Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta Excelsa (Jack) M. Jacobs) Dengan Meniran (Phyllanthus Urinaria L Dan Phyllanthus Debilis Klein Ex Wild)

SISTEM AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa
(Jack) M. Jacobs) DENGAN MENIRAN (Phyllanthus
urinaria L. DAN Phyllanthus debilis Klein ex Wild)

NILASARI DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Agroforestri
Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dengan Meniran (Phyllanthus
urinaria L. dan Phyllanthus debilis Klein ex Wild) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Nilasari Dewi
NIM E451150266

RINGKASAN
NILASARI DEWI. Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M.
Jacobs) dengan Meniran (Phyllanthus urinaria L. dan Phyllanthus debilis Klein
ex Wild). Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO dan GUSMAINI.
Sentang merupakan salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang tahan
terhadap hama dan penyakit, memiliki kualitas kayu yang cukup baik dan nilai
ekonomi yang tinggi. Penanaman sentang dapat dilakukan berdasarkan sistem
agroforestri dengan meniran. Meniran merupakan tanaman herba berkhasiat obat
dengan kategori kelas toksik ringan. Meniran dapat ditanam di tempat ternaungi
ataupun terbuka. Penanaman dengan sistem ini akan memberikan dampak positif
dan negatif terhadap keduanya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian mengenai
sistem agroforestri meniran dan sentang dengan tujuan menganalisis pengaruh
alelopati sentang terhadap pertumbuhan dan produksi meniran, menganalisis
pertumbuhan sentang dan menganalisis pertumbuhan, produksi dan kandungan

senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran.
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Pusat Studi
Biofarmaka Cikabayan dan di rumah kaca, Departemen Silvikultur, IPB dimulai
dari bulan Januari sampai Juni 2016. Penelitian ini terdiri dari 3 kegiatan.
Kegiatan pertama berjudul “pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang
terhadap pertumbuhan dan produksi meniran merah dan kuning”. Metode yang
digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan petak terbagi (split plot design).
Perlakuan yang digunakan terdiri dari 14 perlakuan dengan 3 ulangan. Petak
utama adalah 2 jenis tanaman meniran yaitu meniran merah (P. urinaria) dan
kuning (P. debilis). Anak petak adalah 7 konsentrasi ekstrak yang terdiri dari P0 =
tanpa ekstrak sentang; P1 = ekstrak serasah daun sentang 1.25%; P2 = ekstrak
serasah daun sentang 2.5%; P3 = ekstrak serasah daun sentang 5%; P4 = ekstrak
serasah ranting sentang 1.25%; P5 = ekstrak serasah ranting sentang 2.5% dan P6
= ekstrak serasah ranting sentang 5%.
Kegiatan yang kedua berjudul “pertumbuhan sentang dalam sistem
monokultur dan agroforestri”. Metode yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap dengan perlakuan pola tanam dengan 14 ulangan. Pola tanam terdiri dari
P0= pola monokultur dan P1= pola agroforestri. Sentang berumur 2 tahun dengan
jarak tanam 2.5 m x 2.5 m.
Kegiatan yang ketiga berjudul “pertumbuhan, produksi, dan kandungan

senyawa meniran merah dan meniran kuning dalam sistem monokultur dan
agroforestri”. εetode yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) dengan perlakuan monokultur meniran merah (P0Mm), monokultur
meniran kuning (P0Mk), agroforestri meniran merah dengan sentang (P1Mm),
dan agroforestri meniran kuning dengan sentang (P1Mk). Jumlah ulangan yang
digunakan adalah 4 ulangan. Sentang memiliki umur 2 tahun dengan jarak tanam
2.5 m x 2.5 m.
Hasil penelitian pengaruh alelopati sentang terhadap meniran menunjukkan
bahwa pengaruh faktor tunggal konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap pertumbuhan dan produksi meniran. Pengaruh interaksi ekstrak
daun sentang 5% (P3) pada meniran merah memiliki nilai paling rendah
dibandingkan meniran merah dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan

bahwa ekstrak daun sentang 5% menghambat produksi biomassa basah meniran
merah.
Pola tanam dengan sistem agroforestri tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan pohon sentang. Hal ini diduga karena waktu pengukuran yang relatif
singkat yakni hanya berkisar tiga bulan. Pertumbuhan akar sentang mengarah ke
permukaan baik agroforestri maupun monokultur. Hal ini diakibatkan oleh
pergerakan akar yang mengikuti letak unsur hara dan air. Unsur hara tersedia di

permukaan tanah akibat adanya pemupukan pada tanaman sela pada sistem
agroforestri. Selain itu, curah hujan yang cukup tinggi juga menyebabkan
terjadinya erosi.
Pola tanam dengan sistem agroforestri juga mempengaruhi pertumbuhan,
produksi dan kandungan senyawa meniran merah dan kuning. Sistem agroforestri
menurunkan pertumbuhan dan produksi meniran merah dan kuning akibat
kekurangan cahaya. Namun sistem agroforestri cenderung meningkatkan
kandungan dan produksi senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran merah
dan kuning. Hal ini dipengaruhi oleh adanya cekaman cahaya tersebut sehingga
meniran melakukan mekanisme pertahanan dengan memproduksi metabolit
sekunder yang lebih tinggi. Meniran kuning memiliki kandungan dan produksi
senyawa filantin dan hipofilantin yang lebih tinggi dibandingkan dengan meniran
merah bahkan tidak terdeteksi pada meniran merah yang ditanam secara
monokultur. Sistem agroforestri mampu memicu pembentukan senyawa filantin
pada meniran merah yaitu 0.0018 mg/g.
Kata kunci: alelopati, Azadirachta, Phyllanthus, senyawa aktif

SUMMARY
NILASARI DEWI. System Agroforestry of Sentang (Azadirachta excelsa (Jack)
M. Jacobs) and Meniran (Phyllanthus urinaria L. and Phyllanthus debilis Klein

ex Wild. Supervised by NURHENI WIJAYANTO and GUSMAINI.
Sentang is one of fast growing species which high resistance to pests and
diseases, averagely-good wood quality, and high economic value. Sentang
planting can be integrated with meniran in Agroforestry system. Meniran is an
herbaceous medicinal plant with mild toxic category. Meniran can be grown both
under shade or open land. Cultivation in agroforestry system affect positively and
negatively to both of the plants. Therefore, the research about meniran and
sentang in agroforestry system was conducted to analyze the influence of sentang
allelopathy towards growth and biomass yield of meniran, analyze growth of
sentang and analyze the growth, biomass yield and compounds content
phyllanthin and hypophyllanthin of meniran.
This research was conducted in Conservation Unit Research Center for
Biopharmaceutical Cikabayan IPB and green house of Silviculture Laboratory,
Department of Silviculture, Faculty of Forestry, IPB started from January until
June 2016. This research consists of three activities. First, the title is “influence of
sentang leaf and twigs litter to the growth and yield of red and yellow meniran”.
The method was split plot design with 14 treatments and 3 replications. Main plot
was species, it was red meniran (P. urinaria) and yellow meniran (P. debilis).
Subplot was extract consentration. The consentrations used were P0= no sentang
leaves extract, P1= 1.25% sentang leaves extract, P2= 2.5% sentang leaves extract,

