Sistem Agroforestri Sentang (Azadirachta Excelsa (Jack) M Jacobs) Dengan Kedelai (Glycine Max (L) Merr) Secara Organik

SISTEM AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa
(Jack) M. Jacobs) DENGAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
SECARA ORGANIK

ARIFA MULYESTHI RAHMAWATHI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Agroforestri
Sentang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dengan Kedelai (Glycine max (L.)
Merr.) secara Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017
Arifa Mulyesthi Rahmawathi
NIM E451150196

RINGKASAN
ARIFA MULYESTHI RAHMAWATHI. Sistem Agroforestri Sentang
(Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dengan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)
secara Organik. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO dan ARUM SEKAR
WULANDARI.
Pengembangan agroforestri dapat menjadi solusi dalam pemenuhan
kebutuhan kayu dan pangan manusia yang semakin meningkat. Kebutuhan
permintaan kayu tersebut sering terjadi pada beberapa jenis tertentu saja yang telah
dikenal di pasaran. Jenis yang belum banyak dikenal di pasaran salah satunya yaitu
Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs dengan nama dagang sentang. Sentang
termasuk jenis fast growing dan memiliki bentuk tajuk kerucut dengan percabangan
seimbang sehingga sesuai diaplikasikan dengan pola tanam agroforestri yang
memanfaatkan strata bagian bawah. Tanaman pertanian yang dapat dikombinasikan
pada pola tanam agroforestri sentang salah satunya adalah kedelai (Glycine max

(L.) Merr.). Penanaman kedelai dilakukan di bawah tegakan sentang yang telah
berumur 2 tahun dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m. Penanaman kedelai dilakukan
secara organik dengan menggunakan pupuk kandang, pestisida nabati, dan tanaman
serai. Penanaman kedelai menggunakan varietas Tanggamus, Wilis, dan
Anjasmoro. Pemilihan varietas kedelai yang digunakan berasal dari penelitian
sebelumnya pada tegakan sentang umur 1 tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil pertumbuhan dan respon
fisiologi dari tanaman sentang dan kedelai pada pola tanam agroforestri serta
monokultur. Selain itu menganalisis intensitas serangan hama dan patogen terhadap
tanaman kedelai pada pola tanam agroforestri serta monokultur. Penelitian
dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan IPB.
Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan Januari sampai dengan Juni
2016. Penelitian terbagi menjadi 2 bagian yaitu: (1) agroforestri sentang dan kedelai
dengan monokultur sentang dan (2) agroforestri sentang dan kedelai dengan
monokultur kedelai. Rancangan penelitian pada bagian 1 menggunakan rancangan
acak lengkap (RAL) dengan satu faktor (pola tanam) dua taraf (agroforestri sentang
dan kedelai dan monokultur sentang). Rancangan penelitian pada bagian 2
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan petak terbagi (split plot
design) terdiri atas 2 faktor. Faktor pertama yaitu pola tanam (petak utama), terdiri
atas agroforestri sentang dan kedelai dan monokultur kedelai. Faktor kedua yaitu

varietas kedelai (anak petak), terdiri atas Tanggamus, Wilis, dan Anjasmoro.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan tinggi sentang pada pola
tanam agroforestri lebih besar daripada monokultur. Tanaman sentang pada pola
tanam agroforestri mendapatkan tambahan unsur hara dari pemupukan yang
diberikan di awal penanaman kedelai. Kandungan hara pada tanaman sentang lebih
tinggi pada lokasi agroforestri daripada monokultur. Peningkatan kandungan hara
unsur N, P, dan K pada agroforestri sentang berturut-turut ialah: 0.59 g/tanaman;
0.04 g/tanaman; dan 0.59 g/tanaman. Kegiatan pemupukan pada kedelai
menyebabkan kandungan hara sentang di agroforestri meningkat.
Produktivitas kedelai varietas Wilis dan Anjasmoro yang ditanam secara
monokultur hasil penelitian ini telah sesuai dengan deskripsi (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan), sehingga penanaman kedelai yang dilakukan

secara organik dapat diterapkan. Kedelai varietas Wilis yang ditanam secara
agroforestri menunjukkan produktivitasnya hampir mendekati dengan deskripsi
yang digunakan.
Kandungan klorofil yang terdiri atas klorofil a, klorofil b, antosianin, karoten,
dan total klorofil pada kedelai yang ditanam secara agroforestri lebih tinggi
daripada monokultur. Interaksi antara pola tanam dengan varietas menunjukkan
kedelai varietas Wilis yang ditanam secara agroforestri memiliki kandungan

klorofil tertinggi. Serapan hara pada kedelai yang ditanam secara agroforestri lebih
rendah daripada monokultur. Biomassa tanaman kedelai yang ditanam secara
agroforestri lebih rendah daripada monokultur. Hal tersebut menandakan jika
serapan hara yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan kurang optimal.
Penelitian ini tidak ditemukan adanya serangan dari patogen. Persentase dan
intensitas serangan hama pada bagian daun dan polong tertinggi pada kedelai
varietas Wilis yang ditanam secara monokultur. Jumlah tanaman yang hidup yang
lebih tinggi dari kedelai varietas Wilis menjadi penyebab serangan hama yang
tinggi pula.
Kata kunci: kandungan hara, klorofil, pestisida nabati, serangan hama, serapan hara

SUMMARY
ARIFA MULYESTHI RAHMAWATHI. Organic Agroforestry System of Sentang
(Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) and Soybean (Glycine max (L.) Merr.).
Supervised by NURHENI WIJAYANTO and ARUM SEKAR WULANDARI.
Agroforestry development can be a solution to meet the increasing demand
of wood and human food. The wood demand often happens only on some particular
species which already known in the market. One of less known timber is
Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs with Sentang as trade name. Sentang is a fast
growing species with cone crown and balance branch so it is suitable to be applied

in agroforestry system which uses lower stratum. Agricultural crop which can be
integrated in agroforestry system is soybean (Glycine max (L.) Merr.) Soybean
planting was performed under two years old Sentang stand with spacing of 2.5 m x
2.5 m. Soybean cultivation was done organically using manure, organic pesticide,
and lemongrass. Cultivated soybeans were varieties of Wilis, Tanggamus, and
Anjasmoro. The variety used was based on previous research on one year old
Sentang stand.
The aims of this research were to analyze the growth and physiological
respond from Sentang and soybean in agroforestry and monoculture system,
analyze pest and disease intensity of soybean in organic cropping system both in
agroforestry and monoculture. The study was conducted in land of Conservation
unit of Biopharmaceutical Cikabayan IPB for 6 months from January to June 2016.
The study was divided into two section: (1) agroforestry of sentang and soybean
and monoculture of sentang and agroforestry of sentang and soybean and
monoculture of soybean. The experimental design used in first part was complete
randomized design with one factor (cropping system) and two treatments
(agroforestry of sentang and soybean and monoculture of sentang). On the second
part, the design used was complete randomized block design with split plot and two
factors. The first factor was cropping system (main plot), consisted of agroforestry
of sentang and soybean and monoculture of soybean. The second factor was

