KEBERATAN DAN BANDING

(1)

TUGAS MATA KULIAH - PERPAJAKAN

Dosen : Dr. Waluyo, Ak., M.Sc.

Diaz Priantara, SE., Ak., M.Si., CPA., BAP., BKP.

Hadi Susilo, SE., Ak., M.Si.

KEBERATAN DAN BANDING (OBJECTION AND

APPEAL)

Oleh:

KELOMPOK VI:

Febri

55510120007

Ferdian Pardosi

55510120009

Andra Damar Jaya

55510120014

UNIVERSITAS MERCU BUANA

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

ANGKATAN VIII


(2)

ABSTRAK

KEBERATAN DAN BANDING (OBJECTION AND APPEAL)

Sistem Self Assessment yang kita anut memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri tanpa menunggu adanya surat ketetapan dari Fiskus karena Wajib Pajak dianggap paling tahu mengenai penghasilannya sendiri.

Dengan sistem Self Assessment, apa yang telah dihitung, disetor, dan dilaporkan oleh Wajib Pajak dianggap benar oleh Fiskus, kecuali Fiskus mempunyai data/informasi yang mengindikasikan bahwa laporan tersebut salah. Untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa apa yang telah dihitung, disetor, dan dilaporkan Wajib Pajak sudah benar, maka diperlukan sarana untuk pengawasan.

Pemeriksaan pajak merupakan salah satu sarana yang tujuannya adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam melakukan pemeriksaan pajak, Fiskus menghasilkan beberapa produk hukum antara lain Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Tagihan Pajak (STP). Atas produk hukum yang dihasilkan pemeriksaan maupun bukan dari pemeriksaan, tidak semuanya disetujui oleh Wajib Pajak. Ketidaksetujuan ini menimbulkan suatu perselisihan yang biasa disebut Sengketa Pajak.

Sengketa Pajak yang timbul antara Fiskus dengan Wajib Pajak dapat diselesaikan dengan cara keberatan, banding, dan peninjauan kembali. Cara-cara tersebut ditempuh agar hak Wajib Pajak maupun Negara dapat dijamin dengan adanya keadilan dan kepastian hukum.

Penyelesaian sengketa pajak pada hakekatnya harus didasarkan pada keadilan dan kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun bagi penerimaan Negara. Terjaminnya hak Wajib Pajak maupun pemerintah merupakan tujuan yang ingin dicapai dengan terbitnya UU KUP dan UU Pengadilan Pajak.

KEBERATAN DAN BANDING (OBJECTION AND APPEAL)

Bagaimana Mempersiapkan Keberatan dan Banding

A. Mempersiapkan Keberatan

1. Pendahuluan

Dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak memiliki hak untuk:

a) Mengajukan Keberatan (Pasal 25-26 UU KUP). Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib Pajak dapat mengajukan Keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.


(3)

b) Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan (Pasal 36 ayat 1a). Direktur Jenderal Pajak mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.

c) Mengajukan permohonan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar Pasal 36 ayat 1b). Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

d) Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak. Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

 Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang.

 Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP.

 Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.

 Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.

Gugatan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak.

2. Pengajuan Keberatan

Keberatan diajukan atas suatu:

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

 Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

 Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Syarat Pengajuan Keberatan:

 Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak ketiga;

 Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak (satu SKP satu surat keberatan).

 Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia.

 Mengemukakan jumlah pajak

terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.


(4)

 Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.

 Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak (Force Majeur).

 Pengajuan Keberatan tidak menunda

kewajiban membayar pajak dan proses pelaksanaan penagihan.

Hak Wajib Pajak dalam Keberatan:

 Meminta Dasar Pengenaan Pajak.

 Meminta Dasar Perhitungan Rugi.

 Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan. Pengajuan Surat Keberatan:

 Secara Langsung ke

KPP tempat WP terdaftar, tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib Pajak akan menerima bukti penerimaan surat keberatan.

