Peranan Beberapa Jenis Serangga Sebagai Vektor Penyakit Darah pada Tanaman Pisang

PERANAN BEBERAPA JENIS SERANGGA
SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT DARAH
PADA TANAMAN PISANG

BETTY SAHETAPY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Peranan Beberapa
Jenis Serangga Sebagai Vektor Penyakit Darah pada Tanaman Pisang adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013
Betty Sahetapy
NRP A361080011

RINGKASAN
BETTY SAHETAPY. Peranan Beberapa Jenis Serangga sebagai Vektor
Penyakit Darah pada Tanaman Pisang. Dibimbing oleh NINA MARYANA,
SJAFRIDA MANUWOTO dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.
Penyakit darah pisang disebabkan oleh blood disease bacterium (BDB).
Bakteri ini dapat ditularkan melalui bibit yang terinfeksi, peralatan pertanian,
tanah yang terbawa air, kontak akar dan serangga pengunjung bunga pisang.
Penelitian diawali dengan pengumpulan contoh serangga di Kecamatan Padang
Tiji, Kabupaten Pidie, Propinsi Banda Aceh. Lokasi ini merupakan daerah
endemik penyakit darah pisang. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor sedangkan isolasi, deteksi dan identifikasi BDB

dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai April 2013. Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengamati kelimpahan dan mengidentifikasi serangga
pengunjung bunga pisang, mengidentifikasi isolat BDB yang berasal dari bagian
permukaan dan internal tubuh serangga, deteksi dan identifikasi BDB dari
tanaman dan bagian tubuh serangga dengan teknik PCR, dan menguji beberapa
serangga berpotensi vektor dalam uji penularan BDB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga yang ditemukan di area
pertanaman pisang Desa Capah Paloh 1, Capah Paloh 2, Simpang Betung 1,
Simpang Betung 2 dan Pante Cermin adalah tergolong dalam ordo Diptera dan
Hymenoptera.
Drosophilidae (Diptera) ditemukan lebih dominan di antara
serangga-serangga tersebut. Kemudian dilakukan juga pengamatan terhadap
kelimpahan serangga dan kejadian penyakit.
Hasil penelitian di kelima desa contoh menunjukkan bahwa persentase
kejadian penyakit darah pisang tertinggi terjadi di desa Simpang Betung 1 yaitu
96.90% dan persentasi terendah terjadi di Desa Pante Cermin yaitu 40.68%.
Rataan kejadian penyakit dari kelima desa contoh adalah 80.36%. Terdapat
korelasi positif antara kelimpahan serangga Drosophilidae dengan kejadian

penyakit darah pisang, yaitu semakin tinggi kelimpahan serangga semakin tinggi
pula kejadian penyakit.
Data mengenai budidaya dan penegelolaan tanaman pisang di Provinsi Aceh
tersebut dilakukan dengan mewawancarai 50 orang petani pisang menggunakan
kuesioner terstruktur dengan sebagian pertanyaan bersifat terbuka. Parameter yang
ditanyakan petani meliputi umur, pendidikan dan pemahaman petani mengenai
penyakit darah pisang. Pemahaman petani mengenai penyakit darah pisang sangat
minim. Petani responden sama sekali tidak mengetahui tentang penyakit darah
pisang pada awal penanaman. Hal ini baru diketahui setelah tanaman pisang di
lahannya menunjukkan gejala akibat serangan penyakit darah pisang. Penanganan
untuk menekan serangan penyakit darah sudah terlambat karena dari awal
penanaman tidak ada penyuluhan mengenai penyakit yang menyerang pisang dan
penanganannya. Umur petani yang berkisar antara 31-50 tahun merupakan umur
produktif dan mempunyai kemampuan untuk bekerja keras dalam pengelolaan
usaha tani pisangnya. Pendidikan petani responden yang umumnya adalah SLTP

iv

dan SLTA memungkinkan petani untuk bisa menerima teknologi atau inovasi
terbaru untuk bisa digunakan dalam memajukan dan mengembangkan usaha

taninya sehingga upaya menekan serangan penyakit darah dapat lebih baik
dilakukan.
BDB berhasil diisolasi dari tubuh serangga, baik permukaan luar maupun
internal. Hasil isolasi dan identifikasi BDB dari serangga ordo Diptera
(Drosophilidae, Tephritidae dan Muscidae) menunjukkan bahwa seranggaserangga tersebut memiliki kapasitas membawa bakteri tersebut dan berpotensi
sebagai vektor BDB.
Bakteri yang diisolasi diidentifikasi uji gram,
hipersensitifitas dan patogenitas. Satu genus yang tergolong dalam famili
Drosophilidae diuji penularan lebih lanjut secara artifisial dari buah pisang ke
Heliconia dan menunjukkan serangga tersebut berpotensi sebagai vektor karena
kemampuannya dalam menularkan BDB ke tanaman sehat yang kemudian
menunjukkan gejala sakit. Keberadaan BDB pada tanaman yang ditularkan positif
terdeteksi melalui uji PCR.
Deteksi PCR dilakukan dengan menggunakan sepasang primer universal
untuk Ralstonia solanacearum 759F dan 760 R terhadap isolat yang berasal dari
bagian luar tubuh serangga dan bagian dalam tubuh serangga serta isolat asal
tanaman. Hasil deteksi PCR menunjukkan hasil yang
positif dengan
teramplifikasi pada ukuran 281 bp. Selanjutnya dilakukan uji penularan BDB
dengan menggunakan serangga Drosophilidae sebagai salah satu serangga yang

berpotensi sebagai vektor BDB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga Drosophilidae mampu
menularkan patogen ke tanaman Heliconia yang sehat. Hal ini dibuktikan dengan
gejala yang muncul pada bunga. Bunga yang bergejala kemudian diisolasi dan
dideteksi keberadaan BDB secara molekuler, hasilnya menunjukkan positif
dengan munculnya pita pada ukuran 281 bp.
Kata kunci : blood disease bacterium, pisang, serangga, Drosophilidae, PCR

