Evaluasi Nutrisi Hijauan Lahan Kalimantan Tengah pada Kambing Kacang
EVALUASI NUTRISI HIJAUAN LAHAN
GAMBUT KALIMANTAN TENGAH PADA
KAMBING KACANG
NURJANNAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Evaluasi Nutrisi Hijauan Lahan Gambut Kalimantan Tengah pada Kambing Kacang adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2006
Nurjannah
(3)
ABSTRAK
NURJANNAH. Evaluasi Nutrisi Hijauan Lahan Gambut Kalimantan Tengah pada Kambing Kacang. Dibimbing oleh AMINUDDIN PARAKKASI dan SUDARSONO JAYADI.
Kalimantan Tengah memiliki lahan gambut yang cukup luas dengan sifat keasamannya yang tinggi, kandungan organik yang tinggi, dan kesuburan tanah rendah. Kalimantan Tengah merupakan suatu propinsi yang dilewati garis khatulistiwa dan mendapat penyinaran matahari lebih dari 50% sepanjang tahun. Pada siang hari Udara relatif panas mencapai 320 C dan malam hari 230 C. Rata -rata curah hujan pertahun relatif tinggi yaitu mencapai 1900-3100 mm (Limin, 2002). Berbagai vegetasi semak terdapat pada lahan gambut, seperti: sasendok atau uyah-uyahan (Plantago mayor), delingu (Dianella ensifolia sp), Pakis (Asplenum nidus), asem-aseman (Baccaurea bracteata), gajihan, hidup sepanjang tahun dan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Vegetasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Namun belum banyak diketahui tentang nilai nutrisi dari hijauan tersebut khus usnya nilai nutrisi mineral.
Penelitian ini menggunakan 5 ekor kambing kacang dengan bobot badan rata-rata 20 kg. Penelitian selama 5 periode dan 10 hari setiap periode. Ternak dibiarkan beradaptasi dengan pakan selama 6 hari sebelum pengumpulan data dilakukan. Selama penelitian hijauan diberikan dua kali setiap hari dengan jumlah 3 kg/ekor, konsumsi ransum dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya, penimbangan berat badan dilakukan setiap akhir periode penelitian. Penggunaan celemek dilakukan kepada semua ternak percobaan, sehingga urin langsung ditampung pada ember penampungan. Pada 4 hari terakhir setiap periode penelitian, total feses dan urine ditampung serta ditimbang, sample feses dan urine masing-masing diambil sebanyak 10% dari berat feses dan 5% dari volume urine lalu ditimbang dan dikeringkan. Data yang diperoleh dianalisa dengan Analisis Varians kemudian dilanjutkan dengan uji berganda Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan gambut Palangkaraya merupakan lahan gambut dengan tingkat kesuburan yang rendah. Rata-rata berat badan yang dihasilkan adalah 30– 90 gr/ekor/hari. Rata-rata konsumsi bahan kering selama penelitian untuk hijauan sasendok 3.15%, delingu 2.11%, pakis 1.77%, aseman 1.93% dan gajihan 1.94% dari berat badan. Kandungan mineral Ca, P, Mg dari hijauan lahan gambut dapat memenuhi kebutuhan mineral untuk ternak kambing kecuali mineral Zn yang masih dibawah kebutuhan ternak.
Hijauan lahan gambut berpotensi sebagai pakan ternak dengan kadar mineral dapat memenuhi kebutuhan ternak kecuali kadar Zn. Suplemen mineral Zn sangat dibutuhkan untuk menutupi kekurangan mineral untuk kebutuhan kambing.
(4)
©
Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya
(5)
EVALUASI NUTRISI HIJAUAN LAHAN GAMBUT
KALIMANTAN TENGAH PADA KAMBING KACANG
NURJANNAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
(6)
Judul Penelitian : Evaluasi Nutrisi Hijauan Lahan Kalimantan Tengah pada Kambing Kacang
Nama : Nurjannah
NIM : D051030151
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. D r. drh.Aminuddin Parakkasi, M.Sc Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ternak
Dr. Ir. Nahrowi, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
(7)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas semua Karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2004 sampai selesai dengan judul ” Evaluasi nutrisi hijauan lahan gambut kalimantan tengah pada kambing kacang ”.
Pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Mama Khatijah Kaoy dan Abu Ismail Adek serta Mama Sitiriah dan Bapak Ali (Alm) , yang telah memberi cinta, doa dan dorongan semangat. Kepada abang, kakak dan adikku Iskandar SH dan Diah, Maimun dan Halimatun, Ibrahim dan Murniati, Fatimah S.Pd dan Tarmizi, drh. Jannatun, Musa dan Nurasiah. Keluarga pihak Suami Marwan, SE dan Upit, Marlina terima kasih yang tulus penulis ucapkan atas doa-doanya dan bantuan moril maupun materil untuk penulis sehingga mampu melalui semua ini.
2. Suamiku tercinta Imran, S.Pt yang telah banyak berkorban dan penuh kesabaran untuk keberhasilan ini.
3. Prof. Dr. drh. Aminuddin Parakkasi, M.Sc dan Ir. Sudarsono Jayadi M.Sc.Agr selaku komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, masukan dan semua yang terberi. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan selaku dosen penguji luar komisi atas masukan, saran dan arahan yang diberikan.
4. Terimakasih penulis ucapkan kepada Universitas Abulyatama Aceh yang telah memfasilitasi dan memberi izin kepada penulis untuk melanjutkan studi Pascasarjana IPB.
5. Terimaksih kepada CIMTROP, Bapak Swido, Bapak Robby, Mas Farouk, Hary, Bapak Paidi dan keluarga atas bantuannya selama penelitian di Palangkaraya.
6. Terimakasih kepada Dekan Pascasarjana beserta stafnya, kepada Dekan Fakultas Peternakan, Ketua program studi PTK dan seluruh dosen yang telah membagi ilmu kepada penulis sehingga studi ini dapat terselesaikan.
(8)
7. Teman-teman tim PTK 03, Allaily,S.Pt. MSi, Jhon Bestari, Dwi Kusuma, Msi terima kasih atas kebersamaan dan kerja samanya. Teman di wisma Vaillya 24 dan Pondok Allyasa, terima kasih atas kebersamaan dalam suka dan duka. 8. Keluarga Besar Ikatan Mahsiswa Pascasarjana Aceh (IKAMAPA) terimakasih
atas informasi dan kebersamaan dalam menempuh studi ini
9. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini, yang tak bisa disebut satu persatu.
Bogor, September 2006
(9)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pante Garot (Aceh) pada tanggal 15 Oktober 1979 da ri Ibu Khadijah Kaoy dan Abu Ismail Adek. Penulis adalah putri keenam dari delapan bersaudara. Penulis menikah dengan Imran, S.Pt pada tanggal 7 Mei 2005 di Sigli Aceh.
Pendidikan dari SD sampai dengan SMU ditempuh di Garot, Pidie, Aceh tamat tahun 1997, pada tahun yang sama penulis lulus UMPTN di Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), penulis memilih jurusan Peternakan program studi Produksi ternak, Fakultas Pertanian lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2003 dengan sponsor BPPS penulis diterima di Program Studi Ilmu Ternak Fakultas Peternakan IPB.
(10)
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
Latar Belakang... 1
Tujuan Penelitian... 2
Manfaat Penelitian... 2
TINJAUAN PUSTAKA Diskripsi Umum Palangkaraya Kalimantan Tengah ... 3
Lahan Gambut... 3
Mineral Tanah Gambut ... 4
Hijauan Lahan Gambut ... 6
Kambing Kacang ... 7
Konsumsi Pakan ... 8
Koefisien Cerna ... 8
Pertambahan Bobot Badan ... 9
Efesiensi Penggunaan Pakan ... 10
Peranan Mineral bagi Ternak, khususnya Ruminansia ... 10
Kals ium (Ca) ... 12
Fosfor (P) ... 13
Magnesium (Mg) ... 13
Seng (Zn) ... 14
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian... 16
Materi Penelitian... 16
Peralatan... 16
Rancangan Penelitian ... 16
Metode Penelitian... 17
Penelitian Pendahuluan ... 17
Penelitian Inti ... 18
Cara Penampungan feses ... 18
Peubah yang Diamati... 20
Konsumsi Pakan ... 20
Pertambahan Bobot Badan ... 20
(11)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah Gambut ... 22
Hijauan Lahan Gambut ... 24
Hijauan Tergolong Semak ... 24
Hijauan Tergolong Rumput ... 29
Hijauan Tergolong Pohon ... 31
Performan Kambing yang Diberi Hijauan Lahan Gambut yang Terpilih 35 Konsumsi Pakan... 35
Koefesien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik ... 36
Pertambahan Bobot Badan... 37
Efesiensi Penggunaan Pakan... 38
Metaabolisme Mineral pada Kambing Kacang ... 39
Kalsium ... 39
Konsumsi Kalsium ... 40
Ekskresi Kalsium ... 41
Absobsi Kalsium ... 42
Neraca Kalsium... 43
Posfor ... 44
Konsumsi Posfor... 45
Ekskresi Posfor ... 46
Absobsi Posfor ... 47
Neraca Posfor ... 48
Magnesium ... 49
Konsumsi Magnesium ... 50
Ekskresi Magnesium... 50
Absobsi Magnesium ... 52
Seng ... 53
Konsumsi Seng ... 53
Ekskresi Seng ... 54
Absobsi Seng... 55
Hubungan Tanah-Tanaman-Ternak ... 56
SIMPULAN DAN SARAN... 59
DAFTAR PUSTAKA... 60 LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kriteria penggolongan tingkat kesuburan tanah gambut ... 4
2. Penggolongan tingkat kesuburan tanah gambut ... 5
3. Kandungan unsur hara mikro pada lapisan atas dan bawah tanah gambut Sumatera dan Kalimantan... 6
4. Model pengacakan hijauan lahan gambut pada kambing kacang... 17
5. Hasil analisis sifat kimia tanah gambut Kalimantan Tengah... 22
6. Komposisi kimia hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah ... 34
7. Performan kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut ... 35
8. Metabolisme mineral kalsium pada kambing kacang (g/e kor/hari) ... 39
9. Metabolisme mineral posfor pada kambing kacang (g/ekor /hari) ... 45
10. Metabolisme mineral magnesium pada kambing kacang (g/ekor /hari) ... 49
11. Metabolisme mineral seng pada kambing kacang (m g/ekor /hari) ... 53
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pengeringan hijauan lahan gambut ... 18
2. Ternak kambing percobaan yang terpasang celemek ... 19
3. Pengambilan feses dan urine ... 19
4. Hijauan lahan gambut sasendok (Plantago mayor)... 24
5. Hijauan lahan gambut asem-aseman (Baccau rea bracteata) ... 25
6. Hijauan lahan gambut lombok-lombokan (Clerodindrum), ... 25
7. Hijauan lahan gambut karamunting (Melastoma candidum)... 26
8. Hijauan lahan gambut bentisan (Lecananthus erubescens Jack) ... 27
9. Hijauan lahan gambut bajakah (Lecananthus erubescens Jack). ... 27
10.Hijauan lahan gambut pakis (Asplenum nidus)... 28
11.Hijauan lahan gambut kelakai (stenochlaena palustris) ... 28
12.Hijauan lahan gambut delingu (Dianella ensifolia sp) ... 29
13.Hijauan lahan gambut gajihan (Poaceae)... 29
14.Hijauan lahan gambut kawatan (Panicum SP)... 30
15.Hijauan lahan gambut kumpai (Dianella nemorosa Lam) ... 30
16.Hijauan lahan gambut jambuan (Eugenia sp) ... 31
17.Hijauan lahan gambut bakauan (Ficus hirta Vahl) ... 32
18.Hijauan lahan gambut perupukan (Lophopetalum multinervium) ... 32
19.Hijauan lahan gambut geronggang (Cratoxylon glaucum)... 33
20.Tingkat konsumsi bahan kering kambing kacang ... 36
21.Pertambahan bobot badan kambing kacang yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut... 38
22.Efiesiensi penggunaan pakan pada kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut ... 39
23.Tingkat konsumsi kalsium hijauan lahan gambut pada kambing kacang .... 40
24.Ekskresi mineral kalsium melalui feses kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah... 41
25.Ekskresi mineral kalsium melalui urine kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah ... 42
26.Tingkat absorbsi mineral kalsium hijauan lahan gambut Kalimantan tengah pada kambing kacang ... 43
27.Tingkat retensi mineral kalsium hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah pada kambing kacang ... 44
(14)
28.Tingkat konsumsi posfor hijauan lahan gambut pada kambing kacang ... 45 29.Ekskresi mineral posfor melalui feses kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah... 46 30.Ekskresi mineral posfor mela lui urine kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah ... 47 31.Tingkat absorbsi mineral posfor hijauan lahan gambut Kalimantan tengah pada kambing kacang ... 48 32.Tingkat retensi mineral posfor hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah pada kambing kacang ... 49 33.Tingkat konsumsi Mg hijauan lahan gambut pada kambing kacang... 50 34.Ekskresi mineral magnesium melalui feses kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah... 51 35.Ekskresi mineral magnesium melalui urine kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah ... 52 36.Tingkat absorbsi mineral magnesium hijauan lahan gambut Kalimantan tengah pada kambing kacang ... 52 37.Tingkat konsumsi seng pada kambing kacang... 54 38.Ekskresi mineral Zn dalam feses dan urine kambing yang mengkonsumsi
hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah ... 55 39.Tingkat absorbsi mineral seng hijauan lahan gambut Kalimantan tengah pada kambing kacang ... 56
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas kawasan gambut di Indonesia lebih kurang 27 juta hektar yang menyebar di daerah rawa dan pantai Sumatera, Kalimantan, dan Papua, dimana 73% dari tanah gambut tersebut mer upakan tanah gambut Asia dan 50% merupakan tanah gambut dunia (Soil Survey Staff 1998). Kalimantan Tengah memiliki lahan gambut seluas 2.5 juta hektar dengan sifat keasaman yang tinggi, kandungan organik yang tinggi, dan kesuburan tanah rendah. Kalimantan Tengah merupakan suatu propinsi yang dilewati garis khatulistiwa dan mendapat penyinaran matahari lebih dari 50% sepanjang tahun. Pada siang hari udara relatif panas mencapai 320 C dan malam hari 230 C. Rata-rata curah hujan pertahun relatif tinggi yaitu mencapai 1900-3100 mm (Limin 2002).
