ANALISIS PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus di POLRESTA Bandar Lampung)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Pembangunan nasional merupakan proses modernisasi membawa dampak positif maupun negatif. Diantara semakin banyaknya perbuatan-perbuatan pidana, delikuensi atau kenakalan anak-anak serta anak-anak terlantar. Kecenderungan meningkatnya kualitas maupun kuantitas pelanggaran baik ketertiban umum maupun pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang oleh pelaku-pelaku muda usia atau dengan kata lain meningkatnya kenakalan remaja yang mengarah kepada tindakan kriminal memerlukan penanggulangan dan penangganan khusus (Agung Wahyono dan Siti Rahayu, 1993: 2). Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menentukan arah dan sejarah bangsa yang akan datang, anak juga merupakan sumber daya manusia yang memiliki manfaat terhadap pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa untuk mencapai sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara persatuan dan kesatuan

  2 utuh untuk melindungi dari segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa dimasa depan. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam membina anak sebagai generasi bangsa, tetapi masih kita jumpai berbagai penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak salah satunya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor . Kenakalan yang dilakukan oleh anak tidak hanya sekedar menyangkut tindak pidana tetapi juga merupakan bahaya yang apabila tidak ditangani secara serius akan dapat mengancam suatu Bangsa, khususnya pada masa depan anak tersebut. Maka Bangsa Indonesia menaruh harapan besar pada anak sebagai penerus cita-cita bangsa.

  Salah satu masalah yang kita hadapi adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak. Masalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak telah menjadi masalah nasional. Pengertian anak dalam hukum Pasal 1 Ayat (1) Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yaitu Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan salah satu bentuk kejahataan yang marak dalam kehidupan sehari-hari dan makin dirasakan sebagai masalah yang cukup serius. Kejahatan pencurian yang dilakukan oleh anak khususnya kendaraan bermotor semakin serius dan cukup rumit di berantas secara keseluruhan, karena kejahatan termasuk pencurian kendaraan bemotor yang

  3 Kejahatan menurut Soerjono Soekanto, (1986: 202) adalah merupakan suatu gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh masyarakat di dunia ini.

  Selanjutnya Sapariah Sadli, (1976: 56) pernah mengatakan bahwa “Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari prilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan”. Demikian Abdurrauf, (1982: 64) mengatakan bahwa “Kejahatan merupakan fenomena sosial yang selalu ada pada setiap kehidupan manusia”.

  Menyelamatkan anak dari tindak pidana khususnya pencurian kendaraan bermotor merupakan langkah yang sangat penting dalam ikhtiar yang menyelamatkan potensi bangsa merugikan dan menghancurkan. Kehancuran generasi muda penerus bangsa sebagai pemilik dan penentu masa depan bangsa bukan saja sebagai pemborosan nasional, tetapi lebih dari itu kerusakan generasi muda akan menjadi beban bagi bangsa dan negara.

  Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi pada saat ini yaitu terjadinya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Masalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak telah menjadi masalah nasional bahkan internasional. Pengertian anak dalam hukum pidana dirumuskan juga secara lebih jelas di dalam ketentuan Pasal

  1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum

  • 2

  • 3
  • 5

  1

  16 Sumber : POLRESTA Bandar Lampung, September 2011.

  7

  4

  Jumlah

  4

  3

  2

  2

  2

  2

  1

  10.

  12. Januari Febuari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

  11.

  9.

  8.

  7.

  6.

  5.

  4.

  3.

  2.

  No Bulan 2008 2009 2010 1.

  Tabel I. Jumlah Tindak Pidana Pencurian Kendaraan bermotor yang dilakukan Oleh Anak di Wilayah POLRESTA Bandar Lampung.

  4 serius. Salah satu contoh kasus pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan berinisial AR (16 Tahun) hal ini mencerminkan bahwa tingkat pencurian yang dilakukan oleh anak masih sangat sering terjadi khususnya di daerah yang berkembang dan memiliki corak budaya masyarakat yang heterogen dan beranekaragam seperti Kotamadya bandar Lampung karena merupakan salah satu penghubung di Sumatera khususnya. Sehingga menimbulkan dinamika masyarakat yang cukup tinggi dan mobilitas penduduk baik dalam hal transfer budaya dan perekonomian.

