Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea mays L.) dari Penanaman Hidroponik
EVALUASI PRODUKSI DAN KUALITAS NUTRISI HIJAUAN
JAGUNG (Zea mays L.) DARI PENANAMAN HIDROPONIK
DARA MELISA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi
Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea mays L.) dari Penanaman
Hidroponik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari kaya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Dara Melisa
NIM D24090091
ABSTRAK
DARA MELISA. Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea
mays L.) dari Penanaman Hidroponik. Dibimbing oleh IDAT GALIH PERMANA
dan DESPAL.
Hijauan hidroponik merupakan tanaman yang memiliki potensi sebagai
pakan ternak dengan pertumbuhan yang cepat dan dapat ditanam sepanjang tahun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produksi dan kualitas nutrisi
hijauan jagung (Zea mays) dari penanaman sistem hidroponik. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri atas 2 faktor
dengan 3 perlakuan. Faktor 1 yaitu kepadatan benih dan faktor 2 yaitu larutan
nutrisi. Kepadatan benih meliputi kepadatan D1 (3.0 kg m-2), kepadatan D2 (3.5
kg m-2), kepadatan D3 (4.0 kg m-2) dan faktor larutan nutrisi meliputi larutan
nutrisi B1 (Bioslurry 0% + nutrisi komersial 100%), larutan nutrisi B2 (Bioslurry
25% + nutrisi komersial 75%), larutan nutrisi B3 (Bioslurry 50% + nutrisi
komersial 50%). Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak signifikan pada
kandungan nutrisi, VFA dan NH3 hijauan jagung (Zea mays L.) hidroponik,
sedangkan perlakuan signifikan pada Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO). Hasil lain menunjukan bahwa
perlakuan kepadatan benih 3.5 kg m-2 dan penambahan 75% nutrisi dengan 25%
bioslurry memberikan hasil yang baik untuk produksi hijauan jagung hidroponik.
Kata kunci: bioslurry, hidroponik, jagung, kepadatan
ABSTRACT
DARA MELISA. Evaluation of Production and Nutritional Quality Corn (Zea
mays L.) Forage of Hydroponics Cultivation. Supervised by IDAT GALIH
PERMANA dan DESPAL.
Hydroponic forage have a opportunity become as feed with fast growing
and grow throughout the year. This research was conducted to evaluate production
and nutrition quality of corn (Zea mays L.) forage from hydroponic cultivation. It
used randomized block factorial design with 2 factors and 3 treatments. The first
factor was seed density and the second factor was nutrient solution. Seed density
were D1 (3.0 kg m-2), density D2 (3.5 kg m-2), density D3 (4.0 kg m-2) and
nutrient solution factor include of nutrient solution B1 (Bioslurry 0% +
commercial solution 100%), nutrient solution B2 (Bioslurry 25% + commercial
solution 75%), nutrient solution B3 (Bioslurry 50% + commercial solution 50%).
The result showed that treatments were not significant in nutrient content, VFA
and NH3 of corn hydroponic forage, and it gave a significant result to Dry Matter
in Vitro Digestibility (DMIVD) and Organic Matter in Vitro Digestibility
(OMIVD). The other result showed that treatment of seed density 3.5 kg m-2 and
substitution of 75% commercial solution with 25% bioslurry gave the best result
for corn hydropinic forage production.
Keywords: bioslurry, corn, density, hydroponics
EVALUASI PRODUKSI DAN KUALITAS NUTRISI HIJAUAN
JAGUNG (Zea mays L.) DARI PENANAMAN HIDROPONIK
DARA MELISA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea mays
L.) dari Penanaman Hidroponik
Nama
: Dara Melisa
NIM
: D24090091
Disetujui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MSc.Agr
Pembimbing I
Dr Despal, SPt.MSc.Agr
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
Judul Skripsi : Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea mays
L.) dari Penanaman Hidroponik
: Oara Melisa
Nama
: 024090091
NIM
Oisetujui oleh
h ermana, MSc.Agr
Pembimbing I
Tanggal Lulus: (
2 9 JAN 2014
espal, SPt.MSc.Agr
Pembimbing II
)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
hijauan hidroponik, dengan judul Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan
Jagung (Zea mays L.) dari Penanaman Hidroponik.
Hijauan hidroponik merupakan tanaman hasil budidaya menggunakan
teknologi tanam tanpa media tanah yang dapat diproduksi sepanjang tahun untuk
memenuhi kebutuhan hijauan pakan pada ternak ruminansia. Keunggulan dari
hijauan hidroponik adalah waktu panen yang singkat, hama penyakit dapat
dikendalikan, tidak membutuhkan lahan yang luas, dan tidak membutuhkan
tenaga lebih untuk menyiapkan media. Oleh karena itu, diupayakan adanya teknik
penanaman hidroponik untuk hijauan pakan dalam skala besar/industri.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan yang berguna bagi
pembaca dan dunia peternakan. Terima kasih.
Bogor, Januari 2014
Dara Melisa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Bahan
Alat
Lokasi dan waktu
Prosedur
Pra Penelitian (Prelim)
Penanaman hijauan pakan hidroponik
Analisa Laboratorium
Peubah yang Diamati
Perlakuan
Rancangan Percobaan
Analisis Data
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Penelitian (Prelim)
Produktivitas Tanaman
Kandungan Nutrisi
Kecernaan dan Fermentabilitas
4
4
5
7
10
SIMPULAN DAN SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
22
UCAPAN TERIMA KASIH
22
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kandungan nutrien biji jagung (%BK)
3
Rataan tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik hari ke-8
5
Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam satuan g tray-1 6
Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam satuan g 100
biji-1
6
Rataan produksi berat kering (g) hijauan jagung hidroponik
7
Rataan hasil proksimat kadar air hijauan jagung hidroponik
7
Rataan hasil proksimat kadar abu hijauan jagung hidroponik
8
Rataan hasil proksimat protein kasar hijauan jagung hidroponik
8
Rataan hasil proksimat serat kasar hijauan jagung hidroponik
9
Rataan hasil proksimat lemak kasar hijauan jagung hidroponik
9
Rataan hasil proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
10
Rataan Kecernaan Bahan Kering (KCBK) hijauan jagung hidroponik
11
Rataan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) hijauan jagung hidroponik
11
Rataan konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) hijauan jagung hidroponik
12
Rataan konsentrasi Amonia NH3 hijauan jagung hidroponik
12
DAFTAR GAMBAR
1
Tanaman hijauan jagung hidroponik
5
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 1
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 2
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 3
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 4
Analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik pada hari
ke-8
Analisis sidik ragam produksi berat segar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi berat segar (g 100 biji-1) hijauan
jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi kadar air hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi abu hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi protein kasar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi serat kasar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi lemak kasar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) hijauan
jagung hidroponik
Analisis sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) hijauan
jagung hidroponik
Analisis sidik ragam volatile fatty acid (VFA) hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam amonia (NH3) hijauan jagung hidroponik
Gambar penanaman hijauan jagung hidroponik
15
15
15
15
16
16
16
17
17
17
18
18
18
19
19
19
20
20
20
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan
populasi penduduk dan perkembangan kebutuhan akan fasilitas bangunan yang
sangat pesat dari tahun ke tahun terutama di wilayah sentra sapi perah.
Dampaknya, lahan penanaman untuk hijauan pakan ternak menjadi sempit,
sedangkan hijauan merupakan sumber pakan utama yang dibutuhkan oleh ternak
sapi perah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi
(Sofyan 2010). Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan tersebut
adalah melalui teknik hidroponik.
Hidroponik adalah budidaya tanaman pada media tanam selain tanah dan
menggunakan campuran nutrisi esensial yang dilarutkan di dalam air (Sudarmodjo
2008). Pemanfaatan teknik hidroponik untuk penanaman hijauan pakan
diharapkan dapat mengatasi keterbatasan produksi hijauan sebagai pakan sapi
perah dan dapat mengatasi kekurangan kandungan nutrisi pada pakan terutama
vitamin esensial yang sangat dibutuhkan sapi perah. Hijauan pakan yang
diproduksi dengan teknik hidroponik memiliki kandungan tinggi protein dan
energi metabolisme yang sangat mudah dicerna oleh hewan (Cader 2002).
Jagung tergolong dalam tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik
pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi (Goldsworthy dan Fisher 1980).
Penggunaan biji jagung dengan penanaman teknik hidroponik memiliki
keunggulan seperti waktu pertumbuhan yang cepat dan kandungan nutrisinya
yang cukup.
Pertumbuhan tanaman yang optimal akan diperoleh hasil dan bobot
biomassa jagung yang tinggi. Kerapatan benih pada teknik budidaya hidroponik
dapat mempengaruhi perkembangan vegetatif dan hasil panen. Menurut
Mayadewi (2007) bahwa kerapatan tanaman yang optimum untuk memperoleh
hasil yang maksimum sangat dibutuhkan. Hal ini berhubungan dengan kompetisi
tanaman untuk mendapatkan unsur hara, air serta efisiensi dalam penggunaan
cahaya matahari (Gonggo et al. 2003). Penanaman melalui hidroponik ini dapat
menghindari kompetisi hijauan dalam mendapatkan nutrien.
Pengolahan biogas berbahan campuran kotoran ternak dan air menghasilkan
produk sisa yaitu bioslurry. Bioslurry yang dihasilkan memiliki kandungan
nitrogen efektif yang dapat menyerap kedalam tanaman. Kadar nitrogen yang
efektif itulah yang dimanfaatkan untuk penyiraman budidaya hijauan jagung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produksi dan kualitas nutrisi
hijauan jagung dari penanaman hidroponik.
METODE PENELITIAN
Bahan
Penelitian ini menggunakan bahan yaitu biji jagung, larutan nutrisi
komersial (AB Mix), air, dan limbah cair biogas (bioslurry).
2
Alat
Peralatan yang digunakan antara lain rak, tray/nampan, sprayer kapasitas 2
L, gelas ukur 2 L, ember, wadah saringan, penggaris, termometer (pengukur suhu
ruangan dan cairan), dan alat tulis.
Lokasi dan Waktu
Pra penelitian dilakukan di Green House University Farm (UF) IPB dan
Demo Farm KPSBU, Lembang dan untuk penelitian dilakukan di Green House
UF IPB, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, dan Laboratorium Teknologi
Pengolahan Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan,
mulai bulan Februari hingga Juni 2013.
Prosedur
Pra Penelitian (Prelim)
Pra penelitian hijauan hidroponik dilakukan sebanyak empat kali dengan
tujuan mengetahui kepadatan yang optimum, cara penyiraman yang baik, dan
persentase larutan nutrisi yang optimum. Pengamatan meliputi pertumbuhan dan
produksi biomassa.
Penanaman hijauan pakan hidroponik
Seleksi benih jagung dilakukan dengan proses pencucian untuk membuang
biji yang mengambang. Selanjutnya, dilakukan perendaman selama 24 jam,
kemudian disiapkan untuk penumbuhan kecambah pada nampan. Setiap 1-2 jam
sekali, larutan nutrisi disemprotkan dipermukaan benih hingga benih itu basah
atau cukup terjaga kelembabannya. Perlakuan ini dilakukan selama 8 hari (sampai
waktu panen yang diharapkan).
Analisis Laboratorium
1.
Analisis Proksimat
Hijauan jagung yang telah dipanen dikeringkan dibawah sinar matahari,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 48 jam. Hijauan jagung
yang sudah kering kemudian digiling. Sebanyak 50 g dari sampel hasil gilingan
dipisahkan untuk analisis proksimat yang meliputi kadar air (KA), abu, protein
kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), dan Bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN). Komposisi nutrien jagung disajikan pada Tabel 1.