SUMMARY
Banana blood disease is caused by blood disease bacterium (BDB). These
bacteria can be transmitted through the infected seeds, agricultural equipment,
water-borne soil, roots contact and insects visiting banana flower. The study
begins with the collection of samples of insects in Padang Tiji Subdistrict, Pidie
Regency, Banda Aceh Province. This location is a banana blood disease endemic
area. Identification of insects was conducted in Insects Biosystematic Laboratory,
Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural
University, while the isolation and identification of BDB was conducted in Plant
Bacteriology Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture,
Bogor Agricultural University.
The study was conducted from November 2011 until April 2013. The

objactives of this study is to observe abundance and to identify insects which visit
banana flower, to identify BDB isolated from external and internal insect body, to
detect and identify of BDB from plant and insect body parts by PCR, and to
examine suspected insect as BDB vector through transmission assay artificially
from BDB-infested banana fruit to Heliconia plant.
The results showed that the insects found in the area of banana plants in
Capah Paloh 1, Capah Paloh 2, Simpang Betung 1, Simpang Betung 2 and Pante
Cermin Villages are belong to Diptera and Hymenoptera Orders. Drosophilidae
(Diptera) are found predominantly among these insects. insect abundance and
disease incidence were also observed.
The results in the five sample villages showed that the highest percentage of
banana blood disease incidence occurred in Simpang Betung 1 village that was
96.90% and the lowest percentage occurred in Pante Cermin village that was
40.68%. The average incidence of the five sample villages was 80.36%. There is a
correlation between the abundance of insects Drosophilidae with banana blood
disease incidence. Primary data collection was conducted by interviewing 50
banana farmers using a structured questionnaire with mostly open-ended
questions. Parameters asked to farmers were age, education and understanding of
banana blood disease.
Farmers knowledge about banana blood disease was very litle. Farmer

generally did not aware that banana blood disease occured at the beginning of the
planting. They realized that their plant already infected with the disease when the
plants begun to show symptoms of the disease. Treatment to suppress the blood
disease was late because of no counseling about the disease affecting banana and
its handling. Whereas, the age of farmers are ranging from 31 to 50 showed that
they are still in productive age and has the ability to be able to work harder,
especially in the management of the banana farm. Farmer respondents’ education
that are junior and senior high school should make it easier to farmers to receive
latest technology or innovation to be used in advancing and developing their farm
so that efforts to suppress the blood disease can be done better.
BDB was successfully isolated from the whole body of the insect. Results of
isolation and identification of BDB to the Diptera order (Drosophilidae,
Tephritidae and Muscidae) showed that these insects were expected as vectors of
BDB. Isolated bacteria were confirmed through grams, hypersensitivity and

vi

pathogenicity tests. A genus belonging to the Drosophilidae family showed as a
vector due to its ability to transmit BDB on healthy plants.
The BDB was positivelly detected in transmitted plants that through the

PCR test. PCR detection using Ralstonia solanacearum Primer 759F and 760 R of
the isolates originating from outside body parts of insects, inside body parts of the
insect and plant origin isolates. PCR detection showed positive results with the
ribbon appeared. Further, BDB transmission test using Drosophilidae as insects
potentially as vectors BDB was done and the results showed that Drossophilidae
insects are capable of transmitting pathogens to a healthy Heliconia plant. This is
proven with symptoms appeared on treated flower parts. The symptomed flower
was isolated and the existense of BDB was molecularly detected. The results
positively showed the tape at 281 bp.
Keywords: blood disease bacterium, banana, insects, Drosophildae, PCR

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


PERANAN BEBERAPA JENIS SERANGGA
SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT DARAH
PADA TANAMAN PISANG

BETTY SAHETAPY

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.

2. Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Budi Tjahjono, M.Si.
2. Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi : Peranan Beberapa Jenis Serangga Sebagai Vektor
Penyakit Darah pada Tanaman Pisang
Nama
: Betty Sahetapy
NRP
: A361080011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si.
Ketua

Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

Anggota

Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

Tanggal Ujian: 19 Juli 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Lulus:

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian
dan penulisan disertasi yang berjudul “Peranan Beberapa Jenis Serangga Sebagai
Vektor Penyakit Darah pada Tanaman Pisang”. Disertasi ini dibuat sebagai salah
satu syarat bagi mahasiswa pascasarjana program S3 untuk meraih gelar Doktor
pada Program Studi Entomologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada komisi
pembimbing Ibu Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. sebagai ketua dan Ibu Prof. Dr. Ir.
Sjafrida Manuwoto, M.Sc. serta Bapak Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi.
sebagai anggota, atas pengarahan dan bimbingan yang telah diberikan mulai
penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir Aunu Rauf, M.Sc. dan Dr. Ir.
Pudjianto, M.Sc. selaku Penguji pada ujian Prakualifikasi lisan, Dr. Ir. Abdjad
Asih Nawangsih, M.Si. dan Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si. yang telah meluangkan
waktu sebagai penguji pada ujian tertutup. Saran, kritik dan pertanyaan sangat
membantu penulis dalam penyempurnaan disertasi. Selain itu, ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada Dirjen Dikti, Rektor IPB, Dekan Sekolah
Pascasarjana IPB berserta seluruh Staf Pengajar Program Studi Entomologi yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan studi pada
Program Studi Entomologi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Pattimura, Dekan
Fakultas Pertanian serta Ketua Program Studi Agroekoteknologi atas izin dan
kesempatan yang diberikan untuk mengikuti tugas belajar di Program Doktor
Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi,
Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia atas bantuan Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana (BPPS). Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Pemerintah Daerah Maluku yang telah memberikan bantuan dana untuk
penelitian.
Kepada Bapak Dr. Ir. Giyanto, M.Si. dan Ibu Ir. Ivonne Oley Sumaraw,
M.Si. dan rekan-rekan di laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman IPB, Forum Wacana Pascasarjana, penulis menyampaikan
terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan waktu yang diluangkan untuk
berdiskusi. Terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Widodo, MSi, Bapak Wawan,
Bapak Abdullah Ali, Ibu Nurbaity, sahabatku Ibu Efi Masauna yang telah banyak
membantu penulis mulai penelitian sampai selesainya penelitian.
Kepada papa Octofianus Marcus Sahetapy (Alm) dan mama Fransina
Martha Sahetapy/Matulatua (Alm) yang telah memberikan kasih sayang serta doa,
kakak-kakakku dengan keluarganya, mami Jacoba Sarah Apituley, kakak-kakak
ipar dengan keluarganya terima kasih untuk kasih sayang dan doa serta semangat
yang selalu diberikan kepada penulis.
Terima kasih yang setulus-tulusnya kepada suami tercinta James Johannes
Apituley dan anak-anakku terkasih Adventio Christiano Apituley dan Angelo
Johenry Apituley terimakasih atas kasih sayang, doa, dukungan, semangat yang
selalu diberikan selama penyelesaian pendidikan ini. Ucapan yang sama untuk

adikku Aleta Benu terima kasih untuk semua dukungan dan semangat serta doa.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak sempat
disebut satu per satu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan studi. Semoga budi baik dan semua yang sudah diberikan
mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga disertasi ini dapat
berguna bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2013
Betty Sahetapy

