Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Perilaku Seks Remaja dan pengetahuan Kespro Sebagai Alternatif Penangkalnya

TTIIN
NJJA
AU
UA
AN
N PPU
USSTTA
AK
KA
A

PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU
SEKS REMAJA DAN PENGETAHUAN KESPRO SEBAGAI
ALTERNATIF PENANGKALNYA
Abdul Jalil Amri Arma
Departemen Kependudukan dan Biostatistika
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Jl.Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155
ABSTRACT
The teenage is asset of human resource, they are the backbone of the next
generation. Teenage live in the period of the transitory in physical, psychical or

social, from childhood to adult. This period is a period of collaboration between
the growth of psychological and biological age, so they can be influenced by
multifactor happened in various area in society (change). The change happened,
can be because of economic factor, political, culture and particularly social
change can give more influenced to the teenage behavior. The problem related to
teenage reproduction and behavior including the increasing case of sexual
contagion especially HIV/AIDS, the rate of maternal death which is still very high,
the increasing growth of abortion because of undesirable pregnancy and the
tendency to do the premarital sexual relation. The problem can’t be solve using
only the clinical aspect by an expert such as doctors but the core problem lie on a
very complex social context because health reproduction influenced by and bring
effect to political system, social and economy, and closely related with the value,
ethics, religion and culture. Therefore, it needed effort from various kind of society
such as government, elite figure, religion figure, self-supporting institute and
especially the parent of the teenager to guide them to the right way while exploit
their potency to the good advantage. Effort in educating young generation
becoming very important because empowering the young generation to protect
their self is the first step to control their problem. Knowledge about health
reproduce among adolescent can be obtained from local knowledge, traditionally
inheritened from former generation specially parent, obtained from peer group and

from formal lesson in school, those who can guaranteed the truth lesson.
Keywords: Social change, Sex behaviour, Teenage, Knowledge about health
reproduction
Remaja adalah aset sumber daya
manusia yang merupakan tulang punggung
penerus generasi di masa mendatang.
Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini
adalah merupakan peluang dan bukan
menjadi masalah bagi pemerintah. Masa
remaja adalah merupakan masa peralihan
baik secara fisik, psikis maupun sosial dari
masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada
masa ini adalah perpaduan antara
perkembangan usia psikologis dan usia
biologis sehingga sangat dipengaruhi

multifaktor yang terjadi di berbagai bidang
dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi
tersebut, baik karena faktor ekonomi, politik,
budaya dan terlebih lagi faktor perubahan

sosial yang sangat mempengaruhi perilaku
remaja. Masalah yang berkaitan dengan
perilaku dan reproduksi remaja seperti
bertambahnya kasus penyakit menular
seksual terutama HIV/AIDS, kematian ibu
muda yang masih sangat tinggi, merebaknya
praktek aborsi karena kehamilan yang tidak
diinginkan dan kecenderungan remaja masa

189
Universitas Sumatera Utara

kini untuk melakukan hubungan seksual
sebelum nikah. Masalah ini tidak dapat
didekati hanya dari aspek klinis oleh para
ahli kedokteran. Inti persoalan sesungguhnya
terletak pada konteks sosial yang sangat
kompleks karena kesehatan reproduksi
dipengaruhi dan mempengaruhi sistem
politik, sosial dan ekonomi dan berhubungan

erat dengan nilai, etika, agama dan
kebudayaan. Untuk itu diperlukan upaya
dari berbagai pihak untuk menghadapi
masalah perilaku sesual remaja yang berisiko
ini. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh
pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama,
orang tua dan Lembaga Swadaya Masyrakat
untuk memanfaatkan potensi remaja tersebut.
Upaya dalam mendidik para kaum
muda menjadi sangat penting karena pada
intinya, memberdayakan generasi muda
untuk melindungi diri mereka adalah langkah
pertama untuk mengendalikan masalah
mereka.
Pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi di kalangan remaja dapat
diperoleh dari pengetahuan lokal yang secara
tradisional diperoleh dari generasi terdahulu
khususnya orang tua, pengetahuan yang
diperoleh dari teman-teman remaja (peer

group) dan pengetahuan yang diperoleh dari
pelajaran formal di sekolah.
Remaja terkadang tidak memiliki
akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang memadai, informasi yang
benar, bahkan keterampilan hidup untuk
menghindari penyakit menular seksual
khususnya kejadian HIV/AIDS. Rendahnya
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
dan kurangnya informasi yang membahas
khusus tentang kesehatan reproduksi remaja
menjadi masalah yang sampai saat ini
mendukung tingginya angka kejadian
penyakit ini.
Tulisan ini mengulas tentang
pengertian remaja, bagaimana proses
perubahan sosial yang terjadi dimasyarakat
mempengaruhi perilaku seks remaja, dampak
perilaku seks remaja yang berisiko dan
alternatif upaya untuk menangkalnya dengan

