran irigasi yang kemudian diubah menjadi aliran vorteks (pusaran), yang kemudian dimanfaatkan untuk menggerakkan sudu turbin. Aliran vorteks yang juga dikenal sebagai aliran

pulsating atau pusaran dapat terjadi pada suatu fluida yang mengalir dalam suatu

saluran yang mengalami perubahan mendadak.

Fenomena aliran vorteks sering kali dijumpai pada pemodelan sayap pesawat, aliran vorteks cenderung dianggap sebagai suatu kerugian dalam suatu aliran fluida. Kemudian teknologi ini dikembangkan oleh Franz Zotloeterer berkebangsaan Austria.Ia memulai penelitian ini pada tahun 2004 dan memulai pemasangan turbin pertamanya di Obergrafendorf, Austria pada tahun 2005, kemudian sampai dengan tahun 2013 turbin ini sudah dibangun di beberapa negara seperti Jerman, Republik Ceko, Hungaria, Cili, Thailand, Irlandia, Indonesia, Jepang, Francis, Italy, dan Swiss.

2.4.1 Perhitungan Perancangan Teoritis Turbin Vorteks

Ada beberapa perhitungan yang penting dalam perancangan turbin vortex, yaitu:

1.Perhitungan Daya Maksimum Teoritis Turbin Vortex Diambil dari potensial energi air per satuan waktu, dimana:


(92)

Ket:

P = Daya maksimum teoritis fluida kerja

ρ = Massa jenis air

g = Percepatan gravitasi Q = Debit fluida mengalir

Hv = Ketinggian aliran vortex maksimum di bak/basin. 2.Perhitungan Daya Poros Teoritis Turbin Vortex

Diambil dari Energi Kinetik aliran vortex per satuan waktu, yaitu:

(Sumber : M. Bruce, 2006) Ket:

P = Daya maksimum teoritis fluida kerja

= Laju aliran massa fluida kerja

U =Kecepatan aliran fluida kerja, dalam hal ini adalah kecepatan tangensial fluida memasuki runner

3.Tinjauan Momentum Sudut

Diambil untuk menghitung torsi dan daya efektif yang tersalur ke poros turbin melalui analisa segitiga kecepatan.

Tshaft =

(Sumber : M. Bruce, 2006) =


(93)

Ket:

Tshaft = Momen torsi yang bekerja pada poros

Wshaft/time = kerja yang terjadi pada poros per satuan waktu= daya teoritis poros = laju aliran massa fluida kerja

r = jari-jari runner (luar dan dalam)

V = Kecepatan fluida kerja masuk sudu (kec. tangensial masuk sudu) U = Kecepatan Sudu/impeler (dapat direncanakan)

1&2 = keterangan kondisi masuk dan keluar kondisi batas

2.4.2 Prinsip Kerja Turbin Vorteks

Sistem PLTA pusaran air adalah sebuah teknologi baru yang memanfaatkan energi yang terkandung dalam pusaran air yang besar yang dibuat dengan menciptakan melalui perbedaan head rendah di sungai.

Cara kerjanya:

1. Air Sungai dari tepi sungai disalurkan dan diarahkan ke tangki sirkulasi. Tangki sirkulasi ini memiliki suatu lubang lingkaran pada dasarnya.

2. Tekanan rendah pada lubang dasar tangki dan kecepatan air pada titik masuk tangki sirkulasi mempengaruhi kekuatan aliran vorteks.

3. Energi potensial seluruhnya diubah menjadi energy kinetic rotasi di inti vortex yang selanjutnya diekstraksi melalui turbin sumbu vertikal.


(94)

Berikut adalah penemuan fundamental dari penilitian dari Institute of Technology, Sligo in Civil Engineering:

1. Bentuk permukan Pusaran Air dapat digambar secara matematik dan diprediksi secara akurat. Gambar 2.17

2. Efisiensi daya Pusaran air yang maksimal dapat terjadi dalam jangkauan rasio antara diamater lubang dan diameter tanki adalah sekitar 14% - 18% masing-masing untuk tempat head rendah dan tinggi.

3. Tinggi pusaran bervariasi secara linier sesuai dengan debit. 4. Energi keluar maksimum secera teoritis idealnya = ρgQHv

( Hv = Height of Vorteks)

5. Efesiensi Hidrolik maksimum meningkat saat kecepatan impeler setengah dari kecepatan fluida. (lihat Grafik 2.18)


(95)

Grafik 2.18 Efesiensi Hidrolik Turbin vorteks 2.4.3 Aplikasi Turbin Vorteks

Teknologi Turbin vorteks ini sudah dikembangkan oleh Franz Zotloeterer berkebangsaan Austriasejak tahun 2004 dan memulai pemasangan turbin pertamanya di Obergrafendorf, Austria pada tahun 2005, kemudian sampai dengan tahun 2013 turbin ini sudah dibangun di beberapa negara seperti Jerman, Republik Ceko, Hungaria, Cili, Thailand,Irlandia, Indonesia, Jepang, Francis, Italy, dan Swiss.

