4
1.1.2 Alasan Pemilihan Judul
Ada dua nilai dari penyu belimbing tersebut bagi masyarakat adat Nufit. Pertama, sebagai makanan pusaka yang tidak pernah punah; kedua, sebagai bukti sejarah kebudayaan dan
peperangan Tobi dan Tobai tom tad. Selain dua nilai tersebut, hal yang menarik adalah tabob di panggil sebagai Ub yaitu panggilan khusus yang berarti moyangleluhur. Sepanjang
bulan Agustus sampai Februari, masyarakat biasanya melakukan pencarian untuk kebutuhan konsumsi tetapi tidak untuk dijual. Tradisi ini juga berfungsi untuk memupuk semangat
kebersamaan yang terlihat dari pemotongan dan pembagian daging.
Di tengah-tengah perkembangan zaman yang modern serta perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, masih ada masyarakat yang memegang legenda seperti ini
sehingga memperlakukan hewan dalam cerita tersebut secara khusus. Jika tabob hanya merupakan hewan yang biasa saja, tidak mungkin diperlakukan demikian oleh masyarakat
Nufit. Oleh sebab itu, tabob menjadi hal yang menarik untuk diteliti dalam hubungan dengan pemahaman masyarakat. Hal ini sangat penting dalam kerangka untuk melihat pentingnya
tabob terhadap kehidupan mereka yang didukung dengan adanya perlakuan-perlakuan khusus.
Penelitian tentang tabob dalam masyarakat Nufit sebagaimana yang akan dilakukan ini, sudah pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian yang dilakukan yaitu:
Penelitian tahun 1995 oleh Alexis Suarez yang dipublikasikan dengan judul “The Sea
Turtle Harvest in Kai Island, Indonesia”.
5
Tulisan ini memaparkan alasan-alasan perburuan, lokasi perburuan, presentase tangkapan, dan proses adat sebelum perburuan. Tulisan ini
menjadi bahan perbincangan kurang lebih 8 tahun di kalangan peneliti, organisasi lingkungan dan masyarakat adat di berbagai tempat di dunia yang berupaya menyelamatkan penyu
5
Alexis Suarez, “The Sea Turtle Harvest in Kai Island, Indonesia” http:www.arbec.com.mysea-
turtlesart1julysept01.htm, diunduh 7 Maret 2012.
5
belimbing dari ancaman kepunahan.
6
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengumpulkan informasi tentang distribusi penyu belimbing tradisional, kelimpahan dan pemanfaatan
spesies penyu laut lainnya di perairan Kei. Penelitian ini dilakukan atas kerjasama dengan Program Lingkungan Maluku, pada Oktober 1994 hingga Februari 1995. Hasil yang
diperoleh yaitu perburuan tradisional penyu belimbing telah dilakukan selama kurang lebih tujuh generasi di desa Ohoidertutu, yang merupakan salah satu dari tujuh desa Madwaer,
Ohoiren, Somlain, Ur Pulau, Warbal,dan Tanimbar Kei yang hanya memiliki hak untuk berburu penyu belimbing di perairan Kei. Hasil dari wawancara yang dilakukan adalah terjadi
penurunan jumlah enam jenis penyu laut dalam sepuluh tahun terakhir. Penyu lebih sering diburu dan dalam jumlah yang lebih banyak. Pergeseran sikap ini terutama hadir di kalangan
generasi muda yang melakukan perburuan tidak berdasarkan atas tradisi. Hal ini memprihatinkan karena keyakinan adat lokal akan menjaga populasi penyu belimbing dari
penurunan dan kepunahan. Penelitian juga telah dilakukan pada bulan Oktober 2003 yang berfokus pada kajian
aspek sosial, ekonomi dan budaya perburuan penyu belimbing di Kepulauan Kei Kecil.
7
Penelitian ini bertujuan menjawab satu masalah utama yaitu mengapa masyarakat adat di desa-desa pesisir barat Kei Kecil melakukan perburuan terhadap tabob? Hasil penelitian ini
merekomendasikan hal-hal penting yang perlu diperhatikan bila upaya penyelamatan dilakukan. Salah satunya adalah meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat Nufit
agar mandiri mengelola sumber daya alamnya terutama tabob, secara arif berdasarkan keyakinan, pengetahuan dan hukum yang diwariskan oleh leluhur dari generasi ke generasi
untuk kesejahteraan mereka.