 Disampaikan

melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan. Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal sebagai berikut:

o Tanggal kirim.

o Nama dan alamat pengirim.

o Nama dan alamat yang dituju.

o Isi atau jenis surat yang dikirim. Surat Keberatan yang tidak memenuhi syarat:

 Tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

 Kepada WP akan diberikan penolakan secara formal melalui surat biasa paling lambat 1 bulan sejak surat tersebut diterima.

 Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal keberatan, tetapi pengajuannya belum melampaui 3 bulan, WP masih diberi kesempatan untuk memperbaiki surat keberatannya dan dapat diajukan kembali dalam batas waktu 3 bulan setelah tanggal SKP.

 Surat keberatan yang diajukan setelah melewati 3 bulan tidak dapat diperbaiki lagi, kecuali dapat dibuktikan keterlambatan tersebut karena faktor force majeur.


(5)

 Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waku paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang dilakukan WP.

 Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap DIKABULKAN.

3. Keputusan Keberatan

Keputusan keberatan yang diterbitkan DJP dapat berupa:

o Menerima seluruhnya.

o Menerima sebagian.

o Menolak.

o Menambah besarnya pajak yang terutang.

Masalah-masalah dalam Keberatan yang Terkait dengan WP:

 WP tidak siap dalam hal: data, informasi, catatan dan dokumen dalam pengajuan keberatan.

 WP tidak memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material pengajuan keberatan.

 WP terlambat dalam menyampaikan permohonan keberatan (lewat dari 3 bulan).

 WP memiliki interprestasi dan pemahaman yang lemah terhadap peraturan perpajakan.

 Komunikasi WP dan Fiskus tidak berjalan dengan baik.

4. Strategi Dalam Proses Keberatan

A. Pastikan Permohonan Keberatan Memenuhi Persyaratan Formal Keberatan

 Diajukan ke KPP tempat WP terdaftar.

 Diajukan tidak lewat dari 3 bulan.

 Surat Keberatan dibuat dalam Bahasa Indonesia.

 Dibuat untuk masing-masing SKP (satu SKP untuk satu Surat Keberatan).

 Menyebutkan jumlah pajak yang terutang, jumlah rugi dan jumlah pemotongan atau pemungutan menurut WP.

 Menyebutkan alasan pengajuan keberatan.

 Surat ditandatangani oleh pihak yang berwenang menandatangani surat keberatan (Board of Director yang tercantum di akta perusahaan).

 Jika ditandatangani pihak lain maka harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

B. Pastikan Permohonan Keberatan Memenuhi Persyaratan Material Keberatan

 Pastikan materi yang diajukan keberatan memiliki alasan yang kuat.


(6)

 Bukti pendukung yang kuat (harus valid).

 Dasar hukum yang kuat (sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu dan untuk masalah tersebut).

 Sebelum membuat alasan keberatan, WP harus mengetahui:

 Butir-butir yang dikoreksi oleh Fiskus.

 Alasan Fiskus melakukan koreksi.

 Dasar hukum yang digunakan Fiskus untuk membuat koreksi.

Sehingga alasan yang disampaikan dalam Surat Keberatan TEPAT.

Jika Keberatan Ditolak, upaya selanjutnya yang dapat dilakukan WP adalah mengajukan Banding.

Contoh Surat Keberatan yang Memenuhi Persyaratan Formal. Kasus:

Dari hasil pemeriksaan tahun 2005, fiskus menerbitkan SKPKB PPh Pasal 21 sebesar Rp 132.811.256,-. Hal ini menurut fiskus dikarenakan terdapat objek PPh pasal 21 yang belum dilaporkan WP. Padahal selisih tersebut hanyalah karena adanya perbedaan periode yang digunakan dalam Laporan Keuangan (menggunakan tahun buku) dimana periode yang digunakan Juli sampai dengan Juni, dengan tahun takwim (Januari – Desember) yang harus digunakan untuk SPT 1721.

Jakarta, 05 April 2007 No. : 001/IV/2007 Lampiran :

-Hal : Permohonan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxx2 tanggal 17 Februari 2007

Kepada Yth.

