Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica)

EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BINTARO (Cerbera odollam)
SEBAGAI LARVASIDA LALAT RUMAH (Musca domestica)

HADDI WISNU YUDHA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Ekstrak
Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat Rumah (Musca
domestica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Haddi Wisnu Yudha
NIM B04090131

ABSTRAK
HADDI WISNU YUDHA. Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam)
sebagai Larvasida Lalat rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh UPIK
KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.
Cerbera odollam atau yang dikenal dengan bintaro di Indonesia adalah
tanaman bersifat racun yang terletak di pesisir pantai, di hutan pasang, yang
berfungsi untuk menahan pasangnya air laut, mencegah terjadinya longsor dan
sebagai tanaman hias. Bintaro diketahui memiliki potensi sebagai larvasida alami
namun penelitian tentang penggunaan bintaro untuk pengendalian larva M.
domestica belum dilakukan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengukur
efektivitas buah bintaro sebagai larvasida terhadap M. domestica. Bagian dari
buah bintaro yang digunakan yaitu biji dan kulit. Biji dan kulit buah bintaro
diekstraksi dengan pelarut methanol 96% kemudian diencerkan dengan
aquabidest. Konsentrasi dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kontrol negatif
yang hanya diberi aquadest, ekstrak biji 10, 30, 60, 80 g/100 ml sedangkan
ekstrak kulit 80 g/100 ml. Ekstrak biji dan kulit buah bintaro diuji pada kelompok
larva. Berdasarkan hasil penelitian, Ekstrak biji dan kulit buah bintaro mampu

digunakan sebagai larvasida. Ekstrak biji bintaro memiliki efektivitas lebih tinggi
dibandingkan dengan ekstrak kulit bintaro. Berdasarkan uji fitokimia, senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam biji dan kulit buah bintaro adalah
golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid.
Kata kunci: biji, Cerbera odollam, kulit, larvasida, Musca domestica

ABSTRACT
HADDI WISNU YUDHA. Effectiveness of Bintaro Extract (Cerbera odollam) as
Larvicide of House Fly (Musca domestica). Supervised by UPIK KESUMAWATI
HADI and SUPRIYONO.
Cerbera odollam is known as bintaro in Indonesia. It is a poisonuous plant
which is found at seaside, mangrove forest, and widely used to hold a high wave,
prevent landslide, and as decorated plant. Bintaro has potential as a natural
larvicide but there is no research about using bintaro to control Musca
domestica’s larvae in Indonesia. The objective of this research is to measure
effectiveness of bintaro as a larvicide of M. domestica. The parts of bintaro which
is used for research were seeds and barks. Seeds and barks were extracted by
methanol 96% and diluted by aquabidest. The concentration of extract divided to
some groups, there was negative control which is only given aquadest, seeds
extract 10, 30 , 60, 80 g/100 ml and barks extract 80 g/100 ml. Seeds and barks

extract were tested to larvae groups. The result showed that seeds and barks
extract of Bintaro can be used for larvicide. Seeds extract was more effective than
barks extract. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids,
saponins, tannins, and steroids were the secondary metabolite compounds
contained in seeds and barks.
Keywords: barks, Cerbera odollam, larvicide, Musca domestica, seeds

EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BINTARO (Cerbera odollam)
SEBAGAI LARVASIDA LALAT RUMAH (Musca domestica)

HADDI WISNU YUDHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi: Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollarn) sebagai
Larvasida Lalat Rumah (Musca dornestica)
Nama
: Haddi Wisnu Yudha
NIM
: B04090131

Disetujui oleh

drh Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D
Pembimbing I

Tanggal Pengesahan :

11 OCT La I.J

Judul Skripsi : Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai
Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica)

Nama
: Haddi Wisnu Yudha
NIM
: B04090131

Disetujui oleh

drh Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D
Pembimbing I

drh Supriyono
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, Ph.D. APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Tanggal Pengesahan :


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini adalah
Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat
Rumah (Musca domestica).
Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. drh. Upik Kesumawati, MS, Ph.D dan drh. Supriyono selaku pembimbing atas
segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran selama penelitian dan penulisan
skripsi ini.
2. Dr. drh. Gunanti, MS dan drh. Aulia Andi Mustika, M.Si selaku dosen penguji
dan penilai atas segala bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan.
3. Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D. APVet selaku dosen
pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjdai
mahasiswa FKH IPB.
4. Bapak Uje Koswara, SH, ibu Nur Aida, kakak Ahmad Firmansyah, nenek Atih
Riwayatih, adik Gigih Rahmadani Maris serta seluruh keluarga atas segala
doa, kasih sayang, dan motivasinya.
5. Kak Meriza, Kak Kiki, Kak Lala serta staf laboratorium Entomologi
Kesehatan yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data.

