ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB).

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
(Studi Putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb)
SKRIPSI
OLEH:
MOH. LATHIF MUZAKKI
NIM. C03212020

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM
PRODI HUKUM PIDANA ISLAM
SURABAYA
2016

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA
PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
(Studi Putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb)


SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh:
Moh. Lathif Muzakki
NIM. C03212020

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
2016
i

ii


iii

iv

v

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh
anak dalam perkara No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb dan bagaimana analisis
pertimbangan Hakim terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh anak dalam perkara No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.
Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks ( text reading)
dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif analitis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tindak pidana pencurian kendaraan
bermotor yang dilakukan oleh anak dalam putusan Nomor. 1/Pid.SusAnak/2016/PN.Blb adalah tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang
berjenis sepeda motor beroda dua dengan digerakkan oleh sebuah mesin.
Pencurian dilakukan pada waktu malam di sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama. Dalam tindak pidana tersebut, terdakwa anak dikenakan Pasal
363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 dengan ancaman hukuman selama-lamanya 9
(sembilan) tahun. Sedangkan dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak pada Pasal 81 ayat (2) memuat ketentuan bahwa pidana
penjara yang dikenakan kepada terdakwa anak maksimum ½ (satu per dua) dari
ancaman pidana penjara orang dewasa. Namun dalam pertimbangan hukum
Hakim menetapkan bahwa terdakwa anak SY dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya dikarenakan dalam persidangan tidak diketemukan adanya alasanalasan pemaaf serta mempertimbangkan hal yang memberatkan dan
meringankan. Dengan kata lain, Hakim dalam menjatuhkan vonis hukuman
pidana penjara terhadap terdakwa anak selama-lamanya 1 (satu) tahun
mencerminkan bahwa Hakim lebih mengedepankan aspek psikologis anak dengan
mengesampingkan aspek kriminologis tindak pidana yang dilakukan. Dalam
hukum Islam terdakwa anak dikenakan hukuman ta’zi>r dikarenakan tidak
memenuhi syarat hukuman ha>d, yakni pencuri tersebut mencuri sebatas nisab
yang nilainya telah mencapai seperempat dinar (4,25 gram emas) dari tempat
penyimpanan harta yang rahasia.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka dalam menjatuhkan sanksi pidana
terhadap anak, hendaknya hakim bersikap semakin tegas supaya efek jera dapat
dirasakan terdakwa anak dan bukan saja sanksi yang diutamakan melainkan
pembinaan serta bimbingan moral bagi terdakwa juga lebih ditingkatkan.


vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................................

iii

PENGESAHAN .......................................................................................


iv

MOTTO .................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ...................................................................................

vi

ABSTRAK ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................

x

DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................... xiii
BAB I


PENDAHULUAN ...................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................

1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ...........................

9

C. Rumusan Masalah.................................................................. 10
D. Kajian Pustaka ....................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian................................................................... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ..................................................... 13
G. Definisi Operasional .............................................................. 13
H. Metode Penelitian.................................................................. 15
I.
BAB II


Sistematika Pembahasan ....................................................... 18

KONSEP YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP
TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PADA PUTUSAN NO.
1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB ............................................. 20
A. Pertimbangan Hukum Hakim ................................................ 20
B. Konsep Sistem Peradilan Pidana Anak .................................. 26
x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1.

Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak ...................... 26

2.

Asas-asas Sistem Peradilan Pidana Anak ........................ 29


3.

Substansi Sistem Peradilan Pidana Anak ........................ 29

C. Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak ...................... 36
D. Tindak Pidana Pencurian ...................................................... 39
1.

Pengertian Tindak Pidana Pencurian .............................. 39

2.

Unsur-unsur

Tindak

Pidana

Pencurian


dengan

Pemberatan .................................................................... 41
BAB III

DESKRIPSI

KASUS

TINDAK PIDANA PENCURIAN

DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
DALAM PUTUSAN NO. 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB ..... 45
A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Bale Bandung .............. 45
B. Wewenang Pengadilan Negeri Bale Bandung ........................ 46
C. Deskripsi Kasus Putusan No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb .. 47
1.

Kasus Posisi ................................................................... 48


2.

Tuntutan Penuntut Umum ............................................. 50

3.

Dakwaan Penuntut Umum ............................................. 51

D. Pertimbangan Hukum Hakim................................................. 56

BAB IV

1.

Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) ... 56

2.

Pertimbangan Hakim ..................................................... 58


3.