soybean variety (subplot), consisted of Tanggamus, Wilis, and Anjasmoro.
The results showed the increase of sentang height was higher in agroforestry
system than the monoculture due to additional nutrition obtained by sentang in
agroforestry system derived from fertilizing activity in the beginning of soybean
planting. Nutrient content of sentang was higher in agroforestry plot than
monoculture. Increase of nutrient content for N, P, and K on sentang agroforestry
was 0.59 g/plant; 0.04 g/plant; and 0.59 g/plant, respectively. Fertilizing activity of
soybean led to an increase of sentang in agroforestry system.
Yield of Wilis and Anjasmoro variety in monoculture of this study was
appropriate with the description used (Research and Development Center of Food
Plant) so that soybean planting with organically can be applied. Yield of Wilis
variety in agroforestry system was almost the same with the description used.
The chlorophyll content which consists of chlorophyll a, chlorophyll b,
antocyanin, carotene, and total chlorophyll was higher in agroforestry than
monoculture. Interaction between cropping pattern and variety showed that Wilis
variety cultivated in agroforestry had highest chlorophyll content. Nutrient uptake
of soybean cultivated in agroforerstry was lower compared to monoculture.

Soybean biomass planted in agroforestry was lower than monoculture. It indicated
that low nutrient uptake will lead to not optimum growth.

In this study, there was not found of pathogen attacks. Highest pest attack
percentage and intensity in leave and pod was on Wilis variety cultivated in
monoculture system. The higher number of survive crop in Wilis variety were the
factors of high pest attacks.
Key words: bio pesticide, chlorophyll, nutrient content, nutrient uptake, pest attack

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SISTEM AGROFORESTRI SENTANG (Azadirachta excelsa
(Jack) M. Jacobs) DENGAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
SECARA ORGANIK

ARIFA MULYESTHI RAHMAWATHI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScFTrop

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian telah
dilaksanakan sejak bulan Januari 2016 dengan judul Sistem Agroforestri Sentang
(Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) dengan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)
secara Organik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS dan
Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS selaku komisi pembimbing atas arahan, saran,
bimbingan, ilmu, dan dukungannya. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada
Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MScFTrop selaku penguji luar komisi pada ujian tesis
dan Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku ketua sidang atas masukan dan ilmu
yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih untuk kedua orangtua (Arif Muzairin,
STP dan Kuntinah, SPd, MSi), kakakku (Arie Puji Astuti, SPd dan Benny Septian
Tandayu, SE), Akmal Haydin Tandayu, dan seluruh keluarga besar atas segala doa,
dukungan, dan kasih sayangnya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan satu bimbingan
semenjak S1 (Aditya Wardani, Nilasari Dewi, Andhira Trianingtyas, Nofika
Senjaya) atas masukan, kerjasama, dan bantuan yang diberikan. Terima kasih
kepada Bapak Adnani yang telah membantu di lapangan, Adisti Permatasari Putri
Hartoyo, Yesi Tri Novian, Alin Rahmah Yuliani, Sopto Darmawan, dan Bapak
Parjo atas masukannya dan bantuannya. Ucapan terima kasih disampaikan juga
kepada Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian atas
penyediaan benih kedelai yang digunakan pada penelitian dan pekerja lapangan di
Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Cikabayan IPB atas kerjasama yang
diberikan.
Terima kasih juga kepada Silvikultur 48 (Zhafira Rizki Amelia, Siti Jaenab,

Saifurrohman Wahid, Abdulah, Dyah Ayu Kusumaningrum, M Iqbal Maulana, Ria
Rachmawati, Aldy Juliansyah), Sinergi S1−S2 Silvikultur 48 (Christine Della
Prasetya, Fatimah Nur Istiqomah, Roisatuz Zakiyah, Dinda Aisyah Fadhilallah
Hafni, Nining Nurfatma, Rizki Widiyatmoko), La Sapienza (Yayuk Rahmawati,
Febriyanti Mutiara Ananda, Amalia Choirunnisa, Lyan Lavista, Cahyatina Tri
Rahayu), kakak-kakak Seven Eleven, rekan-rekan Silvikultur Tropika 2014 dan
seluruh staf Departemen Silvikultur IPB atas bantuan dan doa yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
selama penelitian sampai tahap penyusunan tesis ini yang tidak dapat dicantumkan
satu per satu.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna namun semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat.
.

Bogor, Januari 2017

Arifa Mulyesthi Rahmawathi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

2 METODE

4

Lokasi dan Waktu Penelitian

4

Alat dan Bahan

5

Prosedur Penelitian dan Analisis Data

5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Pertumbuhan Sentang

11

Respon Fisiologi Sentang

12

Pertumbuhan Kedelai

14

Produksi Kedelai

16

Respon Fisiologi Kedelai

20

Luas dan Intensitas Serangan Hama pada Kedelai

23

4 SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
..5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Pengamatan aspek biofisik
Kriteria kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hama dan patogen
Pertambahan dimensi sentang pola tanam monokultur dan agroforestri
Perbandingan kandungan hara tanaman sentang pada perlakuan sebelum
tanam dan sesudah panen kedelai
Hasil analisis ragam data pertumbuhan kedelai
Pertumbuhan kedelai pada pola tanam yang berbeda
Pertumbuhan kedelai pada beberapa varietas
Interaksi antara pola tanam dan varietas terhadap pertumbuhan kedelai
Hasil analisis ragam data produksi kedelai
Produksi kedelai pada pola tanam yang berbeda
Produksi kedelai pada beberapa varietas
Interaksi antara pola tanam dan varietas terhadap produksi kedelai
Produktivitas beberapa varietas kedelai
Perbandingan kandungan klorofil kedelai pada pola tanam yang
berbeda
Perbandingan serapan hara kedelai pada pola tanam yang berbeda

9
10
11
13
14
14
15
15
16
17
17
18
19
21
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Diagram alur penelitian
Peta lokasi penelitian
Kandungan klorofil kedelai
Serapan hara kedelai
Luas dan intensitas serangan hama pada bagian tanaman kedelai:
a) daun dan b) polong
6 Gejala serangan hama pada bagian tanaman kedelai: a) daun berlubang,
b) terisa tulang daun, dan c) kulit polong terbuka