6. Rekan-rekan “Carica”, “Gugel”, “All is Well”, angkatan 46 “Geochelone”
yang selalu memberikan dukungan yang luar biasa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Haddi Wisnu Yudha

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

i

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

iii


DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Buah Bintaro (Cerbera odollam)

2

Lalat Rumah (Musca domestica)
METODE

3
5

Waktu dan Tempat

5

Metode Penelitian


5

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

7
11

Simpulan

11

Saran

11

DAFTAR PUSTAKA

11


LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

18

DAFTAR TABEL
1 Hasil uji kualitatif fitokimia biji dan kulit buah bintaro
7
2 Rata-rata persentase kematian larva lalat M. domestica setelah perlakuan dengan
ekstrak biji dan kulit buah bintaro
9

DAFTAR GAMBAR
3
4
5
6

Buah bintaro (Cerbera odollam)
Lalat rumah (Musca domestica)
Siklus hidup Musca domestica
Grafik persentase kematian larva M. domestica dengan berbagai tingkat
konsentrasi ekstrak

3
4
4
10

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis Probit LC50 dan LC90
2. Hasil analisis deskriptif One Way perlakuan ekstrak biji dan kulit buah
bintaro terhadap waktu dan kematian larva
3. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan perlakuan ekstrak biji dan
kulit buah bintaro terhadap waktu dan kematian larva

14
15
16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Jumlah peternakan unggas sebagai penyuplai kebutuhan protein hewani
masyarakat di Indonesia semakin bertambah dan berkembang pesat. Peningkatan
jumlah peternakan ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan
yaitu polusi udara serta peningkatan populasi lalat rumah. Polusi udara timbul
akibat permasalahan dalam pengelolaan manur. Bau yang ditimbulkan akibat
manur menimbulkan keresahan bagi masyarakat sekitar peternakan (Larrain dan
Salas 2008).
Manur hewan adalah limbah organik yang digunakan untuk mengolah lahan
pertanian yang terdiri dari campuran feses, urin dan sisa-sisa pakan hewan (Purser
2009). Manur merupakan habitat yang ideal untuk perkembangbiakan lalat.
Tumpukan manur yang mengeluarkan bau ammonia menjadi faktor pemicu lalat
betina untuk bertelur. Telur ini kemudian akan berkembang menjadi larva, pupa,
dan lalat dewasa yang sangat mengganggu masyarakat. Lalat dewasa akan
berpindah ke rumah penduduk sekitar karena menyukai tempat yang memiliki
kelembaban tinggi dan menghindari cahaya (Hadi dan Koesharto 2006).
Lalat rumah berperan sebagai vektor mekanik berbagai macam penyakit.
Patogen yang dibawa mengakibatkan penyakit pada saluran pencernaan misalnya
demam tifoid, paratifoid, enteritis, lepra, disentri, amoeba, keracunan makanan,
dan tuberkulosis. Penyakit parasit seperti cacing Enterobius vermicularis,
Ancylostoma, Necator, Ascaris, Taenia serta Trichuris juga sering ditemukan pada
tubuh atau kaki Musca domestica. M. domestica dapat menularkan berbagai
penyakit penting lainnya, antara lain poliomielitis, hepatitis, trakhoma (Hadi dan
Koesharto 2006), virus avian influenza (Mabbett 2007), golongan protozoa seperti
Entamoeba histolytica dan Entamoeba coli serta vektor mekanik dari bakteri
antraks (Fassanella et al. 2010; Kassiri et al. 2012).
Berbagai upaya dilakukan untuk mengendalikan populasi lalat, baik dengan
pengendalian secara fisik, kimia, dan biologis. Peningkatan populasi M. domestica
memberikan dampak yang buruk kepada masyarakat dari segi kesehatan,
lingkungan, industri peternakan, bahkan industri pariwisata (Hadi dan Koesharto
2006). Proses pengendalian lalat saat ini banyak dilakukan dengan menggunakan
pestisida sintetik (insektisida). Penggunaan insektisida dalam pengendalian lalat
meliputi pengendalian larva lalat (larvasida), repellent lalat dewasa (penolakan),
penyemprotan residual pada permukaan ruangan, dan pemasangan umpan.
Penggunaan insektisida dalam pengendalian larva lalat menimbulkan dampak
negatif berupa masalah kesehatan bagi masyarakat dan lingkungan serta memicu
terjadinya resistensi terhadap lalat (Avecedo et al. 2009). Resistensi ini dapat
terjadi akibat penggunaan pestisida yang sama terhadap larva lalat dalam waktu
yang lama secara terus menerus.
Upaya pengendalian lalat rumah (M. domestica) dengan memutus siklus
hidup lalat menggunakan bahan yang berasal dari tumbuhan perlu dilakukan.
Menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalimantan
Tengah (2011), keunggulan menggunakan pestisida alami yaitu mudah terurai di
alam, relatif aman bagi manusia dan ternak, tidak menimbulkan resistensi