Amar Putusan ................................................................ 61

ANALISIS

YURIDIS

PENCURIAN

TERHADAP

KENDARAAN

TINDAK

PIDANA

BERMOTOR

YANG

DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR
1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB ............................................ 63
A. Tindak

Pidana

Pencurian

Kendaraan

Bermotor

yang

Dilakukan Oleh Anak ............................................................ 63
B. Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan
Kendaraan Bermotor yang Dilakukan Oleh Anak .................. 65
xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V

PENUTUP ............................................................................. 71
A. Kesimpulan............................................................................ 71
B. Saran ..................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 77

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anak sebagai bagian warga negara yang harus dilindungi, karena mereka
merupakan generasi bangsa dimasa yang akan datang dan akan melanjutkan
kepemimpinan bangsa Indonesia. Dalam Pasal 28 (B) ayat (2) Undangundang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan dalam pandangan hukum Islam
perlindungan anak sangat diwajibkan, sebagaimana setiap anak Adam
dipandang suci dan mulia. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Isra’ ayat 70:

ِ
ِ ‫ولَ َق ْد َكَرمنَا ب ِِ ءادم و ََ ْلنَ هم ِِ اْلب ِر واْلبح ِر ورزقْ نَ هم ِمن الطَيِب‬
‫َِن َخلَ ْقنَا‬
َ َ‫ت َوف‬
ْ ٍِْْ ‫ض ْلنَ ُه ْم َعلَى َكث‬
َ َ ُ ََ َ ْ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ
َ
ِ
ً ‫َ ْ ضْي‬
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam,
Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (al-Isra’ : 70).1
Oleh karena itu anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan
negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang
secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas

1

Kementrian Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Pustaka agung Harapan,
2006), 394.

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas pelindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.2
Perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadangkala sama
dengan kejahatan yang dilakukan orang dewasa, tidak berarti sanksi yang
diberikan juga sama. Anak tetaplah anak yang tentu saja masih mengalami
proses perkembangan fisik, mental, psikis dan sosial menuju kesempurnaan
seperti yang dimiliki orang dewasa.
Kenakalan

remaja

merupakan

perilaku

jahat/dursila,

atau

kejahatan/kenakalan anak-anak muda, yakni gejala sakit (patalogi) secara
sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk
pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian
tingkah laku yang menyimpang.3 Sedangkan perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
sanksi beruapa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.4
Sebagaimana kejahatan merupakan persoalan yang dialami manusia dari
waktu ke waktu, hal ini menunjukkan bahwa kejahatan terjadi dan
berkembang dalam lingkungan kehidupan manusia. Dalam kenyataan
sekarang, setiap warga negara di dunia tidak terlepas dari tindakan kriminal,
khususnya Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya pemberitaan di
berbagai media massa dan yang hebohnya lagi kejahatan itu dilakukan oleh
2

Nasir Djamil, Anak Bukan untuk Dihukum (Catatan Pembahasan Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak ), (Sinar Grafika: Jakarta Timur, 2013), 236.
3
Kartini Kartono, Pathologi Sosial (2), Kenakalan Remaja, (Rajawali Pers: Jakarta, 1992), 7.
4
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Rineka Cipta: Jakarta, 2002), 54.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

anak yang masih berusia di bawah umur, seperti pencurian, narkoba,
penganiayaan, pencabulan, dan lain-lainnya.
Dalam hal pemidanaan anak, ada batasan usia minimal dan maksimal
anak tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana. Batas usia anak adalah
pengelompokan usia maksimal sebagai wujud kemampuan anak dalam status
hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi dewasa atau menjadi
seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri
terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan
oleh anak itu.5
Dipaparkan dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak dalam Pasal 1 ayat (3) anak yang berkonflik
dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun
yang diduga melakukan tindak pidana.6
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak, yang disebut anak adalah orang yang
dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.7
Lain halnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, mengenai
pertanggungjawaban pidana anak hanya dikenakan kepada anak yang
umurnya belum berusia 16 (enam belas) tahun, hakim boleh memerintahkan
5

Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya,
(Yogyakarta: Kanisius, 1984), 26.
6
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
7
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

supaya terdakwa anak dikembalikan kepada kedua orang tuanya,
walinya/pemeliharanya dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman.8
Pencurian yang dilakukan oleh terdakwa anak dengan inisal “SY” masih
berusia 17 Tahun, yang terjadi di daerah Bale Bandung kabupaten Bandung.
Dikategorikan sebagai pencurian dengan pemberatan karena telah melanggar
pasal 363 KUHP ayat (1) ke-3 dan ke-4, yaitu pencurian kendaraan bermotor
pada malam hari di pekarangan tertutup yang dilakukan oleh dua orang
secara bersama-sama.
Istilah

pencurian

dengan

pemberatan

atau

pencurian

yang

dikualifikasikan, menunjuk pada suatu pencurian yang dilakukan dengan
cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat
dan karenanya dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa.
Dalam putusan No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb yang dikaji dalam skripsi
adalah pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak di bawah
umur

yang dikenakan pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP, yakni

pencurian pada malam hari di pekarangan tertutup yang dilakukan oleh dua
orang secara bersama-sama.
Oleh karena itu, pencurian dengan pemberatan atau pencurian yang
dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan caracara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka
pembuktian