  Tabel di atas menunjukkan bahwa tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak pada Tahun 2008 sedikit dengan jumlah 4 orang anak nakal, sedangkan pada Tahun 2009 terdapat 7 orang anak nakal yang melakukan

  5 Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa meningkatnya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak merupakan ancaman dan tantangan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat yang pada gilirannya menghambat usaha- usaha pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

  Terkait dengan masalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak pada permasalah di atas, POLRI sebagai penyidik memiliki peran penting dalam menegakkan supremasi hukum dalam memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Dengan demikian tugas Anggota POLRI sebagai penyidik sangat sulit dan merupakan profesi khusus, oleh karena itu perlu ilmu dan keterampilan khusus yang tidak semua orang mampu melaksanakannya, artinya pelaksanaan tugas Polri sebagai penyidik harus dilakukan secara profesional.

  Tugas pokok POLRI sebagai penyidik mengandung kekuasan untuk menggunakan upaya paksa dan bertindak sesuai dengan penilaiannya sendiri (diskresi) sebagai bentuk kepercayaan yang diberikan Negara dan Masyarakat kepada POLRI. Sebagai bentuk kepercayaan masyarakat wewenang untuk menggunakan upaya paksa dan diskresi tersebut harus dilaksanakan dengan baik, penuh tanggung jawab, memenuhi tuntutan masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menyusun penelitian dengan judul :

  6

  B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

  1. Permasalahan Berdasarkan pada uraian-uraian maka yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini adalah : a. Bagaimanakah proses penyidikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak ? b. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam penyidikan terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak ?

  2. Ruang Lingkup Adapun yang menjadi ruang lingkup permasalahan hukum pidana dalam penulisan adalah hanya terbatas pada penyidikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak serta faktor-faktor penghambat dalam penyidikan terhadap suatu tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak di bawah umur di wilayah Polresta Bandar Lampung .

  C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1. Tujuan Penelitian

  7 b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam penyidikan terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.

  2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini di bagi menjadi dua yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu : a. Kegunaan Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dalam bidang pendidikan ilmu hukum khususnya hukum pidana yang mengenai tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.

  b. Kegunaan Praktis 1) Sebagai referensi saran dan masukan bagi aparat penegak hukum, masyarakat dan mahasiswa dalam analisis penyidikan.

  2) Sebagai bahan kajian dan memperluas pengetahuan di dalam bidang hukum pidana khususnya tentang pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

  1. Kerangka Teoritis

  8 identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti, (Soerjono Soekanto, 1986 ; 125).

  Membahas permasalahan dalam penulisan ini, penulis berdasarkan beberapa teori antara lain mengenai teori penyidikan dan faktor penghambat dalam penyidikan terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak. Proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik telah tercantum dalam Pasal 7 (1) KUHAP menyebutkan bahwa :

  Penyidik sebagai mana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

  c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan

  e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

  f. mengambil sidik jari dan memotret seorang

  g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara i. mengadakan penghentian penyidikan j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

  Pasal 1 butir 2 KUHAP menjelaskan maksud dari penyidikan, adalah : ” Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

  9 Penyidik dalam melakukan pemeriksaan atau penyidikan terhadap anak nakal, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut Pasal 42 UUPA : a. Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan.

  b. Dalam melakukan penyidikan terhadap Anak Nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli keshatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.

  c. Proses penyidikan terhadap anak nakal wajib dirahasiakan.

  Menurut Soerjono Soekanto, (1983: 5), faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah :

  1. Faktor hukumnya sendiri, yang akan dibatasi pada Undang-Undang saja.

  2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

  3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung menegakkan hukum.

  4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

  5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

  Tujuan dan sifat Hukum Acara Pidana adalah mencari, menemukan, dan menggali

  10 Pidana tidak dikenal dengan adanya “kebenaran formal (formeele waarheid)” yang didasarkan semata-mata yang ditujukan pada formalitas hukum.

  2. Konseptual Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang hendak diteliti, agar tidak terjadi salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah maupun konsep-konsep yang dimaksud adalah meliputi : a. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir ke-1 KUHAP).

  b. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 butir ke-2 KUHAP).

  c. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan (Pasal 1 poin ke-10 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia).

  d. Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan yang ditentukan dalam kaedah hukum yang tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaedah hukum yang

  11 e. Tindak pidana pencurian adalah barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena kejahatan pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. (Pasal 362 KUHP)

  f. Kepolisian adalah segala hal-hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 poin ke-1 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia)

  g. Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 poin 1 Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak).

E. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan adalah urutan-urutan tertentu dan unsur-unsur yang merupakan suatu sistematika penulisan dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh dan hasil penelitian di dalam penulisan skripsi ini, secara keseluruhan skripsi ini terdiri dari lima bab yang isinya mencerminkan susunan materi sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

  12 belakang tersebut ditarik permasalahan dan ruang lingkupnya, dalam bab ini juga memuat tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

  II. TINJAUAN PUSTAKA

  Dalam bab ini memuat hal-hal yang berhubungan dengan pembahasan, yaitu diuraikan tentang pengertian anak dan anak nakal, pengertian penyidik dan penyidikan, pengertian tindak pidana pencurian, faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum dan pengertian kendaraan bermotor.

  III.METODE PENELITIAN

  Bab ini berisikan mengenai motode-metode yang digunakan dalam skripsi ini yaitu langkah-langkah yang digunakan penulis dalam melakukan pendekatan masalah sumber dan jenis data, pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

  IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Bab ini memuat pokok bahasan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan yaitu, tentang proses penyidikan penyidik terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak dan faktor penghambat dalam proses

  13

V. PENUTUP

  Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan serta serangkain dari penelitian dan pembahasan kemudian diajukan saran dari penulis sebagai perbaikan lebih lanjut serta lampiran-lampiran.

DAFTAR PUSTAKA

  Andrisman, Tri. 2011. Hukum Peradilan Anak. Buku Ajar. UNILA Suparmono, Gatot.2000. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jhambatan. Jakarta Soekanto. Soerjono. 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

  Rajawali. Jakarta. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak dan Anak Nakal

  Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya, sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian anak. Berbeda dengan pandangan dari sisi hukum, seperti Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka (2) Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

  Serta pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih berada dalam kandungan. Kemudian dalam resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 45/113 yang berlaku pada tanggal 14 Desember 1990, yang dimaksud dengan anak adalah yang belum berusia 18 (delapan Belas) tahun.

  Ketentuan tentang pengertian anak diatas terdapat perbedaan mengenai batasan umur, misalnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang pengertian anak

  16 mensejahterakan dirinya, sedangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 dan resolusi PBB pengertian anak adalah apabila belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, sehingga masih memerlukan pembinaan, bimbingan dan pengawasan dari kedua orang tuanya.

  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 45 dan Pasal 72 memberikan batasan-batasan tentang pengertian anak sebagai berikut : Pasal 45 KUHP : ”Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum enam belas tahun, hakim dapat menentukan, memerintahkan supaya orang yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, tanpa pidana apapun, atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apapun yaitu jika perbuatan merupakan kejahatan dan salah satu pelanggaran tersebut Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517, 519, 526, 531, 532, 536, dan 540, serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan salah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut dia rasa dan putusannya menjadi tetap atau menjatuhkan pidana”.

  Pasal 72 Ayat (1) KUHP : ”Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan, belum enam belas tahun dan belum cukup umur atau orang yang berada di bawah pengampunan karena sebab lainya keborosan, maka yang berhak mengadu adalah wakilnya yang sah dalam perkara perdata”.

  Ketentuan di dalam Pasal 45 dan Pasal 72 ayat (1) memberikan pengertian tentang anak lebih muda umurnya dibandingkan dengan ketentuan seperti yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, Undang-Undang

  17 dalam katagori anak atau bukan. Sehingga petugas dilapangan mempunyai ketegasan yang pasti, untuk itu maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak mempertegas tentang pengertian anak di mana di dalam

  Pasal 1 angka (1) disebutkan bahwa : ”Anak adalah anak yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin. Undang-Undang tentang peradilan anak melihat sisi anak dari perbuatan yang dilakukannya, apabila anak tersebut melakukan kejahatan sebelum anak tersebut umur 8 (delapan) tahun tidak dikatagorikan anak nakal sehingga dari sisi hukum ia belum dapat diminta pertanggung jawaban, sebaliknya apabila sudah mencapai umur 8 (delapan) tahun sampai 18 (delapan belas) tahun dapat dimintai pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilakukannya, kemudian bila anak tersebut sebelum umur 18 (delapan belas) tahun sudah kawain maka bukan dikatagorikan anak dan proses peradilan melalui peradilan umum bukan peradilan anak”. Menentukan kebenaran umur dalam menangani perkara anak harus ada alat atau bukti yang dipergunakan seperti Akta Kelahiran, Surat Tanda Tamat Balajar, Surat Keterangan Lahir. Hal ini demikian diperlukan biasanya terjadi apabila anak badannya bongsor (besar) sehingga kasat mata agak meragukan umurnya apakah benar yang bersangkutan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun (Gatot Supramono, 1998 : 20).