3
Tabel 1 Kandungan nutrien biji jagung (%BK)
Komposisi kimia
Hasil analisis*
Literatur**
Bahan kering
89.97
86
Abu
1.65
1.9
Protein kasar
10.69
7.9
Serat kasar
1.29
2.61
Lemak kasar
3.11
6.9
BETN
83.25
80.8
*Dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor (2013);
** Hartadi et al. (1993)
Analisis in Vitro
Sampel hijauan dianalisis secara in vitro yang meliputi Koefisien Cerna
Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) berdasarkan
metode Tilley dan Terry (1969), produksi VFA, dan konsentrasi NH3 berdasarkan
metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures 1966).
2.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati antara lain produktivitas tanaman (tinggi tanaman,
berat segar, dan berat kering), kandungan nutrisi (KA, Abu, PK, LK, SK, BETN),
kecernaan dan fermentabilitas (KCBK, KCBO, VFA dan NH3).
Perlakuan
Perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu faktor kepadatan bahan dan faktor
larutan nutrisi. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Faktor kepadatan:
D1 = kepadatan 3.0 kg m-2
D2 = kepadatan 3.5 kg m-2
D3 = kepadatan 4.0 kg m-2
Faktor larutan nutrisi: B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial
B2 = 25% larutan bioslurry + 75% larutan komersial
B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola
faktorial 3x3 dengan 3 kelompok. Pengelompokkan berdasarkan susunan rak
(atas, tengah dan bawah). Model matematik dari rancangan yang digunakan:
Xijk = µ + αi + βj + αβ(ij) + ρk + εijk
Keterangan:
Xijk
= respon dari Faktor A ke-i, Faktor B ke-j, Kelompok ke-k.
µ
= rataan umum
αi
= efek utama Faktor A ke-i
βj
= efek utama Faktor B ke-j
αβ(ij) = efek interaksi Faktor A ke-i dengan Faktor B ke-j
ρk
= efek blok ke-k
εijk
= galat Faktor A ke-i, Faktor B ke-j, ulangan ke-k
4
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of
Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan (Duncan’s new
multiple range test/DMRT) dengan bantuan personal komputer Statistical Product
and Service Solutions (SPSS) versi 16 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Penelitian (Prelim)
Hijauan jagung (Zea mays L.) hidroponik merupakan pakan dengan sistem
penanaman baru yang belum dikembangkan secara baik di Indonesia, maka
dilakukanlah prelim sebelum penelitian untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Prelim yang dilakukan bertahap hingga 4 kali. Prelim pertama untuk mengetahui
kepadatan benih sampai tumbuh menjadi hijauan yang optimum dan cara
penyiraman yang baik. Prelim kedua dan ketiga dilakukan untuk mengetahui
persentase bioslurry yang optimum sebagai media hidroponik. Prelim keempat
dilakukan untuk diaplikasikan ke peternakan sapi perah di Demo Farm KPSBU,
Lembang.
Produksi biomassa hijauan pada masing-masing prelim cukup beragam.
Prelim pertama, kedua dan ketiga yang dilakukan di Green House UF IPB
menghasilkan hijauan segar yang cukup baik dibandingkan produksi hijauan segar
yang dihasilkan dari penanaman yang dilakukan di Demo Farm KPSBU,
Lembang. Jumlah biji jagung yang ditanam pada prelim yang dilakukan di Green
House UF IPB berkisar 3.0 kg m-2 sampai 5.0 kg m-2 dan menghasilkan berat
segar 2 – 3 kali lipat dari 3.0 kg m-2 sampai 5.0 kg m-2 biji jagung, sedangkan
jumlah biji jagung yang ditanam di Demo Farm KPSBU Lembang sebanyak 3.5
kg m-2 dan menghasilkan berat segar 1- 2 kali lipatnya.
Berat segar hijauan jagung yang berbeda tersebut dapat disebabkan oleh
faktor lingkungan yang berbeda, terutama perbedaan suhu, kelembaban, dan
cahaya matahari. Pertumbuhan dan produksi optimum tanaman jagung di
Indonesia terdapat pada dataran rendah sampai ketinggian 750 m dpl. Suhu udara
rata-rata selama percobaan berkisar 27 oC sampai 35oC merupakan suhu optimum
untuk pertumbuhan tanaman jagung. Hal ini didukung oleh Rukmana (1997)
bahwa suhu udara ideal untuk perkecambahan dan pertumbuhan benih berkisar 23
sampai 32oC. Warisno (1998) meyatakan bahwa suhu dibawah 12.8oC akan
mengganggu perkembangan kecambahan sehingga dapat menurunkan hasil,
sedangkan pada suhu 40 sampai 44oC dapat merusak embrio jagung.
Umumnya tanaman jagung tidak tahan naungan (Warisno 1998), maka
pengamatan tanaman hijauan hidroponik dilakukan dalam green house beratap
kaca. Tanaman jagung membutuhkan penyinaran matahari penuh sehingga
diperlukan tempat terbuka untuk penanamannya (Rukmana 1997).
5
Produktivitas Tanaman
Tinggi Tanaman
Perkembangan tinggi tanaman berlangsung dalam tiga fase mulai dari awal
penanaman dengan pertumbuhan lambat, cepat, dan lambat lagi sebelum akhirnya
pertambahan tinggi berhenti (Usman 2010). Rataan tinggi tanaman disajikan pada
Tabel 2. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan tidak memberikan
pengaruh tetapi larutan nutrisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p <
0.05) terhadap tinggi tanaman.
Tanaman menunjukan pertumbuhan yang baik dengan pemberian nutrisi
yang tepat dan sesuai dosis. Terlihat jelas pada Tabel 2 bahwa perlakuan
penggunaan bioslurry 25% menghasilkan pertumbuhan yang sama dengan larutan
komersial, namun penggunaan 50% bioslurry menyebabkan penurunan
pertumbuhan. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya endapan pada bioslurry
sehingga tunas yang akan tumbuh tertutup oleh endapan tersebut.
Tabel 2 Rataan tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik hari ke-8
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Tinggi (cm)
D1
28.37 ± 6.40
29.13 ± 6.76
19.60 ± 6.26
25.72 ± 7.26
D2
28.80 ± 4.69
24.90 ± 5.07
25.50 ± 5.07
26.40 ± 4.65
D3
30.13 ± 5.09
25.70 ± 4.66
21.37 ± 1.93
25.73 ± 5.22
Rataan ± SD 29.10 ± 0.92a 26.60 ± 2.29a 22.16 ± 3.03b
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
a)
b)
c)
d)
Gambar 1 Tanaman hijauan jagung hidroponik
Keterangan: a) umur hari ke-3, b) umur hari ke-4,
c) umur hari ke-6, d) umur hari ke-8.
Berat Segar
Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik disajikan pada Tabel
3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan dan larutan nutrisi
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05) terhadap produksi hijauan
jagung hidroponik.
6
Penggunaan bioslurry 25% menghasilkan produksi yang sama dengan
larutan komersial, namun peningkatan bioslurry sampai 50% menurunkan berat
segar. Kepadatan diatas 3.5 kg m-2 dapat meningkatkan berat segar, sedangkan
kepadatan dibawah 3.0 kg m-2 menurunkan bahan segar. Penelitian ini
menghasilkan produksi biomassa dengan rataan 7.154 kg dari biji yang ditanam
sebanyak 3.0 kg m-2 atau baru mencapai 2 kali lipatnya. Hasil ini berbeda dengan
penelitian Sneath dan McIntosh (2003) bahwa biji-bijian yang ditanam seberat 1
kg akan menghasilkan hijauan seberat 6 sampai 10 kg hijauan segar.
Tabel 3 Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam satuan g
tray-1
D1
674.00 ± 140.87bc
Larutan nutrisi
B2
B3
Berat segar (g tray-1)
862.33 ± 127.25ab
610.00 ± 143.72bc
D2
923.67 ± 81.13ab
929.33 ± 159.00ab
712 ± 251.17bc
855.00 ± 187.74
D3
Rataan ± SD
1055.67 ± 113.17a
884.44 ± 193.83
912.33 ± 86.03ab
901.33 ± 34.83
830.33 ± 39.40abc
717.44 ± 110.27
932.78 ± 123.27
Kepadatan
B1
Rataan ± SD
715.44 ± 164.55
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Kedua faktor tersebut saling berinteraksi terhadap berat segar. Interaksi
kepadatan D1 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2. Interaksi kepadatan
D2 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B1 dan B2. Interaksi kepadatan
D3 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B1. Hasil ini berbeda dengan berat
segar yang di konversi dalam kg-1 biji yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam kg-1 biji
Larutan nutrisi
Kepadatan
B1
B2
B3
Rataan ± SD
Berat segar (kg-1 biji)
D1
2246.67 ± 46.96ab
2874.44 ± 42.42a
2033.33 ± 47.91b
2384.81 ± 548.51
D2
2639.05 ± 23.18ab
2655.24 ± 45.43ab
2034.28 ± 71.76b
2442.85 ± 536.46
D3
2639.17 ± 28.29ab
2280.83 ± 21.51ab
2075.83 ± 9.85ab
2331.94 ± 308.17
Rataan ± SD
2508.29 ± 226.57
2603.51 ± 300.17
2047.82 ± 24.27
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Bahan Kering
Rataan produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik disajikan pada
Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (p < 0.05), sedangkan larutan nutrisi tidak memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap bahan kering hijauan jagung hidroponik.
Saat pemanenan biomassa hijauan diketahui bahwa pada kepadatan D3
masih terdapat benih utuh yang tidak tumbuh baik. Hal ini mempengaruhi
7
produksi bahan kering. Diketahui bahwa bahan kering biji jagung cukup tinggi
89.97%, maka produksi bahan kering pun tetap tinggi yang dikarenakan masih
terdapatnya benih utuh tersebut.
Tabel 5 Rataan produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik
Kepadatan
Larutan nutrisi
Rataan ± SD
B1
B2
B3
BK (g)
D1
198.98 ± 9.54 199.11 ± 0.73 195.29 ± 8.34 197.79 ± 6.62b
D2
227.19 ± 8.39 215.13
± 212.35
± 218.22 ± 14.78ab
18.70
16.10
D3
265.45 ± 5.66 256.30
± 273.38
± 265.04 ± 11.63a
11.37
12.68
Rataan ± 230.54
± 223.51
± 227.01
±
SD
33.36
29.50
41.06
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Kandungan Nutrisi
Kadar Air
Rataan kadar air hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pada
faktor larutan nutrisi berpengaruh nyata (p < 0.05) terhadap kadar air hijauan,
tetapi pada faktor kepadatan tidak berpengaruh terhadap kadar air.
Tabel 6 Rataan hasil proksimat kadar air hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Kadar air (%)
D1
74.94 ± 0.32
70.11 ± 0.33
69.81 ± 0.18
71.62 ± 2.50
D2
75.45 ± 0.20
69.80 ± 0.41
69.89 ± 0.26
71.72 ± 2.82
D3
74.70 ± 0.51
70.00 ± 0.22
70.15 ± 0.19
71.62 ± 2.33
Rataan ± SD
75.03 ± 0.38a 69.97 ± 0.16b 69.95 ± 0.18b
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun dapat menyebabkan
meningkatnya kadar air. Perlakuan pada faktor larutan nutrisi menunjukan bahwa
penambahan bioslurry pada larutan nutrisi dapat menurunkan kadar air.
Rendahnya kadar air pada hijauan dapat pula menunjukan bahwa biomassa
tanaman menghasilkan berat kering hijauan yang tinggi.
