Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI BERMANFAAT
ASAL TANAMAN PISANG TONGKAT LANGIT (Musa troglodytarum L.)
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT DARAH PISANG

YUNITA LATUPEIRISSA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi dan Identifikasi
Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum
L.) untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Yunita Latupeirissa
NIM A352100051

RINGKASAN
YUNITA LATUPEIRISSA. Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal
Tanaman Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) untuk Mengendalikan
Penyakit Darah Pisang. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH dan
KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Tanaman pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
memiliki banyak keunggulan. Tanaman pisang dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu pisang budidaya dan pisang liar. Indonesia memiliki banyak
jumlah jenis pisang salah satu diantaranya adalah pisang Tongkat Langit. Pisang
tongkat langit (Musa troglodytarum L.) adalah salah satu spesis tanaman pisang di
Indonesia yang hanya ditemukan di wilayah Indonesia Timur yaitu di Maluku dan
Papua. Pisang ini mempunyai bentuk yang khas dengan tandan buah yang tumbuh
ke atas sehingga dinamakan sebagai pisang tongkat langit. Pisang ini merupakan
sumber plasma nutfah sehingga potensinya perlu terus dikembangkan salah
satunya dengan eksplorasi bakteri-bakteri bermanfaat yang berasosiasi dengan

tanaman pisang tersebut. Bakteri endofit dan bakteri rizosfer perakaran tanaman
dapat digunakan sebagai agens hayati dalam memperbaiki pertumbuhan dan
ketahanan tanaman dalam menghadapi serangan penyakit.
Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan penyakit pada tanaman inangnya. Bakteri rizosfer merupakan
bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman yang dapat berperan dalam
menekan perkembangan patogen tular tanah. Bakteri endofit dan bakteri rizosfer
dapat memberi kentungan bagi tanaman dengan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman dan mengendalikan atau menekan serangan patogen pada tanaman.
Bakteri endofit dapat menekan patogen penyebab penyakit darah pada pisang
secara in vitro.
Penyakit darah pada pisang disebabkan oleh Blood Disease Bacterium
(BDB) yang hanya menyerang tanaman pisang dan jenis Heliconia sp. Kehilangan
hasil akibat penyakit ini dapat mencapai 10-42% bahkan sampai 93.1 % pada
serangan yang berat. Upaya pengendalian penyakit darah yang berpotensi
dilakukan adalah dengan penggunaan agens hayati seperti bakteri endofit dan
bakteri rizosfer yang sekaligus dapat juga membantu memperbaiki pertumbuhan
pada tanaman.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan rumah kaca, sedangkan sampel
akar dan tanah dari perakaran pisang Tongkat Langit diambil di Pulau Ambon

yang terdiri atas Desa Seilele, Desa Alang, Dusun Siwang, dan Dusun Tuni. Hasil
uji penghambatan BDB secara in vitro dianalisis menggunakan Anova dan uji
lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Data pertumbuhan tanaman di rumah
kaca, selanjutnya digunakan untuk menghitung dalam nilai Area Under Plant
Height Growth Curve (AUPHGC) dan nilai Area Under Stem Diameter Growth
Curve (AUSDGC) yang diamati setiap minggu selama satu bulan. Persentase
kejadian penyakit dan penekanan penyakit, diamati pada minggu ke-2 dan minggu
ke-4 setelah perlakuan BDB.
Bakteri dengan potensi pemanfaatan untuk pengendalian yang diisolasi
meliputi bakteri endofit akar dan bakteri rizosfer. Bakteri endofit akar
ditumbuhkan pada medium Triptic Soy Agar (TSA) 50%, sedangkan bakteri

rizosfer ditumbuhkan pada 3 medium yang berbeda yaitu medium TSA 100%
untuk mengisolasi kelompok bakteri tahan panas, medium King’s B untuk
kelompok bakteri fluorescence, dan media yang mengandung kitin untuk
kelompok bakteri kitinolitik. Dari hasil isolasi ditemukan 252 isolat bakteri yang
terdiri atas 102 bakteri endofit akar dan 150 bakteri rizosfer. Kelimpahan bakteri
endofit akar juga berbeda-beda di setiap lokasi yaitu berkisar antara
4.05 x 104 cfu/g akar sampai 1.18 x 105 cfu/g akar. Kelimpahan bakteri rizosfer
secara keseluruhan yang paling tinggi adalah dari kelompok bakteri tahan panas

kemudian diikuti bakteri fluorescence dan bakteri kitinolitik.
Hasil uji antibiosis secara in vitro menunjukkan ada 16 bakteri yang
memiliki sifat antibiosis terhadap BDB dengan kisaran zona hambatan antara
2-25 mm. Isolat-isolat bakteri yang memiliki sifat antibiosis, bersifat HR negatif,
dan memiliki kemampuan tumbuh yang cepat pada media tumbuh, kemudian
digunakan pada pengujian di rumah kaca. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
perlakuan bakteri bermanfaat pada tanaman pisang berpengaruh terhadap
pertambahan tinggi tanaman namun tidak terlalu berpengaruh terhadap
pertambahan diameter batang. Dari 21 isolat yang diuji, ditemukan ada 4 isolat
bakteri rizosfer yang dapat memacu pertambahan tinggi tanaman dibandingkan
dengan kontrol. Empat isolat bakteri rizosfer ini merupakan kelompok bakteri
tahan panas yaitu RTI 3, RTI 4, RTT 3, dan RTA 2.2. Dari hasil penghitungan
kejadian penyakit dan penekanan penyakit menunjukkan ada 11 isolat bakteri
bermanfaat yang dapat menekan penyakit darah dengan persentase penekanan
penyakit berkisar antara 60-80%. Aplikasi isolat bakteri rizosfer RTI 2, RTI 3,
dan RTI 4 pada tanaman pisang mampu menekan perkembangan penyakit darah
dengan persentase penekanan yang paling tinggi yaitu sebesar 80%.
Berdasarkan hasil seleksi terhadap kemampuan penekanan penyakit darah
ditetapkan 2 isolat bakteri bermanfaat untuk diidentifikasi secara molekuler. Dua
isolat tersebut yaitu EAI 26 dari kelompok bakteri endofit akar dan isolat RTI 4

dari kelompok bakteri tahan panas. Berdasarkan sekuen gen 16S rRNA, isolat
EAI 26 diidentifikasi sebagai Bacillus sp dan isolat RTI 4 diidentifikasi sebagai
Bacillus subtilis. Hasil seleksi secara keseluruhan menunjukkan bahwa isolat RTI
4 (B. subtilis) merupakan isolat terbaik yang dapat digunakan sebagai agens hayati
karena dapat menekan patogen BDB dan memacu pertumbuhan tanaman pisang.
Kata kunci: Bacillus subtilis, bakteri endofit, bakteri rizosfer, blood disease,
pengendalian hayati

