Keberatan dan Banding

Keberatan dan Banding
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh Wajib Pajak jika merasa tidak puas atau kurang puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan / pemungutan oleh pihak
ketiga. Saya yakin, sebagian besar Wajib Pajak melakukan proses keberatan karena surat ketetapan
pajak (skp) yang dianggap tidak adil. Dan surat ketetapan pajak itu biasanya diterbitkan sebagai
produk dari pemeriksaan pajak. Ya, keberatan umumnya didahului dengan proses pemeriksaan.
Seorang pemeriksa pajak tentu banyak berbeda pendapat dengan Wajib Pajak tentang perlakuan
perpajakan atas suatu transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Jika dalam pembahasan dengan
Wajib Pajak tidak menemukan titik temu, maka tidak jarang pemeriksa pajak mengeluarkan jurus
“pokoknya”. Selama argumentasi pemeriksa pajak memiliki landasan yuridis, selaras dengan “akal
sehat”, maka pendapat pemeriksa dapat dipertahankan dan hakim banding-lah yang menentukan
benar tidaknya pendapat pemeriksa pajak.
Prosedur pemeriksaan sekarang dibuat lebih merepotkan pemeriksa pajak sekaligus lebih
memperkuat produk pemeriksaan. Saat menemukan temuan, pemeriksa pajak dapat membicarakan
hasil temuan tersebut dengan Wajib Pajak. Kemudian, temuan itu dituangkan secara formal dalam
surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP). Berdasarkan SPHP tersebut Wajib Pajak kemudian
memberikan tanggapan SPHP. Berdasarkan tanggapan SPHP, pemeriksa pajak dengan media Surat
Panggilan memanggil Wajib Pajak untuk mendiskusikan hasil pemeriksaan. Tetapi jika temuan sudah
didiskusikan terlebih dahulu sebelum SPHP keluar, maka pembahasan hasil pemeriksaan bisa lebih
singkat atau bisa jadi langsung ke penandatangani berita acara hasil pemeriksaan.
Bersama dengan tanggapan SPHP, Wajib Pajak dapat memberikan dokumen-dokumen yang

diperlukan untuk membantah pendapat pemeriksa. Setelah itu, pada saat panggilan pembahasan
(setelah diterima Surat Panggilan), Wajib Pajak juga dapat melengkapi dokumen-dokumen yang
diperlukan. Setelah itu, dokumen yang digunakan untuk membantah pendapat pemeriksa bisa tidak
berguna sama sekali karena sejak jamannya pa Pung (Dirjen Pajak Hadi Purnomo), Direktorat
Jenderal Pajak memiliki klausul “dokumen yang tidak digunakan pada saat pemeriksaan, tidak dapat
digunakan pada saat keberatan dan banding”.
Klausul tersebut dibuat karena banyaknya “dokumen baru” yang muncul pada saat banding di
Pengadilan Pajak (dulu masih BPSP), padahal pada saat pemeriksaan dokumen tersebut tidak
menjadi pertimbangan Wajib Pajak. Bahkan banyak dokumen Wajib Pajak yang pada saat
pemeriksaan diminta, bahkan dengan surat permintaan dokumen, dokumen yang diminta tidak
“nongol”, tetapi pada saat banding tuh dokumen menjadi lengkap.
Pada kasus lain, banyak produk hasil pemeriksaan dibuat dengan “penetapan secara jabatan”. Ini
adalah jurus terakhir dari pemeriksaan pajak karena tidak adanya dokumen yang dapat dijadikan
dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang. Penetapan secara jabatan adalah salah satu
diskresi pemeriksaan pajak saat dokumen yang diminta tidak ada. Dulu, banyak kasus yang
ditetapkan secara jabatan, Wajib Pajak keberatan, kemudian banding di Pengadilan Pajak, dan “sim
salabim” dokumen yang dulu pernah diminta oleh pemeriksa pajak, pada waktu pemeriksaan di
banding, dokumen menjadi lengkap! Ini kenyataan.

TIM PEMBAHAS

Sejak awal tahun 2007, proses pemeriksaan ditekankan pada adanya Tim Pembahas. Tim ini bisa
berada di tingkat KPP Pratama atau Madya atau di Kanwil. Tim ini diposisikan sebagai Tim yang
independen untuk menguji pendapat pemeriksa pajak.