8
Abu
Rataan kandungan abu hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 7. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan kepadatan yang diberikan berpengaruh nyata (p < 0.05) terhadap abu.
Hal ini menunjukan bahwa kandungan abu meningkat bila kepadatan tinggi.
Kadar abu adalah jumlah kandungan mineral yang tersisa dari proses
pengabuan suatu tanaman (Hartadi et al. 1993). Nilai kadar abu dapat menentukan
kualitas dari suatu hijauan karena besarnya kandungan mineral hijauan terlihat
dari besarnya nilai kadar abu dari proses pengabuan.
Tabel 7 Rataan hasil proksimat kadar abu hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Abu (%BK)
D1
7.93 ± 2.89
5.11 ± 2.50
4.47 ± 0.19
5.84 ± 2.49a
D2
5.11 ± 3.47
5.99 ± 0.71
5.38 ± 2.36
5.49 ± 2.16a
D3
4.75 ± 1.46
2.77 ± 0.24
2.64 ± 0.25
3.39 ± 1.27b
Rataan ± SD
5.93 ± 1.74
4.62 ± 1.67
4.16 ± 1.39
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Protein Kasar
Rataan protein kasar hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 8. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh terhadap kandungan protein kasar.
Tabel 8 Rataan hasil proksimat protein kasar hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Protein kasar (%BK)
D1
14.09 ± 1.52
12.94 ± 0.88
12.68 ± 0.91
13.24 ± 1.18
D2
14.57 ± 1.58
13.97 ± 2.43
14.76 ± 0.40
14.43 ± 1.50
D3
13.83 ± 0.46
14.12 ± 1.89
13.74 ± 1.39
13.90 ± 1.21
Rataan ± SD
14.16 ± 0.38
13.68 ± 0.64
13.73± 1.04
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Berdasarkan hasil analisis proksimat protein kasar hijauan jagung
hidroponik lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein biji jagung utuh
sebesar 10.63%. Hal ini menunjukkan bahwa protein kasar hijauan hidroponik
meningkat dari biji utuh. Menurut Cordova (2001), biomassa hijauan tanaman
jagung mempunyai kandungan protein 11 sampai 15%. Biomassa jagung terutama
tanaman berumur muda mempunyai kandungan protein kasar yang lebih tinggi
sehingga sangat baik langsung digunakan untuk pakan ternak (Arifin 2003).
9
Serat kasar
Rataan serat kasar hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 9. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar.
Berdasarkan hasil analisis proksimat serat kasar hijauan jagung hidroponik
lebih tinggi dibandingkan biji jagung utuh serat kasar, namun bila dibandingkan
dengan hijauan jagung pada umur 3 bulan, serat kasar hijauan hidoponik lebih
rendah yaitu berkisar 3% sampai 5%. Hal ini sesuai pendapat Djajanegara et al.
(1998) bahwa umur tanaman sangat berpengaruh terhadap kandungan gizinya,
makin tua umur tanaman, makin tinggi serat kasarnya dan makin berkurang kadar
proteinnya.
Tabel 9 Rataan hasil proksimat serat kasar hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Serat kasar (%BK)
D1
3.92 ± 1.89
4.21 ± 1.63
4.69 ± 0.83
4.27 ± 1.36
D2
5.39 ± 0.82
5.54 ± 1.13
4.97 ± 1.45
5.30 ± 1.04
D3
4.48 ± 0.22
4.59 ± 1.61
2.84 ± 0.19
3.97 ± 1.18
Rataan ± SD
4.60 ± 0.74
4.78 ± 0.68
4.17 ± 1.16
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Lemak Kasar
Rataan lemak kasar hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 10. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh terhadap kandungan lemak kasar.
Tabel 10 Rataan hasil proksimat lemak kasar hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Lemak kasar (%BK)
D1
5.40 ± 1.45
3.36 ± 1.76
4.29 ± 0.30
4.35 ± 1.45
D2
4.70 ± 0.18
4.47 ± 0.52
2.99 ± 1.29
4.05 ± 1.07
D3
3.94 ± 0.31
3.80 ± 0.15
3.86 ± 0.05
3.87 ± 0.19
Rataan ± SD
4.68 ± 0.73
3.88 ± 0.56
3.72 ± 0.66
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Berdasarkan hasil analisis proksimat lemak kasar hijauan jagung hidroponik
bervariasi dari 3 sampai 5%, namun lebih tinggi dibandingkan biji jagung utuh.
Meningkatnya lemak kasar pada hijauan jagung dapat disebabkan oleh tingginya
biomassa yang dihasilkan daripada biji jagung utuh.
10
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Rataan BETN hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 11. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan (D)
dan larutan nutrisi (B) memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05)
terhadap kandungan BETN hijauan jagung hidroponik.
BETN merupakan selisih dari sisa bahan yang sudah dihitung (abu, protein
kasar, lemak kasar, dan serat kasar) (Jusaidi et al. 2006). Kandungan BETN yang
tinggi menggambarkan fraksi karbohidrat mudah tercerna seperti pati dan gula
(glukosa) (Tillman et al.1991).
Tabel 11 Rataan hasil proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Beta-N (%BK)
D1
68.66 ± 1.27
74.38 ± 3.13
73.87 ± 1.85 72.31 ± 3.35
D2
70.23 ± 3.51
70.03 ± 2.44
71.90 ± 3.76 70.72 ± 2.98
D3
73.00 ± 1.60
74.65 ± 3.19
76.91 ± 1.73 74.85 ± 2.61
Rataan ± SD
70.63 ± 2.20
73.02 ± 2.60
74.23 ± 2.52
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Kecernaan dan Fermentabilitas
Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan berbagai nutrisi yang
terkandung dalam bahan pakan tertentu. Sumbangan nutrien yang besar
menunjukkan kecernaan yang tinggi dan sebaliknya bila sumbangan nutrien yang
kurang menunjukkan kecernaan yang rendah pada ternak yang akan digunakan
untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak.
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)
Rataan KCBK hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 12. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan dan
larutan nutrisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05) terhadap
KCBK hijauan jagung hidroponik.
Rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada hijauan hidroponik
yang mendapatkan perlakuan faktor kepadatan D3 dan perlakuan faktor nutrisi
B2. Kedua faktor tersebut saling berinteraksi terhadap kecernaan bahan kering.
Interaksi kepadatan D1 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2. Interaksi
kepadatan D2 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2 dan B3. Interaksi
kepadatan D3 terhadap larutan nutrisi sangat baik disemua dosis yang diberikan.
Kecernaan bahan kering meningkat seiring meningkatnya kepadatan dan dosis
bioslurry yang diberikan.
11
Tabel 12 Rataan Kecernaan Bahan Kering (KCBK) hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
KCBK (%)
D1
77.51 ± 2.18b 85.24 ± 3.28a 76.39 ± 1.28ab 79.71 ± 4.66
D2
74.28 ± 0.55b 84.62 ± 1.64a 85.53 ± 2.39a 81.48 ± 5.61
D3
85.92 ± 2.71a 84.59 ± 1.89a 87.05 ± 1.16a 85.86 ± 2.05
Rataan ± SD 79.24 ± 6.01
84.82 ± 0.37
82.99± 5.76
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)
Rataan KCBO hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 13. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan dan
larutan nutrisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05) terhadap
KCBO hijauan jagung hidroponik.
Tabel 13 Rataan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
KCBO (%)
D1
78.99 ± 1.46b 85.80 ± 3.23a 78.58 ± 1.52b
81.12 ± 4.01
D2
76.54 ± 0.75b 84.99 ± 1.12a 85.77 ± 2.54a
82.43 ± 4.66
D3
86.25 ± 2.99a 85.01 ± 1.63a 87.48 ± 1.10a
86.25 ± 2.09
Rataan ± SD 80.60 ± 5.05
85.26 ± 0.46
83.94 ± 4.73
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Rataan kecernaan bahan organik tertinggi terdapat pada hijauan hidroponik
yang mendapatkan perlakuan faktor kepadatan D3 dan larutan nutrisi B2 dan B3.
Kedua faktor tersebut saling berinteraksi terhadap kecernaan bahan organik.
Interaksi kepadatan D1 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2. Interaksi
kepadatan D2 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2 dan B3. Interaksi
kepadatan D3 terhadap larutan nutrisi sangat baik disemua dosis yang diberikan.
Menurut Elita (2006) bahwa kecernaan bahan organik menunjukan jumlah nutrien
seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak.
Volatile Fatty Acid (VFA)
Rataan konsentrasi VFA hijauan hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 14. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa pemberian
perlakuan tidak berpengaruh nyata (p > 0.05) terhadap konsentrasi VFA.
Pemberian perlakuan tidak mempengaruhi konsentrasi VFA, karena VFA
merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi
12
utama ruminansia asal rumen. Berdasarkan hasil analisis produksi total VFA
cairan rumen mencapai pertumbuhan mikroba yang optimal karena produksi total
VFA dalam kisaran 80 sampai 170 mM.
Menurut Sutardi (1977) bahwa kisaran produksi total VFA cairan rumen
yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu antara 80 sampai dengan 160 mM.
Peningkatan jumlah VFA menunjukkan degradasi pakan dengan mudah atau
tidaknya oleh mikroba rumen. Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat
digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati 1998).
Rataan konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA)
hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
B1
B2
B3
VFA (mM)
D1
160.51 ± 27.91 147.96
± 131.38
±
21.48
32.16
D2
152.41 ± 23.94 132.44 ±32.39 130.91
±
25.08
D3
193.81 ± 74.90 153.79
± 167.73
±
16.84
94.24
Rataan ± SD 168.91 ± 21.94 144.73
± 143.34
±
11.03
21.12
Tabel 14
hijauan jagung
Rataan ± SD
146.62
27.00
138.59
25.90
171.78
63.27
±
±
±
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Amonia (NH3)
Rataan konsentrasi NH3 hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 15. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata (p > 0.05) terhadap konsentrasi
NH3. Konsentrasi NH3 hijauan jagung hidroponik masih dalam kisaran normal.
Konsentrasi amonia yang optimum untuk pembentukan protein mikroba sebesar 4
sampai 12 mM pada 3 sampai 4 jam setelah pemberian pakan (Sutardi 1980).
Tabel 15 Rataan konsentrasi Amonia NH3 hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
NH3 (mM)
D1
5.29 ± 0.37
4.23 ± 0.24
4.82 ± 0.46
4.78 ± 0.56
D2
5.19 ± 0.99
5.21 ± 2.78
5.57 ± 2.37
5.32 ± 1.90
D3
3.79 ± 0.22
4.70 ± 0.36
4.39 ± 2.23
4.29 ± 1.20
Rataan ± SD
4.76 ± 0.84
4.71 ± 0.49
4.93 ± 0.59
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
13
Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis
protein mikroba (Sakinah 2005). Sumbangan NH3 pada ternak ruminansia sangat
penting mengingat bahwa prekusor protein mikroba adalah amonia dan senyawa
sumber karbon, makin tinggi kadar NH3 di rumen maka makin banyak protein
mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein tubuh (Astuti et al. 1993).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hijauan jagung hidroponik dapat diberikan ke ternak dalam waktu 8 hari
penanaman dengan kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan biji jagung.
Perlakuan yang diberikan tidak mempengaruhi kandungan nutrisi pada hijauan
jagung hidroponik, namun terbukti bahwa hijauan hidroponik lebih tinggi
kandungan nutrisinya dibandingkan biji jagung. Perlakuan yang diberikan
mempengaruhi KCBK dan KCBO, walaupun konsentrasi VFA dan NH3 tidak
terpengaruh oleh perlakuan yang diberikan. Kepadatan yang optimum adalah D2
yaitu 3.5 kg m-2 dan penggunaan bioslurry 25% memberikan hasil yang paling
baik dalam pemanfaatan limbah.
