Spatial Autoregressive Poisson Model for Detecting Influential Factors on the Number of patients with Malnutrition in the Province of East Java

MODEL SPASIAL OTOREGRESIF POISSON UNTUK
MENDETEKSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP JUMLAH PENDERITA GIZI BURUK DI
PROVINSI JAWA TIMUR

SITI ROHMAH ROHIMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Spasial Otoregresif
Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah
Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, September 2011
Siti Rohmah Rohimah
G151090091

ABSTRACT
SITI
ROHMAH
ROHIMAH.
Spatial
Autoregressive
Poisson
Model
for Detecting Influential Factors on the Number of patients
with Malnutrition in the Province of East Java. Supervised by MUHAMMAD
NUR AIDI and ANIK DJURAIDAH.

One indicator of poverty can be seen from the large of people with
malnutrition. Genesis residents suffer from malnutrition in the Province of East
Java is a rare occurrence, so the incidence of people suffering from malnutrition

can be assumed to follow a Poisson distribution. Although the incidence of people
suffering from malnutrition including a rare occurrence, but malnutrition is a
serious problem that requires special handling because it has led to the decline in
resource quality. For that use spatial autoregressive Poisson models to detect
factors that influence the number of people with malnutrition. Based on the results
of this study was obtained that the factors that influence the number of people
with malnutrition are spatial and non-spatial. Spatial factor that predispose to a
particular location is the location of the neighbors. This means that the number of
people with malnutrition in a region or a nearby location will affect the number of
malnourished people in the surrounding locations. While non-spatial factors that
influence the number of people with malnutrition are the number of families
residing in the slums, the area of land use structure is not enough irrigation, the
number of health workers living in rural or village, and the number of per capita
gross regional domestic product. The coefficient of determination for the SAR
Poisson model was 0.57. Based on the scan statistic method obtained four clusters
of hotspot areas.
Keywords: Poisson distribution, spatial autoregressive Poisson, hotspot

RINGKASAN
SITI ROHMAH ROHIMAH. Model Spasial Otoregresif Poisson untuk

Mendeteksi Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi
Buruk di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing Oleh MUHAMMAD NUR AIDI
dan ANIK DJURAIDAH.
Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang
ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Gizi buruk
secara langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi,
sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi,
pelayanan kesehatan, pola asuh, kemampuan daya beli keluarga, pendidikan, dan
pengetahuan. Masalah gizi buruk membutuhkan penanganan yang tepat, karena
konsekuensinya dapat menimbulkan penurunan kualitas sumber daya manusia.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah penderita
gizi buruk terbanyak di Indonesia. Dalam upaya menangani banyaknya jumlah
penderita gizi buruk diperlukan upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhinya baik spasial maupun nonspasial. Jumlah warga yang menderita
gizi buruk merupakan data cacahan (count data) dan kejadian warga menderita
gizi buruk merupakan kejadian yang jarang terjadi, sehingga dalam penelitian ini
menggunakan model Spatial Autoregressive Poisson (SAR Poisson).
Penggunaan model SAR Poisson diharapkan dapat menentukan faktorfaktor yang berpengaruh baik secara spasial maupun nonspasial terhadap
banyaknya jumlah penderita gizi buruk. Selain itu, pemberantasan kerawanan

penderita gizi buruk merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat Indonesia, sehingga diperlukan penanganan yang tepat sasaran untuk
menanganinya. Teknik Geoinformatika dapat digunakan untuk mengetahui daerah
kritis (hotspot) yang sangat penting untuk menentukan upaya strategis dalam
menangani masalah gizi buruk. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan metode
Scan statistic untuk mendeteksi wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk.
Penelitian ini menggunakan data Podes 2008 dan data BPS 2008 yang telah
dipublikasikan oleh BPS. Peubah respon yang digunakan adalah jumlah penderita
gizi buruk. Sedangkan peubah penjelas yang diamati antara lain: jumlah keluarga
yang bertempat tinggal di permukiman kumuh, luas struktur penggunaan lahan
tidak berpengairan, jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin, jumlah
tenaga kesehatan yang tinggal di desa atau kelurahan, dan jumlah Produk
Domestik Regional Bruto per Kapita.
Hasil penelitian ini diperoleh korelasi spasial yang signifikan yang berarti
bahwa jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang
berdekatan akan berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di
sekitarnya. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah keluarga yang bertempat
tinggal di permukiman kumuh
dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di
desa atau kelurahan

akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk.
Sedangkan semakin meningkatnya luas struktur penggunaan lahan tidak
serta jumlah produk domestik regional bruto per kapita
berpengairan
dapat menurunkan jumlah penderita gizi buruk. Uji kebaikan modelnya
menggunakan koefisien determinasi (R2). Berdasarkan R2 devians, jumlah

keragaman dari jumlah penderita gizi buruk dapat dijelaskan oleh peubah
penjelasnya sebesar 57%
Berdasarkan metode Scan statistic diperoleh empat kelompok wilayah
hotspot. Tingkat kerawanan gizi buruk tertinggi adalah Hotspot 1 terdiri dari
Bangkalan dan Kota Surabaya dengan resiko relatif sebesar 2.19. Hotspot 2 terdiri
dari Magetan, Kota Madiun, Ngawi, Ponorogo, Madiun, Pacitan, Trenggalek, dan
Nganjuk dengan nilai resiko relatif sebesar 1.69. Daerah Hotspot 3 adalah
Probolinggo dengan resiko relatif sebesar 1.73. Hotspot 4 terdiri dari Bondowoso
dan Situbondo dengan resiko relatif sebesar 1.23.
Kata kunci: sebaran Poisson, spasial otoregresif Poisson, hotspot

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL SPASIAL OTOREGRESIF POISSON UNTUK
MENDETEKSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP JUMLAH PENDERITA GIZI BURUK DI
PROVINSI JAWA TIMUR

SITI ROHMAH ROHIMAH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Statistika


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, MSc.