3
4
20
22
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Deskripsi kedelai varietas Tanggamus
Deskripsi kedelai varietas Wilis
Deskripsi kedelai varietas Anjasmoro
Desain pengamatan pola tanam agroforestri
Desain pengamatan pola tanam monokultur sentang
Desain pengamatan pola tanam monokultur kedelai
Kandungan hara pupuk kandang kambing dan ayam
Peubah pengamatan fase vegetatif dan generatif tanaman kedelai
Data suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan curah hujan
Data curah hujan (BMKG) bulan Maret-Juni 2016
Kandungan unsur hara tanaman sentang sebelum tanam kedelai
Kandungan unsur hara tanaman sentang sesudah tanam kedelai
Analisis sifat kimia tanah
Analisis sifat fisika tanah
Kandungan klorofil tanaman kedelai
Kandungan unsur hara tanaman kedelai

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan kondisi penurunan produktivitas lahan di sektor kehutanan dan
pertanian dapat diatasi dengan sistem agroforestri. Menurut de Foresta et al. (2000)
agroforestri menggabungkan antara ilmu kehutanan dengan agronomi untuk
menciptakan suatu keselarasan intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan. Prinsip
pengembangan pola agroforestri ialah memecahkan masalah pemanfaatan lahan
dengan dukungan kelestarian sumber daya beserta lingkungannya. Agroforestri
mampu melindungi tanah dari erosi dan mengurangi kebutuhan pupuk atau unsur
hara dari luar kebun. Kelebihan lain dari agroforestri diantaranya menghasilkan
kuantitas dan kepadatan kayu yang lebih tinggi (Datta & Singh 2007) dan
meningkatkan jumlah dan keanekaragaman populasi invertebrata di tanah bagi
ekosistem di sekitarnya (Kinasih et al. 2016), serta meningkatkan pertumbuhan dan
volume kayu (Tomar et al. 2009). Pengembangan agroforestri juga dapat menjadi
solusi dalam pemenuhan kebutuhan kayu dan pangan manusia yang semakin
meningkat.
Permintaan kayu untuk berbagai macam kebutuhan terus meningkat sehingga
ketersediannya harus selalu ada. Kebutuhan permintaan kayu tersebut sering terjadi
pada beberapa jenis tertentu saja yang telah dikenal di pasaran. Jenis yang belum
banyak dikenal di pasaran salah satunya yaitu Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs
dengan nama dagang sentang. Sentang termasuk jenis fast growing dan biasanya
dapat dipanen pada umur 5 tahun setelah tanam sehingga dapat menjadi alternatif
pemenuhan kayu. Sentang merupakan tanaman yang berasal dari Kalimantan.
Sentang tumbuh secara alami di wilayah selatan Thailand, Semenanjung Malaysia,
dan Pulau Palawan Filipina. Pemanfaatan kayu sentang dapat digunakan sebagai
konstruksi ringan, mebel, panel, dan veneer. Selain itu tunas muda dan bunganya
dapat digunakan sebagai sayuran serta obat-obatan untuk mengobati penyakit perut
(Kijkar & Boontawee 1995; Joker 2002; Orwa et al. 2009). Kelebihan lain dari
sentang yaitu memiliki bentuk tajuk kerucut dengan percabangan seimbang
sehingga sesuai diaplikasikan dengan pola tanam agroforestri yang memanfaatkan
strata bagian bawah.
Tanaman pertanian yang dapat dikombinasikan pada pola tanam agroforestri
sentang salah satunya adalah kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Tanaman semusim
kedelai merupakan jenis yang dapat dipanen saat umur 75−110 hari (Prihatman
2000). Hasil panen yang diambil berupa polong/biji. Data BPS (2016a),
produktivitas kedelai tahun 2015 sebesar 15.68 kuintal/ha. Produktivitas kedelai
tersebut mengalami kenaikan sebesar 0.17 kuintal/ha dari tahun 2014. Konsumsi
kedelai nasional dalam kurun waktu tahun 2008−2012 mengalami peningkatan
dengan rata-rata 12.89%/tahun. Produksi dalam negeri hanya mampu menyediakan
29% dari konsumsi total, sehingga volume impor meningkat sebesar 15.66%/tahun
(Rusono et al. 2013). Kebutuhan kedelai yang selalu meningkat digunakan untuk
konsumsi rumah tangga, pakan, bibit, dan industri pengolahan.
Pemupukan dan penggunaan pestisida pada kedelai dapat dilakukan
menggunakan bahan organik. Bahan organik sangat penting sebagai pembentuk
kesuburan fisik tanah dan tidak dapat digantikan oleh komponen lain yang terdapat

2

di alam (Sumarno et al. 2009). Bahan organik yang dimaksud dan digunakan berupa
pestisida nabati dan pupuk organik. Pestisida nabati yang digunakan berasal dari
ekstrak daun tanaman sentang sebab memiliki kandungan azadirachtin (Joker
2002). Pemupukan menggunakan pupuk organik memberikan pengaruh baik bagi
tanah sebagai media tumbuh tanaman. Penggunaan bahan-bahan organik pada
penelitian ini diharapkan dapat menuju pertanian organik berbasiskan agroforestri
untuk ke depannya. Berdasarkan hal tersebut penelitian tentang bagaimana
hubungan interaksi dari tanaman sentang dengan kedelai dalam sistem agroforestri
perlu dilakukan.

Rumusan Masalah
Luas hutan produksi di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 24 036 426.743
ha, sementara tahun 2014 sebesar 23 076 774.33 ha. Luas hutan produksi tersebut
mengalami penurunan pada tahun 2014 sebesar 959 652.413 ha (Kemenhut 2014;
KLHK 2015). Kejadian yang sama terjadi pada areal luas panen kedelai, mengalami
penurunan luasan. Luas panen kedelai di Indonesia mengalami penurunan pada
tahun 2015. Tahun 2014 luas panen kedelai di Indonesia sebesar 615 685 ha,
sementara tahun 2015 sebesar 614 095 ha. Pertumbuhan luas panen kedelai pada
tahun 2015 terhadap tahun 2014 mengalami penurunan sebesar -0.26% (BPS
2016b). Pemecahan masalah tersebut dapat diatasi dengan pola tanam agroforestri.
Penelitian ini merupakan kegiatan lanjutan yang telah dilakukan oleh Puri
(2016) pada tanaman sentang umur 1 tahun yang ditanam secara agroforestri
dengan 4 varietas kedelai. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat 3 varietas
kedelai, yaitu: Tanggamus (Lampiran 1), Wilis (Lampiran 2), dan Anjasmoro
(Lampiran 3) memberikan produksi terbaik pada pola tanam agroforestri maupun
monokultur.
Kegiatan pemupukan pada penelitian ini menggunakan bahan organik berupa
pupuk kandang kambing dan ayam. Menurut Hartatik & Widowati (2012) pupuk
kandang kambing mengandung kalium yang relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan pupuk kandang sapi dan kerbau. Pupuk kandang ayam yang kotorannya
tercampur dengan sisa-sisa makanan dan sekam sebagai alas kandang dapat
menyumbangkan tambahan hara untuk tanaman.
Menurut Kusheryani & Aziz (2006); Daswir & Kusmana (2007) sebagai
penolak Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dapat digunakan tanaman serai
wangi (Andropogon nardus) yang mengandung sitronella dan geraniol. Tanaman
serai wangi juga memiliki potensi sebagai pengendali erosi dan rehabilitasi lahan
kritis sebab kondisi akar serabut yang banyak. Hasil metabolit sekunder dari
tanaman sentang berupa azadirachtin berfungsi sebagai pestisida nabati.
Azadirachtin bekerja tidak membunuh hama serangga secara langsung namun
merangsang kemandulan pada tingkat dewasa, mengganggu proses perkembangan
dan siklus hidup, serta sebagai penolak makan (Schmutterer 1990; Mordue &
Blackwell 1993). Kemandulan yang terjadi pada serangga disebabkan azadirachtin
bekerja dengan mengganggu produksi hormon.
Senyawa azadirachtin efektif mengendalikan ±300 spesies serangga seperti
ulat grayak, caterpillars (Trichoplusia ni and Pseudaletia unipuncta), pengorok
daun, kutu daun, dan kutu putih (Akhtar et al. 2008; Samsudin 2011). Selain itu