Saran
Penelitian ini perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut agar hijauan
hidroponik dapat diaplikasikan dengan baik di peternakan rakyat. Selain itu, perlu
dilakukan analisis unsur hara yang terkandung dalam bioslurry agar dapat
termanfaatkan secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Z. 2003. Pengelolaan tanaman jagung untuk meningkatkan nisbah lahan
dan pendapatan usahatani jagung di lahan kering. Prosiding Lokakarya
Pengembangan Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lokal Dalam Mendukung
Pembangunan Ekonomi Kawasan Selatan Jawa. Pulitbang Sosial Ekonomi
Pertanian. p: 123-132.
Astuti DA, Sastradipradja B, Kiranadi, Budiarti E. 1993. Pengaruh Perlakuan
Jerami Jagung dengan Asam Asetat Terhadap Metabolisme in vitro dan in
vivo pada Kambing Laktasi [Laporan Penelitian]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Cader B. 2002. Simple Shed Company. Queensland (AUS). Scholarship Report. p
9.
Cordova, H. 2001. Quality Protein Maize: Improved nutrition and livelihoods for
the poor. Mexico (USA). Maize Research Highlights. p 27-31.
Djajanegara A, Rangkuti M, Siregar, Soedarsono, Sejati SK. 1998. Pakan ternak
dan faktor – faktornya. Pertemuan Ilmiah Ruminansia; Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
14
Elita R, Widjaya. 2006. Analisis Penggunaan Sumber Energi Biomassa di Bidang
Pertanian [Laporan Akhir]. Tangerang (ID): Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
General Laboratory Procedure. 1966. Report of Dairy Science. Madison (USA):
Department of Dairy Science University of Wisconsin.
Goldsworthy PR, Fisher NM. 1980. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Susilo
H, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Pr. Terjemahan
dari: Physiology of Tropical Field crops.
Gonggo B, Turmidi E, Brata W. 2003. Respon pertumbuhan dan hasil ubi jalar
pada sistem tumpangsari ubi jalar jagung manis di Lahan Bekas AlangAlang. JIPI. 5(1): 34-39.
Hartadi HS, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Tillman AD, Lebondosoekojo
HS. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID) :
Gadjah Mada University Pr.
Hartati E. 1998. Suplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang
mengandung silase pod kakao dan urea untuk memacu pertumbuhan sapi
Holstein jantan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jusaidi D, Dewantara BA, Mokoginto I. 2006. Pengaruh kadar L-ascorbyl-2-phospate
magnesium yang berbeda sebagai sumber vitamin C dalam pakan terhadap
pertumbuhan ikan patin (Pangasius hypophthalamus) ukuran sejari. J
Akuakultur Indones. 5 (1): 21-29.
Mayadewi NNA. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap
pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Agritrop. 26 (4) : 153 – 159.
Rukmana R. 1997. Usaha Tani Jagung. Jakarta (ID): Kanisius.
Sakinah D. 2005. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi
VFA, NH3, dan kecernaan zat makanan pada domba [Skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Sofyan A. 2010. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan
Ternak. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Sneath R, McIntosh F. 2003. Review of hydroponic fodder production for beef
cattle (bibliografi). Queensland (AUS): Department of Primary Industries. 1
acuan dari database QUEESLAND GOVERNMENT Oktober 2003.
Sudarmodjo. 2008. Hidroponik. Parung Farm. Bogor (ID). Tidak dipublikasikan.
Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu
Ambon Lembang. Bandung (ID): Direktorat Jendral Peternakan-FAO.
Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor (ID): IPB Pr.
Tiley JMA, Terry RA. 1966. A two stage technique for the in vitro digestion of
forage crop. J British Grassland. 18 : 104 – 111.
Tillman AD, Hartadi HS, Reksohadiprojo S. 1991. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr.
Usman M. 2010. Respon Berbagai Populasi Tanaman Jagung Manis (Zea Mays
saccharata Sturt.) Terhadap Pemberian Pupuk Urea. J Agroland .17 (2) : 138
– 143.
Warisno. 1998. Budidaya Tanaman Jagung. Yogyakarta (ID): Kanisius.
15
LAMPIRAN
Lampiran 1 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung (Zea mays L.)
hidroponik prelim 1
Kode Pengamatan
A
B
C
Berat Segar
(kg)
1.792
2.229
1.716
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.640
0.620
0.600
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.5 kg m-2
Lampiran 2 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 2
Kode Pengamatan
N U1
N U2
A U1
A U2
Berat Segar (kg)
1.173
1.037
0.799
0.677
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.199
0.206
0.227
0.236
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.35 kg m-2, N: nutrisi, A: air, U: ulangan
Lampiran 3 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 3
Kode
Pengamatan
N U1
N U2
L U1
L U2
Berat Segar (kg)
0.990
0.954
0.834
0.799
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.209
0.215
0.227
0.233
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.35 kg m-2, N: nutrisi, L: limbah, U: ulangan
Lampiran 4 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 4
Kode
Pengamatan
N1 U1
N1 U2
N1 U3
N2 U1
N2 U2
N2 U3
N3 U1
N3 U2
N3 U3
Berat Segar (kg)
1.726
1.480
1.437
1.371
1.130
0.964
1.222
1.191
1.006
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.482
0.427
0.433
0.396
0.425
0.484
0.414
0.442
0.496
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.7 kg m-2, N: nutrisi, U: ulangan
16
Lampiran 5 Analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik pada hari
ke-8
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
692.599
18184.463
2.712
222.685
88.770
378.432
122.628
18999.690
815.227
KT
69.260
18184.463
1.356
111.343
22.193
189.216
7.664
Fhit.
9.037
2372.631
0.177
14.528
2.896
24.688
Sig.
0.000
0.000
0.839
0.000
0.056
0.000
SK: sumber keragaman; Db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; Fhit: nilai F
yang diperoleh dari hasil pengolahan data; Sig: signifikansi
Lampiran 6 Analisis sidik ragam produksi berat segar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
722412.370
18798364.481
218276.741
185968.074
87381.704
230785.852
116012.148
19636789.000
838424.519
KT
72241.237
18798364.481
109138.370
92984.037
21845.426
115392.926
7250.759
Fhit.
9.963
2592.606
15.052
12.824
3.013
15.915
Lampiran 7 Analisis sidik ragam produksi berat segar (kg-1 biji)
hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
44641.784
1537803.211
553.974
15896.776
7967.595
20223.438
10596.296
1593041.29
55238.08
KT
4464.178
1537803.211
276.987
7948.388
1991.899
10111.719
662.268
Sig.
0.000
0.000
0.000
0.000
0.050
0.000
hijauan jagung
Fhit.
6.741
2.322
0.418
12.002
3.008
15.268
Sig.
0.000
0.000
0.665
0.001
0.050
0.000
17
Lampiran 8 Analisis sidik ragam produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
21.798
222440.055
7.010
4.904
9.592
0.291
14.833
222476.685
36.630
KT
2.180
222440.055
3.505
2.452
2.398
0.146
0.927
Fhit.
2.351
239947.322
3.781
2.645
2.587
0.157
Sig.
0.062
0.000
0.045
0.102
0.770
0.856
Lampiran 9 Analisis sidik ragam produksi kadar air hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
152.681
138752.088
0.235
151.155
0.862
0.429
1.196
138905.964
153.877
KT
15.268
138752.088
0.117
75.577
0.216
0.215
0.075
Fhit.
204.258
1.856
1.569
1.011
2.883
2.872
Sig.
0.000
0.000
0.239
0.000
0.057
0.086
Lampiran 10 Analisis sidik ragam produksi abu hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
70.344
649.741
31.668
15.120
14.904
8.651
61.312
781.397
131.656
KT
7.034
649.741
15.834
7.560
3.726
4.326
3.832
Fhit.
1.836
169.555
4.132
1.973
0.972
1.129
Sig.
0.134
0.000
0.036
0.171
0.450
0.348
18
Lampiran 11 Analisis sidik ragam produksi protein kasar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
11.433
5183.086
6.418
1.293
3.358
0.365
36.031
5230.550
47.464
KT
1.143
5183.086
3.209
0.646
0.839
0.182
2.252
Fhit.
0.508
2301.639
1.425
0.287
0.373
0.081
Sig.
0.861
0.000
0.269
0.754
0.825
0.923
Lampiran 12 Analisis sidik ragam produksi serat kasar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
18.217
550.446
8.723
1.803
5.402
2.289
25.119
593.783
43.336
KT
1.822
550.446
4.362
0.902
1.350
1.145
1.570
Fhit.
1.160
350.616
2.778
0.574
0.860
0.729
Sig.
0.382
0.000
0.092
0.574
0.509
0.498
Lampiran 13 Analisis sidik ragam produksi lemak kasar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
14.708
451.822
1.058
4.837
6.633
2.179
12.598
479.128
27.305
KT
1.471
451.822
0.529
2.418
1.658
1.090
0.787
Fhit.
1.868
573.846
0.672
3.071
2.106
1.384
Sig.
0.128
0.000
0.524
0.074
0.127
0.279
19
Lampiran 14 Analisis sidik ragam proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
189.334
142415.083
78.313
60.504
29.243
21.274
104.681
142709.099
294.016
KT
Fhit.
18.933
2.894
142415.083 21767.436
39.157
5.985
30.252
4.624
7.311
1.117
10.637
1.626
6.543
Sig.
0.028
0.000
0.011
0.026
0.383
0.228
Lampiran 15 Analisis sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) hijauan jagung
hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Lampiran 16
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
567.251
183148.874
182.479
145.953
237.310
1.508
75.643
183791.767
642.894
KT
56.725
183148.874
91.240
72.977
59.328
0.754
4.728
Fhit.
11.999
38739.806
19.299
15.436
12.549
0.160
Sig.
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.854
Analisis sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) hijauan jagung
hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
395.239
187206.781
127.528
104.268
160.673
2.770
69.241
187671.261
464.480
KT
39.524
187206.781
63.764
52.134
40.168
1.385
4.328
Fhit.
9.133
43258.999
14.734
12.047
9.282
0.320
Sig.
0.000
0.000
0.000
0.001
0.000
0.731
20
Lampiran 17 Analisis sidik ragam volatile fatty acid (VFA) hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
10866.050
626499.990
5395.888
3722.140
899.328
848.694
37755.269
675121.309
48621.319
KT
1086.605
626499.990
2697.944
1861.070
224.832
424.347
2359.704
Fhit.
0.460
265.499
1.143
0.789
0.095
0.180
Sig.
0.892
0.000
0.343
0.471
0.983
0.837
Lampiran 18 Analisis sidik ragam am
JAGUNG (Zea mays L.) DARI PENANAMAN HIDROPONIK
DARA MELISA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi
Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea mays L.) dari Penanaman
Hidroponik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari kaya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Dara Melisa
NIM D24090091
ABSTRAK
DARA MELISA. Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea
mays L.) dari Penanaman Hidroponik. Dibimbing oleh IDAT GALIH PERMANA
dan DESPAL.