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
I.
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Tahapan Penelitian
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
Sejarah Perkembangan dan Penyebaran Penyakit Darah di Indonesia 4
Karakteristik Penyakit Darah
5
Kisaran Inang
6
Penularan dan Penyebaran penyakit
6
Jenis-jenis Serangga yang Berpotensi Sebagai Vektor BDB pada
Tanaman Pisang
7
Potensi Serangga dalam Penyebaran Bakteri Patogen Tumbuhan
7
Tanaman Pisang
8
Interaksi Serangga dan Bunga Pisang
9
Interaksi Serangga dan Bakteri
10
III. KELIMPAHAN DAN IDENTIFIKASI SERANGGA
PENGUNJUNG BUNGA TANAMAN PISANG
11
Abstrak
11
Abstract
11
Pendahuluan
12
Bahan dan Metode
13
Hasil dan Pembahasan
14
Kesimpulan
21
Daftar Pustaka
21
IV. IDENTIFIKASI DAN DETEKSI BLOOD DISEASE
BACTERIUM YANG DIISOLASI DARI TUBUH
SERANGGA
24
Abstrak
24
Abstract
24
Pendahuluan
24
Bahan dan Metode
25
Hasil Dan Pembahasan
27
Kesimpulan
33
Daftar Pustaka
33
V. UJI PENULARAN BDB PADA SERANGGA YANG
BERPOTENSI SEBAGAI VEKTOR
35

DAFTAR ISI (lanjutan)
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil Dan Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka
VI. PEMBAHASAN UMUM
VII. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN
VIII. DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

35
36
35
36
38
43
43
45
48
49
56
59

DAFTAR TABEL
1. Serangga pengunjung bunga pisang yang tertangkap perangkap lekat
di desa contoh
2. Serangga yang tertangkap jaring serangga di desa contoh
3. Kelimpahan serangga pengunjung bunga pisang
4. Umur responden
5. Latar belakang pendidikan responden
6. Pekerjaan petani responden selain usaha tani pisang
7. Pengalaman petani responden dalam berusaha tani pisang
8. Luas lahan dalam pengusahaan tanaman pisang
9. Sistem budidaya pisang
10. Pengendalian gulma, hama dan penyakit (%)
11. Sistem pemasaran pisang yang dilakukan petani responden
12. Skoring penilaian gejala kelayuan
13. Skala virulensi
14. Hasil pengujian hipersensitif, patogenisitas dan PCR beberapa isolat
bakteri asal serangga
15. Kejadian penyakit dan masa inkubasi pada uji penularan dengan
serangga
16. Hasil uji PCR dengan Primer 759F dan 760R pada beberapa isolat
asal tanaman dan serangga
17. Ukuran dan lama hidup imago Drosophilidae

14
15
16
17
18
18
18
19
19
20
20
27
27
32
40
42
43

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

Peta tahapan penelitian peranan beberapa jenis serangga sebagai
vektor penyakit darah pada tanaman pisang
Bunga Pisang
Analisa regresi linear kelimpahan serangga Drosophilidae dan
kejadian penyakit

3
9
17

viii

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Karakteristik koloni BDB yang diisolasi dari bagian tubuh serangga
Karakteristik koloni BDB yang diisolasi dari buah pisang pada
media TZC
Uji Hipersensitif pada daun tembakau
Perkembangan gejala penyakit darah pada pisang Cavendish

Visualisasi DNA hasil PCR meggunakan primer 759F dan 760R
Kurungan yang berisi tanaman Heliconia yang digunakan sebagai
tenaman uji
Sumber inokulum
Serangga Drosophilidae
Tanaman Heliconia
Isolat BDB asal bunga hasil uji penularan
Isolat BDB asal serangga hasil uji penularan pada media TZC
Visualisasi DNA hasil PCR menggunakan Primer 759F dan 760R
Fase perkembangan seranga Drosophilidae

28
28
29
29

33
37
37
38
39
41
42
42
44

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Kabupaten Pidie, Propinsi Banda Aceh
53
2. Kuesioner petani
56
3. Komposisi bahan kimia masing-masing media yang digunakan
untuk pembiakan bakteri
58
4. Uji patogenisitas pada tanaman pisang Cavendish
55

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pisang merupakan komoditas buah unggulan Indonesia yang dipilih
berdasarkan nilai ekonomis dan strategis karena relatif besar volume produksinya
dibandingkan dengan komoditas buah lainnya (Deptan 2012). Tanaman pisang dapat
tumbuh subur di dataran tinggi atau dataran rendah serta pada iklim basah maupun iklim
kering. Buah pisang berbuah sepanjang tahun karena tidak tergantung pada musim.
Rataan produksi pisang per tahun di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir
(2003 – 2012) adalah sebesar 5.51 juta ton (BPS 2013). Produksi terendah terjadi pada
tahun 2003 yaitu 4.17 juta ton dan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu 6.37
juta ton. Produksi pisang ditahun 2012 mencapai 6.13 juta ton.
Tanaman pisang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi apabila dikelola secara
intensif dan berorientasi agribisnis. Tanaman pisang di Indonesia umumnya ditanam
dengan input produksi dan perhatian yang rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan
usaha untuk meningkatkan produksi tanaman pisang menjadi lebih sulit, padahal
tanaman ini dapat tumbuh di berbagai tempat, baik di pekarangan sekitar rumah maupun
di lahan-lahan sawah (Subandiyah et al. 2005). Di samping budidayanya yang kurang
baik, hama dan penyakit tanaman juga menjadi kendala tersendiri dalam usaha
meningkatkan produksi tanaman pisang. Penyakit darah merupakan salah satu penyakit
yang menyerang pertanaman pisang di samping penyakit layu Fusarium dan Sigatoka.
Penyebaran penyakit darah ini dapat terjadi melalui bibit (anakan pisang), tanah, alatalat pertanian dan serangga (Suspendy 2001).
Penyakit darah pada tanaman pisang disebabkan oleh blood disease bacterium
(BDB) (Eden-Green & Sastraatmadja 1990). Nama lain dari BDB masih belum ada
kesepakatan, kadang-kadang disebut Ralstonia solanacearum, walaupun nama ini tidak
dianjurkan (CABI 2003). BDB sebelumnya dikenal dengan nama Pseudomonas
solanacearum atau Ralstonia solanacearum (E.F. Smith) Yabuuchi et al. Ras 2 yang
menyebabkan penyakit layu bakteri, tetapi karena adanya perbedaan kultur dan reaksi
biokimia antara BDB dan R. solanacearum, maka nama BDB lebih tepat digunakan
untuk penyebab penyakit pada tanaman pisang yang menunjukkan gejala penyakit darah
(CPC 2005).
Penyakit darah pisang sejak beberapa tahun yang lalu hingga sekarang masih
mewabah hampir di seluruh daerah sentra produksi pisang di Indonesia. Pada tahun
2004, jumlah tanaman pisang yang terserang dilaporkan mencapai
2 116 829 rumpun
(Ditlinhorti 2005).
Kejadian penyakit darah dan penyebarannya di lapangan sangat tinggi. Hal ini
disebabkan oleh belum adanya tanaman pisang yang tahan terhadap penyakit ini dan
tingginya potensi penularan patogen (Sequeira 1998).
Sampai sejauh ini belum ada informasi yang meyakinkan mengenai serangga yang
berperan sebagai vektor dalam penyebaran penyakit BDB. Banyak penelitian yang
sudah dilakukan terhadap serangga yang berperan sebagai vektor tetapi masih
menghasilkan data yang menyatakan serangga yang berpotensi sebagai vektor.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah:
1. Mengamati kelimpahan dan mengidentifikasi serangga pengunjung bunga pisang.
2. Mengidentifikasi BDB dari isolat yang dibuat dari bagian-bagian tubuh serangga.
3. Deteksi dan identifikasi BDB dari tanaman dan bagian tubuh serangga dengan
teknik PCR.
4. Menguji beberapa serangga berpotensi vektor dalam uji penularan BDB.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam menyediakan informasi tentang
peranan beberapa jenis serangga sebagai vektor penyakit darah pada tanaman pisang
sehingga dapat menetapkan strategi pengandalian untuk mendapatkan tanaman pisang
yang bebas dari serangan penyakit darah.

