Model of policy implementation development of the use of pesticides on vegetable crops in the province of East Java

(1)

1

DI PROVINSI JAWA TIMUR

LULUK SULISTIYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

2 Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi yang berjudul “Model Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran di Provinsi Jawa Timur” merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun dan dimanapun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan sudah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Bogor, 9 Januari 2012

Yang menyatakan,

Ttd

Luluk Sulistiyono


(3)

LULUK SULISTIYONO. Model of Policy

Implementation

Development

of the Use of

Pesticides on Vegetable Crops in the Province of East Java. Under the direction of RUDY C.

TARUMINGKENG, BUNASOR SANIM and DADANG

The use of pesticides by vegetable farmers is closely related to the policy that has been

implemented by the government through Intergrated Pest Management (IPM) program since

1989. However, the fact in the field shows that the use of pesticides for vegetable crops is still

high and has caused various negative effects on humans, plant pests and the environment. This

study aimed to develop a strategy for policy implementation in the use of pesticides through a

system modeling approach. The research was carried out in the main central areas of vegetables

(shallots, peppers, cabbages and potatoes) in four regencies including Nganjuk, Kediri, Malang

and Problinggo of East Java Province. The respondents were 112 field school of IPM and 112

non- field school of IPM farmers with a method of accidental sampling. There were 12 expert

respondents taken from practitioners, bureaucracy and academicians using purposive sampling.

The data processing and analysis were assisted by SPSS software, version 16 for Windows,

version 2.5 c for powersim modeling system and strategy development with

a prospective analysis. The research results showed that the success of policy implementation in

pesticide use with indicator 5 (five) appropriate (PP No. 6 / 1995) was categorized inappropriate

except for the right target at pest. By using a volume approach to pesticide use, the modeling

behavior of a real system in the pesticide use by vegetable farmers was composed of 5 (five)

sub-models: (1) sub-model of planting area, (2) sub-model of pest attack, (3) sub-model of farmer

human resource, (4) sub-model of promotional pressure and (5) sub-model of access to the

availability of pesticides. Two factors that acted as input (driver) in the system behavior were

found: (1) farmer human resource and (2) the role of officers. Three factors of stakes in the

system were: (1) pest attack, (2) support of local government and (3) cross-sector cooperation.

Three scenarios were found for the development of policy implementation in pesticide use

including (1) pessimistic scenario, (2) moderate scenario, and (3) optimistic scenario. Based on

the simulation results of using pesticide on the three scenarios until the year 2025, the final data

of pesticides use were obtained as follows: pessimistic scenario was 53.338,7 tons, moderate

scenario 32.634,84 tons and optimistic scenario 23.107,84 tons. Priority in the development of

policy implementation in the use of pesticides is the empowerment of farmers through education

and training, increased role of field officers supported by cross-sector coordination and pest

control.


(4)

(5)

4 LULUK SULISTIYONO. Model Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran di Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh RUDY C TARUMINGKENG, BUNASOR SANIM dan DADANG.

Sektor pertanian sayuran mempunyai peranan penting karena sayuran merupakan tanaman hortikultura yang mengandung nutrisi tinggi, terutama vitamin, mineral dan serat. Untuk memenuhi kebutuhan sayuran bagi penduduk Indonesia, bahan baku industri, membuka lapangan kerja juga untuk meningkatkan pendapatan negara pada sektor pertanian maka sektor pertanian sayuran harus ditingkatkan. Pemerintah telah memacu produksi sayuran melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Program intensifikasi telah menimbulkan kosekuensi positif yang ditandai dengan meningkatnya produksi sayuran sehingga sektor pertanian tanaman sayuran mampu menyediakan sayuran bagi penduduk. Konsekuensi negatif yang ditimbulkan salah satunya adalah penggunaan pestisida dengan volume tinggi. Penggunaan pestisida tinggi mengakibatkan keseimbangan ekosistem terganggu yang berdampak lanjutan munculnya masalah organisme pengganggu tanaman (OPT). Menghadapi ancaman serangan OPT, pemerintah telah memprogramkan langkah-langkah penanggulangan termasuk penggunaan bahan kimia. Praktik penggunaan input pestisida terutama pestisida sintetik yang tinggi berdampak pada kualitas sayuran menjadi rendah (kurang aman untuk dikonsumsi), menurunnya kualitas lingkungan dan bahaya bagi kesehatan masyarakat terutama bagi tenaga operator dan keluarganya.

Dalam rangka penggunaan pestisida yang tepat, pemerintah telah melakukan pengaturan pestisida yang bertujuan untuk melindungi konsumen, pekerja pertanian dan lingkungan. Salah satu peraturan yang mengatur aplikasi pestisida oleh operator (petani) termuat dalam ayat 1 pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, yang berbunyi penggunaan pestisida untuk mengendalikan OPT dilakukan secara tepat guna. Untuk aplikasi pestisida yang tepat guna direkomendasikan agar pestisida yang diaplikasikan secara tepat yaitu tepat jenis, tepat sasaran, tepat waktu, tepat dosis dan tepat cara. Meskipun secara konseptual pengaturan pestisida telah diundangkan tetapi aktualisasinya masih sering menimbulkan berbagai permasalahan. Kondisi yang demikian memberikan kesan bahwa kebijakan penggunaan pestisida belum dapat dilaksanakan secara optimal oleh petani untuk menghindarkan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Keadaan ini seharusnya tidak terjadi secara terus menerus, untuk itu sangat perlu dilakukan kajian yang mendalam untuk memperoleh alternatif-alternatif yang dapat memecahkan permasalahan yang menyangkut penggunaan pestisida oleh petani.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengkajian implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada budidaya tanaman sayuran, merancang model pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida, merumuskan pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida dan penjabaran kegiatan yang diperlukan dalam pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran . Adapun yang dimaksud dengan strategi pengembangan adalah terbangunnya perilaku penggunaan pestisida pada tanaman sayuran secara tepat.


(6)

5 kebijakan penggunaan pestisida menggunakan pendekatan comparative study antara petani yang pernah mengikuti sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) dan petani yang belum pernah mengikuti sekolah lapang pengendalian hama terpadu (Non-SLPHT). Selanjutnya data diolah menggunakan uji statistik Mann Whitney

dengan bantuan software Statistical Product and Service Solution (SPSS verson 16.0). Membangun model implementasi kebijakan penggunaan pestisida didasarkan pada data lapangan, pendapat pakar dan studi literatur yang diolah dengan software

Powersim 2,5 c. Pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan

pestisida data bersumber dari pendapat pakar melalui deep interview dan dianalisis dengan software prospective analysis.

Hasil penelitian menunjukkan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran oleh petani SLPHT dan Non-SLPHT mayoritas tidak memenuhi standar tepat kecuali kriteria ketepatan sasaran dan keduanya (65%) tidak berbeda secara nyata pada taraf signifikan α : 0,05. Hal ini membuktikan bahwa implementasi kebijakan penggunaan pestisida belum dapat berjalan secara efektif. Untuk membangun model implementasi kebijakan penggunaan pestisida didasarkan pada ketepatan penggunaan pestisida dan faktor yang mempengaruhi maka model implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran dibangun berdasarkan volume pestisida yang digunakan petani. Dari hasil identifikasi di lapangan, pendapat pakar dan studi literatur diperoleh lima sub model pendorong penggunaan pestisida pada tanaman sayuran meliputi : (1) sub model luas tanam, (2) sub model serangan OPT, (3) sub model tekanan formulator (promosi), (4) sub model ketersediaan pestisida dan (5) sub model SDM petani (sumberdaya manusia petani) berkemampuan rendah. Diperoleh dua sub model pengendali yaitu SDM petugas lapangan dan SDM petani berkemampuan tinggi dalam pengendalian OPT dengan pestisida. Berdasarkan hasil simulasi menunjukkan bahwa pengaruh serangan OPT berpengaruh besar terhadap penggunaan pestisida. Hal ini dibuktikan dengan grafik eksponensial sejalan dengan berjalannya waktu simulasi, faktor lain adalah luas tanam, SDM petani yang masih rendah dan tekanan formulator.

Pengembangan skenario implementasi yang dibangun berdasarkan pendapat pakar diperoleh sepuluh faktor penting yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan penggunaan pestisida. Setelah dilakukan pengolahan dengan prospective

analysis melalui penilaian pengaruh langsung antar faktor diperoleh tiga faktor

penghubung (stakes) yaitu (1) koordinasi lintas sektor, (2) dukungan pemerintah dan (3) pengendalian serangan OPT, dan dua faktor yang berpengaruh kuat (input) terhadap perilaku sistem yaitu (1) SDM petani dan (2) peran petugas lapangan. Berdasarkan lima faktor tersebut dapat dibangun tiga skenario pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran meliputi (1) skenario pesimistik, (2) skenario moderat dan (3) skenario optimistik. Skenario moderat adalah skenario yang dibangun berdasarkan data-data saat ini : kondisi SDM petani, frekuensi peran petugas lapangan, dukungan pemerintah, serangan OPT dan koordinasi lintas sektor, maka hasil skenario ini mampu menurunkan penggunaan pestisida pada tahun 2022 dengan penggunaan pestisida tertinggi sebesar 40.143,4 ton per tahun. Skenario pesimistik adalah skenario jika kondisi faktor menurun kecuali serangan OPT yang meningkat, maka hasil simulasi sistem sampai tahun 2025 diperoleh data penggunaan pestisida mencapai 53.338,7 ton per


(7)

6 meningkat, peningkatan peran petugas lapangan, adanya peningkatan koordinasi lintas sektor dan ada upaya menurunkan serangan OPT, maka hasil simulasi sistem dalam penggunaan pestisida puncaknya pada tahun 2020 sebesar 36.502,67 ton per tahun dan akan mengalami penurunan sampai akhir simulasi sebesar 23.107,84 ton per tahun. Hasil analisis simulasi tiga skenario, kinerja sistem skenario optimistik paling efektif , yang dapat menekan penggunaan pestisida sebesar 130,83 % dari skenario pesimistik dan 41,23 % dari skenario moderat.