3

ekstrak dari daun sentang juga lebih efektif menghambat perkembangan dari larva
Epilachna varivestis (Muls.) apabila dibandingkan dengan dari ekstrak daun mimba
(Azadirachta indica) (Schmutterer & Doll 1993). Alur penelitian ini tersaji pada
Gambar 1.
Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan dapat dirumuskan adalah:
1. Bagaimana hasil pertumbuhan dan respon fisiologi tanaman sentang pada pola
tanam agroforestri dan monokultur?
2. Bagaimana pertumbuhan, produksi, dan respon fisiologi kedelai yang ditanam
secara organik pola tanam agroforestri dan monokultur?
3. Bagaimana intensitas serangan hama dan patogen pada tanaman kedelai yang
ditanam secara organik pada pola tanam agroforestri dan monokultur?

Penurunan luas hutan
produksi dan areal panen
kedelai
Agroforestri sentang dan
kedelai

Pertumbuhan dan
respon fisiologi
sentang

Pertumbuhan, produksi,
dan respon fisiologi
kedelai

Interaksi sentang
dengan kedelai

Pengembangan penanaman
kedelai secara agroforestri
dengan sentang

Gambar 1 Diagram alur penelitian

Intensitas serangan
hama dan patogen
kedelai

4

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Menganalisis hasil pertumbuhan dan respon fisiologi tanaman sentang yang
ditanam pada pola tanam agroforestri dan monokultur.
Menganalisis pertumbuhan, produksi, dan respon fisiologi kedelai yang
ditanam secara organik pada pola tanam agroforestri dan monokultur.
Menganalisis intensitas serangan hama dan patogen tanaman kedelai yang
ditanam secara organik pada pola tanam agroforestri dan monokultur.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang: (1) varietas kedelai
yang mampu tumbuh dan memiliki produktivitas tinggi pada agroforestri sentang
umur 2 tahun, (2) memberikan informasi tentang kondisi pertumbuhan tanaman
sentang umur 2 tahun yang ditanam secara monokultur dan agroforestri, dan (3)
bahan referensi untuk pengembangan penanaman kedelai secara organik dengan
sentang pada sistem agroforestri maupun monokultur untuk masa mendatang.

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka
Cikabayan IPB dengan luas lahan 300 m2. Koordinat lokasi penelitian pada 106
43’ 0.81” BT, 6 33” 51.95” LS (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan selama 6
bulan, mulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2016.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

5

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sabit, bor tanah,
ring sampel, pisau, spidol, pita ukur, meteran jahit, timbangan, global positioning
system, lux meter, kaliper digital, termohigrometer, blender, gelas ukur, saringan,
sprayer, cool box, oven, dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah benih kedelai (varietas Tanggamus, Wilis, dan Anjasmoro), tanaman serai
wangi, sampel tanah, ajir, tali benang, plastik, papan nama, pupuk kandang
kambing, pupuk kandang ayam, lolime, daun sentang, dan rhizobium.

Prosedur Penelitian dan Analisis Data

Percobaan 1. Agroforestri (sentang dan kedelai) dan monokultur sentang
Rancangan penelitian yang digunakan pada percobaan ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL) dengan satu faktor (pola tanam) dua taraf. Taraf pertama yaitu
agroforestri sentang dan kedelai. Taraf kedua yaitu monokultur sentang. Setiap taraf
diulang sebanyak 14 kali. Desain percobaan penelitian tercantum pada Lampiran 4
dan 5. Model rancangan yang digunakan adalah (Mattjik & Sumertajaya 2006):
Yij = µ + i + βj + ij
keterangan:
Yij : nilai pengamatan pada pola tanam ke-i dan ulangan ke-j
µ : nilai rataan umum
i : pengaruh taraf pola tanam ke-i
βj : pengaruh ulangan ke-j
ij : pengaruh acak dari pola tanam ke-i dan ulangan ke-j yang menyebar normal
Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf 5% untuk
melihat perbedaan antar perlakuan. Uji jarak berganda Duncan taraf 5% dilakukan
apabila terjadi pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati. Data diolah
mengunakan program SAS 9.0.
Pengamatan dan pengambilan data tanaman sentang
Pengamatan dilakukan untuk melihat interaksi dan pengaruh antara tanaman
sentang dengan kedelai. Peubah yang diamati pada tanaman sentang yaitu:
Tinggi
Pengukuran tinggi tanaman sentang dilakukan dengan menggunakan meteran.
Tinggi tanaman sentang diukur mulai dari pangkal batang hingga ujung pucuk
apikal. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan 1 bulan sekali sampai akhir
musim panen tanaman kedelai. Pengamatan dan pengambilan data tinggi dilakukan
pada semua tanaman sentang untuk setiap pola tanam.