pendidikan kesehatan reproduksi remaja.
TINJAUAN TENTANG REMAJA
Masa remaja adalah merupakan masa
peralihan baik secara fisik, psikis maupun
sosial dari masa kanak-kanak menuju
dewasa. Remaja adalah aset sumber daya

manusia yang merupakan tulang punggung
penerus generasi di masa mendatang. Bila
dilihat dari komposisi penduduk menurut
kelompok umur dan jenis kelamin, jumlah
remaja menempati posisi yang lebih besar
dibanding dengan komposisi umur lainnya.
Besarnya jumlah penduduk usia remaja ini
adalah merupakan peluang dan bukan
menjadi masalah bagi pemerintah.
Pada tahun 1974, WHO memberikan
defensi tentang remaja yang bersifat
konseptual. Defenisi ini berdasarkan 3
kriteria biologik, psikologik dan sosial

ekonomi. Dari segi umur WHO membagi
menjadi remaja awal (10 – 14 tahun) dan
remaja akhir (15-20 tahun). PBB menetapkan
usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda
(youth) dalam rengka menetapkan tahun
1985 sebagai tahun pemuda internasional.
Di Indonesia, batasan remaja
mendekati batasan PBB tentang pemuda
kurun usia 14-24 tahun yang dikemukakan
dalam Sensus Penduduk 1980. Menurut
sensus ini, jumlah remaja Indonesia adalah
147.338.075 jiwa atau 18,5% dari seluruh
penduduk Indonesia. Pedoman umum
masyarakat Indonesia untuk menentukan
batasan usia remaja yaitu 11 – 24 tahun dan
belum menikah.
J.J. Rosseau membagi perkembangan
jiwa manusia menurut perkembangan
perasaannya, yang membaginya menjadi 4
tahap yaitu:

1. Umur 0-4 atau 5 tahun: masa kanakkanan (infancy).
2. Umur 5 –12 tahun: masa bandel (savage
stage).
3. Umur 12 –15 tahun: bangkitnya akal
(rasio), nalar (reason) dan kesadaran diri
(self consciousness).
4. Umur 15-20 tahun: masa kesempurnaan
remaja (adolescence proper) dan
merupakan puncak perkembangan emosi.
Perkembangan Fisik (Biologik) pada Masa
Remaja
Pada masa remaja seseorang
mengalami pertumbuhan fisik yang lebih
cepat
dibandingkan
dengan
masa
sebelumnya. Ini nampak pada organ
seksualnya, dimana biologik sampai pada
kesiapan untuk melanjutkan keturunan.

Ciri
sekunder individu dewasa
adalah:

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma

190
Universitas Sumatera Utara

-

Pada pria tampak tumbuh kumis, jenggot
dan rembut sekitar alat kelamin dan
ketiak. Rambut yang tumbuh relatif lebih
kasar. Suara menjadi lebih besar, dada
melebar dan berbentuk segitiga, serta
kulit relatif lebih kasar.
- Pada wanita tampak rambut mulai
tumbuh di sekitar alat kelamin dan

ketiak, payudara dan panggul mulai
membesar, dan kulit relatif lebih halus.
Organ kelamin juga mengalami
perubahan ke arah pematangan yaitu:
- Pada pria, sejak usia ini testis akan
menghasilkan sperma yang tersimpan
dalam
skrotum.
Kelenjar
prostat
menghasilkan sperma, dan penis dapat
digunakan untuk bersenggama dalam
perkawinan.
Seorang
pria
dapat
menghasilkan puluhan sampai jutaan
sperma sekali ejakulasi dan mengalami
mimpi basah, dimana sperma keluar
dengan sendirinya secara alamiah.

- Pada wanita, kedua indung telur
(ovarium) akan menghasilkan sel telur
(ovum). Hormon kelamin wanita
mempersiapkan uterus (rahim) untuk
menerima hasil konsepsi bila ovum
dibuahi
oleh
sperma,
juga
mempersiapkan vagina sebagai penerima
penis saat senggama. Sejak saat ini
wanita akan mengalami ovulasi dan
menstruasi. Ovulasi adalah proses
keluarnya ovum dari ovarium dan jika
tidak dibuahi, maka ovum akan mati dan
terjadilah menstruasi. Menstruasi adalah
peristiwa alamiah keluarnya darah dari
vagina yang berasal dari uterus akibat
lepasnya endometrium sebagai akibat
dari ovum yang tidak dibuahi.
Perkembangan Psikosial pada Masa
Remaja
Kesadaran akan bentuk fisik yang
bukan lagi anak-akan menjadikan remaja
sadar meninggalkan tingkah laku anakanaknya dan mengikuti norma serta aturan
yang berlaku. Menurut Havigrust aspek
psikologis yang menyertainya yaitu:
- Menerima kenyataan (realitas) jasmani
- Mencapai hubungan sosial yanglebih
matang dengan teman sebaya.
- Menjalankan peran-peran sosial menurut
jenis kelamin sesuaikan dengan norma.