P3= 5% sentang leaves extract, P4= 1.25% sentang twigs extract, P5= 2.5%
sentang twigs extract, and P6= 5% sentang twigs extract.
The second title was “the growth of sentang in monoculture and
agroforestry systems”. The method was complete randomize design with cropping
system treatments and 14 replications. Cropping systems consist of P0=
monoculture and P1= agroforestry. The sentang stands is two years old with
spacing of 2.5 m x 2.5 m.
The third title is “the growth, yield and compound of red and yellow
meniran in monoculture and agroforestry systems”. The method was complete
randomized block design with 4 replications. The treatments was monoculture of
red meniran (P0Mm), monoculture of yellow meniran (P0Mk), agroforestry of red
meniran (P1Mm), and agroforestry of yellow meniran (P1Mk). The sentang stand
is two years old with spacing of 2.5 m x 2.5 m.
The result shows that, there was no influence from single treatment
allelopathy extract of leaf and twig litter of sentang to meniran growth. Interaction
effect of 5% sentang leaf extract (P3) on the red meniran has the lowest value of
wet biomass yield compared to red meniran with other treatments. It indicated that
5% leaf extract of sentang could inhibit the wet biomass yield of red meniran.
Agroforestry systems was not influenced towards dimension and roots of
sentang trees. This cause the relatively short measurement time of only around

three months. The growth of sentang roots appear on surface, both agroforestry
and monoculture. This was caused by root movement that follows the layout of
nutrients and water. Nutrients available in the soil surface as a result of

fertilization in intercrops of agroforestry systems. In addition, rainfall is quite high
causes erosion.
Agroforestry systems affect the growth, yield and phyllanthin and
hypophyllanthin compound content of red and yellow meniran. Agroforestry
system reduced the growth and yield of red and yellow meniran due to lack of
light. However agroforestry systems tend to increase the content and yield of
compounds phyllanthin and hypophyllanthin on red and yellow meniran. This is
influenced by the light of their stress, so meniran conduct defense mechanisms by
producing secondary metabolites were higher. Yield and compound phyllanthyn
and hypophyllanthin of yellow meniran higher than the red meniran. Even, both of
these compounds were not detected in red meniran monoculture. Agroforestry
system triggers the formation of filantin compounds on red meniran that 0.0018
mg/g.
Keywords: active compound, allelopathy, Azadirachta, Phyllanthus

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SISTEM AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa
(Jack) M. Jacobs) DENGAN MENIRAN (Phyllanthus
urinaria L. DAN Phyllanthus debilis Klein ex Wild)

NILASARI DEWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah agroforestri yang dilaksanakan sejak bulan
Januari 2016, dengan judul Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta excelsa
(Jack) M. Jacobs) dengan Meniran (Phyllanthus urinaria L. dan Phyllanthus
debilis Klein ex Wild).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto,
MS dan Ibu Dr Ir Gusmaini, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan nasihat, bimbingan, ilmu dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS
selaku penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku ketua

sidang atas saran, nasihat dan ilmunya. Penghargaan penulis sampaikan kepada
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberikan beasiswa
tesis 2016. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Hariri, Ibu Sri
Wahyuni, adik Eny Dwiyanti, mas Saifurrohman Wahid, dan seluruh keluarga
atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan satu
bimbingan, Aditya Wardani, Andhira Trianingtyas, Arifa Mulyesthi Rahmawathi,
dan Nofika Senjaya atas semangat, kerjasama dan bantuannya dalam penyelesaian
karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Adnani dan
pekerja lapangan Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan IPB yang
sudah banyak membantu dalam kelancaran penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Fatimah Nur Istiqomah,
Muhammad Iqbal Maulana, Christine Della P, Ria Rachmawati, Aldy Juliansyah,
Zhafira Rizki Amelia, Siti Jaenab, Dyah Ayu K, Dinda Aisyah FH, Sopto
Darmawan, teman-teman seperjuangan fast track Silvikultur 48, dan teman
Silvikultur Tropika 2014 yang telah memberikan bantuan, semangat dan
dukungan selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf
Departemen Silvikultur IPB dan semua pihak yang telah membantu selama
penelitian sampai tahap penyusunan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017
Nilasari Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
4
4

2 PENGARUH ALELOPATI SERASAH DAUN DAN RANTING SENTANG
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI MENIRAN MERAH
DAN MENIRAN KUNING
5
Pendahuluan
6
Bahan dan Metode
6
Hasil dan Pembahasan
9
Simpulan
14
Daftar Pustaka
14
3 PERTUMBUHAN SENTANG DALAM SISTEM MONOKULTUR DAN
AGROFORESTRI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

16
16
17
19
22
22

4 PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN SENYAWA
MENIRAN MERAH DAN MENIRAN KUNING DALAM SISTEM
MONOKULTUR DAN AGROFORESTRI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

24
25
26
29
34
34

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

37
37
37

DAFTAR PUSTAKA

37

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis uji GC-MS pirolisis serasah daun dan ranting sentang
2 Hasil sidik ragam pengaruh ekstrak serasah daun dan ranting sentang
terhadap pertumbuhan dan produksi meniran
3 Hasil uji Duncan pengaruh faktor jenis terhadap pertumbuhan dan
produksi meniran
4 Hasil uji Duncan pengaruh faktor interaksi terhadap produksi meniran
5 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan uji Duncan pengaruh pola tanam
terhadap pertumbuhan sentang
6 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap
pertumbuhan dan produksi meniran
7 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan meniran
8 Kandungan senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran
9 Produksi senyawa filantin dan hipofilantin pada meniran

10
11
12
12
21
30
31
33
33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Ruang lingkup penelitian
Meniran merah pada berbagai konsentrasi
Pola tanam sentang a) monokultur dan b) agroforestri
Pertumbuhan tinggi dan diameter batang sentang per bulan
Meniran pada pola tanam a) monokultur dan b) agroforestri
Struktur kimia a) filantin dan b) hipofilantin