6

Diameter batang
Pengukuran diameter batang tanaman sentang dilakukan dengan
menggunakan meteran jahit. Pengukuran diameter batang tanaman sentang
dilakukan pada dbh (diameter at breast height) yaitu 1.30 m dari permukaan tanah
dan ditandai dengan garis warna merah. Pengamatan dan pengambilan data
diameter dilakukan 1 bulan sekali sampai akhir musim panen tanaman kedelai.
Pengamatan dan pengambilan data diameter batang dilakukan pada semua tanaman
sentang untuk setiap pola tanam.
Tajuk
Pengukuran tajuk tanaman sentang dilakukan dengan menggunakan meteran
dan kompas. Pengukuran dilakukan terhadap panjang dan lebar tajuk. Pengamatan
dan pengambilan data tajuk dilakukan sebelum tanam dan setelah panen kedelai.
Pengamatan dan pengambilan data tajuk dilakukan pada pohon contoh untuk setiap
pola tanam. Jumlah tanaman sentang yang diamati yaitu sebanyak 14 pohon untuk
setiap pola tanam.
Perakaran
Pengukuran perakaran tanaman sentang dilakukan dengan menggunakan
meteran dan kaliper. Menurut Wijayanto & Hidayanthi (2012) pengukuran
dilakukan pada jumlah akar sentang yang terdapat pada kedalaman 0−20 cm.
Pengukuran akar dilakukan tegak lurus terhadap guludan kedelai. Penggalian tanah
akan dihentikan apabila pada kedalaman 0−20 cm telah ditemukan akar tanaman
sentang. Penggalian tanah tetap dilakukan apabila akar tanaman sentang belum
ditemukan. Pengukuran dilakukan untuk setiap jarak 50 cm ke arah kanan dan kiri
dari penggalian sebelumnya sampai ditemukan akar. Pengukuran dilakukan searah
dengan guludan kedelai (arah timur dan barat). Tanaman sentang yang diamati
merupakan pohon contoh dan terletak pada tengah-tengah guludan kedelai.
Pengamatan dan pengambilan data perakaran dilakukan sebelum tanam dan setelah
panen kedelai. Pengamatan dan pengambilan data perakaran dilakukan pada pohon
contoh untuk setiap pola tanam. Jumlah tanaman sentang yang diamati yaitu
sebanyak 14 pohon untuk setiap pola tanam.
Analisis kandungan hara sentang
Analisis kandungan hara sentang dilakukan sebelum tanam dan setelah panen
kedelai. Sampel daun sentang yang digunakan berasal dari pola tanam agroforestri
dan monokultur yang diambil secara acak lalu dikompositkan. Berat daun yang
digunakan sebesar 100 g daun kering. Analisis kandungan hara sentang dilakukan
di Laboratorium Pengujian, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

Percobaan 2. Agroforestri (sentang dan kedelai) dan monokultur kedelai
Rancangan penelitian yang digunakan pada percobaan ini adalah rancangan
acak kelompok (RAK) dengan petak terbagi (split plot design) yang terdiri atas 2
faktor. Pola tanam sebagai petak utama, terdiri atas agroforestri dan monokultur.
Varietas kedelai sebagai anak petak, terdiri atas 3 taraf yaitu Tanggamus, Wilis, dan
Anjasmoro. Setiap taraf diulang sebanyak 3 kali. Desain percobaan penelitian

7

tercantum pada Lampiran 4 dan 6. Model rancangan yang digunakan adalah
(Mattjik & Sumertajaya 2006):
Yijk = µ + i + βj + (β)ij +δik + jk
keterangan:
Yijk : nilai pengamatan pada petak utama taraf ke-i, anak petak taraf ke-j, dan
kelompok ke-k
µ
: nilai rataan umum
αi
: pengaruh taraf petak utama ke-i
βj
: pengaruh taraf anak petak ke-j
(β)ij : pengaruh interaksi antara petak utama ke-i dengan anak petak ke-j
δik
:.pengaruh acak dari petak utama ke-i, kelompok ke-k yang menyebar
normal
jk
: pengaruh acak dari anak petak ke-j, kelompok ke-k yang menyebar normal
Analisis data menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf 5% untuk
melihat perbedaan antar perlakuan. Uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%
dilakukan apabila terjadi pengaruh beda nyata terhadap peubah yang diamati. Data
diolah dengan mengunakan program SAS 9.0.
Prosedur Penanaman Kedelai
Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui kondisi sifat fisika dan kimia
tanah. Metode pengambilan sampel tanah dengan contoh tanah utuh dan tanah
terganggu. Contoh tanah utuh diambil dengan menggunakan ring sampel tanah.
Data dari contoh tanah utuh untuk mengetahui kondisi sifat kimia tanah. Contoh
tanah terganggu dengan menggunakan bor tanah dari kedalaman 0−20 cm atau
lapisan olah sebanyak 1−2 kg. Data dari contoh tanah terganggu digunakan untuk
mengetahui kondisi sifat fisika tanah (Suganda et al. 2006). Analisis sifat kimia dan
fisika tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Cimanggu Bogor.
Persiapan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman. Persiapan
sebelum tanam dilakukan dengan mencangkul tanah untuk meratakan dan
menggemburkan. Selanjutnya tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar dan semak
belukar. Tahap berikutnya dilakukan pengapuran menggunakan lolime untuk
menaikkan pH tanah, dengan konsentrasi 2 g/5 L. Kisaran kemasaman tanah untuk
syarat tumbuh kedelai ialah pH 5.8−7.0, pada pH kurang dari 5.5 pertumbuhannya
sangat lambat karena terjadi keracunan alumunium (Prihatman 2000).
Bedengan dibuat dengan ukuran 4 m x 1.2 m dan tinggi 20 cm. Jarak antara
tanaman sentang dengan bedengan adalah 0.5 m. Tanah yang telah dibuat bedengan
diberi pupuk kandang kambing (12.5 ton/ha) dan ayam (10 ton/ha) yang dicampur
secara merata (Melati et al. 2005; Efendi 2010). Kandungan hara dari pupuk
kandang kambing dan ayam tersaji pada Lampiran 7.

8

Penanaman Tanaman Serai Wangi
Tanaman serai wangi ditanam sebelum penanaman kedelai. Penanaman
tanaman serai wangi dilakukan di sekeliling pinggir guludan sebagai penolak OPT.
Tanaman serai wangi ditanam dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm. Jarak tanam
yang digunakan lebih lebar karena pertumbuhan tajuk serai wangi yang rimbun.
Ukuran lubang tanam 30 cm x 30 cm x 30 cm (Kusheryani & Aziz 2006; Daswir &
Kusuma 2010).
Sumber Benih Kedelai
Benih kedelai varietas Tanggamus, Wilis, dan Anjasmoro yang digunakan
berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Genetika
Cimanggu, Bogor. Kedelai varietas Tanggamus dan Anjasmoro dirilis oleh
Balitkabi Malang. Kedelai varietas Wilis dirilis oleh Balittan Bogor. Lama
penyimpanan benih kedelai varietas Tanggamus dan Anjasmoro selama ± 3
minggu, serta varietas Wilis selama ± 2 minggu sampai waktu penanaman.
Penyimpanan benih kedelai yang dilakukan di BB Biogen menggunakan
alumunium foil dan disimpan di dalam ruang dingin dengan suhu 18−20 C. Jumlah
total biji kedelai varietas Tanggamus dan Wilis yang dibutuhkan keseluruhan ±
1500 biji/varietas/ atau ± 165 g/varietas. Jumlah total biji kedelai varietas
Anjasmoro yang dibutuhkan keseluruhan ± 1500 biji/varietas/ atau ± 230 g/varietas.
Persiapan Benih Kedelai
Sebelum tanam benih kedelai diberi perlakuan dengan inokulan rhizobium.
Benih kedelai dibasahi dengan air secukupnya lalu ditiriskan. Inokulan ditaburkan
pada benih yang telah basah sampai melekat rata dan segera ditanam. Inokulan yang
diberikan sebanyak 5−10 g untuk 1 kg benih kedelai. Proses pencampuran inokulan
dengan benih kedelai dilakukan di tempat teduh (Sito 2010; Rafiastuti et al. 2012).
Penanaman
Penanaman tanaman kedelai dilakukan dengan membuat tugalan sebanyak 60
lubang tanam sedalam ±5 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 40 cm
(Prihatman 2000). Setiap lubang tanam diberikan 3 benih kedelai.
Pembuatan Ekstrak Daun Sentang
Pembuatan ekstrak daun sentang mengacu pada hasil penelitian Bukhari
(2011) tentang pembuatan ekstrak daun mimba. Daun sentang segar ditimbang
sebanyak 100 g, kemudian dihaluskan dan dilarutkan ke dalam 1000 mL air, diaduk
merata selama 15 menit. Campuran didiamkan selama 24 jam lalu disaring
menggunakan saringan. Campuran hasil saringan yang digunakan menjadi ekstrak
daun sentang.
Pemeliharaan dan Pengendaliaan Hama dan Patogen
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan
dengan mempertimbangkan kondisi media tanam. Apabila media tanam masih
basah maka banyaknya air yang disiram disesuaikan.
Penyiangan dilakukan 2−3 kali selama masa pertumbuhan tanaman.
Penyiangan I dilakukan saat tanaman berumur 15 hari atau bergantung pada