Desa Kalampangan, Palangkaraya memiliki tanah gambut dengan kadar mineral makro dan mineral mikro yang sangat rendah, memiliki konsentrasi asam-asam fenolat ya ng tinggi, pH tanah rata -rata 3. 90, ketebalan tanah gambut >200 cm. Padi sawah hanya bertahan hidup hingga umur 6 minggu (Selampak 1999). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas tanah gambut ini sangat rendah, namun mampu ditumbuhi oleh tanaman asli berupa tanaman semak dengan beberapa vegetasi yang berupa pepohonan, paku-pakuan, rumput -rumputan dan polong-polongan.
Berbagai vegetasi semak tersebut, antara lain adalah Sasendok atau uyah-uyahan (Plantago mayor), Delingu (Dianella ensifolia sp), Pakis (Asplenum nidus), Asem-aseman (Baccaurea bracteata), Gajihan, Geronggang (Cratoxylon glaucum), Kelakai (Stenochlaena palustris), Lombok-lombokan (Clerodindrum), Karamunting (Malastoma candidum) mudah didapat di pinggir jalan, tanah berbatu dan lapangan rumput. Tanaman ini hidup sepanjang tahun dan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Tanaman asli lahan gambut tersebut dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak.
Kambing merupakan ruminansia ternak yang mempunyai kemampuan tinggi dalam beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memanfaatkan berbagai hijauan. Berdasarkan pengamatan di lapangan ternak kambing yang dipelihara
(16)
secara alami di lahan gambut Kalimantan Tengah mengkonsumsi berbagai vegetasi seperti yang tersebut di atas, namun dalam keadaan alami pertumbuhan kambing sangat lamban, mengalami kerapuhan tulang, sering mengalami keguguran dan kematian anak. Hal ini diduga kandungan nutrisi hijauan khususnya mineral sangat rendah atau ada zat-zat anti nutrisi dalam tanaman tersebut yang mengakibatkan kambing tidak dapat berproduksi dengan baik.
Kandungan mineral hijauan sangat penting bagi ternak karena apabila terjadi defisiensi atau kelebihan dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan. Oleh karena itu keberadaan mineral di dalam tubuh harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Dari hal tersebut di atas perlu dilakukan penelitian tentang nilai nutrisi beberapa hijauan (semak) lahan gambut Kalimantan Tengah terutama dipandang dari segi mineral terhadap performan kambing kacang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nutrisi hijauan lahan gambut Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada kambing kacang.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan untuk (1) mendapatkan informasi tentang zat-zat mineral hijauan lahan gambut di Palangkaraya Kalimantan Tengah, (2) menyediakan data yang dapat dipakai sebagai pijakan untuk penelitian selanjutnya, (3) memberikan masuka n kepada peneliti dan pengambil kebijakan dalam penggunaan bahan pakan ternak ruminansia yang efesien.
(17)
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Umum Palangkaraya Kalimantan Tengah
Secara geografis propinsi Kalimantan Tengah terletak pada 1o 44' 55" Lintang Utara - 3o 47' 70" Lintang Selatan, dan 110o 43' 19" - 115o 47' 36" Bujur Timur, dengan luas wilayah 153.560 km2 (Telkom 2004). Propinsi Kalimantan Tengah beriklim tropis yang lembab dan panas dengan suhu udara rata-rata 33oC pada siang hari. Kalimantan Tengah terbagi atas 5 Kabupaten, 1 Kota, 7 Wilayah Kerja Pembantu Bupati, 82 Kecamatan, 7 perwakilan Kecamatan, 66 Wilayah Kedemangan, 1.054 Desa dan 98 Kelurahan. Secara topografi daerah Kalimantan Tengah terbagi atas tiga bagian yaitu: Sebelah timur terdiri dari daerah pantai dan rawa-rawa dengan ketinggian 0-50 meter di atas permukaan laut. Bagian tengah merupakan dataran perbukitan dengan ketinggian 50-150 meter di atas permukaan laut. Bagian utara merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian diatas 150 meter diatas permukaan laut.
Desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota Madya Palangkaraya terletak antara 2019’-2021’ LS dan 114000’ - 114003’BT. Desa ini menempati luas lahan sekitar 5000 ha yang terdiri atas pemukiman penduduk, ladang, semak belukar dan hutan sekunder yang terbentuk akibat terbakarnya hutan primer.
Desa Kalampangan didominasi oleh penduduk yang mata pencahariannya adalah petani, dan buruh. Sebagian masyarakat bercocok tanam sayur-sayuran, buah-buahan dan jagung. Beternak adalah pekerjaan sampingan. Ternak yang dipelihara adalah kambing, sapi dan ayam.
Lahan Gambut
Luas kawasan gambut di Indonesia lebih kurang 27 juta hektar yang menyebar di daerah rawa dan pantai Sumatera, Kalimantan, dan Papua, dimana 73% dari tanah gambut tersebut merupakan tanah gambut Asia dan 50% merupakan tanah gambut dunia (Soil Survey Staff 1998). Kalimantan Tengah memiliki lahan gambut seluas 2.5 juta hektar (Limin 2002).
Menurut definisi yang disepakati di dalam Kongres Internasional Ilmu Tanah di Rusia tahun 1930, gambut didefinisikan sebagai tanah organik yang
(18)
luasnya minimal 1 hektar dengan kedalaman 0. 5 meter atau lebih dan kandungan mineral tidak melebihi 35%. Tanah gambut (peat soil) adalah tanah yang mempunyai kandungan organik cukup tinggi. Tanah ini pada umumnya terjadi dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tanah gambut berbeda dengan tanah organik yang lain, karena kandungan abu nya yang rendah atau kurang dari 25 persen (Nga ntung 1996).
Tanah gambut merupakan tanah yang tersusun dari bahan organik yang berasal dari penumpukan sisa-sisa tumbuhan. Gambut mengandung bahan organik tinggi yang diakibatkan lingkungan anaerob. Di Kalimantan banyak dijumpai lahan ”bongkor ” yaitu lahan gambut yang terdegradasi (rusa k) dan dibiarkan pengelolanya, sehingga menjadi lahan tidur sebagai akibat pembukaan lahan (Ardjakusuma et al. 2001).
Mineral Tanah Gambut
Kesuburan tanah gambut sangat beragam, tergantung pada beberapa faktor: 1) ketebalan lapisan tanah gambut, 2) komposisi tanaman penyusun gambut, dan 3) mineral tanah yang berada di bagian bawah lapisan tanah gambut (Andriesse 1988). Selanjutnya ia menggolongkan gambut ke dalam tiga tingkat kesuburan yang didasarkan pada kandungan N, K2O, P2O5, CaO dan kadar abunya, yaitu: 1)
gambut eutrofik yang subur, 2) gambut mesotrofik dengan tingkat kesuburan sedang, 3) gambut oligotrofik denga n tingkat kesuburan yang rendah (Tabel 1). Tabel 1 Kriteria penggolongan tingkat kesuburan tanah gambut*
Kandungan Hara Tingkat kesuburan
N K2O P2O5 CaO Abu
...% bobot kering... Eutrofik Mesotrofik Oligotrofik 2.50 2.00 0.80 0.10 0.10 0.03 0.25 0.20 0.05 4.00 1.00 0.25 10.00 5.00 2.00 *) Andriesse (1988)
Arief (1997) juga mengelompokkan tingkat kesuburan tanah gambut menjadi tiga golongan yaitu: rendah, sedang, dan tinggi. Kriteria penilaian ini berdasarkan atas pH, N-total, kandungan P, dan K tersedia, seperti tercantum dalam Tabel 2.
(19)
Kriter ia Penilaian Uraian
Rendah Sedang Tinggi
pH
N-Total (%) P-Tersedia (ppm) K-Tersedia (mg/100 g)
<4.00 <0.20 <20. 00 <0.39 4.00-5.00 0.20-0.50 20.00-40.00 0.39-0.78 >5.00 >0.50 >40.00 >0.78 *)Arief (1997)
Komposisi tanah gambut dipengaruhi oleh vegetasi penyusunnya dan tingkat dekomposisinya. Gambut umumnya tersusun atas komponen organik dan anorganik, dimana komponen organik merupkan fraksi utama. Fraksi penyusun bahan organik adalah bahan yang larut dalam air, bahan yang larut dalam eter dan alkohol, selulosa dan hemiselulosa, lignin dan substansi turunannya serta nitrogen dan protein (Andriesse 1988).
Kemasaman merupakan indikasi yang penting bagi reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam tanah. Nilai pH tanah organik menunjukkan ketersediaan bahan organik, hidrogen dan aluminium dapat ditukar, besi sulfat dan senyawa sulfur lain yang dapat teroksidasi. Nilai pH yang rendah menyebabkan ketersediaan unsur-unsur hara makro (N, P, K, Mg, Ca) dan mikro (Cu, Zn, Fe, Mn) bagi tanaman juga rendah. Kadar N dalam tanah gambut sebenarnya tergolong tinggi, tetapi sebagian besar masih dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman, karena dalam bentuk N-organik. Tanah gambut di Indonesia dengan kedalaman 30 cm mengandung kadar N yang lebih tinggi (1.98 %) dari gambut dangkal (1.13%) (Andriesse 1988).