SUMMARY
YUNITA LATUPEIRISSA. Selection and Identification of Beneficial Bacteria
from Fe’i Banana (Musa troglodytarum L.) to Control Bacterial Blood Disease.
Supervised by ABDJAD ASIH NAWANGSIH and KIKIN HAMZAH
MUTAQIN.
Banana is an important horticulture commodities in Indonesia and many
other countries. Banana plants can be divided into two groups i.e. cultivated
and wild banana. Indonesia has many banana species, including
Musa troglodytarum L., which is commonly called as Fe’i Banana or “tongkat
langit” (sky stick) banana. Fe’i Banana is a unique species in Indonesia that can
only be grown in Eastern region of Indonesia, i.e Maluku and Papua. It has
characteristics where the bunches grow upwards from which the name tongkat

langit banana taken. As a source of germplasm, the potent of this banana is
important to be developed, one of the ways is by exploring the beneficial bacteria
associated with this plant. The endophitic and rhizophere bacteria can be used as
biological agents to improve the plant growth and its resistance to diseases.
Endophytic bacteria are bacteria which living inside plant tissue without
causing significant deleterious effect or diseases to the host plant. Rhizosphere
bacteria live in the rhizosphere of the plant and can suppress the development of
soil borne patogen. Endophyte and rhizosphere bacteria are able to give advantage
to the host plant by promoting plant growth and control or suppress the pathogen
on plants. Endophytic bacteria have been reported to be able to suppress pathogen
that cause blood disease in vitro.
Blood disease on banana is caused by Blood Disease Bacterium (BDB)
which only attack banana plants (Musa spp.) and species of Heliconia. Disease
incidence caused by this pathogen can reach 10-42% even up to 93.1% during
heavy incidence. One of the effort to control this disease is using biological
control agents like endophytic and rhizosphere bacteria which also improve plant
growth.
This reseach was conducted in Laboratory of Plant Bacteriology and in the
green house, while sample of roots and soil obtained in some location in Ambon
Island i.e. Seilele, Alang, Siwang and Tuni villages or subdistrict. The experiment

of in vitro inhibition test of BDB was conducted using Completely Randomize
Design and data were analyzed with Anova and Duncan’s Multiple Range-test at
significant level 0.05. Plant growth data in green house was observed weekly
during one month, calculated and presented in the form of Area Under Plant
Height Growth Curve (AUPHGC) value and Area Under Stem Diameter Growth
Curve (AUSDGC) value. Disease incidence and percentage of disease suppression
were calculated in 2 and 4 week after inoculation of BDB.
Beneficial bacteria successfully isolated were root endophyte and
rhizosphere bacteria. Root endophyte bacteria were cultivated at Triptic Soy Agar
(TSA) 50% media, while rizosphere bacteria were cultivated at three different
media, i.e TSA 100% for isolate heat tolerant bacteria, King’s B media for
fluorescence group and chitine contained media for chitinolytic bacteria. There are
252 potential bacterial isolates, consisted of 102 root endophyte bacteria and 150
rhizosphere bacteria. Abudance of endophytic bacteria is differ between locations

with range from 4.05 x 104 cfu/g root to 1.18 x 105 cfu/g root. The highest
abudance of rhizosphere was shown by heat tolerant bacteria followed by
flourescence bacteria and chitinolytic bacteria.
Based on in vitro test of antibiosis mechanism, there are 16 beneficial
bacteria that has antibiosis ability against BDB with inhibition rates between

2-25 mm. Bacteria isolates showed that antibiosis ability and fast growth in
media, then were subsequently used in green house test. Result from data analysis
showed that characteristic of these beneficial bacteria on banana affecting plant
height rate but not affecting much on stem diameter growth. From 21 tested
isolates there 4 rhizosphere bacteria isolate that can induce plant height compared
to control. These four rhizosphere bacterial isolate are also heat-tolerant i.e. RTI
3, RTI 4, RTT 3 and RTA 2.2. From observation of disease incidence and disease
suppression showed that there are 11 beneficial bacterial isolates that can suppress
blood disease at disease suppression percentage rate around 60-80%. Application
of rhizosphere bacteria isolate RTI 2, RTI 3 and RTI 4 on banana plant was able
to suppress blood disease development at highest suppression percentage rate of
80%.
Based on blood disease suppression two beneficial bacterial isolates were
identified molecularly. Those two isolates were EAI 26 from root endophyte
bacteria group and RTI 4 from heat tolerate bacteria group. Identification was
based on gene sequence 16S rRNA, showed that EAI 26 isolate was 98% identical
to Bacillus sp., whereas RTI 4 isolate was 95% identical to Bacillus subtilis.
B. subtilis is the best isolate to be used as biological agent because of its ability in
suppressing BDB pathogen and improve banana plant growth.
Key words : bacillus subtilis, biological control, blood disease, endophytic

bacteria, rhizosphere bacteria

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI BERMANFAAT
ASAL TANAMAN PISANG TONGKAT LANGIT (Musa troglodytarum L.)
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT DARAH PISANG

YUNITA LATUPEIRISSA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Efi Toding Tondok, SP. M.Sc

Judul Tesis : Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang
Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) untuk Mengendalikan
Penyakit Darah Pisang
Nama
: Yunita Latupeirissa
NIM
: A352100051

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Ir Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua

Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Juli 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala hikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan tesis dengan judul Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal
Tanaman Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) untuk Mengendalikan
Penyakit Darah Pisang.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si,
selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama
penelitian dan penulisan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ketua
Program Studi Fitopatologi, Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc yang telah
banyak memberikan bantuan dan saran selama penulis menempuh pendidikan.
Ucapan terima kasih kepada Dr. Efi Toding Tondok, SP, M.Sc atas saran-saran
yang diberikan untuk penulisan. Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Giyanto, M.Si
dan Ir. Ivone Oley Sumarauw, M.Si, yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan. Terima kasih
kepada Bapak Saefudin dan Bapak Saodik yang telah membantu penulis selama
penelitian di rumah kaca. Terima kasih kepada Dr. Ir. Supriadi, M.Sc, dan Ibu
Nuri atas bantuan penggunaan isolat BDB. Ibu Wiwiek dari Silvikultur Citeureup,
Ibu Susi dan Ibu Aminah dari Balai Penelitian Biogen Cimanggu. Ucapan terima
kasih kepada teman-teman Pasca Fitopatologi 2011 dan teman-teman di
Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan atas semua kebersamaan dan semangat
selama perkuliahan dan penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan hormat kepada masyarakat
Desa Seilale dan Alang, Dusun Siwang dan Tuni yang telah membantu penulis
selama melakukan pengambilan sampel di lapangan. Terima kasih kepada
pimpinan dan staf pihak Yayasan Beasiswa Oikumene, Yayasan Toyota Astra,
dan Yayasan Satya Bhakti atas bantuan dana penelitian. Terima kasih kepada
pimpinan dan staf Balai Proteksi Pertanian dan Peternakan Propinsi Maluku atas
informasi penyakit darah pisang di Maluku. Ucapan terima kasih kepada Bapak
Agus Sutanto, Ibu R. Karuwal, Ibu Senly Wattimena, Ibu A. Pesik, Bapak Adrien
Unitly, Joseph Kaya, dan Obet Paparang atas informasi tentang pisang tongkat
langit, serta rekan-rekan Forum Wacana Ento-Fito, PERMAMA dan PO di Bogor.
Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada keluarga yang selalu
mendukung, membantu, dan mendoakan penulis: papa Thos dan mama Yeni,
bongso Yana, oma Ama, kk Kiki, kk Linda, Oce, Edys, Juan, mama Is, mama
Doly, papa Bram, mama Mia, dan seluruh keluarga besar Latupeirissa-Kaya.
Ucapan terima kasih buat Ricardo A. Nunumete atas doa dan dukungannya.
Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Bogor, Agustus 2014
Yunita Latupeirissa

