Exploration and Identification of Neem Bark (AzadirachtaindicaA.Juss) as Larvicide against AedesaegyptiMosquitoes.

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KULIT MIMBA
(Azadirachtaindica A.Juss) SEBAGAI LARVISIDA
TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

ARIEF HERU PRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba
(Azadirachtaindica A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruantinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.

Bogor,


juli 2012

Arief Heru Prianto

ABSTRACT
ARIEF HERU PRIANTO. Exploration and Identification of Neem Bark
(AzadirachtaindicaA.Juss) as Larvicide against AedesaegyptiMosquitoes.
Supervisors:WASRIN SYAFII, ARINANA,and SULAEMAN YUSUF.
Synthetic pesticide causes many negative side-effects. For insects, it causes
physiological resistances and can kill non-target insects. Resistant insects will need
more insecticide dose than before. To avoid the negative effect, World Health
Organization (WHO) recomends to use natural insecticide. Resistant mechanism is
combination of many factors which are biochemistry, physiology, andbehaviour.
The more specific insecticide is used, the easier it causes the resistant effect.Neem
is one of plants that has been extensively used to study its insecticidal and
medicinal activity. It has opportunity to become strong natural insectides to many
insects.
Aims of this research were to analysis of extractivecontens of neem bark,
toxicity test of bioactive against Aedesegyptilarvae, and


isolate and identify

bioactive compounds of neems bark in against Ae.aegypti larvae. Neem bark
powder was extracted using methanol as a solvent. Obtained extract of this process
was separated by different polar solvent. Separation process obtains three fractions
that are ethyl acetatesoluble fraction, buthanolsolublefraction, and unsoluble
fraction. Each fraction was evaporated to get condensed extract. Effectiveness of
each fraction to Ae.aegypti larvae were tested with several concentrations that are
50, 100, 250, 500, and 1000 ppm.
This experiment showed that ethyl acetatesolublefraction was the most
effective fraction. Phytochemical analysis also confirmed that it contained many
compound such as; alkaloid, flavonoid, saponin, and triterpenoid. Then, ethyl
acetatesolublefraction was separated using chromatography column and yield 9
fractions. Second fraction (Ef-2) was the best larvicidal efficacy, and it also had
higher efficacy than ethyl acetate fraction before it was isolated. Furthermore,
magnetic resonance analysis (1H and 13C NMR) of Ef-2 was performed, and the
molecul structure of bioactive compound was identifiedas Glycerol 1,2-di-(9Zoctadecenoate) 3-tetradecanoate.
Keywords: AzadiractaindicaA.Juss, Glycerol 1,2-di-(9Z-octadecenoate) 3tetradecanoate, Aedes aegypti larvae.


RINGKASAN
ARIEF HERU PRIANTO. Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba (Azadirachta
indica A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Dibawah
bimbingan;WASRIN SYAFII, ARINANA, dan SULAEMAN YUSUF.
Penggunaan bahan kimia sintetis untuk pestisida menyebabkan pengaruh
negatif yaitu pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, membunuh musuh
alami dan serangga non target. Serangga yang resisten menuntut dosis yang lebih
besar untuk pengendaliannya. Untuk menghindari efek negatif tersebut, WHO
merekomendasikan
merupakan

insektisida

gabungan

nabati.

factor

-


Mekanisme

faktor

penyebab

resistensi
yaitu

umumnya
biokimia,

fisiologi, dan perilaku. Semakin spesifik suatu insektisida, semakin mudah
menyebabkan terjadinya resistensi. Mimba merupakan tanaman yang telah banyak
diteliti aktifitas insektisida dan farmasinya. Mimba memiliki peluang yang besar
sebagai insektisida nabati yang kuat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisisi kandungan ekstraktif dalam
kulit mimba, menguji tingkat toksisitas dari senyawa aktif terhadap larva nyamuk
Ae aegypti, mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif dari kulit mimba yang

efektif terhadap larva nyamuk Ae aegypti. Serbuk kulit mimba diekstraksi dengan
pelarut metanol. Ekstrak yang diperoleh dipartisi dengan pelarut yang berbeda
kepolarannya. Proses pemisahan menghasilkan tiga fraksi yaitu fraksi terlarut etil
asetat, terlarut butanol dan tidak terlarut. Pengujian efektivitas fraksi terhadap larva
Ae. aegypti dilakukan pada beberapa konsentrasi yaitu 0, 50, 100, 250, 500, and
1000 ppm.
Penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi terlarut etil asetat merupakan
fraksi yang paling efektif. Analisis fitokimia juga menunjukkan fraksi terlarut etil
asetat memiliki bebrapa kelompok senyawa yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, dan
triterpenoid. Fraksi terlarut etil asetat telah dipisahkan dengan kromatografi kolom
dan mendapatkan 9 sub fraksi. Sub fraksi kedua (Ef-2) menunjukkan aktivitas
larvasida yang paling baik, dan juga memiliki efikasi yang lebih tinggi dibanding
fraksi terlarut etil asetat sebelum dipisahkan. Analisis 1H NMR and

13

C NMR)

telah dilakukan dan struktur molekul senyawa aktif teridentifikasi sebagaiGlycerol
1,2-di-(9Z-octadecenoate) 3-tetradecanoate.


© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang – Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apapun tanpa ijin IPB

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KULIT MIMBA
(Azadirachtaindica A.Juss) SEBAGAI LARVISIDA
TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

Arief Heru Prianto

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada

Program StudiIlmudan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis
Prof Emiritus. Dr. Ir. Kurnia Sofyan

Judul Skripsi

: Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba (Azadirachtaindica
A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti

Nama

: Arief Heru Prianto

NRP


:E251090081

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr.
Ketua

Arinana S.Hut., MSi
Anggota

Prof (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M. Agr
Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.

Tanggal Ujian: 26 juli 2012

DekanSekolahPascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr.
Tanggal Lulus: 7 Agustus 2012

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Rabb semesta alam,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba
(Azadirachta indica A.Juss) sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program
studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Shalawat dan
salam penulis panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga
dan para sahabatnya.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini, khususnya
kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. yang telah memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis.
2. Arinana, S.Hut., MSi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis.
3. Prof (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis.
4. Dr.Sci Muhammad Hanafi, Prof (R). Dr Partomuan Simanjuntak dan Dr. Andrea
yang telah memberikan arahan kepada penulis.
5. Ibu dan Bapak tercinta yang telah dengan ikhlas berjuang dan berkorban demi
tercapainya cita-cita penulis.
6. Istri dan anakku tersayang yang telah dengan tulus memberikan dukungan moral
dan materil, serta doa restu kepada penulis.
7.