Hasil uji sensitifitas model dapat disimpulkan bahwa dari keempat variabel yang dapat dilakukan intervensi meliputi penurunan serangan OPT, peningkatan peran petugas lapangan, penggunaan teknologi alternatif dan peningkatan SDM petani maka variabel memiliki sensifitas paling tinggi terhadap perilaku sistem dalam mengembangkan implementasi kebijakan penggunaan pestisida adalah intervensi pendidikan dan pelatihan SDM petani dan selanjutnya intervensi bisa dikonsentrasikan pada penanganan laju serangan OPT sayuran.


(8)

7

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan meperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


(9)

8

DI PROVINSI JAWA TIMUR

LULUK SULISTIYONO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(10)

9 Provinsi Jawa Timur

Nama : Luluk Sulistiyono

NRP : P 062030201

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui : Komisi pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng, MF Ketua

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. Anggota Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(11)

10 Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, disertasi dengan judul Model Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran di Provinsi Jawa Timur dapat diselesaikan.

Disertasi ini bertujuan menghasilkan model pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida melalui pemodelan sistem, dilanjutkan dengan penyusunan skenario pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida dan menentukan langkah-langkah operasional yang harus dlakukan oleh para stakeholder. Model pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida ini merupakan kajian yang bersifat komprehensif, meliputi beberapa sub model yang di dilakukan validasi sehingga dapat membantu memudahkan dalam mengambil keputusan untuk membangun skenario implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Provinsi Jawa Timur.

Hasil disertasi ini sebagian telah dipublikasikan melalui Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian “Agroland” Volume 15 Nomor 1 Edisi Maret 2008 dengan Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu, dan sebagian lagi akan diterbitkan dalam Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Eksata “AGRI-TEK” edisi Maret 2012, volume 13; Nomor 1 pada Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Merdeka Madiun Provinsi Jawa Timur.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sangat tulus dan mendalam kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng, MF. sebagai ketua Komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasehat, saran dan dorongan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penghargaan dan terima kasih penulis juga sampaikan kepada istri dan anak-anakku yang tercinta yang telah memberikan dorongan semangat yang luar biasa serta kepada semua fihak yang telah membantu baik moril dan materiil hingga selesainya disertasi ini.

Penulis menyadari disertasi ini mungkin masih ada ketidaksempurnaannya, sehingga pada kesempatan yang baik ini penulis berharap kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua fihak yang berkepentingan.

Bogor, 9 Januari 2012


(12)

11 Penulis dilahirkan di kota Madiun, Jawa Timur pada tanggal 29 Maret 1967, sebagai anak nomor pertama dari lima bersaudara dari pasangan ayahanda Soeparman dan Ibunda Endah Sri Muryani. Pendidikan sarjana penulis dimulai tahun 1986 pada Program Studi Budidaya Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Darul Ulum Jombang, lulus tahun 1990. Pada tahun 2000 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi program magister pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan bantuan dana BPPS, lulus bulan Maret tahun 2003. Kemudian pada bulan Agustus tahun 2003 diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor pada Program Studi yang sama (Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan bantuan dana BBPS.

Penulis mulai bekerja sejak tahun 1991 sebagai tenaga pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Darul Ulum Jombang dengan status dosen tetap Yayasan Universitas Darul Ulum Jombang. Sejak tahun 2006 penulis mutasi ke Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang sebagai dosen tetap sampai sekarang.

Penulis menikah dengan Guntari Binti Darman pada tahun 1990 dan dikaruniai tiga orang anak, Andincha Ayuvisda Sulistiyono (19 tahun), Ilham Robbynoor Sulistiyono (14 tahun) dan Ircham Maulana Sulistiyono (7 tahun).


(13)

12

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ... xx

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Berfikir ... 5

1.3. Perumusan Masalah ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

1.6. Novelty ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Implementasi Kebijakan ... 12

2.2. Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran ... 18

2.3. Strategi Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida ... 22

2.4. Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Pestisida ... 26

2.5. Kebijakan Pengelolaan Pestisida Secara Ideal ... 28

2.6. Konsep Pertanian Berkelanjutan ... 29

2.7. Konsep Pestisida dan Dampak yang Ditimbulkan ... 31

2.7.1.Pengertian Pestisida ... 31

2.7.2.Klasifikasi Pestisida ... 32

2.7.3.Formulasi dan Aplikasi Pestisida ... 33

2.7.4.Mekanisme Kerja Pestisida terhadap Manusia ... 35

2.7.5.Pengaruh Paparan Pestisida terhadap Acetylcholinesterase ... 36

2.7.6.Dampak Pestisida terhadap Lingkungan ... 37

2.8. Pendekatan Sistem ... 40

2.9. Modeling (Pemodelan) ... 44

2.10. Validasi dan Sensitivitas Model ... 47

III. METODE PENELITIAN ... 50

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 50

3.3. Teknik Pengambilan Data ... 52

3.3.1. Penetapan Sampel ... 52

3.3.2. Pengumpulan Data ... 53

3.4. Membangun Model Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida . 54 3.5. Analisis Data ... 56

3.5.1. Analisis Penggunaan Pestisida Saat Ini (Present State) ... 56

3.5.2. Validasi Model ... 57

3.5.3. Analisis Persepsi Petani ... 58


(14)

13

3.6. Model Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida ... 63

3.7. Analisis Pengembangan Skenario Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran ... 63

IV. DISKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 66

4.1. Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur ... 66

4.2. Kependudukan ... 67

4.3. Perkembangan Penggunaan Lahan ... 69

4.4. Iklim dan Hidrologi ... 70

4.5. Curah Hujan ... 72

4.6. Geologi dan Bahan Induk ... 75

4.7. Landform dan Bentuk Wilayah ... 76

4.8. Keadaan Tanah ... 78

4.9. Program Pembangunan Tanaman Hortikultura di Jawa Timur ... 80

4.9.1. Program Peningkatan Ketahanan Pangan ... 81

4.9.2. Program Pengembangan Agribisnis ... 81

4.9.3. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani ... 82

4.10.Sumberdaya Manusia Pertanian Jawa Timur ... 83

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 88

5.1. Perkembangan Tanaman Sayuran Utama di Jawa Timur ... 88

5.1.1. Perkembangan Luas Tanam Sayuran di Jawa Timur ... 89

5.1.2. Perkembangan Produksi Empat Tanaman Sayuran Utama ... 90

5.1.3. Perkembangan Serangan OPT Empat Tanaman Sayuran Utama ... 91

5.2. Upaya Pengendalian OPT pada Tanaman Sayuran ... 95

5.3. Persepsi Petani dalam Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran ... 111

5.3.1. Karakteristik Responden ... 111

5.3.2. Persepsi Petani tentang Pestisida ... 112

5.4. Upaya Pengendalian OPT pada Tanaman Sayuran ... 117

5.5. Pemodelan Sistem ... 119

5.5.1. Sub-model Luas Tanam ... 124

5.5.2. Sub-model Serangan OPT ... 125

5.5.3. Sub-model SDM Petani ... 127

5.5.4. Sub-model Peran Formulator ... 129

5.5.5. Sub-model Ketersediaan Pestisida ... 130

5.6. Analisis Kecenderungan Sistem (Simulasi Model) ... 134

5.7. Validasi Model Kecenderungan Sistem ... 137

5.7.1. Uji Validasi Struktur Model ... 137

5.7.2. Uji Validasi Output Model ... 139

5.8. Skenario Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran di Jawa Timur ... 140

5.9. Analisis Perbandingan Antar Skenario ... 149

5.10. Arahan Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran di Jawa Timur ... 152


(15)

14 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 170 6.1. Kesimpulan ... 170

6.2. Saran ... 171 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(16)

15

Halaman

1. Urutan manejemen implementasi suatu kebijakan ... 15

2. Penggolongan pestisida berdasarkan jenis organisme pengganggu ... 32

3. Spesifikasi lokasi penelitian di 4 (empat) kabupaten di Jawa Timur ... 50

4. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ... 51

5. Responden pakar ... 52

6. Variabel langsung berpengaruh dalam penggunaan pestisida pada tanaman sayuran ... 55

7. Analisis kebutuhan stakeholder ... 60

8. Matriks analisis kebutuhan para stakeholder ... 60

9. Analisis formulasi masalah stakeholder ... 61

10.Pedoman penilaian keterkaitan antar faktor ... 64

11.Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam analisis prospektif ... 64

12.Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dirinci menurut kabupaten dan kota ... 67

13.Distribusi penduduk angkatan kerja di Jawa Timur pada Bulan Agustus tahun 2010 menurut sektor pekerjaan ... 68

14.Pengggunaan lahan di Jawa Timur tahun 2009 ... 70

15.Kondisi lengas tanah di wilayah Provinsi Jawa Timur ... 71

16.Klasifikasi tanah di Jawa Timur ... 79

17.Kelompok tani di Jawa Timur ... 84

18.Realisasi luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas sayuran di Jawa Timur tahun 2009 ... 89

19.Kumulatif luas serangan kompleks OPT sayuran tahun 2009 ... 93

20.Luas serangan OPT pada empat jenis sayuran di Jawa Timur selama tahun 2009 terhadap luas serangan tahun 2008 dan rerata 5 (lima) tahun sebelumnya ... 94

21.Perbandingan kumulatif luas serangan OPT pada empat jenis tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2009... 96

22.Volume penggunaan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPH pada tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2006 ... 98

23.Jenis pestisida yang banyak digunakan oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2006 ... 99

24.Ketepatan dosis pestisida yang digunakan oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2006 ... 102


(17)