Wajib Pajak yang masih belum puas pada saat pembahasan hasil pemeriksaan, “sesaat” setelah
berita acara hasil pemeriksaan dapat mengajukan pembahasan di Tim Pembahas UP3. Permintaan
Wajib Pajak itu disertai dengan uraian ketidakcocokan antara pendapat pemeriksa pajak dan
pendapat Wajib Pajak. Tim Pembahas UP3 (Karikpa atau KPP) kemudian membahas permintaan
tersebut dan dituangkan dalam dokumen yang bernama Risalah Tim Pembahas UP3.
Jika hasil pembahasan Tim Pembahas UP3 masih belum memuaskan bagi Wajib Pajak maka masih
ada kesempatan terakhir sebelum menjadi skp, yaitu permintaan Wajib Pajak untuk pembahasan oleh
Tim Pembahas Kanwil. Permintaan tersebut mengharuskan Wajib Pajak menguraikan perbedaan
pendapat antara pendapat Wajib Pajak, pendapat pemeriksa pajak, dan pendapat Tim Pembahas
UP3. Masing-masing pokok masalah harus diurai dari masing-masing pihak.
Pembahasan Tim Pembahas Kanwil kemudian dituangkan dalam Risalah Tim Pembahas Kanwil.
Setelah ada dokumen tersebut, tertutup kesempatan Wajib Pajak untuk menyanggah hasil
pemeriksaan. Dan hasil pemeriksaan kemudian akan dituangkan dalam surat ketetapan pajak (skp).
Pada prakteknya, bisa jadi Tim Pembahas membenarkan pendapat Wajib Pajak. Hal ini tergantung
argumentasi dan kelengkapan dokumen Wajib Pajak yang disampaikan pada saat pembahasan
sebelumnya. Jika ini terjadi maka pendapat pemeriksa tentu tidak dapat dipakai dan tidak akan

diteruskan menjadi surat ketetapan pajak. Tetapi bisa juga Tim Pembahas UP3 dan Tim Pembahas
Kanwil membenarkan pendapat pemeriksa pajak. Jika ini yang terjadi, Wajib Pajak masih memiliki
dua kesempatan, yaitu proses keberatan dan banding. Tetapi harus diingat, proses keberatan dan
banding tidak menunda proses penagihan!
Berdasarkan dokumen Risalah Tim Pembahas, pemeriksa pajak kemudian membuat nota
penghitungan pajak sebagai dasar pembuatan surat ketetapan pajak. Nota penghitungan pajak dibuat
paling lama sebulan sejak tanggal SPHP. Jadi, proses permintaan dan pembahasan Tim Pembahas
baik Tim Pembahas UP3 maupun Tim Pembahas Kanwil, waktunya kurang dari satu bulan.
Jika dibagi-bagi, alokasi waktu sejak tanggal SPHP diterima Wajib Pajak adalah sebagai berikut:
seminggu sejak diterima SPHP, pengumpulan dokumen tambahan dan penyusunan surat sanggahan
SPHP. Seminggu kemudian pembahasan SPHP antara pemeriksa pajak dengan Wajib Pajak.
Seminggu kemudian, permintaan pembahasan dan pembahasan oleh Tim Pembahas UP3. Seminggu
kemudian, permintaan pembahasan dan pembahasan oleh Tim Pembahas Kanwil. Oh, ya, Wajib
Pajak tidak dilibatkan pada saat pembahasan oleh Tim Pembahas. Tetapi Wajib Pajak dapat meminta
salinan dokumen Risalah Tim Pembahas ke pemeriksa pajak.
Inilah prosedur pemeriksaan yang saya maksud merepotkan pemeriksa pajak tetapi sekaligus
memperkuat produk pemeriksaan. Dengan adanya Tim Pembahas, maka ada pendapat yang
dianggap independen yang menilai pendapat pemeriksa pajak. Jika hasil Tim Pembahas sama
dengan pendapat pemeriksa pajak maka pada saat keberatan dan banding pemeriksa lebih kuat.


KEBERATAN
Menurut Pasal 25 ayat (1) UU KUP, keberatan dapat diajukan atas :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.