Rekan-rekan di UPT. Balai Litbang Biomaterial, Laboratorium Farmakologi
Bioteknologi , Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan rekan-rekan
Pascasarjana jurusan Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan angkatan 2009 di Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli2012

Penulis


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 3 Mei 1978, merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara, dari keluarga Soehardjo dan Farikha.
Penulis memasuki dunia pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah I
Jatibarang pada tahun 1984 - 1986 dan Sekolah Dasar Negeri I Janegara,
lulus pada tahun 1990. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Negeri I
Jatibarang, lulus pada tahun 1993. Pendidikan menengah atas dijalani penulis
di Sekolah Menengah Atas Negeri I Brebes pada tahun 1996.
Tahun 1997 penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai Sarjana
Kehutanan pada tahun 2001. Tahun 2009 penulis diterima di programsarjana
IPB pada program studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister, penulis menyusun Tesis dengan
judul : “Eksplorasi dan Identifikasi Kulit Mimba (Azadirachta indica A.Juss)
sebagai Larvisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti”, dibawah bimbingan
Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr, Arinana S.Hut., MSi dan Prof (R).
Dr. Sulaeman Yusuf, M. Agr.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

i

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

ii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

iii

PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................

1

Identifikasi Masalah ........................................................................

3

Tujuan Penelitian ............................................................................

3

Manfaat Penelitian ...........................................................................

3

Hipotesis ..........................................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA
Zat Ekstraktif ...................................................................................

5

Proses Ekstraksi ...............................................................................

6

Bioaktivitas Ekstrak Tumbuhan.......................................................

8

Bioaktif sebagai Larvisida ............................................................... 11
Taksonomi Mimba . ......................................................................... 12
Morfologi Tanaman Mimba............................................................. 12
Kandungan Kimia Tanaman Mimba................................................ 12
Khasiat Tanaman Mimba. ................................................................ 13
Taksonomi Aedes aegypti. ............................................................... 13
Morfologi Aedes aegypti. ................................................................. 14
Siklus hidup Aedes aegypti. ............................................................. 14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 16
Bahan dan Alat ................................................................................. 16
Persiapan Bahan ............................................................................... 16
Penetapan Kadar Air ........................................................................ 16
Ekstraksi dan Fraksinasi .................................................................. 17
Penapisan Fitokimia ........................................................................ 19

Kromatografi Lapis Tipis.................................................................. 20
Kromatografi Kolom......................................................................... 20
Persiapan Larva.................................................................................. 21
Uji Efikasi sebagai Larvisida............................................................. 21
Analisis Data....................................................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Ekstrak .......................................................................... 22
Hasil Pegujian Larvisida terhadap Larva Ae.aegypti ....................... 24
Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Ekstrak Kasar ............ 26
Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Kolom ................ 27
Aktivitas Larvisida Subfraksi Hasil Kromatografi Kolom .............. 28
Penentuan Nilai Lethal Concentration (LC) Subfraksi F 2 ................ 30
Identifikasi Senyawa Aktif............................................................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 36

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Kandungan ekstraktif kulit mimba.......... ………………................ 23
2. Hasil analisa fitokimia fraksi terlarut etil asetat…………................ 26
3. Lethal Concentration fraksi terlarut etil asetat....…………………. 26
4. Rendemen bioaktif hasil kromatografi kolom.................................. 28
5. Nilai LC 50 dan LC 90 Fraksi F 2 ....…...........…..……………………. 31
6. Nilai Geseran Kimia 1H-NMR Senyawa aktif....…….……………. 31
7. Nilai Geseran Kimia 13C-NMR Senyawa aktif……………………. 32

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Diagram alir ekstraksi kulit mimba . ..................................................... 18
2. Diagram alir pemurnian senyawa aktif. ................................................. 21
3. Mortalitas larva Ae. aegypti fraksi terlarut etil asetat. ........................... 24
4. Mortalitas larva Ae. aegypti Sub Fraksi F 2 . ........................................... 29
5. Mortalitas larva Ae.aegypti sub fraksi F 2 . ............................................. 30
6. Struktur senyawa aktif. .......................................................................... 33

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Mortalitas larva fraksi tidak terlarut . ................................................... 37
2. Mortalitas larva fraksi terlarut butanol. ................................................. 38
3. Mortalitas larva fraksi terlarut etil asetat. .............................................. 39
4. Mortalitas larva Sub Fraksi F 2 . .............................................................. 40
5. Identifikasi sampel kulit mimba (Azadirachta indica). ......................... 41
6. Spektrum 1H-NMR senyawa aktif F 2 . ................................................... 42
7. Spektrum 13C-NMR senyawa aktif F 2 . .................................................. 43

PENDAHULUAN

Latar belakang
Penelitian mengenai pemanfaatan ekstraktif tumbuhan sudah lama
dilakukan banyak peneliti di berbagai negara. Ketertarikan para peneliti sangat
besar terhadap bahan aktif yang terkandung dalam ekstraktif. Pemanfaatan bioaktif untuk kebutuhan hidup manusia diantaranya sebagai bahan obat-obatan,
bahan pengawet, bahan kosmetik dan bahan insektisida. Menurut Sjostrom (1995)
ekstraktif merupakan konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya
terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dengan berat molekul yang rendah.
Penggunaan bahan alam semakin diminati karena meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap masalah lingkungan yang sehat. Penggunaan bahan kimia
sintetis untuk pestisida menyebabkan pengaruh negatif yaitu pencemaran
lingkungan, gangguan kesehatan, membunuh musuh alami dan serangga non
target. Bahan kimia juga dapat menyebabkan serangga menjadi resisten, sehingga
serangga akan semakin tahan terhadap bahan kimia tersebut, sehingga menuntut
dosis yang lebih besar. Untuk mendapatkan pengendalian nyamuk yang efisien
dan menghindari terjadinya resistensi nyamuk, WHO merekomendasikan
pencampuran atau rotasi penggunaan insektisida (Andrandeet al.1991, WHO
2005,

PMKRI

2010).

Mekanisme

resistensi

gabungan faktor-faktor penyebab yaitu

biokimia,

umumnya

merupakan

fisiologis dan

perilaku.

Semakin spesifik suatu insektisida, semakin mudah menyebabkan terjadinya
resistensi (Martono 2011).
Pelarangan terhadap penggunaan beberapa jenis bahan kimia sudah mulai
diberlakukan dibanyak negara (Johannis dan Panut 2009).