4
13
20
21
30
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Desain plot agroforestri sentang dan meniran
Desain plot monokultur sentang
Desain plot monokultur meniran
Hasil analisis sifat fisik tanah
Hasil analisis sifat kimia tanah
Hasil analisis senyawa daun sentang
Hasil analisis senyawa ranting sentang
Hasil analisis filantin dan hipofilantin meniran merah dan meniran
kuning
9 Data curah hujan
10 Data suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya

43
44
45
46
47
48
49
50
51
52

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasokan kayu baik dari hutan alam maupun hutan tanaman atau hutan rakyat
saat ini telah mengalami penurunan (BPS 2016). Hal ini disebabkan oleh banyak
faktor antara lain lahan hutan yang semakin menyempit akibat perubahan fungsi
hutan menjadi fungsi lainnya, adanya serangan hama penyakit pada pohon yang
dibudidayakan dan lain-lain. Jenis kayu yang banyak dibudidayakan oleh
masyarakat seperti mahoni, jabon, sengon dan akasia mulai banyak diserang oleh
hama dan penyakit. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan jenis kayu yang memiliki
karakteristik cepat tumbuh (fast growing species) namun tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
Sentang adalah salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang termasuk dalam
famili Meliaceae dan merupakan spesies lokal di Pulau Borneo. Kayu sentang
termasuk kayu keras sederhana (Ching 2003). Kayu ini sangat berguna untuk
konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir (Gan et al. 1999). Bagian tumbuhan
lainnya juga dapat dimanfaatkan seperti tunas muda dan bunganya yang dapat
dikonsumsi sebagai sayuran (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2002).
Biji sentang mengandung Azadirachtin (3.3−3.5 mg/g) yang digunakan
sebagai insektisida. Peneliti Jerman telah mengisolasi senyawa ini dan telah
dilaporkan bahwa Azadirachtin pada sentang lebih aktif dua hingga tiga kali
dibanding Azadirachtin pada mimba (Mungkorndin 1993). Selain itu, sentang
juga berpotensi sebagai kayu energi karena memiliki persentase kadar abu rendah
dan nilai kalori yang tinggi (Hossain & Jalil 2015). Berdasarkan kegunaan
tersebut, sentang berpotensi untuk dikembangkan oleh masyarakat dalam hutan
tanaman sebagai pengganti kayu yang telah banyak terserang hama penyakit
untuk memenuhi pasokan kayu di Indonesia.
Pembangunan hutan tanaman sentang dapat dilakukan dengan
pengembangan sistem agroforestri yaitu penggunaan lahan secara bersamaan.
Selain berfungsi untuk pengoptimalan lahan di bawah tegakan, agroforestri juga
dapat digunakan sebagai solusi permasalahan berkurangnya luasan hutan maupun
pertanian. Sentang berpotensi ditanam berbasiskan agroforestri karena sentang
memiliki tajuk kerucut dan arsitektur pohon yang seimbang (Orwa et al. 2009)
sehingga intensitas cahaya yang masuk ke bawah tegakan cukup tinggi. Hal ini
akan mendukung pertumbuhan tanaman di bawah tegakan.
Tanaman yang dapat dikembangkan di bawah tegakan sentang adalah
tanaman musiman termasuk tanaman obat. Tanaman obat yang berpotensi untuk
dikembangkan salah satunya adalah meniran. Kebutuhan simplisia meniran oleh
pabrik obat tradisional adalah 20 ton/ha (Kartasubrata 2010). Bahkan kebutuhan
meniran dapat mencapai lebih dari 6 000 ton/tahun bila digunakan sebagai
subtitusi obat penurun hipertensi (BPS 2010). Kebutuhan ini akan terus meningkat
seiring bertambahnya jumlah penduduk. Bermawie et al. (2006) menyatakan
bahwa meniran dapat ditanam di tempat ternaungi ataupun terbuka. Sebagian
masyarakat telah menggunakan tanaman ini sebagai obat tradisional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meniran memiliki aktivitas antifungal
(Khan et al. 2013), antihepatotoksik (Ahmed et al. 2009), antimicrobial (Nguyen

2
2013), antikanker (Huang et al. 2010), antidiabetik (Perera & Handuwalage 2015),
antiplasmodial (Haslinda et al. 2015) dan penghambat pertumbuhan virus
penyebab penyakit (Karyawati 2011). Meniran juga termasuk dalam kategori
kelas toksik ringan sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan manusia (Halim
2010).
Khasiat herba meniran diduga berasal dari kandungan senyawa kimia seperti
alkaloid, flavanoid, fenolik, steroid dan lignan (Masruroh et al. 2014). Lignan
merupakan senyawa penanda kualitas dari herba meniran. Lignan memiliki
komponen utama filantin, hipofilantin, filtetralin dan nirantin (Murugaiyah &
Chan 2008). Kandungan senyawa aktif meniran yang diamati adalah filantin dan
hipofilantin. Filantin dan hipofilantin merupakan salah satu kandungan senyawa
dari meniran yang penting dan berkhasiat obat. Filantin, hipofilantin dan tanin
berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sebagai
hepatoprotektor (Than et al. 2006). Sarin et al. (2014) juga menyebutkan bahwa
filantin dan hipofilantin memberikan efek antibakteri, antioksidan, antiinflammatory dan berperan dalam penurunan kadar gula darah.
Meniran memiliki banyak jenis yang berbeda baik morfologi maupun
manfaatnya termasuk meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dan meniran
kuning (Phyllanthus debilis Klein ex Wild). Kedua meniran ini banyak ditemukan
di sekitar tempat penelitian. Meniran kuning mengandung antioksidan tertinggi
dibanding genus Phyllanthus lainnya (Ali et al. 2007) dan meniran merah
mengandung antioksidan tertinggi kedua setelah meniran kuning (Kumaran &
Karunakaran 2007).
Penelitian mengenai manfaat dan khasiat tanaman meniran sudah banyak
dilakukan. Namun penelitian mengenai budidaya meniran masih jarang dilakukan
terutama dalam sistem agroforestri. Hal ini dikarenakan meniran tumbuh secara
liar dan oleh sebagian masyarakat masih dianggap sebagai gulma yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman lainnya. Perolehan bahan baku meniran
sebagai obat juga masih bergantung pada alam. Oleh karena itu, penelitian
mengenai budidaya meniran masih perlu dilakukan.
Penanaman dengan sistem agroforestri ini memiliki interaksi baik positif
maupun negatif. Interaksi positif seperti adanya penambahan nutrisi akibat
kegiatan pemupukan pada tanaman pertanian, sedangkan interaksi negatif salah
satunya yaitu adanya sifat alelopati dari salah satu tumbuhan kepada tumbuhan
lainnya. Oleh karena itu, interaksi yang terjadi di antara keduanya perlu dianalisis.
Interaksi keduanya dapat ditentukan berdasarkan ada tidaknya alelopati dari
pohon sentang terhadap pertumbuhan meniran, pertumbuhan dan produksi
masing-masing komoditas, serta kandungan senyawa meniran yang ditanam
secara agroforestri dengan sentang. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian
mengenai sistem agroforestri sentang dengan meniran merah dan meniran kuning.