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Umum Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.)
Penyakit Darah pada Pisang
Pengendalian Hayati dengan Bakteri Antagonis
Potensi Bakteri Endofit sebagai Agens Biokontrol
Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman
Identifikasi Bakteri dengan Gen 16S rRNA

3
3
4
7
8
10
11

3

BAHAN DAN METODE
Tempat
Bahan
Isolasi dan Purifikasi Bakteri Endofit Akar
Isolasi dan Purifikasi Bakteri Rizosfer
Uji Patogenisitas
Uji Antibiosis secara in vitro
Pengaruh Bakteri terhadap Pertumbuhan Tanaman Pisang
Pengaruh Bakteri Bermanfaat terhadap Penekanan Penyakit Darah
Pisang
Analisis Data
Karakterisasi Bakteri Bermanfaat
Identifikasi Bakteri Bermanfaat secara Molekuler

12
12
12
12
13
13
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Lokasi Penelitian
Kelimpahan Bakteri Endofit Akar
Kelimpahan Bakteri Rizosfer
Kemampuan Antibiosis Bakteri terhadap BDB
Uji Patogenisitas
Pengaruh Bakteri Bermanfaat asal Pisang Tongkat Langit terhadap
Pertumbuhan Tanaman Pisang
Pengaruh Bakteri Bermanfaat asal Pisang Tongkat Langit terhadap
Penyakit Darah pada Tanaman Pisang
Karakteristik Morfologi Koloni Bakteri Endofit dan Rizosfer

17
17
18
19
21
24

4

1
1
3
3

15
15
16
16

25
26
30

Identifikasi Gen 16S rRNA Bakteri Bermanfaat
5

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

31
33
33
33

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1 Kelimpahan dan keragaman bakteri endofit akar asal tanaman Pisang
Tongkat Langit
2 Diameter zona hambatan bakteri bermanfaat dari Pisang Tongkat
Langit terhadap BDB secara in vitro
3 Pengaruh bakteri bermanfaat terhadap persentase kejadian penyakit dan
penekanan penyakit darah pada tanaman Pisang Kepok
4 Identifikasi sekuen gen 16S rRNA isolat EAI 26 dan RTI 4
menggunakan program Blast N

18
22
28
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.)
Gejala penyakit darah pisang pada daun dan buah
Uji antibiosis secara in vitro
Jumlah jenis isolat bakteri rizosfer pada lokasi pengambilan sampel
Kelimpahan bakteri rizosfer pada lokasi pengambilan sampel
Uji antibiosis bakteri bermanfaat terhadap BDB
Daun tembakau yang diinokulasi dengan bakteri bermanfaat yang
menunjukkan reaksi HR negatif
Nilai AUPHGC pertambahan tinggi dan AUSDGC pertambahan
diameter batang tanaman pisang Kepok selama 4 minggu
Gejala penyakit darah pisang di rumah kaca
Morfologi koloni bakteri bermanfaat
Pita DNA gen 16S rRNA isolat EAI 26 dan RTI 4 hasil amplifikasi
PCR

4
6
14
19
20
23
24
26
27
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam daya hambatan bakteri bermanfaat terhadap BDB
secara in vitro
2 Pengaruh bakteri bermanfaat terhadap pertambahan tinggi tanaman dan
diameter batang pisang Kepok
3 Hasil analisis ragam nilai AUPHGC dan AUSDGC
4 Hasil uji lanjut Dunnet nilai AUPHGC
5 Hasil uji lanjut Dunnet nilai AUSDGC
6 Tanaman Pisang Kepok yang diaplikasi dengan bakteri bermanfaat
7 Karakteristik bakteri bermanfaat
8 Hasil urutan sekuen gen 16S rRNA isolat EAI 26
9 Hasil urutan sekuen gen 16S rRNA isolat RTI 4