Hal tersebut

menyebabkan peluang penerimaan akan produk-produk bio-aktif semakin
meningkat, sehingga penelitian-penelitian yang menyangkut eksplorasi, isolasi
dan pemanfaatan bio-aktif masih sangat dibutuhkan.
Mimba merupakan tumbuhan yang telah banyak diteliti kandungan
senyawa aktifnya untuk penggunaannya sebagai pestisida nabati (Atawodi dan Joy
2009). Akan tetapi masih sedikit penelitian yang melaporkan senyawa yang
terkandung dalam kulit kayu dibanding senyawa dalam biji dan daunnya.

2

Pestisida nabati berbasis mimba mempunyai kisaran yang luas dalam
penggunaannya terhadap serangga hama. Mimba memiliki karakteristik sebagai
repelen, umpan, racun, pemandulan, dan pengatur tumbuh. Tumbuhan ini relatif
aman terhadap biota air yang bukan target (Dua et al. 2009). Semua bagian
Mimba memiliki aktivitas biopestisida atau farmakologi (Atawodidan Joy 2009).
Minyak dari biji mimba diketahui memiliki aktivitas larvisida yang baik terhadap
larva Anopheles gambiaepada konsentrasi yang rendah (Okumuet al. 2007, Dua et
al. 2009).
Dewasa ini

telah

banyak

bahan

pestisida

yang telah

dilarang

penggunaannya oleh WHO diantaranya; diklorofenol, dikloro difenil trikloroetan,
metil parathion, natrium klorat, formaldehida, dan klordan. Penggunaan pestisida
kimiawi lebih banyak merugikan daripada menguntungkan karena dampak
negatifnya yang sangat besar terhadap lingkungan dan mahluk hidup. Menurut
Mansyur (2012) Pestisida kimia dapat meninggalkan residu pada lingkungan dan
residu ini dapat bertahan hingga 100 tahun tergantung bahan aktifnya. Efek-efek
karsinogenik dari zat-zat kimia biasanya mempunyai satu masa latent yang
panjang yaitu 20 -30 tahun. Peracunan urat-urat syaraf yang ditimbulkan oleh
beberapa agent-agent antikoline esterase organo fosfat. Penyakit yang ditimbulkan
akibat pestisida diantaranya kanker, menurunnya kekebalan tubuh, kerusakan sel,
penuaan dini dan penyakit degenaratif lainnya.
Aedes aegypti merupakan vektor yang menyebarkan virus Dengeu yang
dapat menyebabkan penyakit demam berdarah (DBD). Jumlah kematian akibat
demam berdarah diIndonesia menduduki urutan tertinggi di ASEAN yaitu
mencapai 1.317 orang pada tahun 2010 (Kompas 2011).Penyebaran nyamuk Ae.
aegypti semakin luas, sehingga jutaan orang beresiko terinfeksi virus ini.
Pengendalian vektor yaitu nyamuk Ae. aegypti merupakan cara yang paling efektif
untuk mencegah penularan penyakit DBD ini. Pengendalian Ae. aegypti pra
dewasa dilakukan dengan bahan larvisida yang dapat membunuh larva Ae.
aegypti.
Larvisida utama yang digunakan untuk mengendalian larva nyamuk vektor
demam berdarah Dengeu adalah temephos (PMKRI 2010). Temephos beracun
dan dapat menyebabkan sakit kepala, kehilangan memori ingatan, dan iritasi

3

(Cavalcanti et al. 2004). Ada kemungkinan resistensi dari larva Ae. aegypti
terhadap temephos yang ditunjukkan oleh survival ratenya setelah perlakuan
(Andrande et al. 1991, Georghiouet al. 1987). Menurut Agustinus (2010), sesuai
standar WHO populasi nyamuk Ae. aegypti di kota Surabaya menunjukkan sudah
toleran terhadap insektisida Malation pada konsentrasi 5%. Penggunaan bahan
yang lebih ramah lingkungan dan efektif untuk mengendalikan larva Ae. aegypti
akan mendukung program peningkatan penggunaan bahan non kimia untuk
pengendalian vektor demam berdarah Dengeu (PMKRI 2010). Oleh karena itu
mimba sebagai tanaman yang memiliki daya insektisida yang kuat diharapkan
dapat menyumbangkan suatu senyawaan yang efektif dan aman dalam membunuh
larva Ae. aegypti. Senyawa aktif tertentu memiliki inherent selectivitysehingga
aman bagi musuh alami hama (Johannis dan Panut 2009).
Identifikasi Masalah
Mimba merupakan tumbuhan yang telah banyak dimanfaatkan sebagai
insektisida nabati pada tanaman pertanian. Penggunaan bahan kimia dapat
menyebabkan resistensi serangga target, maka pemanfaatan insektisida nabati
semakin dibutuhkan. Temephos sebagai bahan aktif larvisida berbasis kimia
sintetik telah menunjukkan resistensi terhadap nyamuk Ae. aegypti. Penelitian
terhadap mimba banyak dilakukan terutama terhadap biji dan daunnya. Pada biji
telah ditemukan senyawa aktif yang bersifat toksik yang dikenal dengan nama
azadirachtin, namun diduga masih ada banyak senyawa lain yang bersifat toksik
yang belum teridentifikasi. Permasalahan yang ingin diungkap pada penelitian ini
adalah apakah kulit mimba memiliki senyawa aktif yang berpotensi sebagai
larvisida nabati? Bagaimana struktur molekul senyawa aktif tersebut?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kandungan ekstraktif dalam kulit mimba
2. Menguji tingkat toksisitas dari senyawa aktif kulit mimbaterhadap larva
nyamuk Ae. aegypti.
3. Mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif dari kulit mimba yang efektif
terhadap larva nyamuk Ae. aegypti.

4

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai jenis senyawa aktif dari kulit mimba
dan tingkat toksisitasnya.
2. Memberikan informasi mengenai sifat senyawa aktif dari kulit mimba
terhadap larva Ae. aegypti untuk pemanfaatan ekstrak kulit mimba yang lebih
efektif dan efisien.