Direktorat Jenderal Pajak

Kantor Pelayanan Pajak……….. Alamat………. U.P : Sie Penerimaan dan Keberatan. Dengan Hormat,


(7)

Sehubungan dengan telah diterbitkannya SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxx2 tanggal 17 Februari 2007 sebesar Rp 132.811.256,- atas nama:

Nama WP : PT. ABC

NPWP : 00.000.000.0-000.000 Alamat : Jakarta

yang kami terima tanggal 20 Februari 2007 dengan perincian sebagai berikut: Uraian:

- Dasar Pengenaan Pajak Rp 3.052.302.069,-- PPh Pasal 21 terutang Rp 660.806.052,3.052.302.069,-- 660.806.052,-- Setoran Masa & Tahunan Rp 553.700.200,660.806.052,-- 553.700.200,-- PPh Pasal 21 Kurang Bayar Rp 107.105.852,553.700.200,-- 107.105.852,-- Sanksi Bunga Pasal 13 (2) Rp 25.705.404,107.105.852,--

25.705.404,-- Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar Rp 132.811.256,25.705.404,-- 132.811.256,-Adapun alasan kami mengajukan keberatan adalah:

1. Menurut pemeriksa terdapat objek PPh 21 yang belum dilaporkan dalam SPT PPh 21 sebagai berikut:

Jenis Objek PPh 21: - Gaji Rp

500.689.595,-- Tunjangan lembur, dll Rp 76.272.000,500.689.595,-- 76.272.000,-- Premi asuransi Rp 83.559.000,76.272.000,--

83.559.000,-- THR Rp 760.000,83.559.000,--

760.000,-- Total Objek PPh 21 sebesar Rp 661.280.595,760.000,--

661.280.595,-2. Atas biaya yang merupakan Objek PPh 21 telah dipotong PPh 21 seluruhnya. Namun akibat perbedaan periode tahun buku yang dianut WP (Juli – Juni), sehingga terdapat perbedaan periode pembebanan biaya yang merupakan objek PPh pasal 21 dalam Laporan Keuangan vs SPT PPh Pasal 21. Rekonsiliasi Objek PPh 21 berdasarkan SPT PPh Badan vs SPT PPh 21 adalah sebagai berikut:

a. Total biaya gaji dalam Laporan Keuangan (Juli 2004 – Juni 2005) sebesar Rp

3.542.376.049,-b. Total biaya gaji dalam SPT 1721 tahun 2005 (Januari – Desember 2005) sebesar Rp

2.794.002.022,-c. Selisih Laporan Keuangan vs SPT 1721 sebesar Rp 748.374.027,-d. Selisih tersebut jika:

o Dikurangi:

- Biaya gaji Januari – Juni 2004 sebesar Rp

1.646.909.526,-o Ditambah:

- Biaya gaji Januari – Juni 2005 sebesar Rp 1.811.798.999,-- Koreksi Fiskal tahun 2003/2004 sebesar Rp 321.303.131,1.811.798.999,-- 321.303.131,-- Koreksi Fiskal tahun 2004/2005 sebesar Rp 262.181.423,321.303.131,--


(8)

262.181.423,-o Total dari angka diatas sebesar Rp

748.374.027,-Dari penjelasan diatas dapat terlihat bahwa TIDAK ADA KEKURANGAN dalam perhitungan pelaporan PPh 21 yang terutang. Sehingga menurut pendapat kami seharusnya atas SKP PPh Pasal 21 tersebut adalah NIHIL.

Demikian permohonan kami, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Hormat Kami, PT. ABC

Bpk. XXX Direktur

B. Mempersiapkan Banding

1. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding

Sengketa pajak dalam proses banding atau sering disebut sengketa banding adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara WP dengan Fiskus mengenai keputusan keberatan yang tidak disetujui oleh WP. Seperti halnya dengan keberatan, WP atau penanggung pajaklah yang harus mengajukan permohonan banding.

Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal maupun material, namun kebanyakan WP menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa material, sehingga seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal saat Fiskus mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap WP yang bersangkutan.