  Pengertian anak nakal Pasal 1 poin 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 disebutkan bahwa anak nakal adalah : ”Anak yang melakukan tindak pidana atau yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak baik menurut perundang-undangan maupun menurut

  18 Perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh anak tidak hanya diatur dalam KUHP akan tetapi juga diatur diluar KUHP, meskipun didalamnya tidak disebutkan istilah tindak pidana yang dilakukan oleh anak nakal.

B. Pengertian Penyidik dan Penyidikan

  Tujuan hukum acara pidana dalam pedoman pelaksanaan KUHAP adalah mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Sedangkan menurut Andi Hamzah bahwa ”tujuan hukum acara pidana yang ditujukan untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil hanya merupakan tujuan antara”.

  Berarti ada tujuan akhir yang menjadi tujuan seluruh tertib hukum Indonesia, yaitu untuk mencapai suatu masyarakat yang tertib, tentram, damai, adil dan sejahtera. Proses tindakan penyidikan dalam perkara pidana, maka aparat penegak hukum yang disebut sebagai penyidik adalah dari pihak Kepolisian Negara Indonesia, dan yang dimaksud dengan pengertian dari penyidikan itu sendiri adalah seperti yang tersebut pada Pasal 6 KUHAP, yaitu :

  (1) Penyidik adalah :

  a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia

  b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. (2) Syarat kepangkatan pejabat sebagai mana di maksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

  Polisi sebagai penyidik seperti yang diuraikan di atas, maka polisi mempunyai

  19 Pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud oleh undang-undang adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang terdapat dalam perundang-undangan di luar Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), atau perundang-undangan khusus, seperti Undang-Undang tindak pidana ekonomi dan Undang-Undang tindak pidana korupsi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Polisi berfungsi sebagai penyidik umum, dalam arti tugas, wewenang dan kewajiban Kepolisian Negara Indonesia dalam melakukan penyidikan yang berasal dari pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dengan penyidik dari pejabat kepolisian yaitu dalam bidang ”koordinasi dan pengawasan (Pasal 7 ayat (2) KUHAP), pemberian petunjuk dan bantuan, laporan dimulainya penyidikan dan penghentian penyidikan, serta menyerahkan hasil dari penyidikan (Pasal 107 dan Pasal 109 ayat (3) KUHAP)”. Wewenang penyidik dalam melakukan penyidikan, menurut Pasal 7 (1) KUHAP, menyebutkan :

  Penyidik sebagai mana di maksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

  c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan

  e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat

  f. mengambil sidik jari dan memotret seorang

  g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

  20 Selanjutnya mengenai tugas penyidik Polri dalam bidang peradilan adalah sebagai mana diatur dalam Pasal 8 KUHAP, yaitu :

  (1). Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam Undang-Undang ini. (2). Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. (3). Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan : a. Pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara

  b. Dalam hal penyididkan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.

  Pasal 9 KUHAP mengatur tentang wilayah hukum tugas penyidik Polri. Wilayah hukum penyidikan meliputi seluruh wilayah Indonesia atau daerah hukum masing-masing di mana tugas penyidik Polri diangkat. Bunyi Pasal 9 KUHAP sebagai berikut :

  ”Penyelidik dan penyidik sebagai mana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing dimana ia diangkat sesuai dengan ketentuan Undang- Undang”. Apabila dikaitkan dengan tindakan penyidikan, penyelidikan pun tidak terlepas dari bidang penyidikan, karena penyelidikan merupakan salah satu cara dalam fungsi penyidikan tindak pidana. Berdasarkan hal tersebut yang dimaksud dengan penyelidikan adalah serangkaian

  21 sedangkan yang di maksud dengan penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan (Pasal 1 butir 4 KUHAP).