Hipotesis
Kulit mimba memiliki senyawa aktif yang bersifat toksik terhadap larva
nyamuk Ae. aegypti

TINJAUAN PUSTAKA

Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif merupakan produk metabolisme sekunder. Metabolit
sekunder berperan pada kelangsungan hidup suatu spesies dalam perjuangan
menghadapi spesies – spesies lain, misalnya sebagai zat pertahanan dan zat
penarik bagi lawan jenisnya. Zat ekstraktif merupakan timbunan energi dan
makanan dalam tumbuhan. Jenis – jenis senyawa zat ekstraktif dan proses
pembentukannya telah banyak diketahui(Kristanti 2006).
Zat ektraktif merupakan zat-zat dalam kayu yang mudah larut dalam
pelarut netral atau pelarut organik dan memiliki berat molekul rendah. Zat
ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktur dinding sel kayu, tetapi sebagai zat
pengisi rongga sel. Zat ekstraktif merupakan komponen kayu yang berjumlah
kecil, biasanya kurang dari 10 % bagian kayu dan larut dalam pelarut-pelarut
organik netral atau air (Sjostrom, 1995).Menurut Fengel dan Wegener (1995) dan
Sjostrom (1995), ekstraktif bersifat racun yang dapat mencegah bakteri, jamur,
dan rayap. Ekstraktif lainnya dapat memberikan warna dan bau pada kayu. Daundaunan juga mengandung zat ekstraktif. Selain mengandung senyawa-senyawa
yang juga terkandung di dalam kayu seperti: mono-terpena, diterpena, asam
lemak, fenol sederhana, lignan, flavonoid, gula, dan protein, juga terdapat
beberapa asam resin, asam siklis, dan berbagai siklitol.Menurut Sjostrom (1995)
dan Bowyer et al. (2003) kerugian adanya ekstraktif kayu antara lain;
1. Zat ekstraktifdapat mengganggu proses perekatan pada produk hasil hutan
2. Zat ekstraktif tertentu dapat bersifat korosif terhadap logam
3. Zat ektraktif dapat menghambat proses delignifikasi pada pembuatan pulp
Sedangkan, keuntungan adanya ekstraktif dalam kayu yaitu;
1. Meningkatkan keawetan alami kayu
2. Zat

ekstraktif

merupakan

sumber

bahan

kimia

alamiyang

selamainidigunakansebagaibahanbakuuntukberbagaiindustriantaralain;
industrimakanan,minuman,kosmetik, insektisida dan obat-obatan.

6

Zat ekstraktif terdiri atas senyawa-senyawa tunggal fraksi lipofilik dan
fraksi hidrofilik. Fraksi lipofilik antara lain: lemak, lilin, terpena, terpenoid dan
alkohol alifatik tinggi, sedangkan fraksi hidrofilik meliputi senyawa fenolik
(tanin, lignan, stilbena), karbonat terlarut, protein, vitamin, dan garam anorganik.
Menurut Sjostrom (1995) komponen ekstraktif terdiri atas:
1. Lemak dan lilin contoh asam-asam lemak, arakhinol, behenol, dan
lignoserol
2. Terpenoiddan steroid contoh:monoterpen, diterpen, triterpen, sitosterol,
kampesterol
3. KomponenFenol terdiri atas fenoliksederhana (Gallic acid, Vanillin),
Stillben (pinosylvin), flavonoid (taxifolin, krisin, katekin), lignan
(inoresinol, konidendrin, asam plikatat, dan hidrosimatai-resinol), dan
tanin-tanin kondensasi
Cara pemisahan ekstraktif menggunakan pelarut yang memiliki angka
polaritas sama atau hampir sama (Achmadi 1990). Sedangkan menurut Fengel dan
Wegener (1995), isolasi ekstraktif dapat dilakukan dengan ekstraksi menggunakan
campuran pelarut netral dan atau dengan pelarut tunggal secara berurutan.
Kelarutan zat di dalam pelarut-pelarut itu tergantung dari ikatannya, apakah polar,
semi polar atau non polar. Pelarut polar misalnya : air, alkohol, dan metanol,
sedangkan yang non polar misalnya heksan dan karbon tetra klorida. Zat-zat yang
polar hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat-zat non polar hanya larut
dalam pelarut non polar (Yuliani dan Rusli 2003).

Proses Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat
menjadi komponen-komponen terpisah. Ragam ekstraksi yang tepat tergantung
pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis
senyawa yang diisolasi. Bila mengisolasi senyawa dari jaringan hijau,
keberhasilan ekstraksi dengan alkohol berkaitan langsung dengan seberapa jauh
klorofil tertarik oleh pelarut tersebut. Bila ampas jaringan pada ekstraksi ulang
sama sekali tak berwarna hijau kembali, dapat dianggap semua senyawa berbobot
molekul rendah telah terekstraksi (Harborne 1987).

Menurut Kristanti et al.

7

(2006) berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, dapat dibedakan dua
macam ekstraksi yaitu:
1. Ekstraksi padat-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemukan
dalam usaha mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam
suatu bahan alam
2. Ekstraksi cair-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk cair
Sedangkan berdasarkan proses pelaksanaannya, ekstraksi dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Ekstraksi yang berkesinambungan (continous extraction)
Dalam ekstraksi ini pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai
proses ekstraksi selesai
2. Ekstraksi bertahap (bath extraction)
Dalam ekstraksi ini setiap tahap ekstraksi selalu dipakai pelarut yang
baru sampai proses ekstraksi selesai
MenurutAchmadi (1990), ekstraksidapat dikerjakan dengan pelarut
organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana atau campuran larutan
tersebut. Menurut Kristanti et al. (2006) maserasi adalah suatu contoh metode
ekstraksi padat-cair bertahap yang dilakukan dengan jalan membiarkan padatan
terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman dalam usaha mengekstraksi
suatu substansi dari bahan alam ini bisa dilakukan tanpa pemanasan (suhu kamar),
dengan pemanasan atau bahkan pada titik didih. Sesudah disaring, tidak terlarut
dapat diekstraksi kembali menggunakan pelarut yang baru. Pelarut yang baru
dalam hal ini tidak berarti harus berbeda zat dengan pelarut yang terdahulu, tetapi
bisa berasal dari pelarut yang sama. Proses ini bisa diulang beberapa kali sesuai
kebutuhan.
Ragam ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan air
bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Bila
mengisolasi senyawa dari jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi dengan alkohol
berkaitan langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila
ampas jaringan pada ekstraksi ulang, sama sekali tak berwarna hijau lagi, dapat