40
41
42
43
44
45
46
48
49

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah produktivitas, nilai gizi, ragam
genetiknya tinggi, adaptif pada ekosistem yang luas, biaya produksi rendah, dan
telah diterima secara luas oleh masyarakat. Tanaman pisang dapat tumbuh dan
berkembang pada berbagai kondisi agroekologi dari dataran rendah beriklim
basah seperti Sumatera dan Kalimantan, sampai ke dataran tinggi beriklim lebih
kering di daerah-daerah Indonesia bagian timur (Rustam 2007). Pisang dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu pisang budidaya dan pisang liar. Pisang
budidaya umumnya ditanam sengaja di kebun atau pekarangan, bijinya sedikit,
bersifat triploid atau beberapa yang diploid. Pisang budidaya banyak yang
dimanfaatkan sedangkan pisang liar tidak terlalu banyak dimanfaatkan secara
ekonomi padahal pisang liar memiliki potensi yang belum banyak dikembangkan.
Indonesia memiliki banyak jumlah jenis pisang salah satu diantaranya adalah
pisang tongkat langit. Pisang ini sebelumnya dikenal sebagai jenis pisang liar,
namun kini mulai dibudidayakan oleh masyarakat.
Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) adalah spesies tanaman
pisang di Indonesia yang hanya ditemukan di wilayah timur Indonesia yaitu di
Maluku dan Papua. Pisang ini mempunyai bentuk yang khas dengan tandan buah
yang tumbuh ke atas, bukan ke bawah seperti kebanyakan pisang pada umumnya,
sehingga dinamakan sebagai pisang tongkat langit (Ploetz et al. 2007). Menurut
informasi dari masyarakat yang ada pada beberapa lokasi di pulau Ambon,
mengemukakan bahwa pisang ini juga merupakan salah satu jenis pisang yang
tahan terhadap serangan penyakit. Sebagai tanaman endemik daerah lokal, pisang
ini merupakan salah satu sumber plasma nutfah sehingga potensinya perlu terus
dikembangkan. Salah satu potensi pemanfaatannya adalah eksplorasi bakteribakteri bermanfaat yang berasosiasi dengan tanaman pisang tersebut. Baik bakteri
endofit maupun bakteri rizosfer perakaran tanaman dapat digunakan sebagai agens
hayati dalam memperbaiki pertumbuhan dan ketahanan tanaman dalam
menghadapi serangan penyakit.
Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan penyakit pada tanaman inangnya (Hallman et al. 1997). Bakteri
endofit merupakan sumber keanekaragaman genetik yang kaya dan dapat
diandalkan, dengan sumber berbagai jenis baru yang belum dideskripsikan.
Bakteri endofit dapat memberikan keuntungan bagi tanaman dengan
memproduksi zat pengatur tumbuh, fiksasi nitrogen, produksi antibiotik,
dan meningkatkan resistensi tanaman inang terhadap patogen dan parasit
(Bhore et al. 2010, Hurek dan Hurek 2011). Bakteri endofit saat ini banyak diteliti
untuk dikembangkan sebagai agens pengendalian hayati penyakit tanaman.
Chandrashekhara et al. (2007) melaporkan bahwa bakteri endofit Pseudomonas
fluorescens ISR 34 dan Bacillus sp. ISR 37 yang diaplikasikan pada benih pearl
millet, meningkatkan ketahanan tanaman tersebut terhadap penyakit embun
tepung yang disebabkan Sclerospora graminicola. Marwan et al. (2011) juga
melaporkan bahwa isolat bakteri endofit EAL 15, EKK 10, EKK 20, dan EKK 22

2

yang diisolasi dari beberapa tanaman pisang mampu menekan perkembangan
penyakit darah pada pisang dengan tingkat penekanan kejadian penyakit sebesar
66.67-83.33%. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa bakteri endofit
dapat menekan jumlah puru dan populasi nematoda Meloidogyne incognita di
dalam akar tanaman nilam (Harni dan Ibrahim 2011).
Bakteri rizosfer merupakan bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman
yang dapat berperan dalam menekan perkembangan patogen tular tanah serta
bermanfaat dalam memacu pertumbuhan tanaman (Kumar et al. 2012; Lemessa
dan Zeller 2007; Rengel dan Marschner 2005). Bakteri rizosfer merupakan
kelompok dari rizobakteria yang memiliki kemampuan dalam mengkolonisasi
rizosfer secara agresif dan memberi keuntungan bagi tanaman sehingga dikenal
sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Aktivitas PGPR dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan mekanisme langsung dan tidak
langsung yaitu melalui peningkatan mineral solubilisasi mineral, fiksasi nitrogen,
menyediakan nutrisi untuk tanaman, menghambat pertumbuhan patogen tular
tanah, meningkatkan toleransi stres tanaman terhadap kekeringan, salinitas, dan
keracunan logam, serta produksi fitohormon seperti asam indol-3-asetat (IAA)
(Figueiredo et al. 2010). Beberepa genus PGPR seperti Bacillus, Streptomyches,
Pseudomonas, Burkholderia, dan Agrobacterium merupakan agens pengendalian
hayati penyakit tanaman (Figueiredo et al. 2010).
Blood disease bacterium (BDB) merupakan patogen penyebab penyakit
darah yang hanya menyerang tanaman pisang dan jenis Heliconia sp. Penyakit
darah pertama kali dilaporkan oleh Gaumann pada tahun 1920 yaitu menyerang
tanaman pisang di Pulau Selayar Sulawesi Selatan. BDB adalah kompleks spesies
dari Ralstonia solanacearum ras 2 dan termasuk dalam filotipe IV yang
ditemukan di Indonesia (Fegan 2005). Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman
pisang diawali dengan terjadinya perubahan warna daun muda yaitu pada ibu
tulang daun terlihat garis coklat kekuningan ke arah tepi daun. Daun yang
terinfeksi kemudian menguning atau berwarna coklat, dan akhirnya menjadi layu.
Gejala spesifik adalah terdapatnya lendir bakteri yang berbau, berwarna putih
abu-abu sampai coklat kemerahan keluar dari potongan buah atau bonggol,
tangkai buah, tangkai tandan dan batang. Penyebaran penyakit dapat melalui tanah
yang terinfestasi, alat pertanian, ataupun melalui serangga vektor.
Penyebaran penyakit darah di Indonesia sangat cepat, sehingga turut
berpengaruh terhadap produksi pisang. Menurut Hadiwiyono et al. (2013), bahwa
intensitas penyakit darah di Indonesia terjadi pada beberapa propinsi seperti di
Bondowoso Jawa Timur sekitar 97.9% dan Lombok mencapai 86.8%. Aeny et al.
(2007), melaporkan bahwa kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat mencapai
10-42% bahkan sampai 93.1% pada serangan yang berat. Menurut Suastika
(2010), penyakit ini menyebabkan penurunan produksi pisang di Bali yaitu lebih
dari 50% dalam kurun waktu dua tahun dari tahun 1997-1999. Hal ini
mengakibatkan diperlukan adanya upaya pengendalian untuk menekan
perkembangan bakteri patogen sekaligus dapat meningkatkan produksi tanaman
pisang.
Upaya-upaya dalam pengendalian patogen BDB juga telah banyak
dilakukan misalnya dengan memperketat karantina, sanitasi, desinfektan
peralatan, pemupukan, dan eradikasi. BDB merupakan patogen dengan ragam
yang kompleks sehingga sehingga strategi pengendalian harus dilakukan secara