2
terhadap serangga, bahan yang digunakan bernilai murah dan mudah dijumpai di
alam. Pemanfaatan buah bintaro (Cerbera odollam) merupakan salah satu usaha
yang baik dan efisien untuk pemutusan siklus hidup lalat M. domestica.
Penggunaan ekstrak buah bintaro untuk pengendalian larva lalat rumah belum
pernah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan pengalaman masyarakat, jenis
tanaman yang memiliki potensi sebagai insektisida alami adalah tanaman buah
bintaro (C. odollam) sehingga perlu dilakukan pembuktian terhadap khasiat buah
bintaro (C. odollam) sebagai larvasida lalat rumah (M. domestica).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas buah bintaro (C.
odollam) sebagai larvasida lalat rumah (M. domestica).

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan larvasida alami
dari tanaman bintaro (C. odollam) terhadap lalat rumah (M. domestica) sehingga
dapat mengurangi penggunaan pestisida sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA
Buah Bintaro (Cerbera odollam)
Tanaman bintaro tergolong dalam ordo Gentianales dan famili Apocynaceae.
Pohonnya bercabang rendah, sering berbonggol-bonggol, tinggi pohonnya dapat
mencapai 17 meter namun kebanyakan lebih rendah (Steenis 1975). Batang
tanaman bintaro tegak, berkayu, berbentuk bulat, dan berbintik-bintik hitam. Daun
bintaro merupakan daun tunggal berbentuk lonjong dengan bunga putih, bentuk
daunnya bertangkai, menyebar, Buah bintaro merupakan buah drupa yang
memiliki biji, memiliki tiga lapisan yaitu epicarp atau eksocarp, mesocarp, dan
endocarp (Soesanti dan Indriati 2011). Daging buah bintaro berserat dan tidak
dapat dimakan karena mengandung racun. Biji bintaro berbentuk pipih, panjang,
dan berwarna putih (Rohimatun dan Suriati 2011; Towaha dan Indriati 2011).
Pohon bintaro biasanya terletak di pesisir pantai, di hutan pasang, yang berfungsi
sebagai tanaman pelindung untuk menahan pasangnya air laut serta mencegah
terjadinya longsor (PROSEA 2002; Marisa dan Setiawan 2012). Menurut
Pattanaik et al. (2008), tanaman bintaro berfungsi sebagai pembuat arang dan
mengobati reumatisme. Pohon bintaro juga sering digunakan sebagai tanaman
hias (Steenis 1975).

3

Gambar 1 Buah Bintaro (Cerbera odollam)
Sumber: Pranowo (2010)
Inti biji buah bintaro yang masak dan segar mengandung alkaloid cerberin,
suatu zat yang berasa pahit dan beracun. Kulit batang bintaro juga mengandung
senyawa alkaloid yang berfungsi sebagai antijamur (Oesman et al 2010; Singh et
al. 2012). Cerberin merupakan glikosida bebas nitrogen, yang bekerja sebagai
racun jantung yang sangat kuat. Cerberin dapat menghambat saluran ion kalsium
di dalam otot jantung sehingga dapat mengakibatkan kematian. Kandungan
cerberin ini diduga juga berperan terhadap mortalitas serangga (Utami 2010;
Rohimatun dan Suriati 2011). Buah bintaro juga memiliki kandungan steroid
(Kuddus et al. 2011). Steroid pada tumbuhan memiliki fungsi protektif, misalnya
fitoekdison yang memiliki struktur mirip dengan hormon molting serangga.
Kandungan steroid dapat menghambat proses molting larva (Yunita et al. 2009).
Penggunaan buah bintaro sebagai pestisida alami merupakan usaha untuk
memanfaatkan buah bintaro yang masih dianggap sebagai limbah menjadi
memiliki nilai tambah baik secara khasiat maupun ekonomi. Tanaman bintaro
diketahui mengandung banyak senyawa metabolit beracun yang dapat digunakan
sebagai alternatif pestisida alami (flavonoid, steroid, saponin, alkaloid dan tanin)
yang mudah diperoleh, mudah diaplikasikan, aman bagi masyarakat, dan ramah
lingkungan (Rohimatun dan Suriati 2011; Soesanti dan Indriati 2011; Singh et al.
2012). Kulit dan daun buah bintaro menyebabkan efek mortalitas yang tinggi
terhadap rayap tanah Coptotermes sp., Tarmadi (2007), Spodoptera litura,
Pteroma plagiophleps Hampson, dan Eurema spp. (Utami et al. 2010) sedangkan
biji buah bintaro mempunyai efek antibakterial, sitotoksik, dan diuretik (Ahmed et
al. 2008).