16 2006 ... 104 26.Waktu penyemprotan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPHT

pada tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2006 ... 106 27.Cara penggunaan pestisida oleh petani SLPHT dan Non SLPHT pada

tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2006 ... 108 28.Ketepatan jenis penggunaan pestisida oleh petani SLPHT dan Non

SLPHT pada tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2006 ... 110 29.Sebaran karakteristik responden petani sayuran empat kabupaten di Jawa

Timur tahun 2006 ... 111 30.Perbandingan kumulatif luas pengendalian serangan OPT bawang merah

di Jawa Timur tahun 2009 ... 118 31.Jenis pestisida yang banyak digunakan oleh petani SLPHT dan Non

SLPHT pada komoditas bawang merah di Jawa Timur tahun 2006 ... 119 32.Luas tanam, luas serangan OPT, jumlah sales dan volume penggunaan

pestisida di Jawa Timur tahun 2009-2025 ... 138 33.Keterkaitan antar faktor dan kondisi (state) untuk analisis prospektif ... 144 34.Skenario dan kombinasi keadaan faktor yang berpengaruh terhadap

dalam implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur ... 145


(18)

17

Halaman

1. Kerangka berfikir penelitian pengembangan strategi implementasi

kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur ... 8

2. Tahapan merancang struktur proses implementasi kebijakan ... 14

3. Tahapan implementasi kebijakan publik ... 16

4. Perkembangan pestisida yang terdaftar mulai tahun 2006 sampai 2010... 25

5. Perkembangan jenis pestisida yang terdaftar mulai tahun 2006 sampai 2010 ... 25

6. Tahapan kerja dalam pendekatan sistem ... 43

7. Konsep input -output perencanaan implementasi kebijakan penggunaan pestisida ... 62

8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem ... 65

9. Peta Provinsi Jawa Timur ... 66

10. Rerata curah hujan selama 5 (lima) tahun di Jawa Timur tahun 2006 s/d 2010 ... 72

11. Rerata curah hujan empat wilayah penelitian di Jawa Timur tahun 2005 s/d 2010 ... 73

12. Hari hujan di empat wilayah penelitian di Jawa Timur tahun 2005 s/d 2010 ... 74

13. Perkembangan luas tanam 4 (empat) sayuran utama di Jawa Timur tahun 2005-2009 ... 90

14. Perkembangan produksi 4 (empat) sayuran utama di Jawa Timur tahun 2005-2009 ... 91

15. Luas kumulatif serangan OPT pada empat jenis tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2005-2009 ... 92

16. Persentase persepsi petani bawang merah di Jawa Timur dalam penggunaan pestisida tahun 2006 ... 113

17. Persentase persepsi petani cabai di Jawa Timur dalam penggunaan pestisida tahun 2006 ... 114

18. Persentase persepsi petani kubis di Jawa Timur dalam penggunaan pestisida tahun 2006 ... 115

19. Persentase persepsi petani kentang di Jawa Timur dalam penggunaan pestisida tahun 2006 ... 116

20. Akumulasi persepsi petani tanaman sayuran di Jawa Timur dalam penggunaan pestisida tahun 2006 ... 117

21. Diagram alir komponen yang mempengaruhi penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur ... 122


(19)

18 23. Diagram alir penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur

sub model serangan opt ... 126 24. Diagram alir penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur

sub model sdm petani ... 128 25. Diagram alir penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur

sub model tekanan formulator ... 130 26. Diagram alir penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur

sub model ketersediaan pestisida ... 131 27. Diagram alir penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur

gabungan beberapa sub model ... 132 28. Kecenderungan volume pestisida yang digunakan pada tanaman sayuran

di Jawa Timur yang dipengaruhi beberapa faktor. ... 136 29. Hubungan luas tanam dengan volume penggunaan pestisida tanaman

sayuran di Jawa Timur tahun 2009-2025 ... 139 30. Grafik perbandingan volume penggunaan pestisida pada tanaman

sayuran di Jawa Timur hasil simulasi dengan data empirik ... 140 31. Gambar tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada

implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran utama di Jawa Timur ... 141 32. Prediksi volume penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa

Timur skenario pesimistik sampai tahun 2025 ... 146 33. Prediksi volume penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa

Timur skenario moderat sampai tahun 2025 ... 147 34. Prediksi volume penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa

Timur skenario optimistik sampai tahun 2025 ... 149 35. Grafik perbandingan tiga skenario pengembangan implementasi

kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur tahun 2009-2025 ... 150 36. Grafik tingkat sensifitas perilaku sistem yang dapat dintervensi pada

parameter SDM petani, serangan OPT, peran petugas dan penggunaan teknologi alternatif dalam pengendalian OPT tanaman sayuran di Jawa Timur ... 154


(20)

19

Halaman

1. Karakteristisk responden dan volume penggunaan pestisida pada

tanaman bawang merah ... 179

2. Data ketepatan penggunaan pestisida pada petani bawang merah ... 181

3. Karakteristisk responden dan volume penggunaan pestisida pada tanaman cabai ... 183

4. Data ketepatan penggunaan pestisida oleh petani cabai ... 185

5. Karakteristisk responden dan volume penggunaan pestisida pada tanaman kubis ... 187

6. Data ketepatan penggunaan pestisida oleh petani kubis ... 189

7. Karakteristisk responden dan volume penggunaan pestisida pada tanaman kentang ... 191

8. Data ketepatan penggunaan pestisida oleh petani kentang ... 193

9. Data pengaruh antar faktor menurut pendapat pakar ... 195

10.Matriks pengaruh langsung antar faktor ... 199

11.Tingkat kepentingan faktor yang berpengaruh pada pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur ... 200

12.Persamaan dasar variabel sub model ... 201


(21)

20

ACh : Asetilkholin

AChE : Asetilkholinesterase

AE : Ambang Ekonomi

AP : Ambang Pengendalian APD : Alat Pelindung Diri

BAPEDALDA : Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan Daerah BHC : Benzenehexachloride

BMG : Badan Meteorologi dan Geofisika BMR : Batas Maksimum Residu

BPDAS : Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPS : Badan Pusat Statistik

BPTPH : Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura CAC : Codex Alimentarius Commision

CAIDS : Chemical Acquired Deficiency Syndrom

CNA : Community Need Assessment

DAS : Daerah Aliran Sungai

DDT : Dichloro Diphenyl Trichloroethane

Depkes : Departemen Kesehatan

Dirjen BSP : Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian EC : Emulsifiable Concentrates

FM : Fertilizer Mix

GAP : Good Agriculture Practices

HCH : Hekxachlorohetane

ISO : International Standards Organization KPPP : Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida

MRLs : Maximum Residue Limits

OPT : Organisme Pengganggu Tanaman

PHP : Pengamat Hama dan Penyakit

PAD : Pendapatan Asli Daerah

PDB : Produk Domestik Bruto

PHT : Pengendalian Hama Terpadu

PJPT : Pembangunan Jangka Panjang Tahap


(22)

21 ppb : Part per billion

PPL : Petugas Penyuluh Lapangan

REPELITA : Rencana Pembangunan Lima Tahun

SDM : Sumberdaya Manusia

SCM : Supply Chain Management

SDM : Sumber Daya Manusia

SLPHT : Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu SMCS : Soil Moisture Control Section

SOP : Standart Operational Procedure

SP : Soluble Powders

SPSS : Statistical Product and Service Solutions

ULV : Ultra Low Volume

UPT : Unit Pelaksana Teknis WHO : World Health Organization

WP : Wettable Powder

TO : World Trade Organization


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar

Belakang

Pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang terbukti tangguh menghadapi krisis perekonomian yang melanda Indonesia. Dalam kondisi ekonomi yang mengalami kontraksi hingga -13,13% pada tahun 1998, sub sektor tanaman pangan, perkebunan dan perikanan mampu bertahan pada pertumbuhan positif, walaupun pada tingkat pertumbuhan yang relatif rendah, yaitu masing-masing 1,03 %, 0,05 % dan 1,92 %. Bahkan di puncak krisis, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB meningkat dari 16,09 % pada tahun 1997 menjadi 18,08 % pada tahun 1998 (BPS 2000a). Pada periode yang sama terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja 40,7 % pada tahun 1997 menjadi 45,0 % pada tahun 1998 (BPS 2000b) atau setara dengan penciptaan sekitar 5 juta kesempatan kerja baru di sektor pertanian. Pada periode 2005 sampai dengan 2009 sektor pertanian tetap memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia masing-masing 13,1 %, 13,0 %, 13,7 %, 14,5 % dan 15,3 %. Pada akhir tahun 2009 menduduki urutan ke dua di`bawah industri pengolahan yang mencapai 26,4 %. (BPS 2010b). Kenyataan ini mendorong pelaku dan pengambil kebijakan di bidang ekonomi mengkaji kembali posisi sektor pertanian dalam strategi pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebenarnya sejak pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT II) telah dilakukan perubahan mendasar pada sektor pertanian dari orientasi produksi menjadi peningkatan pendapatan masyarakat dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan pasar tercermin di dalam visi Kementerian Pertanian, yaitu : Terwujudnya Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan Yang Berbasis Sumberdaya Lokal Untuk Meningkatkan Kemandirian Pangan, Nilai Tambah, Daya Saing, Ekspor dan Kesejahteraan Petani. Untuk mencapai visi tersebut dapat dilakukan dengan upaya : (1) Menciptakan keseimbangan ekosistem pertanian yang mendukung keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan, (2) Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan. (3) Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian


(24)

berdaya saing tinggi. (4) Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) dikonsumsi.