3

terpadu seperti pencegahan masuknya patogen pada lahan yang sehat,
pemusnahan (eradikasi), modifikasi lingkungan yang dapat menekan
perkembangan patogen di dalam tanah, penanaman tanaman pisang yang resisten,
dan penggunaan herbisida, pestisida nabati, dan pengendalian dengan agens hayati
(Supriadi 2005, Supriadi 2011).
Pengendalian hayati terhadap penyakit tanaman dapat dilakukan secara
langsung yaitu mekanisme antibiosis dan kompetisi ruang, sedangkan secara tidak
langsung melalui mekanisme induksi sistem ketahanan tanaman. Potensi bakteribakteri bermanfaat yang diisolasi dari tanaman maupun dari daerah rizosfer
perakaran tanaman dapat digunakan sebagai agens hayati dalam mengendalikan
penyakit tanaman termasuk juga penyakit darah pada tanaman pisang.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi dan mengidentifikasi
bakteri-bakteri bermanfaat dari tanaman pisang tongkat langit yang berpotensi
mengendalikan penyakit darah pada tanaman pisang.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah tentang
potensi bakteri-bakteri bermanfaat asal pisang tongkat langit dalam
mengendalikan penyakit layu bakteri pada tanaman pisang, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai agens pengendalian hayati.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Umum Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.)
Pisang tongkat langit merupakan salah satu jenis tanaman pisang yang
spesifik tumbuh di daerah timur Indonesia yaitu di daerah Maluku dan Papua.
Pisang ini termasuk dalam seksi Australimusa dengan asal mula yang kompleks
yaitu berasal dari 3 jenis pisang antara lain M. lolodensis M. maclayi dan
M. peekelii. Tanaman dalam seksi Australimusa ini umumnya tinggi dan buahnya
berbiji. Pisang ini ditemukan di daerah Maluku kemudian menyebar ke Papua,
Papua New Guinea sampai ke kepulauan Pasifik (Ploetz 2007; Backer dan Van
den Brink 1968).
Pisang tongkat langit yang ditemukan di Maluku memiliki beberapa ciri
yang berbeda dengan yang ditemukan di Papua. Pisang tongkat langit yang
di Maluku memiliki tandan buah yang tumbuh tegak ke atas, tidak memiliki
jantung, tinggi batang semu lebih dari 3 cm, lingkar batang 82 cm, batang dan
pigmentasi batang semu berwarna hijau, jumlah buah lebih dari 12 per sisir,
jumlah anakan lebih dari 6 anakan, dan ukuran buah 16-20 cm (Gambar 1). Pisang
tongkat langit Papua memiliki tandan buah yang tumbuhnya lebih horizontal,

4

memiliki jantung pisang, dan ukuran buah lebih kecil yaitu 15 cm. Buah pisang
yang telah masak berwarna kuning orange dan kulit buah berwarna merah
(Sutanto dan Edison, 2005). Menurut Karuwal et al (2011) pisang tongkat langit
yang ditemukan pada beberapa pulau di daerah Maluku memiliki ciri morfologi
yang berbeda baik itu pada bentuk daun maupun buahnya. Bentuk daun ada yang
lebih licin dan ada yang tidak licin, sedangkan bentuk buahnya bervariasi yaitu
berbentuk silinder (bulat panjang), kerucut, dan asimetris.

a

b

Gambar 1 Pisang Tongkat Langit (M. troglodytarum L.) dengan buah berbentuk
silinder; a: buah belum masak (buah muda), b: buah masak
Jenis pisang tongkat langit digolongkan dalam jenis pisang buah yaitu
pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu (Watkaat dan
Latuconsina 2005), akan tetapi ada sebagian masyarakat juga sering
mengkonsumsi pisang ini pada kondisi matang dan tanpa diolah terlebih dahulu
(Kaya dan Unitly, komunikasi pribadi). Buah pisang ini mengandung pigmen
karotenoid yakni β-karoten, α-karoten, lutein, dan zeaxantin, dimana pigmen yang
paling dominan adalah β-karoten. Menurut Englberger (2003), buah pisang
Tongkat Langit mengandung kadar provitamin A dan karotenoid yang tinggi yaitu
6360 µg/100 g. Penyebaran pisang tongkat langit di Maluku meliputi 5 pulau
yaitu pulau Ambon, Haruku, Saparua, Nusalaut, dan Seram. Populasi pisang pada
setiap lokasi ini memiliki karakter fenotip dan genotip yang berbeda karena
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genotip (Karuwal et al. 2011).

Penyakit Darah pada Pisang
Patogen Penyebab Penyakit Darah
Patogen penyebab penyakit darah pada pisang pada awalnya disebut dengan
nama Ralstonia solanacearum karena belum adanya kesepakatan dalam
penentuan nama yang sebenarnya untuk patogen tersebut. Bakteri
R. solanacearum dibagi menjadi 5 ras berdasarkan kisaran inangnya yaitu ras 1
menyerang tembakau, tomat, dan genus Solanaceae lainnya, ras 2 menyerang
pisang (triploid) dan Heliconia, ras 3 menyerang kentang, ras 4 menyerang jahe,

5

dan ras 5 menyerang murbei. Berdasarkan oksidasi disakarida dan alkohol
heksosa, maka bakteri ini dibagi ke dalam 5 biovar (Schaad et al. 2001).
Blood disease bacterium merupakan bakteri penyebab penyakit darah pada
tanaman pisang. Penyakit darah pisang pertama kali dilaporkan oleh Gaumann
pada tahun 1921 di Pulau Sulawesi. Pada awalnya patogen penyebab penyakit ini
disebut sebagai Pseudomonas celebensis, namun belum dideskripsikan dan diakui
secara jelas. Bakteri patogen ini dikelompokkan dalam genus Ralstonia meskipun
posisi taksonominya belum dideskripsikan secara jelas. Serangkaian hasil
penelitian selanjutnya menyatakan bahwa patogen ini merupakan spesies
kompleks R. solanacearum yang dibagi dalam 4 filotipe. Fegan dan Prior (2005),
melaporkan bahwa BDB memiliki perbedaan secara fenotip maupun genotip
dengan Ralstonia solanacearum. BDB digolongkan dalam filotipe 4 dan memiliki
hubungan kekerabatan dekat dengan anggota kompleks R. solanacearum lainnya
dari Indonesia.
Karakteristik kimiawi menunjukkan bahwa BDB merupakan bakteri Gram
negatif berbentuk batang dengan adanya flagel polar, kelompok non fluorescence,
dan bersifat aerobik (EPPO 2005; Schaad 2001). BDB dapat menghasilkan
senyawa hidrogen sulfat dari sistein, oksidase Kovac’s positif,
poly-β-hydroxybutyrate positif, uji HR positif, uji oksidatif positif, uji fermentatif
negatif, dan dapat tumbuh pada suhu 4 oC dan 41 oC, menghasilkan enzim arginin
dihidrolase, denitrifikasi, hidrolisis pati, memiliki pigmen berfluoresensi
dan melanin, toleransi terhadap NaCl 2 % dan produksi levan
(Baharuddin et al. 1994). Kultur BDB pada medium yang mengandung
tetrazolium chloride menunjukkan koloni yang kecil, mucoid dengan bagian
tengah koloni berwarna merah, sedangkan tepian berwarna putih. Uji
patogenisitas menunjukkan bahwa BDB penyebab layu pada pisang tidak
ditemukan pada tanaman famili solanaceae lainnya, misalnya Pseudomonas syzgii
penyebab penyakit layu pada cengkeh maupun R. solacearum pada tanaman non
pisang di Indonesia (Supriadi 2005).
Gejala Penyakit Darah
Gejala penyakit darah mirip dengan penyakit Moko pada pisang yang
ditemukan di Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Serangan patogen ini
menyebabkan pertumbuhan daun sangat terhambat, daun lebih cepat patah,
menguning, layu dan mengering. Pada tanaman yang agak tahan biasanya gejala
mulai muncul pada saat tanaman berbuah, dimana mula-mula satu daun muda
(daun no. 3 atau 4 yang termuda) berubah warna, dan biasanya dari ibu tulang
daun keluar garis coklat kekuningan mengarah ke tepi daun (Suastika 2010).
Gejala tanaman pisang yang terserang BDB dapat dideteksi dari ciri luar
(visual) maupun bagian dalam dari organ tanaman (Supriadi 2005). Secara visual
bagian tulang dan tangkai daun menjadi layu, tangkai daun rontok, daun muda
mulai menguning, kemudian menjadi nekrotik dan kering, sedangkan bentuk
buah dari luar masih tampak normal. Keadaan ini dapat berlangsung lama sampai
buah hampir menyelesaikan proses pemasakan, setelah itu semua daun mendadak
menguning, layu dan menjadi coklat, bunga jantan menjadi kerut dan pada
akhirnya tanaman seluruhnya menjadi layu dan mati. Gejala internal yaitu
jaringan vaskular berwarna coklat yang tampak sepanjang batang sampai masuk
ke bonggol dan akar tanaman. Pada tanaman yang matang, bagian bonggol batang