Perumusan Masalah
Kebutuhan kayu yang semakin meningkat namun tidak diimbangi oleh
pasokan kayu yang cukup membutuhkan adanya perbaikan produktivitas. Salah
satunya yaitu dengan menanam pohon yang memiliki karakteristik cepat tumbuh
namun tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pembangunan hutan tanaman

3
yang biasanya dilakukan dengan sistem monokultur dapat dikembangkan dengan
sistem agroforestri. Hal ini juga memberikan solusi terhadap permasalahan
penurunan luasan lahan produksi. Tanaman kehutanan yang dapat dikembangkan
untuk meningkatkan pasokan kayu adalah sentang. Sentang saat ini masih belum
banyak dikenal dan dibudidayakan di Indonesia, padahal manfaat dan kegunaan
sentang cukup tinggi. Pengoptimalan lahan di bawah tegakan sentang dapat
dilakukan dengan menerapkan sistem agroforestri tersebut, misalnya menanam
meniran yang berkhasiat obat sebagai tanaman sela.
Meniran hingga saat ini masih dianggap sebagai gulma yang menghambat
pertumbuhan tanaman lainnya oleh sebagian masyarakat. Budidaya tanaman
meniran juga masih kurang diteliti terutama dalam sistem agroforestri sehingga
budidayanya masih sulit dilakukan. Penerapan sistem agroforestri antara sentang
dan meniran akan memberikan dampak positif maupun negatif yang masih belum
diketahui terhadap kedua tanaman tersebut. Berdasarkan hal tersebut,
permasalahan yang perlu dikaji antara lain:
1. Apakah serasah daun dan ranting sentang memiliki zat alelopati terhadap
pertumbuhan meniran merah dan kuning?
2. Bagaimana pertumbuhan sentang yang ditanam berdasarkan sistem monokultur
dan agroforestri?
3. Bagaimana pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan
hipofilantin meniran merah dan kuning yang ditanam berdasarkan sistem
monokultur dan agroforestri?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui interaksi antara
pohon sentang dan herba meniran yang ditanam dengan sistem agroforestri,
kemudian dibagi menjadi beberapa tujuan antara lain:
1. Menganalisis pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap
pertumbuhan meniran merah dan meniran kuning
2. Menganalisis pertumbuhan sentang yang ditanam berdasarkan sistem
monokultur dan agroforestri.
3. Menganalisis pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan
hipofilantin meniran merah dan kuning yang ditanam berdasarkan sistem
monokultur dan agroforestri.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan sistem agroforestri sentang dengan meniran merah dan kuning
berdasarkan analisis pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan
hipofilantin pada meniran. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan
informasi bagaimana interaksi antara sentang dan meniran yang ditanam dengan
sistem agroforestri. Informasi ini untuk selanjutnya diharapkan dapat memberikan
masukan kepada masyarakat dan pemerintah mengenai potensi pemanfaatan lahan

4
di bawah tegakan sentang untuk penanaman meniran agar pola agroforestri
tersebut dapat dikembangkan.
Hipotesis
Penelitian ini dilaksanakan dengan didasarkan pada hipotesis sebagai
berikut:
1. Serasah daun dan ranting sentang tidak bersifat alelopati terhadap pertumbuhan
meniran merah dan kuning.
2. Agroforestri sentang dan meniran mempengaruhi pertumbuhan sentang.
3. Agroforestri sentang dan meniran mempengaruhi pertumbuhan, produksi dan
kandungan senyawa filantin dan hipofilantin meniran merah dan kuning.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi interaksi yang akan terjadi antara
pohon sentang dan herba meniran akibat penanaman menggunakan pola
agroforestri (Gambar 1). Interaksi keduanya kemudian dirumuskan dengan tiga
judul penelitian antara lain: 1) pengaruh alelopati serasah daun dan ranting
sentang terhadap pertumbuhan meniran merah dan kuning; 2) pertumbuhan
sentang yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri; dan 3)
pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa filantin dan hipofilantin meniran
merah dan kuning yang ditanam berdasarkan sistem monokultur dan agroforestri.

Penanaman pohon
sentang dan herba
meniran

Interaksi

Alelopati sentang
terhadap meniran

Pertumbuhan
sentang

Pertumbuhan, produksi,
dan kandungan senyawa
filantin dan hipofilantin
meniran

Keberhasilan pembangunan
agroforestri pohon sentang
dan herba meniran
Gambar 1 Ruang lingkup penelitian

5

2 PENGARUH ALELOPATI SERASAH DAUN DAN RANTING
SENTANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
MENIRAN MERAH DAN MENIRAN KUNING
Abstrak
Sistem agroforestri merupakan perpaduan antara tanaman kehutanan dengan
tanaman pertanian dalam satu hamparan lahan yang sama seperti sentang dan
meniran. Penanaman dengan sistem agroforestri ini memiliki interaksi baik positif,
netral maupun negatif seperti adanya sifat alelopati. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh alelopati serasah daun dan ranting sentang terhadap
pertumbuhan meniran. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan
petak terpisah (Split Plot Design). Perlakuan yang digunakan terdiri dari 14
perlakuan dengan 3 kali ulangan. Petak utama adalah 2 jenis tanaman meniran
yaitu meniran merah dan kuning. Anak petak adalah 7 konsentrasi ekstrak yang
terdiri dari P0 = tanpa ekstrak sentang; P1 = ekstrak serasah daun sentang 1.25%;
P2 = ekstrak serasah daun sentang 2.5%; P3 = ekstrak serasah daun sentang 5%;
P4 = ekstrak serasah ranting sentang 1.25%; P5 = ekstrak serasah ranting sentang
2.5% dan P6 = ekstrak serasah ranting sentang 5%. Berdasarkan hasil penelitian,
pengaruh faktor tunggal konsentrasi ekstrak tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap pertumbuhan meniran. Pengaruh interaksi ekstrak daun sentang 5% (P3)
pada meniran merah memiliki nilai paling rendah dibandingkan meniran merah
dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sentang 5%
menghambat produksi biomassa basah meniran merah.
Kata kunci: agroforestri, alelopati, meniran kuning, meniran merah, sentang
Abstract
Agroforestry system is integration between forestry species with
agricultural crops at same location, in this case was sentang and meniran.
Planting using agroforestry system has positive and negative interaction, such as
allelopathy effect. This research aimed to analyze the influence of leaf and
branches litter of sentang toward growth and yield of meniran, namely red and
yellow meniran. The design was completely randomized design with split plot
design. The treatment consisted of 14 treatments with 3 replications. The main
plot was two meniran species. The subplot was the extracts concentration with 7
levels; without extract of sentang (P0), 1.25% leaf extract of sentang (P1), 2.5%
leaf extract of sentang (P2), 5% leaf extract of sentang (P3), 1.25% twig extract
of sentang (P4), 2.5% twig extract of sentang (P5), and 5% twig extract of
sentang (P6). The result shows that, there was no influence from single treatment
allelopathy extract of leaf and twig litter of sentang to meniran growth.
Interaction effect of 5% sentang leaf extract (P3) on the red meniran has the
lowest value of wet biomass yield compared to red meniran with other treatments.
It indicated that 5% leaf extract of sentang could inhibit the wet biomass yield of
red meniran.
Keywords: agroforestry, allelopathy, Phyllanthus debilis, Phyllanthus urinaria,
sentang