Bagaimana dengan STP atau surat tagihan pajak, apakah bisa keberatan? Banyak Wajib Pajak yang
merasa diperlakukan sewenang-wenang oleh petugas pajak dengan STP yang menurut Wajib Pajak
tidak adil. Tetapi, sampai dengan tahun 2007, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan keberatan atas
STP karena UU KUP tidak menyebutkan STP sebagai objek keberatan. Artinya, Wajib Pajak hanya
bisa membayar STP yang telah diterbitkan oleh petugas pajak!
Bagaimana membuat surat keberatan?
a. Satu Keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak;
b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas;
d. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut penghitungan Wajib Pajak.
Satu surat untuk satu skp. Jika hasil pemeriksaan ada lima skp, misalnya : SKPKB PPh Badan,
SKPKB PPh Pasal 21, SKPKB PPh Pasal 23, SKPKB PPh Pasal 4(2), dan SKPKB PPN, maka surat

keberatan harus dibuat lima buah. Tidak boleh satu surat untuk keberatan PPh Pasal 21 dan PPh
Pasal 23, misalnya.
Berdasarkan Pasal 25 ayat (3) UU KUP, “Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.”
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal. Ini
perintah UU KUP! Tetapi UU KUP juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam
keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Silakan
pembaca menterjemahkan sendiri klausul “keadaan diluar kekuasaannya”.
Di kantor modern, keputusan keberatan dilakukan oleh kanwil dan diteliti oleh pejabat penelaah
keberatan. Ini adalah profesi baru di DJP sendiri. Pejabat penelaah keberatan hanya ada di kanwil,
sama halnya seperti AR yang hanya ada di KPP. Walaupun demikian, surat keberatan tetap
dilayangkan ke KPP, bukan ke kanwil. Nanti KPP yang akan meneruskan surat keberatan ke kanwil.
Sebelum ditetapkan hasil pemeriksaan, biasanya pada proses keberatan pemeriksa pajak juga masih
dimintai jawaban keberatan dan salinan kertas kerja pemeriksaan. Artinya, penelaah keberatan nanti
akan membanding-bandingkan pendapat Wajib Pajak dan pendapat pemeriksa pajak. Walaupun
penelaah keberatan merupakan pegawai DJP, tetapi sebenarnya penelaah keberatan berposisi
sebagai hakim yang memutuskan antara posisi Wajib Pajak dan posisi pemeriksa pajak.


BANDING
Dua belas bulan sejak surat keberatan diterima oleh KPP, maka kantor pajak harus mengeluarkan
Surat Keputusan Keberatan (SK Keberatan). Jangka waktu 12 bulan tersebut ditetapkan oleh Pasal
26 ayat (1) UU KUP. Karena itu, jangka waktu 12 bulan adalah jangka waktu paling lama. Sebelum 12
bulan, bisa jadi SK Keberatan keluar.
SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib
Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak. Berdasarkan
Pasal 27 ayat (1) UU KUP, “Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.” Ini lembaga yang tidak memiliki hirarki dengan DJP. Lebih independen dan insya

allah hakim yang memutuskannya lebih kredibel daripada pejabat penelaah keberatan di kanwil.
Tata cara pengajuan banding sebagai berikut:
- Surat banding ditulis dalam bahasa Indonesia;
- Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan yang dibanding diterima;
- Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding;
- Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan tanggal diterima
surat keputusan yang dibanding;
- Dilampiri salinan Surat Keputusan yang dibanding;
- Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.

Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan
Banding berpihak ke Wajib Pajak. Berdasarkan penelitian DJP sendiri, keputusan banding yang
membatalkan surat ketetapan pajak dikarenakan lemahnya proses pemeriksaan yang dilakukan oleh
pemeriksa pajak. Artinya, banyak pemeriksaan pajak yang melakukan pemeriksaan tanpa dasar
yuridis dan argumentasi yang kuat. Inilah kesempatan Wajib Pajak, walaupun untuk mencapai
banding ini harus melalui jalan yang berliku :-).
Selamat menempuh banding

http://pajaktaxes.blogspot.co.id/2007/07/keberatan-dan-banding.html

Keberatan dan Banding dalam Perpajakan
15.00

M Zulhunain Fahmi

KEBERATAN, BANDING, GUGATAN DAN PENINJAUAN KEMBALI
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN
Yang Dimaksud Dengan “Keberatan”
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang puas atas suatu
ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.