Hijauan hidroponik merupakan tanaman yang memiliki potensi sebagai
pakan ternak dengan pertumbuhan yang cepat dan dapat ditanam sepanjang tahun.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produksi dan kualitas nutrisi
hijauan jagung (Zea mays) dari penanaman sistem hidroponik. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri atas 2 faktor
dengan 3 perlakuan. Faktor 1 yaitu kepadatan benih dan faktor 2 yaitu larutan
nutrisi. Kepadatan benih meliputi kepadatan D1 (3.0 kg m-2), kepadatan D2 (3.5
kg m-2), kepadatan D3 (4.0 kg m-2) dan faktor larutan nutrisi meliputi larutan
nutrisi B1 (Bioslurry 0% + nutrisi komersial 100%), larutan nutrisi B2 (Bioslurry
25% + nutrisi komersial 75%), larutan nutrisi B3 (Bioslurry 50% + nutrisi
komersial 50%). Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak signifikan pada
kandungan nutrisi, VFA dan NH3 hijauan jagung (Zea mays L.) hidroponik,
sedangkan perlakuan signifikan pada Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO). Hasil lain menunjukan bahwa
perlakuan kepadatan benih 3.5 kg m-2 dan penambahan 75% nutrisi dengan 25%
bioslurry memberikan hasil yang baik untuk produksi hijauan jagung hidroponik.
Kata kunci: bioslurry, hidroponik, jagung, kepadatan
ABSTRACT
DARA MELISA. Evaluation of Production and Nutritional Quality Corn (Zea
mays L.) Forage of Hydroponics Cultivation. Supervised by IDAT GALIH
PERMANA dan DESPAL.
Hydroponic forage have a opportunity become as feed with fast growing
and grow throughout the year. This research was conducted to evaluate production
and nutrition quality of corn (Zea mays L.) forage from hydroponic cultivation. It
used randomized block factorial design with 2 factors and 3 treatments. The first
factor was seed density and the second factor was nutrient solution. Seed density
were D1 (3.0 kg m-2), density D2 (3.5 kg m-2), density D3 (4.0 kg m-2) and
nutrient solution factor include of nutrient solution B1 (Bioslurry 0% +
commercial solution 100%), nutrient solution B2 (Bioslurry 25% + commercial
solution 75%), nutrient solution B3 (Bioslurry 50% + commercial solution 50%).
The result showed that treatments were not significant in nutrient content, VFA
and NH3 of corn hydroponic forage, and it gave a significant result to Dry Matter
in Vitro Digestibility (DMIVD) and Organic Matter in Vitro Digestibility
(OMIVD). The other result showed that treatment of seed density 3.5 kg m-2 and
substitution of 75% commercial solution with 25% bioslurry gave the best result
for corn hydropinic forage production.
Keywords: bioslurry, corn, density, hydroponics
EVALUASI PRODUKSI DAN KUALITAS NUTRISI HIJAUAN
JAGUNG (Zea mays L.) DARI PENANAMAN HIDROPONIK
DARA MELISA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea mays
L.) dari Penanaman Hidroponik
Nama
: Dara Melisa
NIM
: D24090091
Disetujui oleh
Dr Ir Idat Galih Permana, MSc.Agr
Pembimbing I
Dr Despal, SPt.MSc.Agr
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
Judul Skripsi : Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan Jagung (Zea mays
L.) dari Penanaman Hidroponik
: Oara Melisa
Nama
: 024090091
NIM
Oisetujui oleh
h ermana, MSc.Agr
Pembimbing I
Tanggal Lulus: (
2 9 JAN 2014
espal, SPt.MSc.Agr
Pembimbing II
)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
hijauan hidroponik, dengan judul Evaluasi Produksi dan Kualitas Nutrisi Hijauan
Jagung (Zea mays L.) dari Penanaman Hidroponik.
Hijauan hidroponik merupakan tanaman hasil budidaya menggunakan
teknologi tanam tanpa media tanah yang dapat diproduksi sepanjang tahun untuk
memenuhi kebutuhan hijauan pakan pada ternak ruminansia. Keunggulan dari
hijauan hidroponik adalah waktu panen yang singkat, hama penyakit dapat
dikendalikan, tidak membutuhkan lahan yang luas, dan tidak membutuhkan
tenaga lebih untuk menyiapkan media. Oleh karena itu, diupayakan adanya teknik
penanaman hidroponik untuk hijauan pakan dalam skala besar/industri.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan yang berguna bagi
pembaca dan dunia peternakan. Terima kasih.
Bogor, Januari 2014
Dara Melisa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Bahan
Alat
Lokasi dan waktu
Prosedur
Pra Penelitian (Prelim)
Penanaman hijauan pakan hidroponik
Analisa Laboratorium
Peubah yang Diamati
Perlakuan
Rancangan Percobaan
Analisis Data
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Penelitian (Prelim)
Produktivitas Tanaman
Kandungan Nutrisi
Kecernaan dan Fermentabilitas
4
4
5
7
10
SIMPULAN DAN SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
22
UCAPAN TERIMA KASIH
22
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kandungan nutrien biji jagung (%BK)
3
Rataan tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik hari ke-8
5
Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam satuan g tray-1 6
Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam satuan g 100
biji-1
6
Rataan produksi berat kering (g) hijauan jagung hidroponik
7
Rataan hasil proksimat kadar air hijauan jagung hidroponik
7
Rataan hasil proksimat kadar abu hijauan jagung hidroponik
8
Rataan hasil proksimat protein kasar hijauan jagung hidroponik
8
Rataan hasil proksimat serat kasar hijauan jagung hidroponik
9
Rataan hasil proksimat lemak kasar hijauan jagung hidroponik
9
Rataan hasil proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
10
Rataan Kecernaan Bahan Kering (KCBK) hijauan jagung hidroponik
11
Rataan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) hijauan jagung hidroponik
11
Rataan konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) hijauan jagung hidroponik
12
Rataan konsentrasi Amonia NH3 hijauan jagung hidroponik
12
DAFTAR GAMBAR
1
Tanaman hijauan jagung hidroponik
5
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 1
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 2
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 3
Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 4
Analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik pada hari
ke-8
Analisis sidik ragam produksi berat segar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi berat segar (g 100 biji-1) hijauan
jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi kadar air hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi abu hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi protein kasar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi serat kasar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam produksi lemak kasar hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) hijauan
jagung hidroponik
Analisis sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) hijauan
jagung hidroponik
Analisis sidik ragam volatile fatty acid (VFA) hijauan jagung hidroponik
Analisis sidik ragam amonia (NH3) hijauan jagung hidroponik
Gambar penanaman hijauan jagung hidroponik
15
15
15
15
16
16
16
17
17
17
18
18
18
19
19
19
20
20
20
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan pertumbuhan
populasi penduduk dan perkembangan kebutuhan akan fasilitas bangunan yang
sangat pesat dari tahun ke tahun terutama di wilayah sentra sapi perah.
Dampaknya, lahan penanaman untuk hijauan pakan ternak menjadi sempit,
sedangkan hijauan merupakan sumber pakan utama yang dibutuhkan oleh ternak
sapi perah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi
(Sofyan 2010). Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan lahan tersebut
adalah melalui teknik hidroponik.
Hidroponik adalah budidaya tanaman pada media tanam selain tanah dan
menggunakan campuran nutrisi esensial yang dilarutkan di dalam air (Sudarmodjo
2008). Pemanfaatan teknik hidroponik untuk penanaman hijauan pakan
diharapkan dapat mengatasi keterbatasan produksi hijauan sebagai pakan sapi
perah dan dapat mengatasi kekurangan kandungan nutrisi pada pakan terutama
vitamin esensial yang sangat dibutuhkan sapi perah. Hijauan pakan yang
diproduksi dengan teknik hidroponik memiliki kandungan tinggi protein dan
energi metabolisme yang sangat mudah dicerna oleh hewan (Cader 2002).
Jagung tergolong dalam tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik
pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi (Goldsworthy dan Fisher 1980).
Penggunaan biji jagung dengan penanaman teknik hidroponik memiliki
keunggulan seperti waktu pertumbuhan yang cepat dan kandungan nutrisinya
yang cukup.
Pertumbuhan tanaman yang optimal akan diperoleh hasil dan bobot
biomassa jagung yang tinggi. Kerapatan benih pada teknik budidaya hidroponik
dapat mempengaruhi perkembangan vegetatif dan hasil panen. Menurut
Mayadewi (2007) bahwa kerapatan tanaman yang optimum untuk memperoleh
hasil yang maksimum sangat dibutuhkan. Hal ini berhubungan dengan kompetisi
tanaman untuk mendapatkan unsur hara, air serta efisiensi dalam penggunaan
cahaya matahari (Gonggo et al. 2003). Penanaman melalui hidroponik ini dapat
menghindari kompetisi hijauan dalam mendapatkan nutrien.
Pengolahan biogas berbahan campuran kotoran ternak dan air menghasilkan
produk sisa yaitu bioslurry. Bioslurry yang dihasilkan memiliki kandungan
nitrogen efektif yang dapat menyerap kedalam tanaman. Kadar nitrogen yang
efektif itulah yang dimanfaatkan untuk penyiraman budidaya hijauan jagung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produksi dan kualitas nutrisi
hijauan jagung dari penanaman hidroponik.
METODE PENELITIAN
Bahan
Penelitian ini menggunakan bahan yaitu biji jagung, larutan nutrisi
komersial (AB Mix), air, dan limbah cair biogas (bioslurry).
2
Alat
Peralatan yang digunakan antara lain rak, tray/nampan, sprayer kapasitas 2
L, gelas ukur 2 L, ember, wadah saringan, penggaris, termometer (pengukur suhu
ruangan dan cairan), dan alat tulis.
Lokasi dan Waktu
Pra penelitian dilakukan di Green House University Farm (UF) IPB dan
Demo Farm KPSBU, Lembang dan untuk penelitian dilakukan di Green House
UF IPB, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, dan Laboratorium Teknologi
Pengolahan Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan,
mulai bulan Februari hingga Juni 2013.
Prosedur
Pra Penelitian (Prelim)
Pra penelitian hijauan hidroponik dilakukan sebanyak empat kali dengan
tujuan mengetahui kepadatan yang optimum, cara penyiraman yang baik, dan
persentase larutan nutrisi yang optimum. Pengamatan meliputi pertumbuhan dan
produksi biomassa.
Penanaman hijauan pakan hidroponik
Seleksi benih jagung dilakukan dengan proses pencucian untuk membuang
biji yang mengambang. Selanjutnya, dilakukan perendaman selama 24 jam,
kemudian disiapkan untuk penumbuhan kecambah pada nampan. Setiap 1-2 jam
sekali, larutan nutrisi disemprotkan dipermukaan benih hingga benih itu basah
atau cukup terjaga kelembabannya. Perlakuan ini dilakukan selama 8 hari (sampai
waktu panen yang diharapkan).
Analisis Laboratorium
1.
Analisis Proksimat
Hijauan jagung yang telah dipanen dikeringkan dibawah sinar matahari,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 48 jam. Hijauan jagung
yang sudah kering kemudian digiling. Sebanyak 50 g dari sampel hasil gilingan
dipisahkan untuk analisis proksimat yang meliputi kadar air (KA), abu, protein
kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), dan Bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN). Komposisi nutrien jagung disajikan pada Tabel 1.
3
Tabel 1 Kandungan nutrien biji jagung (%BK)
Komposisi kimia
Hasil analisis*
Literatur**
Bahan kering
89.97
86
Abu
1.65
1.9
Protein kasar
10.69
7.9
Serat kasar
1.29
2.61
Lemak kasar
3.11
6.9
BETN
83.25
80.8
*Dianalisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor (2013);
** Hartadi et al. (1993)
Analisis in Vitro
Sampel hijauan dianalisis secara in vitro yang meliputi Koefisien Cerna
Bahan Kering (KCBK) dan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) berdasarkan
metode Tilley dan Terry (1969), produksi VFA, dan konsentrasi NH3 berdasarkan
metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures 1966).