191

-

Mencapai kebebasan emosional (tidak
tergantung) pada orang tua atau orang
dewasa lain.
Mengembangkan kecakapan intelektual
serta konsep untuk bermasyarakat.
Memilih dan mempersiapkan diri untuk
suatu pekerjaan atau jabatan.
Mencapai kebebasan ekonomi, merasa
mampu hidup dengan nafkah sendiri.
Mempersiapkan diri untuk melakukan
perkawinan.

PERUBAHAN SOSIAL MEMPENGARUHI
PERILAKU SEKS REMAJA
Secara ekologis, perilaku seksual
manusia merupakan bagian dari perilaku
reproduksi. Pada manusia, perilaku seksual
dapat didefenisikan sebagai interaksi antara
perilaku prokreatif dengan situasi fisik serta
sosial yang melingkunginya. Perilaku
seksual manusia bukan hanya cerminan
rangsangan hormon semata, melainkan
menggambarkan juga hasil saling pengaruh
antara hormon dan pikiran (mind). Pikiran itu
sendiri dipengaruhi oleh pengalaman,
pendidikan dan budaya. Sehingga meskipun
dorongan birahi itu sendiri bersifat biologis,
pola perilaku seksual seseorang akan sangat
dipengaruhi oleh tata nilai dan adat istiadat
yang berbeda-beda sesuai dengan etnis,
agama dan status sosial ekonominya. Semua
itu kemudian akan menentukan peran seksual
seseorang dalam masyarakat.
Perubahan sosial adalah gejala yang
wajar terjadi di manapun. Sepanjang sejarah
masyarakat, perubahan dan kestabilan pada
hampir seluruh kehidupan sosial merupakan
dua kontras yang saling silih berganti.
Perubahan yang terjadi tidak disebabkan oleh
faktor tunggal, melainkan oleh multifaktor.
Kendati demikian, dalam perjalanan waktu,
beberapa faktor penyebab perubahan terbukti
berperan lebih berperan lebih signifikan
secara khusus (Spooner, 1972). Salah satu
diantaranya adalah perubahan lingkungan,
baik yang disebabkan oleh perubahan
kependudukan maupun iklim atau topografi.
Perubahan kependudukan, baik dengan
maupun tanpa perubahan iklim, cepat atau
lambat mendorong terjadinya migrasi,
teknik-teknik produksi baru, kepadatan
penduduk yang tidak merata, dan kombinasi
semua itu. Tampaknya pertumbuhan
penduduk di daerah-daerah yang sangat

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma
Universitas Sumatera Utara

produktif
mengakibatkan
perubahan
organsisasi sosial terbesar dalam sejarah
sosial manusia (Corneiro, 1970).
Selain perubahan lingkungan, faktor
penyebab perubahan sosial lainnya, yang
sejak dulu dipandang paling penting, adalah
perubahan teknologi dan perubahan politik.
Perubahan teknologi tersebut, khususnya
berupa arus informasi dan komunikasi hasil
terknologi baru, telah masuk hingga ke
pelosok desa. Tanpa terasa, arus tersebut
telah masuk dalam berbagai janji dan impian,
dan berdampak sangat besar terhadap tatanan
masyarakat dan kebudayaan setempat.
Politik kependudukan pemerintah,
terutama berupa program keluarga berencana
nasional, hadir dalam masyarakat kota
maupun desa dalam wujud materi yang
jarang disadari dan diukur dampaknya.
Materi tersebut berwujud dalam bentuk
kondom, spiral, pil anti hamil, buku-buku
panduan singkat mencegah kehamilan dan
lain-lain yang tersedia, di toko-toko buku,
apotik-apotik, toko -toko obat di pinggir
jalan hingga di Puskesmas-Puskesmas dan
kedai-kedai di pedesaan. Tujuan mengejar
target program keluarga berencana yaitu
menekan kenaikan jumlah penduduk,
tampaknya lebih penting daripada proses
sosial dan kebudayaan yang terjadi dalam
keluarga dan masyarakat.
Keluarga sebagai bagian dari sistem
masyarakat yang lebih luas, terkait secara
harmonis dan fungsional dengan unsur-unsur
lain dalam sistem tersebut. Keluarga dalam
perspektif ini dilihat sebagai satu kesatuan
sosial dimana para anggotanya termasuk
remaja merupakan bagian integral yang solid
secara analitik. Remaja akan merespons
perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungannya dengan cepat karena rasa
ingin tahu yang dimiliki.
Kemajuan pembangunan di bidang
ekonomi serta meningkatnya industrialisasi
juga akan disertai dengan meningkatnya
kesempatan bagi remaja untuk hidup
konsumtif, hedonistik atau kesempatan untuk
tinggal di luar pengawasan orang tua.
Keadaan
ini
dapat
diikuti
dengan
meningkatnya aktifitas seksual mereka yang
sulit untuk dihentikan hanya dengan
melarang atau mengajari mereka tentang
moralitas, karena di sisi lain, para produsen
akan merayu remaja dengan memanfaatkan