Lalat Rumah (Musca domestica)
Lalat yang sering berada di sekitar lingkungan kita adalah lalat rumah (M.
domestica). Lalat rumah termasuk famili Muscidae. Pada daerah tropis, lalat
rumah membutuhkan waktu 8–10 hari pada suhu 30 °C dalam satu siklus
hidupnya dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Telurnya berbentuk seperti pisang,
berwarna putih kekuning-kuningan dan panjangnya kira-kira 1 mm. Betina
bertelur dalam bentuk berkelompok di dalam bahan organik yang sedang
membusuk dan lembab. Kelembaban yang tinggi diperlukan untuk kelangsungan
hidupnya, mereka akan menetas dalam waktu 10–12 jam pada suhu 30 °C.
Larvanya tumbuh dari 1 mm hingga menjadi 12–13 mm setelah 4–5 hari pada

4
suhu 30 °C, melewati 3 kali fase instar. Tubuhnya ramping, agak membulat,
bersegmen di bagian caudal, mulutnya memiliki kait yang berjumlah satu buah,
serta berwarna pucat. Di setiap segmen terdapat mikrospina yang berbentuk
seperti kait (hook-shaped setulae). Mikrospina tersusun pada daerah segmen dan
tersebar di sekitar segmen. Biasanya setulae tersebut hanya berada pada segmen di
daerah abdominal dari segmen satu sampai dengan tujuh, namun tidak terdapat
pada daerah metatoraks (Service 2000; Haq et al. 2012). Larva memiliki sepasang
spirakel posterior yang jelas. Spirakel merupakan sistem percabangan tabung
hawa di dalam tubuh larva yang berawal dari bukaan pada permukaan lateral
tubuh serta berfungsi sebagai sistem pernafasan pada larva (Hadi dan Soviana
2010). Spirakel biasanya berbentuk bulat, berwarna kekuningan, serta jarak antara
spirakel yang satu dengan yang lainnya biasanya kurang dari setengah diameter
spirakel bagian lateral (Service 2000; Haq et al. 2012).

Gambar 2 Lalat Rumah (M. domestica)
Sumber: Sanchez-Arroyo dan Capinera (2008)

Gambar 3 Siklus Hidup M.
domestica
Sumber: Illnois Department of
Public Health (2013)

Larva menyukai tempat dengan suhu dan kelembaban yang tinggi tetapi
menghindari tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi. Larva berhenti makan
dan berpindah ke tempat yang lebih kering dan dingin sebelum menjadi pupa.
Kulit larva berkembang menjadi keras kemudian mengalami metamorfosis
menjadi pupa. Lalat betina sudah mampu untuk melakukan perkawinan setelah
muncul dari cangkang pupa. Kebanyakan lalat betina hanya mampu kawin sekali
namun lalat betina mampu meletakkan telurnya sepanjang hidupnya. Lalat rumah
hanya dapat hidup sekitar satu minggu serta meletakkan telurnya sekitar 2 atau 3
kelompok telur. Lalat betina biasanya terbang ke arah tempat perindukan karena
tertarik oleh bau CO2 dan ammonia (Hadi dan Koesharto 2006; Larrain dan Saras
2008).
Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang bersifat kosmopolit
sehingga mudah ditemukan di lingkungan. Lalat rumah juga berperan sebagai
vektor mekanik terhadap berbagai penyakit yang dapat menyerang pada hewan
dan manusia. Beberapa penyakit yang berperantara M. domestica antara lain

5
sigelosis, salmonelosis, tuberkulosis, disentri, poliomielitis, pasteurelosis, dan
bruselosis (Sukontason et al. 2007; Hadi dan Soviana 2010).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012 di
Laboratorium Entomologi Kesehatan, Bagian Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, FKH IPB, Laboratorium Biomaterial Fisik, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Cibinong dan Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,
Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB.