A. Sengketa Formal

Sengketa formal timbul apabila WP atau Fiskus atau keduanya tidak mematuhi prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan oleh UU Perpajakan, khususnya UU KUP dan UU Pengadilan Pajak. Bagi Fiskus, UU KUP telah menetapkan prosedur dan tata cara pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sampai penerbitan keputusan keberatan. Apabila Fiskus melanggar ketentuan tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa formal dari pihak Fiskus.

Contoh: Fiskus menerbitkan SKP atau Surat Keputusan Keberatan setelah melampaui jangka waktu yang ditetapkan.


(9)

Dilain pihak, sengketa formal dari pihak WP bisa terjadi apabila WP tidak melaksanakan prosedur dan tata cara yang ditetapkan dalam UU KUP maupun UU Pengadilan Pajak.

Contoh: WP tidak mengajukan keberatan atau banding dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

B. Sengketa Material

Sengketa material atau lazim disebut materi sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang lebih dibayar, semisal dalam kasus Restitusi menurut perhitungan Fiskus yang tercantum pada ketetapan pajak berbeda dengan jumlah menurut perhitungan WP.

Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai:

 Dasar hukum yang seharusnya digunakan;

 Persepsi atas ketentuan peraturan pajak;

 Perselisihan atas suatu transaksi tertentu;

 Atau hal-hal lainnya.

Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh Fiskus menjadi berbeda dibandingkan dengan jumlah pajak menurut perhitungan WP. Dan perbedaan jumlah pajak menurut Fiskus dengan WP itulah yang merupakan sengketa material.

Baik sengketa formal maupun sengketa material sangat menentukan hasil akhir putusan banding. Dalam proses banding, hakim akan melakukan pemeriksaan formal terlebih dahulu sebelum mulai memeriksa materi sengketa.

Permohonan Banding tidak akan diproses lebih lanjut oleh pengadilan pajak, tanpa pemeriksaan materi sengketa, apabila banding WP tidak memenuhi ketentuan formal yang telah ditetapkan.

Sebaliknya apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak memenuhi ketentuan formal, maka pengadilan pajak dapat menyatakan ketetapan pajak ataupun keputusan keberatan harus batal demi hukum. Dalam hal ini, permohonan banding WP dapat diterima seluruhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil pemeriksaan keseluruhan oleh hakim pengadilan pajak.

2. Ketentuan Formal Pengajuan Banding

Ketentuan formal mengenai pelaksanaan banding diatur dalam ketentuan pasal 27 UU KUP Jo UU Pengadilan Pajak, yang bisa diuraikan sebagai berikut:

a) WP dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap suatu keputusan keberatan yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. b) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara. c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak


(10)

d) Syarat formal pengajuan banding:

 Diajukan ke pengadilan pajak

 Dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia

 Diajukan oleh WP, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa hukumnya.

Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi:

 Nama WP pemohon banding.

 NPWP pemohon banding.

 Alamat pemohon banding.

Nama, NPWP dan alamat WP pemohon banding akan dicocokkan dengan data yang tercantum pada kartu NPWP atau administrasi KPP. Jika terdapat perbedaan, WP pemohon banding harus dapat menjelaskan alasan-alasannya.

 Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama penandatangan surat banding berbeda dengan nama WP orang pribadi yang mengajukan banding, atau dalam hal nama penandatangan surat banding.

3. Pencabutan Banding

WP yang telah mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak dapat mencabut permohonan tersebut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan banding kepada pengadilan pajak.

Permohonan banding yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa melalui: a. Penetapan Ketua dalam hal surat

pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan.

b. Putusan Majelis/Hakin Tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

NOTE:

Permohonan Banding yang telah dicabut dan mendapat penetapan/putusan tidak dapat diajukan kembali.

4. Kuasa Hukum

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, WP dapat menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi/mewakili WP dalam proses banding. Syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum:

1. WNI.

2. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan.