Dalam pelaksanaan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi
bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya
atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga

Ketentuan Pengajuan Keberatan

Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat
WP terdaftar, dengan syarat:
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut
atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan-alasan yang jelas.
3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak dan

keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak
wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui
Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB,
SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga.
1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan
dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan
Pajak.
2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat), jangka waktu 3
bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan
pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman
melalui Kantor Pos dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi syarat formal.Tetapi
juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika “dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah
klausul yang sering dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Penyelesaian Keberatan

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka
waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka
keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.
Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
1. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/ keterangan tambahan dan
Kepala KPP wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan,
pemotongan, atau pemungutan.
2. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebelum surat keputusan
keberatannya diterbitkan.
Surat Keputusan Keberatan

Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau
terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Banding
SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan lagi bagi Wajib Pajak
untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke Pengadilan Pajak.
Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, WP dapat mengajukan

banding kepada Pengadilan Pajak, dengan syarat:
1. Tertulis dalam bahasa Indonesia,
2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
3. Alasan yang jelas.
4. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
5. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
6. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan
pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara.
Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang
utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan
kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP terhadap :
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam
Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP yang berkaitan dengan
STP;
4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan STP;
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan atau Pengumuman Lelang;

2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak tanggal diterima
Keputusan yang digugat.
Peninjauan Kembali
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang
bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak
dan hanya dapat diajukan satu kali
Alasan-alasan Peninjauan Kembali
1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat;
2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jangka Waktu Peninjauan Kembali
1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2
diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan
bukti tertulis baru;
2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, 4, dan 5
diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan dikirim oleh Pengadilan Pajak.

Putusan Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang
berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding.Putusan
Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta
bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan
prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke
Wajib Pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau
seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.
http://zulhunain.blogspot.co.id/2012/03/keberatan-dan-banding-dalamperpajakan.html

Surat Keberatan dan Banding atas
SKP Pajak
Bagaimana Mempersiapkan Keberatan dan Banding
A. Mempersiapkan Keberatan
1. Pendahuluan
Dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak memiliki hak untuk :
a) Mengajukan Keberatan (Pasal 25 – 26 UU KUP)
Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan
atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib pajak dapat mengajukan
keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
b) Mengajukan Permohonan Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
berupa bunga, denda dan kenaikan (Pasal 36 ayat 1a)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya
c) Mengajukan permohonan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar (pasal 36
ayat 1b)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak
yang tidak benar.
d) Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
· Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang
· Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP
· Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
· Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan Surat Tagihan
Pajak.
Gugatan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak.
Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan atas suatu :
· SKPKB
· SKPKBT

· SKPLB
· SKPN
· Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan
Syarat pengajuan Keberatan :
· Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN,
Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak ketiga;
· Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak. (Satu SKP satu surat
keberatan)
· Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
· Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.
· Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.
· Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal
pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak
(Force Majeur)
· Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan proses
pelaksanaan penagihan.
Hak Wajib Pajak dalam Keberatan:
Agar Wajib Pajak dapat membuat alasan-alasan yang kuat dalam pengajuan
keberatan, sebelum mengajukan keberatan wajib pajak berhak untuk :
· Meminta Dasar Pengenaan Pajak
· Meminta Dasar Perhitungan Rugi
· Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan.
Pengajuan Surat Keberatan :
Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara :
· Secara Langsung ke KPP tempat WP terdaftar
Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat
Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat
keberatan. –Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP· Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti
pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal sebagai
berikut :
o Tanggal kirim
o Nama dan alamat pengirim
o Nama dan alamat yang dituju
o Isi atau jenis surat yang dikirim
Surat Keberatan yang tidak memenuhi syarat :

· Tidak dianggap sebagai surat kberatan, sehingga tidak dipertimbangkan
· Kepada wajib pajak akan diberikan penolakan secara formal melalui surat biasa
paling lambat 1 bulan sejak surat tersebut diterima
· Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal keberatan, tetapi
pengajuannya belum melampaui 3 bulan, wajib pajak masih diberi kesempatan
untuk memperbaiki surat keberatannya dan dapat diajukan kembali dalam batas
waktu 3 bulan setelah tgl SKP
· Surat keberatan yang diajukan setelah melewati 3 bulan tidak dapat diperbaiki lagi,
kecuali dapat dibuktikan keterlambatan tersebut karena factor force majeur.
· Alternatif lain yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan permohonan
peninjauan kembali berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
Jangka waktu Penyelesaian Keberatan
· Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan
wajib pajak
· Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap DITERIMA.
Keputusan Keberatan
Keputusan keberatan yang diterbitkan DJP dapat berupa :
· Menerima seluruhnya
· Menerima Sebagian
· Menolak
· Menambah Besarnya pajak yang terutang
Masalah-masalah dalam keberatan yang terkait dengan wajib pajak :
· Wajib Pajak tidak siap dalam hal : data, informasi, catatan dan dokumen dalam
pengajuan keberatan
· Wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material
pengajuan keberatan
· Wajib pajak terlambat dalam menyampaikan permohonan keberatan (lewat dari 3
bulan)
· Wajib pajak memiliki interprestasi dan pemahaman yang lemah terhadap peraturan
perpajakan.
· Pihak ketiga yang menjadi wakil wajib pajak tidak memenuhi syarat yang diatur
dalam KMK 576/KMK.04/2001 dan KEP DJP No. 188/PJ./2001.
· Komunikasi Wajib pajak dan Fiscus tidak berjalan dengan baik.
Strategi Dalam Proses Keberatan
· Pastikan permohonan keberatan memenuhi persyaratan formal keberatan
Ø Diajukan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
Ø Diajukan Tidak lewat dari 3 bulan