6
Pendahuluan
Sistem agroforestri merupakan suatu sistem yang menggunakan lahan secara
terpadu dan memiliki aspek sosial dan ekologi. Sistem ini dilaksanakan melalui
pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak,
baik secara bersama-sama atau bergiliran pada suatu unit lahan yang sama
sehingga dapat mencapai hasil yang berkesinambungan (Nair 1987).
Pengkombinasian ini menimbulkan interaksi seperti interaksi positif, negatif,
maupun netral. Interaksi negatif terjadi bila salah satu atau pun kedua produksi
tanaman mengalami penurunan. Hal ini misalnya akibat dari adanya zat alelopati.
Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung maupun tidak langsung
dari suatu tumbuhan terhadap yang lainnya termasuk mikroorganisme baik yang
bersifat positif atau perangsangan maupun negatif atau penghambatan terhadap
pertumbuhan (Singh et al. 2003). Sumber alelopati dari suatu agroekosistem dapat
berasal dari gulma, tanaman semusim, tanaman tahunan/berkayu, residu dari
tanaman dan gulma serta mikroorganisme. Dalam sistem agroforestri, sumber
alelopati dapat berasal dari tanaman kehutanan maupun tanaman pertanian, namun
pengaruhnya akan lebih besar dari tanaman kehutanan terhadap tanaman pertanian.
Hal ini disebabkan tanaman kehutanan memiliki waktu pertumbuhan yang lebih
lama dibandingkan tanaman pertanian, sehingga pengaruhnya juga akan lebih
dominan.
Pengkombinasian yang dilakukan dalam penelitian adalah pohon sentang
dengan herba meniran. Pengaruh alelopati pohon sentang terhadap meniran akan
lebih besar dibanding pengaruh meniran terhadap pohon sentang. Oleh karena itu,
pengaruh alelopati yang diamati adalah alelopati dari ekstrak serasah daun dan
ranting sentang terhadap pertumbuhan meniran.
Pendugaan adanya alelopati ini dikarenakan mimba (Azadirachta indica)
sebagai kerabat dekat sentang merupakan salah satu tanaman berkayu yang
memiliki sifat alelopati. Tumbuhan ini dilaporkan dapat menghambat
pertumbuhan tanaman pertanian seperti alfalfa, buncis, wortel, lobak, padi, wijen,
gulma (Xuan et al. 2003) crabgrass, ryegrass, barnyard grass dan padi hutan
(Kato-Noguchi et al. 2014). Namun diharapkan sentang tidak memiliki sifat
alelopati terhadap pertumbuhan meniran agar perpaduan keduanya dapat tetap
dikembangkan. Meniran yang digunakan dalam penelitian ini adalah meniran
merah (Phyllanthus urinaria L.) dan kuning (Phyllanthus debilis Klein ex Wild).
Hal ini dikarenakan kedua jenis meniran tersebut mudah ditemukan di sekitar
lokasi penelitian dan keduanya memiliki manfaat yang cukup tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh alelopati serasah daun
dan ranting sentang terhadap pertumbuhan dan produksi meniran merah dan
meniran kuning.

Bahan dan Metode
Waktu dan tempat
Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret hingga Juni 2016. Penelitian ini
dilaksanakan di rumah kaca Bagian Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, IPB. Penggilingan serasah daun dan ranting sentang dilaksanakan di

7
Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
IPB. Analisis kandungan senyawa sentang dilakukan dengan uji GC-MS Pirolisis
di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan (P3KKPHH) Gunung Batu, Bogor.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan antara lain polybag, pupuk kompos, pupuk
anorganik (Urea, SP-36, KCl), alkohol 70%, aquades, kertas saring, benih
meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) dan meniran kuning (Phyllanthus debilis
Klein ex Wild), insektisida, fungisida, serasah daun dan ranting sentang, amplop
kertas serta plastik. Alat yang digunakan antara lain cangkul, timbangan, ajir,
penggaris, pita ukur, kaliper, sprayer, gembor, gelas ukur, bak plastik, label, oven,
dan botol film.
Rancangan penelitian dan analisis data
Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap dengan petak terpisah
(Split Plot Design). Perlakuan yang digunakan terdiri dari 14 perlakuan dengan 3
kali ulangan. Petak utama adalah jenis tanaman meniran, sedangkan anak petak
adalah konsentrasi ekstrak. Jenis meniran terdiri dari meniran merah dan kuning.
Anak petak terdiri dari 7 konsentrasi ekstrak antara lain:
P0
= Tanpa ekstrak sentang
P1
= Ekstrak serasah daun sentang 1.25%
P2
= Ekstrak serasah daun sentang 2.5%
P3
= Ekstrak serasah daun sentang 5%
P4
= Ekstrak serasah ranting sentang 1.25%
P5
= Ekstrak serasah ranting sentang 2.5%
P6
= Ekstrak serasah ranting sentang 5%
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan
Sumertajaya 2006):
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij+

ik + ijk

Keterangan:
Yijk
= nilai pengamatan pada petak utama taraf ke-i, anak petak
taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ
= nilai rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan petak utama ke-i
βj
= pengaruh perlakuan anak petak ke-j
(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan petak utama ke-i dengan
perlakuan anak petak ke-j
= komponen acak dari petak utama ke-i, ulangan ke-k yang
ik
menyebar normal
= pengaruh acak dari anak petak ke-j, ulangan ke-k yang
ijk
menyebar normal
Analisis data menggunakan ANOVA pada taraf 5% untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut Duncan taraf 5% dilakukan apabila terdapat