Sebagaimana visi pembangunan hortikultura “Terwujudnya masyarakat pertanian yang sejahtera melalui pembangunan produksi hortikultura yang berdaya saing dan berkelanjutan” Dengan merujuk pada definisi di atas, dapat dilihat bahwa pembangunan tanaman hortikultura adalah peningkatan produksi mutu hortikultura yang aman konsumsi dan berdaya saing, meningkatkan kemampuan dan ketrampilan SDM agribisnis hortikultura serta penguatan kelembagaan usaha hortikultura, meningkatkan pendapatan petani melalui pembinaan pengembangan usaha hortikultura yang efisien dengan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. Pada sektor pertanian sayuran juga mempunyai peranan penting karena sayuran merupakan tanaman hortikultura penting yang mengandung nutrisi tinggi, terutama vitamin, mineral serta serat yang tinggi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sayuran bagi penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta penduduk (tahun 2010), pemenuhan bahan baku industri, membuka lapangan kerja juga untuk meningkatkan pendapatan negara pada sektor pertanian, pemerintah telah memacu produksi sayuran melalui program intensifikasi maupun ekstensifikasi. Program ini telah menimbulkan kosekuensi positif dan negatif. Konsekuensi positif yang ditandai dengan meningkatnya produksi sayuran sehingga sektor pertanian tanaman sayuran mampu menyediakan sayuran bagi penduduk. Sementara itu, konsekuensi negatif yang ditimbulkan salah satunya adalah volume penggunaan pestisida yang relatif tinggi.

Dengan program intensifikasi pertanian untuk mencapai sasaran produksi mengakibatkan terjadinya ketidakkeseimbangan ekosistem, kondisi ini berdampak pada sistem budidaya pertanian sayuran yaitu munculnya masalah hama, penyakit dan gulma. Gangguan oleh hama, penyakit dan gulma ini selanjutnya disebut dengan organisme pengganggu tanaman (OPT). Data menunjukkan bahwa serangan OPT pada tanaman sayuran pada tahun 2008 mencapai 49.918,9 hektar pertahunnya (Direktorat Perlindungan Hortikultura 2009). Di Jawa Timur tahun 2008 serangan OPT pada lima tanaman sayuran utama mencapai 4.798,19 hektar (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2009). Menghadapi ancaman serangan OPT, pemerintah telah memprogramkan langkah-langkah penanggulangan meliputi


(25)

pengaturan pola tanam, pengendalian secara mekanis, biologis dan penggunaan bahan kimia. Praktik penggunaan input pestisida khususnya pestisida sintetik menjadi lebih tinggi yang berdampak pada kualitas sayuran yang diproduksi menjadi lebih rendah atau kurang aman untuk dikonsumsi. Selain menurunnya kualitas sayuran penggunaan input kimia, organisme renik dan virus yang tinggi juga berdampak pada kualitas lingkungan sekitar lokasi budidaya tanaman sayuran, sehingga pengelolaan lingkungan pertanian menjadi tidak baik. Selain berdampak pada lingkungan praktik penggunaan pestisida di tingkat petani dapat menimbulkan dampak samping, bahaya bagi kesehatan masyarakat terutama bagi tenaga penyemprot dan keluarganya serta bagi lingkungan. Penggunaan pestisida yang berlebihan oleh operator telah dilaporkan menimbulkan residu pada produk pertanian, terjadinya resistensi dan resurgensi banyak organisme pengganggu tanaman (OPT). Untung (1996) melaporkan bahwa jenis insektisida; dosis, waktu, intensitas dan metoda aplikasi insektisida mempengaruhi derajat resistensi suatu jenis hama. Selanjutnya dinyatakan bahwa hampir semua golongan insektisida utama seperti organofosfat, karbamat dan piretroid sintesis dapat menyebabkan resistensi.

Dalam rangka mengendalikan dampak samping negatif penggunaan pestisida pemerintah telah melakukan pengaturan penggunaan pestisida dengan benar. Pengaturan pestisida tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen, pekerja pertanian dan lingkungan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya. Peraturan pestisida ini mengatur tata cara pendaftaran, peredaran, pengawasan, penggunaan sampai dengan pengaturan batas maksimum residu dalam produk yang dihasilkan. Fleischer (1994) menyatakan bahwa pengaturan pestisida meliputi pembatasan dan pelarangan penggunaan pestisida, mengatur baku mutu bahan kimiawi dan penetapan tingkat toleransi terhadap residu pestisida pada makanan dan minuman. Pengaturan penggunaan pestisida ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1973, Undang-undang RI No. 12 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 1995 dan Keputusan Bersama Menteri pertanian dan Menteri Kesehatan, Nomor : 881/MENKES/SKB/VIII/1996 : 711/Kpts/TP.270/8/96.

Meskipun secara konseptual pengaturan pestisida telah diundangkan tetapi aktualisasinya masih sering menimbulkan berbagai permasalahan terhadap kualitas


(26)

produk pertanian, kesehatan pekerja, petani dan konsumen, serta pencemaran lingkungan hidup. Kasus yang ditemukan diantaranya adalah pengaruh terhadap asetilkholin (Ach) petani dan tenaga penyemprot akibat terganggunya aktivitas asetilkholinesterase (AchE) pada petani bawang merah pada tiga kecamatan di Kabupaten Brebes dengan kategori ringan hingga sedang yang mencapai 25,57% dari total petani sampel (Nuryana 2005). Hasil penelitian pestisida juga berpengaruh terhadap populasi mikroorganisme tanah. Ardiwinata et al. (1999) menyatakan bahwa penggunaan pestisida dapat mengurangi populasi bakteri

Actinomycetes dan fungi mencapai 30,04% dari populasi bila dibandingkan dengan

tanpa penggunaan pestisida. Hasil analisis residu pestisida pada kubis menunjukkan bahwa bahan aktif endosulfan dominan ditemukan pada contoh kubis baik yang berasal dari Malang dan Cianjur, dengan kandungan pestisida tertinggi 7,4 ppb yang dianalisis dari contoh kubis dari Cianjur. Residu lain yang terdeteksi antara lain pestisida yang mengandung bahan aktif klorpirifos, metidation, malation dan karbaril. Wortel yang dianalisis menunjukkan bahwa bahan aktif endosulfan juga dominan pada contoh wortel baik yang diambil dari Malang maupun Cianjur dengan kadar tertinggi 10,6 ppb. Sementara itu, bahan aktif lain yang terdeteksi antara lain klorpirifos, metidation dan karbofuran (Munarso et al. 2009).

Beberapa dampak negatif penggunaan pestisida tersebut di atas, masalah residu pestisida pada hasil pertanian dewasa ini mendapat perhatian yang makin serius bagi kepentingan nasional maupun internasional. Hal tersebut disebabkan oleh; makin meningkatnya kesadaran individu (konsumen) tentang pengaruh negatif residu pestisida pada hasil pertanian terhadap kesehatan manusia ; makin ketatnya persyaratan keamanan pangan, yang berakibat pada meningkatnya tuntutan terhadap mutu pangan (kualitas produk); dan terjadinya hambatan perdagangan hasil pertanian terutama bagi ekspor tanaman sayuran.

Kondisi yang demikian memberikan kesan bahwa kebijakan penggunaan pestisida belum dapat dilaksnakan secara optimal oleh petani untuk menghindarkan dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Keadaan ini seharusnya tidak terjadi secara terus menerus, untuk itu sangat perlu dilakukan kajian yang mendalam untuk memperoleh alternatif pemecahkan permasalahan yang menyangkut penggunaan pestisida pada tanaman sayuran. Dengan ini diharapkan para petani dapat


(27)

melakukan penggunaan pestisida secara tepat dalam budidaya tanaman sayuran, sehingga kondisi kesehatan masyarakat dan lingkungan terjaga serta produk sayuran yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan pengkajian sejauhmana implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada budidaya tanaman sayuran dan bagaimana strategi pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida tersebut agar dapat dipergunakan secara tepat. Adapun yang dimaksud dengan strategi pengembangan adalah terbangunnya penggunaan pestisida pada tanaman sayuran secara tepat.

1.2.

KerangkaBerfikir

Kehidupan manusia di suatu wilayah baik yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan maupun masalahnya tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan. Hal ini terjadi karena manusia sejak lahir dan hidup dalam suatu lingkungan senantiasa menempati posisi berhadapan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi manusia dengan lingkungan merupakan proses yang saling membutuhkan. Lingkungan memerlukan campur tangan manusia untuk menjaga dan melestarikannya, sementara manusia memerlukan lingkungan sebagai sarana dimana manusia berada dan untuk dapat dimanfaatkan bagi keseluruhan kebutuhan hidupnya. Salah satu kebutuhan hidup yang diperoleh dari lingkungan adalah kebutuhan akan pangan. Pangan merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup manusia. Lingkungan yang berkenaan dengan hal tersebut adalah lingkungan pertanian.

Pertanian merupakan dasar kehidupan ekonomi manusia sebelum manusia mengembangkan sektor kehidupan ekonomi yang lain, sektor pertanian inilah yang menjamin kehidupan manusia. Salah satu usaha yang dianjurkan dalam bidang pertanian adalah peningkatan produksi usaha tani, yaitu pengusahaan sebidang lahan oleh petani dengan bantuan faktor-faktor produksi, mengembangkan tanaman budidaya. Disamping penggunaan faktor-faktor produksi, dalam usaha peningkatan produksi dianjurkan untuk menggunakan teknologi baru. Dengan adanya keahlian

(skill) yang memadukan sumber daya alam, input teknologi (benih/bibit unggul,

pupuk, pestisida, tata air serta peralatan), tenaga kerja, dan modal, maka dihasilkan output produksi yang optimal dan mendorong penghasilan petani.


(28)

Upaya peningkatan kesejahteraan petani salah satunya adalah dengan mengurangi resiko kegagalan panen akibat serangan OPT. Untuk mendukung upaya tersebut diantaranya dilakukan melalui pengunaan pestisida untuk pengendalian OPT tersebut. Alternatif ini tampaknya sudah merupakan kebutuhan dalam upaya meningkatkan produksi pertanian terlebih pada kawasan pertanian sayuran. Para konsumen kita dalam memilih tanaman sayuran berorientasi pada

cosmetic apprearance dimana penampilan produk tanaman sayuran masih

dijadikan pertimbangan utama. Kondisi inilah yang mendorong petani untuk memproduksi tanaman sayuran berpenampilan menarik. Untuk menghasilkan produk dimaksud maka salah satu cara yang ditempuh petani adalah menggunakan pestisida sebagai alternatif utama dalam pengendalian organisme penganggu tanaman pada tanaman sayuran.