perkembangan biologi dan seksualitas
mereka.
Gejala perilaku seksual remaja
merupakan
cerminan
dari
terjadinya
perubahan-perubahan penting dalam tatanan
masyarakat dan kebudayaan. Hipotesa yang
popular adalah merosotnya nilai-nilai budaya
keluarga, atau semakin longgarnya ikatan
dan kontrol keluarga luas muncul karena
keluarga semakin cenderung menjadi
keluarga inti.
Perilaku Seks Remaja yang Berisiko
Perilaku seks remaja yang tidak
sehat
akan
menimbulkan
beberapa
manifestasi khususnya di kalangan remaja
sendiri. Masalah yang berkaitan dengan
kehamilan yang tidak diinginkan yang
meliputi:
1. Pembunuhan bayi karena faktor malu.
2. Pengguguran kandungan, terutama yang
dilakukan secara tidak aman.
3. Dampak
kehamilan
yang
tidak
diinginkan pada remaja putri baik
terhadap kesehatan.
4. Dampak sosial ekonomi dari kehamilan
yang tidak diinginkan.
Selain masalah di atas, masalah
penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual yang meliputi:
1. Masalah penyakit menular seksual yang
lama, seperti siphilis dan gonorheae.
2. Masalah penyakit menular seksual yang
relatif baru seperti chlamidya dan herpes.
3. Masalah
HIV/AIDS
(Human
Immunodeficiency
Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndrome).
4. Dampak sosial dan ekonomi dari
penyakit menular seksual.
Menurut Ayke SK, Lembaga
Demogrfi UI, Tahun 2002-2003 yang
meneliti tentang kesehatan reproduksi,
jumlah remaja yang berusia 15-24 tahun dan
mencakup 20% penduduk Indonesia. Dari
waktu ke waktu, mobilitas remaja Indonesia
yang meningkat pesat, arus informasi yang
sangat kuat, dan semakin bertambahnya
remaja yang berperilaku berisiko ikut
meningkatkan kasus penularan HIV/AIDS.
Menurut laporan Sekretaris Jenderal
pada sesi khusus majelis umum PBB
mengenai HIV/AIDS bahwa tiap hari ada
6000 remaja yang terinfeksi HIV. Sebagian

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma

192
Universitas Sumatera Utara

besar dari mereka tidak memiliki akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai, informasi yang benar, bahkan
keterampilan hidup.
Berbagai
upaya
pencegahan
penyebaran HIV/AIDS dan infeksi seksual
menular lainnya seringkali tidak tersedia bagi
para remaja. Pelayanan kesehatan reproduksi
pada umumnya hanya membatasi bagi oreng
dewasa yang sudah menikah dan tidak
menyediakan sarana khusus bagi remaja
yang hadir tampa wali. Bila tersedia
pelayanan kesehatan, banyak faktor yang
membuat remaja tidak menggunakannya
termasuk kurangnya pelayanan yang bersifat
pribadi serta menjaga kerahasiaan, petugas
yang kurang peka, lingkungan yang tidak
aman dan ketidakmampuan membayar.
Karena jumlah orang yang terinfeksi
HIV meningkat dengan pesat di kalangan
usia 15-24 tahun, maka perlu dilakukan
upaya-upaya khusus bagi kelompok tersebut.
Agar
menurunkan
dampak
secara
keseluruhan, upaya dalam mendidik para
kaum muda menjadi sangat penting karena
pada intinya, memberdayakan generasi muda
untuk melindungi diri mereka adalah langkah
pertama untuk mengendalikan HIV/AIDS.
Salah satu upaya konkrit adalah kesadaran
untuk berperilaku seks yang sehat dalam
menjaga kesehatan reproduksi mereka sendiri.
PENGETAHUAN
KESEHATAN
REPRODUKSI
YANG
BENAR
MEMBENTUK PERILAKU SEKS
YANG AMAN
Peningkatan Pengetahuan Melalui Sekolah
Pengetahuan
remaja
terhadap
reproduksi sehat dan HIV/AIDS sangat
tergantung pada informasi yang diterimanya
baik dari penyuluhan maupun dari media
massa serta kemampuan untuk menyerap dan
menginterpretasikan informasi tersebut.
Pendidikan seksualitas adalah suatu
kegiatan pendidikan yang berusaha untuk
memberikan pengetahuan agar remaja dapat
mengubah perilaku seksualnya ke arah yang
lebih bertanggung jawab. Pengetahuan
adalah merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi
setelah
orang
melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia,
yakni
indera
penglihatan,
pendengaran dan penciuman, rasa, dan raba.