  Atas dasar uraian di atas, maka sebelum dilakukan penyidikan, terlebih dahulu harus di terima data atau keterangan yang di dapat dari hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa suatu peristiwa yang terjadi benar-benar merupakan suatu tindak pidana, sehingga dengan demikian dapat terpenuhi syarat untuk diadakannya suatu penyidikan. Sedangkan yang di maksud dengan penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP, adalah :

  ” Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

  Menurut R. Soesilo. 1979 : 7, penyidikan berasal dari kata ”sidik” yang berarti terang, maka penyidikan mempunyai arti membuat terang kejahatan. Sehingga dengan adanya tindak penyidikan tersebut dapat diketahui peristiwa pidana yang terjadi dan orang yang telah berbuat. Selanjutnya R. Soesilo (1979 : 7) mengatakan bahwa penyidikan dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

  a. Penyidikan dalam arti luas yaitu meliputi penyidikan, pengusutan dan pemeriksaan yang sekaligus rangkaian dari tindakan-tindakan terus- menerus, tidak ada pangkal permulaan dan penyelesaiannya.

  22 Jelas dapat dikatakan bahwa Polisi yang ditunjuk sebagai penyidik, dalam melakukan tugas penyelidikan dilapangan melakukan kegiatan-kegiatan antara lain pengusutan, pemeriksaan, atau tindakan-tindakan dalam bentuk pemberantasan terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal ini tentunya dengan tidak meninggalkan sifat-sifat dari suatu penyidikan, dimana seorang tersangka harus diperlakukan sebagai subyek.

  Menurut Andi Hamzah, bagian-bagian dari hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah :

  1. Ketentuan tentang alat-alat penyidikan.

  2. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik.

  3. Pemeriksaan ditempat kejadian.

  4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.

  5. Penahanan sementara.

  6. Penggeledahan.

  7. Pemeriksaan atau interogasi.

  8. Berita acara (penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat).

  9. Penyitaan.

  10. Penyampaian perkara.

  11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan.

C. Pengertian Tindak Pidana Pencurian

  23 dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang-Undang telah dapat dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat di hukum (P.A.F. Lamintang 1996: 185). Menurut Vos, strafbaarfeit adalah suatu tindakan kelakuan manusia yang diancam oleh peraturan undang-undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan diancam pidana (Bambang Poernomo, 1978: 86). Strafbaarfeit mengandung unsur objektif dan unsur subjektif.

  Segi objektif adalah :

  a. Perbuatan manusia

  b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu

  c. Mungkin keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam Pasal 281 KUHP bersifat open baar atau ”dimuka umum”. Segi subjektif dari tindakan pidana adalah :

  a. Orang yang mampu bertanggung jawab b. Adanya kesalahan, perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.

  Kesalahan ini dapat berhubungan dengan dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan (Soedarto, 1990 : 41).

  Menurut Moeljatno, (1985 : 24) tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang pada dasarnya dapat di bagi dua macam yakni unsur objektif dan unsur subjektif

  a. Objektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.

  24 Pencurian dalam bentuknya yang pokok (bentuk pencurian biasa) diatur dalam

  Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Buku II Bab XXII, dalam buku tersebut memuat bahasan dan pengertian pencurian. Bunyi Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut adalah :

  ”Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki dengan cara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

  Melihat rumusan pasal tersebut, maka dapat diketahui bahwa kejahatan pencurian merupakan delik formil di mana diancam hukuman atau larangan oleh Undang- Undang. Namun dalam penerjemahannya terdapat perbedaan antara ahli hukum dan para sarjana hukum seperti P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir mempergunakan istilah menguasai hukum memiliki, yaitu sebagai berikut :

  Barang siapa mengambil benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum, karena salah telah melakukan pencurian, di hukum dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun penjara atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah (P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, 1983 : 198). Perbedaan kata tentang memiliki dan menguasai tidak mengubah penetapan Pasal 362 KUHAP terhadap kejahatan pencurian dan memberikan pengertian bahwa perbuatan di atas sebagai perbuatan mengambil milik orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum. Selanjutnya terhadap pencurian kendaraan bermotor dalam subtansinya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada peraturan yang khusus mengaturnya. Tetapi dapat ditafsir

  25

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dalam Penegakan Hukum

  Inti dan arti penegakan hukum secara konsepsional terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang ada dan benar serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1983 : 3). Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi apabila ketidakserasian antara ”tritunggal” nilai, kaidah dan pola prilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur dan pola prilaku tidak tearah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup. Menurut Soerjono Soekanto, 1983 : 4, penegakan hukum dapat dikatakan bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian ”law enforcement” begitu populer. Selain dari itu maka kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksana keputusan- keputusan hakim. Masalah pokok dari pada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya, faktor-faktor tersebut mempunyai arti netral sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut :

  26

  3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

  4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

  5. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karya manusia didalam pergaulan hidup.