Penggunaan pestisida dari tahun ke tahun mengalami peningkatan jumlah maupun volume per satuan luas. Peningkatan penggunaan pestisida tersebut telah menimbulkan dampak negatif pada kesehatan petani pengguna, menimbulkan residu pada hasil produksi, pencemaran tanah, air dan menimbulkan ledakan serangan OPT. Meskipun berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah telah dilaksanakan melalui peningkatan SDM petugas lapangan, SLPHT sayuran, program penggunaan musuh alami dan program-pogram lainnya, namun penggunaan pestisida pada tingkat petani masih berada dalam kategori tinggi. Peningkatan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran oleh petani ini disebabkan oleh laju serangan OPT sayuran, kemampuan petani dalam memahami tentang OPT dan pestisida, kemampuan petugas lapangan, promosi perusahaan pestisida dan kemudahan akses petani untuk mendapatkan pestisida.

Dalam upaya mengendalikan penggunaan pestisida yang semakin meningkat ini, perlu dilakukan kajian pengendalian dengan pendekatan model yang menyentuh semua aspek yang berpengaruh terhadap penggunaannya. Model adalah abstraksi realitas atau gambaran dari suatu kenyataan yang menyuguhkan bagian-bagian tertentu yang penting, yang merupakan sosok kunci atau key features

Wiranatha (2001). Selanjutnya Eriyatno (2003) menyebutkan bahwa model dapat dianggap baik apabila dapat mewakili segenap aspek dari realitas yang sedang dikaji


(29)

Pendekatan model yang digunakan untuk memperbaiki implementasi penggunaan pestisida pada tanaman sayuran adalah pendekatan holistik, sehingga diperlukan kajian yang mendalam mengenai permasalahan yang terjadi dengan implementasi kebijakan penggunaan pestisida. Permasalahan tersebut berkaitan dengan potensi yang mendorong pemanfaatan pestisida oleh petani dalam melakukan budidaya tanaman sayuran. Meskipun petani menjadi fokus dalam penelitian ini, namun faktor pendorong penggunaan pestisida dari luar petani akan dikaji secara mendalam sesuai dengan kebutuhan para stakeholder yang terkait dengan penggunaan pestisida oleh petani sayuran. Setelah melakukan analisis kebutuhan para pelaku kebijakan, kemudian dilakukan kajian secara mendalam tentang permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan penggunaan pestisida. Tahap selanjutnya adalah menyusun alternatif skenario model pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran secara komprehensif berdasarkan formulasi masalah yang ditemukan. Skenario model pengembangan yang berhasil disusun diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepentingannya, hasil ini yang selanjutnya di sebut dengan model pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran.

Model pengembangan strategi implementasi kebijakan pestisida pada tanaman sayuran didasarkan pada karakteristik petani sayuran, petugas lapangan, kepedulian pengambil kebijakan dan lingkungan atau karakteristik wilayah sentra pertanian sayuran. Diharapkan pengembangan strategi implementasi kebijakan pengggunaan pestisida yang dibangun dapat dipakai sebagai dasar dalam memformulasikan kebijakan atau pengambilan keputusan bagi para pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan pestisida.

Dengan didasari oleh konsep budidaya pertanian sayuran dengan penggunaan pestisida yang tepat akan memberikan dukungan terhadap produksi tanaman sayuran yang memiliki daya saing dan berkelanjutan. Dengan implementasi kebijakan penggunaan pestisida yang tepat maka konsep pertanian sayuran akan mengedepankan pada aspek perlindungan, pelestarian, pemanfaatan, keseimbangan dan berkelanjutan dapat efektif dilakukan, sehingga dapat memberikan konstribusi positif bukan hanya kepada devisa negara dan pendapatan daerah tetapi juga dapat


(30)

menimbulkan nilai tambah terhadap perekonomian masyarakat setempat dan kesehatan masyarakat. Disamping itu juga diharapkan mampu menciptakan rasa aman untuk mempertahankan kelestarian budidaya tanaman sayuran sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan.

Mengacu pada uraian di atas maka alur pikir penelitian pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada petani sayuran di Jawa Timur, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka berfikir penelitian pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur

1.3.

Perumusan Masalah

Kebijakan pemerintah tentang penggunaan pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pertanian secara berkelanjutan dan sekaligus melindungi sumberdaya alam. Kebijakan ini termasuk di dalamnya adalah pengaturan penggunaan pestisida yang bertujuan untuk melindungi konsumen, pekerja pertanian dan lingkungan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya. Namun dalam

Visi Pengelolaan Tanaman Hortkultura : Produksi yang berdaya saing dan berkelanjutan

Program Pengelolaan Penggunaan Pestisida dalam Budidaya Tanaman

Sayuran Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran Model Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida Pemodelan Sistem Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida dalam Budidaya Tanaman Sayuran

Skenario Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman

Sayuran

Strategi Implmentasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman

Sayuran Pendekatan Sistem Analisis Kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem Rekomendasi Powersim Analisis Prospektif Validasi

Kondisi saat ini: Aspek Fisik Aspek Sosial &


(31)

penggunaannya pada tanaman sayuran yang masih selalu berorientasikan pada keberhasilan produksi, mendorong penggunaan pestisida menjadi tidak tepat, dan tidak sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan. Penggunaan pestisida tinggi disebabkan oleh rasa kekawatiran petani terhadap kekegagalan dalam budidaya tanaman sayuran.

Penggunaan pestisida yang berlebihan pada akhirnya menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia dan berbagai macam problematika ekologi ; penurunan kualitas tanah, air, dan tanaman. Munculnya berbagai permasalahan yang mengkawatirkan itu, diprediksi akan terdapat adanya kesenjangan antara kebijakan yang telah ditetapkan dengan implementasi penggunaannya. Oleh karena itu diperlukan kajian komprehensif terhadap implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut ; (1) Bagaimana keragaan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur ?, (2) Bagaimanakah model yang dapat menggambarkan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran?, (3) Bagaimanakah skenario pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada sistem budidaya tanaman sayuran menjadi tepat? dan (4) Bagaimanakah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendukung implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran?

1.4.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah merancang strategi pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat adalah sebagai berikut ;

1. Mengidentifikasi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur.

2. Merancang model implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur.

3. Merumuskan pengembangan strategi implementasi penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur.

4. Menjabarkan kegiatan yang diperlukan dalam pengembangan strategi implementasi penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di Jawa Timur.


(32)

1.5.

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran ini meliputi ;

1. Penelitian ini dibatasi pada penggunaan pestisida di sentra tanaman sayuran dengan mengambil 4 (empat) komoditi yaitu bawang merah (Allium

ascalonicum L), kentang (Solanum tuberosum L), kubis (Brassica oleracea L)

dan cabe (Capsicum sp.).

2. Daerah penelitian adalah sentra tanaman sayuran di Jawa Timur di 4 (empat) kabupaten meliputi Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang (Batu) dan Kabupaten Probolinggo.

3. Strategi pengembangan dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem dengan aspek kajian dibatasi pada sistem penggunaan pestisida oleh petani sayuran dan faktor internal-eksternal yang terkait di dalamnya.

1.6.

ManfaatPenelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada lembaga terkait khususnya dalam strategi pengembangan implementasi penggunaan pestisida pada tanaman sayuran, terutama ditujukan bagi :

1. Ilmu pengetahuan, sebagai referensi pemanfaatan model dinamik dan pendekatan prospektif ke dalam bidang pengelolaan pestisida khususnya pada tanaman sayuran. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengembangan implementasi kebijakan pengelolaan pestisida di Indonesia.

2. Kementerian pertanian, memberikan informasi tentang penggunaan pestisida pada saat ini (present state), dampak negatif yang terpantau, dan rekomendasi pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida yang diharapkan dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan untuk menjaga keberlanjutan budidaya tanaman sayuran, kesehatan petani dan konsumen. Dengan informasi ini nantinya diharapkan dapat dipakai alternatif kebijakan-kebijakan baru dalam pengelolaan pestisida untuk tanaman sayuran.

3. Dinas Pertanian, sebagai referensi bagi perbaikan implementasi kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran, khususnya bagi pengelolaan SDM petugas lapangan dalam hal evaluasi dan meningkatkan kinerjanya


(33)

4. Petani, memberikan tambahan pengetahuan untuk merubah pola pikir dan perilaku dalam pengunaan pestisida saat budidaya tanaman sayuran.

5. Konsumen, sebagai tambahan informasi tentang sayuran yang didalam budidayanya selalu menggunakan pestisida, sehingga para konsumen dapat lebih berhati-hati dalam memilih dan mengolah tanaman sayuran menjadi aman dan sehat.

1.7.

Novelty

Penelitian tentang pengembangan strategi implementasi kebijakan penggunaan pestisida merupakan suatu obyek penelitian yang sangat jarang dilakukan, berdasarkan studi pustaka penelitian tentang pestisida banyak menekankan pada aspek toksisitas dan dampak negatif yang ditimbulkan. Selain pada itu penelitian ini memaduserasikan beberapa aspek secara holistik untuk penentuan strategi implementasi kebijakan yang tepat meliputi dimensi fisik, kimia, biologi, ekologi, sosial-budaya, teknologi dan kelembagaan.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Implementasi Kebijakan

Dalam rangka membangun sebuah kehidupan bersama harus dilakukan pengaturan agar supaya komponen satu dengan yang lainnya tidak saling merugikan. Pengaturan ini dituang ke dalam peraturan yang berlaku untuk semuanya. Aturan tersebut yang secara sederhana difahami sebagai kebijakan publik. Thomas (1992), mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. Selanjutnya Friedrich (1963), mendefinisikannya sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Bedasarkan dua definisi diatas maka sederhananya didefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan tidak dikerjakan oleh pemerintah (Nugroho 2008).