193

Pengetahuan seseorang individu terhadap
sesuatu dapat berubah dan berkembang
sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman
dan tinggi rendahnya mobilitas materi
informasi tentang sesuatu di lingkungannya.
Pengetahuan yang dicakup dalam
daerah kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu:
1. Tahu (know) adalah mengingat suatu
materi yang telah diremajai sebelumnya.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang diremajai antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefenisikan, menyatakan.
2. Memahami (comprehension) adalah
kemampuan untuk memahami secara
benar tentang objek yang diketahui dan
dapat
menginterpretasikan
materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi
(application)
adalah
kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah diremajai pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (analysis) adalah kemampuan
untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih
di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lainnya.
5. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau
obyek.
Pengguguran
kandungan
yang
dilakukan
secara
gelap/aborsi
akibat
ketidaktahuan yang mendatangkan kematian
merupakan salah satu alasan mengapa
pendidikan seksualitas diperlukan dan
mendesak
untuk
dimasukkan
dalam
kurikulum pelajaran formal di tiap sekolah.
Sayangnya, banyak negara berkembang
termasuk indonesia, makna pendidikan
seksualitas/PKRR banyak disalahartikan.
Pendidikan seksual dianggap sebagai
pendidikan yang mengajari bagaimana
melakukan hubungan seks, dan untuk itu
sebelumnya pendidikan seperti ini dilarang.
Tetapi seiring dengan bergulirnya waktu dan
makin kompleksnya permasalahan rema yang
dihadapi pemerintah khususnya yang

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma
Universitas Sumatera Utara

berhubungan dengan perilaku seks atau
reproduksi yang tidak aman, maka
pemerintah kembali mengambil kebijakan
untuk menghidupkan kembali program
pendidikan seks ini melalui program
Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja
(PKRR).
Sekolah sebagai institusi formal
yang merupakan tempat sebagian besar
kelompok remaja adalah wadah yang tepat
untuk memberikan pengetahuan kepada
remaja tentang kesehatan reproduksi atau
perilaku seks yang sehat dan aman melalui
pendidikan
yang
dimasukkan
dalam
kurikulum.
Tujuan umum dari Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR)
adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan
siswa dan remaja menuju kehidupan generasi
penerus yang berkualitas. Tujuan khususnya
adalah untuk meningkatkan pengetahuan
sikap dan perilaku siswa/remaja tentang
kesehatan reproduksi remaja, meningkatkan
peran aktif masyarakat (orang tua siswa)
dalam penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi remaja.
Materi PKRR meliputi pertumbuhan
dan perkembangan remaja, perkembangan
seksual remaja, gizi remaja, latihan fisik dan
rekreasi, rokok, minuman keras dan narkoba,
kebersihan organ reproduksi, perilaku
seksual berisiko, pergaulan bebas, PMS dan
HIV/AIDS, pelecehan seksual, membangun
keluarga sejahtera, kehamilan dan persalinan,
serta hak reproduksi remaja.
Kebijakan yang dikembangkan yaitu
bentuk pendekatan dalam menyampaikan
pengetahuan, pemahaman dan perilaku
positif tentang reproduksi sehat remaja
adalah
dengan
memperkuat
dan
memberdayakan para tenaga pendidik dan
pengelola pendidikan melalui jalur dan
sistem pendidikan yang sudah ada. Sehingga
pendidikan kesehatan reproduksi remaja
(KRR) atau adolescent reproductive health
(ARH) akan dilaksanakan melalui jalur
sekolah dan luar sekolah. Strategi Pendidikan
pada satuan dan jenis serta jenjang
pendidikan: SLTP, SLTA (SMU/SMK),
paket A dan B serta kelompok pemuda.
Pelaksanaan pendidikan melalui/mengikuti
sistem yang sudah ada.
Jika mengacu pada sistem dimana
KRR dilaksanakan, maka dibedakan menjadi
2 yaitu di sekolah meliputi jalur kurikuler,

ekstrakurikuler, dan kegiatan khusus.
Sedangkan yang kedua adalah jalur di luar
sekolah. Meliputi kelompok pemuda, sanggar
kegiatan belajar, balai pengembangan
kegitan belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat dan sebagainya.
Untuk mengembangkan pendidikan
KRR melalui jalur sekolah dan luar sekolah
upaya yang telah dan akan dilakukan adalah
pengembangan modul/bahan belajar, metode
dan model pembelajaran, pengadaan alat
bantu peraga pendidikan KRR, dan
penyiapan ketenagaan baik tenaga pendidik
dan tenaga pendidikan melalui TOT yang
diselenggarakan secara bertahap.
Materi PKRR meliputi pertumbuhan
dan perkembangan remaja, perkembangan
seksual remaja, gizi remaja, latihan fisik dan
rekreasi, rokok, minuman keras dan narkoba,
kebersihan organ reproduksi, perilaku
seksual berisiko, pergaulan bebas, PMS dan
HIV/AIDS, pelecehan seksual, membangun
keluarga sejahtera, kehamilan dan persalinan,
serta hak reproduksi remaja.
Kerja sama dalam pelaksanaan
PKRR yaitu pendidikan dilaksanakan
disekolah oleh guru Bimbingan konseling,
guru agama, guru biologi dan guru penjaskes
bekerja sama dengan profesi, TOMA,
TOGA, instansi lain dan LSM, Puskesmas,
orangtua/BP3.
Kebijakan yang dikembangkan yaitu
bentuk pendekatan dalam menyampaikan
pengetahuan, pemahaman dan perilaku
positif tentang reproduksi sehat remaja
adalah
dengan
memperkuat
dan
memberdayakan para tenaga pendidik dan
pengelola pendidikan melalui jalur dan
sistem pendidikan yang sudah ada. Sehingga
pendidikan kesehatan reproduksi remaja
(KRR) atau adolescent reproductive health
(ARH) akan dilaksanakan melalui jalur
sekolah dan luar sekolah.
Pada dasarnya, tujuan pendidikan
seksualitas atau pendidikan kesehatan
reproduksi remaja (PKRR), adalah untuk
membekali para remaja dalam menghadapi
gejolak biologisnya agar:
- Mereka tidak melakukan hubungan seks
sebelum menikah karena mengetahui
risiko yang dapat mereka hadapi.
- Seandainya mereka tetap melakukannya
juga (tidak semua orang dapat dicegah
agar tidak melakukannya), mereka dapat