8
pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Data diolah menggunakan program
SAS 9.1.3.
Data selanjutnya diolah menggunakan software SAS 9.1.3, jika:
a. P-value > � (0.05), maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
parameter yang diamati.
b. P-value < � (0.05), maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap
parameter yang diamati. Bila perlakuan memberikan pengaruh nyata, data
kemudian diuji lanjut dengan Duncan’s Multiple Range Test.
Prosedur penelitian
Penanaman
Benih meniran (meniran merah dan kuning) disemai dalam media semai
(tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1). Semai yang sudah dapat
dipindahkan ke polybag minimal memiliki 3−5 daun majemuk (Kartasubrata
2010). Meniran yang sudah disemai ditanam dalam polybag dengan ukuran 15 cm
x 20 cm yang berisi media tanam (tanah dan kompos dengan perbandingan 2:1)
sebanyak 1 kg.
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyiangan untuk membersihkan
gulma yang tumbuh, pengendalian hama penyakit, dan penyiraman yang
dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk anorganik (Urea, SP-36, KCl). SP-36 dengan dosis 100 kg/ha diberikan
seluruhnya pada waktu tanam sedangkan urea dengan dosis 200 kg/ha dan KCl
dengan dosis 150 kg/ha diberikan dua kali yaitu pada 4 MST dan 6 MST
(Bermawie et al. 2006). Penyulaman tanaman yang mati dilakukan pada tanaman
hingga berumur 2 minggu setelah penanaman.
Persiapan bahan ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstrasi serasah daun dan
ranting sentang adalah metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi
dengan proses perendaman sampel dalam pelarut organik yang digunakan pada
suhu ruangan (Darwis 2000). Pelarut yang digunakan dalam mengekstraksi dapat
berupa pelarut polar dan non polar. Contoh pelarut polar adalah etanol dan air.
Pemakaian pelarut etanol lebih baik dalam mengekstraksi meniran terhadap
perolehan kadar fenolat dan daya aktioksidan dibanding pelarut air dengan
perbandingn 60:40 (Martinus & Riva’i 2011). Oleh karena itu, pelarut yang
digunakan dalam penelitian ini adalah etanol.
Serasah daun dan ranting sentang diperoleh dari kebun sentang di
Cikabayan, IPB. Ranting dan daun sentang kemudian dipotong dengan panjang
0.5 cm kemudian dioven dengan suhu 80 °C selama 48 jam. Potongan ranting dan
daun digiling menjadi serbuk. Untuk mendapatkan ekstrak bahan dengan
konsentrasi 10% w/v, masing-masing bahan tanaman yang sudah dihaluskan
sebanyak 10 g kemudian diekstrak dengan 100 ml alkohol 70% yang fungsinya
untuk melepaskan senyawa-senyawa kimia yang ada dalam organ tanaman.
Ekstrak kemudian dikocok selama 24 jam dengan kecepatan 150 rpm, pada
temperatur ruang (25−27 °C). Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dengan

9
kertas saring. Konsentrasi ekstrak lainnya (1.25%, 2.5%, dan 5% masing-masing)
diperoleh dengan mengencerkan 10% ekstrak (Lungu et al. 2011).
Aplikasi ekstraksi
Ekstrak serasah daun dan ranting sentang disaring menggunakan kertas
saring. Hasil saringan ekstrak yang sudah diencerkan disiramkan pada satuan
amatan sebanyak 10 ml/polybag sesuai perlakuan. Aplikasi ekstrak serasah dan
ranting sentang dilakukan setiap tiga hari sekali (Solichatun & Nasir 2002) selama
10 minggu.
Pengamatan dan panen
Pengamatan pertumbuhan meniran yang diberi perlakuan ekstrak sentang
dilakukan setiap dua minggu selama 10 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, dan diameter batang.
Pengamatan produksi biomassa basah (berat basah pucuk dan berat basah akar)
dan biomassa kering (berat kering pucuk dan berat kering akar) dilakukan setelah
dilakukan pemanenan. Biomassa basah diamati dengan cara menimbang
menggunakan timbangan neraca analitik bagian akar dan pucuk. Biomassa kering
diamati dengan cara menimbang menggunakan timbangan neraca analitik bagian
akar dan pucuk yang telah dioven pada suhu 50 °C selama 24 x 5 jam. Panen
meniran dilakukan pada umur 10 minggu setelah dipindahkan ke polybag.

Hasil dan Pembahasan
Kandungan senyawa sentang
Hasil uji GC-MS Pirolisis menunjukkan bahwa daun dan ranting sentang
mengandung berbagai senyawa yang ditunjukkan pada Lampiran 6 dan Lampiran
7. Kandungan 7 senyawa tertinggi dari senyawa tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.
Senyawa yang ada pada daun dan ranting sentang beberapa termasuk dalam
alelokimia. Li et al. (2010) menyebutkan bahwa senyawa yang termasuk dalam
alelokimia antara lain asam fenolik, asam lemak, dan terpenoid.
Kandungan senyawa pada daun sentang antara lain ammonium carbamate,
phytene, phytol, asam stearik, methyl 12-methyltetradecene, oleic acid dan
ambrettolide. Ammonium carbamate merupakan senyawa dengan persentase
paling tinggi yaitu 25.67%, namun senyawa ini diduga bukan termasuk senyawa
yang bersifat alelopati. Phytene dan phytol termasuk dalam senyawa diterpen,
sedangkan asam stearik, methyl 12-methyltetradecene dan oleic acid termasuk
dalam golongan asam lemak. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa-senyawa
tersebut termasuk dalam alelokimia. Cahyanti et al. (2015) menyebutkan bahwa
serasah daun bambu yang mengandung senyawa phytol 3.62% mampu
menghambat pertumbuhan gulma rumput ginting pada konsentrasi 5% dan 10%.
Kandungan senyawa pada ranting sentang antara lain ammonium carbamate,
ethylic acid, 4-allyl-2,6- dimethoxyphenol, 2,5 dimethoxybenzyl alcohol, conyferyl
alcohol dan isopropenyl acetate. Ammonium carbamate pada ranting sentang juga
memiliki persentase yang paling tinggi dibanding senyawa lainnya yaitu 15.75%.
Senyawa lain pada ranting sentang yang diduga tidak bersifat alelopati adalah
levoglucosan termasuk glukosa dan isopropenyl acetate termasuk ester. Senyawa

10
lainnya diduga bersifat alelopati antara lain ethylic acid termasuk golongan asam
lemak, dan beberapa senyawa lain yang termasuk dalam golongan fenolik.