Ø Surat Keberatan dibuat dalam bahasa Indonesia
Ø Dibuat untuk masing-masing SKP. (Satu SKP satu Surat Keberatan).
Ø Menyebutkan Jumlah pajak yang terutang, jumlah rugi dan jumlah pemotongan
atau pemungutan menurut wajib pajak
Ø Menyebutkan alasan pengajuan keberatan
Ø Surat ditandatangani oleh pihak yang berwenang menandatangani surat
keberatan (Board of Director yang tercantum di akta).
Ø Jika ditandatangai pihak lain maka harus dilampiri dengan Surat Kuasa khusus.
· Pastikan permohonan keberatan memenuhi persyaratan material keberatan :
Ø Pastikan materi yang diajukan keberatan memiliki alasan yang kuat
Ø Alasan harus didukung dengan :
– Bukti pendukung yang kuat (harus valid)
– Dasar hokum yang kuat (sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu dan untuk
masalah tsb)
Ø Sebelum membuat alasan keberatan, wajib pajak harus mengetahui :
– Butir-butir yang akan dikoreksi oleh Fiscus
– Alasan Fiscus melakukan koreksi
– Dasar hukum yang digunakan fiscus untuk membuat koreksi
Sehingga alasan yang disampaikan dalam surat keberatan TEPAT.
Jika keberatan ditolak, upaya selanjutnya yang dapat dilakukan wajib pajak adalah
mengajukan banding
Contoh Surat Keberatan yang memenuhi persyaratan formal :
Kasus :
Dari pemeriksaan tahun 2003 fiscus menerbitkan SKPKB PPh Pasal 21. hal ini karena
menurut fiscus terdapat obyek PPh pasal 21 yang belum dilaporkan WP. Padahal
selisih tersebut hanyalah karena adanya perbedaan periode yang digunakan dalam
SPT Badan -Laporan keuangan (menggunakan tahun buku) dengan tahun takwim
yang harus digunakan untuk SPT 1721.
Jakarta, 5 April 2005
No. :
Lampiran : –
Hal : Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxxxx
Tgl 17 Pebruari 2005
Kepada Yth.
Direktorat Jenderal Pajak
Kantor Wilayah …………
Kantor Pelayanan Pajak …………
Alamat lengkap

U.P : Sie Penerimaan dan Keberatan.
Dengan Hormat,
Sehubungan dengan telah diterbitkannya SKPKB PPh Pasal 21 No. xxxxxxxxxxx
tanggal 17 Pebruari 2005 Sebesar Rp. 132.811.256,- atas nama :
Nama Wajib Pajak : PT Tax Ina
NPWP : 00.000.000.0-000.000
Alamat : JAKARTA
yang kami terima tanggal 20 Pebruari 2005 dengan perincian sebagai berikut :
Uraian : Jumlah (Rp) :
Dasar Pengenaan Pajak 3.052.302.069
PPh pasal 21 terutang 660.806.052
Setoran Masa & Tahunan 553.700.200
PPh 21 Kurang Bayar 107.105.852
Sanksi Bunga pasal 13 (2) 25.705.404
Jumlah Pajak yang masih harus dibayar 132.811.256
Bersama ini kami mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No.
xxxxxxxxxxxxx tersebut.
Adapun alasan kami mengajukan keberatan adalah :
1. Menurut Pemeriksa terdapat obyek PPh 21 yang belum dilaporkan dalam SPT PPh
21 yaitu sebagai berikut :
Jenis Obyek Jumlah (Rp)
Gaji 500.689.595
Tunjangan Lembur, dll 76.272.000
Premi Asuransi 83.559.000
THR 760.000
Total 661.280.595
2. Atas Biaya yang merupakan Obyek PPh 21 telah dipotong PPh 21 seluruhnya.
Namun akibat perbedaan periode tahun buku yang dianut Wajib Pajak, sehingga
terdapat perbedaan periode pembebanan biaya yang merupakan obyek PPh pasal 21
dalam Laporan Keuangan Vs SPT PPh Pasal 21. Rekonsiliasi Obyek PPh 21
berdasarkan SPT PPh Badan Vs SPT PPh 21 adalah sebagai berikut :
Keterangan Jumlah
1. Total Biaya Gaji dlm Lap Keuangan [Jul02 – Jun’03] 3.542.376.049
2. Total Biaya Gaji dlm SPT 1721 th 2003 [Jan03 – Des03] 2.794.002.022
3. Selisih Lap Keu Vs SPT 1721 748.374.027