8

terhadap

unsur-unsur

tindak

pidana

pencurian

dengan

Lihat Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk
pokoknya.
Agama Islam melindungi harta, karena harta adalah bahan pokok untuk
hidup. Islam juga melindungi hak milik individu manusia, sehingga hak milik
tersebut benar-benar merupakan hak milik yang aman. Dengan demikian,
Islam tidak menghalalkan seorang merampas hak milik orang lain dengan
dalih apapun.9
Dalam hukum Islam, tindak pidana pencurian hukumnya adalah ha>d,
perbuatan pidana tertentu, jenis, dan bentuk hukumannya telah ditentukan
dan ditetapkanoleh syara’ dan tidak dapat ditambah atau dikurangi, serta
telah memenuhi syarat-syaratnya. Sanksi lainya adalah ta’zi>r yang berlaku
bagi pencurian yang tidak memenuhi atau kurang persyaratannya.
Anak tetaplah anak, dengan segala ketidakmandiriannya yang ada
mereka sangatlah membutuhkan perlindungan dan kasih sayang dari orang
dewasa dan di sekitarnya. Anak mempunyai berbagai hak yang harus
diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka.10
Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah
berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus
bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai
subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali
masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. Perlindungan anak

9

Sayyid sabiq, Fikih Sunah 9, (Bandung: PT al-Ma’arif, 1984), 213.
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
13.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insani dan membangun
manusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur
materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.11
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak sekaligus memberikan
perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum, pemerintah telah
menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, yang selanjutnya disingkat UU SPPA. Dalam
substansinya memuat semangat mengedepankan upaya pemulihan secara
berkeadilan dan menghindarkan anak dari proses peradilan dengan cara
diversi yang melalui pendekatan keadilan restoratif pada sistem peradilan
pidana anak.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur di dalam sistem
yang dapat mengakomodasi penyelesaian perkara, yang salah satunya adalah
dengan menggunakan pendekatan keadilan restoratif ( restorative justice)
melalui suatu pembaharuan hukum yang tidak sekedar mengubah UndangUndang semata, tetapi juga memodifikasi sistem peradilan pidana yang ada.
Sehingga semua tujuan yang dikehendaki oleh hukumpun tercapai, salah satu
bentuk mekanisme restorative justice tersebut adalah dialog di kalangan
masyarakat Indonesia yang lebih dikenal dengan sebutan "musyawarah
untuk mufakat”. Sehingga diversi khususnya melalui konsep restorative

11

Ibid.,1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

justice

menjadi

suatu

pertimbangan

yang

sangat

penting

dalam

menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak.12
Perdamaian dengan melakukan musyawarah untuk mufakat sebagai
salah satu cara untuk menjaga hak seorang anak yang berhadapan dengan
hukum. Mereka adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa yang patut dijaga dan
dirawat, agar keberlangsungan hidup, tumbuh dan kembang mereka tetap
terjaga sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu, harkat dan martabat
yang melekat pada dirinya harus dijaga tanpa anak tersebut meminta.
Belakangan ini, kasus anak yang berhadapan dengan hukum sudah
melekat di kalangan masyarakat umum, lebih-lebih pada kasus pencurian
kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Seperti halnya
yang terjadi di daerah Cisauk, Tangerang, dimana dua anak dibawah umur
menjadi geng spesialis pencurian sepeda motor. Seorang di antaranya
ditembak polisi karena melawan saat hendak ditangkap.13
Sistem pemidanaan seakan tidak lagi menciptakan efek jera bagi para
pelaku tindak pidana, Over Capacity rutan dan lapas malah berimbas pada
banyaknya tindak kriminal yang terjadi di dalam lingkungan rutan dan lapas.
Pengawasan yang lemah tidak berimbang dengan masivnya jumlah tahanan
narapidana, lapas seolah tidak lagi menjadi tempat yang tepat dalam
memasyarakatkan kembali para narapidana tersebut, malahan fungsi lapas
12

Ridwan Mansyur, “Keadilan Restoratif Sebagai Tujuan Pelaksanaan Diversi Pada Sistem
Peradilan Pidana Anak”, dalam https://www.mahkamahagung.go.id, ”diakses pada” 21 April
2016.
13
Davit Setyawan, “KPAI: Anak Terlibat Kriminalitas karena Terinspirasi Lingkungan tak
Ramah Anak”, http://www.kpai.go.id/berita/kpai-anak-terlibat-kriminalitas-karena-terinspirasilingkungan-tak-ramah-anak/, ”diakses pada” 1 Juni 2016.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