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma

194
Universitas Sumatera Utara

-

mencegah risiko buruk yang dapat
terjadi.
Jika risiko tetap terjadi juga, mereka
akan menghadapinya secara bertanggung
jawab.

Peningkatan Pengetahuan di Luar Sekolah
Pendidikan kesehatan reproduksi di
sekolah diajarkan berdasarkan kurikulum
yang disusun dan dikembangkan secara
sistematis, dan pengajaran disampaikan
secara teratur dan berjenjang. Individu
diharapkan
menyerap
seperangkat
pengetahuan berdasarkan usia dan jenjang
pendidikannya. Sebagian lagi proses belajar
tersebut berlangsung dalam kehidupan
sehari-hari melalui interaksi individu dengan
keluarga, kelompok-kelompok sosial, peer
group, dan sebagainya. Sehingga secara
keseluruhan kedua proses tadi membentuk
manusia sebagai mahluk sosial yang
memiliki
pengetahuan,
kemampuan,
persepsi, nilai-nilai yang digunakannya untuk
beradaptasi dalam kehidupannya.
Secara ideal, pendidikan formal
dalam
sistem
kemasyarakatan
kita
diharapkan berjalan dan berkembang
seimbang dengan proses belajar di luar
sekolah. Sehingga kedua-duanya membentuk
dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya. Dalam kenyataannya, proses
pendidikan formal menghadapi masalah
dalam konteks penyampaian, penyerapan,
dan aktualisasinya dalam tindakan. Secara
khusus, perubahan sosial dan perubahan
kebudayaan yang diakibatkan oleh derasnya
arus informasi melalui media massa, dan
aneka ragam informasi lain, seringkali tidak
mampu disaring sepenuhnya oleh perangkat
institusi lokal maupun nasional kita, dan
memberi
dampak
langsung
terhadap
kehidupan remaja.
Proses belajar di luar bangku sekolah
terjadi di dalam keluarga dan di luar
lingkungan keluarga. Secara tradisional,
proses
belajar
dalam
masyarakat
dimaksudkan sebagai proses penyampaian
dan transfer pengetahuan dan nilai-nilai luhur
yang terjadi secara harmonis sesuai dengan
ukuran masyarakat yang bersangkutan.
Melalui proses ini, pewarisan nilai-nilai
budaya diasumsikan terjadi dari generasi
yang lebih tua ke generasi yang lebih muda.
Selain itu, unsur-unsur kebudayaan dari luar
(asing) seyogyanya juga terjadi secara

195

selektif dan selaras, yakni unsur-unsur
budaya yang dipandang baik, positif dan
berguna oleh masyarakat yang bersangkutan
akan diserap.
Orang tua yang mewakili generasi
yang lebih tua
yang umumnya tidak
menikmati pendidikan tinggi setinggi anakanak mereka. Terutama di desa-desa, orang
tua rata-rata hanya berpendidikan rendah.
Meskipun jenjang pendidikan bukan
penyebab
mutlak
dari
perbedaan
pengetahuan, generasi muda sekarang ini
memiliki kemampuan yang lebih besar untuk
mengakses informasi ketimbang orang tua
mereka. Orang tua di pedesaan yang bersikap
ambivalen antara pengakuan dan kebanggaan
akan anak tumpuan harapan yang dianggap
“lebih maju” dan penggunaan kekuasaan
sendiri menerapkan aturan moral yang
menabukan persoalan seks. Upaya untuk
melestarikan budaya lokal yang barangkali
justru sudah mengalami perubahan pula,
menjadi kurang fungsional. Dalam situasi
ambivalen ini, pengetahuan dan perilaku
remaja seolah-olah berkembang menjadi
dimensi baru yang berada di luar pranatapranata keluarga dan agama. Desakan arus
informasi tentang seks dan kontrasepsi
terhadap remaja yang makin besar dan tak
dapat dikendalikan berbarengan dengan
melemahnya otoritas orang tua, muncullah
peer group (teman sebaya) sebagai arena
wacana yang memperkenalkan anak remaja
dengan informasi baru, nilai baru dan
perilaku baru, yang sering tidak atau kurang
disetujui oleh generasi tua.
Mengingat semakin pentingnya peer
group sebagai penentu jenis pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi umumnya
dan perilaku seks remaja khususnya,
sehingga kajian dan pemberian pemahaman
kepada kelompok ini perlu ditingkatkan.
Kajian tentang hal ini penting dalam
rangka
memahami
perubahan
sosial
khususnya proses homogenisasi yang terjadi
di Indonesia. Meskipun remaja menggunakan
bahasa, istilah dan ungkapan yang berbeda,
pengetahuan dan perilaku seksual remaja
merupakan dampak penyebaran informasi
melalui berbagai media.
Kehidupan Seksual yang Sehat
Pendekatan kesehatan reproduksi
adalah berdasarkan jenis kelamin dan
kategori usia yaitu usia pranikah yaitu