E. Pengertian Kendaraan Bermotor

  Menurut rumusan Pasal 1 butir 7 Undang-Undsang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengertian kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan dengan peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak dapat pengertian yang baku dari kendaraan bermotor melainkan harus dilakukan pemisahan kata kendaraan bermotor menjadi :

  a. Kendaraan Kendaraan yaitu kendaraan yang digunakan untuk dikendarai atau untuk dinaiki seperti kuda, kereta dan kendaraan bermotor.

  b. Bermotor Kata bermotor terdiri dari awalan ber- dan kata dasar motor. Awalan ber- mempunyai makna memiliki atau mempunyai, sedangkan kata bermotor mempunyai makna mesin yang menjadi tenaga penggerak. (Depdikbud, 1998 : 419-593).

  

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Peradilan Anak. Buku Ajar. UNILA.

  ____________. 2009. Delik Khusus Dalam KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hamzah. Andi. 1984. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Lamintang. P.A.F. 1996. DasarDasar Hukum Pidana Indonesia. P.T Citra Aditya Bakti, Bandung. Moeljatno. 1985. Asas-asas Hukum Pidana. Rieka Cipta. Jakarta. ___________. Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara, Jakarta. Soekanto. Soerjono. 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

  Rajawali. Jakarta. Soesilo. R. 1979. Takti dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal. Politeia, Bogor. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. Simplek, Jakarta.

  Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

  Indonesia Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  Tim Bahasa Pustaka. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.

  Jakarta

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

  Pendekatan masalah dalam penelitian ini yang berdasarkan pada pokok permasalahan dilakukan dengan dua cara, yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

  1. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan, teori-teori, dan konsep- konsep yang ada dan berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

  2. Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan cara mengadakan penelitian lapangan, yaitu melihat fakta-fakta yang ada dalam praktek lapangan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dan proses penyidikan penyidik terhadap pelaku tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.

  Maksud mengadakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar

  29

B. Jenis dan Sumber Data

  Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data skunder.

  1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan.

  Data primer dalam penulisan ini diperoleh dari penyidik di Polresta Bandar Lampung sebagai tim yang menangani dan memeriksa perkara tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.

  2. Data skunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

  1. Bahan hukum primer, antara lain :

  a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

  b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Nomor 8 Tahun 1981

  c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

  d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

  e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

  2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan

  30

  3. Bahan hukum tersier, seperti literatur, makalah, kamus-kamus, dan lain- lain yang memberikan penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

C. Penentuan Populasi dan Sempel

  Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang menjadi objek kajian penelitian atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan (Arikunto, 1998). Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama. (Soerjono Soekanto, 1986: 172). Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah Polresta Bandar Lampung.

  Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. (Masri Singarimbun dan Setian Effendi, 1987: 152). Adapun prosedur sampling dalam penelitian adalah Purposive Proporsional Sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang dalam penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penulis yang telah diterapkan.

  Responden dalam penelitian ini sebanyak 7 orang, yaitu:

  1. Bareskrim sebagai Penyidik di POLRESTA Bandar Lampung : 5 orang

  2. Anak sebagai pelaku tindak pidana/anak nakal : 2 orang Jumlah : 7 orang

  31

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

  1. Prosedur Pengumpulan Data Proses dalam melakukan pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dipergunakan alat-alat pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan

  Terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buku-buku dan literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang sedang dibahas sehingga dapat mengumpulkan data sekunder dengan mambaca, mencatat, merangkum untuk dianalisa lebih lanjut.

  b. Studi Dokumen Mempelajari berkas-berkas dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak dengan cara membaca, mencatat, merangkum untuk dianalisa lebih lanjut.

  c. Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Studi lapangan dilakukan dengan mengadakan wawancara dengan responden, wawancara dilakukan secara mendalam dengan sistem jawaban terbuka untuk mendapatkan jawaban yang utuh. Metode wawancara yang digunakan adalah “Standarized Interview(pertanyaan standar)” di mana hal-hal yang akan dipertanyakan telah dipersiapkan terlebih dahulu. Studi lapangan

  32

  2. Prosedur Pengolahan Data Setelah data terkumpul, baik data yang di peroleh dari studi pustaka maupun lapangan, data-data tersebut diolah dengan cara : a. Evaluasi Data yaitu terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah data yang dibutuhkan tersebut sudah cukup dan benar.

  b. Klasifikasi Data Data yang sudah terkumpul dikelompokkan sesuai dengan jenis dan sifatnya agar mudar di baca selanjutnya dapat di susun secara sistematis.

  c. Sistematisasi Data Data yang sudah dikelompokkan di susun secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan konsep dan tujuan penelitian agar mudah dalam menganalisis data.