2.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati antara lain produktivitas tanaman (tinggi tanaman,
berat segar, dan berat kering), kandungan nutrisi (KA, Abu, PK, LK, SK, BETN),
kecernaan dan fermentabilitas (KCBK, KCBO, VFA dan NH3).
Perlakuan
Perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu faktor kepadatan bahan dan faktor
larutan nutrisi. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Faktor kepadatan:
D1 = kepadatan 3.0 kg m-2
D2 = kepadatan 3.5 kg m-2
D3 = kepadatan 4.0 kg m-2
Faktor larutan nutrisi: B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial
B2 = 25% larutan bioslurry + 75% larutan komersial
B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola
faktorial 3x3 dengan 3 kelompok. Pengelompokkan berdasarkan susunan rak
(atas, tengah dan bawah). Model matematik dari rancangan yang digunakan:
Xijk = µ + αi + βj + αβ(ij) + ρk + εijk
Keterangan:
Xijk
= respon dari Faktor A ke-i, Faktor B ke-j, Kelompok ke-k.
µ
= rataan umum
αi
= efek utama Faktor A ke-i
βj
= efek utama Faktor B ke-j
αβ(ij) = efek interaksi Faktor A ke-i dengan Faktor B ke-j
ρk
= efek blok ke-k
εijk
= galat Faktor A ke-i, Faktor B ke-j, ulangan ke-k
4
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of
Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan (Duncan’s new
multiple range test/DMRT) dengan bantuan personal komputer Statistical Product
and Service Solutions (SPSS) versi 16 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan Penelitian (Prelim)
Hijauan jagung (Zea mays L.) hidroponik merupakan pakan dengan sistem
penanaman baru yang belum dikembangkan secara baik di Indonesia, maka
dilakukanlah prelim sebelum penelitian untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Prelim yang dilakukan bertahap hingga 4 kali. Prelim pertama untuk mengetahui
kepadatan benih sampai tumbuh menjadi hijauan yang optimum dan cara
penyiraman yang baik. Prelim kedua dan ketiga dilakukan untuk mengetahui
persentase bioslurry yang optimum sebagai media hidroponik. Prelim keempat
dilakukan untuk diaplikasikan ke peternakan sapi perah di Demo Farm KPSBU,
Lembang.
Produksi biomassa hijauan pada masing-masing prelim cukup beragam.
Prelim pertama, kedua dan ketiga yang dilakukan di Green House UF IPB
menghasilkan hijauan segar yang cukup baik dibandingkan produksi hijauan segar
yang dihasilkan dari penanaman yang dilakukan di Demo Farm KPSBU,
Lembang. Jumlah biji jagung yang ditanam pada prelim yang dilakukan di Green
House UF IPB berkisar 3.0 kg m-2 sampai 5.0 kg m-2 dan menghasilkan berat
segar 2 – 3 kali lipat dari 3.0 kg m-2 sampai 5.0 kg m-2 biji jagung, sedangkan
jumlah biji jagung yang ditanam di Demo Farm KPSBU Lembang sebanyak 3.5
kg m-2 dan menghasilkan berat segar 1- 2 kali lipatnya.
Berat segar hijauan jagung yang berbeda tersebut dapat disebabkan oleh
faktor lingkungan yang berbeda, terutama perbedaan suhu, kelembaban, dan
cahaya matahari. Pertumbuhan dan produksi optimum tanaman jagung di
Indonesia terdapat pada dataran rendah sampai ketinggian 750 m dpl. Suhu udara
rata-rata selama percobaan berkisar 27 oC sampai 35oC merupakan suhu optimum
untuk pertumbuhan tanaman jagung. Hal ini didukung oleh Rukmana (1997)
bahwa suhu udara ideal untuk perkecambahan dan pertumbuhan benih berkisar 23
sampai 32oC. Warisno (1998) meyatakan bahwa suhu dibawah 12.8oC akan
mengganggu perkembangan kecambahan sehingga dapat menurunkan hasil,
sedangkan pada suhu 40 sampai 44oC dapat merusak embrio jagung.
Umumnya tanaman jagung tidak tahan naungan (Warisno 1998), maka
pengamatan tanaman hijauan hidroponik dilakukan dalam green house beratap
kaca. Tanaman jagung membutuhkan penyinaran matahari penuh sehingga
diperlukan tempat terbuka untuk penanamannya (Rukmana 1997).
5
Produktivitas Tanaman
Tinggi Tanaman
Perkembangan tinggi tanaman berlangsung dalam tiga fase mulai dari awal
penanaman dengan pertumbuhan lambat, cepat, dan lambat lagi sebelum akhirnya
pertambahan tinggi berhenti (Usman 2010). Rataan tinggi tanaman disajikan pada
Tabel 2. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan tidak memberikan
pengaruh tetapi larutan nutrisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p <
0.05) terhadap tinggi tanaman.
Tanaman menunjukan pertumbuhan yang baik dengan pemberian nutrisi
yang tepat dan sesuai dosis. Terlihat jelas pada Tabel 2 bahwa perlakuan
penggunaan bioslurry 25% menghasilkan pertumbuhan yang sama dengan larutan
komersial, namun penggunaan 50% bioslurry menyebabkan penurunan
pertumbuhan. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya endapan pada bioslurry
sehingga tunas yang akan tumbuh tertutup oleh endapan tersebut.
Tabel 2 Rataan tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik hari ke-8
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Tinggi (cm)
D1
28.37 ± 6.40
29.13 ± 6.76
19.60 ± 6.26
25.72 ± 7.26
D2
28.80 ± 4.69
24.90 ± 5.07
25.50 ± 5.07
26.40 ± 4.65
D3
30.13 ± 5.09
25.70 ± 4.66
21.37 ± 1.93
25.73 ± 5.22
Rataan ± SD 29.10 ± 0.92a 26.60 ± 2.29a 22.16 ± 3.03b
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
a)
b)
c)
d)
Gambar 1 Tanaman hijauan jagung hidroponik
Keterangan: a) umur hari ke-3, b) umur hari ke-4,
c) umur hari ke-6, d) umur hari ke-8.
Berat Segar
Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik disajikan pada Tabel
3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan dan larutan nutrisi
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05) terhadap produksi hijauan
jagung hidroponik.
6
Penggunaan bioslurry 25% menghasilkan produksi yang sama dengan
larutan komersial, namun peningkatan bioslurry sampai 50% menurunkan berat
segar. Kepadatan diatas 3.5 kg m-2 dapat meningkatkan berat segar, sedangkan
kepadatan dibawah 3.0 kg m-2 menurunkan bahan segar. Penelitian ini
menghasilkan produksi biomassa dengan rataan 7.154 kg dari biji yang ditanam
sebanyak 3.0 kg m-2 atau baru mencapai 2 kali lipatnya. Hasil ini berbeda dengan
penelitian Sneath dan McIntosh (2003) bahwa biji-bijian yang ditanam seberat 1
kg akan menghasilkan hijauan seberat 6 sampai 10 kg hijauan segar.
Tabel 3 Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam satuan g
tray-1
D1
674.00 ± 140.87bc
Larutan nutrisi
B2
B3
Berat segar (g tray-1)
862.33 ± 127.25ab
610.00 ± 143.72bc
D2
923.67 ± 81.13ab
929.33 ± 159.00ab
712 ± 251.17bc
855.00 ± 187.74
D3
Rataan ± SD
1055.67 ± 113.17a
884.44 ± 193.83
912.33 ± 86.03ab
901.33 ± 34.83
830.33 ± 39.40abc
717.44 ± 110.27
932.78 ± 123.27
Kepadatan
B1
Rataan ± SD
715.44 ± 164.55
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Kedua faktor tersebut saling berinteraksi terhadap berat segar. Interaksi
kepadatan D1 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2. Interaksi kepadatan
D2 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B1 dan B2. Interaksi kepadatan
D3 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B1. Hasil ini berbeda dengan berat
segar yang di konversi dalam kg-1 biji yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan produksi berat segar hijauan jagung hidroponik dalam kg-1 biji
Larutan nutrisi
Kepadatan
B1
B2
B3
Rataan ± SD
Berat segar (kg-1 biji)
D1
2246.67 ± 46.96ab
2874.44 ± 42.42a
2033.33 ± 47.91b
2384.81 ± 548.51
D2
2639.05 ± 23.18ab
2655.24 ± 45.43ab
2034.28 ± 71.76b
2442.85 ± 536.46
D3
2639.17 ± 28.29ab
2280.83 ± 21.51ab
2075.83 ± 9.85ab
2331.94 ± 308.17
Rataan ± SD
2508.29 ± 226.57
2603.51 ± 300.17
2047.82 ± 24.27
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Bahan Kering
Rataan produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik disajikan pada
Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan memberikan pengaruh
yang berbeda nyata (p < 0.05), sedangkan larutan nutrisi tidak memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap bahan kering hijauan jagung hidroponik.
Saat pemanenan biomassa hijauan diketahui bahwa pada kepadatan D3
masih terdapat benih utuh yang tidak tumbuh baik. Hal ini mempengaruhi
7
produksi bahan kering. Diketahui bahwa bahan kering biji jagung cukup tinggi
89.97%, maka produksi bahan kering pun tetap tinggi yang dikarenakan masih
terdapatnya benih utuh tersebut.
Tabel 5 Rataan produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik
Kepadatan
Larutan nutrisi
Rataan ± SD
B1
B2
B3
BK (g)
D1
198.98 ± 9.54 199.11 ± 0.73 195.29 ± 8.34 197.79 ± 6.62b
D2
227.19 ± 8.39 215.13
± 212.35
± 218.22 ± 14.78ab
18.70
16.10
D3
265.45 ± 5.66 256.30
± 273.38
± 265.04 ± 11.63a
11.37
12.68
Rataan ± 230.54
± 223.51
± 227.01
±
SD
33.36
29.50
41.06
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Kandungan Nutrisi
Kadar Air
Rataan kadar air hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pada
faktor larutan nutrisi berpengaruh nyata (p < 0.05) terhadap kadar air hijauan,
tetapi pada faktor kepadatan tidak berpengaruh terhadap kadar air.
Tabel 6 Rataan hasil proksimat kadar air hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Kadar air (%)
D1
74.94 ± 0.32
70.11 ± 0.33
69.81 ± 0.18
71.62 ± 2.50
D2
75.45 ± 0.20
69.80 ± 0.41
69.89 ± 0.26
71.72 ± 2.82
D3
74.70 ± 0.51
70.00 ± 0.22
70.15 ± 0.19
71.62 ± 2.33
Rataan ± SD
75.03 ± 0.38a 69.97 ± 0.16b 69.95 ± 0.18b
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun dapat menyebabkan
meningkatnya kadar air. Perlakuan pada faktor larutan nutrisi menunjukan bahwa
penambahan bioslurry pada larutan nutrisi dapat menurunkan kadar air.
Rendahnya kadar air pada hijauan dapat pula menunjukan bahwa biomassa
tanaman menghasilkan berat kering hijauan yang tinggi.
8
Abu
Rataan kandungan abu hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 7. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
perlakuan kepadatan yang diberikan berpengaruh nyata (p < 0.05) terhadap abu.
Hal ini menunjukan bahwa kandungan abu meningkat bila kepadatan tinggi.
Kadar abu adalah jumlah kandungan mineral yang tersisa dari proses
pengabuan suatu tanaman (Hartadi et al. 1993). Nilai kadar abu dapat menentukan
kualitas dari suatu hijauan karena besarnya kandungan mineral hijauan terlihat
dari besarnya nilai kadar abu dari proses pengabuan.