1.Tahun 2005 Pemasangan pertama di dunia Gravitation Water Vorteks Power Plant di Obergrafendorf diAustria.

Tinggi head : 1,5m Debit : 0,9m³/s

Energi Listrik : 6,1kW (max. 7,5kW) Kapasitas kerja pertahunnya : 44.000kWh


(96)

2. Tahun 2011 pemasangan Gravitation Water Vorteks Power Plant di Kärnten, Austria.

Tinggi head: 0,9m Debit : 2x 0,7m³/s

Turbin Energi Listrik : 2x 3,5kW

Kapasitas kerja pertahunnya: 25.000kWh

3. Pada Pebruari 2012 pemasangan Double- Gravitation Water Vorteks Power Plant di Winterberg, Jerman.

Tinggi head: 2x 1,4m Debit : 0,5m³/s

Energi Listrik : 2x 4,0kW

Kapasitas kerja pertahunnya : 30.000kWh

4. Pada Agustus 2012 pemasangan Gravitation Water Vorteks Power Plant di Nantes, Prancis.

Tinggi head : 1m Debit : 0,3m³/s

Energi Listrik : 1,7kW


(97)

5. Tahun 2013 pemasangan Gravitation Water Vorteks Power Plant di Kotting/Obergrafendorf,

Tinggi head: 1,3m Debit : 2x 2,2m³/s

Energi Listrik : 2x 17kW


(98)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan energi listrik dewasa ini bertumbuh sangat cepat, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Dengan semakin terbatasnya jumlah persediaan bahan bakar fosil berimbas pada stimulasi penelitian terhadap sumber energy alternatif terbarukan. Isu tentang pemanasan global, polusi udara, serta efek gas rumah kaca turut mendorong kemajuan penelitian sumber energi listrik yang lebih ramah lingkungan. Ilmuwan – ilmuwan diseluruh dunia menyadari hal ini dan mencoba berbagai energi alternatif. Salah satu sumber energi yang saat ini sedang masif diteliti adalah energi air. Penggunaan berbagai macam turbin sebagai sumber energi terbarukan (renewable energy) semakin maju di Indonesia termasuk turbin angin dan air.

Indonesia merupakan negara maritim yang 2/3 dari luas permukaannya ditutupi oleh air, sehingga energi air merupakan salah satu bidang yang sangat potensial untuk dikembangkan dengan kondisi seperti ini. Kondisi angin di Indonesia juga sangat bervariasi dan relatif kurang stabil di setiap tempat, sehingga turbin air lebih aplikatif dari turbin angin karena air di indonesia relatif stabil. Massa jenis air yang hampir 1000 kali lipat massa jenis udara menyebabkan gaya dan torsi yang mempengaruhi turbin semakin besar.

PLTA dewasa ini masih menjadi produk unggulan dalam bidang energy terbarukan yang ramah lingkungan dan dengan efisiensi yang tinggi. Namun pada prakteknya pemanfaatan energi air masih membutuhkan head jatuh air yang tinggi, sehingga pada umumnya sumber energi air dengan head rendah sama sekali belum termanfaatkan. Beberapa contohnya hampir semua sungai di Indonesia dengan head rendah tapi debit yang cukup besar sama sekali belum dimanfaatkan, sementara jumlah sungai di Indonesia cukup melimpah.


(99)

dengan memanfaatkan aliran irigasi yang kemudian diubah menjadi aliran vortex (pusaran), yang kemudian dimanfaatkan untuk menggerakkan sudu turbin. Aliran

vortex yang juga dikenal sebagai aliran pulsating atau pusaran dapat terjadi pada

suatu fluida yang mengalir dalam suatu saluran yang mengalami perubahan mendadak. Fenomena aliran vortex sering kali dijumpai pada pemodelan sayap pesawat, baling-baling helicopter, maupun turbin bertekanan tinggi. Aliran vortex cenderung dianggap sebagai suatu kerugian dalam suatu aliran fluida.