6

bila dipotong, akan keluar cairan seperti lendir yang berwarna coklat kemerahan,
sedangkan pada buah yang terinfeksi, ruang bagian dalam buah yang biasanya
berisi daging buah, penuh terisi oleh cairan lendir yang berwarna merah
kecoklatan (Supriadi 2005). Cairan lendir ini merupakan ooze bakteri yang
warnanya mirip seperti darah sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit
darah. Gejala penyakit darah pisang dapat dilihat pada Gambar 2.

a

b

c

Gambar 2 Gejala penyakit darah pada pisang; a dan b: daun, c: buah
Penyebaran Penyakit
Terdapat tiga jenis penyakit layu pada tanaman pisang yaitu penyakit Moko,
Bugtok (dikenal dengan nama tobaglon dan tapurok), dan penyakit darah.
Penyakit Moko ditemukan pertama kali pada tahun 1890-an dan berstatus
endemik di Amerika Selatan dan di bagian selatan Filipina. Penyakit
Bugtok ditemukan pertama kali di Filipina pada pertengahan tahun 1960,
sedangkan penyakit darah hingga saat ini hanya ditemukan di Indonesia.
Karakteristik patogen penyebab ketiga penyakit juga berbeda baik pada tingkat
morfologi, kisaran inang, maupun pada aras molekulernya.
Penyakit darah pada pisang pertama kali ditemukan di Sulawesi Selatan dan
Pulau Selayar pada tahun 1920. Penyakit ini kemudian menyebar ke daerah lain di
Indonesia seperti di Jonggol yang ditemukan oleh dari Eden dan Green, kemudian
di Yogyakarta, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan di Solok Sumatera
Barat (Supriadi 2005). Untuk daerah Maluku, penyakit ini juga sudah menyerang
tanaman pisang di beberapa daerah seperti Kota Ambon, Kabupaten Seram
Bagian Barat (SBB), dan Kabupaten Maluku Tengah dengan tingkat serangan
yang masih rendah. Total jumlah luas tambah serangan per rumpun untuk
masing-masing daerah diatas antara lain 15 rumpun, 197 rumpun, dan 2 975
rumpun (BPPP 2012).
Penyakit darah juga dapat disebarkan melalui serangga-serangga vektor
yang mengunjungi bunga dari tanaman yang terserang penyakit kemudian
menular pada tanaman yang sehat. Beberapa serangga yang berpotensi sebagai
agen penyebar penyakit ini antara lain serangga dari ordo Hymenoptera (Apidae),
Diptera (Chloropidae, Sciaridae, Sarcophagidae, Anthomyiidae, Platypezidae,
Tephritidae, Drosophilidae, Muscidae, Syrphidae, Culicidae), Lepidoptera
(Coleophoridae), dan Blattodea (Blattidae) (Leiwakabessy 1999; Supriadi 2005,
Mairawita et al. 2012). Subandiyah et al. (2005), melaporkan bahwa intensitas
penyakit BDB pada daerah endemik juga berasosiasi dengan kehadiran serangga
hama dan nematoda. Spesies serangga hama ini yaitu Erionata thrax

7

(Lepidoptera) dan Cosmopolites sordidus, sedangkan nematoda parasit yang
ditemukan antara lain, Pratylenchus sp, Meloidogyne sp, Haplolaimus sp, dan
Rhadopholus sp. Nematooda Pratylenchus sp merupakan endoparasit yang dapat
bergerak dari akar satu tanaman ke tanaman lain dan menyebabkan luka dan
kerusakan akar. Hal ini yang mungkin menyebabkan tanaman menjadi lebih
rentan serta dapat meningkatkan penularan bakteri patogen. Penyebaran BDB juga
dapat berhubungan dengan pH tanah serta tipe tanah. Penyebaran BDB di daerah
Yogyakarta ditemukan pada pH yang berkisar antara 5,71-7,45 dengan tipe tanah
berpasir sampai tanah liat. Penyebaran patogen ini sangat cepat dan mampu
bertahan di dalam tanah selama bertahun-tahun, sehingga pengendalian penyakit
ini perlu dilakukan secara tuntas.
Pengendalian Penyakit Darah
Beberapa strategi pengendalian penyakit darah pada pisang yang dapat
dilakukan adalah penggunaan kultivar tahan, sanitasi, desinfeksi alat dan mesin
pertanian, eradikasi tanaman yang terinfeksi, dan monitoring serangga vektor
pada daerah yang sehat (Supriadi 2005; Eyres et al. 2001). Penggunaan agens
hayati juga telah dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan patogen BDB, salah
satunya adalah bakteri endofit kelompok Bacillus spp. (Hadiwiyono dan Widono
(2012). Nawangsih (2007) juga melaporkan bahwa isolat bakteri endofit CA8
(genus Bacillus) dan PK5 (genus Pseudomonas) dari tanaman pisang mampu
menekan perkembangan patogen penyakit darah secara in vitro.