Tabel 7 Rataan hasil proksimat kadar abu hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Abu (%BK)
D1
7.93 ± 2.89
5.11 ± 2.50
4.47 ± 0.19
5.84 ± 2.49a
D2
5.11 ± 3.47
5.99 ± 0.71
5.38 ± 2.36
5.49 ± 2.16a
D3
4.75 ± 1.46
2.77 ± 0.24
2.64 ± 0.25
3.39 ± 1.27b
Rataan ± SD
5.93 ± 1.74
4.62 ± 1.67
4.16 ± 1.39
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Protein Kasar
Rataan protein kasar hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 8. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh terhadap kandungan protein kasar.
Tabel 8 Rataan hasil proksimat protein kasar hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Protein kasar (%BK)
D1
14.09 ± 1.52
12.94 ± 0.88
12.68 ± 0.91
13.24 ± 1.18
D2
14.57 ± 1.58
13.97 ± 2.43
14.76 ± 0.40
14.43 ± 1.50
D3
13.83 ± 0.46
14.12 ± 1.89
13.74 ± 1.39
13.90 ± 1.21
Rataan ± SD
14.16 ± 0.38
13.68 ± 0.64
13.73± 1.04
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Berdasarkan hasil analisis proksimat protein kasar hijauan jagung
hidroponik lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein biji jagung utuh
sebesar 10.63%. Hal ini menunjukkan bahwa protein kasar hijauan hidroponik
meningkat dari biji utuh. Menurut Cordova (2001), biomassa hijauan tanaman
jagung mempunyai kandungan protein 11 sampai 15%. Biomassa jagung terutama
tanaman berumur muda mempunyai kandungan protein kasar yang lebih tinggi
sehingga sangat baik langsung digunakan untuk pakan ternak (Arifin 2003).
9
Serat kasar
Rataan serat kasar hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 9. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh terhadap kandungan serat kasar.
Berdasarkan hasil analisis proksimat serat kasar hijauan jagung hidroponik
lebih tinggi dibandingkan biji jagung utuh serat kasar, namun bila dibandingkan
dengan hijauan jagung pada umur 3 bulan, serat kasar hijauan hidoponik lebih
rendah yaitu berkisar 3% sampai 5%. Hal ini sesuai pendapat Djajanegara et al.
(1998) bahwa umur tanaman sangat berpengaruh terhadap kandungan gizinya,
makin tua umur tanaman, makin tinggi serat kasarnya dan makin berkurang kadar
proteinnya.
Tabel 9 Rataan hasil proksimat serat kasar hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Serat kasar (%BK)
D1
3.92 ± 1.89
4.21 ± 1.63
4.69 ± 0.83
4.27 ± 1.36
D2
5.39 ± 0.82
5.54 ± 1.13
4.97 ± 1.45
5.30 ± 1.04
D3
4.48 ± 0.22
4.59 ± 1.61
2.84 ± 0.19
3.97 ± 1.18
Rataan ± SD
4.60 ± 0.74
4.78 ± 0.68
4.17 ± 1.16
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Lemak Kasar
Rataan lemak kasar hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 10. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh terhadap kandungan lemak kasar.
Tabel 10 Rataan hasil proksimat lemak kasar hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Lemak kasar (%BK)
D1
5.40 ± 1.45
3.36 ± 1.76
4.29 ± 0.30
4.35 ± 1.45
D2
4.70 ± 0.18
4.47 ± 0.52
2.99 ± 1.29
4.05 ± 1.07
D3
3.94 ± 0.31
3.80 ± 0.15
3.86 ± 0.05
3.87 ± 0.19
Rataan ± SD
4.68 ± 0.73
3.88 ± 0.56
3.72 ± 0.66
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Berdasarkan hasil analisis proksimat lemak kasar hijauan jagung hidroponik
bervariasi dari 3 sampai 5%, namun lebih tinggi dibandingkan biji jagung utuh.
Meningkatnya lemak kasar pada hijauan jagung dapat disebabkan oleh tingginya
biomassa yang dihasilkan daripada biji jagung utuh.
10
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Rataan BETN hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 11. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan (D)
dan larutan nutrisi (B) memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05)
terhadap kandungan BETN hijauan jagung hidroponik.
BETN merupakan selisih dari sisa bahan yang sudah dihitung (abu, protein
kasar, lemak kasar, dan serat kasar) (Jusaidi et al. 2006). Kandungan BETN yang
tinggi menggambarkan fraksi karbohidrat mudah tercerna seperti pati dan gula
(glukosa) (Tillman et al.1991).
Tabel 11 Rataan hasil proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
Beta-N (%BK)
D1
68.66 ± 1.27
74.38 ± 3.13
73.87 ± 1.85 72.31 ± 3.35
D2
70.23 ± 3.51
70.03 ± 2.44
71.90 ± 3.76 70.72 ± 2.98
D3
73.00 ± 1.60
74.65 ± 3.19
76.91 ± 1.73 74.85 ± 2.61
Rataan ± SD
70.63 ± 2.20
73.02 ± 2.60
74.23 ± 2.52
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Kecernaan dan Fermentabilitas
Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan berbagai nutrisi yang
terkandung dalam bahan pakan tertentu. Sumbangan nutrien yang besar
menunjukkan kecernaan yang tinggi dan sebaliknya bila sumbangan nutrien yang
kurang menunjukkan kecernaan yang rendah pada ternak yang akan digunakan
untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak.
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK)
Rataan KCBK hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 12. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan dan
larutan nutrisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05) terhadap
KCBK hijauan jagung hidroponik.
Rataan kecernaan bahan kering tertinggi terdapat pada hijauan hidroponik
yang mendapatkan perlakuan faktor kepadatan D3 dan perlakuan faktor nutrisi
B2. Kedua faktor tersebut saling berinteraksi terhadap kecernaan bahan kering.
Interaksi kepadatan D1 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2. Interaksi
kepadatan D2 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2 dan B3. Interaksi
kepadatan D3 terhadap larutan nutrisi sangat baik disemua dosis yang diberikan.
Kecernaan bahan kering meningkat seiring meningkatnya kepadatan dan dosis
bioslurry yang diberikan.
11
Tabel 12 Rataan Kecernaan Bahan Kering (KCBK) hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
KCBK (%)
D1
77.51 ± 2.18b 85.24 ± 3.28a 76.39 ± 1.28ab 79.71 ± 4.66
D2
74.28 ± 0.55b 84.62 ± 1.64a 85.53 ± 2.39a 81.48 ± 5.61
D3
85.92 ± 2.71a 84.59 ± 1.89a 87.05 ± 1.16a 85.86 ± 2.05
Rataan ± SD 79.24 ± 6.01
84.82 ± 0.37
82.99± 5.76
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)
Rataan KCBO hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 13. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kepadatan dan
larutan nutrisi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p < 0.05) terhadap
KCBO hijauan jagung hidroponik.
Tabel 13 Rataan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
KCBO (%)
D1
78.99 ± 1.46b 85.80 ± 3.23a 78.58 ± 1.52b
81.12 ± 4.01
D2
76.54 ± 0.75b 84.99 ± 1.12a 85.77 ± 2.54a
82.43 ± 4.66
D3
86.25 ± 2.99a 85.01 ± 1.63a 87.48 ± 1.10a
86.25 ± 2.09
Rataan ± SD 80.60 ± 5.05
85.26 ± 0.46
83.94 ± 4.73
a
Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Rataan kecernaan bahan organik tertinggi terdapat pada hijauan hidroponik
yang mendapatkan perlakuan faktor kepadatan D3 dan larutan nutrisi B2 dan B3.
Kedua faktor tersebut saling berinteraksi terhadap kecernaan bahan organik.
Interaksi kepadatan D1 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2. Interaksi
kepadatan D2 terhadap larutan nutrisi yang terbaik adalah B2 dan B3. Interaksi
kepadatan D3 terhadap larutan nutrisi sangat baik disemua dosis yang diberikan.
Menurut Elita (2006) bahwa kecernaan bahan organik menunjukan jumlah nutrien
seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak.
Volatile Fatty Acid (VFA)
Rataan konsentrasi VFA hijauan hidroponik pada masing-masing perlakuan
disajikan pada Tabel 14. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa pemberian
perlakuan tidak berpengaruh nyata (p > 0.05) terhadap konsentrasi VFA.
Pemberian perlakuan tidak mempengaruhi konsentrasi VFA, karena VFA
merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi
12
utama ruminansia asal rumen. Berdasarkan hasil analisis produksi total VFA
cairan rumen mencapai pertumbuhan mikroba yang optimal karena produksi total
VFA dalam kisaran 80 sampai 170 mM.
Menurut Sutardi (1977) bahwa kisaran produksi total VFA cairan rumen
yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu antara 80 sampai dengan 160 mM.
Peningkatan jumlah VFA menunjukkan degradasi pakan dengan mudah atau
tidaknya oleh mikroba rumen. Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat
digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati 1998).
Rataan konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA)
hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
B1
B2
B3
VFA (mM)
D1
160.51 ± 27.91 147.96
± 131.38
±
21.48
32.16
D2
152.41 ± 23.94 132.44 ±32.39 130.91
±
25.08
D3
193.81 ± 74.90 153.79
± 167.73
±
16.84
94.24
Rataan ± SD 168.91 ± 21.94 144.73
± 143.34
±
11.03
21.12
Tabel 14
hijauan jagung
Rataan ± SD
146.62
27.00
138.59
25.90
171.78
63.27
±
±
±
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
Amonia (NH3)
Rataan konsentrasi NH3 hijauan jagung hidroponik pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Tabel 15. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa
pemberian perlakuan tidak berpengaruh nyata (p > 0.05) terhadap konsentrasi
NH3. Konsentrasi NH3 hijauan jagung hidroponik masih dalam kisaran normal.
Konsentrasi amonia yang optimum untuk pembentukan protein mikroba sebesar 4
sampai 12 mM pada 3 sampai 4 jam setelah pemberian pakan (Sutardi 1980).
Tabel 15 Rataan konsentrasi Amonia NH3 hijauan jagung hidroponik
Larutan nutrisi
Kepadatan
Rataan ± SD
B1
B2
B3
NH3 (mM)
D1
5.29 ± 0.37
4.23 ± 0.24
4.82 ± 0.46
4.78 ± 0.56
D2
5.19 ± 0.99
5.21 ± 2.78
5.57 ± 2.37
5.32 ± 1.90
D3
3.79 ± 0.22
4.70 ± 0.36
4.39 ± 2.23
4.29 ± 1.20
Rataan ± SD
4.76 ± 0.84
4.71 ± 0.49
4.93 ± 0.59
Kepadatan D1 = 3.0 kg m-2, kepadatan D2 = 3.5 kg m-2, kepadatan D3 = 4.0 kg m-2, larutan nutrisi
B1 = 0% larutan bioslurry + 100% larutan komersial, larutan nutrisi B2 = 25% larutan bioslurry +
75% larutan komersial, larutan nutrisi B3 = 50% larutan bioslurry + 50% larutan komersial.
13
Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis
protein mikroba (Sakinah 2005). Sumbangan NH3 pada ternak ruminansia sangat
penting mengingat bahwa prekusor protein mikroba adalah amonia dan senyawa
sumber karbon, makin tinggi kadar NH3 di rumen maka makin banyak protein
mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein tubuh (Astuti et al. 1993).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hijauan jagung hidroponik dapat diberikan ke ternak dalam waktu 8 hari
penanaman dengan kandungan nutrisi yang lebih baik dibandingkan biji jagung.