Tahapan Penelitian
Strategi penelitian yang ditempuh dalam mencapai tujuan yang telah diuraikan
meliputi tahapan penelitian sebagai berikut: (1). Survei, menghitung kelimpahan
serangga, kejadian penyakit dan mengidentifikasi serangga. (2). Identifikasi dan deteksi
Blood Disease Bacterium yang diisolasi dari tubuh serangga. (3). Uji penularan BDB
pada serangga yang berpotensi sebagai vektor. Bagan alur dari tahapan penelitian
disajikan pada Gambar 1.

3

Tanaman pisang yang bebas dari
penyakit darah
Strategi
pengendalian

Kelimpahan dan
identifikasi
serangga
pengunjung bunga
tanaman pisang
(Penelitian I)

Mengetahui jenis-jenis
serangga pengunjung
bunga pisang
Hubungan kelimpahan
serangga dengan
kejadian penyakit

Pengelolaan
tanaman
Memanipulasi
lingkungan

Profil petani dan
pemahamannya tentang
penyakit darah pisang

Karakteristik BDB dari
isolat asal serangga
Identifikasi dan
deteksi BDB yang
disolasi dari tubuh
serangga
(Penelitian II)

Uji penularan
BDB pada
serangga yang
berpotensi sebagai
vektor
(Penelitian III)

Deteksi keberadaan
BDB dari isolat asal
serangga
Mengetahui seranggaserangga yang
berpotensi sebagai
vektor
Kemampuan serangga
dalam menularkan
patogen BDB

Biologi,
morfologi dan
ekologi vektor

Isolasi dan deteksi
keberadaan BDB pada
serangga dan bagian
tanaman yang tertular
patogen

Gambar 1. Tahapan penelitian peranan beberapa jenis serangga sebagai vektor
penyakit darah pada tanaman pisang. Kotak bergaris tebal adalah tahapan
penelitian yang merupakan bagian dari disertasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Perkembangan dan Penyebaran Penyakit Darah di Indonesia
Penyakit darah pada tanaman pisang merupakan penyakit penting dan berbahaya
karena penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian massal tanaman dalam waktu
singkat sehingga menurunkan produksi. Penyakit darah pertama kali mewabah tahun
1910 di pulau Selayar (Sulawesi Selatan) yang menyebabkan terhentinya pengiriman
lebih kurang 900 ribu sisir pisang tiap tahunnya ke Makassar (Semangun 2000).
Beberapa tahun kemudian, penyakit darah sudah meluas hampir ke seluruh Sulawesi
Selatan (Gaumann 1923). Sejak tahun 1921 melalui lembaran Negara nomor 532,
pemerintah melarang pengangkutan tanaman atau bagian-bagian tanaman pisang dari
Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya ke wilayah lain untuk mencegah penyebaran
penyakit darah (Semangun 2000).
Penyakit darah dilaporkan terdapat di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Utara serta Jonggol, Jawa Barat (Eden-Green et al. 1988); (Satari &
Sumarauw 1990), Yogyakarta dan Jawa Tengah (Arwiyanto 1988) dan Jawa Timur
(Sumardiono et al. 1997). Tahun 1993, penyakit darah mewabah di Lampung
(Cahyaniati et al. 1997) dan di beberapa sentra produksi pisang lainnya di Sumatera
(Kusumoto 2004). Penyakit darah telah menyebar ke berbagai daerah pertanaman pisang
di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan juga terdapat di hampir semua
negara produsen pisang (Ditlihorti 2005).
Sejak tahun 1987-1990, beberapa ilmuwan di berbagai tempat di Indonesia
melakukan pengamatan penyakit secara mandiri. Di Sulawesi, penyakit BDB secara
aktif mulai menyebar ke Selatan, Utara dan Sulawesi Tengah (Eden-Green et al. 1988;
Stover & Espinoza 1992). Sejak temuan pertama di Jonggol, dekat Jakarta pada tahun
1987 oleh Eden-Green et al. 1988), penyakit ini telah ditemukan di berbagai lokasi di
Jawa Barat (Hanudin et al. 1993; Satari dan Sumarauw 1990; Supriadi et al. 1995). Di
Yogyakarta, Jawa Tengah, penyakit ini juga diamati (Arwiyanto, 1988), sedangkan dari
Jawa Timur penyakit ini juga dilaporkan (Sumardiyono et al. 1997; Masnilah et al.
2001; Mulyadi & Hernusa 2001). Di Sumatera, penyakit darah diakui pada tahun 1993
di Lampung (Cahyaniati et al. 1997; Dikin et al. 1997). Di luar Sumatera dan Jawa,
penyakit ini ditemukan pada tahun 1994/1995 di Bali (Sudana et al. 1999), Lombok dan
pulau Sumbawa tahun 1998/1999 (Supeno 2001).
Eden-Green (1994) memperkirakan penyebaran penyakit darah terjadi dengan
kecepatan 100 km/tahun dan mengatakan hal ini mengancam semua tanaman pisang di
Indonesia karena tidak ada aktifitas yang signifikan untuk menghentikan penyakit
tersebut. Penyakit tampaknya semakin menyebar kearah timur dari pemunculan
pertamanya di Jonggol, dekat Jakarta yaitu mengarah ke sepanjang pantai utara Jawa,
Bali, Lombok dan Sumbawa. Ke arah barat menyebar ke Lampung dan Solok di
Sumatera. Sumber penyakit dapat berasal dari berbagai sumber independen seperti dari
Sulawesi ke Kalimantan, Ambon dan Irian Jaya.
Serangan terparah pernah terjadi di daerah Kalimantan Timur pada tahun 2004
dengan kisaran luas serangan antara 1 000 000 sampai 1 200 000 pohon. Kisaran luas
serangan di Jawa Barat dari tahun 2003 sampai 2005 berkisar antara 10 000 sampai 100
000 pohon.