Kapasitas tukar kation adalah banyaknya jumlah kation (ion positif) yang dapat diserap oleh tanah persatuan berat tanah. Sanchez (1992) menyatakan lahan gambut memiliki KTK 38 mg/100 g. Hal ini disebabkan oleh besarnya kandungan lignin dalam tanah gambut. Laporan Selampak (1999) pada tanah gambut Berengbengkel Kalimantan Tengah, mempunyai nilai kejenuhan basa (KB) kurang dari 10%, hal ini berhubungan dengan kandungan basa-basa yang rendah dan disertai dengan tingginya nilai KTK yaitu sebesar 110 me/100 g, sehingga ketersediaan basa-basa menjadi menurun. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan KB pada tanah gambut adalah dengan cara penambahan basa-basa ke dalam tanah.
Kandungan unsur mikro pada tanah gambut umumnya terdapat dalam jumlah yang sangat rendah. Umumnya unsur-unsur mikro membentuk khelat
(20)
dengan senyawa-senyawa organik dalam tanah. Kandungan beberapa unsur mikro tanah gambut di Indonesia disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan unsur hara mikro pada lapisan atas dan bawah tanah gambut Sumatera dan Kalimantan*
Kedalaman Gambut Unsur
0-25 cm 80-100 cm Co Cu Fe Mn Mo Zn 0.1-0.2 0.8-8.0 143-175 4.1-25 0.6-1.0 2.8-4.4 0.05-0.1 0.2-0.8 67-220 1.1-7.1 0.3-0.6 1.8-4.8 *) Andriesse (1988)
Hijauan Lahan Gambut
Ardjakusuma et al. (2001) mengidentifikasi bahwa vegetasi yang tumbuh pada lahan gambut bongkor dibedakan dalam tiga kelompok: 1) hutan sekunder, yaitu hutan yang sudah pernah dibuka dan diusahakan sebagai ladang atau kebun karet, kemudian ditinggalkan. Vegetasi yang ada antara lain karet, akasia, uya-uyahan, ramin, dan jenis kayu-kayuan lainnya yang berdiameter batang lebih dari 15 cm; 2) semak belukar dengan vegetasi herendong, paku-pakuan, pakis kawat, sembung rambat, nenas, dan tanaman lainnya dengan diameter batang kurang dari 15 cm; 3) padang alang-alang, yaitu lahan yang didominasi tumbuhan alang-alang.
Hijauan lahan gambut di desa Kalampangan dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu perdu, pakis, rumput dan pohon. Beberapa vegetasi dengan tingkat palatabilitas yang lebih tinggi seperti sasendok (Plantago mayor), delingu
(Dianella ensifolia sp), pakis (Asplenum nidus), asem-aseman (Baccaurea
bracteata), gajihan, kelakai (stenochlaena palustris), geronggang (Cratoxylon
glaucum), lombok-lombokan (Clerodindrum), karamunting (Melastoma
candidum). Hijauan ini tersedia dalam jumlah yang banyak pada musim hujan dan
tetap ada pada musim kemarau.
Komposisi botani hijauan lahan gambut perlu dilakukan untuk mengetahui potensi hijauan untuk mendukung pengembangan usaha peternakan di lahan
(21)
gambut Kalimantan Tengah. Laporan Herlinae (2003) bahwa komposisi botani hijauan lahan gambut yang paling tinggi pada hijauan sasendok yaitu mencapai 35 % diikuti oleh pakis, delingu, kelakai dan pakis halus 15 %. Komposisi botani yang tinggi menunjukkan hijauan tersebut tersedia lebih banyak dibandingkan dengan hijauan lain. Dengan adanya komposisi botani yang tinggi akan lebih banyak penyediaan hijauan bagi ternak, sehingga lahan gambut dapat menjadi lahan yang mampu untuk pengembangan ternak ruminansia.
Kapasitas tampung merupakan suatu gambaran kemampuan suatu lahan untuk menampung sejumlah ekor ternak dalam satuan luas tertentu. Dalam hal ini yang menjadi perhatian adalah daya dukung suatu lahan dalam menjamin kelangsungan hidup ternak sehingga mampu berproduksi dengan baik. Dari penelitian Herlinae (2003) hijauan lahan gambut mampu menghasilkan kapasitas tampung lahan yang cukup tinggi yaitu berdasarkan kandungan TDN pada musim hujan lahan gambut mampu menampung ternak sebanyak 32 ekor pe r hektar dan 11 ekor pada musim kemarau.
Kambing Kacang
Kambing di Indonesia minimal ada dua bangsa yaitu kambing lokal dan kambing impor. Kambing impor (Etawa) berasal dari India. Kambing Kacang dianggap sebagai kambing lokal yang terkenal dan tersebar di Indonesia. Kambing kacang lebih tahan derita, lincah, mampu beradaptasi dengan baik. Kegunaan utamanya adalah sebagai penghasil daging. Memiliki kulit yang relatif tipis dengan bulu kasar, dan hewan jantannya mempunyai bulu surai yang panjang dan kasar (Devendra & Burns 1994).
Kambing kacang biasanya berwarna hitam, coklat dan kadang-kadang dengan beberapa bercak putih. Tanduknya berbentuk pedang melengkung ke atas dan ke belakang, dan tumbuh dengan baik pada jantan maupun betina. Umumnya telinga pendek dan tegak. Janggut selalu terdapat pada jantan. Lehernya pendek, dan punggungnya melengkung sedikit lebih tinggi dari pada bahunya. Kambing ini prolifik, dengan rata-rata jumlah anak lahir seperindukan 1.7 ekor. Tinggi gumba
(22)
kambing jantan rata-rata 60-65 cm, dan yang betina 56 cm. Kambing jantan dan betina dewasa masing-masing berbobot kurang lebih 25 dan 20 kg dan lambat mencapai dewasa kelamin, persentase karkasnya 44-51% (Devendra & Burns 1994).
Konsumsi Pakan
Kambing merupakan jenis ruminansia yang lebih efesien dari pada domba dan sapi. Kambing dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif lebih banyak untuk ukuran tubuhnya (5-7% dari bobot badan). Kambing juga lebih efesien dalam mencerna pakan yang mengandung serat kasar dibandingkan sapi dan domba (Luginbuhl & Poore 2005). Kambing mampu mengkonsumsi daun-daunan, semak belukar, tanaman ramban dan rumput yang sudah tua dan berkualitas rendah. Jenis pakan tersebut dapat dimanfaatkan dengan efesien, sehingga kambing dapat beradaptasi pada lingkungan yang kurang pakan (Devendra & Burns 1994).
Jumlah pakan yang dikonsumsi menentukan jumlah zat-zat makanan tersedia bagi ternak, dan selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produktivitas ternak tersebut. Namun yang menentukan konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat kompleks, karena banyak faktor yang terkait seperti sifat pakan, faktor ternak, dan faktor lingkungan. Makin baik kualitas makanannya, makin tinggi konsumsi pakan dari seekor ternak. Konsumsi bahan kering makanan oleh ternak ruminansia berkisar antara 1. 5-3%, tetapi pada umumnya 2-3% dari berat bedannya (Bamualim 1988).
Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh seekor ternak selama satu hari perlu diketahui. Dengan mengetahui jumlah bahan kering yang dimakan dapat dipenuhi kebutuhan seekor ternak akan makanan yang perlu untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksinya. Konsumsi bahan kering tergantung dari hijauan saja yang diberikan atau bersamaan dengan konsentrat. Konsumsi bahan kering pada ternak kambing menurut Devendra dan Burns (1994) 3-5%, menurut NRC (1995a) 2-3%, Peterson (2005) 3.5-5.0% , namun pada umumnya adalah 3-3.8% dari berat badan.
(23)
Kecernaan adalah bagian zat makanan yang tidak dieksresikan dalam feses. Menurut Anggorodi (1990) pada dasarnya tingkat kecernaan adalah suatu upaya untuk mengetahui banyaknya zat makanan yang diserap oleh saluran pencernaan. Bagian yang dapat dicerna adalah selisih antara zat-zat makanan yang dikonsumsi dengan yang dikeluarkan bersama feses dan bila bagian tersebut dinyatakan sebagai persentase terhadap konsumsi maka disebut koefesien cerna (McDowell 1992).
Wilson (1977) mengatakan bahwa konsumsi makanan yang lebih banyak belum tentu menghasilkan koefesien cerna yang lebih besar untuk hijauan dari daun semak-semak dan pohon-pohonan, oleh karena adanya bagian tanaman yang telah berkayu ikut termakan. Tinggi rendahnya daya cerna juga dipengaruhi oleh jenis ternak, umur hewan, jenis bahan pakan dan susuan kimianya, serta kadar zat-zat makanan yang terkandung dalam bahan makanan (Peterson 2005).
Pertambahan Bobot Badan
Ransum yang mengandung nilai nutrisi seimbang akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ternak. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makanan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari pakan yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church & Pond 1995).
Pertambahan bobot badan kambing kacang yang hanya memperoleh pakan hijauan (dengan lama merumput 6.5 jam/hari) menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 35.7 g/ekor/hari (Merkel et al. 1999). Sarwono (2003) melaporkan bahwa kambing kacang yang memperoleh konsentrat dengan protein 13% dan energi metabolis 3114 kkal/kg menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 63.60 g/ekor/hari. Menurut Herlinae (2003) pertambahan bobot badan kambing kacang yang digembalakan di lahan gambut menghasilkan pertambahan bobot badan antara 71.13–71.41 g/ekor/hari. Menurut NRC (1985a), kambing kacang pada berat badan 20 kg pertambahan berat badannya minimal 50 g/ekor/hari.
(24)
Efisiensi Penggunaan Pakan
Efisiensi penggunaan pakan erat kaitannya dengan konsumsi pakan dan produksi (misalnya pertambahan bobot badan) yang dihasilkan ternak. Efisiensi penggunaan pakan adalah rasio antara pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan pakan mengukur efisiensi hewan dalam mengubah pakan menjadi produk.
Jia et al. (1995) memaparkan bahwa efisiensi penggunaan pakan pada
kambing Angora yang diberi pakan terdiri dari jagung giling, dedak gandum, kulit biji kapuk, minyak kedele adalah sebesar 0.08. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kambing Kas hmir yang diberi pakan yang sama efisiensi penggunaan pakannya adalah sebesar 0.126. Merkel et al. (1999) melaporkan bahwa domba lokal yang mengkonsumsi pakan yang mengandung protein 18 % dan gross energi 4.110 kkal/kg mempunyai efisiensi penggunaan pakan 0.208.
Simanihuruk (2005) melaporkan efisiensi penggunaan pakan pada kambing kacang 0.115-0.144. Menurut Herlinae (2003), kambing kacang yang digembalakan di lahan gambut efisie nsi penggunaan pakannya berkisar antara 0.289-0.707.
Peranan Mineral bagi Ternak, khususnya Ruminansia
Untuk pertumbuhan maupun untuk fungsi yang normal di dalam semua proses biologis, maka garam-garam mineral harus tersedia agar semua proses itu dapat berjalan dengan baik. Walaupun jumlah mineral yang terdapat dalam tubuh sedikit, yaitu kurang lebih 3-5% dari tubuh, tetapi jika terjadi defisiensi atau kelebihan, akan dapat mengganggu dan menghambat produkdi misalnya, pertumbuhan. Oleh karena itu keberadaa n mineral di dalam tubuh harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan dalam perbandingan yang tepat atau seimbang.
Ternak tidak dapat membuat mineral karenanya harus disediakan dalam makanannya. Mineral dalam makanan mempunyai peranan yang khas dan bersifat esensial untuk utilisasi energi dan protein serta untuk biosintesis zat makanan dalam tubuh (Manchen 2005).