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma
Universitas Sumatera Utara

remaja. Sebagian remaja telah siap
bereproduksi yang biasanya ditandai dengan
datangnya haid pada perempuan.
Kesehatan reproduksi pada dasarnya
merupakan unsur yang intrinsic dan penting
dalam kesehatan umum, baik untuk laki-laki
maupun perempuan. Selain itu kesehatan
reproduksi juga merupakan syarat yang
esensial bagi kesehatan bayi dan anak,
remaja, orang dewasa, dan bahkan orang
yang berusia setelah masa reproduktif.
Organisasi kesehatan dunia (Word
Health Organization/WHO) menempatkan
masalah kesehatan reproduksi dalam konteks
kependudukan dan pembangunan. Berarti
masalah-masalah
kependudukan
kini
dipusatkan pada kesehatan dan kesejahteraan
sosial individu dan keluarga. Pasal VII
dokumenn kependudukan Kairo menyatakan
bahwa kesehatan reproduksi meliputi
kesejahteraan fisik, mental dan sosial
seutuhnya, bukan hanya secara sempit berarti
tidak ada penyakit atau kelemahan, yang
berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsifungsi dan prosesnya.
Jika diterjemahkan dalam kebijakan
dan program, cakupannya sangat luas karena
tidak hanya menyangkut masalah biomedis
tetapi juga persoalan sosial budaya. Dari
perspektif biomedis, kesehatan reproduksi
mencakup 3 unsur pokok yaitu kemampuan
bereproduksi, keberhasilan bereproduksi, dan
keamanan bereproduksi. Aspek budaya yang
terkait dengan masalah reproduksi adalah
perilaku seksual, kepercayaan tradisional,
religi, kelas sosial, status sosial dan ekonomi,
kesehatan jiwa, berbagai jenis pelayanan
persalinan, faktor gender dan sebagainya.
(Affandi, 1995).
Ditinjau dari pendekatan biomedis
dan sosial budaya, salah satu aspek
kesehatan reproduksi remaja adalah perilaku
seksual remaja laki-laki dan perempuan. Hal
ini dimulai dari pengetahuan remaja laki-laki
dan perempuan tentang organ reproduksi dan
fungsinya,
perilaku
seksual
yang
menyebabkan kehamilan, aborsi dan
berbagai penyakit kelamin.
Kehidupan seksual remaja yang
sehat adalah:
1. Kehidupan seksual itu dapat dinikmati
karena remaja sudah tahu aspek positif
dan negatifnya, sehingga mereka
melakukannya
setelah
benar-benar
mempertimbangkannya secara matang.

Jika mereka melakukan, merekapun akan
bertanggung jawab terhadap akibatakibat yang dapat terjadi.
2. Bebas dari kemungkinan terkena
penyakit. Bukan hanya penyakit seksual
saja, tetapi segala penyakit yang dapat
mengenai organ reproduksinya.
3. Bebas dari ketakutan yang tidak perlu.
Hal ini tidak akan terjadi jika mereka
mengetahui proses reproduksi secara
benar dan dapat membedakan mana yang
hanya kepercayaan tanpa dasar dan mana
yang
berdasarkan
fakta
ilmu
pengetahuan.
4. Mereka memahami tata nilai sosial dan
budaya mengenai seksualitas, sehingga
mereka akan berperilaku seksual sesuai
dengan tata nilai tersebut.
Secara psikologis remaja harus
mampu
mengendalikan
diri
dan
mengintegrasikan segala dorongan yang ada
dalam dirinya, baik dorongan sosial maupun
seksualnya. Upaya agar menjadi orang yang
bermoral dan bertanggung jawab, yang harus
diberikan adalah:
- Pendidikan seksual yang benar dan
bertanggung jawab.
- Perhatian dan kasih sayang yang cukup
dalam keluarga
- Rangsangan seksual (psikis dan fisik)
harus dihindari.
- Bergaul dengan lawan jenis secara
prositif dan sehat.
- Menerima pendidikan agama dan moral
sesuai kebutuhan remaja masa kini.
- Melibatkan diri dalam kegiatan positif,
baik fisik maupun mental.
Pendidikan
kesehatan
yang
dilaksanakan di lembaga formal maupun di
luar
sekolah
akan
menghasilkan
meningkatkan pengetahuan pada remaja
khususnya dan masyarakat pada umumnya
sehingga akan dapat menimbulkan perubahan
perilaku. Perubahan pengetahuan ini menurut
Soekidjo Notoatmodjo, Dr., 1993, dimulai
dari daerah kognitif kemudian menimbulkan
respon batin dan akhirnya rangsangan
tersebut akan menimbulkan respon yang
lebih jauh lagi yaitu tindakan atau perilaku.
Perilaku
kesehatan
(health
behaviour) adalah setiap tindakan yang
diambil oleh seorang individu yang
berpendapat bahwa dirinya sehat dengan