Judul Tesis : Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor
yang Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di
Provinsi Jawa Timur
Nama

: Siti Rohmah Rohimah

NIM

: G151090091

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Anik Djuraidah, M.S.
Anggota

Diketahui,
Ketua Program Studi
Statistika

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Erfiani, M.S.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian : 19 Agustus 2011

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah model spasial, dengan judul
“Model Spasial Otoregresif Poisson untuk Mendeteksi Faktor-Faktor yang
Berpengaruh terhadap Jumlah Penderita Gizi Buruk di Provinsi Jawa Timur”.
Penelitian yang dilakukan penulis merupakan bagian dari payung Hibah Penelitian
Pascasarjana Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor yang didanai
Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi
MS, dan Ibu Dr. Ir. Anik Djuraidah MS, selaku pembimbing, yang telah
memberikan bimbingan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis bisa
menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak
Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc. selaku penguji luar dan Bapak Dr. Ir. Asep
Saefuddin, M.Sc. sebagai Ketua Tim Peneliti Hibah Pascasarjana tahun 20102011 dengan topik “Pengembangan dan Aplikasi Geoinformatika Bayesian pada
Data Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus di Jawa Timur)”, atas segala motivasi
dan masukannya, serta izin yang diberikan kepada penulis untuk turut terlibat di
dalam hibah penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada

orang tua dan seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terima
kasih kepada teman-teman Statistika angkatan 2009 dan keluarga besar Statistika
dan semua pihak terkait atas bantuan, waktu dan kebersamaannya. Semoga karya
ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, September 2011

Siti Rohmah Rohimah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lemahsugih, pada tanggal 9 Agustus 1984 sebagai
anak dari pasangan Bapak Sukarna dan Ibu Alwisah. Penulis merupakan putri
bungsu dari enam bersaudara.
Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1
Majalengka dan pada tahun yang sama lulus melalui SPMB pada Jurusan
Matematika FMIPA Universitas Negeri Jakarta. Pada tahun 2007 penulis
menyelesaikan kuliah dan mulai mengajar di Yayasan Pendidikan Islam AlAzhar. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Statistika Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA ................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

x

PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian ..................................................................................

1
1
3

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
Pemilihan Peubah Gizi Buruk ............................................................... 5
Regresi Poisson ..................................................................................... 7
Matriks Pembobot Spasial ..................................................................... 7
Model SAR ........................................................................................... 9
Model SAR Poisson .............................................................................. 10
Hotspot ................................................................................................ 14
DATA DAN METODE ................................................................................. 17
Data ...................................................................................................... 17
Metode Analisis .................................................................................... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Deskripsi Data ......................................................................................
Analisis Model Regresi Poisson ............................................................
Analisis Model SAR Poisson ................................................................
Analisis Wilayah Hotspot .....................................................................

19
19
21
22
26

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
LAMPIRAN ................................................................................................... 33

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Nilai korelasi antar peubah penjelas ........................................................... 19
2 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson ........................................... 22
3 Nilai dugaan parameter model spasial otoregresif Poisson ......................... 23
4 Kelompok wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk di Provinsi Jawa
Timur tahun 2008 ...................................................................................... 28

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ilustrasi contoh konfigurasi lokasi yang berdekatan ...................................

8

2. Peta administratif wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur ........................ 17
3. Diagram kotak garis untuk peubah penjelas dan peubah respon yang
dibakukan ................................................................................................. 20
4. Peta kelompok wilayah hotspot kerawanan gizi buruk di Provinsi Jawa
Timur tahun 2008 ...................................................................................... 27

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Penurunan fungsi log kemungkinan maksimum fungsi massa peluang
Poisson .........................................................................................................35
2 Matriks pembobot
berdasarkan tetangga terdekat yang sudah
dinormalkan .................................................................................................40
3 Hasil setiap iterasi penduga parameter SAR Poisson dengan metode NewtonRaphson .......................................................................................................43
4 Diagram garis untuk setiap iterasi penduga parameter SAR Poisson .............44
5 Program pendugaan parameter regresi Poisson dan SAR Poisson dengan
metode Newton-Raphson ..............................................................................46

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga masyarakat
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Derajat
kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator meliputi indikator
angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi masyarakat
(Depkes 2009). Selain itu, indikator untuk menganalisis standar kesehatan suatu
rumah tangga meliputi status gizi, status penyakit (kematian bayi dan anak,
tingkat morbiditas yang berkaitan dengan penyakit tertentu seperti malaria, infeksi
saluran pernafasan, diare, dan polio), ketersediaan pelayanan kesehatan, dan
penggunaan pelayanan kesehatan tersebut oleh rumah tangga miskin dan tidak
miskin (WBI 2002).
Hasil Riset kesehatan dasar 2010 menunjukkan 40.6% penduduk
mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan minimal yaitu kurang dari 70% dari
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan
kelompok umur ditemukan 24.4% Balita, 41.2% anak usia sekolah, 54.5% remaja,
40.2% dewasa, serta 44.2% ibu hamil mengonsumsi makanan di bawah kebutuhan
minimal.
Status gizi balita dinilai berdasarkan parameter antropometri yang terdiri
dari berat badan dan panjang atau tinggi badan. Indikator status gizi yang
digunakan adalah: Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Untuk menilai
status gizi balita digunakan Standar Antropometri yang dikeluarkan oleh WHO
pada tahun 2005 atau yang disebut dengan standar WHO 2005. Dalam Millenium
Development Goals (MDGs), indikator status gizi yang dipakai adalah BB/U dan
angka prevalensi status underweight (gizi kurang dan buruk) dijadikan dasar
untuk menilai pencapaian MDGs.
Kasus Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi
utama yang banyak dijumpai pada balita. Provinsi di Indonesia yang memiliki
jumlah penderita gizi buruk terbanyak antara lain Jawa Timur. Gizi buruk secara