bergeser sebagai Academy of Crime, tempat dimana para narapidana lebih
diasah kemampuannya dalam melakukan tindakan pidana.14
Dalam paragraf ketiga pada penjelasan bagian umum UU SPPA,
mengingat ciri dan sifat yang khas pada anak dan demi perlindungan
terhadap anak, perkara anak yang berhadapan dengan hukum wajib
disidangkan di pengadilan pidana anak yang berada di lingkungan umum.
Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan, dan diadili
pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami masalah
anak. Namun, sebelum masuk proses peradilan, para penegak umum,
keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar
jalur pengadilan, yakni melalui diversi berdasarkan pendekatan keadilan
restoratif.15
Oleh karena itu keadilan restoratif sebagai tujuan pelaksanaan diversi
pada sistem peradilan pidana anak harus diterapkan secara komprehensif,
yang mana lebih menekankan musyawarah untuk mufakat khususnya dalam
menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
Dalam putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung dengan Nomor Perkara
1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb. Hakim tunggal T.M.Limbong menetapkan
bahwa penjatuhan vonis kepada terdakwa anak dengan hukuman pidana
penjara selama 1 tahun tanpa masa percobaan. Dalam hal ini sudah adanya
unsur pemaaf antara pihak pelaku dan korban dalam proses penyidikan, akan

14

Jecky Tengens, “Pendekatan Restorative Justice dalam Sistem Pidana di Indonesia”, dalam
http://www.hukumonline.com, ”diakses pada” 21 April 2016.
15
Lihat Penjelasan Bagian Umum Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

tetapi belum terikat secara tertulis dan pihak korban meminta kepada hakim
untuk melanjutkan proses hukum yang berlaku, dengan alasan agar
menimbulkan efek jera terhadap terdakwa anak untuk tidak mengulangi
perbuatannya lagi.16
Adanya unsur pemaaf bukan berarti terdakwa secara langsung terbebas
dari tuntutan pidana yang berlaku. Dalam pertimbangan hukum Hakim pada
putusan Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb, Hakim memandang bahwa
terdakwa anak mampu mempertanggungjawabkan atas perbuatannya dan
menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa anak dengan hukuman
pidana penjara selama 1 (satu) tahun dengan mempertimbangkan pada Pasal
363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP Jo. Pasal 193, 197 KUHAP Jo. Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Oleh karena itu, dalam hal ini penulis sangat tertarik untuk mengkaji
lebih dalam mengenai kasus tersebut di atas dengan menggunakan “Analisis
Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor yang
Dilakukan oleh Anak pada Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor
1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb”.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan dari pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dapat
dipahami bahwa identifikasi masalah yang akan diteliti adalah sebagai
berikut :
16

Penetapan Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung dengan Nomor Perkara 1/Pid.SusAnak/2016/PN.Blb.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

1.

Hak anak dalam kesejahteraan keberlangsungan hidup.

2.

Batas usia pertanggungjawaban Pidana Anak.

3.

Implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak dalam menangani anak yang berhadapan dengan
hukum

4.

Unsur-unsur tindak pidana pencurian

5.

Dasar pertimbangan hukum Hakim dalam putusan Pengadilan Negeri
Bale Bandung Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.
Agar penelitian ini tetap mengarah pada permasalahan yang akan dikaji

dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak
dalam perkara No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.
2. Analisis yuridis pertimbangan Hakim terhadap tindak pidana pencurian
kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak dalam perkara No.
1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.

C. Rumusan Masalah
Terkait pemaparan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis
dapat menyimpulkan bahwa inti dari pembahasan masalah sudah dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.

Bagaimana tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan
oleh anak dalam perkara No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

2.

Bagaimana analisis yuridis pertimbangan Hakim terhadap tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak dalam perkara
No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dimaksudkan untuk mengkaji hasil penelitian yang
relevan dengan penulis. Sejauh penelusuran, penulis menemukan tiga skripsi
yang variabelnya hampir sama dengan yang penulis teliti. Berikut verifikasi
skripsinya :
Suwandi17, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Sepeda

Motor yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Putusan Nomor.
09/Pid.Sus/2014/PN.Jnp), bahwa pada skripsi tersebut penulis hanya
menguraikan tentang tindak pidana pencurian biasa yang dilakukan oleh
anak di bawah umur karena melanggar Pasal 363 ayat (2) KUHP, yaitu
pencurian pada ada kebakaran letusan banjir, gempa bumi, atau gempa laut,
gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huruhara, pemberontakan atau kesengsaraan di masa perang.
Selvia

Renida18,

Praktik Penyidikan Tindak Pidana Pencurian

Kendaraan Bermotor (CURANMOR) Oleh Anak Berdasarkan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi
17

Suwandi, Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor yang Dilakukan
Oleh Anak (Studi Kasus Putusan Nomor:09/Pid.Sus/2014/PN.Jnp), (Makassar: Skripsi

Universitas Hasanuddin, 2015)
18
Selvia Renida, Praktik Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor

(CURANMOR) Oleh Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (Studi Kasus di Polsek Tanjung Karang Barat), (Bandar Lampung: Skripsi
Universitas Lampung, 2015)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Kasus di Polsek Tanjung Karang Barat), bahwa pada skripsi tersebut penulis
hanya menguraikan pada proses penyidikan terhadap tindak pidana
pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.
Dari pemaparan terkait pemabahasan skripsi di atas yang mana
variabelnya hampir sama dengan penulis, dalam hal ini penulis belum
menemukan pembahasan pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan
hukuman pidana pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Oleh
karena itu, dalam pembahasan ini penulis lebih menekankan pada analisis
yuridis terhadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh anak pada putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor
1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb, yang mana pencurian kendaraan bermotor
dalam KUHP dikategorikan dalam pencurian dengan pemberatan atau
pencurian yang dikualifikasikan karena melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3
dan ke-4 KUH Pidana.