Tabel 1 Hasil analisis uji GC-MS pirolisis serasah daun dan ranting sentang
No

1

2

Daun sentang
Senyawa
Persentase (%)
Carbamic acid,
monoammonium salt
25.67
(CAS) Ammonium
carbamate
2-hexadecene, 2,
6,10,14-tetramethyl9.17
(CAS) PHYTENE

3

Oktadecanoic acid
(CAS) Stearic acid

6.17

4

2-Hexadecene-1-ol,
3,7,11,15-tetramethyl
– [R-[R*, R*-(E)]](CAS) Phytol

6.01

5

Tetradecanoic acid,
12-methyl-, methyl
ester (CAS) Methyl
12-methyltetradecene

5.83

6

9-Octadecanoic acid
(Z)- (CAS) Oleic acid

4.71

7

Oxacycloheptadec-8en-2-one (CAS)
Ambrettolide

4.68

Ranting sentang
Senyawa
Persentase (%)
Carbamic acid,
monoammonium salt
15.75
(CAS) Ammonium
carbamate
Acetic acid (CAS)
Ethylic acid
1,6-ANHYDROBETA-DGLUCOPYRANOSE
(LEVOGLUCOSAN)
Phenol 2,6dimethoxy-4-(2propenyl)- (CAS) 4Allyl-2,6dimethoxyphenol
2,5 Dimethoxybenzyl
alcohol
Phenol, 4-(3hydroxy-1-propenyl)2-methoxy- (CAS)
conyferyl alcohol
1-propen—2-ol,
acetate (CAS)
Isopropenyl acetate

10.26

8.45

7.82

5.28

4.92

4.74

Kusuma (2016) menyatakan bahwa ekstrak umbi teki yang mengandung
senyawa fenol termasuk phenol 2,6 dimethoxy mampu mengendalikan
pertumbuhan gulma daun lebar pada konsentrasi 0.5 kg/L dan 1.0 kg/L. Ekstrak
gulma alang-alang yang dilaporkan menghasilkan senyawa kimia polifenol
mampu menghambat pertumbuhan populasi gulma di pertanaman mentimun
(Budi & Hajoeningtijas 2013). Mekanisme senyawa fenol sebagai alelokimia
yaitu menghambat aktivitas hormon pertumbuhan seperti sitokinin dan giberelin,
menurunkan sintesis protein, mengganggu proses fotosintesi dan respirasi, serta
perkembangan dan pemanjangan sel tanaman (Li et al. 2010).
Kandungan senyawa yang bersifat alelopati pada daun sentang cenderung
lebih tinggi dibanding dengan senyawa pada ranting sentang. Hal ini akan
mempengaruhi produksi biomassa pada tanaman meniran (Tabel 4). Persentase
yang lebih tinggi pada senyawa yang bersifat alelopati akan memiliki efek
hambatan yang lebih besar dibanding dengan persentase rendah.

11
Pertumbuhan dan produksi meniran
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor tunggal konsentrasi tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan meniran pada semua
parameter (Tabel 2). Perlakuan dengan konsentrasi paling rendah (1.25%) hingga
paling tinggi (5%) tidak memberikan perbedaan pertumbuhan meniran
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini dapat diartikan bahwa ekstrak serasah daun
dan ranting sentang tidak memiliki sifat alelopati terhadap pertumbuhan meniran
pada konsentrasi tersebut.
Mekanisme hambatan zat alelopati dapat terjadi melalui proses metabolisme
yang cukup kompleks meliputi pembelahan dan pemanjangan sel, pengaturan
pertumbuhan melalui gangguan pada zat pengatur tumbuh, pengambilan hara,
fotosintesis, respirasi, pembukaan stomata, sintesis protein, penimbunan karbon
dan sintesis pigmen, permeabilitas membran dan mengubah fungsi enzim spesifik
(Einhellig et al. 1985). Pemberian ekstrak serasah daun dan ranting sentang pada
meniran merah dan kuning tidak memberikan pengaruh nyata. Hal ini juga
disebabkan adanya faktor pertahanan meniran baik secara morfologi maupun
fisiologi terhadap mekanisme hambatan zat alelopati dari sentang. Astutik et al.
(2016) menyatakan bahwa kacang hijau tidak mengalami hambatan pertumbuhan
dengan adanya alelopati dari daun beluntas karena kacang hijau memiliki lignin
pada dinding sel sebagai pertahanan morfologi. Meniran pun memiliki kandungan
lignin pada seluruh batangnya (Gupta et al. 1984).

Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh ekstrak serasah daun dan ranting sentang
terhadap pertumbuhan dan produksi meniran
Parameter
1.
2.
3.
4.
5.

Tinggi tanaman
Jumlah daun
Jumlah cabang
Diameter
Berat basah total
Berat basah pucuk
Berat basah akar
6. Berat kering total
Berat kering pucuk
Berat kering akar

Jenis
tn
*
*
*
*
*
tn
tn
*
*

Faktor
Konsentrasi
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

Interaksi
tn
tn
tn
tn
*
*
tn
tn
tn
tn

KK
11.18 t1
11.82 t1
20.98 t1
21.13
21.35 t1
17.78 t2
13.15 t2
15.31 t2
16.51 t2
12.74 t2

R2
0.551 t1
0.707 t1
0.602 t1
0.769
0.793 t1
0.826 t2
0.682 t2
0.512 t2
0.615 t2
0.470 t2

(tn): tidak berbeda nyata, (*): berbeda nyata pada taraf uji 5%; KK: koefisien keragaman ; R2: R
kuadrat; (t1): hasil transformasi ln; (t2): hasil trasformasi akar (x+0.5).

Faktor tunggal jenis meniran memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah
daun, berat basah total, berat basah pucuk, jumlah cabang, diameter, berat kering
pucuk dan berat kering akar, serta tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
tinggi, berat basah akar dan berat kering total (Tabel 2). Hal ini menunjukkan
bahwa kedua jenis meniran tersebut memiliki morfologi yang berbeda.