2

langsung disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi,
sedangkan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi,
pelayanan kesehatan, pola asuh, kamampuan daya beli keluarga, pendidikan, dan
pengetahuan (DBGM 2008). Masalah gizi buruk membutuhkan penanganan yang
tepat, karena konsekuensinya dapat menimbulkan penurunan kualitas sumberdaya
manusia. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan
tingkat kecerdasan anak, terhambatnya pertumbuhan, perkembangan anak, serta
menurunkan produktivitas.
Angka penderita gizi buruk di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun
2010, jumlahnya mencapai 17.9%. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
diperoleh bahwa tingkat prevalensi gizi buruk yang berada di atas rata-rata
nasional (5.4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota.
Berdasarkan data Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan pada 2010 tercatat
43.616 anak balita gizi buruk. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2009
yang berjumlah 56.941 anak. Namun, angka penderita gizi buruk pada tahun 2010
masih lebih tinggi dibandingkan 2008 yang berjumlah 41.290 anak. Berdasarkan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, beberapa provinsi tercatat
memiliki jumlah penderita gizi buruk yang cukup tinggi. Provinsi Jawa Timur
menempati urutan pertama dengan jumlah kasus sebanyak 14.720 dan tingkat
prevalensi gizi buruk tertinggi sebesar 4.8% di Pulau Jawa (BPPK 2008).
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi telah banyak
dilakukan antara lain, Hayati (2009) mengklasifikasikan status gizi berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk balita di Jawa Timur dengan
menggunakan analisis diskriminan, Ernawati (2006) menjelaskan hubungan faktor
sosial ekonomi, hygiene, sanitasi lingkungan, tingkat konsumsi, dan infeksi
dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di Kabupaten Semarang tahun 2003, Rizal
(2008) mengemukakan bahwa ada hubungan antara pemanfaatan lahan pertanian,
jarak fasilitas kesehatan pendidikan, dan pekerjaan orang tua balita dengan kasus
gizi buruk dan gizi kurang di Kecamatan Mapat Tunggul Tahun 2007.
Penelitian tentang spasial telah banyak dilakukan di antaranya Arisanti
(2011) menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan
menggunakan pendekatan model regresi spasial. Meilisa (2011) menganalisis

3

mengenai faktor-faktor kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan
model model otoregresi simultan dan otoregresi bersyarat. Hasil penelitiannya
diperoleh bahwa kedua model sama baiknya dalam menentukan faktor-faktor
kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu
yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh (Tobler dalam
Anselin 1988). Adanya efek spasial merupakan hal yang lazim terjadi antara satu
wilayah dengan wilayah yang lain. Model yang dapat menjelaskan hubungan
antara suatu wilayah dengan wilayah sekitarnya adalah model spasial. Penderita
gizi buruk dari satu wilayah diduga dapat dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya dan
menyebar Poisson. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan model
spatial autoregressive Poisson (SAR Poisson). Penggunaan model SAR Poisson
diharapkan dapat menentukan faktor-faktor yang berpengaruh baik secara spasial
maupun nonspasial terhadap banyaknya jumlah penderita gizi buruk, sehingga
hasilnya dapat digunakan sebagai salah satu rujukan dalam program pengentasan
kemiskinan.
Selain itu, pemberantasan kerawanan penderita gizi buruk merupakan
masalah yang sangat penting di Indonesia, sehingga diperlukan penanganan yang
tepat sasaran. Teknik Geoinformatika dapat digunakan untuk mengetahui daerah
kritis (hotspot) yang sangat penting untuk menentukan upaya strategis dalam
menangani masalah gizi buruk. Untuk itu dalam penelitian ini digunakan metode
Scan statistic untuk mendeteksi wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara spasial dan
nonspasial terhadap jumlah penderita gizi buruk dengan menggunakan
model SAR Poisson di Provinsi Jawa Timur.
2. Mendeteksi wilayah hotspot kerawanan penderita gizi buruk di Provinsi
Jawa Timur.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pemilihan Peubah Gizi Buruk
Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang
ditandai dengan tidak sesuainya berat badan dengan umur (BPS 2008). Banyak
faktor yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk di antaranya yaitu: faktor
spasial dan nonspasial. Faktor spasial yang mempengaruhi jumlah penderita gizi
buruk di lokasi tersebut adalah jumlah penderita gizi buruk pada tetangganya.
Adapun peubah penjelas atau faktor nonspasial yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1.

Jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh
Permukiman kumuh adalah wilayah permukiman dengan bangunan yang
padat dan tidak layak huni, sanitasi lingkungan yang buruk, dan padat
penduduk (BPS 2008). Ciri-ciri permukiman kumuh antara lain: banyak
rumah yang tidak layak huni, banyak saluran pembuangan limbah yang
macet, penduduk atau bangunan sangat padat, banyak penduduk yang buang
air besar tidak di jamban, dan biasanya berada di areal marginal (di tepi
sungai, pinggir rel kereta api, atau lainnya).

2.

Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani
Buruh tani adalah seseorang yang bekerja di sektor pertanian pada satu atau
lebih majikan atau institusi yang tidak tetap, dalam sebulan terakhir di usaha
rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan
menerima upah atau imbalan berupa uang maupun barang, dan baik dengan
sistem pembayaran harian maupun borongan (BPS 2008).

3.

Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan
Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan meliputi lahan sawah
tadah hujan, lahan sawah pasang surut, lahan polder, lahan lebak, dan lahan
rawa (BPS 2008). Lahan sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang
bergantung pada air hujan. Lahan sawah pasang surut adalah lahan sawah
yang pengairannya tergantung pada air sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surutnya air laut. Lahan polder adalah lahan sawah yang terdapat di delta

6

sungai yang pengairannya berasal dari reklamasi rawa lebak (bukan pasang
surut). Lahan rawa adalah lahan yang merupakan rembesan-rembesan rawa
yang biasanya ditanami padi.
4.

Jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi
masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan
tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima
informasi baru di bidang Gizi (Suharjo dalam Ernawati). Semakin banyak
jumlah sarana pendidikan akan semakin mudah mengakses informasi yang
diterima termasuk pendidikan dan informasi gizi.

5.

Jumlah posyandu
Posyandu adalah salah satu wadah peran serta masyarakat yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat guna memperoleh
pelayanan kesehatan dasar (BPS 2008).

6.

Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir
Kartu Askeskin atau Kartu Peserta Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin
adalah kartu yang menunjukkan bahwa keluarga tersebut menjadi peserta
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (BPS 2008). Dengan kartu tersebut
seluruh anggota keluarga miskin berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
secara gratis di fasilitas kesehatan pemerintah. Wujudnya bisa berupa kartu
Askeskin yang diterbitkan oleh PT Askes atau kartu lain yang diterbitkan oleh
Pemda setempat. Jumlah keluarga yang dicatat di sini adalah jumlah keluarga
yang menerima kartu Askeskin baik yang sudah digunakan maupun belum.

7.

Jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang memiliki pengetahuan atau
keterampilan bidang kesehatan dan melakukan upaya kesehatan untuk
masyarakat umum baik secara langsung maupun tidak langsung, meliputi
dokter, dokter gigi, bidan, perawat, mantri kesehatan, dukun bayi, dan
sebagainya (BPS 2008).

8.

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku
Untuk mengetahui sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dapat
dipenuhi sesuai dengan kehendak dan cita-cita masyarakat, dibutuhkan alat

7

ukur yang relevan yang bisa menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Salah satu alat ukur yang dianggap paling relevan adalah Statistik Pendapatan
Regional yang berupa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk
Domestik Regional Bruto adalah total nilai produksi barang dan jasa yang
diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu biasanya
dalam satu tahun. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita adalah

PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di
wilayah itu.
Regresi Poisson
Regresi Poisson merupakan suatu fungsi regresi dengan peubah respon (Y)
yang mempunyai sebaran peluang Poisson, misalkan peubah cacah Y menyatakan
banyaknya kejadian yang terjadi dalam suatu periode waktu atau wilayah tertentu.
Sebaran Poisson ditentukan oleh fungsi peluang (Fleiss et al. 2003):
, untuk
Misalkan
rata-rata

(1)

merupakan contoh acak dari sebaran peluang Poisson dengan
. Fungsi massa peluang

dinyatakan sebagai berikut:
(2)

Misalkan

merupakan komponen sistematik yang merupakan fungsi linear

dari peubah penjelas X dan parameter
dengan

melalui fungsi penghubung

yang tidak diketahui.
dengan

dihubungkan
. Sehingga

model regresi Poisson berganda dapat dituliskan sebagai berikut:
(3)
dengan

merupakan peubah penjelas ke-k pada pengamatan ke-i dan
(Cameron dan Trivedi 1998).

Matriks Pembobot Spasial
Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan
hubungan antar daerah. Baris ke-i dari matriks pembobot menunjukkan hubungan
pengamatan ke-i dengan semua pengamatan lainnya. Oleh karena itu matriks

8

, dengan

pembobot berukuran

merupakan jumlah semua pengamatan.

Matriks pembobot yang digunakan berdasarkan tetangga terdekat (Fotheringham
dan Rogerson 2009), yang didefinisikan sebagai berikut:

Sebagai ilustrasi, Gambar 1 merupakan contoh konfigurasi lokasi yang
berdekatan.

R1
R2

R3
R4

Gambar 1 Ilustrasi contoh konfigurasi lokasi yang berdekatan
Matriks pembobot untuk wilayah pada Gambar 1 di atas adalah:

Baris pada matrik ketergantungan spasial menunjukkan hubungan spasial
suatu daerah dengan daerah lain, sehingga jumlah nilai pada baris ke-i merupakan
jumlah tetangga yang dimiliki oleh daerah i yang dinotasikan:

dengan

merupakan jumlah pembobot seluruh baris ke-i dan

nilai pembobot

pada baris ke-i dan kolom ke-j. Untuk melihat pengaruh masing-masing tetangga
terhadap suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara nilai pada daerah tertentu

9

dengan total nilai daerah tetangganya. Nilai pembobot ini menunjukkan kekuatan
interaksi antar daerah tersebut. Nilai pembobotan (

) sesuai persamaan berikut:

)=

(

ini adalah elemen matriks yang sudah dinormalkan sehingga jumlah

nilai

setiap baris sama dengan 1.
Model SAR (Spatial Autoregressive Model)
Bentuk persamaan model SAR (Fotheringham dan Rogerson 2009) dapat
ditulis sebagai berikut:
(4)

,
dengan

merupakan koefisien spasial otoregresif,

merupakan matriks

pembobot spasial yang sudah dibakukan pada daerah ke-i dan tetangga ke-j, serta
galat acak yang bebas stokastik identik.
Jika model SAR ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut:
(5)
dengan

merupakan matriks pembobot spasial dengan ukuran

merupakan vektor peubah respon berukuran
,

penjelas berukuran
berukuran

, dan

, X merupakan matriks peubah

menyatakan vektor parameter yang akan diduga

adalah vektor galat model berukuran

.

Bentuk reduksi SAR menjadi persamaan berikut:
(6)
dengan

,

merupakan matriks balikan A dan

dapat dinyatakan sebagai
baris pada daerah ke-i yang berukuran (1 x n).

dengan

.

merupakan vektor

10

Model SAR Poisson
Penggunaan spasial pada model otoregresif untuk data cacah (Lambert et al.
2010) adalah:
(7)
dengan

merupakan vektor baris pada daerah ke-i yang berukuran (1 x n). Pada

model SAR Poisson, nilai harapan pada daerah atau lokasi ke-i merupakan fungsi
dari daerah tetangganya atau lokasi ke-j. Selain itu model SAR Poisson juga
digunakan untuk data pada peubah respon yang berbentuk cacahan (count data).
Fungsi massa peluang dari model SAR Poisson adalah:
(8)
dengan

.