(11)

Mengacu pada peraturan tersebut, WP dapat menunjuk seorang kuasa yang bukan pegawainya dengan surat kuasa khusus dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Menyerahkan asli surat kuasa khusus yang bermaterai yang memuat:

1) Nama dan alamat serta NPWP dari WP pemberi kuasa; 2) Nama, alamat dan NPWP penerima kuasa;

3) Bidang/cakupan hak/kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan WP selaku pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang bersangkutan.

b. Menguasai ketentuan-ketentuan dibidang perpajakan. Persyaratan ini terpenuhi apabila telah memperoleh pendidikan dibidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki:

1) Brevet yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau;

2) Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri.

c. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana lain dibidang keuangan Negara.

Tata cara untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Kuasa Hukum Pengadilan Pajak:

 Bagi Kuasa Hukum Pengacara:

o Syarat yang harus dipenuhi (kumulatif): WNI, Pengacara (berlisensi), sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja.

o Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:

 KTP.

 Surat Ijin Praktek Pengacara.

 Brevet Pajak/Ijasah.

 NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.

 Pas Photo 2x3 2 lembar.

 Bagi Kuasa Hukum yang Bukan Pengacara:

o Syarat yang harus dipenuhi : WNI, sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja.

o Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:

 KTP.

 Brevet Pajak/Ijasah.

 NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.

 Pas Photo 2x3 2 lembar.


(12)

Bagan proses pelaksanaan banding:

Dalam hal pengajuan banding WP memenuhi ketentuan formal yang diisyaratkan, maka pengadilan pajak akan memulai persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan dari Fiskus (pihak terbanding) dan mengirimkan salinannya ke WP Pemohon Banding, kemudian WP pemohon banding membuat Surat Bantahan dan mengirimkan surat bantahannya ke Fiskus pihak terbanding. Pengadilan Pajak juga akan menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk menyelesaikan sengketa antara WP dengan Fiskus.

6. Persidangan Banding

Persidangan banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis pemeriksaan dalam proses banding:

 Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (PAB)

Dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila surat permohonan banding telah memenuhi ketentuan formal.

 Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (PAC)

Dilakukan oleh Hakim Tunggal atau Majelis Hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:

 Sengketa pajak tertentu. Pemohon

Banding

Pengadilan Pajak

Terbanding 2. Permintaan Surat

Uraian Banding

3. Surat Uraian Banding 4. Salinan Surat

Uraian Banding

1. Permohonan Banding

5. Surat Bantahan

6. Salinan Surat Bantahan


(13)

 Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima.

 Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan Pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung).

 Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.

Contoh Surat Banding yang memenuhi ketentuan formal Jakarta, 20 April 2005

No. : 003/V/2005 Lampiran : 11 Set

Hal : Permohonan Banding atas Keputusan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxxx tanggal 10 Desember 2003 yang diterbitkan oleh KPP xxx Kepada Yth.

Badan Peradilan Pajak

Gedung D Departemen Keuangan Jl…..Jakarta – Pusat

Dengan Hormat, Bersama ini kami: Nama : PT. DEF

NPWP : 00.000.000.0-000.000 Alamat : Jakarta

Bermaksud mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan No.xxxxx4 tanggal 10 Desember 2003 yang kami terima pada tanggal 02 Maret 2005 mengenai Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No.xxxxxx tanggal 24 Februari 2003.

Besarnya SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh KPP xxx adalah sebagai berikut:

Perhitungan tersebut diatas tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan Keberatan.

Sedangkan PPh Pasal 21 tahun 2001 yang terutang menurut PT. DEF adalah:

Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya koreksi penambahan objek PPh Pasal 21 yang tidak disetujui WP. Koreksi tersebut menurut Fiskus karena adanya pemberian kepada karyawan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21. WP tidak menyetujui koreksi tersebut. Menurut WP semua Pembayaran kepada karyawan yang merupakan objek PPh Pasal 21 telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.


(14)

1. Permohonan Keberatan yang kami ajukan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No.xxxxxx ditolak oleh KPPxxx setelah melewati jangka waktu 12 bulan.

2. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (1) UU KUP, Dirjen Pajak dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas Surat Keberatan yang diajukan oleh WP.

3. WP telah mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 ke KPPxxx pada tanggal 10 Maret 2003 (Photocopi surat keberatan terlampir).

4. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2004 WP belum mendapatkan keputusan atas keberatan yang telah diajukan sebelumnya.

5. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (5) UU KUP, apabila jangka waktu dua belas bulan telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan WP dianggap diterima.

6. Pada tanggal 02 Maret 2005 WP menerima Surat Keputusan Keberatan No.xxxxxx tertanggal 10 Desember 2003 yang memutuskan bahwa Direktur Jenderal Pajak MENOLAK Keberatan WP. Dalam Surat Keputusan tersebut tertulis bahwa KPP menolak keberatan atas SKPKB PPh Badan, padahal WP mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21.

7. Berdasarkan Cap Pos yang tertera pada amplop KPP (sampul surat keberatan) yang diterima WP tertulis cap pos tanggal 27 Februari 2005.

Sebelum mengajukan permohonan banding, kami juga telah melunasi SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxxx tanggal xxxxxx (Photocopi SSP terlampir).

Untuk memenuhi persyaratan formal permohonan banding ini, bersama ini kami lampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1. Salinan Surat Keputusan Keberatan No.xxxxxx tanggal 10 Desember 2003.

2. Salinan SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxxx tanggal 24 Februari 2003.

3. Salinan Surat Keberatan No.xxxxxx tanggal 10 Maret 2003 dan tanda terima surat keberatan.

4. Salinan SSP tanggal xxxxxx.

5. Photocopi NPWP Wajib Pajak.

6. Salinan Akta Pendirian PT. DEF dan Perubahannya. 7. Salinan Audit Report tahun 2001 (Laporan

Keuangan) PT. DEF.

8. Surat Kuasa Asli.

Demi kelancaran proses banding ini, kuasa hukum kami akan menghadiri persidangan untuk menyampaikan data-data dan dokumen pendukung lainnya, serta memberikan keterangan yang diperlukan selama proses banding berlangsung.

Demikian permohonan banding ini kami buat dengan harapan agar dapat dikabulkan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.


(15)

Kuasa Hukum Wajib Pajak

Daftar Pustaka

1. Waluyo dan Wirawan, Perpajakan IndonesiaBuku 1, Salemba Empat, Edisi 8, 2008. 2. Parwito, Membaca arah aturan peralihan UU KUP, Bisnis Indonesia, 17 September

2007.

3. Raden Suparman, Keberatan dan Banding, 17 Juli 2007.

4. Triyani Budiyanto, Bagaimana Mempersiapkan Keberatan dan Banding, 30 April 2005.

5. H. Yodi Martono Wahyunadi, SH., MH., Perumusan Kebijakan Perpajakan Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, 02 Februari 2009.

6. Undang – Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.


(1)

d) Syarat formal pengajuan banding:

 Diajukan ke pengadilan pajak

 Dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia  Diajukan oleh WP, ahli warisnya, seorang pengurus

atau kuasa hukumnya.

Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi:  Nama WP pemohon banding.

 NPWP pemohon banding.  Alamat pemohon banding.

Nama, NPWP dan alamat WP pemohon banding akan dicocokkan dengan data yang tercantum pada kartu NPWP atau administrasi KPP. Jika terdapat perbedaan, WP pemohon banding harus dapat menjelaskan alasan-alasannya.

 Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama penandatangan surat banding berbeda dengan nama WP orang pribadi yang mengajukan banding, atau dalam hal nama penandatangan surat banding.

3. Pencabutan Banding

WP yang telah mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak dapat mencabut permohonan tersebut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan banding kepada pengadilan pajak.

Permohonan banding yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa melalui:

a. Penetapan Ketua dalam hal surat

pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan.

b. Putusan Majelis/Hakin Tunggal melalui

pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.