Kemudian teknologi ini dikembangkan oleh Franz Zotloeterer , seorang peneliti berkebangsaan Austria. Ia memulai penelitian ini pada tahun 2004 dan memulai pemasangan turbin pertamanya dengan judul “GRAVITATIONAL

WATER VORTEX POWER PLANT” di Obergrafendorf, Austria pada tahun 2005,

kemudian sampai dengan tahun 2013 turbin ini sudah dibangun di beberapa negara seperti Jerman, Republik Ceko, Hungaria, Cili, Thailand, Irlandia, Indonesia, Jepang, Francis, Italy, dan Swiss. Referensi teoritis dan hasil penelitian tentang teknologi turbin ini jarang dibahas di dunia pendidikan dan sangat jarang dipublikasikan karena teknologi ini sudah menjadi hak paten Zotloeterer1. Oleh sebab itu peneliti dari berbagai Universitas di dunia memulai penelitian jenis turbin ini dengan melakukan eksperimen – ekperimen yang ada. Contohnya di Amerika Sligo Institute (Amerika), Khonkaen Universty (Thailand) dan Perguruan Tinggi UGM (Indonesia) sudah memulai penelitian turbin ini2. Oleh sebab itu sudah selayaknya Universitas Sumatera Utara juga ikut berkontribusi dalam penelitian teknologi PLTA yang baru ini sehingga menjadi inspirasi kita untuk memenuhi kebutuhan energi listrik kita yang semakin meningkat dengan cara yang semakin ramah lingkungan.

Bertolak dari kondisi tersebut di atas maka penyusun melakukan penelitian yang cukup panjang tentang fenomena vortex ini. Penelitian tentang “turbin vortex” masih jauh dari sempurna, bukan karena Indonesia kekurangan peneliti tetapi pengaplikasiannya belum banyak sehingga penelitiaan ini nantinya dapat dijadikan tolok ukur. Oleh karena itu perlu dibuat penganalisaan fenomena secara matematis dari berbagai literatur dengan membuat variasi diameter lubang buang, dan juga head vortex kerena dengan variasi tersebut dapat mempegaruhi


(100)

aliran vortex yang kuat atau yang lemah yang nantinya akan mempengaruhi putaran air terhadap sudu turbin dan sangat berpengaruh terhadap daya dan prestasi turbin.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan dan penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui pengaruh diameter lubang buang dan ketinggian head vortex terhadap:

1. Kecepatan teoritis aliran vortex 2. Daya teoritis maksimum air

Serta pengaruh diameter runner terhadap: 3. Daya teoritis yang bekerja di poros 4. Efisiensi tiap runner

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik aliran

vortex di dalam vortex basin dan potensi pemanfaatannya pada aliran sungai

untuk menghasilkan daya listrik.

1.4 Batasan Masalah

Dalam penulisan laporan tugas akhir ini ada beberapa batasan masalah yang diberikan agar penelitian ini lebih terarah, yaitu:

1. Bentuk vortex basin yang digunakan berbentuk lingkaran dengan diameter 50 cm dan tinggi 40 cm.


(1)

3.2 Perancangan Instalasi ... 34

3.3 Proses Analisa Data ... 35

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Karakteristik Aliran Vortex Kuat ... 38

4.2 Sirkulasi dan Konstanta Vortex ... 40

4.3 Distribusi Kecepatan Tangensial pada Permukaan Bebas ... 43

4.4 Prediksi Ketinggian (Z) Permukaan Bebas di Sepanjang Radius ... 47

4.4.1 Lubang Buang 1... 48

4.4.2 Lubang Buang 2... 54

4.4.3 Lubang Buang 3... 60

4.4.4 Lubang Buang 4... 66

4.4.5 Lubang Buang 5... 72

4.5 Analisa Momentum Sudut dan Segitiga Kecepatan Sudu ... 78

4.5.1 Analisa Momentum Sudut ... 79

4.5.2 Segitiga Kecepatan Sudu ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 89

5.2 Saran ... 92


(2)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Variasi Head Vortex Lubang Buang 1 ... 37

Tabel 4.2 Variasi Head Vortex Lubang Buang 2 ... 37

Tabel 4.3 Variasi Head Vortex Lubang Buang 3 ... 37

Tabel 4.4 Variasi Head Vortex Lubang Buang 4 ... 38

Tabel 4.5 Variasi Head Vortex Lubang Buang 5 ... 38

Tabel 4.6 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C LB1... 39

Tabel 4.7 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C LB2... 40

Tabel 4.8 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C LB3... 40

Tabel 4.9 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C LB4... 40

Tabel 4.10 Tabel Variasi Sirkulasi dan Konstanta C LB5 ... 41

Tabel 4.11 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB1 ... 41

Tabel 4.12 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB2 ... 42

Tabel 4.13 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB3 ... 43

Tabel 4.14 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB4 ... 44

Tabel 4.15 Tabel Variasi Kecepatan Tangensial pada LB5 ... 44

Tabel 4.16 Distribusi Kecepatan Paling Tinggi dari Setiap Lubang Buang ... 76

Tabel 4.17 Variasi Ketinggian Head Vortex Berdasarkan Ketinggian Air Masuk LubangBuang 1... 77

Tabel 4.18 Variasi Ketinggian Head Vortex Berdasarkan Ketinggian Air Masuk Lubang Buang 2... 78