Fungsi kemungkinannya adalah:

Fungsi log kemungkinannya adalah:

(9)

Pendugaan parameter

dan

menggunakan metode kemungkinan

maksimum. Pendugaan fungsi log kemungkinan maksimum dapat dilihat secara
lengkapnya pada Lampiran 1. Fungsi massa peluang dari sebaran Poisson adalah:
(10)
dengan

, fungsi log kemungkinan maksimum adalah:

(11)

11

Untuk memperoleh penduga parameter dari

dan

maka fungsi log

kemungkinan maksimum diturunkan terhadap parameternya. Turunan pertamanya
adalah:
(12)
(13)

dan
dengan
Turunan keduanya adalah:

(14)

dengan

,
(15)
(16)

Pendugaan parameter

dan

pada model SAR Poisson menggunakan

iterasi dengan metode Newton-Raphson. Tahapan dari metode Newton-Raphson
terdiri dari:
, dengan

1.

Menentukan

2.

Membentuk vektor gradien
nomor iterasi.

3.

Membentuk matriks Hessian H:

, iterasi pada saat t = 0.
, dengan t menyatakan

12

4.

Memasukkan nilai

ke dalam elemen-elemen vektor
dan

sehingga diperoleh vektor
5.

dan matriks H

.

Melakukan iterasi mulai dari t = 0 pada persamaan:
nilai

,

merupakan sekumpulan penduga parameter yang konvergen pada

iterasi ke-t.
6.

Jika belum mencapai penduga parameter yang konvergen, maka pada langkah
ke-2 dilakukan kembali sampai mencapai kekonvergenan. Kriteria konvergen
diperoleh ketika akar ciri dari matriks informasi Fisher bernilai positif.
Untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi spasial ( ) dan

digunakan uji Wald (Lambert et al. 2010). Pengujian hipotesis untuk adalah:
(tidak ada korelasi spasial)
(ada korelasi spasial)

statistik

akan mengikuti sebaran

yang diambil yaitu menolak

dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan

, jika

Hipotesis untuk parameter koefisien

(Fleiss et al. 2003) adalah :

Dengan statistik uji Wald :

statistik

akan mengikuti sebaran

yang diambil yaitu menolak

dengan derajat bebas 1. Kriteria keputusan
jika

menggunakan matriks informasi Fisher

dengan rumus sebagai berikut:

Galat baku diperoleh
(McCulloch dan Searle 2001),

13

, sehingga galat baku =

ragam dari

.

Setelah dilakukan penaksiran parameter dan uji signifikansi setiap penduga
parameter, diperlukan ukuran koefisien determinasi yang dapat menggambarkan
hubungan keeratan antara peubah respon dengan peubah penjelas. Koefisien
determinasi atau R2 merupakan ukuran proporsi keragaman peubah respon yang
dapat diterangkan oleh peubah penjelas. Terdapat beberapa R2 yang telah
dikembangkan oleh (Cameron dan Windmeijer 1995) yang didasarkan pada sisaan
devians

, koreksi terhadap

menggunakan derajat bebas

R2 terkoreksi

, dan berdasarkan jumlah kuadrat

Rumus untuk

:

Rumus untuk

Rumus untuk

),

.

:

:

Rumus untuk

dengan

adalah logaritma bilangan asli (ln)

dari fungsi kemungkinan maksimum ketika semua parameter
tidak disertakan dalam model,

adalah nilai pengamatan dari peubah respon;
adalah logaritma bilangan asli dari fungsi

kemungkinan maksimum ketika semua parameter

disertakan dalam model,

adalah nilai dugaan untuk pengamatan ke-i;
adalah logaritma bilangan asli dari fungsi kemungkinan maksimum
ketika hanya

yang disertakan dalam model, dan

rata-rata respon y.

14

Hotspot
Hotspot didefinisikan sebagai lokasi atau wilayah tempat terjadinya suatu
kejadian yang tidak biasa atau kejadian yang luar biasa, anomali, menyimpang,
atau disebut juga daerah kritis (Patil dan Taillie 2004). Selain itu hotspot juga
dapat diartikan sebagai lokasi atau wilayah yang konsisten memiliki tingkat tinggi
untuk terjangkit suatu penyakit dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
daerah sekelilingnya (Haran et al. 2006).
Wilayah hotspot sangat penting diketahui, untuk mengetahui wilayah yang
memerlukan perhatian khusus dalam upaya untuk menangani masalah yang
berkaitan dengan banyaknya jumlah penderita gizi buruk. Satscan adalah alat
geoinformatika yang banyak digunakan untuk mendeteksi hotspot. Scan statistics
(Satscan) merupakan metode statistika yang dapat digunakan untuk mendeteksi
hotspot mengenai kejadian tertentu. Berdasarkan Kulldorff (1997), misalkan Y
merupakan banyaknya seluruh kejadian dalam ruang G, dan Y(A) merupakan
banyaknya kejadian A dengan A
menentukan suatu kumpulan

G. Jendela yang mengelilingi wilayah kajian
dari wilayah Z G. Ada suatu wilayah Z G

sehingga
Jika dalam model, ada suatu wilayah Z G sehingga tiap individu dalam
wilayah hotspot memiliki peluang kejadian p, sedangkan peluang untuk individu
, sedangkan

di luar wilayah hotspot adalah q. Hipotesis nolnya adalah
hipotesis alternatifnya adalah

Apabila

diterima maka,

Misal Z merupakan wilayah
yang akan diduga menjadi wilayah hotspot,
terjadi di wilayah Z dan

merupakan jumlah kejadian yang

merupakan total dari jumlah kejadian.

merupakan

jumlah seluruh penduduk di wilayah Z, n jumlah seluruh wilayah kajian,
komplemen dari

,

komplemen dari

dan

merupakan jumlah seluruh

populasi. Untuk mendeteksi wilayah yang merupakan hotspot diperlukan wilayah
Z yang memaksimumkan fungsi kemungkinan.