E. Tujuan Penelitian
Sebagaimana tujuan penelitian ini untuk menjawab pokok penelitian
yang sudah diajukan dalam rumusan masalah, maka tujuan penelitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1.

Untuk mengetahui tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh anak dalam perkara No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

2.

Untuk mengetahui analisis yuridis pertimbangan Hakim terhadap tindak
pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak dalam
perkara No. 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.

F. Kegunaan Hasil Penilitian
Berkaitan dengan judul di atas, maka inti pembahasan penelitian
mempunyai dua jenis aspek kegunaan, diantaranya:
1.

Kegunaan keilmuan (teoritis)
Sebagai upaya bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya

di

bidang

hukum

positif

yang

berkaitan

dengan

pertanggungjawaban tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh anak, sehingga dapat memperluas wawasan dan wacana
dalam pengembangan ilmu khususnya di bidang ilmu hukum.
2.

Kegunaan terapan (praktis)
Sebagai argumentasi hukum yang diperlukan agar mendapat daya
guna yang diharapkan bagi penegak hukum demi terwujudnya keadilan
yang kondusif, terutama dalam menangani anak yang berhadapan
dengan hukum dalam pandangan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

G. Definisi Operasional
Definisi operasional ini memberikan batasan-batasan tentang pengertian
atas variabel-variabel dalam penelitian ini, sebagai berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

1.

Yuridis: menurut hukum, secara hukum, dan dari segi hukum. 19 Dalam
penelitian ini adalah terkait analisis dengan menggunakan Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
KUHP dan KUHAP serta Hukum Islam.

2.

Pencurian kendaraan bermotor, yakni tindakan mengambil suatu barang
milik orang lain dengan maksud untuk dimilikinya tanpa sspengetahuan
orang lain. Sebagaimana yang termuat dalam Pasal 362 KUHP yang
dimaksud pencurian adalah barang siapa yang mengambil barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak
enam puluh rupiah.20 Sedangkan kendaraan bermotor adalah sesuatu
yang merupakan kendaraan yang menggunakan mesin atau motor untuk
menjalankannya.21 Kendaraan bermotor di sini, berjenis sepeda motor
yang beroda dua dengan digerakkan oleh sebuah mesin.

3.

Anak adalah seseorang yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.22 Sebagaimana yang termuat dalam putusan Pengadilan Negeri
Bale Bandung Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb, bahwa terdakwa
masih berusia 17 tahun. Dalam hal ini, batas usia terdakwa masih

19

Soesilo Prajogo, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia, (Jakarta: Wipress, 2007), 516.
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 128.
21
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), 478.
22
Lihat di Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 212 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

dikategorikan anak di bawah umur, yang mana sesuai dengan Undangundang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan model pendekatan penelitian kualitatif
dengan jenis penelitian deskriptif analitis dan pengumpulan data melalui
metode penelitian pustaka (library research).
1.

Data yang dikumpulkan
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka data
yang diperlukan dalam penelitian ini adalah terkait data yang perlu
dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah,
meliputi:
a) Pertimbangan hukum Hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Bale
Bandung Nomor 1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.
b) Pertanggungjawaban pidana pencurian kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh anak menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak serta peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan, yakni KUHP, KUHAP dan
Hukum Islam.

2.

Sumber data
Dalam hal ini, sumber data yang diperlukan terdiri dari dua data
yakni sumber data primer dan sekunder, meliputi:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

a.

Sumber primer
Sumber primer yang digunakan oleh peneliti dalam skripsi ini
adalah:
1) Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 1/Pid.SusAnak/2016/PN.Blb.
2) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak.
3) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

b.

Sumber sekunder
Sumber sekunder yang diperoleh sebagai pelengkap atau
penunjang dari sumber primer, yakni:
1) Bambang Mulyono, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja

dan Penanggulangannya.
2) Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana.
3) Nandang Sambas, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di

Indonesia.
4) Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di

Indonesia.
5) Nasir

Djamil,

Anak

Bukan untuk

Dihukum

(Catatan

Pembahasan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak).
6) Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

3.

Teknik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini,
maka dipergunakan teknik sebagai berikut:
a.

Studi dokumentasi, yakni teknik pengumpulan data yang tidak
lansung ditunjukkan pada subjek penelitian, dengan melalui
dokumen, atau melalui berkas yang ada. Dokumen yang akan diteliti
adalah putusan Pengadilan Negeri Nomor Bale Bandung Nomor
1/Pid.Sus-Anak/2016/PN.Blb.

b.