Fungsi umum dari mineral dalam tubuh ternak antara lain: 1) membentuk bagian dari kerangka, gigi dan hemoglobin; 2) mempertahankan keseimbangan
(25)
asam basa yang tepat dalam cairan tubuh dan karenanya esensial untuk kehidupan; 3) mempertahankan tekanan osmotik seluler yang diperlukan untuk pemindahan zat-zat makanan melalui dinding sel; 4) mempertahankan keasaman getah pencernaan sehingga enzim pencernaan dapat berfungsi dengan baik; 5) mempertahankan kontraksi urat daging dan jantung; 6) mencegah kekejangan; dan 7) berhubungan dengan vitamin tertentu dalam pembentukan tulang (Anggorodi 1990).
Tidak kurang dari 15 mineral telah diketahui mempunyai fungsi esensial dalam tubuh. Berdasarkan jumlah dalam tubuh, maka mineral dapat dibagi atas:
a. Major atau makro mineral, yaitu mineral yang diperlukan atau didapatkan dalam jumlah yang relatif besar di dalam tubuh ternak, seperti: kalsium, posfor, magnesium, khlor, kalium, natrium, dan sulfur.
b. Trace atau mikro mineral, yaitu mineral yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit dan secara umum didapatkan dalam jaringan dalam konsentrasi yang sangat kecil, seperti: cobalt, cuprum, iodium, besi, mangan, molibdenum, selenium, dan seng.
Unsur makro merupakan unsur yang terdapat dan diperlukan dalam jumlah yang relatif lebih banyak bagi tubuh ternak dibandingkan unsur -unsur mikro. Piliang (2004) mengemukakan bahwa sekitar 60% sampai 80% dari mineral-mineral makro terdapat sebagai unsur anorganik dalam tubuh. Mineral-mineral-mineral tersebut berperan penting dalam sel-sel dan jaringan seperti mempertahankan pH jaringan, sebagai buffer, aktivator enzim, mempertahankan potensi redoks dan tekanan asmotik cairan tubuh agar selalu dalam keadaan normal sehingga proses penyerapan zat nutrisi oleh tubuh ternak berlangsung baik.
Mineral-mineral mikro walaupun dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil dalam jaringan, tetapi berperan juga dalam berbagai proses vital seperti berguna sebagai kata lis reaksi-reaksi enzim dalam transfer energi dan berperan dalam siklus asam sitrat (Piliang 2004).
Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan unsur kerangka tubuh yang penting sebab kira-kira 99% dari kalsium dalam tubuh terletak pada tulang dan gigi (NRC 1995a). Ca
(26)
esensial dalam pembekuan darah, dibutuhkan bersma-sama natrium dan kalium untuk denyut jantung yang normal dan memelihara keseimbangan asam-basa.
Fungsi yang paling nyata dari Ca adalah sebagai komponen utama dari kerangka. Darah adalah media transportasi Ca dari sistem pencernaan ke jaringan lain untuk digunakan. Kontrol yang teliti diperlukan untuk menjaga konsentrasi Ca agar tetap konstan di dalam plasma. Bila terjadi penurunan konsentrsi Ca dalam plasma maka dengan segera kelenjar parathyroid akan meningkatkan hormon parathyroid (PTH); disamping itu peranannya dalam berbagai proses yang esensial yaitu eksitasi dan konsentrasi pembekuan darah. Ca juga dapat berperan sebagai aktivator berbagai enzim (Piliang 2004).
Thomsom (1987) menyatakan bahwa fungsi biokimia mineral kalsium pada ternak ruminansia adalah : 1) sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi, 2) dibutuhkan dalam pembentukan darah; 3) sangat penting dalam kontraksi otot, terutama menjaga kestabilan denyut jantung; 4) mempertinggi transmisi impuls syaraf untuk memelihara kenormalan rangsang syaraf otot; 5) aktifator dan stabilisator berbagai enzim ; 6) penting dalam sekresi beberapa hormon.
Penggunaan mineral Ca dan P yang dianjurkan adalah dengan perbandiangan 1:1 atau 2:1, akan tetapi abila terjadi perbandingan yang lebih besar umumnya ternak ruminansia masih lebih tahan dibandingkan ternak monogastrik (Parakkasi 1995). Kebutuhan mineral Ca pada ternak ruminansia kecil (kambing dan domba) adalah 0.20-0.80% BK (NRC 1995b).
Menurut Dukes (1977) terdapat tiga hormon yang mempengaruhi mobilitas minineral Ca (dan P) dari tulang serta memelihara Ca dalam darah, yaitu hor mon parathyroid (PTH), kalsitonin dan 1.25– dihidroksikolekalsiferol (1.25(OH)2D3). Bila tingkat Ca dalam darah turun maka hormon parathyroid akan menstimuler 1.25 (OH)2D3) yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D untuk meingkatkan absorbsi Ca dari usus halus dan meningkatkan reabsorbsi Ca dari tulang, sedangkan hormon kalsitonin bekerja sebaliknya (Parakkasi 1995).
Penyerapan Ca terjadi terutama di bagian depan dari usus halus, duedenum dan jejenum. Banyak faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur ini antara lain perbandingan Ca dan P serta pH di tempat penyerapan.
(27)
Posfor terdapat di dalam tubuh ternak ± 1% dari bobot badan dan 80% dari jumlah yang ada ditemukan pada tulang. Posfor memainkan peranan penting dalam berbagai reaksi metabolisme antara lain: (1) untuk pembentukan tulang; (2) dalam perkembangan gigi; (3) untuk pembentukan jaringan otot dan perkembanga n telur; (4) untuk sekresi susu; (5) dibutuhkan dalam aktivitas mikroorganisme dalam pencernaan; (6) merupakan komponen asam nukleat; (7) berperan dalam keseimbangan asam basa; (8) berperan dalam metabolisme energi, protein dan lemak; (9) merupakan komponen dan activator dari berbagai enzim (Daves 1982).
Indikator yang palling sensitip dalam menentukan posfor untuk hidup pokok dan pertumbuhan atau produksi sudah banyak diketahui. Wadsworth dan Cohen (1977) menyarankan konsumsi posfor antara 10.7-13.5 g per hari untuk sapi dengan berat badan 100-400 kg. Untuk ruminansia kecil kebutuhan posfor 0.16-0.35% dari bahan kering pakan (NRC 1995b)
Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan kation intraseluler utama dan merupakan kation terbanyak dalam tubuh yang bekerja sebagai stabilisator membran dan sebagai aktivator sistem enzim (Parakkasi 1995). Magnesium terdapat kira-kira 0.5–0.7 persen dari abu tulang dimana 70 persen dari total Mg tubuh terdapat dalam kerangka dalam imbangan dengan kalsium sebesar 55:1 (Piliang 2004)
Magnesium terutama disimpan dalam tulang, pada ternak muda 30 persen atau lebih dari Mg tulang akan dimobilisasikan bila ternak mengalami defisiensi Mg. Menurut NRC (1995a), Mg dibutuhkan dalam semua reaksi transfer phosphat dan dalam jaringan tertentu, Mg merupakan ikatan kompleks dengan Adenosine Triphosphate (ATP), Adenosine Diphosphate (ADP) dan Adenosine Monophosphate.
Ternak kambing membutuhkan mineral Mg dalam ransum sebanyak 0.12-0.18% dari bahan kering (NRC 1995b). Kebutuhan ternak ruminansia terhadap Mg tergantung beberapa faktor seperti bangsa ternak, umur, laju pertumbuhan, ketersediaan biologi Mg dalam pakan, kadar protein ransum serta status Mg ternak yang bersangkutan (Underwood 1981). Terpenuhinya kebutuhan ternak akan Mg sangat tergantung oleh jumlah Mg tersedia yang dikonsumsi oleh seekor ternak
(28)
serta faktor -faktor fisiologis yang akan berkaitan dengan kemampuan absorbsi Mg oleh ternak yang bersangkutan. Gangguan yang terjadi pada proses absorpsi dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan ternak meskipun jumlah yang dikonsumsi telah mencukupi.
Zincum
Zincum (Zn) merupakan salah satu unsur nutrisi penting karena Zn merupakan bagian dari beberapa enzim. Enzim-enzim tersebut menurut Underwood (1981) adalah karbonikanhidrase, alkohol dehidrogenase, alkaline
phosphatase, carboxypeptidase, DNA dan RNA polymerase. Oleh karena
keterlibatannya sebagai komponen enzim sebagai mana disebutkan di atas maka ketidakcukupan Zn dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, keterlambatan pematangan sexual, parakeratosis (NRC 1995a).
Di lapangan, kasus terjadinya defisiensi Zn pada ternak ruminansia menurut beberapa ahli adalah merupakan hal yang tidak mungkin terjadi. Namun demikian pengamatan-pengamatan menunjukkan yang paling banyak terjadi adalah defisiensi marjinal dimana kebutuhan fisiologis ternak akan mineral Zn sebenarnya sudah berada pada batas ambang defisiensi (borderline defesiency) oleh karenanya tidak terdeteksi tapi ternak menunjukkan respons yang baik pada pemberian Zn. Akibat defisiensi ringan ini dapat menurunkan konsumsi pakan, tingkat pertumbuhan, efisiensi penggunaan pakan, produksi susu serta daya tahan terhadap infeksi penyakit (Piliang 2004).
Mcdowell (1992) menyatakan bahwa defisiensi Zn terjadi pada ternak yang digembalakan bila kandungan Zn dalam ransum kurang dari 40 ppm/kg. NRC (1995b) mengatakan bahwa kebutuhan ternak kambing akan mineral Zn adalah 30-40 ppm. Kebutuhan Zn pada ternak sebagaimana mineral lainnya juga sangat dipengaruhi oleh jumlah Zn yang dapat diserap dalam saluran pencernaan seperti: pitat, Ca, P, Mg, dan Cu. Kehadiran unsur ini dalam jumlah yang tidak berimbang dapat meurunkan penyerapan Zn yang akibatnya akan menurunkan jumlah Zn dalam tubuh.
Mineral Zn apabila dikonsumsi dalam jumlah tinggi dapat menekan absorbsi Cu dan menurunkan kadar Cu plasma. Hal ini karena afinitas metalotionein terhadap Cu lebih besar daripada afinitasnya terhadap Zn. Sementara
(29)
ransum berkadar Zn tinggi dapat menstimulir sintesis metalotionein (McDowell 1992). Selanjutnya dikatakan bahwa absorbsi Zn selain berlangsung dalam usus halus juga dilaporkan berlangsung dalam rumen, bahkan absorbsinya lebih besar.
Transpor Zn pada brush border tampaknya merupakan proses yang dimediasi oleh suatu pengemban yang melibatkan interaksi dengan Zn dalam bentuk terkilasi atau chelat (Parakkasi 1995). Didalam sel mukosa usus, transfer Zn diatur oleh protein pengikat logam metalotionein yang diproduksi oleh hati. Sintesis metalotionein diatur oleh level Zn dalam pakan dan Zn plasma.
Metalotionein berperan dalam mengatur level Zn yang memasuki tubuh sehingga
(30)
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kalampangan, Kecamatan Sebangau Palangkaraya Kalimantan Tengah, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Herbarium Bogoriense Bogor, Shinzinai Livestock Farm University of Hokaido Jepang yang dilaksanakan dari September 2004 sampai dengan Juni 2005.
Materi Penelitian
• Kambing kacang umur rata-rata 1 tahun dengan berat badan rata-rata 20 kg sebanyak 5 ekor.
• Kandang individu berukuran 1 x 1.5 m, dilengkapi tempat makan dan minum.
• Hijauan lahan gambut yaitu: sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan.
• Sampel feses, sample urine , dan air minum kambing selama percobaan.
Peralatan
• Timbangan duduk untuk menimbang ternak
• Timbangan gantung untuk menimbang pakan dan feses
• Tempat penampungan feses dan urine (celemek).