9

banyaknya gulma. Penyiangan II dilakukan saat tanaman berumur 40−45 hari.
Penyiangan dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia (Balittan 2000).
Penjarangan dilakukan pada tanaman kedelai saat berumur 2 minggu setelah
tanam (MST). Setiap 1 lubang tanam disisakan 1 tanaman kedelai (Kirana et al.
2006). Pengendalian hama dan patogen dilakukan dengan menyemprotkan ekstrak
daun sentang pada setiap guludan tanaman kedelai. Penyemprotan dilakukan setiap
1 minggu sekali pada pagi hari saat fase vegetatif dan generatif. Konsentrasi ekstrak
daun sentang yang digunakan sebesar 200 mL lalu ditambahkan 800 mL air.
Panen Kedelai
Panen dilakukan pada pagi hari saat air embun sudah hilang. Tanaman kedelai
dapat dipanen apabila sudah ada tanda daun telah rontok, polong berwarna coklat
dan mengering. Panen dilakukan apabila 95% polong pada batang utama telah
berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan memotong pangkal batang
menggunakan sabit.
Pengamatan dan Pengambilan Data Tanaman Kedelai
Pengamatan dan pengambilan data tanaman kedelai diamati pada peubah
vegetatif dan generatif yang tersaji pada Lampiran 8. Data pendukung berupa aspek
biofisik yang diperlukan pada penelitian ini tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Pengamatan aspek biofisik
No

Peubah

1

Analisis tanah

2

Suhu
lingkungan
Kelembaban

C

Intensitas
cahaya
Curah hujan

lux

3
4
5

Satuan
-

%

mm/minggu

Waktu
pengamatan
Sebelum tanam
kedelai
1 kali dalam
seminggu
1 kali dalam
seminggu
1 kali dalam
seminggu
Setiap minggu

Keterangan
Lokasi di lahan agroforestri
dan monokultur kedelai
Pengukuran pagi, siang, dan
sore hari
Pengukuran pagi, siang, dan
sore hari
Pengukuran pagi, siang, dan
sore hari
Data berasal dari BMKG
Situgede, Bogor

Analisis kandungan klorofil dan hara
Analisis kandungan klorofil dilakukan untuk mengetahui kandungan klorofil
a, klorofil b, karoten, dan antosianin. Analisis dilakukan dengan menggunakan 2
sampel daun/ulangan/varietas. Kondisi daun yang diambil telah membuka penuh.
Daun berada pada posisi ke-3 dari bagian atas tanaman. Daun disimpan di dalam
plastik dan dimasukkan ke cool box untuk di bawa ke laboratorium.
Analisis kandungan hara menggunakan 3 sampel daun/varietas/ulangan.
Kondisi daun yang diambil telah membuka penuh. Daun disimpan di dalam plastik
dan dimasukkan ke cool box untuk di bawa ke laboratorium. Berat daun yang
digunakan sebesar 100 g daun kering. Analisis kandungan klorofil dan hara kedelai
dilakukan di Laboratorium Pengujian, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
IPB. Rumus perhitungan serapan hara adalah (Agung & Rahayu 2004):
Serapan hara (g/tanaman) = bobot kering daun x kandungan hara

10

Pengamatan dan pengambilan data kerusakan akibat OPT
Pengamatan dan pengambilan data didasarkan dari gejala yang ditimbulkan
pada bagian tanaman kedelai yang diserang. Perhitungan data kerusakan akibat
OPT dilakukan dengan menghitung luas dan intensitas serangan pada tanaman
kedelai. Rumus luas serangan (LS) dan intensitas serangan (IS) sebagai berikut
(Tuca et al. 2010):
LS (%) =

n
x 100
N

keterangan:
LS : luas serangan
n : jumlah tanaman terserang gangguan hama atau patogen
N : jumlah total tanaman yang diamati

IS =

∑ ni x vj
NxZ

keterangan:
IS : intensitas serangan
ni : jumlah tanaman terserang pada klasifikasi tertentu
vj : nilai pada klasifikasi tertentu
N : jumlah total tanaman yang diamati
Z : nilai tertinggi klasfikasi
Klasifikasi kerusakan tanaman kedelai akibat gangguan hama dan patogen
berdasarkan pada Tabel 2. Data hasil pengamatan direkapitulasi untuk
mengklasifikasi kategori serangan hama dan patogen pada tanaman kedelai di
setiap taraf.
Tabel 2 Kriteria kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hama atau patogen*
Intensitas
Kategori
Klasifikasi Deskripsi
serangan (%) serangan
0
Tidak ada kerusakan tanaman
0
Sehat
1
Tanaman yang rusak/terserang 1−3%
>0−3
Sangat
dari jumlah seluruh tanaman
ringan
2
Tanaman yang rusak/terserang 4−10%
4−10
Ringan
dari jumlah seluruh tanaman
3
Tanaman yang rusak/terserang 11−25%
11−25
Sedang
dari jumlah seluruh tanaman
4
Tanaman yang rusak/terserang 26−50%
26−50
Agak
dari jumlah seluruh tanaman
berat
5
Tanaman yang rusak/terserang 51−75%
51−75
Berat
dari jumlah seluruh tanaman
6
Tanaman yang rusak/terserang 76−100%
76−100
Sangat
dari jumlah seluruh tanaman
berat
*Sumber: Tuca et al. (2010).