Studi Kepustakaan, yakni teknik pengumpulan data yang bersumber
dari buku, perundang-undangan, dan jurnal berdasarkan topik
permasalahan yang telah dirumuskan dan kemudian dilakukan
penulisan secara sistematis dan komprehensif.

4.

Teknik pengolahan data
Penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan semua data yang
penulis dapatkan dengan tahapan sebagai berikut:
a.

Editing, yaitu pemerikasaan kembali terhadap semua data yang
telah diperoleh teruatama dari segi kelengakapan, kevalidan,
kejelasan makna, keselarasan, dan kesesuaian antara data primer
maupun data sekunder.23

b.

Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data yang telah
diperoleh.24 Dalam hal ini berkaitan dengan analisis yuridis terhadap

23
24

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 1996), 50
Ibid.,.50.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh
anak.
c.

Analyzing, yaitu menganalisis data-data yang telah diperoleh.25
Sebagaimana dapat ditarik kesimpulannya dengan menggunakan
analisis konsep yuridis.

5.

Teknis analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analisis, yakni dengan cara memaparkan mengenai sanksi
hukuman yang diputuskan dalam kasus pencurian oleh Pengadilan
Negeri Bale Bandung secara keseluruhan, mulai dari deskripsi kasus,
sampai dengan isi putusan.
Adapun pola pikir yang digunakan dalam mengolah data yang telah
dikumpulkan adalah dengan cara deduktif, yakni menarik kesimpulan
dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan
konkret yang bersifat khusus.26 Dalam hal ini, penulis akan
mengemukakan teori konsep yuridis yang bersifat umum kemudian
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus dari hasil penelitian yang
dilakukannya.

I.

Sistematika Pembahasan
Agar dapat dipahami permasalahan dalam skripsi ini secara sistematis
dan lebih terarah, maka pembahasannya dibentuk dalam bab-bab yang

25
26

Ibid.,.50.
Aslim Rasyad, Metode Ilmiah: Persiapan Bagi Peneliti (Pekanbaru: UNRI Pers, 2005), 20.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

masing-masing bab mengandung sub bab, sehingga tergambar keterkaitan
yang sistematis. Untuk itu sistematika pembahasannya dibagi sebagai
berikut:
Bab I penulis mengemukakan dengan pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II terkait dengan teori konsep yuridis pertimbangan Hakim dalam
tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak.
Bab III lebih menekankan pada pembahasan pertimbangan hukum
Hakim pada putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 1/Pid.SusAnak/2016/PN.Blb.
Bab IV penulis akan menguraikan tentang analisis yuridis terhadap
tindak pidana pencurian kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak pada
putusan

Pengadilan

Negeri

Bale

Bandung

Nomor

1/Pid.Sus-

Anak/2016/PN.Blb.
Bab V menguraikan tentang kesimpulan dan saran terkait pembahasan
dari penelitian ini.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KONSEP YURIDIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TINDAK
PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN
OLEH ANAK PADA PUTUSAN NO 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB

A. Pertimbangan Hukum Hakim
Masalah anak melakukan tindak pidana dapat mudah dipahami, yakni
melanggar ketentuan dalam Peraturan Hukum Pidana yang ada, misalnya
melanggar Pasal-pasal yang diatur dalam KUHP atau peraturan hukum
pidana lainnya yang tersebar di luar KUHP, seperti tindak pidana narkotika,
tindak pidana ekonomi, dan sebagainya.1
Pada penjelasan Pasal 1 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa kebebasan dalam melaksanakan
wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas Hakim adalah untuk
menegakan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, sehingga putusanya
mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Pada prinsipnya, tugas Hakim
adalah menjatuhkan putusan yang mempunyai akibat hukum bagi pihak lain.
Namun, Hakim tidak dapat menolak menjatuhkan putusan apabila
perkaranya sudah dimulai atau diperiksa.2
Oleh karena itu, Hakim memiliki kebebasan mandiri dalam menjatuhkan
sanksi pidana penjara terhadap anak yang melakukan perbuatan melawan

1

Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1997), 36.
Sudarto. Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat Kajian Terhadap Pembaharuan Hukum
Pidana, (Bandung: Sinar Baru, 1986), 84.

2

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

hukum. Kebebasan tersebut adalah mutlak dan tidak ada suatu pihak
manapun yang dapat mengintervensi dalam menjatuhkan putusan. Hal ini
bertujuan untuk menjamin agar putusan pengadilan benar-benar obyektif.
Kebebasan Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap anak
sebagai pelaku tindak pidana pencurian juga harus berpedoman terhadap
batasan maksimum dan juga minimum serta kebebasan yang dimiliki harus
senantiasa berdasarkan atas rasa keadilan baik terhadap terdakwa, korban,
serta masyarakat luas. Selain itu putusan pengadilan oleh Hakim harus dapat
dipertanggungjawabkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.3
Secara tertulis dalam hukum pidana kita tidak pernah dijumpai aturan
yang menggariskan suatu pedoman yang dipakai landasan oleh Hakim
sebagai dasar pertimbangan dalam penjatuhan hukuman pidana penjara
sehingga cenderung membawa konsekuensi karena tidak adanya landasan
hukum berpijak bagi Hakim sebagai pedoman di dalam memberikan dasar
pertimbangan tersebut. Oleh karena itu yang menjadi dasar pertimbangan
Hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap anak yang terpenting
adalah pertimbangan yuridis yakni menarik fakta-fakta dalam persidangan
yang timbul yang merupakan konklusi dari keterangan para saksi dan
keterangan terdakwa anak dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa di
sidang pengadilan. Setelah itu barulah pertimbangan subjektif Hakim atau
keyakinannya dengan dasar Moral Justice dan Social Justice, serta asas
3