5

Karakteristik Penyakit Darah
Gejala penyakit darah dicirikan oleh gejala luar dan gejala dalam. Gejala luar
dapat dilihat pada tajuk tanaman dan pada buah, sedangkan gejala dalam dapat dilihat
pada berkas pembuluh batang dan pada daging buah. Gejala luar mulanya terlihat pada
daun tua yang berubah warna menjadi kuning, melemah (flaccid) kemudian patah pada
bagian pangkalnya sehingga daun terlihat patah menggantung, setelah itu warna daun
menjadi kuning kemudian terjadi nekrosis dan akhirnya mengering. Gejala dalam dapat
diamati pada bidang potongan bonggol, batang dan buah. Pada bagian bonggol akan
terlihat lendir berwarna putih susu atau coklat kehitaman yang merupakan massa
bakteri. Kulit buah sering tampak normal, kadang-kadang ada yang tampak kuning
terlalu dini dan kemudian menghitam. Bila buah di potong, bagian dalam buah terlihat
berwarna merah kecoklatan atau menjadi busuk berlendir (Tjahjono & Eden-Green
1988; Eden–Green & Sastraatmadja 1990; Satari & Sumarauw 1990).
Gejala penyakit darah mirip dengan gejala penyakit moko yang terdapat pada
tanaman pisang di Amerika Selatan (Eden-Green & Sastraatmadja (1990) dan gejala
penyakit bugtok di Filipina yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum Ras 2
(Yabuuchi et al. 1995). Namun demikian, karakter penyebab penyakit darah sedikit
berbeda dengan R. solanacearum.
Penyebab penyakit darah pada tanaman pisang yang mulanya dikenal dengan
nama Pseudomonas celebensis Gaum (Gaumman 1923 dalam Semangun 2000), secara
fenotip dan genetik berbeda dengan R. solanacearum yang umum dikenal sebagai
penyebab penyakit layu (Fegan 2005). Karakter koloni kultur penyebab penyakit darah,
di antaranya berbentuk bulat (mukoid), tumbuh lambat, agak lengket (viscid), tidak
fluidal, ukuran koloni kecil-kecil (0,5-2mm) setelah diinkubasi selama 72-96 jam pada
suhu 28º C (Baharuddin 1994; Supriadi 1999). Secara fisiologis, karakter penyebab
penyakit darah hampir mirip dengan R. solanacearum, perbedaannya adalah penyebab
penyakit darah tidak mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit dan tidak mampu
menghidrolisis gelatin (Baharuddin 1994).
Secara genetik, penyebab penyakit darah berbeda dengan R. solanacearum
(Thwaites et al. 1998; Fegan 2005) tetapi berkerabat dekat dengan Pseudomonas syzygii
(Fegan et al. 1998) penyebab penyakit pada tanaman cengkeh. Selain itu penyebab
penyakit darah bersifat lisogenik sedangkan R. solanacearum tidak bersifat lisogenik
(Supriadi 2003). CABI (2003) lebih menganjurkan nama penyebab penyakit darah
adalah blood disease bacterium (BDB) dengan nama penyakitnya adalah penyakit
darah. Ciri-ciri BDB di antaranya adalah ukuran bakteri sekitar 0.5 x 1.0-1.5 µm,
berbentuk batang, gram negatif, tidak aktif bergerak, berflagel, koloni tumbuh lambat,
tidak fluidal, pinggiran rata, dan bagian tengah koloni berwarna merah tua pada media
TZC dan koloninya tidak berfluoresens pada media King’s.
Supriadi (1994) mengemukakan bahwa biakan dari penyakit darah tumbuh
lambat, berbentuk bulat dan agak lengket, koloni kecil (diameter 2-3 mm) pada medium
SPA atau CPG sesudah 72-96 jam pada suhu 29º C. Ciri dari strain BDB adalah gram
negatif, tidak ada fermentasi, reaksi oksidasi dan katalase positif serta adanya akumulasi
poly-ß- hidroksibutirat. Pada media TTC koloni bakteri ini berukuran kecil kurang dari
5 mm, tidak fluidal dan tidak motil, reaksi hipersensitifnya bersifat positif (Eden-Green
1994).

6

Kisaran Inang
BDB secara umum dapat menyerang berbagai jenis pisang yang dibudidayakan.
Hasil survey Muharam et al. (1992) menemukan bahwa di Jawa Barat, pisang ambon
putih paling rentan terhadap penyakit darah sedangkan di Sulawesi Selatan, pisang
kepok paling umum di jumpai terserang. Menurut Baharuddin (1994), hasil pengujian
terhadap 20 spesies tanaman diketahui bahwa BDB mampu menimbulkan gejala
penyakit pada Heliconia collinsiena, H. revolata, Strelitzia reginae, Canna indica,
Solanum ningrum, dan Asclepias currasiva, tetapi tidak mampu menimbulkan gejala
penyakit pada beberapa tanaman yang merupakan inang utama R. solanacearum, seperti
tomat, buncis, tembakau, cabai, kacang tanah, kentang dan terung. Berdasarkan uji
serologi ternyata penyakit darah (P. celebensis) pada pisang di Indonesia juga
mempunyai kemiripan dengan bakteri pada cengkeh (P.syzygii) dan R. solanacearum
(Robinson, 1994). Supriadi (1994) mengemukakan bahwa 10 isolat penyakit darah yang
diinokulasikan ke tanaman pisang varietas ambon, dapat mematikan tanaman pada umur
3-6 minggu setelah inokulasi. Sedangkan isolat penyakit darah lainnya tidak dapat
menimbulkan gejala pada tomat, jahe atau gulma.