11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan 1. Agroforestri (sentang dan kedelai) dan monokultur sentang
Pertumbuhan Sentang
Tanaman sentang pada lokasi penelitian telah berumur 2 tahun dengan jarak
tanam 2.5 m x 2.5 m. Pertambahan tinggi sentang pada pola tanam agroforestri lebih
besar daripada monokultur sampai akhir musim panen tanaman kedelai (Tabel 3).
Tanaman sentang pada pola tanam agroforestri mendapatkan tambahan unsur hara
dari pemupukan yang diberikan di awal penanaman kedelai. Hasil yang sama
diperoleh pada penelitian Wijayanto & Hidayanthi (2012) bahwa pertumbuhan
sentang yang ditanam secara agroforestri dengan sorgum akan lebih cepat daripada
monokultur. Pengolahan tanah pada lahan agroforestri juga membantu akar sentang
dalam penyerapan unsur hara dan air menjadi lebih tinggi.
Pertambahan diameter sentang yang ditanam secara agroforestri dan
monokultur menunjukkan hasil sama. Hal ini diduga karena penanaman pada
sentang yang dilakukan dengan jarak tanam 2.5 m x 2.5 m tergolong rapat, sehingga
pertumbuhan tinggi lebih besar dibandingkan diameter. Penanaman sentang di
lapangan dapat menggunakan jarak tanam 4 m x 4 m (Orwa et al. 2009).
Pertambahan diameter berjalan lambat diduga karena unsur hara yang terserap oleh
akar dan hasil fotosintesis diedarkan untuk peningkatan pertumbuhan secara
vertikal (tinggi) terlebih dahulu. Pengaturan jarak tanam yang lebih lebar di awal
penanaman sentang, dapat meningkatkan pertumbuhan diameter yang lebih besar.
Tabel 3 Pertambahan dimensi sentang pola tanam monokultur dan agroforestri
Pola tanam
Peubah
Uji F
Monokultur
Agroforestri
a
Pertambahan diameter (cm)
tn
1.60
1.86a
b
Pertambahan tinggi (m)
*
1.54
2.16a
Pertambahan diameter tajuk (m)
tn
0.40a
0.37a
a
Pertambahan panjang akar (m)
tn
0.38
0.37a
Pertambahan kedalaman akar (cm)
tn
2.54a
3.70a
(tn): tidak berbeda nyata; (*): berbeda nyata pada taraf uji 5%; Angka yang diikuti
oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).
Sistem agroforestri yang terdiri atas komponen pohon dan tanaman di
bawahnya akan menimbulkan interaksi pada bagian atas maupun bawah permukaan
tanah. Interaksi yang terjadi dapat bersifat langsung dan tidak langsung dengan
pengaruh positif maupun negatif bagi setiap komponennya (Murniati 2010).
Interaksi tersebut juga memberikan pengaruh yang bersifat tidak langsung terhadap
perkembangan tajuk dan akar pohon. Menurut Suryanto et al. (2005) tajuk pada
pohon memberikan interaksi pada bagian atas tanah yang mempengaruhi luas
penutupan dari bidang olah tanaman semusim. Interaksi di bawah permukaan
ditentukan oleh perakaran dari setiap jenis.

12

Pertambahan diameter tajuk tanaman sentang pada pola tanam monokultur
dan agroforestri memberikan hasil yang sama. Tajuk tanaman sentang pada pola
tanam agroforestri mengarah pada bidang olah (guludan) tanaman kedelai, sehingga
menyebabkan penerimaan cahaya untuk permukaan di bawahnya menjadi
berkurang. Jarak tanam pada sentang yang rapat menjadi faktor kerapatan tajuk
antar pohon semakin besar. Tajuk dari sentang saling bersinggungan satu sama lain
seiring bertambahnya umur pohon sehingga dapat menyebabkan rendahnya hasil
produksi dari tanaman kedelai yang dipadukan. Pengaturan jarak tanam melalui
kegiatan penjarangan perlu dilakukan agar pertumbuhan dan produksi tanaman
kedelai lebih optimal. Sentang memiliki karakteristik daun bersifat tebal dan jumlah
yang dimiliki banyak setiap pohonnya (Joker 2002). Hasil yang serupa pada
penelitian Sabarnurdin et al. (2004) kerapatan tegakan mahoni pada pola tanam
alley cropping berpengaruh terhadap kepadatan tajuk dalam suatu areal. Kepadatan
tajuk tersebut berhubungan dengan daya tangkap cahaya untuk tanaman di
bawahnya. Lorong yang padat akibat bertemunya tajuk pada stratum atas
menyebabkan areal dan ruang temu pertanian menurun bahkan tertutup
sepenuhnya.
Peubah yang diamati pada perakaran sentang menunjukkan kedalaman dan
panjang akar tidak menunjukkan perbedaan pada perlakuan yang diberikan.
Kondisi akar antar tanaman sentang saling bersinggungan satu sama lain, sehingga
akan terjadi pula kompetisi dalam proses penyerapan unsur hara dan air di
sekitarnya. Hasil penelitian ini berbeda dengan Puri et al. (2016) dimana kedalaman
akar sentang umur 1 tahun yang ditanam secara agroforestri lebih dangkal daripada
monokultur. Perbedaan hasil tersebut diduga karena penggunaan jenis pupuk yang
digunakan berbeda pula. Pemupukan yang dilakukan pada tanaman kedelai
penelitian ini mengggunakan pupuk organik. Pupuk organik yang diberikan pada
tanaman kedelai tersebut akan mengalami proses dekomposisi terlebih dahulu.
Sementara apabila menggunakan pupuk kimia atau buatan, ketersediaan nutrisi
yang dibutuhkan tanaman dapat langsung diserap oleh akar. Menurut Melati et al.
(2008) ketersediaan hara pupuk organik lebih lambat dibandingkan dengan pupuk
buatan karena membutuhkan proses dekomposisi. Agroforestri menerapkan konsep
penanaman antara tanaman yang memiliki perakaran dangkal dan dalam untuk
dikombinasikan. Pohon memiliki perakaran yang dalam dan vertikal sehingga akarakar mampu untuk menyerap hara lebih tinggi dan memiliki fungsi sebagai jaringan
pengamanan. Karakteristik tersebut akan mampu mengoptimalkan penyebaran
sumberdaya di sekitar lingkungan yang digunakan untuk pertumbuhan pohon dan
tanaman bawah (Suprayoga et al. 2002; Murniati 2010).
Respon Fisiologi Sentang
Kandungan hara tanaman sentang mengalami peningkatan pada lokasi
monokultur dan agroforestri (Tabel 4). Peningkatan kandungan hara unsur N, P,
dan K pada monokultur sentang berturut-turut ialah: 0.45 g/tanaman; 0.04
g/tanaman; dan 0.30 g/tanaman. Peningkatan kandungan hara unsur N, P, dan K
pada agroforestri sentang berturut-turut ialah: 0.59 g/tanaman; 0.04 g/tanaman; dan
0.59 g/tanaman (Lampiran 11 dan 12). Kandungan hara unsur P setelah panen
kedelai pada lokasi monokultur dan agroforestri menujukkan nilai kenaikan yang