Rara Kristi Aditya Mutiaramadani, “Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi
Pidana Penjara terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencurian dengan Teori
Pemidanaan (Studi di Pengadilan Negeri Mojokerto)” (Skripsi, Tesis atau Disertasi [--]
Universitas Brawijaya, Malang, 2013), 9.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

keadilan, asas kemanfaatan, dan asas kepastian hukum atau pertimbangan
non yuridis.4

Moral Justice berarti Hakim mendasari pertimbangan dalam mengadili
dan memutus perkara tindak pidana anak selain memperhatikan hukum
positif, harus juga memperhatikan faktor kriminologi, sosiologi dan
psikologi.

Dari

sisi

sosiologis

perkembangan

anak,

dasar

yang

melatarbelakangi seorang anak untuk melakukan tindak pidana adalah
kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Sedangkan dari
aspek psikologis, anak bisa dikategorikan sebagai manusia yang belum
cakap, dalam artian dalam memutuskan untuk melakukan perbuatan, pikiran,
kejiwaan dan alam sadarnya lebih didorong oleh faktor emosionalnya, bukan
logika berpikirnya yang sempurna selayaknya orang dewasa. Oleh karena itu
anak nakal cenderung berasal dari keluarga yang tidak harmonis dimana sang
anak mencontoh perbuatan dari orang-orang terdekatnya yaitu keluarga.5
Aspek berikutnya adalah Social Justice, dimana Hakim tidak hidup di
singgasana melainkan hidup bersosialisasi dengan masyarakat lingkungannya
yang bersifat heterogen. Dengan demikian Hakim dalam menegakan hukum
positif (law in book) dapat mewujudkan keadilan sosial (law in action),
sehingga putusan Hakim dalam perkara tindak pidana anak berdimensi
memberikan keadilan yang bermanfaat demi kepentingan anak tersebut juga
kepada lingkungan sosialnya termasuk orang tua serta masyarakat
sekitarnya. Fakta-fakta dalam persidangan dan asas-asas tersebutlah yang
4
5

Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak di Bawah Umur, (PT. Alumni: Bandung, 2009), 93.
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

menjadi dasar apakah cukup adil hukuman pidana yang dijatuhkan dengan
perbuatan yang dilakukan.6
Oleh karena itu, sebelum menjatuhkan putusan pidana bagi anak yang
terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian sesuai dengan Pasal
362,

363,

364,

dan

367

KUHP,

Hakim

anak

terlebih

dahulu

mempertimbangakan hal-hal yang meringankan maupun yang memberatkan
sebagai dasar pertimbangan putusan yang dijatuhkan oleh Hakim anak di
Pengadilan Negeri Bale Bandung, antara lain:7
1. Hal yang meringankan
a) Latar belakang pendidikan terdakwa
Apabila seorang anak sedang menempuh pendidikan sekolah,
maka Hakim akan mempertimbangkan berapa lama terdakwa
dipidana. Tentu saja jumlah pidananya lebih ringan karena terdakwa
harus menyelesaikan pendidikannya.
b) Latar belakang keluarga
Seorang anak yang latar belakang keluarganya berpendidikan
serta keluarga baik-baik tentu saja putusan pidana penjaranya lebh
ringan dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga broken

home.

6

Ibid.,94.
Rara Kristi Aditya Mutiaramadani, Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Sanksi
Pidana Penjara terhadap Anak...,9.
7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

c) Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan
Hakim akan meringankan sanksi nai terdakwa apabila sopan
selama persidangan berlangsung.
d) Latar belakang perbuatan terdakwa
Ditinjau dari apakah terdakwa mencuri kaena desakan ekonomi
atau karena iseng.
e) Terdakwa belum pernah dihukum
Tentu saja sanksi yang dijatuhkan jauh lebih ringan dibandingkan
dengan terdakwa yang pernah berhadapan dengan hukum.
f) Riwayat hidup terdakwa baik
Apabila berdasarkan hasil penelitian dari sumber terpercaya
sekitar tempat tinggal maupun pergaulan terdakwa menyatakan
bahwa terdakwa memiliki kebiasaan yang baik dalam kehidupan
sehari-hari, maka hal tersebut dapat dijadikan oleh Hakim sebagai
pertimbangan dalam memperingan sanksi pidana bagi terdakwa.
g) Terdakwa mengakui perbuatannya
Hakim akan meringankan sanksi bagi terdakwa yang mengakui
perbuatannya.
2. Hal yang memberatkan
a) Perbuatan tersebut dilakukan berulang kali
Apabila terdakwa residivis maka sanksi pidana penjara yang
diberikan jauh lebih berat supaya terdakwa anak menjadi jera dan
tidak melakukan perbuatannya lagi.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