Pengendalian Hayati dengan Bakteri Antagonis
Istilah pengendalian hayati atau biological control telah digunakan pada
berbagai bidang biologi dan sebagian besar pada bidang entomologi dan penyakit
tanaman. Pada bidang entomologi, pengendalian hayati dilakukan dengan
menggunakan serangga predator, nematoda entomopatogen, atau mikroba patogen
yang dapat menekan populasi serangga hama (Baker dan Cook 1974), sedangkan
dalam penyakit tanaman, menggunakan mikroba antagonis yang dapat menekan
penyakit sama dengan patogen spesifik inang yang dapat mengendalikan populasi
gulma. Pada kedua bidang tersebut, organisme yang dapat menekan hama atau
patogen dikenal sebagai agens pengendalian hayati atau biological control agent
(BCA). Defenisi pengendalian hayati bergantung pada target yang dituju yang
meliputi jumlah, tipe dan sumber agen biologi, serta derajat dan waktu intervensi
manusia (Pal dan Gardener 2006). Menurut Alabouvette at al. (2006), pengertian
pengendalian hayati secara luas melibatkan organisme dan mekanisme yang
meliputi beberapa hal yaitu (1) individu hypo-virulen atau tidak virulen atau
populasi pada spesies patogen, (2) mikroorganisme antagonis, dan (3) manipulasi
tanaman inang sehingga tahan terhadap serangan patogen. Pengendalian hayati
oleh bakteri antagonis dapat terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti:
antibiosis, kompetisi, hiperparasit, induksi resistensi dan memacu pertumbuhan
tanaman.
Antibiosis adalah salah satu mekanisme penghambatan pertumbuhan
patogen oleh agens antagonis. Antibiosis berhubungan dengan adanya produksi
metabolit sekunder dari satu mikroorganisme yang bersifat racun terhadap

8

mikroorganisme lain. Antibiotik merupakan toksin yang dihasilkan mikroba dan
pada konsentrasi rendah dapat bersifat racun dan membunuh organisme
lain, misalnya Pseudomonas fluorescens F113 menghasilkan racun
2,4-diacetylphloroglucinol, Agrobacterium radiobacter menghasilkan Agrocin 84.
Senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh bakteri antagonis dapat berperan
langsung sebagai bakterisida terhadap bakteri patogen dan agens penginduksi
(elicitor) ketahanan tanaman terhadap penyakit (Lyon 2007). Beberapa genus
bakteri yang ditemukan sebagai BCA penyakit tanaman adalah Pseudomonas
spp., Bacillus spp., dan Streptomyches spp. (Alabouvette at al. 2006).
Bakteri antagonis juga dapat menghasilkan enzim lisis yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan atau aktivitas patogen. Enzim ini dapat
menghidrolisis berbagai senyawa polimer termasuk kitin, protein, selulosa,
hemiselulosa, dan DNA. Salah satu contohnya adalah pengendalian Sclerotium
rolfsii oleh Serratia marcescens yang dibantu dengan ekspresi enzim kitinase.
Genus Paenibacillus sp. galur 300 dan Streptomyches sp galur 385 dapat melisis
dinding sel Fusarium oxysporum f.sp. cucmerinum. Bacillus cepacia mensintesis
enzim β-1,3 glukanase untuk menghancurkan dinding sel Rhizoctonia solani,
S. rolfsii, Pythium ultimum (Chompant et al. 2005).
Agens hayati atau BCA dapat menekan patogen tanaman melalui
mekanisme induksi ketahanan tanaman. Induksi ketahanan tanaman dapat terjadi
secara lokal atau sistemik secara alami bergantung pada tipe, jumlah dan sumber
stimulan yang diberikan. Terdapat dua mekanisme stimuli induksi ketahanan
yaitu Systemic Acquire Resistance (SAR) dan Induced Systemic Resistance (ISR).
SAR dimediasi oleh asam salisilat (SA) yaitu senyawa yang diproduksi ketika
adanya infeksi patogen dan berperan dalam ekspresi pathogenesis-related (PR)
protein. PR protein meliputi berbagai enzim yang bereaksi secara langsung pada
dinding sel tanaman yang diserang, memperkuat batasan dinding sel terhadap
infeksi, dan menginduksi kematian sel lokal yang diserang. ISR dimediasi oleh
asam jasmonic (JA) dan atau etilen yang dihasilkan dengan adanya aplikasi
beberapa rhizobacteria non patogen (Pal dan Gardener 2006). Bakteri antagonis
banyak ditemukan sebagai bakteri endofit atau PGPR yang dapat berperan dalam
memacu pertumbuhan tanaman dan mengendalikan penyakit pada tanaman
(Piggot dan Hilbert 2004).

Potensi Bakteri Endofit Sebagai Agens Biokontrol
Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan bahaya dan dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang sudah
disterilisasi permukaannya atau diekstrak dari bagian dalam jaringan tanaman
(Hallman et al 1997). Dari sekitar 300 000 jenis tanaman yang tersebar di muka
bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit
yang terdiri dari bakteri dan cendawan (Strobel dan Daisy 2003). Bakteri endofit
pertama kali dilaporkan oleh Darnel et al pada tahun 1904, sehingga sejak saat itu
definisi mikroba endofit telah disepakati sebagai mikroba yang hidup di dalam
jaringan internal tumbuhan hidup tanpa menyebabkan efek negatif langsung yang
nyata (Prasetyoputri et al 2006). Secara umum, bakteri endofit berasal dari
komunitas bakteri epifit dari rizosfer dan filosfer, serta dari endofit yang