NOTE:

Permohonan Banding yang telah dicabut dan mendapat penetapan/putusan tidak dapat diajukan kembali.

4. Kuasa Hukum

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, WP dapat menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi/mewakili WP dalam proses banding. Syarat-syarat untuk menjadi kuasa hukum:

1. WNI.

2. Mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan.


(2)

Mengacu pada peraturan tersebut, WP dapat menunjuk seorang kuasa yang bukan pegawainya dengan surat kuasa khusus dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Menyerahkan asli surat kuasa khusus yang bermaterai yang memuat:

1) Nama dan alamat serta NPWP dari WP pemberi kuasa; 2) Nama, alamat dan NPWP penerima kuasa;

3) Bidang/cakupan hak/kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan WP selaku pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang bersangkutan.

b. Menguasai ketentuan-ketentuan dibidang perpajakan. Persyaratan ini terpenuhi apabila telah memperoleh pendidikan dibidang perpajakan yang dibuktikan dengan memiliki:

1) Brevet yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak atau;

2) Ijazah formal pendidikan dibidang perpajakan yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan negeri atau swasta dengan status disamakan dengan negeri.

c. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana lain dibidang keuangan Negara.

Tata cara untuk mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar sebagai Kuasa Hukum Pengadilan Pajak:

 Bagi Kuasa Hukum Pengacara:

o Syarat yang harus dipenuhi (kumulatif): WNI, Pengacara (berlisensi), sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja.

o Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:

 KTP.

 Surat Ijin Praktek Pengacara.  Brevet Pajak/Ijasah.

 NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.  Pas Photo 2x3 2 lembar.

 Bagi Kuasa Hukum yang Bukan Pengacara:

o Syarat yang harus dipenuhi : WNI, sebagai Ahli Pajak, memiliki NPWP atau form 1721 A1 dari pemberi kerja.

o Mendaftarkan diri ke sekretariat pengadilan pajak (mengisi formulir yang telah disediakan) dengan melampirkan salinan dokumen yang telah dilegalisir:

 KTP.

 Brevet Pajak/Ijasah.

 NPWP atau form 1721 A1 dari Pemberi kerja.  Pas Photo 2x3 2 lembar.


(3)

Bagan proses pelaksanaan banding:

Dalam hal pengajuan banding WP memenuhi ketentuan formal yang diisyaratkan, maka pengadilan pajak akan memulai persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan dari Fiskus (pihak terbanding) dan mengirimkan salinannya ke WP Pemohon Banding, kemudian WP pemohon banding membuat Surat Bantahan dan mengirimkan surat bantahannya ke Fiskus pihak terbanding. Pengadilan Pajak juga akan menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk menyelesaikan sengketa antara WP dengan Fiskus.

6. Persidangan Banding

Persidangan banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis pemeriksaan dalam proses banding:

 Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (PAB)

Dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila surat permohonan banding telah memenuhi ketentuan formal.

 Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (PAC)

Dilakukan oleh Hakim Tunggal atau Majelis Hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap:  Sengketa pajak tertentu.

Pemohon Banding

Pengadilan Pajak

Terbanding 2. Permintaan Surat

Uraian Banding

3. Surat Uraian Banding 4. Salinan Surat

Uraian Banding

1. Permohonan Banding

5. Surat Bantahan

6. Salinan Surat Bantahan


(4)

 Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima.

 Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan Pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung).

 Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.

Contoh Surat Banding yang memenuhi ketentuan formal Jakarta, 20 April 2005

No. : 003/V/2005

Lampiran : 11 Set

Hal : Permohonan Banding atas Keputusan Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxxx tanggal 10 Desember 2003 yang diterbitkan oleh KPP xxx Kepada Yth.

Badan Peradilan Pajak

Gedung D Departemen Keuangan Jl…..Jakarta – Pusat

Dengan Hormat, Bersama ini kami:

Nama : PT. DEF

NPWP : 00.000.000.0-000.000 Alamat : Jakarta

Bermaksud mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan No.xxxxx4 tanggal 10 Desember 2003 yang kami terima pada tanggal 02 Maret 2005 mengenai Keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No.xxxxxx tanggal 24 Februari 2003.