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma

196
Universitas Sumatera Utara

maksud untuk mencegah terjadinya penyakit
atau mengenalnya pada stadium permulaan.
PENUTUP
Perubahan sosial adalah gejala yang
wajar terjadi di manapun. Sepanjang sejarah
masyarakat, perubahan dan kestabilan pada
hampir seluruh kehidupan sosial merupakan
dua kontras yang saling silih berganti.
Perubahan yang terjadi disebabkan oleh
multifaktor. Pembangunan di bidang
ekonomi serta meningkatnya industrialisasi
juga akan disertai dengan meningkatnya
kesempatan bagi remaja untuk hidup
konsumtif, hedonistik atau kesempatan untuk
tinggal di luar pengawasan orang tua.
Kebijakan politik pemerintah di bidang
kependudukan yang berhubungan dengan
alat kontrasepsi. Keadaan ini dapat diikuti
dengan meningkatnya aktifitas seksual
sehingga dapat mengarahkan remaja kepada
perilaku
seks
yang
berisiko
yang
bermanifestasi kerugian moril dan materil
pada remaja maupun masyarakat sekitar.
Upaya
penanggulangan
dapat
dilakukan oleh seluruh unsur dalam
masyarakat tetapi upaya ini harus
memberdayakan remaja sendiri untuk
menghindari dan menangkal pengaruh sosial
yang buruk. Peningkatan pengetahuan
mereka baik dari dalam sekolah melalui
Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja
(PKRR) maupun di luar sekolah melalui
orang tua dan teman sebaya (peer group).
Informasi yang diberikan diharapkan dapat
berupa informasi yang benar sehingga remaja
dapat menghindari perilaku seks yang
berbahaya dan meningkatkan derajat
kesehatan reproduksi mereka akhirnya.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI Dirjen P2M dan PLP, 1997,
AIDS: Petunjuk Untuk Petugas
Kesehatan, Depkes, Jakarta.

197

Kantor Menteri pemberdayaan perempuan
RI, UNFPA Dan BKKBN, 2001,
Panduan Pelatihan Regional
Pengarusutamaan Jender Di Bidang
Kesehatan Reproduksi dan Kependudukan,
Deputi
Bidang
Pelatihan
dan
Pengembangan Program BKKBN,
Jakarta.
Kartono Mohamad, 1998, Kontradiksi Dalam
Kesehatan Reproduksi, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
Ngatimin, MR, 1981, Mengenal Health
Education & Behavioral Science,
Bagian ilmu kesehatan masyarakat dan
ilmu kedokteran pencegahan FKUH,
Ujung Pandang.
Muhammad Fedyani S dan Irwan Mertua H,
1999, Seksualitas Remaja, Pustaka
Sinar Harapan Jakarta.
Panitia Nasional Kampanye AIDS Sedunia
Kementrian Pemberdayaan Perempuan
RI,
2004,
Dukung
Perempuan
Melawan HIV/AIDS, Pelita Mandiri,
Jakarta.
Sarlito Wirawan, DR, 1997, Psikologi
Remaja, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soekidjo Notoatmodjo, Prof, Dr., 1996, Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta,
Jakarta.
__________________________,
1993,
Pengantar Pendidikan Kesehatan dan
Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset,
Yogyakarta.
Sudarsono, Drs, SH., 1990, Kenakalan
Remaja, Rineka Cipta, Jakarta.
Supriadi, 1998, Perkembangan remaja,:
Sebuah dilemma. Filia (Buletin
kesehatan seksual- reproduksi) no.2
tahun I/April.Denpasar.LEKKI (Ford
Foundation).
Thowaf, 2004, Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi Remaja Indonesia, Embrio:
Buketin
Kesehatan
Reproduksi
Berperspektif Gender, Edisi 19
September 2004.

Pengaruh Perubahan Sosial terhadap Perilaku Seks Remaja (189–197)
Abdul Jalil Amri Arma
Universitas Sumatera Utara