E. Analisis Data

  Analisis terhadap hasil penelitian merupakan usaha untuk menemukan jawaban dari permasalahan. Dalam proses analisis ini rangkaian data yang tersusun secara sistematis dan menurut klasifikasinya dianalisis secara kualitatif dan diberi pengertian berdasarkan kata-kata sesuai apa yang terdapat dilapangan sehingga mudah di mengerti dan dipahami. Data tersebut kemudian diuraikan dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas

  33 kesimpulan secara induktif, yaitu meneliti dari data dan fakta khusus untuk mengambil kesimpulan secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

  Andrisman, Tri. 2011. Hukum Peradilan Anak. Buku Ajar. UNILA Suparmono, Gatot.2000. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jhambatan. Jakarta Soekanto. Soerjono. 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

  Rajawali. Jakarta. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

DAFTAR PUSTAKA

  Andrisman, Tri. 2011. Hukum Peradilan Anak. Buku Ajar. UNILA Suparmono, Gatot.2000. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jhambatan. Jakarta Soekanto. Soerjono. 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

  Rajawali. Jakarta. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

  Berdasarkan atas beberapa uraian yang telah penulis berikan pada bab terdahulu, maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

  1. Proses penyidikan terhadap pelaku Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Anak, meliputi : a. Penindakan Terhadap Tindak Pidana Yang dilakukan Anak .

  Penindakan adalah setiap tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang dilakukan anak .

  b. Pemeriksaan Terhadap Tindak Pidana Yang dilakukan Anak .

  1). Pemeriksaan Tersangka. Dalam melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, anak didampingi oleh orang tua / wali pengasuhnya atau seorang penasehat hukum, hal tersebut dilakukan semata-mata demi kepentingan sang anak agar anak tidak merasa

  56

  2). Pemeriksaan Saksi Setelah tersangka diperiksa, selanjutnya saksi yang ganti diperiksa.

  Saksi adalah orang yang memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri sehingga saksi merupakan alat bukti yang sah.

  c. Penyerahan Berkas Perkara.

  Setelah semua selesai diperiksa oleh penyidik maka dilakukan pemberkasan perkara atau berkas perkara, yang kemudian berkas perkara tersebut diperiksa di Reskrim POLRESTA, apabila sudah benar kemudian diberi cap label POLRI dan apabila belum lengkap maka segera diperbaiki.

  2. Faktor yang mempengaruhi dalam proses penyidikan adalah sebagai berikut : a. Faktor Penghambat.

  Kurangnya kesadaraan masyarakat untuk mengetahui akan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kurangnya kesadaraan akan nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.

  b. Faktor Hukum.

  Belum adanya peraturan pelaksanaan yang dibutuhkan untuk menerapkan

  57

  proses penyidikan serta kurangnya sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

  B. SARAN

  1. Bagi Polisi melakukan pemeriksaan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur, hendaknya Polisi sebagai penegak hukum melakukan pendekatan secara kekeluargaan dan anak selama dalam tahanan diberikan pengarahan dan bimbingan yang bermanfaat bagi anak dikemudian hari.

  2. Bagi orang tua, setelah mengetahui anaknya berperkara dengan hukum hendaknya jangan langsung menyalahkan anak semata, akan tetapi mengintropeksi diri berkenaan dengan pembinaan keluarga sehingga nantinya menghasilkan jalan keluar yang terbaik bagi anak.

  3. Masyarakat hendaknya turut berpartisipasi secara aktif untuk mendidik generasi muda, misalnya dengan jalan turut serta membantu pengembangan organisasi kepemudaan di daerah tempat tinggalnya.

  4. Kepada anak yang telah atau sedang berperkara dengan hukum hendaknya hal tersebut dijadikan pengalaman untuk melangkah dan menatap masa depan yang lebih baik dan hendaknya jangan malu-malu untuk tetap berpartisipasi dalam organisasi kepemudaan di daerah tempat tinggalnya.

  

ANALISIS PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA

PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK

(Studi Kasus di POLRESTA Bandar Lampung)

  

(Skripsi)

HERMAN FAUZI

  

ABSTRAK

ANALISIS PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN

KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

(Studi Kasus di POLRESTA Bandar Lampung)

OLEH