Penularan dan Penyebaran Penyakit
Penyebaran penyakit darah pada pisang di Indonesia yang sangat cepat diduga
kuat melalui bibit dan serangga (Eden-Green & Sastraatmadja 1990; Eden-Green 1994;
Supriadi 1999, 2005). Jenis-jenis serangga vektor yang diduga menyebarkan R.
solanacearum ras pisang di Indonesia adalah serangga pengunjung bunga pisang (male
flowering insects), seperti Chloropidae, Drosophilidae, Platypezidae, Culicidae,
Muscidae, Antomyiidae, Sarcopangidae (Diptera), Coleophoridae (Lepidoptera),
Blattidae (Blattodea) dan Apidae (Hymenoptera) yang diduga sebagai vektor
(Leiwakabessy 1999).
Menurut CABI (2003), infeksi yang diperkirakan umum terjadi adalah melalui
serangga pengunjung bunga seperti yang terjadi pada penyebab penyakit moko.
Selanjutnya patogen dapat bertahan beberapa minggu dalam buah (Denny & Hayward
2001). Berdasarkan sifat gejala dalam, patogen diperkirakan menyebar dari buah
menuju anakan melalui berkas pembuluh (CABI 2003). Gaumann (1923) menyatakan
bahwa patogen mampu bertahan dalam tanah selama 1 tahun, kemudian dari dalam
tanah patogen dapat menginfeksi akar tanaman melalui luka. Stover (1972) melaporkan
R. solanacearum ras pisang dapat bertahan di dalam tanah selama 3-18 bulan. Infeksi
BDB melalui serangga berawal pada bunga berkembang ke arah buah dan tangkai
tandan menuju batang sejati hingga ke bonggol dan akar. Penyebaran selanjutnya terjadi
melalui perakaran, tanah, air, dan alat pertanian.
Penyebaran jarak jauh terjadi melalui distribusi materi tanaman sakit seperti tunas
dan buah. Walaupun bersifat soil borne, BDB mengalami penurunan populasi yang
cukup cepat di dalam tanah hingga tersisa sekitar 5% setelah terlepas di dalam tanah
selama 6 bulan. Sebelum menemukan kembali inangnya bakteri ini mampu bertahan
hidup pada tanaman sekerabat pisang seperti Heliconia spp. dan Canna spp (Syahdu et
al. 2007).
Oleh karena itu, sanitasi kebun perlu lebih diperhatikan. Data tentang berbagai
metode penyebaran R. solanacearum mengindikasikan bahwa patogen ini sangat mudah
menyebar, baik melalui benih, air, tanah, maupun serangga, sehingga sulit dikendalikan
jika telah menjadi wabah (outbreak).

7

Jenis-jenis Serangga yang Berpotensi Sebagai Vektor BDB pada Pertanaman
Pisang
Serangga-serangga yang mengunjungi bunga pisang dapat berperan menjadi agen
utama dalam penyebaran patogen penyebab layu bakteri. Leiwakabessy (1999)
menyatakan ada beberapa jenis serangga yang berpotensi sebagai agen penyebar
penyakit layu bakteri antara lain dari ordo Hymenoptera (Apidae), Diptera
(Chloropidae, Sciaridae, Sarcophagidae, Anthomyiidae, Platypezidae, Tephritidae.
Drosophilidae, Muscidae, Syrphidae, Culicidae), Lepidoptera (Coleophoridae),
Blattidae (Blattodea).
Subandiyah et al. (2005) melaporkan ada dua spesies serangga dominan di daerah
pertanaman pisang di Yogyakarta yang mempunyai intensitas penyakit darah pisang
yang tinggi. Serangga tersebut adalah Erionota thrax (Hesperiidae) dan Cosmopolites
sordidus (Curculionidae). Mairawita et al. (2012) melaporkan juga bahwa pada tanaman
pisang yang terserang penyakit darah di Sumatera Barat ditemukan empat ordo serangga
yang berperan yaitu Hymenoptera, Diptera, Lepidoptera dan Hemiptera. Hal ini
memperkuat pendapat bahwa serangga merupakan salah satu faktor yang berperanan
penting dalam penularan BDB selain melalui bibit terinfeksi, alat-alat pemangkasan,
tanah yang dihanyutkan air maupun kontak akar.

Potensi Serangga dalam Penyebaran Bakteri Patogen Tumbuhan
Harris dan Maramorosch (1980) menyatakan bahwa bakteri masuk ke dalam
jaringan tanaman melalui lubang-lubang alami seperti stomata, hidatoda dan lentisel
atau juga melalui luka yang diakibatkan oleh gigitan serangga. Selain itu sel-sel bakteri
akan bertahan di dalam tubuh serangga jika kondisi lingkungan kurang menguntungkan
untuk perkembangannya.
Sel-sel bakteri melekat pada permukaan tubuh serangga sebagai kontaminan
maupun masuk ke dalam saluran pencernaan serangga. Sel-sel ini akan terbawa pada
saat serangga makan, mengisap nektar bunga atau meletakkan telur (oviposisi), yang
kemudian akan menimbulkan luka sebagai tempat masuk bagi bakteri patogen
tumbuhan (Atkins 1978).
Menurut Harris dan Maramorosch (1980) serangga membantu penyebaran bakteri
patogen tumbuhan melalui beberapa cara, 1. serangga membantu survival bakteri
patogen; 2. penyebaran inokulum primer maupun sekunder dari satu tanaman ke
tanaman yang lain; 3. menimbulkan luka yang diperlukan sebagai jalan masuk bagi
bakteri patogen ke dalam jaringan tanaman inang; 4. membantu bakteri patogen
bertahan dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
Tanaman Pisang
Tanaman pisang termasuk dalam famili Musaceae, ordo Scitmineae. Famili
Musaceae terdiri dari genus Ensete dan Musa. Semua varietas yang buahnya tidak dapat
dimakan termasuk dalam genus Ensete sedangkan yang buahnya dapat dimakan
dimasukkan dalam genus Musa. Genus Musa terdiri dari 4 seksi yaitu: australimusa,
callimusa, eumusa dan rhodochlamys (Simmonds 1959).
Beberapa varietas pisang yang ditemukan di Indonesia mempunyai nama yang
khas sesuai dengan daerah asalnya, misalnya pisang ambon putih, ambon hijau, pisang
barangan, pisang raja, pisang nangka, pisang tanduk, pisang muli, pisang kepok dan
pisang raja sereh. Di Indonesia terdapat lebih kurang 200 kultivar pisang termasuk
kerabat liarnya, yang terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok kultivar eumusa dan

8

kultivar australimusa. Kelompok kultivar eumusa merupakan pisang komersil yang
banyak mendominasi pasar pisang di Indonesia maupun luar negeri (Nasution 1992).
Tanaman pisang terdiri dari bonggol (corm) dengan anakan (sucker), akar, batang
semu dan rangkaian bunga (inflorescence). Bonggol merupakan batang sebenarnya dari
tanaman pisang yang dalam keadaan normal berada di bawah permukaan tanah.
Meristem apical berada paling atas selama siklus pertumbuhan vegetatif. Meristem
apical secara terus menerus menghasilkan daun baru yang berasal dari bagian tepi
meristem apical. Setelah inisiasi bunga maka meristem apical akan menjadi rangkaian
bunga dan tumbuh dengan cepat pada bagian atas tanaman (Simmonds 1959).
Rangkaian bunga berbentuk simpodial muncul dari batang semu dan tersusun
pada tangkai bunga (peduncle). Setiap bunga terdiri dari bagian bunga betina
(gynoecium), dimana satu tangkai kepala putik (style) dikelilingi 5 atau 6 benang sari
(stamen) dan satu kelopak bunga (tepal) bebas, warnanya tergantung varietas (Gambar
2). Rangkaian bunga awal menghasilkan bunga betina (pistillate) dengan stamen yang
tidak berfungsi yang kemudian berkembang membentuk buah. Selanjutnya rangkaian
bunga yang mulai berkembang dan muncul menghasilkan bunga netral (hermaprodit).
Pada akhir tandan tumbuh kuncup bunga jantan (male bud). Pada pisang liar bunga
jantan yang membuka menghasilkan polen. Kuncup bunga jantan terdiri dari braktea
yang saling menutup dengan rapat (Simmonds 1959).