13

sama. Perbedaan peningkatan jumlah kandungan hara pada kedua lokasi tidak
terlalu besar kecuali pada unsur K. Kandungan unsur hara yang tinggi pada
agroforestri ditandai pula dengan penambahan diameter dan tinggi yang lebih besar
daripada monokultur.
Tabel 4 Perbandingan kandungan hara tanaman sentang pada perlakuan sebelum
.tanam dan sesudah panen kedelai
Sesudah panen kedelai
Sebelum tanam kedelai
Monokultur
Agroforestri
N (g/tanaman)
2.22
2.67
2.81
P (g/tanaman)
0.11
0.15
0.15
K (g/tanaman)
0.81
1.11
1.40
Unsur N menyusun 1−5% dari berat tubuh tanaman sebab dibutuhkan dalam
jumlah besar. Konsentrasi unsur P di dalam tanaman sebesar 0.1−0.5%. Jumlah
tersebut lebih rendah daripada unsur N dan K. Kandungan unsur K sebesar 0.5−6%
dari total berat kering tanaman (Rina 2015). Ketersediaan unsur hara penelitian ini
menunjukkan unsur N paling tinggi lalu K dan terakhir P. Pengaruh pemberian
pupuk N pada sentang yang berumur 39 tahun juga meningkatkan kandungan N, P
dan K pada daun. Peningkatan kandungan unsur hara tersebut diikuti dengan
pertambahan diameter dan volume total batang (Ong et al. 2012)
Kegiatan pemupukan pada kedelai menyebabkan kandungan hara sentang
yang ditanam secara agroforestri meningkat. Ketersediaan unsur hara tambahan
dari pemupukan secara organik pada tahun pertama diduga menyebabkan
perbedaan angka penyerapan tidak terlalu besar. Keberadaan tanaman kedelai juga
turut membantu menyediakan beberapa unsur hara secara tidak langsung. Jumlah
nitrogen yang lebih besar disebabkan kemampuan bintil akar kedelai dalam
memfiksasi N2 dari atmosfer. Penyerapan unsur hara dapat berasal dari daun
maupun bagian lain yang gugur di tanah. Daun yang jatuh dari tanaman kedelai
turut menyumbangkan unsur hara di dalam tanah. Penyerapan kembali unsur hara
pada daun yang luruh menjadi salah satu kunci agar kehilangan unsur hara tidak
terjadi. Unsur hara yang terserap akan diangkut dan diedarkan kembali ke jaringan
baru atau disimpan sebagai cadangan (Singh et al. 2005).
Pertumbuhan tanaman salah satunya harus didukung dengan ketersedian
unsur hara dan air yang cukup. Uchida (2000) menjelaskan unsur N umumnya
dikombinasikan dengan C, H, O, dan S menghasilkan asam amino untuk
membentuk protoplasma yang berhubungan dengan pembelahan sel. Unsur N
merupakan bagian utama dari klorofil yang digunakan untuk proses fotosintesis.
Kekurangan unsur N menyebabkan pertumbuhan terhambat karena aktivitas
pembelahan sel menurun. Unsur P membantu perkembangan bagian akar dan
meningkatkan perlindungan dari serangan penyakit. Unsur P merupakan bagian
dari struktur RNA dan DNA (komponen utama informasi genetik). Unsur P
dibutuhkan dalam jumlah besar selama tahap awal pembelahan sel. Gejala
kekurangan menyebabkan pertumbuhan berjalan lambat bahkan terhambat. Unsur
K bekerja sebagai aktivator enzim dalam meningkatkan metabolisme tanaman.
Unsur K mengendalikan pembukaan dan penutupan stomata, membantu produksi
ATP, dan terlibat dalam sintesis protein. Kekurangan unsur K akan menghambat

14

pertumbuhan sebab menganggu proses fotosintesis dan sintesis protein. Akibatnya
pada bagian batang akan menjadi lemah.
Percobaan 2. Agroforestri (sentang dan kedelai) dan monokultur kedelai
Pertumbuhan Kedelai
Hasil sidik ragam menunjukkan sebagian besar peubah pertumbuhan kedelai
yang diamati tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan (Tabel 5). Daya
tumbuh benih, persentase hidup, dan jumlah bintil akar tidak dipengaruhi oleh
perlakuan pola tanam. Umur berbunga, jumlah bintil akar, dan biomassa tidak
dipengaruhi oleh perlakuan varietas. Peubah yang menunjukkan hasil berbeda nyata
pada interaksi perlakuan antara pola tanam dengan varietas yaitu persentase hidup.
Tabel 5 Hasil analisis ragam data pertumbuhan kedelai
Peubah

Pola tanam (Y)

Interaksi
(YxV)
tn
*
tn
tn
tn
5%; HST: hari setelah

Varietas (V)

1. Daya tumbuh benih (%)
tn
*
2. Persen hidup (%)
tn
*
3. Umur berbunga (HST)
*
tn
4. Jumlah bintil akar
tn
tn
5. Biomassa (g)
*
tn
(tn): tidak berbeda nyata; (*): berbeda nyata pada taraf uji
tanam

Persentase daya tumbuh diperoleh saat benih sudah berkecambah dan telah
berumur 1 MST. Persentase hidup dihitung saat panen kedelai dilakukan. Daya
tumbuh benih dan persentase hidup tanaman kedelai yang ditanam secara
monokultur dan agroforestri tidak menunjukkan perbedaan (Tabel 6). Menurut
Prihatman (2000) suhu untuk proses perkecambahan kedelai sekitar 30 C
sementara suhu rata-rata pada kedua lokasi penelitian hampir sama (monokultur
30.85 C; agroforestri 28.58 C) (Lampiran 9). Kriteria suhu tersebut sesuai dengan
suhu pada lokasi penelitian.
Tabel 6 Pertumbuhan kedelai pada pola tanam yang berbeda
Pola tanam
Peubah
Monokultur
Agroforestri
1. Daya tumbuh benih (%)
65.78a
55.44a
a
2. Persen hidup (%)
84.42
71.84a
3. Umur berbunga (HST)
36.67a
33.67b
a
4. Jumlah bintil akar
4.17
7.79a
5. Biomassa (g)
5.17a
3.80b
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

15

Daya tumbuh benih dan persentase hidup tertinggi pada varietas Wilis. Daya
tumbuh dan persentase hidup terendah pada varietas Tanggamus (Tabel 7).
Deskripsi dari Puslittan (2016) menyatakan varietas Tanggamus dapat beradapatasi
pada kondisi lahan kering. Data curah hujan pada lokasi