dikurangi Biaya Gaji Jan – Jun’02 1.646.909.526
ditambah Biaya Gaji Jan – Jun’03 1.811.798.999
Koreksi Fiskal (BIK) th 2001/2002 321.303.131
Koreksi Fiskal (BIK) th 2002/2003 262.181.423
Total 748.374.027
Menurut pendapat kami seharusnya atas SKP PPh pasal 21 tersebut adalah NIHIL.
Demikian permohonan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima
kasih.
Hormat Kami,
PT TAX INA
Taufik
Direktur
B. Mempersiapkan Banding
Sengketa Pajak Dalam Proses Banding
Sengketa pajak dalam proses banding atau sering disebut sengketa banding adalah
sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dengan fiscus
mengenai keputusan keberatan yang tidak disetujui oleh wajib pajak. Seperti halnya
dengan keberatan, Wajib Pajak atau penanggung pajaklah yang harus mengajukan
permohonan banding.
Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal maupun material, namun
kebanyakan Wajib Pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa
material, sehingga seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal
saat fiscus mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang
bersangkutan.
Sengketa Formal
Sengketa formal timbul apabila WP atau fiscus atau keduanya tidak mematuhi
prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan oleh UU perpajakan, khususnya UU
KUP dan UU Pengadilan Pajak. Bagi fiscus, UU KUP telah menetapkan dan prosedur
tata cara pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sempai penerbitan
keputusan keberatan. Apabila fiscus melanggar ketentuan tersebut, maka
pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa formal dari pihak fiscus.
Contoh : fiskus menerbitkan SKP atau Surat Keputusan Keberatan setelah melampaui
jangka waktu yang ditetapkan.
Dilain pihak, sengketa formal dari pihak WP bias terjadi apabila WP tidak
melaksanakan prosedur dan tata cara yang ditetapkan dalam UU KUP maupun UU

Pengadilan pajak. Contohnya WP tidak mengajukan keberatan atau banding dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan.
Sengketa Material
Sengketa material atau lazim disebut maateri sengketa terjadi apabila terdapat
perbedaan jumlah pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang
lebih dibayar (dalam kasus restitusi) menurut perhitungan fiscus –yang tercantum
pada ketetapan pajak- dengan jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak.
Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai :
· Dasar hukum yang seharusnya digunakan ;
· Persepsi atas ketentuan peraturan pajak ;
· Perselisihan atas suatu transaksi tertentu ;
· atau hal-hal lainnya.
Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh fiscus
menjadi berbeda dibandingkan dengan jumlah pajak menurut perhitunan Wajib
Pajak. Dan perbedaan jumlah pajak menurut fiscus dengan WP itulah yang
merupakan sengketa material.
Baik Sengketa formal maupun sengketa material sangat menentukan hasil akhir
putusan banding. Dalam proses banding, hakim akan melakukan pemeriksaan formal
terlebih dahulu sebelum mulai memeriksa materi sengketa.
Permohonan banding tidak akan diproses lebih lanjut oleh pengadilan pajak –tanpa
pemeriksaan materi sengketa- apabila banding WP tidak memenuhi ketentuan
formal yang telah ditetapkan.
Sebaliknya apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak memenuhi
ketentuan formal, maka pengadilan pajak dapat menyatakan ketetapan pajak
ataupun keputusan keberatan harus batal demi hokum. Dalam hal ini, permohonan
banding WP dapat diterima selueuhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil
pemeriksaan keseluruhan oleh hakim pengadilan pajak.
Ketentuan Formal Pengajuan Banding
Ketentuan formal mengenai pelaksanaan banding diatur dalam ketentuan pasal 27
UU KUP Jo UU Pengadilan pajak, yang bisa diuraikan sbb :
a) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan
peradilan pajak terhadap suatu keputusan keberatan yang ditetapkan oleh dirjen
pajak.
b) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara.
c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak

d) Syarat formal pengajuan banding
· Diajukan ke pengadilan pajak
· Dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
· Diajukan oleh Wajib pajak, ahli warisnya, seornag pengurus atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi :
· Nama Wajib Pajak pemohon banding
· NPWP Pemohon Banding
· Alamat Pemohon Banding
Nama, NPWP dan Alamat WP Pemohon banding akan dicocokkan dengan data yang
tercantum pada kartu NPWP atau administrasi KPP. Jika terdapat perbedaan, WP
Pemohon banding harus dapat menjelaskan alasan-alasannya.
· Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama
penandatangan surat banding berbeda dengan nama WP orang Pribadi yang
mengajukan banding, atau dalam hal nama penandatangan surat banding
Pencabutan Banding
Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan Bading ke Pengadilan Pajak dapat
mencabut permohonan tersebut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan
banding kepada pengadilan pajak.
Permohonan Banding yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa melalui :
a. Penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum
sidang dilaksanakan
b. Putusan Majelis/Hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan
pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
NOTE :
Permohonan Banding yang telah dicabut dan mendapat penetapan/putusan tidak
dapat diajukan kembali
Kuasa Hukum
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Wajib pajak dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi/mewakili wajib pajak dalam proses
banding. Syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum :
1. WNI
2. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundangundangan perpajakan.
3. Persyaratan lain yang ditentukan Menteri Keuangan
Mengacu pada peraturan tersebut, Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa yang
bukan pegawainya dengan surat kuasa khusus dengan syarat-syarat sbb :
a. Menyerahkan asli surat kuasa khusus yang bermaterai yang memuat :
1) nama dan alamat serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak pemberi kuasa;

2) nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3) Bidang/cakupan hak/kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak
selaku pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang bersangkutan
b. Menguasai ketentuan-ketentuan dibidang perpajakan.
Persyaratan ini terpenuhi apabila telah memperoleh pendidikan dibidang perpajakan
yang dibuktikan dengan memiliki ;
1) brevet yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau;
2) Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga
pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri
b. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau
tindak pidana lain dibidang keuangan Negara.
Tata Cara untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Kuasa Hukum
Pengadilan Pajak :
· Bagi Kuasa Hukum Pengacara :
– Syarat yang harus dipenuhi (kumulatif) : Warga Negara Indonesia, Pengacara
(berlisensi), Sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja
– Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah
disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:
§ KTP
§ Surat Ijin Praktek Pengacara
§ Brevet Pajak/ Ijasah
§ NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
§ Pas Photo 2 x 3 2 lembar
· Bagi Kuasa Hukum yang bukan pengacara :
– Syarat yang harus dipenuhi : WNI, Sebagai Ahli Pajak, Memiliki NPWP atau Form
1721 A1 dari pemberi kerja.
– Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah
disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir
§ KTP
§ Brevet Pajak/ Ijasah
§ NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.
§ Pas Photo 2 x 3 2 lembar
Proses Pelaksanaan Banding
Batasan waktu pelaskanaan banding telah ditetapkan dalam ketentuan UU
Pengadilan pajak. Berikut ini bagan proses pelaksanaan banding :
Bagan 1. (sumber : Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak hal. 12)
Bagan 1. Proses dan jangka waktu pelaksanaan banding ke Pengadilan Pajak.
(Sumber : Buku Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak hal. 12)

Bagan 2 : Proses Banding dengan acara Biasa.
(Sumber : Syaiful Anwar, SH, Msc. Makalah Seminar)
Persiapan Persidangan
Dalam hal pengajuan banding WP memenuhi ketentuan formal yang disyaratkan,
maka pengadilan pajak akan memulai persiapan persidangan dengan meminta Surat
Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan dari Fiskus (pihak Terbanding) dan
mengirimklan salinannya ke WP Pemohon Banding, serta menunjuk Majelis atau
Hakim Tunggal untuk menyelesaikan sengketa antara WP dengan fiskus:
a). Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan
b). Surat Bantahan
c). Penunjukan Majelis atau Hakim Tunggal
Persidangan Banding
Persidangan banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada
2 jenis pemeriksaan dalam proses banding :
· Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (PAB)
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri
dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera,
dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau
kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila surat permohonan banding telah
memenuhi ketentuan formal.
· Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (PAC)
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis
hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh
pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
– Sengketa pajak tertentu
– Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan
diterima
– Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau
atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
– Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan
merupakan wewenang pengadilan pajak.
Contoh Surat banding yang memenuhi ketentuan formal.
Tangerang , 20 April 2005