A
B
C
Gambar 2. Bunga pisang, (A) bunga pisang, (B) bunga betina, (C) bunga jantan
(Sumber: Namu 2008)

Interaksi Serangga dan Bunga Pisang
Asosiasi serangga dengan tanaman dapat dilihat dari serangga sebagai konsumen
dan tanaman sebagai produsen. Perilaku serangga sebagai konsumen dan sifat tanaman
sebagai sumber makanan berperan dalam hubungan antara serangga fitofag dengan
inangnya. Serangga juga mengadakan pemilihan inang dan memiliki preferensi terhadap
inang tertentu. Preferensi inang didefenisikan sebagai kecendrungan serangga dalam
melakukan pemilihan tanaman inang yang tepat bagi perkembangannya. Preferensi
inang merupakan salah satu aspek mekanisme ketahanan tanaman yang disebut
antixenosis atau disebut juga sebagai non preferensi yaitu serangga cendrung tidak
memilih tanaman sebagai makanan sebagai tempat bertelur atau tempat berlindung
(Painter 1951).

9

Hal yang sama juga terjadi antara serangga dengan tumbuhan berbunga
merupakan bentuk asosiasi mutualisme. Interaksi tersebut terjadi karena bunga
menyediakan pakan bagi serangga, yaitu serbuk sari dan nektar.
Tumbuhan
mendapatkan keuntungan dalam penyerbukan. Ketersediaan pakan pada bunga dapat
meningkatkan keanekaragaman serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan.
Keanekaragaman serangga yang berasosiasi dengan tumbuhan berkaitan dengan
banyaknya bunga yang dihasilkan oleh suatu tumbuhan. Jumlah nektar dan polen bunga
berpengaruh pada keanekaragaman serangga. Nektar disekresikan oleh kelenjar nektar
dengan kandungan utama gula (sukrosa). Selain nektar, serbuk sari (polen) juga menarik
serangga penyerbuk (Chasanah 2010).
Serangga memilih tanaman inang melalui proses seleksi, terdapat beberapa tahap
seleksi yang berurutan yaitu proses pencarian kemudian serangga melakukan pengujian
secara kontak. Pencarian berakhir dengan penemuan, sedangkan pengujian secara
kontak berakhir dengan penerimaan atau penolakan. Penerimaan merupakan keputusan
yang penting karena akan dilanjutkan dengan memakan atau meletakkan telur, hal ini
beresiko terhadap kesehatan serangga tersebut dan kelangsungan hidup keturunannya
(Schoonhoven et al. 2005). Pemilihan tanaman inang oleh serangga melalui lima
tahapan yaitu, 1. penemuan habitat inang; 2. penemuan inang; 3. pengenalan inang; 4.
penerimaan inang; dan 5. kesesuaian inang. Pada langkah permulaan ini rangsangan
yang menarik bukan dari tanaman namun berupa rangsangan fisik seperti cahaya, angin
dan daya tarik bumi. Selain itu penemuan inang didorong oleh indra penglihatan
terhadap warna dan bentuk tanaman dan indra penciuman terhadap senyawa kimia
tanaman. Penilaian kelayakan tanaman sebagai sumber nutrisi dilakukan dengan
menggunakan sensor kimia. Penerimaan atau penolakan terhadap tanaman inang
dilakukan setelah serangga mengetahui kandungan kimia tanaman. Nilai nutrisi tanaman
dan kandungan senyawa yang bersifat toksik akan menentukan pertumbuhan dan
perkembangan serangga, serta mempengaruhi keperidian dan lama hidup imago. Faktor
fisik dan kimia tanaman sangat berpengaruh dalam proses pemilihan dan penentuan
inang. Faktor tersebut tidak bekerja secara tunggal tetapi bersama-sama membentuk
suatu sistem pertahanan tanaman (Kogan 1982).

Interaksi Serangga dan Bakteri
Peranan Bakteri dalam kehidupan inang serangga terutama pada fungsinya di
dalam nutrisi inang. Bakteri endosimbion dapat menghasilkan senyawa esensial yang
dibutuhkan oleh serangga seperti vitamin, asam amino dan sterol. Serangga tidak
memiliki kemampuan untuk mensintesis 9 asam amino dan keterbatasan ini menjadi
masalah yang signifikan dalam kelompok serangga pemakan daun. Hubungan patogen
terhadap tanaman menyebabkan kehilangan hasil. Patogen masuk ke jaringan floem,
menyebar pada jaringan floem. Masuknya patogen ke dalam tanaman dibantu oleh
serangga yang membuat luka pada tanaman sehingga membantu bakteri untuk masuk.
Luka disebabkan aktivitas makan atau meletakkan telur yang merupakan agen pembawa
(carrier) dari bakteri pada tubuh serangga. Pada beberapa kasus terjadi simbiosis yang
menguntungkan antara keduanya dan serangga memfasilitasi asosiasi yang berlanjut
antara fitopatogen, serangga dan tanaman inang (Harris & Maramorosch 1980).
Beberapa isolat dari bakteri fitopatogenik Erwinia carotovora menempati bagian
dalam tubuh Drosophila melanogaster (Diptera:Drosophilidae) dan mengaktifkan

10

respon imun. Ada dua gen yang diperlukan oleh E. carotovora untuk menempati bagian
dalam tubuh Drosophila melanogaster. Salah satu gen ini memiliki peran regulasi
sedangkan EVF memungkinkan Erwinia meningkatkan kelangsungan hidup di usus dan
memicu respon imun. Ekspresi dari Erwinia virulensi faktor (EVF) memungkinkan
bakteri untuk memasuki sisi apikal epitel usus dan menyebar ke rongga tubuh. Hasil
penelitian menunjukkan adanya interaksi spesifik antara patogen tanaman dan lalat
Drosophila (Basset et al. 2003).