b) Latar belakang pendidikan terdakwa
Berdasarkan pernyataan Purnama, terhadap terdakwa yang tidak
menempuh pendidikan, sanksi pidana penjara lebih lama karena
terdakwa

sedang

tidak

memiliki

tanggung

jawab

dalam

menyelesaikan pendidikannya.
c) Latar belakang keluarga
Hakim memiliki pertimbangan bahwa baik anak dari latar
belakang keluarga yang kurang memberikan perhatian lebih maupun
anak broken home memiliki keterbatasan kasih sayang sehingga
terbentuk karakter sebagai anak nakal dan rentan untuk melakukan
perbuatan melawan hokum dengan harapan sanksi yang diberikan
mampu mengubah karakter anak menjadi lebih baik.
d) Terdakwa sempat menikmati hasil curian
Apabila terdakwa sempat menikmati hasil curian barang milik
korban yang dimiliki secara melawan hukum maka hal tersebut
menjadi pertimbangan bagi Hakim untuk memperberat sanksi pidana.
e) Riwayat hidup terdakwa buruk
Apabila terdakwa memiliki kebiasaan buruk dalam kehidupan
sehari-hari baik di lingkungan sekolah, tempat tinggal, maupun
pergaulannya yang memberi pengaruh buruk bagi tumbuh kembang
anak dalam bertingkah laku dan tidak ada harapan bahwa perilaku
serta kepribadian anak dapat diperbaiki lagi, maka hal tersebut dapat
memperberat sanksi bagi terdakwa.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

f) Terdakwa tidak sopan dalam persidangan
Apabila sikap dan emosional terdakwa anak selama persidangan
berlangsung terpuji, maka hl tersebut dpat eringankan sanksi
terdakwa. Sebab dari sikap danemosiaona terdakwa dapat dilihat
apakah kepribadian terdakwa baik atau buruk.
g) Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian materil bagi korban
Apabila korban mengalami kerugian materil akibat pencurian
yang dilakukan oleh terdakwa anak, hal tersebut berarti bahwa
terdakwa telah menikmati hasil cuian.
h) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
Hakim

memperberat

sanksi

pidana

bagi

terdakwa

agar

masyarakat menjadi tenang dan damai.
i) Orang tua tidak sanggup mendidik
Apabila berdasarkan pengakuan dari orang tua terdakwa
menyatakan bahwa sudah tidak sanggup mendidik terdakwa maka
sanksi pidana penjara lebih berat dengan harapan bahwa di dalam
Lembaga Pemayarakatan Anak di Mojokerto, terdakwa anak
mendapatkan pembinaan yang terbaik.

B. Konsep Sistem Peradilan Pidana Anak
1. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak
Permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum sangatlah
merisaukan. Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Anak sudah tidak memadai lagi dalam memberikan solusi terhadap anak
yang berhadapan dengan hukum. Berdasarkan hal tersebut maka DPR RI
bersama Pemerintah Republik Indonesia telah membahas RUU Sistem
Peradilan Pidana Anak pada tahun 2011 sampai dengan 2012. RUU
Sistem Peradilan Pidana Anak (RUU SPPA) disampaikan Presiden
kepada Pimpinan DPR-RI dengan Surat No. R-12/Pres/02/2011 tanggal
16 Februari 2011. Presiden menugaskan Menteri Hukum dan HAM,
Menteri Sosial, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili Presiden dalam
pembahasan RUU SPPA tersebut. Sementara itu, DPR RI menunjuk
Komisi III untuk melakukan pembahasan RUU SPPA tersebut lebih
lanjut melalui Surat Wakil Ketua DPR RI No. TU.04/1895/DPR
RI/II/2011.8
Istilah sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari
istilah The Juvenile Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan
sedefinisi dengan sejumlah institusi yang tergabung dalam pengadilan,
yang meliputi polisi, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum,
lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas-fasilitas
pembinaan anak.9

8

Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum (Catatan Pembahasan Undang-undang Sistem
Peradilan Pidana Anak), (Sinar Grafika: Jakarta Timur, 2013), 51.
9
Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di
Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2011), 35.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Dalam Pasal 1 Angka (1) UU Sistem Peradilan Pidana Anak
memberikan definisi tentang sistem peradilan pidana anak berupa
keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan
hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan
setelah menjalani pidana.
Menurut Muladi, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan
(network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana
utamanya, baik hukum pidana materiil, dan hukum pidana formil
maupun hukum pelaksanaan pidana.10 Sem