Perlakuan yang diberikan tidak mempengaruhi kandungan nutrisi pada hijauan
jagung hidroponik, namun terbukti bahwa hijauan hidroponik lebih tinggi
kandungan nutrisinya dibandingkan biji jagung. Perlakuan yang diberikan
mempengaruhi KCBK dan KCBO, walaupun konsentrasi VFA dan NH3 tidak
terpengaruh oleh perlakuan yang diberikan. Kepadatan yang optimum adalah D2
yaitu 3.5 kg m-2 dan penggunaan bioslurry 25% memberikan hasil yang paling
baik dalam pemanfaatan limbah.
Saran
Penelitian ini perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut agar hijauan
hidroponik dapat diaplikasikan dengan baik di peternakan rakyat. Selain itu, perlu
dilakukan analisis unsur hara yang terkandung dalam bioslurry agar dapat
termanfaatkan secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Z. 2003. Pengelolaan tanaman jagung untuk meningkatkan nisbah lahan
dan pendapatan usahatani jagung di lahan kering. Prosiding Lokakarya
Pengembangan Agribisnis Berbasis Sumberdaya Lokal Dalam Mendukung
Pembangunan Ekonomi Kawasan Selatan Jawa. Pulitbang Sosial Ekonomi
Pertanian. p: 123-132.
Astuti DA, Sastradipradja B, Kiranadi, Budiarti E. 1993. Pengaruh Perlakuan
Jerami Jagung dengan Asam Asetat Terhadap Metabolisme in vitro dan in
vivo pada Kambing Laktasi [Laporan Penelitian]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Cader B. 2002. Simple Shed Company. Queensland (AUS). Scholarship Report. p
9.
Cordova, H. 2001. Quality Protein Maize: Improved nutrition and livelihoods for
the poor. Mexico (USA). Maize Research Highlights. p 27-31.
Djajanegara A, Rangkuti M, Siregar, Soedarsono, Sejati SK. 1998. Pakan ternak
dan faktor – faktornya. Pertemuan Ilmiah Ruminansia; Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
14
Elita R, Widjaya. 2006. Analisis Penggunaan Sumber Energi Biomassa di Bidang
Pertanian [Laporan Akhir]. Tangerang (ID): Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
General Laboratory Procedure. 1966. Report of Dairy Science. Madison (USA):
Department of Dairy Science University of Wisconsin.
Goldsworthy PR, Fisher NM. 1980. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Susilo
H, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Pr. Terjemahan
dari: Physiology of Tropical Field crops.
Gonggo B, Turmidi E, Brata W. 2003. Respon pertumbuhan dan hasil ubi jalar
pada sistem tumpangsari ubi jalar jagung manis di Lahan Bekas AlangAlang. JIPI. 5(1): 34-39.
Hartadi HS, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Tillman AD, Lebondosoekojo
HS. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID) :
Gadjah Mada University Pr.
Hartati E. 1998. Suplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang
mengandung silase pod kakao dan urea untuk memacu pertumbuhan sapi
Holstein jantan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jusaidi D, Dewantara BA, Mokoginto I. 2006. Pengaruh kadar L-ascorbyl-2-phospate
magnesium yang berbeda sebagai sumber vitamin C dalam pakan terhadap
pertumbuhan ikan patin (Pangasius hypophthalamus) ukuran sejari. J
Akuakultur Indones. 5 (1): 21-29.
Mayadewi NNA. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap
pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Agritrop. 26 (4) : 153 – 159.
Rukmana R. 1997. Usaha Tani Jagung. Jakarta (ID): Kanisius.
Sakinah D. 2005. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi
VFA, NH3, dan kecernaan zat makanan pada domba [Skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
Sofyan A. 2010. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan
Ternak. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.
Sneath R, McIntosh F. 2003. Review of hydroponic fodder production for beef
cattle (bibliografi). Queensland (AUS): Department of Primary Industries. 1
acuan dari database QUEESLAND GOVERNMENT Oktober 2003.
Sudarmodjo. 2008. Hidroponik. Parung Farm. Bogor (ID). Tidak dipublikasikan.
Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu
Ambon Lembang. Bandung (ID): Direktorat Jendral Peternakan-FAO.
Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor (ID): IPB Pr.
Tiley JMA, Terry RA. 1966. A two stage technique for the in vitro digestion of
forage crop. J British Grassland. 18 : 104 – 111.
Tillman AD, Hartadi HS, Reksohadiprojo S. 1991. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr.
Usman M. 2010. Respon Berbagai Populasi Tanaman Jagung Manis (Zea Mays
saccharata Sturt.) Terhadap Pemberian Pupuk Urea. J Agroland .17 (2) : 138
– 143.
Warisno. 1998. Budidaya Tanaman Jagung. Yogyakarta (ID): Kanisius.
15
LAMPIRAN
Lampiran 1 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung (Zea mays L.)
hidroponik prelim 1
Kode Pengamatan
A
B
C
Berat Segar
(kg)
1.792
2.229
1.716
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.640
0.620
0.600
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.5 kg m-2
Lampiran 2 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 2
Kode Pengamatan
N U1
N U2
A U1
A U2
Berat Segar (kg)
1.173
1.037
0.799
0.677
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.199
0.206
0.227
0.236
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.35 kg m-2, N: nutrisi, A: air, U: ulangan
Lampiran 3 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 3
Kode
Pengamatan
N U1
N U2
L U1
L U2
Berat Segar (kg)
0.990
0.954
0.834
0.799
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.209
0.215
0.227
0.233
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.35 kg m-2, N: nutrisi, L: limbah, U: ulangan
Lampiran 4 Produksi berat segar dan berat kering hijauan jagung hidroponik prelim 4
Kode
Pengamatan
N1 U1
N1 U2
N1 U3
N2 U1
N2 U2
N2 U3
N3 U1
N3 U2
N3 U3
Berat Segar (kg)
1.726
1.480
1.437
1.371
1.130
0.964
1.222
1.191
1.006
Berat Kering Oven 60
(kg)
0.482
0.427
0.433
0.396
0.425
0.484
0.414
0.442
0.496
Biji jagung yang digunakan sebanyak 0.7 kg m-2, N: nutrisi, U: ulangan
16
Lampiran 5 Analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik pada hari
ke-8
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
692.599
18184.463
2.712
222.685
88.770
378.432
122.628
18999.690
815.227
KT
69.260
18184.463
1.356
111.343
22.193
189.216
7.664
Fhit.
9.037
2372.631
0.177
14.528
2.896
24.688
Sig.
0.000
0.000
0.839
0.000
0.056
0.000
SK: sumber keragaman; Db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; Fhit: nilai F
yang diperoleh dari hasil pengolahan data; Sig: signifikansi
Lampiran 6 Analisis sidik ragam produksi berat segar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
722412.370
18798364.481
218276.741
185968.074
87381.704
230785.852
116012.148
19636789.000
838424.519
KT
72241.237
18798364.481
109138.370
92984.037
21845.426
115392.926
7250.759
Fhit.
9.963
2592.606
15.052
12.824
3.013
15.915
Lampiran 7 Analisis sidik ragam produksi berat segar (kg-1 biji)
hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
44641.784
1537803.211
553.974
15896.776
7967.595
20223.438
10596.296
1593041.29
55238.08
KT
4464.178
1537803.211
276.987
7948.388
1991.899
10111.719
662.268
Sig.
0.000
0.000
0.000
0.000
0.050
0.000
hijauan jagung
Fhit.
6.741
2.322
0.418
12.002
3.008
15.268
Sig.
0.000
0.000
0.665
0.001
0.050
0.000
17
Lampiran 8 Analisis sidik ragam produksi bahan kering hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
21.798
222440.055
7.010
4.904
9.592
0.291
14.833
222476.685
36.630
KT
2.180
222440.055
3.505
2.452
2.398
0.146
0.927
Fhit.
2.351
239947.322
3.781
2.645
2.587
0.157
Sig.
0.062
0.000
0.045
0.102
0.770
0.856
Lampiran 9 Analisis sidik ragam produksi kadar air hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
152.681
138752.088
0.235
151.155
0.862
0.429
1.196
138905.964
153.877
KT
15.268
138752.088
0.117
75.577
0.216
0.215
0.075
Fhit.
204.258
1.856
1.569
1.011
2.883
2.872
Sig.
0.000
0.000
0.239
0.000
0.057
0.086
Lampiran 10 Analisis sidik ragam produksi abu hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
70.344
649.741
31.668
15.120
14.904
8.651
61.312
781.397
131.656
KT
7.034
649.741
15.834
7.560
3.726
4.326
3.832
Fhit.
1.836
169.555
4.132
1.973
0.972
1.129
Sig.
0.134
0.000
0.036
0.171
0.450
0.348
18
Lampiran 11 Analisis sidik ragam produksi protein kasar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
11.433
5183.086
6.418
1.293
3.358
0.365
36.031
5230.550
47.464
KT
1.143
5183.086
3.209
0.646
0.839
0.182
2.252
Fhit.
0.508
2301.639
1.425
0.287
0.373
0.081
Sig.
0.861
0.000
0.269
0.754
0.825
0.923
Lampiran 12 Analisis sidik ragam produksi serat kasar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
18.217
550.446
8.723
1.803
5.402
2.289
25.119
593.783
43.336
KT
1.822
550.446
4.362
0.902
1.350
1.145
1.570
Fhit.
1.160
350.616
2.778
0.574
0.860
0.729
Sig.
0.382
0.000
0.092
0.574
0.509
0.498
Lampiran 13 Analisis sidik ragam produksi lemak kasar hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
14.708
451.822
1.058
4.837
6.633
2.179
12.598
479.128
27.305
KT
1.471
451.822
0.529
2.418
1.658
1.090
0.787
Fhit.
1.868
573.846
0.672
3.071
2.106
1.384
Sig.
0.128
0.000
0.524
0.074
0.127
0.279
19
Lampiran 14 Analisis sidik ragam proksimat BETN hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
189.334
142415.083
78.313
60.504
29.243
21.274
104.681
142709.099
294.016
KT
Fhit.
18.933
2.894
142415.083 21767.436
39.157
5.985
30.252
4.624
7.311
1.117
10.637
1.626
6.543
Sig.
0.028
0.000
0.011
0.026
0.383
0.228
Lampiran 15 Analisis sidik ragam kecernaan bahan kering (KCBK) hijauan jagung
hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Lampiran 16
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
567.251
183148.874
182.479
145.953
237.310
1.508
75.643
183791.767
642.894
KT
56.725
183148.874
91.240
72.977
59.328
0.754
4.728
Fhit.
11.999
38739.806
19.299
15.436
12.549
0.160
Sig.
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.854
Analisis sidik ragam kecernaan bahan organik (KCBO) hijauan jagung
hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
395.239
187206.781
127.528
104.268
160.673
2.770
69.241
187671.261
464.480
KT
39.524
187206.781
63.764
52.134
40.168
1.385
4.328
Fhit.
9.133
43258.999
14.734
12.047
9.282
0.320
Sig.
0.000
0.000
0.000
0.001
0.000
0.731
20
Lampiran 17 Analisis sidik ragam volatile fatty acid (VFA) hijauan jagung hidroponik
SK
Model terkoreksi
Intersep
Kepadatan
Nutrisi
Kepadatan*Nutrisi
Kelompok
Galat
Total
Total terkoreksi
Db
10
1
2
2
4
2
16
27
26
JK
10866.050
626499.990
5395.888
3722.140
899.328
848.694
37755.269
675121.309
48621.319
KT
1086.605
626499.990
2697.944
1861.070
224.832
424.347
2359.704
Fhit.
0.460
265.499
1.143
0.789
0.095
0.180
Sig.
0.892
0.000
0.343
0.471
0.983
0.837
Lampiran 18 Analisis sidik ragam am