12
Meniran merah dan meniran kuning yang ditanam memiliki tinggi yang
relatif sama (Tabel 3). Meniran merah memiliki jumlah cabang yang lebih banyak
dibandingkan meniran kuning, sehingga jumlah daun meniran merah pun lebih
banyak. Hal ini dikarenakan meniran merah memiliki cabang dan daun yang lebih
rapat serta jarak antar ruas batang juga lebih pendek. Jumlah daun meniran merah
bahkan mencapai 70 daun, sedangkan meniran kuning hanya 30 daun. Jumlah
cabang meniran merah 8 cabang dan meniran kuning 5 cabang. Diameter meniran
merah juga lebih besar dibanding meniran kuning.

Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh faktor jenis terhadap pertumbuhan dan
produksi meniran
Jenisa
Parameter
Uji F
Meniran merah
Meniran kuning
1. Tinggi (cm)
tn
27.62a
33.56a
2. Jumlah daun (daun)
*
70.21a
31.33b
3. Jumlah cabang (cabang)
*
8.00a
5.38b
4. Diameter (mm)
*
2.30a
1.50b
5. Berat basah total (g)
*
10.54a
4.35b
Berat basah pucuk (g)
*
8.94a
3.64b
Berat basah akar (g)
tn
3.26a
2.47a
6. Berat kering total (g)
tn
1.86a
1.40a
Berat kering pucuk (g)
*
2.25a
1.62b
Berat kering akar (g)
*
1.75a
1.53b
a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh faktor interaksi terhadap produksi meniran
Parametera
Interaksi
Berat Basah Total
Berat basah pucuk
MMP0 (g)
13.02a
10.49a
MMP1 (g)
10.62ab
7.95ab
MMP2 (g)
9.85abcd
7.42ab
MMP3 (g)
5.92de
4.62bc
MMP4 (g)
12.35a
9.82a
MMP5 (g)
10.32abc
8.12ab
MMP6 (g)
11.67a
9.05a
MKP0 (g)
5.22e
3.52c
MKP1 (g)
2.54e
1.49c
MKP2 (g)
3.67e
2.12c
MKP3 (g)
6.22cde
4.72bc
MKP4 (g)
6.35bcde
4.49bc
MKP5 (g)
3.42e
2.12c
MKP6 (g)
3.05e
1.55c
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

13
Tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang merupakan faktor yang
mempengaruhi komponen biomassa suatu tanaman. Biomassa juga dapat dilihat
dari berat basah dan berat kering suatu tanaman. Meniran merah memiliki
biomassa yang lebih tinggi dibandingkan meniran kuning. Meniran sebagai obat
tradisional digunakan biomassanya sebagai bahan untuk obat-obatan karena
diduga memiliki kandungan senyawa yang lebih tinggi. Oleh karena itu, meniran
dengan biomassa yang tinggi akan menghasilkan senyawa yang lebih banyak
sehingga baik sebagai bahan obat-obatan. Meniran merah dengan biomassa yang
cukup tinggi dapat direkomendasikan untuk dibudidayakan.
Interaksi kedua faktor tersebut hanya berpengaruh terhadap berat basah total
dan berat basah pucuk. Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 4), meniran kuning
kontrol memiliki nilai yang sama rendahnya dibanding perlakuan lain pada
meniran kuning. Hal ini menunjukkan bahwa baik ekstrak daun maupun ranting
sentang tidak menghambat pertumbuhan meniran kuning.

P0

P1

P2

P3

P4

P5

P6

Gambar 2 Meniran merah pada berbagai konsentrasi

Meniran merah kontrol memiliki berat basah dan berat pucuk yang paling
tinggi dibanding perlakuan lainnya. Perlakuan pemberian ekstrak daun sentang
5% (P3) pada meniran merah memiliki nilai paling rendah dibandingkan meniran
merah dengan perlakuan lainnya, sedangkan meniran merah dengan ekstrak
ranting sentang memiliki nilai yang sama dengan kontrol (Gambar 2). Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak daun sentang 5% cukup menghambat produksi
biomassa basah meniran merah, sedangkan ekstrak ranting sentang tidak
menghambat pertumbuhan meniran merah. Kondisi ini diduga akibat persentase
kandungan senyawa yang bersifat alelopati pada daun sentang lebih tinggi
dibanding pada ranting sentang (Tabel 1).
Meniran merah mengalami hambatan produksi biomassa basah dengan
adanya ekstrak daun sentang namun tidak ada hambatan pada meniran kuning.
Hal ini mengindikasikan bahwa meniran merah memiliki sensivitas yang lebih
tinggi dibanding meniran kuning terhadap adanya senyawa alelopati. Kandungan
senyawa hasil metabolit sekunder dari meniran kuning yang lebih tinggi mampu
memberikan efek pertahanan terhadap senyawa yang bersifat alelopati.

14
Simpulan
Pengaruh faktor tunggal konsentrasi ekstrak daun dan ranting sentang tidak
menghambat pertumbuhan dan produksi meniran, namun pengaruh interaksi
ekstrak daun sentang 5% mampu menghambat produksi biomassa basah meniran
merah dengan hambatan paling tinggi.

Daftar Pustaka
Astutik AF, Raharjo, Purnomo T. 2016. Pengaruh ekstrak daun beluntas Pluchea
indica L. terhadap pertumbuhan gulma meniran (Phyllanthus niruri L.) dan
tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). LenteraBio 1(1):9-16.
Bermawie N, Indrawanto C, Ibrahim MSD, Purwiyanti S. 2006. Budidaya
Mahkota Dewa, Daun Dewa dan Meniran. Bogor (ID): BALITTRO.
Budi GP, Hajoeningtijas. 2013. Penerapan herbisida organik ekstrak alang-alang
untuk mengendalikan gulma pada mentimun. Agritech 15(1):32−38.
Cahyanti LD, Jadid K, Azis AA, Alam N. 2015. Pemanfaatan serasah daun
bambu (Dendrocalamus asper) sebagai bioherbisida pengendali gulma yang
ramah lingkungan. Gontor Agrotech Science Journal 2(1):1−17.
Darwis D. 2000. Teknik dasar laboratorium dalam penelitian senyawa bahan alam
hayati Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang
Kimia Organik Bahan Alam Hayati, FMIPA Universitas Andalas Padang.
Einhellig FA, Leather GR, Hobbs LL. 1985. Use of Lemna minor L. as a
bioassay in allelopathy. J. Chem. Eco. 11:65−72.
Gupta, Ahmed B, Shoyakugaku Z. 1984. A new flavones Glycoside from
Phyllanthus niruri. J. Nat. Prod. 4:213−215.
Kartasubrata J. 2010. Sukses Budidaya Tanaman Obat. Bogor (ID): IPB Pr.
Kato-Noguchi H, Salam MA, Ohno O, Suenaga K. 2014. Nimbolide B and
Nimbic B, phytotoxic substances in neem leaves