6
“Ada Apa Dengan Tabob?”………, 24.
7
Ibid.
6
Penelitian juga dilakukan oleh World Wildlife Fund WWF Indonesia yang dimulai pada bulan Oktober 2003 hingga perencanaan kerja untuk November 2004 dan Oktober
2005.
8
The Conservation Organization Organisasi Perlindungan, yang terkenal dengan nama World Wildlife Fund WWF adalah organisasi lingkungan terbesar di dunia. Tujuan
utama penelitian ini adalah menurunkan angka kematian penyu belimbing dalam praktek perburuan oleh masyarakat dengan alasan tradisional. Dengan berbagai kegiatan yang
dilakukan, terutama mengubah persepsi masyarakat dan menyadarkan mereka tentang ancaman kepunahan penyu belimbing. Pada bulan Mei 2005, kemajuan yang dihasilkan dari
proyek ini yaitu, di ohoi Ohoiren tidak lagi dilakukan perburuan. Pemuda di desa Ohoiren 15 orang yang dulunya adalah pemburu, kini lebih tertarik membahas kegiatan yang
menghasilkan pendapatan, sedangkan sekelompok perempuan menolak untuk makan penyu belimbing di sebuah acara gereja di ohoi Somlain. Mereka memprotes kegiatan berburu yang
berlangsung selama ini dan menuduh masyarakat mengabaikan upaya kesadaran yang dilakukan melalui beberapa proyek. Di ohoi Madwaer, lima orang dari keluarga Renfaan
memutuskan untuk tidak terlibat dalam kegiatan berburu. Dua kelompok berburu dari ohoi Ur, memilih untuk tidak terlibat dalam kegiatan berburu selama tahun 20042005 dan
menunjukkan kesadaran akan perlindungan lokal untuk mempertahankan identitas budaya serta penekanan pada nilai penyu belimbing. Di ohoi Warbal, masyarakat tidak lagi berburu
penyu belimbing dan menyatakan untuk tidak lagi mengkonsumsinya. Ohoi Tanimbar Kei, mendukung adat sebagai peraturan penting untuk konservasi penyu belimbing.
Penelitian-penelitan yang telah dilakukan di atas, hanya berfokus pada tabob yang hampir punah, karena disebabkan oleh tradisi pencarian oleh masyarakat Nufit Haroa.
Awalnya tradisi adat sangat kuat dipegang dan dilakukan, namun dengan adanya beberapa
8
http:www.wpcouncil.orgprotectedDocumentsWPSeaTurtleWorkshopBook_0605.pdf, diunduh 12 Maret 2012.
7
penelitian di atas serta proyek yang dilakukan World Wildlife Fund WWF, maka pencarian serta tradisi mengkonsumsi secara bersama telah berkurang. Dari beberapa penelitian di atas,
tampak jelas bahwa yang menjadi fokus perhatian mereka adalah status terancam punahnya tabob atau penyu belimbing serta hal-hal yang menyebabkan hal itu terjadi yaitu pencarian
yang dilakukan masyarakat Nufit Haroa. Penelitian hanya dipusatkan di Ohoiren dan Ohoidertutu dan pengamatan di beberapa ohoi yang lain. Mereka kurang memfokuskan
perhatian pada hal-hal yang melatarbelakangi masyarakat mencari tabob, yang mengarah kepada pemahaman masyarakat, serta mencari tahu penyebab semua ini dengan juga
memfokuskan penelitian pada masyarakat Madwaer sebagai tempat keberadaan bukti-bukti sejarah. Hal inilah yang menjadi perhatian penulis.
Kebiasaan hidup dengan memperlakukan tabob secara khusus oleh masyarakat Nufit Haroa Tuun En Fit memotivasi keinginan penulis untuk mengetahui pemahaman
masyarakat sehingga berperilaku seperti itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman tersebut serta analisis kritis terhadap faktor-faktor tersebut. Berdasarkan alasan-alasan di atas,
maka penulis memberikan judul:
TABOB Kajian Sosio Antropologis Terhadap Pemahaman Masyarakat Nufit Tentang Tabob
1.2 Pertanyaan Penelitian