8

dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah telah terekstraksi (Harborne
1987). Zat ekstraktif dapat diekstraksi dari kayu dengan menggunakan pelarut
polar dan non-polar (Fengel dan Wegener, 1995).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi menurut Yuliani
dan Rusli (2003) adalah sebagai berikut : persiapan bahan, pemilihan pelarut,
metode ekstraksi, proses penyaringan, dan proses pemekatan. Bahan yang akan
diekstraksi sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu, pengeringan tanaman yang
digunakan untuk pestisida nabati sebaiknya sampai kadar air mencapai 10 %
dengan suhu kurang dari 50 ºC agar bahan aktif yang terkandung tidak rusak.
Sebelum ekstraksi bahan perlu dikeringkan agar tidak terlalu banyak terjadi
perubahan kimia dan suhu rendah bertujuan agar komponen tertentu yang
diinginkan tidak rusak selama ekstraksi.
Konstituen-konstituen kulit dapat dibagi menjadi konstituen lipofil dan
hidrofil. Bagian lipofil dapat diekstraksi dengan pelarut nonpolar yang terdiri atas
lemak, lilin, terpenoid, dan alkohol alifatik tinggi. Terpenoid, asam-asam resin,
dan sterol-sterol terdapat dalam saluran resin. Sitosterol terdapat dalam lilin
sebagai komponen alkohol (Sjostrom 1995). Alkaloid dapat ditemukan dalam
bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting, dan kulit kayu. Biasanya kandungan
alkaloid pada tumbuhan sekitar 1% tapi pada bagian kulit kayu dapat memiliki
kandungan 10-15% alkaloid (Suradi 1995 dalam Mulyana 2002).Senyawa
alkaloid tropana dapat menginhibisi syaraf parasimpatik pada sistem syaraf pusat
serangga (Batchelder 1995 dalam Mulyana 2002).
Bioaktifitas Ekstrak Tumbuhan
Eriksson et al. (2008) meneliti sepuluh jenis tanaman yaitu alder (Alnus
glutinosa),

aspen (Populus tremula), beech (Fagus sylvatica), guelder rose

(Viburnum

opulus),

holly

(Ilex

aquifolium),

horse

chestnut

(Aesculus

hippocastanum), lilac (Syringa vulgaris),spindle tree (Evonymus europaeus),
walnut (Juglans regia), dan yew (Taxus baccata). Hasil peneilitian menunjukkan
bahwa senyawa aktif dari ekstrak metanol kulit

Aesculus yang difraksinasi

dengan liquid chromatography menunjukkan bahwa komponen senyawa
utamanya adalah golongan alkohol dan ester-ester dari hexanoic acid yang
keduanya tergolong sebagai antifeedant baru.

9

Menurut Atmaka (2002), penambahan tepung daun sirsak ke dalam media
memiliki pengaruh nyata dalam penurunan serangga turunan pertamadengan
konsentrasi sebesar 2%. Menurut Putri (2004) biopestisida dari daun sirsak
memberikan pengaruh nyata pada konsentrasi 2% sebagai biopestisida, sedangkan
menurut Kulsum (1998) pertambahan 0,5% tepung biji sirsak pada media dapat
menghambat perkembangan Sitophilus zeamanis.Biji sirsak mengandung minyak
yang dapat digunakan untuk cat dan insektisida(Samson 1992 dalam Kulsum
1998). Biji sirsak mengandung 2 jenis alkaloid yang beracun bagi serangga yaitu
cytinine dan spartein (Fear 1987 dalam Kulsum 1998). Selain itu juga
mengandung flavonoid, senyawa berupa rotenon yang dapat bereaksi dengan
mengganggu proses produksi energi (Guenter & Jippson dalam Kulsum 1998).
Isoflavon rumit berupa senyawa rotenon merupakan insektisida alam yang kuat
(Harborne 1987).
Cengkeh digunakan untuk pengobatan, pemeliharaan gigi, dan sebagai
rempah-rempah. Paling banyak digunakan sebagai campuran dalam rokok kretek
(Hadiwijaya 1986). Bagian yang banyak dimanfaatkan adalah bunga, tangkai, dan
daunnya. Minyak cengkeh beraroma khas, biasa digunakan untuk campuran
farfum dan sabun. Terkadang minyak cengkeh juga digunakan untuk memberi
rasa pada berbagai jenis makanan (Guenther 1990).
Minyak atsiri

yang terkandung pada tanaman cengkeh bersifat

bakteriostatik, bakterisida, antifungal, dan antiseptik. Salah satu komponen dari
minyak atsiri tanaman cengkeh adalah eugenol yang presentasenya bervariasi
pada setiap tanaman. Minyak bunga cengkeh mengandung eugenol 85-95%,
minyak gagang atau tangkai cengkeh mengandung 90-95%, dan minyak dari daun
cengkeh mengandung eugenol 80-88%. Selain itu minyak cengkeh juga
mengandung eugenol asetat yang sifatnya sama dengan eugenol namun dalam
jumlah yang lebih sedikit (Guenther 1988).
Menurut Syafii (2000) fraksi n-heksana dari kayu Sonokembang terdapat 3
komponen utama yaitu guaiacol, 2-napthalenemetanol, dan 9,12-octadekadienoat.
Fraksi n-heksana kayu Eboni dapat diidentifikasi lima komponen utama yaitu 1(2propeniloksi)-2-propanol, sikloheksanon, 2-butoksi-etanol, 2-metil-1-propoksi-

10

propana, dan asam oktanoat. Pada fraksi tak terlarut kayu Torem terdapat asam phidroksi benzoat, asam vanilat, dan asam siringat.
Menurut Prianto (2008) menyatakan bahwa uji fitokimia Picrasma
javanicamemiliki kandungan berupa saponin, flavonoid, triterpenoid dan
glikosida. Kandungan flavonoid berupa isoflavon rumit yaitu senyawa rotenon
merupakan insektisida alam yang kuat (Harborne 1987). Sedangkan menurut
Robinson (1995) rotenon berfungsi sebagai pestisida yang merupakan inhibitor
oksidasi mitokondria. Kandungan triterpenoid merupakan komponen aktif sebagai
anti fungus, insektisida, dan anti pemangsa, diduga berupa senyawa asam ursolat,
dan asam oleanolat. Kandungan glikosida merupakan senyawa perlindungan dari
gangguan serangga tertentu (Robinson 1995), sedangkan menurut Harborne
(1987) glikosida berkhasiat farmakologi dan senyawa fenolik menghambat kerja
enzim. Kandungan triterpenoid steroid mampu mempengaruhi hormon serangga
dalam proses ganti kulit (Harborne 1987).
Ekstrak D. AcutangulumdanP. retrofractum efektif terhadap hama sasaran
S.litura dan aman terhadap predatornya S. annulicornis (Fachry, 1995).
Penggunaan bahan tumbuhan liar rawa seperti rumput minjangan (Chromolaena
odorata),