No :
Lampiran : 11 Set
Hal : Permohonan Banding Atas Keputusan Keberatan atas SKPKB PPh
Pasal 21 No. xxxxxxxx tgl 10 Desember 2003 yang diterbitkan oleh KPP Mana.
Kepada Yth.
Badan Peradilan Pajak
Gedung D Departemen Keuangan Lt V-IX
Jalan Kalilio – Jakarta Pusat
Dengan hormat,
Bersama ini kami :
Nama : PT Apa Saja
NPWP : 00.000.000.0-000.000
Alamat : Tangerang
bermaksud mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan
Nomor xxxxxxxxxxx tgl 10 Desember 2003 yang kami terima pada tanggal 2 Maret
2005 mengenai Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 Nomor xxxxxxxx
tanggal 24 Pebruari 2003.
Besarnya SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 yang diterbitkan berdasarkan hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh KPP Mana adalah sebagai berikut :
Perhitungan tersebut diatas tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan Keberatan.
Sedangkan PPh Pasal 21 tahun 2001 yang terutang menurut PT Apasaja adalah :
Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya koreksi penambahan obyek PPh
Pasal 21 yang tidak disetujui Wajib Pajak. Koreksi tersebut menurut Fiscus karena
adanya pemberian kepada karyawan yang belum dilaporkan dalam ST Tahunan PPh
Pasal 21. Wajib Pajak tidak menyetujui koreksi tersebut. Menurut wajib pajak semua
Pembayaran kepada karyawan yang merupakan obyek PPh Pasal 21 telah dilaporkan
dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.
Adapun alasan kami mengajukan banding adalah karena :
1. Permohonan Keberatan yang kami ajukan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No.
xxxxxx ditolak oleh KPP mana setelah melewati jangka waktu 12 bulan.
2. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (1) Undang-undang tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling
lama dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi
keputusan atas Surat Keberatan yang diajukan Wajib Pajak.
3. Wajib Pajak telah mengajukan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 ke KPP Mana
pada tanggal 10 Maret 2003 (Photocopi surat keberatan terlampir).
4. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2004 Wajib Pajak belum mendapatkan

keputusan atas keberatan yang telah diajukan sebelumnya.
5. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (5) apabila jangka waktu dua belas bulan
telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka
keberatan yang diajukan wajib pajak dianggap diterima.
6. Pada tanggal 2 Maret 2005 Wajib Pajak menerima Surat Keputusan Keberatan No
xxxxxxxx tertanggal 10 Desember 2003 yang memutuskan bahwa Direktur Jenderal
Pajak MENOLAK Keberatan Wajib Pajak Dalam Surat Keputusan Keberatan tersebut
tertulis bahwa, KPP menolak keberatan atas SKPKB PPh Badan, padahal Wajib Pajak
mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21.
7. Berdasarkan Cap Pos yang tertera pada amplop KPP (sampul surat keberatan)
yang diterima Wajib Pajak tertulis cap pos tanggal 27 Pebruari 2005
Sebelum mengajukan permohonan banding, kami juga telah melunasi SKPKB PPh
Pasal 21 No. xxxxxxxxx tanggal xxxxxx (Photocopi SSP terlampir).
Untuk memenuhi persyaratan formal permohonan banding ini, bersama ini kami
lampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
1. Salinan Surat Keputusan Keberatan No. xxxxx tanggal 10 Desember 2003.
2. Salinan SKPKB PPh Pasal 21 No xxxxxx tanggal 24 Pebruari 2003.
3. Salinan Surat Keberatan No xxxx tanggal 10 Maret 2003 dan tanda terima surat
keberatan.
4. Salinan SSP tanggal xxxxxx.
5. Photocopi NPWP Wajib Pajak
6. Salinan Akta Pendirian PT Apa Saja dan Perubahannya.
7. Salinan Audit Report th 2001 (Laporan Keuangan) PT Apa Saja .
8. Surat Kuasa Asli .
Demi kelancaran proses banding ini, kuasa hukum kami akan menghadiri
persidangan untuk menyampaikan data-data dan dokumen pendukung lainnya, serta
memberikan keterangan yang diperlukan selama proses banding berlangsung.
Demikian permohonan banding ini kami buat dengan harapan agar dapat
dikabulkan. Atas Perhatian dan kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.
Hormat Kami,
Triyani Budianto
Kuasa Hukum Wajib Pajak
https://abamstea.wordpress.com/seputar-pajak-tea/surat-keberatan-dan-bandingatas-skp-pajak/