9

terinfestasi dalam benih atau bahan tanam. Bakteri endofit masuk ke dalam
jaringan tanaman melalui lubang alami, luka, dan secara aktif menggunakan
enzim hidrolitik seperti selulase dan pektinase, dimana enzim ini juga diproduksi
oleh patogen sehingga diperlukan adanya pengetahuan lebih lanjut tentang
regulasi dan ekspresi untuk membedakan bakteri endofit dari patogen tanaman
(Hallmann et al 1997). Bakteri endofit yang secara umum ditemukan pada
berbagai tumbuhan adalah Pseudomonas, Bacillus, Enterobacter, dan
Agrobacterium. Pantoea, Enterobacter, Methylobacterium, Agrobacterium, dan
Bacillus banyak dilaporkan sebagai bakteri endofit pada tumbuhan yang
dibudidayakan (Susilowati et al 2010).
Bakteri endofit dilaporkan dapat memacu pertumbuhan tanaman, induksi
ketahanan, biokontrol terhadap nematoda parasit tanaman, fungi patogen pada
tanaman pertanian dan kehutanan, sintesis metabolit bakteri antagonis terhadap
predator (Schulz dan Boyle 2007). Bakteri endofit dapat memberikan manfaat
pada tanaman inangnya melalui beberapa mekanisme yaitu dengan memacu
pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Bakteri endofit dapat
memacu pertumbuhan tanaman yang didukung oleh beberapa proses yaitu fiksasi
nitrogen (N2), pelarutan fosfat, dan produksi hormon pemacu pertumbuhan
tanaman seperti auksin, sitokinin, dan giberellin (Hallman 2001). Menurut
Susilowati (2010), bahwa kemampuan bakteri endofit mengolonisasi sistem
perakaran secara efektif sebagai bakteri rizosfer dan memacu pertumbuhan akar
merupakan dua faktor penentu efikasi bakteri endofit dalam perannya untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman, memacu rendemen tumbuhan serta
mengontrol serangan penyakit tumbuhan. Marwan (2011), melaporkan bahwa
isolat bakteri endofit yang diisolasi dari beberapa jenis pisang dapat meningkatkan
pertambahan tinggi dan jumlah daun pada tanaman pisang cavendish.
Bakteri endofit juga memberikan kontribusi pada tanaman dengan
meningkatkan resistensi tanaman inang (Hurek dan Hurek 2011). Induksi
ketahanan pada tanaman dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu induksi ketahanan
sistemik atau Induced Systemic Resistance (ISR) dan Systemic Acquire Resistance
(SAR). ISR merupakan ketahanan tanaman terinduksi melalui pengaktifan
lintasan transduksi signal yang melibatkan asam jasmonik dan etilen untuk
mengaktifkan gen-gen ketahanan. Faktor yang dapat memicu ISR adalah adanya
senyawa kimia yang dihasilkan oleh bakteri seperti siderofor, antibiotik dan ion
Fe, serta komponen sel bakteri seperti dinding sel, flagella, filli, dan membran
lipopolisakarida (Van Loon Bakker 2006). Bakteri endofit dan PGPR juga
dilaporkan dapat berperan dalam memicu terjadinya SAR. SAR disebut juga
sebagai ketahanan perolehan yang terinduksi karena penambahan senyawa kimia
misalnya dengan terbentuknya akumulasi asam salisilat dan PR protein
(pathogenesis-related proteins). Mekanisme bakteri endofit yang menginduksi
ISR adalah dengan menghasilkan senyawa tertentu seperti lipopolysacharida
(LPS).
Bakteri endofit dapat memproduksi senyawa biologi atau metabolit
sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic
recombination) dari tanaman inangnya ke dalam bakteri endofit sepanjang waktu
evolusinya (Radji 2005). Produksi senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan
bakteri endofit biasanya terekspresi pada saat bakteri endofit belum masuk ke
dalam jaringan tanaman. Mekanisme ini digunakan untuk bertahan hidup

10

(survival) pada saat bakteri berada di daerah rizosfer. Banyak anggota bakteri
endofit tanah seperti Pseudomonas, Burkholderia dan Bacillus dapat
memproduksi berbagai produk metabolit sekunder termasuk antibiotik, senyawa
antikanker, senyawa organik yang mudah menguap, senyawa anticendawan,
antivirus, insektisida dan agen imunosupresan (Ryan et al. 2007). Peranan lain
dari bakteri endofit adalah dapat memproduksi enzim ekstraseluler seperti,
kitinase, protease, dan selulase. Enzim kitinase merupakan enzim penting yang
dihasilkan oleh bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen terutama patogen
tular tanah.

Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman
Istilah rizosfer diperkenalkan pada tahun 1904 oleh Hiltner, seorang
ilmuwan Jerman untuk menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi secara
langsung oleh perakaran tanaman. Daerah perakaran banyak terdapat
mikroorganisme saprofit yang menyebabkan tahap perombakan dan kecepatan
perombakan bahan organik di dalam tanah, sehingga patogen mempunyai
kesempatan yang kecil untuk berkembang (Hutcheoson 1998; Weller et al. 2002).
Rizosfer dalam ekosistem tanah yang sehat dihuni oleh organisme yang
menguntungkan dan dapat memanfaatkan subtrat organik atau eksudat akar
tanaman sebagai sumber energi dan nutrisinya. Senyawa yang dihasilkan oleh
mikroba tanah dapat berperan dalam memperbanyak jumlah mikroorganisme, dan
mengaktifkan metabolisme dari komunitas mikroba tanah. Mikroba tanah juga
dapat berperan sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman yang memproduksi
berbagai hormon tumbuh, vitamin, dan berbagai asam organik yang berperan
penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar (Hindersah dan
Simarmata 2004).
Beberapa strain bakteri rizosfer adalah bakteri Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR), karena dalam aplikasinya dapat menstimulasi
pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kondisi yang
kurang menguntungkan. Menurut Bloemberg dan Lugtenberg (2001), bahwa
berdasarkan kemampuan dan fungsinya, PGPR dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok antara lain: (1) biofertilitzer, dapat mengikat nitrogen dan melarutkan
fosfat yang kemudian dapat digunakan oleh tanaman sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhannya; (2) photostimulator, secara langsung dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon-hormon; dan
(3) agens biokontrol, mampu melindungi tanaman dari infeksi patogen. Bakteri
rizosfer lebih banyak yang berperan sebagai agens hayati karena keberlangsungan
hidupnya lebih stabil dibandingkan dengan bakteri yang hidup di daerah
permukaan daun (filoplan).
Mekanisme PGPR yang secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman antara lain dengan meningkatkan solubilisasi mineral, fiksasi nitrogen,
dan produksi fitohormon seperti asam indol-3-asetat/IAA, asam giberellin,
sitokinin, dan etilen (Kumar et al. 2012). Figueiredo et al. (2007) melaporkan
bahwa inokulasi tanaman dengan PGPR dan rizobia dapat meningkatkan
pembentukan nodul dan fiksasi nitrogen. Produksi antibiotik, hidrogen sianida,
dan siderofor oleh bakteri rizsofer dapat menurunkan pertumbuhan patogen tular

11

tanah. Mekanisme dari aktivitas ini antara lain: penghambatan fitopatogen oleh
senyawa antimikrob, kompetisi dalam mengkelat besi melalui produksi siderofor,
kompetisi ruang dan nutrisi yang dikelurkan oleh akar, mekanisme induksi
ketahanan tanaman, degradasi faktor patogenesitas fitopatogen seperti racun,
memproduksi enzim ekstraseluler pendegradasi dinding sel seperti kitinase, dan
β-1,3 glukanase (Whipps 2001).
Berbagai macam mikroorgansime yang terdapat dalam rizosfer dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman . Secara umum jumlah bakteri di dalam
tanah lebih banyak dari pada jumlah cendawan. Beberapa genus bakteri rizosfer
adalah Pseudomonas, Agrobacterium, Azotobacter, Mycobacter, Flavobacter,
Cellulomonas, Micrococcus, dan Bacillus. Bakteri ini merupakan bakteri gram
positif yang berpotensi sebagai biological solution, karena dapat tahan terhadap
panas dan kemampuannya membentuk endospora. Genus Paenibacillus diketahui
dapat meningkatkan pertu