maya

(Amorphophallus

campanulatus),

sirih

hutan

(Piper

sarmentosum), tumbuhan kayu lurus/sungkai (Peronema canescens), simpur
(Dellinea suffiruticosa), kalampan, suli tulang, binderang (Scleria oblata), bakung
(Crymum asiaticum), jengkol (Phitecellobium lobatum), tawar (Costus spec), dan
tumbuhan mercon dapat membunuh ulat grayak antara 75-95%. Dengan demikian
tumbuhan liar rawa tersebut perlu mendapat perhatian kelestariannya terutama
sebagai alternatif pengganti insektisida sintetik dalam pengendalian ulat grayak
(Asikin dan Thamrin 2009).
Sebagai penelitian awal, diketahui tiga jenis tumbuhan yang berpotensi
dijadikan bioinsektisida yaitu tumbuhan pegagan (Centella asiatical), kacang
parang (Canavalia ensiformis), dan mengkudu (Morinda citrifolia). Ketiga jenis
tumbuhan tersebut dapat membunuh ulat Plutella xylostella pada kubis dengan
mortalitas 60-75% (Asikin dan Thamrin 2009).

11

Bioaktif sebagai Larvisida
Ektrak Lantana camara pada konsentrasi 1,0 mg/ml memberikan
mortalitas maksimum terhadap larva Ae. aegypti, sedangkanpada larvaCulex
quinquefasciatus mortalitas tertinggi terjadi pada konsentrasi 3,0mg/ml (Kumar
dan Maneemegalai 2008). Daun dan biji Sirsak dapat digunakan untuk ramuan
biopestisida, larvisida, repellent (penolak serangga), dan anti feedant (penghambat
makan dengan cara racun kontak), menanggulangi hama belalang dan hama
lainnya. Kandungan efektifnya biji, daun, dan akar berupa senyawa annonain.
Pada bagian bijinya mengandung minyak 42 % - 45% (Zuhud dan Haryanto
1994).Fraksi A 1 dari ekstrak biji Sterculia guttata merupakan senyawa non-polar
yang mempunyai aktivitas biolarvisida (Katade et al. 2006).
Ekstrak etanol dari Cryptomeria japonica, memiliki aktivitas terbaik
terhadap larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dengan masing-masing nilai LC 50
63,2 dan 93,8 µg/ml,. Empat senyawa utama: ferruginol, epi-cubebol, cubebol,
dan isopimarol. Cubebol menunjukkan aktivitas terbaik terhadap Ae. aegypti dan
Ae. albopictus dengan masing-masing nilai LC 50 nilai 60,1 dan 50,0 µg/ml.
Ekstrak C. japonica memiliki efek penghambatan yang sangat baik terhadap larva
Ae. aegypti dan Ae. albopictus dan nilai LC 50 -nya masing-masing adalah 2,4 dan
3,3 µg/ml. Hasil isolasi kayu C. japonica berupatectoquinoneLC 50 dari
tectoquinone terhadap Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam 24 jam masingmasing adalah 3,3 dan 5,4 µg /ml (Cheng et al. 2008).
Ekstrak
buahPiper

methanol

cassia,

buahIlliciumverum,

buahZanthoxylumpiperitum

danKaempferia

kulitCinnamomum

nigrum,

galangamemilikipotensisebagailarvisida
2004).EkstrakbenzenefraksidaunCitrullus
larva

nyamukAe.

stephensi

EkstraketanoldaundanbuahMelia

(Yang
vulgaris

daripadaAe.
azedarach

et

al.

Schradlebihefektifterhadap

aegypti

(Mulaiiet

al.

Lmenyebabkankematian

2008).
yang

tinggiterhadap larva Ae.aegypti(Coria et al. 2008).Minyak kamandrah dan jarak
pagar berpengaruh terhadap peletakan telur Ae. aegypti. Minyak kamandrah
terdapat senyawa aktif jenis alkaloid golongan piperdine yg diduga sebagai
larvisida, kadar piperdine kamandrah 0,0385% dan jarak pagar 0,0054% (Astuti
2008).

12

Taksonomi Mimba
Menurut Sukrasno (2003) sistematika taksonomi tanaman mimba sebagai berikut:
Domain

: Eukaryota

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophytes

Subdivisi

: Angiosperms

Class

: Dicotyledonae

Order

: Rutales

Suborder

: Meliineae

Family

: Meliaceae

Genus

: Azadirachta

Specific epithet : indica – A.Juss
Botanical name : Azadirachta indica A. Juss
Nama daerah : nimba (jawa), surian bawang (Kalimantan), nibwak (Irian)

Morfologi Tanaman Mimba
Mimba merupakan pohon yang tinggi batangnya dapat mencapai 20 m.
Mimba dapat tumbuh pada pada dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m diatas
permukaan laut. Kulit tebal, batang agak kasar, daun menyirip genap, dan
berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan runcing, sedangkan buahnya
merupakan buah batu dengan panjang 1 cm. Buah mimba dapat dihasilkan dengan
baik pada ketinggian 0 – 200mdpl. Buah mimba dihasilkan dalam satu sampai dua
kali setahun, berbentuk oval, bila masak daging buahnya berwarna kuning, biji
ditutupi kulit keras berwarna coklat dan didalamnya melekat kulit buah berwarna
putih. Batangnya agak bengkok dan pendek, oleh karena itu kayunya tidak
terdapat dalam ukuran besar (Sukrasno 2003)

13

Kandungan Kimia Tanaman Mimba
Menurut Atawodi dan Joy (2009) metabolit sekunder yang ditemukan dalam
Azadirachta indica antara lain;
1. DaunmengandungParaisin,

suatu

alkaloid

dankomponenminyakatsirimengandungsenyawasulfida
2. Bijimengandungazadirahtin, azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion,
gedunin, 17-epiazadiradion, 17-hidroksi azadiradiondan alkaloid dan ester
asam lemak.
3. Kulitbatangdankulitakarmengandungnimbin,

nimbinin,

nimbidin,

nimbosterol, nimbosterin, sugiol, nimbiol, margosin, asam gallic,
polisakarida, polisakarida GIa, polisakarida GIb, polisakarida GIIa,
polisakarida GIIIa.
4. Hasilhidrolisisekstrakbungaditemukankuersetin,
dansedikitmirisetin.