15

Peluang dari setiap wilayah yang diamati adalah:

=

Adapun fungsi kemungkinan maksimumnya adalah:

(17)

Sedangkan fungsi kemungkinan maksimum ketika hipotesis nol benar yaitu:

(18)
Untuk pembilang diambil supremum untuk semua p dan q untuk Z yang
telah ditetapkan. Menurut Kulldorff (1997), fungsi kemungkinan pada persamaan
(17) akan maksimum ketika

Statistik uji

dan

, sehingga

dari uji nisbah log kemungkinannya adalah:

16

Setelah memperoleh statistik uji , kemudian menghitung resiko relatif. Resiko
relatif adalah peluang kejadian di suatu wilayah hotspot dibandingkan dengan
wilayah di luar hotspot. Nilai resiko relatif dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:

.

Untuk menentukan nilai statistik uji, diperlukan cara untuk menghitung nilai
uji nisbah kemungkinan dengan memaksimumkan kumpulan wilayah (Z) pada
hipotesis alternatif. Tahap-tahap pengujian hipotesis pada simulasi Monte Carlo
adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai statistik uji dari data yang digunakan.
2. Membangun data ketika kondisi hipotesis nol diterima sebanyak x kali,
dengan x adalah bilangan acak yang cukup besar.
3. Menghitung nilai statistik uji untuk setiap replikasi.
4. Mengurutkan nilai statistik uji dari data yang digunakan dan kumpulan
data yang dibangun pada langkah satu dan dua. Nilai-p diperoleh dengan
rumus: nilai-p =

dengan R adalah rangking yang

diurutkan berdasarkan nilai dari seluruh uji nisbah log kemungkinan
(LLR).

17

DATA DAN METODE
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
berasal dari data Podes 2008 dan data BPS 2008 pada 38 kabupaten/kota yang ada
di Jawa Timur. Berikut ini disajikan Peta Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa
Timur:

Gambar 2 Peta Administratif Wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Keterangan: kode wilayah 38 kabupaten/kota di Jawa Timur:
01. Pacitan
14. Pasuruan
27. Sampang
02. Ponorogo
15. Sidoarjo
28. Pamekasan
03. Trenggalek
16. Mojokerto
29. Sumenep
04. Tulungagung
17. Jombang
71. Kota Kediri
05. Blitar
18. Nganjuk
72. Kota Blitar
06. Kediri
19. Madiun
73. Kota Malang
07. Malang
20. Magetan
74. Kota Probolinggo
08. Lumajang
21. Ngawi
75. Kota Pasuruan
09. Jember
22. Bojonegoro
76. Kota Mojokerto
10. Banyuwangi
23. Tuban
77. Kota Madiun
11. Bondowoso
24. Lamongan
78. Kota Surabaya
12. Situbondo
25. Gresik
79. Kota Batu
13. Probolinggo
26. Bangkalan
Peubah respon yang digunakan adalah jumlah penderita gizi buruk pada tiap
kabupaten/kota di Jawa Timur. Sedangkan peubah penjelas atau faktor nonspasial

18

yang mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1.

Jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh

2.

Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani

3.

Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan

4.

Jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat

5.

Jumlah posyandu

6.

Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir

7.

Jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan

8.

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku

Metode Analisis
Tahapan analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menentukan peubah penjelas
Menghitung korelasi antar peubah penjelas, kemudian dipilih peubah
penjelas yang tidak multikolinearitas.
2. Menentukan matriks pembobot spasial
3. Menduga parameter

.

dengan metode Newton-Raphson.

4. Menguji signifikansi parameter dengan menggunakan uji Wald.
5. Menguji kebaikan model dengan menghitung koefisien determinansi
berdasarkan devians (

), menggunakan

), R2 terkoreksi

bebas

yang terkoreksi derajat

, dan berdasarkan jumlah kuadrat

.
6. Menentukan wilayah hotspot menggunakan metode Scan statistic.
7. Menarik Kesimpulan
Analisis dilakukan dengan menggunakan software R.2.10.1 dan Satscan
9.0.

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi menjadi 2 bagian besar,
yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur
daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur,
sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi
Jawa Timur yang mencapai 46.428 km2 terbagi menjadi 38 Kabupaten/Kota yang
terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota. Selain itu, Jawa Timur memiliki sistem
transportasi darat, laut, dan udara, sehingga memudahkan hubugan antar satu
daerah dengan daerah lainnya.
Penelitian ini menggunakan delapan faktor sebagai peubah penjelas yang
mempengaruhi jumlah penderita gizi buruk sebagai peubah respon. Namun hanya
digunakan lima peubah penjelas yang tidak saling multikolinearitas yaitu: jumlah
keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh
penggunaan lahan tidak berpengairan
Askeskin dalam setahun terakhir
desa/kelurahan
(

luas struktur

, jumlah keluarga yang menerima kartu
, jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di

, dan jumlah pendapatan domestik regional bruto per kapita

. Hasil korelasi antar peubah penjelas dapat dilihat secara terperinci pada

Tabel 1 .
X1
X2
Nilai-p

X3
Nilai-p

X4
Nilai-p

X5
Nilai-p

X6
Nilai-p

X7
Nilai-p

X8
Nilai-p

-0.234
0.158
-0.105
0.529
0.102
0.544
0.240
0.146
0.030
0.860
0.461
0.004
0.231
0.163