• AAS untuk analisa mineral Ca, P, Mg, dan Zn.
Rancangan Penelitian
Penentuan kambing untuk mendapatkan hijauan lahan gambut dilakukan secara acak mengikuti rancangan bujur sangkar latin (RBSL) 5 x 5 (Tabel 4).
Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA). Bila sidik ragam menunjukkan perbedaan nyata, maka akan dilanjutkan dengan Uji Berganda Duncan (Steel and Torrie, 1995).
(31)
Kambing Periode
1 2 3 4 5
I B E C A D
II A D B E C
III E C A D B
IV D B E C A
V C A D B E
Keterangan: A = Sasendok B = Delingu C = Pakis D = Bajakah E = Gajihan
Model matematiknya adalah sebagai berikut : Yijk = µ + ai + ßj + tk + eijk
Yijk = Peubah respon yang diamati
µ = Nilai rata -rata umum
ai = Pengaruh perlakuan dari periode ke-i ßj = Pengaruh perlakuan dari ternak ke-j tk = Pengaruh perlakuan ke-k
eijk = Pengaruh galat
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua tahap: I. Pengamatan Pendahuluan
Penelitian tahap I yaitu penelitian survei berbagai hijauan lahan gambut yang dapat dimakan oleh ternak. Hijauan lahan gambut diambil secara acak di lokasi kemudian ditimbang dan dikeringkan sampai berat tidak berubah, dimasukkan dalam plastik untuk dianalisis (Gambar 1). Hasil survei ini diambil 5 jenis hijauan semak yang paling disukai (palatabel) dan yang banyak tersedia.
(32)
Gambar 1 Pengeringan hijauan lahan gambut.
II. Penelitian Inti
Penelitian tahap II yaitu penelitian hijauan terpilih yaitu sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan diberikan pada kambing kacang. Penelitian ini menggunakan 5 ekor kambing kacang dengan bobot badan rata-rata 20 kg. Ternak dialokasikan secara acak kepada 5 hijauan lahan gambut. Penelitian ini dilakukan selama 5 periode (10 hari/periode). Ternak dibiarkan beradaptasi dengan pakan selama 6 hari sebelum pengumpulan data dilakukan. Selama penelitian hijauan diberikan dua kali setiap hari jam 07.00 pagi dan jam 04.00 sore. Jumlah pemberian 3 kg/ekor.
Cara menampung Feses dan Urine
Penggunaan celemek dilakukan kepada semua ternak percobaan, sehingga urine langsung ditampung pada ember penampungan (Gambar 2) . Pada 4 hari terakhir setiap periode penelitian, total feses ditampung, diaduk merata dan ditimbang, sample feses diambil sebanyak 10% dikeringkan dan disimpan untuk dianilisis (Gambar 3).
(33)
Gambar 2 Ternak kambing percobaan dengan celemek.
Urine ditampung dalam botol plastik ukuran 2 liter. Urine yang telah ditampung per ekor per hari diaduk hingga merata, diukur dan diambil 5%, kemudian disimpan dalam freezer untuk dianalisa.
(34)
Peubah yang Diamati
Konsumsi Bahan Kering Pakan
Rataan konsumsi pakan per ekor per hari yang diperoleh dengan jalan menimbang pakan segar yang diberikan dikalikan dengan kandungan bahan keringnya, kemudian dikurangi sisa pakan dan dikalikan dengan bahan kering sisa pakan tersebut. Pengukuran dilakukan setiap 24 jam.
Kecernaan Ransum
Tujuan pengukuran ini adalah untuk menilai daya cerna ransum yang terdiri atas kecernaan bahan kering (KcBK) dan kecernaan bahan organik (KcBO), yaitu:
Koefisisn KcBK = 100%
dikonsumsi yang ransum BK feses BK -dikonsumsi yang ransum BK x
Koefisisn KcBO = 100%
dikonsumsi yang ransum BO feses BO -dikonsumsi yang ransum BO x
Pertambahan Bobot Badan
Penimbangan bobot badan kambing dilakukan setiap periode , mulai dari periode pertama sampai akhir penelitian dengan menggunakan timbangan jenis duduk dengan merek Camry.
PBB /hari = (BB Akhir – BB Awal)/10 (g/ekor/hari)
Efisiensi Penggunaan Pakan
Efisiensi penggunaan pakan diukur dengan cara membagi pertambahan bobot badan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi.
(35)
Kandungan mineral mineral (Ca, P, Mg, Zn) dalam pakan dan feses dianalisa melalui pengabuan. Bahan sebanyak 2 g dipanaskan pada suhu 5500 C selama 8 jam. Sesudah itu bahan yang telah diabukan diberi larutan HCl sebanyak 25 ml, dipanaskan dan volume akhir dibuat kira-kira 15 ml. Dari larutan ini diambil sebanyak 0.25 ml dan diencerkan hingga mencapai 10 ml kemudian dianalisis dengan Atomic Absroption Spectrophotometer (AAS).
Analisis sampel urine dan air minum dilakukan pada 10 ml sample yang dipanaskan pada suhu 500 C selama 30 menit dan diambil 0.25 ml untuk diencerkan sampai 10 ml, kemudian dianalisis denganAAS.
(36)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah Gambut
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan gambut di Desa Kalampangan Palangkaraya Kalimantan Tengah dari tanggal 7 September sampai dengan 10 November 2004. Hasil analisis kimia tanah gambut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis sifat kimia tanah gambut Kalimantan Tengah
Unsur Tanah Gambut* Tanah**
pH C ( % ) N ( % ) P (ppm) K (me/100 g) Ca (me/100 g) Mg (me/100 g) Na (me/100 g) Zn (ppm)
Kapasitas Tukar Kation (me/100 g) Kejenuhan Basa ( % )
4.53 13.03 0.30 34.63 0.21 0.77 9.53 0.10 5.15 24.57 6.63 6.20 1.40 0.14 81.20 0.46 25.30 10.58 0.75 71.25 35.84 99.20 * ) Hasil analisis Laboratorium Tanah UNPAR
**) Sampel tanah dari Jasinga Bogor (Irawan et al. 1998)
Dari Tabel 5 terlihat bahwa tanah gambut dalam penelitian ini tingkat keasamannya sangat tinggi yaitu 4.53. Ini menunjukkan tanah tersebut tergolong dalam tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Hal ini juga disampaikan oleh Subiksa et al. (1998) bahwa lahan gambut Desa Kalampangan merupakan lahan yang sangat masam, miskin mineral dan memerlukan tambahan kapur > 3 ton/ha.
Tingkat keasaman tanah yang tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu secara langsung melalui sifat racun dari asam-asam organik dan ion hidrogen, maupun secara tidak langsung karena rendahnya penyediaan hara bagi tanaman. Oleh karena itu upaya menekan asam-asam organik pada tanah gambut sangat diperlukan dalam pengelolaan tanah untuk lahan hijauan makanan ternak. Andriesse (1988) mengatakan bahwa pH tanah gambut ideal adalah 5.5; apabila nilai pH lebih tinggi dari 5.5, dapat menyebabkan turunnya ketersediaan P, Mn, B, Zn dan apabila lebih rendah maka dapat menyebabkan kekurangan N, P, Ca, Cu dan Mo.
(37)
Kapasitas tukar kation (KTK) adalah banyaknya jumlah kation (ion positif) yang dapat diserap oleh tanah persatuan berat tanah. Tanah gambut Desa Kalampangan mempunyai nilai kapasitas tukar kation yang rendah yaitu 24.57 me/100 g. Angka ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Sanchez (1992) bahwa lahan gambut memiliki KTK 38 me/100 g. Hal ini disebabkan oleh besarnya kandungan lignin dalam tanah gambut.
Kejenuhan basa (KB) tanah gambut sangat rendah yaitu 6.63, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan laporan Selampak (1999) pada tanah gambut Berengbengkel Kalimantan Tengah yang mempunyai nilai KB kurang dari 10%; hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan basa-basa yang rendah dan disertai dengan tingginya nilai KTK yaitu sebesar 110 me/100 g, menyebabkan ketersediaan basa-basa menjadi menurun. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan KB pada tanah gambut antara lain dengan cara penambahan basa-basa ke dalam tanah.
Posfor merupakan unsur penting dalam tanah, yang berasal dari batuan. Kandungan posfor kera k bumi sekitar 0.12%, tanah gambut hanya mengandung 0.04% P (Andriesse 1988). Kandungan P lahan gambut desa Kalampangan 34.63 ppm. Menurut Limin (2002), gambut pedalaman mengandung 31-65 ppm. Posfor lahan gambut sebagian besar dijumpai dalam bentuk P -organik, yang nantinya akan mengalami proses mineralisasi menjadi P anorganik oleh jasad mikro.
Kandungan unsur mikro (Zn) pada tanah gambut sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketersediaan unsur mikro yang rendah dan oleh adanya pengkelatan atau pembentukan senyawa komplek dengan senyawa organik. Penelitian yang dilakukan oleh Subiksa et al. (1998) menunjukkan bahwa tanaman kedele yang ditanam pada tanah gambut tidak tumbuh dengan baik namun setelah diberikan pupuk dasar dan terusi menghasilkan pertumbuhan kedele menjadi lebih baik dan mati pada umur 40 hari setelah tanam.
(38)
Vegetasi makanan ternak yang ada pada lahan gambut Desa Kalampangan terdiri atas semak-semak tingkat rendah dengan beberapa vegetasi yang berupa semak, pepohonan, dan rumput-rumputan. Hijauan makanan ternak yang paling dominan adalah sasendok, pakis, delingu, dan aseman yang tersedia dalam jumlah banyak dan tumbuh sepanjang tahun.
1. Hijauan tergolong semak
a. Sasendok atau uyah-uyahan (Plantago mayor)
Hijaua n ini (Gambar 4) mempunyai tinggi bervariasi antara 30-80 cm, dengan bentuk batang silinder, arah tumbuh batang tegak lurus ke atas, tergolong yang tidak keras dan bergetah putih. Sasendok mempunyai daun berukuran kecil, berbentuk bundar telur , permukaan daun licin dan terdapat bintik-bintik putih. Sasendok memiliki biji berbentuk bundar berukuran kecil dan berwarna hijau. Hijauan ini biasanya tumbuh di tanah yang keras atau tanah yang berbatu, terutama di pinggir jalan, lapangan rumput; juga banyak terdapat di hutan rimba dan hutan belukar.
Gambar 4 Hijauan lahan gambut sasendok (Plantago mayor). b. Asem-aseman (Baccaurea bracteata)
Aseman (Gambar 5) mempunyai batang berkayu dengan arah tumbuh tegak ke atas yang memiliki daun yang rimbun bentuk memanjang dan ujung meruncing dengan warna daun hijau kekuningan dan permukaan mengkilap. Aseman banyak dijumpai di sekitar lapangan rumput dan hutan semak belukar. Hijauan jenis ini sesuai dengan namanya, mempunyai sedikit rasa asam, mungkin hal ini yang menye babkan sangat disukai oleh ternak.
(39)
Gambar 5 Hijauan lahan gambut asem-aseman (Baccaurea bracteata).
c. Lombok-lombokan (Clerodindrum)
Ketinggian tanaman lombokan (Gambar 6) mencapai 1.5 meter. Hijauan ini mirip dengan tanaman cabe namun lombokan mempunyai daun relatif lebar dengan permukaan agak berbulu dan berkerut seperti daun bayam, memiliki bunga kecil yang berwarna putih.
Gambar 6 Hijauan lahan gambut lombok-lombokan (Clerodindrum).
d. Karamunting (Malastoma candidum)
Hijauan karaminting (Gambar 7) mempunyai batang berkayu yang permukaannya ditumbuhi bulu halus dengan ketinggian 1.5 m, tumbuh tegak dengan tangkai yang banyak, berdaun relatif kecil. Bunga berwarna ungu
(40)
kemerahan dan bila pagi akan merekah. Hijauan ini mempunyai biji kecil-kecil berwarna coklat.