Dari

kaemferol,

bagiankayuditemukannimaton,

15%

zatsamakterkondensasi.
Khasiat Tanaman Mimba
Aktivitas farmakologi tanaman mimba telah banyak dibuktikan dalam
berbagai penelitian diantaranya sebagai antifertilitis, antiplasmodial, antiinflamasi,
antiteramatik,

antipiretik,

penurunan

gula

darah,

antitukak

lambung,

hepatoprotektor, imunopotensiasi, antifertilitas, antibakteri, antijamur,
kanker, antitripanosoma dan antivirus (Atawodi dan Joy 2009).
Taksonomi Aedes aegypti
Klasifikasi Aedes aegypti adalah sebagai berikut (Soedarto 1992) :
Domain

: Eukaryota

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda

Class

: Insecta

Ordo

: Diptera

Subordo

: Nematocera

Family

: Culicidae

anti

14

Subfamily

: Culicinae

Genus

: Aedes

Subgenus

: Stegomya

Species

: Aedes aegypti

Morfologi Aedes aegypti
Nyamuk Ae. aegypti mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Terdiridaritigabagianyaitu : kepala, dada, danperut
2. Kepalaterdapatsepasangantena yang berbuludanmoncong yang panjang
(proboscis) untukmenghisapdarah
3. Pada

dada

ada

3

pasang

kaki

yang

beruassertasepasangsayapdepandansayapbelakang yang mengecil yang
berfungsisebagaipenyeimbang (halter).
Ae. aegypti dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Pada bagian
dada, perut, dan kaki terdapat bercak-bercak putih yang dapat dilihat dengan mata
telanjang. Pada bagian kepala terdapat pula probocis yang pada nyamuk betina
berfungsi untuk menghisap darah, sementara pada nyamuk jantan berfungsi untuk
menghisap bunga. Terdapat pula palpus maksilaris yang terdiri dari 4 ruas yang
berujung hitam dengan sisik berwarna putih keperakan. Pada palpus maksilaris
Ae. aegypti tidak tampak tanda-tanda pembesaran, ukuran palpus maksilaris ini
lebih pendek dibandingkan dengan proboscis (Sudarto 1992).
Siklus Hidup Ae. aegypti
Ae. aegypti merupakan serangga yang aktif pada pagi hingga siang hari.
SiklushidupnyamukAe.aegyptimengalami

metamorphosis

sempurnayaitutelur,

larva, pupa dandewasa (HadidanKoesharto 2006). Larva dan pupa memerlukan air
untukkehidupannya,

sedangkantelurtahanhiduptanpa

airdalamwaktu

lama,

meskipunharustetapdalamlingkungan yang lembab (Christoper 1960).
Telur
Nyamuk Ae. aegypti meletakkan telur pada permukaan air bersih. Telur berbentuk
elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur bias tahan
(dorman)

selamabeberapamingguataubahkanbulandanketika

air

15

menutupiseluruhbagiantelur,
makatelurakanmenetasmenjadijentik(HadidanKoesharto2006).

Telur

menetas

dalam 1 sampai 2 hari dengan tingkat fertilitas mencapai 98% pada suhu 24-250C
dan menurun pada suhu yang lebih tinggi (Mohammed dan Cadee 2011).
Larva
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva (instar). Perkembangan dari
instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 4-8 hari. Setelah mencapai instar
ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman.
Persentase larva menjadi pupa mencapai 87,7% pada suhu 24-250C, 98.5% dan
prosentase menurun dengan kenaikan suhu (Mohammed dan Cadee 2011).
Perubahan fase instar ditandai dengan proses pergantian kulit (Bates 1970).
Kepala

larva

sertasikatmulut

berkembangbaikdengansepasang
yang

antenna

menonjol.Perutnyaterdiriatas

danruasterakhirdilengkapidengantabungudara

(sifon)

9
yang

danmatamajemuk,
ruas

yang

jelas,

bentuknyasilinder

(HadidanKoesharto 2006).
Pupa
Pupa merupakan larva yang memasuki masa dorman.Larva cenderung berhenti
makan dan tetapsaat istirahat di permukaan. Pupa nyamuk berbentuk seperti
koma, kepala dan dadanya bersatu dilengkapi dengan sepasang trompet
pernapasan.Pupa

nyamukbergerakaktiftifaksepertikebanyakan

pupa

seranggalainnya (Bates 1970).Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya
nyamuk dewasa keluar dari pupa (HadidanKoesharto 2006).
Dewasa
Nyamuk dewasa Ae. aegypti mudah dibedakan dari anggota sub-genus lainnya
dengan corak putih pada punggung dengan pola seperti siku yang berhadapan.
Probosis gelap, sedangkan palpi 1/5 panjang probosis dengan corak putih pada
ujungnya, clypeus bercorak putih lateral, dan pedicel dengan bercak putih di
bagian samping. Pada nyamuk jantan palpi sama panjang dengan probosis dengan
pita dasar putih pada palpomere II-IV. Dua segmen terakhir ramping dengan seta
yang pendek. (Becker et al. 2003). Nyamuk Aedes memiliki ujung abdomen yang
runcing, mempunyai cerci yang menonjol, dibagian lateral dada terdapat rambut
post-spiracular dan tidak memiliki rambut spiracular (Hadi dan Koesharto 2006).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan daribulan April 2011 sampai dengan Maret
2012di Laboratorium Farmakologi Bioteknologi dan Laboratorium Pengendalian
Serangga Hama dan Biodegradasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Bahan dan Alat
Bahan penelitian yang digunakan adalah kulit mimba (Azadirachta indica
A.Juss) yang diperoleh dari Situbondo Jawa Timur. Bahan pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi antara lain: metanol, etil asetat, butanol dan aquadest, sedangkan
bahan untuk pengujian fitokimia antara lain: aquadest, pereaksi Dragendorf,
pereaksi

Mayer,

pereaksi

Liebermann-Burchard,

FECL 3

dan

natrium

hidroklorida,serta bahan untuk fraksinasi antara lain:lempeng silika gel, dan silika
gel 60. Alat yang digunakan antara lain, hammer mill, saringan 60 mesh, oven,
kertas saring whatman, tabung reaksi, neraca analitik, vacuumrotary evaporator,
Sonicator Branson, corong pisah, water bath,Column Cromatography (CC), dan
NMR.
Persiapan Bahan
Kulit batang mimba dibersihkan dan kemudian dipotong-potong dengan
ukuran + 2 cm. Potongan kulit mimba dikeringkan dalam suhu ruang selama 7
hari. Potongan kulit mimba kemudian dibuat serbuk dengan menggunakan
hammer mill dan disaring untuk memperoleh ukuran 40 – 60 mesh. Serbuk
kemudian dikering udarakan sampai Kadar Air 15%.
Penetapan Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang serbuk kulit mimba
sebanyak ± 2 gram.Serbuk diukur beratnya dan dimasukkan dalam oven pada
suhu 102±3oC sampai beratnya konstan (+ 3 jam).Serbuk didinginkan dalam
desikator sebelum diukur berat kering tanurnya.