Tabel 4.19 Variasi Ketinggian Head Vortex Berdasarkan Ketinggian Air Masuk Lubang Buang 3... 78

Tabel 4.20 Variasi Ketinggian Head Vortex Berdasarkan Ketinggian Air Masuk Lubang Buang 4... 79 Tabel 4.21 Variasi Ketinggian Head Vortex Berdasarkan Ketinggian Air Masuk


(3)

Tabel 4.26 Analisa Momentum Sudut Lubang Buang 5 ... 82

Tabel 4.27 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner A1 ... 84

Tabel 4.28 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner A2 ... 84

Tabel 4.29 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner A3 ... 85

Tabel 4.30 Tabel Kerja Poros dan Kecepatan Runner B ... 85

Tabel 4.31 Tabel Daya Teoritis Air Setiap Lubang Buang ... 86

Tabel 4.32 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 1 ... 86

Tabel 4.33 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 2 ... 87

Tabel 4.34 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 3 ... 87

Tabel 4.35 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 4 ... 87

Tabel 4.36 Tabel Efisiensi Tiap Runner di Lubang Buang 5 ... 87


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Aliran Vortex... 6

Gambar 2.2 Klasifikasi vortex berdasarkankekuatannya ... 7

Gambar2.3 The Cangkir yang di aduk adalah sebuah Aplikasi Forced vortex .. 8

Gambar2.4 Rotational (rigid-body) vortex ... 8

Gambar2.5 Vortex bebas ... 9

Gambar 2.6 Notasi untuk menentukan sirkulasi pada kurva tertutup S ... 13

Gambar2.7 KlasifikasiTurbin air ... 19

Gambar2.8 Turbin Francis ... 20

Gambar2.9 Turbin Kaplan ... 21

Gambar2.10 TurbinPelton ... 22

Gambar 2.13 Tubin Turgo ... 23

Gambar 2.14 Turbin Crossflow... 23

Gambar 2.15 Turbin Vortex ... 24

Gambar2.16 Instalasi Turbin Vortex Pada Sungai ... 28

Gambar 2.17 Bentuk permukan Pusaran Air secara matematik ... 29

Gambar 2.19 Efisiensi Hidrolik Turbin Vortex ... 30

Gambar 3.1 Instalasi Turbin Vortex... 35

Gambar 4.1 Diagram Alir Analisis Turbin Vorteks ... 36

Gambar 4.2 Grafik Variasi DistribusiKecepatanTangensialpada LB1 ... 42

Gambar 4.3 Grafik Variasi Distribusi Kecepatan Tangensial pada LB2 ... 43

Gambar 4.4 Grafik Variasi Distribusi Kecepatan Tangensial pada LB3 ... 44

Gambar 4.5 Grafik Variasi Distribusi Kecepatan Tangensial pada LB4 ... 45

Gambar 4.6 Grafik Variasi Distribusi Kecepatan Tangensial pada LB5 ... 46


(5)

Gambar4.14 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H2 ... 54

Gambar4.15 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H3 ... 55

Gambar4.16 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H4 ... 56

Gambar4.17 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H5 ... 57

Gambar4.18 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB2H6 ... 58

Gambar4.19 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H1 ... 59

Gambar4.20 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H2 ... 60

Gambar4.21 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H3 ... 61

Gambar4.22 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H4 ... 62

Gambar4.23 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H5 ... 63

Gambar4.24 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB3H6 ... 64

Gambar4.25 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H1 ... 65

Gambar4.26 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H2 ... 66

Gambar4.27 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H3 ... 67

Gambar4.28 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H4 ... 68

Gambar4.29 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H5 ... 69

Gambar4.30 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB4H6 ... 70

Gambar4.31 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H1 ... 71

Gambar4.32 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H2 ... 72

Gambar4.33 Grafik Variasi Distribusi Z pada LB5H3 ... 73

Gambar4.34 Grafik VariasiDistribusi Z pada LB5H4 ... 74

Gambar4.35 Grafik VariasiDistribusi Z pada LB5H5 ... 75

Gambar4.36 Grafik VariasiDistribusi Z pada LB5H6 ... 77

Gambar4.37 Runner A ... 77

Gambar4.38 Runner B ... 77


(6)

DAFTAR NOTASI

Γ = Sirkulasi [m2/s]

= kecepatan tangensial [m/s]

C = konstantauntuk free vortex [m2/s], konstantakekuatan vortex bebas.

ω = konstantauntuk forced vortex [s-1] r = jari - jari

H = Head/Ketinggian Air [m]

Q = Debit[m3/s]

= Daya air [Watt]

= Aliran massa [kg/s]

= Kecepatan Air [m/s]

= Energi kinetik [Joule]

= Kecepatan Sudut [rev/s]

= Jari – jari [m]

= kecepatan aliran[m/s]