Tabel 1 Nilai korelasi antar peubah penjelas
X2
X3
X4
X5

0.043
0.800
0.764
0.000
0.769
0.000
0.561
0.000
0.571
0.000
-0.312
0.057

0.257
0.119
0.080
0.635
-0.104
0.535
0.101
0.545
-0.173
0.300

0.885
0.000
0.347
0.033
0.849
0.000
-0.241
0.144

0.539
0.000
0.936
0.000
-0.124
0.458

X6

X7

0.428
0.007
-0.120
0.473

-0.071
0.673

20

Untuk melihat deskripsi dari setiap peubah digunakan diagram kotak garis
sebagai berikut:

peubah penjelas dan peubah respon

a

Boj onegor o Sumenep Pamek asan

b

K. Malang

Malang

c

K. Sur abay a

Jember
Lamongan Pacitan
Bangk alan Tuban

Gr esik

Boj onegor o

d
e

Jember

f

Malang

Jember

g

K. Sur abay a

Jember

h

Gr esik

K. Malang

Sidoar j o

i

K. Sur abay a

Malang

K. Kedir i

K. Sur abay a

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

nilai peubah bebas dan peubah respon yang dibakukan

Gambar 3 Diagram kotak garis untuk peubah penjelas dan peubah
respon yang dibakukan
Keterangan:
a: Jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh
b: Jumlah keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani
c: Luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan
d: Jumlah sarana pendidikan tingkat SD dan SMP sederajat
e: Jumlah posyandu
f: Jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin dalam setahun terakhir
g: Jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan
h: Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas dasar Harga Berlaku
i: Jumlah penderita gizi buruk pada tiap kota/kabupaten di Jawa Timur
Pencilan pada peubah

terdapat pada Kota Surabaya, Kota Malang,

Kabupaten Sumenep, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Bojonegoro yang
memiliki jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh paling
banyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Pencilan pada peubah

terdapat

pada Kabupaten Jember dan Kabupaten Malang yang memiliki jumlah keluarga
terbanyak yang anggotanya menjadi buruh tani. Pencilan pada peubah

terdapat

pada Kabupaten Pacitan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Gresik yang

21

mempunyai luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan paling luas
dibandingkan dengan daerah lainnya. Sedangkan untuk peubah

tidak memiliki

pencilan.
Pencilan pada peubah

terdapat pada Kabupaten Jember dan Kabupaten

Malang yang memiliki jumlah posyandu terbanyak dibandingkan dengan daerah
lainnya. Pencilan pada peubah

terdapat pada Kota Jember yang memiliki

jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin terbanyak dibandingkan dengan
daerah lainnya. Pencilan pada peubah

terdapat pada Kota Surabaya, Kabupaten

Malang, dan Kabupaten Jember yang memiliki jumlah tenaga kesehatan yang
paling banyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Pencilan pada peubah
terdapat pada Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kabupaten Sidoarjo
yang memiliki jumlah PDRB per kapitanya lebih besar dibandingkan dengan
daerah lainnya. Pencilan pada peubah y terdapat pada Kota Surabaya yang
mempunyai jumlah penderita gizi buruk terbesar dibandingkan daerah lainnya.
Analisis Model Regresi Poisson
Analisis regresi dapat digunakan untuk melihat hubungan antara jumlah
penderita gizi buruk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Persentase ratarata jumlah penderita gizi buruk di wilayah setiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur
sekitar 4.8%. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kejadian warga menderita
gizi buruk di setiap Kabupaten/Kota di Jawa Timur merupakan kejadian yang
jarang terjadi, sehingga kejadian warga menderita gizi buruk mengikuti kejadian
Poisson. Meskipun kejadian warga menderita gizi buruk termasuk kejadian yang
jarang, tetapi gizi buruk merupakan masalah yang memerlukan penanganan serius
karena berakibat terhadap penurunan kualitas sumberdaya. Dalam upaya
mengatasi banyaknya jumlah penderita gizi buruk, diperlukan pengetahuan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk. Salah satu model regresi
yang dapat digunakan adalah model regresi Poisson.
Model regresi Poisson yang dibentuk menggunakan lima peubah penjelas
secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini tertera pada Tabel 2.
Model ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah keluarga yang
bertempat tinggal di permukiman kumuh

luas struktur penggunaan lahan

22

tidak berpengairan

jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin

dan jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan

akan

meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Sedangkan semakin meningkatnya
jumlah produk domestik regional bruto per kapita

dapat menurunkan jumlah

penderita gizi buruk. Kemudian hasil penduga parameter dari regresi Poisson
digunakan sebagai nilai awal untuk memperoleh penduga parameter pada model
SAR Poisson.
Tabel 2 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson
Parameter
Nilai dugaan
Nilai G
Galat baku
-2
5.163
2.207 x 10
54734.942*
-4
-6
1.411 x 10
8.374 x 10
284.057*
(pem. kumuh)
-7
-6
1.730 x 10
7.055 x 10
6.012*
-7
-7
8.186 x 10
1.326 x 10
38.118*
(askeskin)
-5
-4
7.559 x 10
1.402 x 10
2905.965*
(kesehatan)
-6
-5
-1.664 x 10
1.151 x 10
208.831*
(PDRB)
Keterangan: * nyata pada taraf alpha 5 %

3.841

Analisis Model SAR Poisson
Berdasarkan hukum Tobler bahwa segala sesuatu saling berhubungan satu
dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh
daripada sesuatu yang jauh. Pada penelitian ini jumlah penderita gizi buruk dapat
diasumsikan menyebar Poisson dan untuk melihat pengaruh spasial antar lokasi di
setiap kabupaten/kota maka analisis yang digunakan adalah spasial otoregresif
Poisson.
Pendugaan parameter koefisien model spasial otoregresif Poisson (SAR
Poisson) dilakukan dengan menggunakan metode pendugaan kemungkinan
maksimum. Model SAR Poisson termasuk model nonlinear dan bentuknya tidak
closed form, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya
menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson. Pada Lampiran 3 dapat
dilihat nilai awal pada iterasi ke-0 dan hasil dari setiap proses iterasi. Nilai
konvergen ditentukan ketika selisih dari

. Ketika iterasi ke-

10 nilai koefisien untuk penduga parameter sudah mencapai konvergen.