Gambar 7 Hijauan lahan gambut karamunting (Malastoma candidum). e. Bentisan (Lecananthus erubescens Jack)
Bentisan atau sering disebut nasi-nasian (Gambar 8) memiliki arah tumbuh membelit dan menjalar dengan warna daun hijau mengkila p dan licin. Memiliki buah berwarna putih seperti nasi dan rasa manis yang bisa dikonsumsi oleh manusia.
Gambar 8 Hijauan lahan gambut bentisan (Lecananthus erubescens Jack). f. Bajakah (Gynochthodes coriacea Blume)
(41)
Hijauan bajakah (Gambar 9) tergolong tanaman perdu dengan arah tumbuh batang membelit atau menjalar. Memiliki daun yang rimbun dan berwarna hijau dengan permukaan licin dan mengkilap. Daun muda lebih disukai oleh ternak dari pada yang tua karena yang daun yang tua agak keras.
Gambar 9 Hija uan lahan gambut bajakah (Gynochthodes coriacea Blume).
g. Pakis (Asplenum nidus)
Pakis (Gambar10) mempunyai tinggi mencapai 2 meter, permukaan batang agak berbulu dengan arah tumbuh tegak lurus. Daun berwarna hijau kekuningan dengan bentuknya bergerigi halus serta permukaan ditumbuhi bulu halus. Bagian yang lebih disukai ternak adalah daun yang masih muda karena masih lunak.
Gambar 10 Hijauan lahan gambut pakis (Asplenum nidus).
(42)
Hijauan kalakai (Gambar 11) termasuk jenis pakis dengan ketinggian hampir 1 meter, percabangan dengan stolon. Daunnya berbentuk panjang, ujung daun meruncing dengan tepi bergerigi. Daun berwarna merah tua saat masih muda dan dapat sebagai sayuran yang dikonsumsi oleh manusia.
Gambar 11 Hijauan lahan gambut kelakai (Stenochlaena palustris).
2. Hijauan tergolong rumput
a. Delingu (Dianella ensifolia sp)
Hijauan delingu (Gambar 12) merupakan jenis rumput yang mempunyai tinggi 50 cm. Daunnya mempunyai pelepah dan panjang seperti daun jagung. Hijauan ini terdapat dalam jumlah banyak di lahan gambut, areal pertanian masyarakat, dipinggir jalan, dan di pinggir sepanjang sungai.
(43)
b. Gajihan (Poaceae)
Gajihan (Gambar 13) termasuk jenis rumput yang tumbuh subur pada rawa, bila tanah tergenang air, rumput gajihan ini akan tumbuh dengan cepat mengikuti ketinggian air. Tumbuh tegak lurus dengan batang bulat dan beruas, mempunyai daun kecil dan meruncing.
Gambar 13 Hijauan lahan gambut gajihan (Poaceae). c. Kawatan (Panicum SP)
Kawatan (Gambar 14) merupakan jenis rumput dengan bentuk batang bulat kecil, mempunyai batang berbaring dan menjalar, akar keluar dari buku-bukunya, daun berpelepah agak panjang dan runcing.
Gambar 14 Hijauan lahan gambut kawatan (Panicum SP). d. Kumpai (Dianella nemorosa Lam)
Hijauan kumpai (Gambar 15) mempunyai batang beruas, berbentuk bulat dan berongga, memiliki daun yang panjang. Tanaman ini banyak tumbuh di rawa,
(44)
sangat subur apabila musim hujan dan rawa tergenang yang ditandai dengan batangnya yang besar.
Gambar 15 Hijauan lahan gambut kumpai (Dianella nemorosa Lam). 3. Hijauan tergolong pohon
a. Jambuan (Eugenia sp)
Jambuan (Gambar 16) tergolong pohon dengan batang berkayu dengan ketinggian mencapai 2.5 m. Daun bertangkai dengan permukaan licin dan mengkilap, mempunyai aroma seperti buah jambu.
Gambar 16 Hijauan lahan gambut jambuan (Eugenia sp). b. Bakauan (Ficus hirta Vahl)
(45)
Hijauan bakauan (Gambar 17) termasuk jenis pohon dengan batang berkayu dengan ketinggian dapat mencapai 2.5 m, daun bertangkai. Permukaan daun berbulu dan kasar, mempunyai biji bulat berwarna hijau dan bila sudah tua berwarna kuning. Bakauan banyak terdapat pada tanah berbatu dan hidup di pinggir sepanjang sungai.
Gambar 17 Hijauan lahan gambut bakauan (Ficus hirta Vahl). c. Perupukan (Lophopetalum multinervium)
Hijauan perupukan (Gambar 18) tergolong pohon dengan batang berkayu yang memiliki ketinggian mencapai 5 m. Hijauan ini memiliki daun berwarna hijau dan mengkilap, mempunyai buah berwarna hijau kecil.
(46)
Gambar 18 Hijauan lahan gambut perupukan (Lophopetalum multinervium). d. Geronggang (Cratoxylon glaucum)
Hijauan geronggang (Gambar 19) termasuk pohon dengan ketinggian mencapai 3 meter, batang bergetah, daun berukuran kecil dengan ujung meruncing dan tepi daun merata. Batang geronggang sangat disukai oleh ternak kambing, dan hijauan ini banyak ditemukan mati dan mengering karena kulit batangnya dimakan oleh ternak
(47)
Hasil analisa nutrisi mineral beberapa vegetasi yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak dapat dilihat pada Tabel 6. Kandungan Ca untuk hijauan lahan gambut berkisar antara 0.32-2.85%. Hijauan lahan gambut mengandung mineral Ca yang normal, hal ini karena kadar Ca dalam tanah rendah dan kapasitas tukar kation tanah gambut juga rendah hal ini sesuai dengan pernyataan Hilakore (1997) bahwa pada tanah dengan KTK rendah dengan kadar mineral Ca yang rendah akan lebih banyak menyediakan unsur Ca bagi tanaman dibandingkan dengan tanah dengan mineral Ca tinggi dengan KTK yang tinggi. Sasendok mengandung kadar mineral Ca tertinggi dibandingkan hijauan yang lain, kandungan Ca hijauan lahan gambut sasendok ini lebih tinggi dari pada rumput gajah 0.63% (Kardaya 2000), rumput lapangan 0.45% (Rayburn 2006), rumput alfalfa 1.47 (Dahlin 2006). Tabel 6 Komposisi kimia hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah
Hijauan BK (%) Protein (%) Ca (%) P (%) Mg (%) Zn (ppm) Sasendok 20.54 9.12 2.85 0.18 0.76 12.99 Delingu 18.04 7.56 0.83 0.12 0.53 5.72 Pakis 15.92 10.98 1.10 0.11 1.06 11.12 Aseman 16.4 7.05 1.92 0.06 0.41 19.00 Gajihan 14.89 7.34 0.56 0.15 1.02 3.55 Kelakai 16.43 11.65 0.82 0.33 0.83 17.43 Gerongga ng 15.49 0.84 0.14 0.19 9.25
Bajakah 13 1.33 0.06 0.43 14.82
Jambuan 12.55 1.74 0.10 0.62 14.98
Bentisan 20.77 1.15 0.13 0.84 16.56 Perupukan 18.46 1.65 0.07 0.77 16.08 Karamunting 16.33 0.60 0.08 0.45 9.212
Lombokan 13.4 1.55 0.08 0.34 24.17
Kawatan 14.1 0.38 0.14 0.21 40.30
Kumpai 14.1 0.32 0.21 0.67 4.79
R. Gajah* 21.00 9.22 0.63 0.18 0.13 31 *) Kardaya (2000)
Kandungan posfor untuk hijauan lahan gambut berkisar antara 0.06-0.21%, kandungan posfor sasendok sama dengan kandungan rumput gajah 0.18%, namun kandungan posfor hijauan lahan gambut secara keseluruhan lebih rendah dari pada rumput lapangan 0.38%, dan alfalfa 0.24% (Dahlin 2006). Kandungan Mg hijauan
(48)
lahan gambut rata-rata 0.61%, nilai ini lebih tinggi dari rumput gajah yaitu 0.13% (Kardaya 2000). Kandungan Mg hijauan lahan gambut dalam taraf normal hal ini karena kandungan Mg dalam tanah dalam jumlah yang cukup, kandungan Mg hijauan lahan gambut dapat memenuhi kebutuhan ternak. Kandungan Zn hijauan lahan gambut berkisar antara 3. 55-40.30 ppm, rumput gajah 31 ppm.
Pons (2005) menyatakan bahwa hijauan dapat dijadikan sebagai pakan ternak apabila mengandung zat makanan yang dapat mencukupi kebutuhan ternak. Hijauan lahan gambut mengandung zat mineral yang rendah namun bila berbagai hijauan dicampur, ada kemungkinan terjadi suplementa cy effect satu dengan yang lainnya, sehingga defisiensi tidak terjadi.
Performan Kambing yang Diberi Hijauan Lahan Gambut yang Terpilih
Konsumsi Pakan
Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi hijauan segar maupun bahan kering dipengaruhi oleh perlakuan (P<0.05). Pada Tabel 7 diperlihatkan bahwa dari segi konsumsi hijauan segar, hijauan delingu, pakis, dan aseman menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap gajihan dan sasendok. Hal ini mungkin dise babkan oleh palatabilitas yang tinggi pada sasendok. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Herlinae (2003) bahwa kambing yang digembalakan di lahan gambut dan dibiarkan memilih makanannya ternyata hijauan yang paling tinggi palatabilitas adalah sasendok kemudian delingu. Menurut Arnold (1981), konsumsi pakan antara lain ditentukan oleh palatabilitas. Konsumsi pakan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas pakan, kebutuhan energi ternak, tingkat kecernaan pakan (Parakkasi 1995). Makin baik kualitas paka nnya, makin tinggi konsumsi pakan dari seekor ternak.
Tabel 7 Performan kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Hijauan
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Konsumsi Pakan ( g/hr)
(49)
Bahan Kering Kecernaan BK (%) Kecernaan BO (%) PBB (g/hari)
Efiesiensi Penggunaan Pakan
629.92b 68.34b 67.05c 90 0.14b 422.32a 46.60a 43.81a 50 0. 12b
354.22a 47.52a 47.05ab 60 0.18c 385.69a 56.84ab 57.00bc 30 0.08a 387.91a 54.34a 53.45ab 70 0. 18c
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
Konsumsi bahan kering tertinggi terdapat pada hijauan sasendok dan yang terendah pada pakis (Gambar 20). Hijauan sasendok memperlihatkan konsumsi bahan kering tertinggi disamping karena konsumsi bahan segarnya yang tinggi juga disebabkan oleh kandungan bahan kering yang tinggi dibandingkan hijauan lainnya . Pada penelitian ini konsumsi bahan kering hijauan lahan gambut, sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan adalah masing-masing 3.15, 2.11, 1.77, 1.93, dan 1.94% dari berat badan. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan Luginbuhl and Poore (2005) bahwa kambing mengkonsumsi bahan kering pakan 5-7% dari berat badan, 3.5-5.0% (Peterson 2005). Tapi serupa yang dilaporkan NRC (1995a) konsumsi bahan kering pada kambing kacang 2-3% dari berat badan.
629.92
422.31
354.22 385.69 387.91
0 100 200 300 400 500 600 700
Konsumsi Bahan Kering
(g/ekor/hari)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Hijauan Lahan Gambut
Gambar 20 Tingkat konsumsi bahan kering kambing ka cang.
Rendahnya konsumsi pada hijauan gajihan dan pakis mungkin disebabkan oleh rendahnya palatabilitas, namun gajihan menunjukkan efiesiensi pakan yang tinggi dibandingkan hijauan lain (lihat keterangan efisiensi pakan). Menurut Dewi
(50)
(2004) hijauan pakis mengandung serat kasar yang tinggi, bersifat bulky dalam saluran pencernaan, sehingga jumlah yang dikonsumsi menjadi lebih rendah.
Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik
Kecernaan bahan kering dari masing-masing hijauan disajikan pada Tabel 7. Dari uji sidik ragam menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh hijauan (P<0.05). Kecenderungan rendahnya koefesien cerna pada hijauan pakis mungkin disebabkan oleh konsumsi yang rendah, juga disebabkan oleh tingginya kandungan serat kasar yaitu 48.18%. Van soest (1982) menyatakan bahwa hijauan yang memiliki kandungan serat kasar yang rendah dianggap tinggi nilai nutrisinya dan dinyatakan pula kandungan serat kasar akan berbeda-beda komposisinya pada setiap spesies hijauan.
Dari uji sidik ragam menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik dipengaruhi oleh hijauan (P<0.05). Ini menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kandungan serat kasar, lignin, ADF dan zat antinutrisi. Kandungan serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan zat-zat makanan yang terdapat pada makanan yang dimakan tidak dapat diserap dengan baik dan dikeluarkan lagi melalui feses.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu cerminan kualitas pakan yang diberikan kepa da ternak. Pada ternak muda pertambahan bobot badan merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai. Kelebihan makanan yang berasal dari kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk meningkatkan bobot badan.
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan pertambahan bobot badan kambing dari semua hijauan berkisar antara 30–90 g/ekor/hari. Pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada kambing yang mendapat pakan sasendok yaitu 90 g/ekor/hari (Gambar 21). Hasil ini lebih besar dibandingkan yang dilaporkan Merkel et al. (1999) bahwa kambing yang mendapat pakan hanya hijauan dengan lama merumput 6.5 jam/hari memberikan pertambahan bobot badan 35.7 g/ekor/hari.
(51)
Pertambahan bobot badan secara keseluruhan sudah ideal kecuali hijauan aseman, hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2003) bahwa pertambahan bobot badan ideal kambing adalah 40-50 g/ekor/hari. Selanjutnya menurut NRC (1985a) bahwa kambing pada berat badan 20 kg pertambahan berat badan minimal 50 g/hari. Walaupun pemberian pakan hijauan lahan gambut seperti sasendok, delingu, pakis dan gajihan dapat menunjukkan pertambahan bobot badan melebihi yang dinyatakan NRC, namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan.
0 20 40 60 80 100
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan
Hijauan Lahan Gambut
Gambar 21 Pertambahan bobot badan kambing kacang yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut.
Efisiensi Penggunaan Pakan
Efisiensi penggunaan pakan adalah rasio antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan ternak dan jumlah konsumsi pakan. Pada Tabel 7 rataan efisiensi pakan terendah diperoleh pada hijauan aseman yaitu 0.08. Hal ini mungkin disebabkan oleh pe rtambahan bobot badan kambing yang mengkonsumsi hijauan aseman sangat rendah (paling rendah dari kelima hijauan yang diamati). Sedangkan rataan efisiensi penggunaan pakan yang paling tinggi pada hijauan gajihan yaitu 0.18, mungkin disebabkan oleh tingkat konsumsi bahan kering yang rendah dengan pertambahan bobot badan yang cukup baik.
Pada penelitian ini efisiensi penggunaan pakan pada kambing kacang yang diberi hijauan lahan gambut mencapai 0.18 (Gambar 22). Angka ini masih lebih tinggi dari pada efisiensi penggunaan pakan pada kambing angora (0.08), dan
(52)
kambing kasmir sebesar 0.126 (Jia et al. 1995). Selanjutnya menurut Simanihuruk (2005) efisiensi penggunaan pakan pada kambing kacang yang mengkonsumsi pakan pelet komplit adalah 0. 115– 0.144.
Menurut Herlinae (2003) kambing kacang yang digembalakan di lahan gambut Kalimantan Tengah efisiensi penggunaan pakan berkisar antara 0.289-0.707. Rendahnya efisiensi penggunaan pakan dalam penelitian ini karena pertambahan bobot badan yang rendah, hal ini mungkin karena hewan dikandangkan dengan hijauan yang ditentukan sehingga kambing tidak mendapat kebebasan memilih hijauan lahan gambut untuk dikonsumsi dan kebutuhan kambing untuk pertumbuhan belum mencukupi.
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2
Efesiensi Penggunaan Pakan
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan
Hijauan Lahan Gambut
Gambar 22 Efisiensi penggunaan pakan pada kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut.
Metabolisme Mineral pada Kambing Kacang
Kalsium (Ca)
Metabolisme kalsium pada kambing kacang yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Metabolisme mineral kalsium pada kambing kacang (g/ekor /hari) Hijauan Lahan Gambut
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Konsumsi 17.93d 3.54b 3.89b 7.40c 2.21a Ekskresi Melalui Feses 1.53b 0.73a 0.94a 1.77b 0.80a Absorbsi 16.40c 2.82a 2.96a 5.62b 1.41a Ekskresi Melalui Urine 0.16a 0.143a 0.21ab 0.29b 0.11a Retensi 16.25c 2.67a 2.75a 5.34b 1.29a
(53)
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
Konsumsi Kalsium
Dari uji sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi mineral kalsium sangat dipengaruhi oleh hijauan (P<0.01) (Tabel 8). Jumlah konsumsi mineral kalsium untuk hijauan sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan masing-masing adalah 17.93, 3.54, 3.89, 7.40, dan 2.21 g/ekor/hari (Gambar 23). Konsumsi mineral Ca pada penelitian ini melebihi kebutuhan kambing yang direkomendasikan oleh NRC (1985b) untuk kambing bobot badan 20 kg yaitu 1 g Ca per hari. Ransum atau hijauan pakan penelitian ini mengandung mineral Ca yang sangat tinggi yaitu berkisar 0.83-2.85% sedangkan rekomendasi NRC (1985b) bahwa kebutuhan kambing akan Ca adalah 0.20-0.80% dari bahan kering pakan.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Konsumsi Ca
(g/ekor/hari)
Sasendok Delingu Pakis AsemanGajihan
Hijauan Lahan Gambut
Gambar 23 Tingkat konsumsi kalsium hijauan lahan gambut pada kambing kacang. Kandungan kalsium dalam ransum sangat tinggi dibandingkan dengan posfor maka imbangan Ca:P sangat luas, imbangan Ca:P yang direkomendasi adalah 2:1. Umumnya ruminan lebih tahan terhadap nisbah Ca:P yang lebih luas dibanding monogastrik (Parakkasi 1995). Tetapi Ca:P yang terlampau lebar menurunkan penampilan hewan yang seda ng tumbuh. Kandungan P yang sangat tinggi dapat mengikat Ca menjadi bentuk yang sukar larut sehingga menghambat
(54)
absrobsi Ca dan P. Perbandingan Ca:P di atas 7:1 dapat menekan pertambahan bobot badan (Piliang 2004).
Ekskresi Kalsium
Hasil uji sidik ragam (Tabel 8) ekskresi kalsium melalui feses menunjukkan perbedaan yang nyata antar hijauan (P<0.05). Ekskresi mineral Ca melalui feses (Gambar 24) yang tertinggi pada hijauan gajihan yaitu mencapai 36% dan yang terendah pada hijauan sasendok yaitu 10%, hal ini menandakan penyerapan kalsium tertinggi terjadi pada kambing yang mengkonsumsi hijauan sasendok.
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Eksresi Melalui Feses (%)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan hijauan lahan Gambut
Gambar 24 Ekskresi mineral kalsium melalui feses kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah.
Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa ekskresi Ca melalui urine dipengaruhi oleh hijauan (P<0.05). Pada hijauan aseman yang paling tinggi pengeluaran Ca melalui urine namun secara persentase (dari jumlah konsumsi Ca) yang paling tinggi ekskresi melalui urine adalah kambing yang mengkonsumsi hijauan pakis (Gambar 25).
Ekskresi Ca sangat kecil melalui urine karena ginjal sangat efektif dalam melakukan proses penyerapan kembali dari kalsium tersebut. Ca yang diekskresi ini dapat berasal dari bahan makanan dan Ca endogenus. Kalsium bahan makanan merupakan kalsium yang tidak dapat diserap oleh tubuh dan kemungkinan berikatan dengan zat lain seperti oksalat atau fosfat membentuk senyawa kompleks yang sukar larut.
(55)
0 1 2 3 4 5 6
Ekskresi Kalsium Melalui
Urine (%)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Hijauan Lahan Gambut
Gambar 25 Ekskresi mineral kalsium melalui urine kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah.
Absorbsi Kalsium
Absorbsi Ca dalam tubuh ternak terjadi dalam usus halus yang berasal dari makanan. Kalsium masuk ke dalam tubuh akan diubah oleh cairan lambung menjadi kalsium klorida (CaCl2) yang akan terurai menjadi ion Ca dan kemudian
diserap di bagian proksimal dari duodenum. Pada Gambar 26 tingkat absorbsi mineral Ca mencapai 90% pada hijauan sasendok dan yang paling rendah pada gajihan yaitu 34.71%. Menurut Parakkasi (1995) penyerapan mineral Ca pada hewan ruminansia yang mengkonsumsi rumput mencapai 51% dan 49% (Haenlein 2006b) . Selanjutnya ia mengatakan bahwa penyerapan Ca lebih banyak pada hewan yang mengkonsumsi sedikit Ca dan sebaliknya penyerapan Ca akan menurun bila hewan mengkonsumsi banyak Ca dan hewan sedang defiesiensi vitamin D.
(56)
0 30 60 90 120
Absorbsi Ca (%)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Hijauan lahan gambut
Gambar 26 Tingkat absorbsi mineral kalsium hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah pada kambing kacang.
Neraca Kalsium
Retensi mineral kalsium pada kambing kacang dipengaruhi oleh hijauan lahan gambut (P<0.05) (Tabel 8). Retensi mineral Ca yang tertinggi terdapat paada hijauan sasendok yaitu mencapai lebih dari 90% (Gambar 27).
Homeostasis Ca diatur secara hormonal, bila Kadar Ca yang rendah dalam plasma darah, maka hormon paratiroid disekresi yang bertujuan untuk merangsang produksi cholecalciferol. Vitamin D tersebut merangsang produksi protein yang akan mengikat Ca dalam usus. Bersama -sama dengan hormon paratirod,
cholecalciferol tersebut meningkatkan reabsorbsi Ca dari tulang. Bila kadar Ca
meningkat, maka kalsitonin akan dibentuk dan produksi hormon paratiroid akan dihambat, dan dengan demikian penyerapan Ca dan resorpsi tulang akan diperlambat.
(57)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Retensi Ca (%)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Hijauan Lahan Gambut
Gambar 27 Tingkat retensi mineral kalsium hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah pada kambing kacang.
Menurut Piliang (2004) kekurangan konsumsi mineral Ca dapat menyebabkan terjadi resorpsi tulang sehingga dapat menyebabkan kerapuhan tulang apabila tingkat defiesiensi sangat besar. Namun apabila konsumsi mineral Ca sangat tinggi dapat menyebabkan penurunan pertambahan bobot badan, dapat menekan penggunaan protein, lemak, mineral posfor, magnesium, zat besi, seng, dan mangan. Dalam penelitian ini kelebihan konsumsi mineral Ca belum menunjukkan tanda -tanda keracunan, hal ini dapat kita lihat bahwa kambing yang mengkonsumsi hijauan sasendok menghas ilkan pertambahan bobot badan yang sangat tinggi yaitu 90 g/ekor/hari.
Posfor (P)
Metabolisme posfor pada kambing kacang yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 9.