Salah satu tahapan yang penting dalam proses kebijakan publik adalah tahapan implementasi. Suatu kebijakan publik tidak akan membawa hasil apapun tanpa dilaksanakan, sebaik apapun kebijakan tersebut. Pada umumnya para penyusun kebijakan lebih memfokuskan perhatian mereka pada proses perumusan dan pembuatan kebijakan publik, setelah mengabaikan proses implementasinya karena itu bukan merupakan kewajiban. Pandangan seperti itu jelas sangat keliru, karena sebenarnya tahap implementasi memiliki banyak dimensi, yang walaupun telah dilaksanakan, apabila dengan seadanya atau tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan, maka dampak yang diharapkan dari implementasi kebijakan itu belum tentu berhasil dicapai.

Suatu kebijakan publik akan berpengaruh terhadap masyarakat apabila kebijakan tersebut dilaksanakan. Menurut Wibawa 1994 (Nugroho 2008) “ Kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan memperoleh legitimasi dari lembaga legeslatif telah memungkinkan birokrasi bertindak”. Pernyataan ini memilki dua makna sekaligus. Pertama, kebijakan hanyalah sebuah


(35)

dokumen politik apabila tidak diikuti oleh tindakan kongkrit. Kedua, birokrasi pemerintah akan bertindak jika bila suatu kebijakan itu mempunyai kekuatan hukum (telah terlegitimasi).

Menurut Wahab dan Solichin (2002) dirumuskan bahwa to implement

berarti to provide the means for carrying outo give practical effect to (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu dalam rangka menimbulkan dampak / akibat dari sesuatu). Sementara itu Van Metter dan Van Horn dalam Wahab (1997) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai “those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of objectives set forth

in prior policy decisions (tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau

pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan yang digariskan dalam keputusan kebijakan).

Sementara Charles mengemukakan, mengimplementasikan kebijakan pubilik adalah proses perwujudan program sehingga memperlihatkan hasilnya (those

activities directed toward putting a program into effect) (Islamy 1997). Edward III

(1980) berpendapat bahwa penerapan kebijakan merupakan tahap diantara diputuskannya sesuatu kebijakan dengan munculnya konsekuensi-konsekuensi diantara orang yang terkena kebijakan tersebut (Purnaweni 2004). Selanjutnya Mate and Horne dalam Wibawa (1994) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan dalam kebijakan.

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat disintesiskan bahwa implementasi kebijakan adalah pelaksanaan suatu kebijakan oleh pemerintah, setelah kebijakan tersebut disahkan dan dioperasionalkan ke dalam program-program sehingga menimbukan dampak atau konsekuensi kebijakan bagi orang-orang yang terikat oleh kebijakan, ke arah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan kebijakan. Jadi implementasi kebijakan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan kebijakan dalam mengatur penggunaan pestisida pada tanaman sayuran dengan harapan penggunaan pestisida dapat tepat digunakan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif pada manusia dan lingkungan.


(36)

Implementasi sebuah kebijakan secara konseptual bisa dikatakan sebagai sebuah proses pengumpulan sumber daya (alam, manusia maupun biaya) dan diikuti dengan penentuan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan kebijakan. Rangkaian tindakan yang diambil tersebut merupakan bentuk transformasi rumusan-rumusan yang diputuskan dalam kebijakan menjadi pola-pola operasional yang pada akhirnya akan menimbulkan perubahan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan yang telah diambil sebelumnya.

Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik dapat dibedakan menjadi dua model yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Pada prinsipnya tujuan kebijakan adalah melakukan intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan

(action) intervensi itu sendiri. Mazmanian dan Sabatier (1989) memberikan

gambaran bagaimana melakukan intervensi atau implementasi kebijakan dalam langkah berurutan. Gambar tahapan merancang struktur proses implemtasi kebijakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan merancang struktur proses implementasi kebijakan.

Pelaksanaan atau implementasi kebijakan di dalam konteks manajemen berada dalam kerangka organizing-leading-controlling, Jadi ketika kebijakan sudah dibuat, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan

Menegaskan tujuan yang hendak dicapai Identifikasi masalah yang

harus diitervensi

Merancang struktur proses implementasi


(37)

kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan, dan melakukan pengendalian pelaksanaan tersebut. Secara rinci kegiatan dalam manejemen implementasi kebijakan dapat disusun berurutan sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Urutan manejemen implementasi suatu kebijakan

No. Tahap Isu penting 1 Implementasi strategi

(Pra Implementasi)

Menyesuaikan struktur dengan strategi Melembagakan strategi Mengoperasionalkan strategi

Menggunakan prosedur untuk memudahkan implementasi

2 Pengorganisasian (organizing)

Desain organisasi dan struktur organisasi Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan Integrasi dan Koordinasi

Perekrutan dan penempatan sumberdaya manusia (recruting & staffing)

Hak, wewenang dan kewajiban

Pendelegasian (sentralisasi dan desentralisasi)

Pengembangan kapasitas organisasi dan kapasitas sumberdaya manusia

Budaya organisasi 3 Penggerakan dan

Kepemimpinan

Efektifitas kepemimpinan

Motivasi

Etika

Mutu

Kerjasma tim

Komunikasi organisasi

Negosiasi

4. Pengendalian Desain pengendalian

Sistem informasi manejemen Pengendalian anggaran/keuangan

Audit

Sumber ; diadopsi dari Mazmanian dan Sabatier (1989).

Dari matriks tersebut tampak tahapan dan rincian pekerjaan dalam implementasi kebijakan. Secara sederhana untuk melakukan implementasi kebijakan melalui model diagram berikut (Gambar 3.) Dari gambar 3 tersebut tampak bahwa inti permasalahan dalam implementasi kebijakan adalah bagaimana kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia. Dari gambar 1. tampak adanya keharusan implementasi yang baik khususnya pada elemen


(38)

“penyesuaian prosedur implementasi dengan sumberdaya yang digunakan”. Implementasi kebijakan pada prinsipnya terdapat dua jenis teknik atau implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang berpola “dari atas kebawah” (top-bottomer) versus dari “bawah ke atas” (

bottom-topper) dan pemilahan implementasi yang berpola paksa (command-and-control)

dan mekanisme pasar (economic incentive).

Sumber ; diadopsi dari Mazmanian dan Sabatier (1989).

Gambar 3. Tahapan implementasi kebijakan publik

Model mekanisme paksa adalah model yang mengedepankan arti penting lembaga publik sebagai lembaga tunggal yang mempunyai monopoli atas mekanisme paksa, di dalam negara di mana tidak ada mekanisme insentif bagi yang menjalani, namun ada sangsi bagi yang menolak melaksanakan atau melanggarnya. Secara matematis model ini dapat disebut sebagai “zero-Minus Model”, di mana

Apakah kebijakan bisa langsung dilaksanakan

Ya

Buat Kebijakan Pelaksanaan Tidak

Buat Prosedur Implementasi

Alokasikan Sumberdaya

Sesuaikan Prosedur implementasi dengan sumberdaya yang ada

Kendalikan Pelaksanaan

Evaluasi Implementasi

Implementasi Good Governance : 1. Transparansi 2. Akuntabilitas 3. Fairness 4. Responsivitas


(39)

yang ada hanya nilai “nol” dan “minus” saja. Model mekanisme pasar adalah model yang mengedepankan mekanisme insentif bagi yang menjalani, dan bagi yang tidak menjalankan tidak mendapatkan sangsi, juga tidak mendapatkan insentif. Ada sangsi bagi yang menolak melaksanakan atau melanggarnya. Secara matematis model ini dapat disebut sebagai “Zero-Plus Model”, di mana yang ada hanya nilai “Nol” dan “Plus”. Diantaranya ada kebijakan yang memberi insentif dan memberikan sangsi di lain fihak. Model “top-down” mudahnya berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, di mana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya “bottom-up” bermakna meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Diantara kedua kutub ini ada interaksi pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai faktor yang mempengaruhi suatu kebijakan penggunaan pestisida adalah (1) Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, (2) Karakteristik dari agen pelaksana/implementor, (3) Kondisi ekonomi, sosial, politik dan ekologi dan (4) kecenderungan (disposition) dari pelaksanaan. Menurut Edwards III (1980) mengungkapkan ada empat faktor dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu (1) Komunikasi, (2) Sumber daya, (3) Disposisi atau perilaku dan (4) Struktur Birokratik.` Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya menghambat proses implementasi. keempat faktor tersebut saling mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan implementasi kebijakan.