23

Tabel 3 Nilai dugaan parameter model spasial otoregresif Poisson
Parameter
Nilai dugaan
Nilai G
Galat baku
-8
(spasial)
0.1
9.472 x 10
1.115 x 1012*
5.163
3.929 x 10-9
1.727 x 1018*
(pem. kumuh)
2.758 x 10-4
7.444 x 10-6
1372.812*
-6
-7
3.841
-6.376 x 10
6.392 x 10
99.497*
-8
-7
TN
(askeskin)
-6.39 x 10
1.262 x 10
0.257
-4
-5
(kesehatan)
5.688 x 10
1.222 x 10
2165.032*
(PDRB)
-3.397 x 10-5
1.197 x 10-6
806.239*
Keterangan: * : nyata pada taraf alpha 5%
TN: tidak nyata pada taraf alpha 5%
Analisis model SAR Poisson di Provinsi Jawa Timur dengan melibatkan
seluruh wilayah administratif memperlihatkan bahwa jumlah penderita gizi buruk
dipengaruhi oleh kedekatan wilayah dan beberapa peubah penjelas yang
signifikan. Pada Tabel 3 menunjukkan uji signifikansi setiap penduga parameter
menggunakan Uji Wald. Hasil uji Wald memperlihatkan bahwa nilai korelasi
spasial signifikan. Hasilnya diperoleh nilai korelasi spasial = 0.1 dengan nilai
1.115 x 1012, dan nilai

=

. Hal ini menunjukkan korelasi spasial pada

model nyata pada taraf α = 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
jumlah penderita gizi buruk pada suatu wilayah atau lokasi yang berdekatan akan
berpengaruh terhadap jumlah penderita gizi buruk pada lokasi di sekitarnya. Uji
diperoleh nilai

signifikansi untuk setiap penduga parameter
. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam model adalah signifikan sedangkan untuk

yang dimasukkan
tidak signifikan.

Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah pendapatan domestik
regional bruto per kapita
berpengairan

luas struktur penggunaan lahan tidak

, dan jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin

akan

meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Berbeda dengan peningkatan jumlah
keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh

serta semakin

banyak jumlah tenaga kesehatan yang tinggal di desa/kelurahan

akan

meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Selain itu, uji kebaikan model dapat
dilihat dari besarnya R2. Berdasarkan koefisien determinasi diperoleh bahwa
jumlah keragaman dari jumlah penderita gizi buruk dapat dijelaskan oleh peubah
penjelasnya sebesar 57% berdasarkan R2 devians

dan R2 terkoreksi

24

, 50% berdasarkan R2 devians yang telah dikoreksi oleh derajat bebas
dan 67% berdasarkan R2 jumlah kuadrat (

.

Model SAR Poisson yang diperoleh dapat ditulis sebagai berikut:

dan

dengan

Berdasarkan model yang diperoleh menunjukkan bahwa setiap penambahan
satu orang dari jumlah keluarga yang bertempat tinggal di permukiman kumuh
akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk meningkat
= 1.0003 kali dengan asumsi bahwa faktor lainnya

sebesar exp(

dalam model tetap. Artinya, setiap penambahan 10.000 orang jumlah keluarga
yang bertempat tinggal di permukiman kumuh akan meningkatkan nilai harapan
jumlah penderita gizi buruk sebanyak 10.003 orang dengan asumsi bahwa faktor
lainnya dalam model tetap. Pada umumnya, penduduk yang tinggal di
permukiman kumuh tidak terjamin kondisi sanitasi lingkungannya. Sanitasi
lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak lebih mudah terserang penyakit
infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Sehingga jumlah keluarga
yang bertempat tinggal di permukiman kumuh diduga dapat meningkatkan jumlah
penderita gizi buruk.
Setiap penurunan satu ha luas struktur penggunaan lahan tidak
berpengairan

akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita gizi buruk

meningkat sebesar exp(

) = 0.99999 kali dengan asumsi bahwa

faktor lainnya dalam model tetap. Artinya, Setiap penurunan 10.000 ha luas
struktur penggunaan lahan tidak berpengairan akan meningkatkan nilai harapan
jumlah penderita gizi buruk sebanyak 10.000 orang dengan asumsi bahwa faktor
lainnya dalam model tetap. Lahan tidak berpengairan terdiri atas: lahan sawah
tadah hujan, lahan sawah pasang surut, lahan polder, lahan lebak , dan lahan rawa
yang pengairannya tergantung pada air hujan, pasang surutnya air laut, air sungai,
reklamasi rawa lebak, dan rembesan rawa. Jika hasil pertaniannya dapat
diandalkan seperti pada penggunaan lahan berpengairan, maka kemungkinan hasil

25

pertanian dapat meningkatkan cadangan makanan bagi masyarakat. Oleh karena
itu, jika luas struktur penggunaan lahan tidak berpengairan semakin menurun
diduga dapat mengurangi cadangan makanan bagi masyarakat, sehingga
meningkatkan jumlah penderita gizi buruk.
Setiap penurunan satu jumlah keluarga yang menerima kartu Askeskin
dalam setahun terakhir

akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita

gizi buruk meningkat sebesar exp(

) = 1 kali dengan asumsi bahwa

faktor lainnya dalam model tetap. Artinya, Setiap penurunan 10.000 jumlah
keluarga yang menerima kartu Askeskin akan meningkatkan nilai harapan jumlah
penderita gizi buruk sebanyak 10.000 orang dengan asumsi bahwa faktor lainnya
dalam model tetap. Pro