(58)
Hijauan Lahan Gambut
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Konsumsi 1.55d 0.89bc 0.77b 0.58a 0.96c Ekskresi Melalui Feses 0.11 0.12 0.13 0.13 0.13 Absorbsi 1.45d 0.77bc 0.64b 0.45a 0.82c Ekskresi Melalui Urine 0.008 0.006 0.008 0.008 0.008 Retensi 1.44d 0.76bc 0.64b 0.43a 0.82c
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05)
Konsumsi Posfor
Dari uji sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi mineral posfor dipengaruhi oleh hijauan (P<0.05). Konsumsi posfor yang tertinggi terdapat pada hijauan sasendok dan yang terendah pada aseman (Tabel 9). Hal ini dikarenakan kandungan posfor hijauan sasendok paling tinggi dibandingkan dengan hijauan lain, dan juga karena konsumsi hijauan sasendok yang paling tinggi.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
Konsumsi Posfor
(g/ekor/hari)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan
Hijauan Lahan Gambut
Gambar 28 Tingkat konsumsi mineral posfor pada kambing yang diberi hijauan lahan gambut.
Konsumsi mineral posfor selama penelitian adalah 1.55, 0. 89, 0. 77, 0.58, dan 0. 96 g/ekor/hari masing-masing untuk sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan (Gambar 28). Jumlah konsumsi posfor untuk kambing yang direkomendasikan oleh NRC (1985b) adalah 0.7 g/ekor/hari. Jumlah konsumsi mineral posfor terpenuhi untuk kebutuhan kambing pada hijauan lahan gambut kecuali hijauan aseman. Hijauan lahan gambut mengandung mineral posfor
(59)
0.06-0.18% BK. NRC (1985a) menyatakan kebutuhan mineral posfor pada kambing adalah 0. 16-0.36% BK.
0 5 10 15 20 25
Ekskresi P melalui Feses (%)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Hijauan Lahan Gambut
Gambar 29 Ekskresi mineral posfor melalui feses kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah.
Ekskresi Posfor
Dari uji sidik ragam menunjukkan bahwa ekskresi mineral P melalui feses dan melalui urine tidak dipengaruhi oleh hijauan (Tabel 9). Jumlah ekskresi mineral P melalui feses sangat tinggi terjadi pada kambing yang mengkonsumsi hijauan aseman yaitu mencapai 25% (Gambar 29). Hal ini menandakan bahwa jumlah absorbsi mineral P pada hijauan aseman sangat rendah.
(60)
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Ekskresi P melalui Urine (%)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Hijauan Lahan Gambut
Gambar 30 Ekskresi mineral posfor melalui urine kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah.
Absorbsi Posfor
Dalam penelitian ini jumlah konsumsi mineral posfor sangat rendah namun tingkat absorbsi mineral posfor pada kambing mencapai 90% untuk hijauan sasendok dan yang terendah pada hijauan aseman yaitu 80% (Gambar 31). Menurut Parakassi (1995) bahwa absorbsi mineral P pada ternak ruminansia sekitar 85%, 65% Haenlein (2006b). Rendahnya penyerapan posfor dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena ketersedian mineral posfor hijauan yang rendah, juga disebabkan oleh tingginya kandungan Ca dalam hijauan (Huber et al. 2002). Selanjutnya ia mengatakan bahwa interaksi dengan mineral lain juga memepengaruhi penyerapan mineral P, seperti tingginya kandungan Fe, Al dan Mg dalam ransum akan mengganggu absorbsi P dengan jalan membentuk senyawa posfat yang tak larut.
(61)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Absorbsi P (%)
Sasendok Delingu Pakis Aseman Gajihan Hijauan Lahan Gambut
Gambar 31 Tingkat absorbsi mineral posfor hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah pada kambing kacang.
Neraca Posfor
Dari uji sidik ragam menunjukkan bahwa retensi mineral P dipengaruhi oleh hijauan (P<0.01). Retensi mineral posfor terda pat pada kambing yang mengkonsumsi hijauan sasendok yaitu 90%. Hal ini menandakan pemanfaatan mineral posfor hijauan lahan gambut sangat efesien.
Berbeda dengan Ca dimana terdapat pengaturan dalam metabolisme absorbsi, maka pengaturan status posfor dalam tubuh diatur oleh mekanisme ekskresi melalui urine. Jumlah posfor yang diekskresi melalui feses yaitu posfor yang tidak diabsorbsi dan endogenus relatif sedikit. Vitamin D dan hormon paratiroid (Parthyroid Hormon, PTH) mempengaruhi kecepatan reabsorbsi posfor dari ginjal, sedangkan PTH meningkatkan ekskresi posfor melalui urine.
Kekurangan mineral posfor ditandai dengan turunnya pertumbuhan, nafsu makan aneh yaitu mengkonsumsi segala benda seperti kayu, tanah (pica), berpengaruh pada reproduksi antar lain tidak ada estrus, tingkat konsepsi yang rendah, menurun produksi air susu (Parakkasi 1995). Selanjutnya Haenlein (2006b) menambahkan bahwa kekurangan mineral P pada kambing dapat menyebabkan terjadi abortus 15% dibandingkan kambing yang cukup mengkonsumsi mineral P dan kematian bayi meningkat 50%.
(1)
Lampiran 13 Ekskresi mineral Ca melalui urine kambing kacang (gr/e/hr)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 0.09 0.02 3.46* 3.26 5.41
Periode 4 0.05 0.01 1.89
Ternak 4 0.07 0.02 2.76
Sisa 12 0.08 0.007
total 24 0.31
Sy = = 0.037
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.109293 0.114907 0.117902 0.120522
Gajihan Delingu Sasendok Pakis Aseman
Lampiran 14 Retensi mineral Ca pada kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F,05 F,01
Perlakuan 4 743.123 185.78 124.204 3.26 5.41
Periode 4 12.43 3.107 2.077
Ternak 4 13.68 3.42 2.286
Sisa 12 17.949 1.495
total 24 787.186
Sy =
= 0.546
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 1.597 1.679 1.72 1.76
Gajihan Delingu Pakis Aseman Sasendok
Lampiran 15 Konsumsi Mineral Posfor (gr/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 2.67 0.67 74.99** 3.26 5.41
Periode 4 0.01 0.003 0.36
Ternak 4 0.05 0.01 1.462
Sisa 12 0.11 0.008
total 24 2.84
r KTS
r KTS
(2)
Sy =
= 0.042
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.12322 0.12955 0.132926 0.13588
Aseman Pakis Delingu Gajihan Sasendok
Lampiran 16 Eksresi mineral P melalui feses kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F..05 F.01
Perlakuan 4 0.002502 0.000625 0.95 3.26 5.41 Periode 4 0.013731 0.003433 5.26
Ternak 4 0.017247 0.004312 6.61 Sisa 12 0.007824 0.000652
total 24 0.041303
Lampiran 17 Absorbsi mineral P pada kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 2.82 0.71 70.31** 3.26 5.41
Periode 4 0.05 0.012 1.16
Ternak 4 0.08 0.02 2.15
Sisa 12 0.12 0.01
total 24 3.08
Sy =
= 0.044
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.130912 0.1376371 0.141224 0.144362
Aseman Pakis Delingu Gajihan Sasendok
Lampiran 18 Ekskresi mineral P melalui urine kambing kacang (gram/ekor/hari)
r KTS
r KTS
(3)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 1.26 3.16 0.09 3.26 5.41
Periode 4 0.0002 5.126 1.49
Ternak 4 0.00019 4.74 1.38
Sisa 12 0.00041 3.42
total 24 0.00082
Lampiran 19 Retensi mineral P pada kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F,05 F,01
Perlakuan 4 2.821049 0.705262 71.90444 3.26 5.41 Periode 4 0.051255 0.012814 1.306412
Ternak 4 0.086423 0.021606 2.202795
Sisa 12 0.1177 0.009808
total 24 3.076427
Sy = = 0.044
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22 pr 0.129329 0.135972 0.139516 0.142616
Aseman Pakis Delingu Gajihan Sasendok
Lampiran 20 Konsumsi Mineral Magnesium (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 32.95 8.24 30.05** 3.26 5.41
Periode 4 1.35 0.34 1.24
Ternak 4 3.51 0.87 3.198
Sisa 12 3.29 0.27
total 24 41.09
Sy =
= 0.23
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.68366 0.71878 0.73751 0.753899
Aseman Delingu Pakis Gajihan Sasendok
Lampiran 21 Eksresi mineral Mg melalui feses kambing kacang (gr/e/hr)
r KTS
r KTS
(4)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 0.14 0.034 4.37 3.26 5.41
Periode 4 0.15 0.037 4.82
Ternak 4 0.14 0.035 4.57
Sisa 12 0.09 0.007
total 24 0.52
Sy =
= 0.039
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.115 0.121 0.124 0.1269
Delingu Aseman Gajihan Sasendok Pakis
Lampiran 22 Absorbsi mineral Mg pada kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 30.23 7.55 31.94** 3.26 5.41
Periode 4 2.28 0.56 2.41
Ternak 4 3.77 0.94 3.98
Sisa 12 2.84 0.247
total 24 39.12
Sy =
= 0.217
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.635161 0.667789 0.685191 0.700417
Aseman Delingu Pakis Gajihan Sasendok
r KTS
r KTS
(5)
Lampiran 23 Ekskresi mineral Mg melalui urine kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 1.566 0.38 1.89 3.26 5.41
Periode 4 2.35 0.59 2.86
Ternak 4 2.77 0.69 3.36
Sisa 12 2.47 0.206
total 24 9.16
Lampiran 24 Retensi mineral Mg pada kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F,05 F,01
Perlakuan 4 36.6618 9.16545 16.6548** 3.26 5.41 Periode 4 8.859765 2.214941 4.024834
Ternak 4 7.56039 1.890097 3.434551 Sisa 12 6.603824 0.550319
total 24 59.68578
Sy = = 0.33
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.968735 1.018499 1.045039 1.068263
Aseman Delingu Pakis Gajihan Sasendok
Lampiran 25 Konsumsi Mineral Seng (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 0.00023 5.80 2.65 3.26 5.41
Periode 4 7.024 1.75 0.80
Ternak 4 5.16 1.29 0.589
Sisa 12 0.00026 2.19
total 24 0.00062
Lampiran 26 Eksresi mineral Zn melalui feses kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 1.22 3.05 6.69** 3.26 5.41
Periode 4 5.75 1.44 3.14
Ternak 4 1.21 3.03 6.63
Sisa 12 5.48 4.57
total 24 3.56
Sy = = 0.000095
r KTS
r KTS
(6)
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22
pr 0.0002791 0.000293446 0.000301 0.000308
Pakis Sasendok Gajihan Delingu Aseman
Lampiran 27 Absorbsi mineral Zn pada kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 0.000243 6.09 2.855 3.26 5.41
Periode 4 7.31 1.83 0.85
Ternak 4 5.35 1.34 0.63
Sisa 12 0.00026 2.14
total 24 0.00063
Lampiran 28 Ekskresi mineral Zn melalui urine kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F.05 F.01
Perlakuan 4 1.061 2.653 14.5** 3.26 5.41
Periode 4 4.015 1.004 5.45
Ternak 4 3.705 9.264 5.066
Sisa 12 2.194 1.829
total 24 2.053 w 0.00025
Sy =
= 0.000060
P 2 3 4 5
qx, (p, 24) 2.92 3.07 3.15 3.22 pr 0.00017658 0.00018565 0.0001905 0.000195 Gajihan Pakis Sasendok Aseman Delingu
Lampiran 29 Retensi mineral Zn pada kambing kacang (gram/ekor/hari)
SK db JK KT F F,05 F,01
Perlakuan 4 0.0002533 0.000063 2.957191 3.26 5.41 Periode 4 0.00069 0.0000175 0.815395
Ternak 4 0.000049 0.0000124 0.579712 Sisa 12 0.000257 0.0000214
total 24 0.0006299
r KTS