III. KELIMPAHAN DAN IDENTIFIKASI SERANGGA
PENGUNJUNG BUNGA TANAMAN PISANG
Abstrak
Penyakit darah pada pisang yang disebabkan oleh blood disease bacterium (BDB)
masih menjadi masalah serius di Indonesia. Bakteri ini termasuk patogen sangat
merusak dengan sebaran penyakit yang luas. Diduga bahwa serangga pengunjung bunga
pisang berperan dalam penyebaran penyakit darah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengamati kelimpahan dan mengidentifikasi jenis-jenis serangga pengunjung bunga
pisang yang terserang penyakit darah pisang (BDB) di Kabupaten Pidi, Banda Aceh.
Selanjutnya dibahas hubungan kelimpahan serangga dengan kejadian penyakit darah
pisang. Penelitian diawali dengan survei pada sentra produksi pisang yang terserang
penyakit darah. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan jaring serangga
(sweep net) dan perangkap lekat (sticky trap) berwarna kuning yang digantungkan dekat
bunga pisang. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jenis-jenis serangga yang
tertangkap di Desa Capah Paloh 1, Capah Paloh 2, Simpang Betung 1, Simpang
Betung 2 dan Pante Cermin adalah dari ordo Diptera dan Hymenoptera. Jumlah
serangga yang dominan tertangkap adalah Famili Drosophilidae, Muscidae dan
Tephritidae dari Ordo Diptera. Kejadian penyakit di kelima desa contoh menunjukkan
bahwa persentase kejadian penyakit darah pisang tertinggi terjadi di Desa Simpang
Betung 1 yaitu 96.90% dan persentasi terendah terjadi di Desa Pante Cermin yaitu
40.68%. Rataan kejadian penyakit dari kelima desa contoh adalah 80.36%. Terdapat
hubungan korelasi antara kelimpahan serangga Drosophilidae dengan kejadian penyakit
darah pisang. Data sekunder diperoleh dengan mewawancarai petani. Hasil survey
menunjukkan bahwa usaha tani pisang dikelola pada lahan seluas 2-< 3 ha. Sebahagian
lahan merupakan milik sendiri. Pengalaman usaha tani pisang berkisar antara 6 - 10
tahun dan seluruh petani mengetahui adanya penyakit yang menyerang tanaman pisang.
Pengetahuan mengenai penyakit darah pisang sama sekali tidak ada karena petani belum
pernah mendapatkan penyuluhan mengenai penyakit darah pisang dan bagaimana cara
mengendalikannya.
Kata kunci: survei, tanaman pisang, kejadian penyakit, BDB, Drosophilidae

Abstract
Blood disease of banana caused by blood disease bacterium (BDB) was still a
serious problem in Indonesia. These bacteria include pathogens that are very damaging
to the wide distribution of the disease in Indonesia. It was suspected that insects visiting
banana flowers have a role in spreading of blood disease. The purposes of this research
were to obtain the abundance and to identify the insects that are present on the banana
plants infected with banana blood disease (BDB). Furthermore, studied the relationship
between the abundance of insects and banana blood disease occurrence. The insects
were collected during a survey on area of banana production center that attacked by
blood disease of insects begins with the insect collection using sweep net and sticky trap
hanging out near the banana flowers. Attacking areas were then designated as village
sample. Insects were collected with sweep net and yellow sticky traps which were
hanging near the banana flower. The results on insects colllcted in the Village Capah

12

Paloh 1, Capah Paloh 2, Simpang Betung 1, Simpang Betung 2 and Pante Cermin were
from Diptera and Hymenoptera order. The insects collected during the survey was
dominated by Drosophilidae, Muscidae and Tephritidae that are belong to Diptera order.
Disease occurrence in those five sample villages shown that the highest percentage of
banana blood disease occurrence found in Simpang Betung 1 Village that is 96.90%
while the lowest one found in Pante Cermin Village that is 40.68%. The average of
disease occurrence from those five villages is 80.36%. There is a correlation between
the abundance of Drosophilidae insects with the occurrence of banana blood disease.
Key words: survey, banana plant, disease occurence, BDB, Drosophilidae

Pendahuluan
Penyakit darah yang disebabkan oleh blood disease bacterium (BDB)
menempati urutan pertama dalam daftar prioritas penyakit tanaman pisang di Indonesia
(Valmayor et al. 1991) dan bersifat mematikan karena menginfeksi jaringan pembuluh
secara sistemik (Eden-Green 1992). Perkembangan dan penyebaran penyakit ini
tergolong sangat cepat. Penyebaran geografis penyakit ini di Indonesia sekitar 100 km
per tahun (Eden-Green 1994).
Cahyaniati et al. (1997) melaporkan bahwa pada bulan Mei 1993 penyakit ini
telah menyebar di Kabupaten Lampung Selatan dengan luas areal yang terserang 13.18
ha dan meningkat pada bulan Juni tahun 1993 menjadi 963.38 ha. Sahlan & Nurhadi
(1994), melaporkan bahwa dari tiga propinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat dan
Lampung diketahui bahwa intensitas serangan BDB tertinggi terjadi di propinsi
Lampung yaitu seluas lebih kurang 1 800 ha. Hal ini terjadi karena sebagian besar
kebun telah terinfeksi penyakit dan umumnya varietas yang ditanam rentan terhadap
penyakit tersebut. Begitu pun yang terjadi di Bondowoso, Jawa Timur kejadian penyakit
mencapai 97.7% (Mulyadi & Hernusa 2002) dan di Lombok, Nusa Tenggara Barat
mencapai 86.8% (Supeno 2004). Hasil pengamatan langsung oleh penulis di lapangan
yaitu serangan BDB di Kabupaten Pidie, Propinsi Banda Aceh, kerusakan hampir
mencapai 100% karena semua perkebunan pisang milik rakyat tidak satupun bisa
dipanen (komunikasi pribadi 2011). Menurut petani setempat serangan penyakit ini
dimulai pada tahun 2008 dan mencapai puncaknya pada tahun 2011. Pada tahun 2011
penyakit BDB mulai menyebar sampai pertanaman pisang yang berada di pekarangan
penduduk. Kejadian penyakit darah dan penyebaran di lapangan sangat tinggi. Hal ini
disebabkan belum adanya tanaman pisang yang tahan terhadap penyakit ini dan
tingginya potensi penularan patogen (Sequeira 1998). Beberapa peneliti melaporkan
adanya indikasi yang kuat bahwa serangga berperan penting dalam penyebaran penyakit
darah (Maryam et al. 1994; Soquilon et al. 1995). Serangga-serangga pengunjung
bunga yang mungkin berpotensi sebagai vektor penyakit layu bakteri yaitu ordo Diptera
(Chloropidae, Platypezidae, Drosophilidae) (Leiwakabessy 1999) dan Lepidoptera
(Erionata thrax) (Subandiyah et al. 2006). Informasi tentang kelimpahan dan
identifikasi jenis-jenis serangga pengunjung bunga pada tanaman pisang di daerah
endemik BDB di Aceh belum pernah dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kelimpahan dan mengidentifikasi jenis-jenis serangga yang hadir di
pembungaan tanaman pisa