Sementara menurut Maarse (1987), keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan yang harus dilaksanakan dimana isi yang tidak jelas dan samar akan membingungkan para pelaksana di lapangan sehingga interpretasinya akan berbeda. Kemudian ditentukan pula oleh tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan sehingga pelaksana dapat bekerja optimal. Lalu ditentukan juga oleh banyaknya dukungan yang harus dimiliki agar kebijakan dapat dilaksanakan dan pembagian dari potensi-potensi yang ada seperti diferensiasi wewenang dalam struktur organisasi. Atas dasar hal tersebut, dalam mengimplementasikan suatu kebijakan Pemerintah Daerah harus memperhatikan bermacam-macam faktor. Arus informasi dan komunikasi perlu diperhatikan


(40)

sehingga tidak terjadi pemahaman yang berbeda antara isi kebijakan yang diberikan oleh pusat dengan persepsi aparat pelaksana di daerah. Diperlukan pula dukungan sumber daya maupun stakeholders yang terkait dengan proses implementasi kebijakan di daerah. Diperlukan pula pembagian tugas maupun struktur birokrasi yang jelas di daerah sehingga tidak terjadi ketimpangan tugas dalam proses implementasi suatu kebijakan di daerah. Diperlukan pula nilai-nilai yang dapat dianut atau dijadikan pegangan oleh pemerintah daerah untuk menerjemahkan setiap kebijakan yang harus diimplementasikan

2.2. Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida pada Tanaman Sayuran Penggunaan pestisida pada tanaman sayuran telah menjadi budaya masyarakat petani sayuran baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, penggunaannya telah menjadi prioritas utama jika dibandingkan dengan teknologi pengendalian hama maupun penyakit lainnya. Ada beberapa alasan petani menggunakan pestisida secara luas karena pestisida mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu: (a) dapat diaplikasikan secara mudah; (b) dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu; (c) hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat;(d) dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat; dan (e) mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di kota besar. Di samping memiliki kelebihan tersebut di atas, pestisida harus diwaspadai karena dapat memberikan dampak negatif, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain ; (a) keracunan dan kematian pada manusia; ternak dan hewan piaraan; satwa liar; ikan dan biota air lainnya; biota tanah; tanaman; musuh alami OPT; (b) terjadinya resistensi, resurjensi, dan perubahan status OPT; (c) pencemaran lingkungan hidup; (d) residu pestisida yang berdampak negatif terhadap konsumen; dan (e) terhambatnya perdagangan hasil pertanian.

Memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkan maka penggunaan pestisida harus mendapatkan perhatian yang serius. Keseriusan pemerintah dalam melakukan pengaturan penggunaan pestisida dibuktikan dengan diterbitkannya peraturan-peraturan tentang pestisida. Peraturan tentang pestisida dituangkan dalam bentuk undang-undang, Peraturan pemerintah, dan Keputusan Menteri. Seluruh isi peraturan-peraturan tentang pestisida pada intinya adalah untuk mengatur


(41)

pengunaan pestisida secara tepat dan berdampak negatif minimum. Aturan-aturan yang dimaksud sesuai dengan amanah Undang-undang Republik Indonesi No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pengaturan pestisida tercantum dalam Bab IV pasal 38, 39, 40, 41 dan 42. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman yang tercantum dalam Bab III pasal 10, 12, 15, 16, 17, 18, 19 dan 20. dan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor 881/MENKES/SKB/VIII/1996 dan 711?Kpts/TP.270/8/96 tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian.

Menurut Peaturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1973, yang dimaksud dengan penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud untuk memberantas atau mencegah hama dan penyakit, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman tidak termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama air dan lain-lainnya. Diperjelas dalam penjelasan PP Nomor 6 Tahun 1995 pasal15 pasal 1 penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilakukan secara tepat guna. Selanjutnya dalam penjelasannya yang diartikan dengan tepat guna adalah sebagai berikut ; (1) Tepat jenis yaitu disesuaikan jenis pestisida yang digunakan dengan jenis organisme pengganggu tumbuhan, misalnya untuk mengendalikan serangga menggunakan insektisida, mengendalikan cendawan menggunakan fungisida dan mengendalikan gulma menggunakan herbisida; (2) Tepat dosis yaitu banyaknya pestisida yang diaplikasikan persatuan luas atau berat atau volume sasaran disesuiakan dengan rekomendasi yang ditetapkan, misalnya kg/ha; (3) Tepat cara yaitu disesuaikan antara bentuk formulasi pestisida dan alat aplikasi yang digunakan, misalnya penyemprotan, perendaman, penaburan pengolesan; (4) Tepat sasaran yaitu disesuaikan antara jenis komoditi tanaman serta jenis dan cara hidup organisme pengganggu tumbuhan yan akan diaplikasikan pestisida; (5) Tepat waktu yaitu pada waktu populasi organisme pengganggu tumbuhan telah mencapai ambang pengendalian dan sebagian besar dalam stadium peka, keadaan cuaca memenuhi syarat, dan (6) Tepat tempat yaitu disesuaikan


(42)

dengan keadaan tempat yang akan diaplikasi pestisida, misalnya lahan kering, lahan berair, rawa dan gudang.

Selain itu peraturan pemerintah pasal 15 ayat 2 ini juga menjelaskan dalam penggunaan pestisida persyaratan kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, sedangkan persyaratan keselamatan kerja ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor; 258/MENKES/PER/III/92 yang dimaksud dengan persyaratan kesehatan adalah ketentuan-ketentuan yang bersifat teknis kesehatan yang harus dipenuhi untuk tujuan melindungi, memelihara dan atau mempertinggi derajat kesehatan. Bab III pasal 4 (ayat 1) menjelaskan tenaga penjamah pestisida harus berbadan sehat dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menggunakan perlengkapan pelindung yang memenuhi syarat kesehatan, (ayat 2) jenis perlengkapan pelindung bagi penjamah pestisida disesuaikan dengan jenis klasifikasi pestisida atau jenis pekerjaannya.

Selain kebijakan yang mengatur tentang perlindungan kesehatan tenaga penjamah pestisida, pemerintah telah mengatur penggunaan pestisida untuk tidak boleh merusak lingkungan, oleh karena itu pemerintah telah membuat kebijakan yang mengatur penggunaan pestisida untuk tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. PP No. 6 Tahun 1996 pasal 19 menyebutkan penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan merupakan alternatif terakhir dan dampak negatif yang timbul harus ditekan seminimal mungkin. Pasal ini menjelaskan bahwa penggunaan pestisida selain menekan tingkat keracunan bahkan kematian terhadap manusia, ternak dan hewan peliharaan lainnya, ikan dan biota air lainnya, musuh alami dan hewan berguna lainnya, hewan liar tanaman, juga dicegah agar tidak menimbulkan organisme pengganggu tumbuhan sekunder, resistensi, resurgensi, masalah residu pada bahan pangan maupun bahan lainnya serta pencemaran lingkungan.

Memperhatikan penjelasan peraturan-peraturan penggunaan pestisida sebelumnya, disimpulkan bahwa pemerintah telah melakukan pengaturan penggunaan pestisida secara jelas, untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Kebijakan dimaksud adalah bagian dari produk pelayanan publik yang menjadi tanggungjawab unit kerja publik yakni pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh dinas atau instansi terkait. Produk


(43)

pelayanan publik termasuk pelayanan dalam pendampingan, pembinaan dan motivator para petani dalam mengimplementasikan kebijakan penggunaan pestisida pada tanaman sayuran (executive policy implementator). Kaitannya dengan fungsi pelayanan yang dijalankan oleh pemerintah, pemerintah berperan dalam penyediaan sarana dan fasilitas pendukung, melakukan pemberdayaan petani melalui pendampingan, pembinaan dan motivasi dan melakukan pembangunan secara berkesinambungan. Hal ini sesuai dengan Rasyid (1997) dalam Areros (2007) yang mengemukakan bahwa pelayanan pada hakikatnya adalah salah satu dari tiga fungsi hakiki pemerintah yakni penyediaan sarana pendukung (supply), pemberdayaan (empowerment) dan pembangunan (development). Keberhasilan petugas dalam mengimplementasikan suatu kebijakan dilihat dari kemampuan mengemban ketiga fungsi hakiki tersebut. Oleh karena itu, petugas lapangan sebagai kepanjangan tangan pemerintah harus menjadikan semangat melayani kepentingan masyarakat petani sebagai dasar motivasi mereka bekerja dibidang pertanian tanaman sayuran, serta memiliki komitmen pengabdian dan pelayanan sebagai pelayan masyarakat.

Untuk mengukur tingkat pelayanan yang diberikan dalam rangka implementasi kebijakan berkualitas atau tidak, diperlukan kriteria tertentu. Untuk mengukur kualitas implementasi suatu kebijakan sedikit lebih rumit jika dibandingkan dengan kualitas suatu barang atau produk. Hal ini disebabkan produk keluaran sektor pemerintah berupa jasa yang agak sulit dikuantifikasi. Namun demikian telah banyak peneliti terdahulu dan diungkapkan oleh lembaga peneliti maupun para pakar mengungkapkan tentang kriteria pengukuran kualitas pelayanan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kolter (Supranto 1997) dan Parasitaman et al. (Tjiptono 1996), meliputi ; (1) Keandalan (reliability), adalah kemampuan untuk melaksanakan kebijakan secara tepat dan terpercaya; (2) Keresponsifan (resposiveness) kemampuan untuk membantu para pelanggan (petani) dalam melaksanakan kebijakan dan ketanggapan; (3) Keyakinan

(confidence), kemampuan, kesopanan serta kemampuan petugas untuk

membangkitkan kepercayaan atau assurance; (4) Empati (emphaty), syarat untuk peduli atau memberikan perhatian pribadi kepada para petani; (5) Berwujud


(44)

(tangibles), penampilan hasil suatu kebijakan yang diperoleh dan fasilitas komunikasi.

Dengan demikian dalam mengukur kualitas implementasi suatu kebijakan berarti mengevaluasi kualitas implementasi kebijakan yang telah dilakukan dibandingkan dengan standar atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagaimana diketahui bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik dapat dibedakan menjadi dua model yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Pada prinsipnya tujuan kebijakan adalah melakukan intervensi. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sebenarnya adalah tindakan (action) intervensi itu sendiri. Tindakan atau intervensi yang dimaksud dapat dinilai berdasarkan parameter

reliability, responsiveness, confidence, emphaty dan tangibles.

2.3. Strategi Pengembangan Implementasi Kebijakan Penggunaan Pestisida Strategi adalah suatu pola atau perencanaan yang mampu mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan tindakan-tindakan organisasi secara kohesi. Penggunaan pestisida adalah menggunakan pestisida dengan atau tanpa alat dengan maksud memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian termasuk rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman tidak termasuk pupuk, hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak, hama air, hama-hama rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan atau air. Sesuai PP No 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran, penimpanan dan penggunaan pestisida.

Pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida adalah segala bentuk pengusahaan yang ditujukan untuk memperbaiki upaya implementasi


(45)

kebijakan penggunaan pestisida yang lebih baik dari sebelumnya. Perbaikan upaya implementasi yang dimaksudkan adalah meningkatkan peran yang lebih bermakna pada masing-masing faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yakni sumberdaya, prosedur dan kerjasma (komunikasi), stakeholder dan pemerintah pusat maupun daerah. Berdasarkan uraian di atas maka strategi pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida adalah suatu pola strategi pengembangan implementasi kebijakan penggunaan pestisida yang dirancang agar mampu mengintegrasikan sasaran, kebijakan dan tindakan-tindakan organisasi atau lembaga secara kohesi sehingga penggunaan pestisida menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya yaitu mendekati tepat sasaran, tepat dosis, tepat tempat, tepat waktu, tepat tempat dan tepat cara.

Kebijakan dalam penggunaan pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pertanian secara berkelanjutan dan sekaligus melindungi sumberdaya alam. Kebijakan ini mencakup berbagai instrumen untuk membatasi dan mengurangi dampak penggunaan pestisida, berupa undang-undang, peraturan pemerintah tentang pengelolaan dan provisi ekonomi (Wise dan Johnson 1991). Aktualisasinya, kebijakan pestisida secara keseluruhan mencakup pengendalian impor, pembuatan formulasi, distribusi, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, pelabelan, penggunaan dan pembuangan pestisida.

Kebijakan pestisida yang dibuat bertujuan untuk melindungi konsumen, pekerja pertanian dan lingkungan dari bahan-bahan kimia yang berbahaya, meliputi pembatasan dan pelarangan jenis pestisida, mengatur baku mutu bahan kimiawi dan penetapan tingkat toleransi terhadap residu pestisida pada makanan dan minuman (Fleischer 1994). Indonesia telah meratifikasi peraturan internasional tentang standar baku mutu residu pestisida pada hasil pertanian khususnya pada produk sayuran yang didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri pertanian dan Menteri Kesehatan, Nomor : 881/MENKES/SKB/VIII/1996 : 711/Kpts/TP.270/8/96. Bahkan di negara-negara maju seperti Eropa melalui notifikasi nomor G/SPS/N/EEC/179 pada tanggal 15/10/2002 mengeluarkan peraturan untuk pestisida bahwa “pestisida tidak boleh digunakan untuk produksi pertanian dan dalam proses produksi dasar sereal dan makanan bayi ; penentuan batas maksimum residu (BMR) pestisida atau metabolite yang mungkin terdapat


(46)

pada bahan pangan di atas. Bahkan perjanjian bersama bentukan WTO tahun 1994 juga telah diratifikasi oleh negara-negara Amerika, Canada, dan Brasil.

Dalam pespektif pertanian berkelanjutan yang dilandasi oleh kesadaran akan kualitas lingkungan hidup dan tuntutan kelestarian produksi, hal ini dilakukan mengacu pada kegagalan pemberantasan hama secara konvensional, maka konsep pengendalian hama terpadu (PHT) menjadi pilihan yang bijaksana dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman yang diperkuat dengan dimasukkannya Kebijakan tersebut ke dalam REPELITA III (1978/79-1983/84) sub sektor pertanian dan dipertegas lagi dalam REPELITA IV (1984/85-1988/89). Pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan dengan memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan. (Pasal 8 PP Nomor; 6 tahn 1996). Yang dimaksud dengan satu kesatuan adalah satu kesatuan yang harmonis, yaitu memadukan teknologi, pengorganisasian, pelayanan dan gerakan pengendalian dalam sustu sistem yang harmonis, untuk mencegah kerugian ekonomis dan atau kerusakan lingkungan. Sedangkan penggunaan pestisida merupakan salah satu alternatif dari beberapa teknik pengendalian hama terpadu.

Berdasarkan kebijakan penggunaan pestisida diposisikan sebagai alternatif terakhir dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang didukung oleh piranti peraturan yang mengikat. Namun kenyataan di lapangan tidak kurang dari 85% petani menunjukkan bahwa pestisida sering merupakan pilihan utama dan paling umum dilakukan petani untuk mengendalian hama dan penyakit tanaman bawang merah (Sulistiyono 2002).

Untuk mencapai manfaat yang optimal dengan dampak negatif yang minimal, pestisida yang akan diedarkan, disimpan dan digunakan harus terdaftar dan penyesuaian peraturan perundang-undangan serta penyesuaian perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat sekaligus sebagai dasar pelaksanaan PP No. 7 tahun 1973 dan PP No. 6 tahun 1995 maka diberlakukannya Keputusan Menteri Pertanian No. 434.1/Kpts/TP.270/7/2001. Keputusan Menteri tersebut mengatur Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pestisida yang memuat tentang syarat pemohon baik perorangan maupun badan hukum. Di sisi lain adanya pencabutan kebijakan pemerintah yang tidak lagi membatasi satu bahan aktif untuk tiga formulasi.


(1)

198

Sosialisasi

Tekng

Alternatif

Kemampuan petani

3

2

1

2

1

2

1

3

2

2

1

2

0

4

6

2

2

Peran Petugas

3

3

3

3

3

2

3

3

3

3

3

3

0

0

1

11

3

Peran PEMDA

3

2

2

2

3

3

0

3

3

2

1

3

1

1

4

6

3

Tekanan Lingkungan

3

3

3

3

2

2

2

1

2

1

2

2

0

2

6

4

2

Koordinasi Lintas

Sektor

2

3

1

3

2

3

3

2

3

3

3

2

0

1

4

7

3

Akses Pestisida

1

0

0

1

1

1

2

0

1

1

0

0

5

6

1

0

1

Peran Formulator

1

0

1

1

1

1

0

2

0

0 1

0

6

5

1

0

0

Pengawasan Thd

petugas

3

3

3

2

3

3

1

3

2

1

3

3

0

2

2

8

3

Pendidikan & Latihan

3

3

1

3

2

3

3

3

3

2

2

3

0

1

3

8

3

Pendidikan & Latihan

Kemampuan petani

3

3

2

0

1

3

2

2

1

3

2

2

1

2

5

4

2

Peran Petugas

3

3

3

2

3

3

3

2

3

3

3

3

0

0

2

10

3

Peran PEMDA

3

2

3

3

3

2

3

3

3

2

3

3

0

0

3

9

3

Tekanan Lingkungan

3

2

3

2

2

2

2

2

2

1

2

1

0

2

8

2

2

Koordinasi Lintas

Sektor

2

3

3

2

2

3

3

3

3

3

3

1

0

1

3

8

3

Akses Pestisida

1

2

1

1

2

2

1

1

1

1

2

1

0

8

4

0

1

Peran Formulator

2

2

3

2

2

2

1

2

2

1

2

1

0

3

8

1

2

Pengasan Thdp

petugas

3

3

2

2

2

1

3

2

3

2

3

3

0

1

5

6

3


(2)

199

Pedoman penilaian :

0

berarti tidak ada pengaruh langsung

3 pengaruhnya sangat kuat 2 pengaruhnya sedang 1 pengaruhnya kecil

PENGARUH LANGSUNG ANTAR FAKTOR

SDM Petani Peran Petugas Dukungan Pemda Serangan OPT Koordinasi Lintas Sektor Akses Pestisida Peran Formulator Pengawasan Thdp Petugas Teknologi Alternatif Pendidikan & Pelatihan Petugas SDM Petani

2 1 3 1 3 2 1 2 2

Peran Petugas

3 3 3 3 2 2 1 3 3

Dukungan Pemda

3 3 3 3 2 1 3 3 3

Serangan OPT

1 3 3 3 3 3 2 3 3

Koordinasi Lintas

Sektor 0 3 3 3 0 1 2 3 2

Akses Pestisida

3 0 1 3 0 2 0 0 0

Peran Formulator

3 2 0 3 1 3 0 1 1

Pengawasan Thdp Petugas

3 3 2 2 2 0 0 3 3

Teknologi Alternatif 3 2 3 1 3 1 3 1 3

Pendidikan &

Pelatihan Petugas 2 3 3 2 3 1 1 3 3

Lampiran 10 Matriks pengaruh langsung antar faktor

Dari Thd


(3)

200

Lampiran 11 Tingkat kepentingan faktor yang berpengaruh pada pengembangan implementasi kebijakan


(4)

201

1. Sub Model Luas Tanam

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -1548.916 1336.489 -1.159 .330

Luas .059 .015 .914 3.898 .030

a. Dependent Variable: Vol

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable:Vol

Equation

Model Summary Parameter Estimates

R Square F df1 df2 Sig. Constant b1

Linear .835 15.192 1 3 .030 -1.549E3 .059

The independent variable is Luas.

Y = -1.548,916 + 0,059 X

R

2

= 0,835


(5)

202

2.

Sub Model Serangan OPT

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -6.796 12.131 -.560 .632

OPT .021 .004 .972 5.892 .028

a. Dependent Variable: Pest

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable:Pest

Equation

Model Summary Parameter Estimates

R Square F df1 df2 Sig. Constant b1

Linear .959 69.570 1 3 .004 -19.616 .025

The independent variable is OPT.

Y = -6.796 + 0,021X

R

2

= 0,959


(6)

203

3.

Sub Model SDM Petani

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -75114.921 11952.720 -6.284 .008

Petani 222.776 34.374 .966 6.481 .007

a. Dependent Variable: Pestisida

Model Summary and Parameter Estimates

Dependent Variable:Pestisida

Equation

Model Summary Parameter Estimates

R Square F df1 df2 Sig. Constant b1

Linear .933 42.002 1 3 .007 -7.511E4 222.776

The independent variable is Petani.

Y = -75114,921 + 222,776X

R

2

= 0,933