Besarnya SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh KPP xxx adalah sebagai berikut:

Perhitungan tersebut diatas tetap dipertahankan dalam Surat Keputusan Keberatan. Sedangkan PPh Pasal 21 tahun 2001 yang terutang menurut PT. DEF adalah:

Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya koreksi penambahan objek PPh Pasal 21 yang tidak disetujui WP. Koreksi tersebut menurut Fiskus karena adanya pemberian kepada karyawan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21. WP tidak menyetujui koreksi tersebut. Menurut WP semua Pembayaran kepada karyawan yang merupakan objek PPh Pasal 21 telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21.


(5)

1. Permohonan Keberatan yang kami ajukan atas SKPKB PPh Pasal 21 tahun 2001 No.xxxxxx ditolak oleh KPPxxx setelah melewati jangka waktu 12 bulan.

2. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (1) UU KUP, Dirjen Pajak dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas Surat Keberatan yang diajukan oleh WP.

3. WP telah mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21 ke KPPxxx pada tanggal 10 Maret 2003 (Photocopi surat keberatan terlampir).

4. Sampai dengan tanggal 10 Maret 2004 WP belum mendapatkan keputusan atas keberatan yang telah diajukan sebelumnya.

5. Berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat (5) UU KUP, apabila jangka waktu dua belas bulan telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan WP dianggap diterima.

6. Pada tanggal 02 Maret 2005 WP menerima Surat Keputusan Keberatan No.xxxxxx tertanggal 10 Desember 2003 yang memutuskan bahwa Direktur Jenderal Pajak MENOLAK Keberatan WP. Dalam Surat Keputusan tersebut tertulis bahwa KPP menolak keberatan atas SKPKB PPh Badan, padahal WP mengajukan keberatan atas SKPKB PPh Pasal 21.

7. Berdasarkan Cap Pos yang tertera pada amplop KPP (sampul surat keberatan) yang diterima WP tertulis cap pos tanggal 27 Februari 2005.

Sebelum mengajukan permohonan banding, kami juga telah melunasi SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxxx tanggal xxxxxx (Photocopi SSP terlampir).

Untuk memenuhi persyaratan formal permohonan banding ini, bersama ini kami lampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1. Salinan Surat Keputusan Keberatan No.xxxxxx

tanggal 10 Desember 2003.

2. Salinan SKPKB PPh Pasal 21 No.xxxxxx tanggal

24 Februari 2003.

3. Salinan Surat Keberatan No.xxxxxx tanggal 10 Maret 2003 dan tanda terima surat keberatan.

4. Salinan SSP tanggal xxxxxx.

5. Photocopi NPWP Wajib Pajak.

6. Salinan Akta Pendirian PT. DEF dan Perubahannya.

7. Salinan Audit Report tahun 2001 (Laporan

Keuangan) PT. DEF.

8. Surat Kuasa Asli.

Demi kelancaran proses banding ini, kuasa hukum kami akan menghadiri persidangan untuk menyampaikan data-data dan dokumen pendukung lainnya, serta memberikan keterangan yang diperlukan selama proses banding berlangsung.

Demikian permohonan banding ini kami buat dengan harapan agar dapat dikabulkan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.


(6)

Kuasa Hukum Wajib Pajak

Daftar Pustaka

1. Waluyo dan Wirawan, Perpajakan Indonesia Buku 1, Salemba Empat, Edisi 8, 2008. 2. Parwito, Membaca arah aturan peralihan UU KUP, Bisnis Indonesia, 17 September

2007.

3. Raden Suparman, Keberatan dan Banding, 17 Juli 2007.

4. Triyani Budiyanto, Bagaimana Mempersiapkan Keberatan dan Banding, 30 April 2005.

5. H. Yodi Martono Wahyunadi, SH., MH., Perumusan Kebijakan Perpajakan Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, 02 Februari 2009.

6. Undang – Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.