18

Perhitungan % kadar air sesuai denganrumus :

Kadar air (%) =



dimana,
BKU = Bobot serbuk kering udara
BKT = Bobot serbuk kering anur

Ekstraksi dan Fraksinasi
Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi menggunakan
pelarut metanol, etil asetat, danbutanol.Ekstraksi dilakukan secara bertingkat
dengan pelarut pertama metanol, kemudian dilanjutkan dengan pelarut etil asetat,
dan butanol. Serbuk kulit mimba sebanyak ± 1000 gram direndam dengan
metanol selama 24 jam dengan mengaduk sesering mungkin. Perendaman
dilakukan beberapa kali sampai diperoleh ekstrak yang bening. Ekstrak metanol
diperoleh dengan menyaring residu dengan ekstraknya dengan kertas saring
Whatman.
Ekstrak dievaporasi dengan rotari evaporator vakum pada suhu ± 40oC,
sampai diperoleh ekstrak pekat metanol ± 30 ml. Ekstrak pekat tersebutkemudian
ditambahkan aquades sampai diperoleh 300 ml ekstrak. Ekstrak kemudian
dimasukkan dalam corong pisah 1000 ml dan diekstraksi dengan pelarut
berikutnya yaitu etil asetat sebanyak 300 ml (1:1). Ekstrak dalam corong pisah
dikocok agar aquades dan etil asetat berinteraksi dan didiamkan beberapa saat
sampai ada pemisahan yang jelas antara kedua pelarut. Pada tahap ini diperoleh
fraksi terlarut etil asetat dan tidak terlarutnya. Fraksi tidak terlarut diekstraksi
kembali dengan pelarut berikutnya yaitu butanol. Tahap ini dilakukan beberapa
kali sampai diperoleh fraksi terlarut etil asetat dan butanol yang jernih.
Tiap ekstrak kemudian dievaporasi dengan rotari evaporator vakum pada
suhu ± 40oC untuk memperoleh fraksi terlarut pekat etil asetat, butanol, dan
fraksitidak

terlarut.Untuk

mendapatkanekstrak

padat

dari

masing-masing

19

pelarut,ekstrak pekat hasil evaporasi kemudian dikeringkan pada suhu ruang
dengan bantuan kipas angin.Sedangkan padatan fraksi tidak terlarut diperoleh
dengan mengeringkannya dalam water bath.

Serbuk Kulit Mimba
Metanol
Residu
Ekstrak Metanol
+ Aquades
Etil Asetat
Fraksi Terlarut Etil Asetat

Fraksi Tidak terlarut
Butanol

Fraksi Terlarut Butanol

Fraksi Tidak Terlarut

Uji Larvisida

Fraksi Aktif

Gambar 1 Diagram alir ekstraksi kulit mimba

Rendemen tiap ekstrak dihitung dengan rumus:
Rendemen (%) =

x 100 %

dimana:
BKA = Berat kering ekstrak padat yang diperoleh (gram)
BKS = Berat kering serbuk yang diekstraksi (gram)

Ekstrak padat yang diperoleh kemudian diuji fitokimia sesuai dengan
metode Harborne (1987):Kelompok senyawa yang diamati antara lain alkaloid,
saponin, triterpenoid, steroid, phenol, dan flavonoid . Menurut Kristanti (2006)

20

fitokimia merupakan langkah awal untuk mengetahui gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti, dimana metode
yang digunakan sebagian besar merupakan reaksi pengujian warna dengan suatu
pereaksi warna.
Penapisan Fitokimia
a. Identifikasi golongan alkaloid
Ekstrak sebanyak 10mg dilembabkan dengan amonia 30%, digerus dalam
mortir, ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kuat. Campuran disaring
dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai
larutan A), sebanyak 5 ml larutan A diekstraksi dengan 5 ml larutan HCL
1:10 dengan pengocokan tabung reaksi, diperoleh larutan bagian atas
(larutan B). Larutan A diteteskan pada kertas saring dan disemprot atau
ditetesi dengan pereaksi Dragendorff dan Mayer, terbentuk endapan merah
bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi
Meyer menunjukkan adanya asenyawa alkaloid.
b. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid
Ekstrak sebanyak 10 mg simplisia dimaserasi dengan 100 ml eter selama 2
jam dalam wadah dengan penutup wadah rapat, disaring dan diambil
filtratnya. Sebanyak 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan
penguap hingga diperoleh residu, ke dalam residu ditambahkan 2 tetes
asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi LiebernmanBuchard), terbentuknya warna hijau atau merah menunjukkan adanya
senyawa golongan steroid dan triterpenoid.
c. Identifikasi golongan flavonoid
Ekstrak sebanyak 20 mg simplisia ditambahkan 10 ml air panas,
dididihkan selama 10 menit, kemudian saring dengan kertas saring,
sehingga diperoleh filtrat yang selanjutnya digunakan sebagai larutan
percobaan. Sebanyak 5 ml larutan percobaan ditambahkan serbuk atau
lempeng magnesium secukupnya dan ditambah 1 ml asam klorida pekat
dan 5 ml amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah, terbentuknya
warna merah pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa
flavonoid.

21

d. Identifikasi golongan saponin
Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan C,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok selama 10 detik secara
vertikal, kemudian dibiarkan 10 menit, terbentuknya busa yang stabil
dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa golongan saponin, dan
bila ditambahkan 1 tetes asam klorida 1 % (encer) busa tetap stabil.

Kromatografi Lapis Tipis
Eluen yang digunakan dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sangat
menentukan keberhasilan pemisahan senyawa dalam ekstrak. Penentuan eluen
terbaik menggunakan kombinasi beberapa pelarut dengan sistem gradien. Eluen
disiapkan dengan mencampur sistem eluen yang diinginkan dalam bejana
kromatografi. Bejana dijenuhkan dengan eluen beberapa saat (+ 15 menit). Pelat
KLT yang digunakan adalah silika gel G 60 F254. Larutan ekstrak diteteskan pada
permukaan KLT dengan menggunakan pipa kapiler. Penetesan dilakukan sampai
diper