Metode Penelitian
Buah bintaro diperoleh dari IPB Dramaga dengan spesifikasi buah yang
masih muda dengan warna hijau. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa
tahapan yang meliputi preparasi, pembuatan ekstrak biji dan kulit buah bintaro,
pemeliharaan larva lalat rumah, aplikasi ekstrak dan perhitungan konsentrasi letal,
serta pengujian fitokimia buah bintaro.
a.

Pembuatan ekstrak biji dan kulit buah bintaro
Pembuatan ekstrak buah bintaro dengan bahan biji dan kulit dilakukan
dengan metode maserasi. Bahan yang digunakan adalah biji dan kulit buah bintaro.
Pembuatan ekstrak biji dan kulit buah bintaro dilakukan secara terpisah. Buah
bintaro dipotong-potong dan dipisahkan antara kulit dan biji buahnya kemudian
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 °C dengan kelembaban 60–70%.
Kulit dan biji buah bintaro yang telah dikeringkan kemudian digiling hingga halus,
lalu direndam dalam pelarut metanol 96% dengan perbandingan 1:3 (b/v) selama
3 hari. Masing-masing hasil rendaman dikeringbekukan dengan evaporator dan
freeze dryer sehingga dihasilkan ekstrak biji dan kulit bintaro dalam bentuk
serbuk.
Pemeliharaan larva M. domestica
Pembuatan media berasal dari pellet ikan dan sekam padi yang telah
direndam oleh aquadest lalu diaduk sampai rata. Media tersebut disimpan di
dalam kandang uji yang berisi lalat M. domestica dewasa. Waktu yang dibutuhkan
dalam pemeliharaan lalat M. domestica adalah 4–5 hari agar lalat M. domestica
melakukan perkawinan, menghasilkan telur dan mengalami metamorfosis hingga
larva instar 3. Larva M. domestica dipanen setelah 4–5 hari dan siap digunakan
untuk perlakuan.
b.

6
c.

Pengujian fitokimia
Uji Fitokimia digunakan untuk mengetahui kandungan bahan kimia yang
terdapat dalam suatu tanaman. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, saponin,
flavonoid, triterpenoid/steroid, dan tanin dengan mengikuti prosedur Harborne
(1987).

Uji Alkaloid
Sebanyak 2 gram contoh ditambah 10 ml kloroform dan beberapa tetes
amoniak. Fraksi kloroform didapatkan dengan cara menghisap kloroform
perlahan-lahan dengan pipet tetes. Fraksi kloroform diasamkan dengan H2SO4 2
M. Fraksi H2SO4 diambil kemudian ditambahkan pereaksi Meyer, Dragendorf dan
Wagner. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya endapan putih dengan pereaksi
Meyer, endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat
dengan pereaksi Wagner.
Uji Saponin
Sebanyak 1 gram contoh ditambah air secukupnya dan dipanaskan selama 5
menit kemudian didinginkan dan dikocok kuat-kuat. Adanya saponin ditandai
dengan timbulnya busa yang stabil selama 10 menit.
Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik
Sebanyak 1 gram contoh ditambah metanol sampai terendam lalu dipanaskan.
Filtrat diuji pada spot plate. Reaksi positif ditandai dengan timbulnya warna
merah setelah ditambahkan NaOH 10% (b/v).
Uji Triterpenoid atau Steroid
Sebanyak 2 gram contoh ditambahkan 25 ml etanol lalu dipanaskan dan
disaring. Filtrat diuapkan lalu ditambahkan eter. Lapisan eter dipipet dan diuji
pada spot plate. Reaksi positif terhadap triterpenoid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah/ungu setelah ditambahkan pereaksi Liberman Buchard
(3 tetes), sedangkan reaksi positif terhadap steroid ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau.
Uji Tanin
Sebanyak 10 gram contoh ditambah air lalu dididihkan selama beberapa
menit kemudian disaring. Filtrat ditambahkan FeCl3 1% (b/v). Reaksi positif
ditandai dengan terbentuknya warna biru atau hitam kehijauan.
d.

Aplikasi ekstrak biji dan kulit buah bintaro terhadap larva

Aplikasi dilakukan pada kelompok kontrol dan lima kelompok perlakuan.
Larva yang digunakan adalah larva M. domestica instar tiga. Setiap kelompok
terdiri dari 20 ekor larva kemudian diletakkan ke dalam gelas plastik.
Ekstrak biji dan kulit buah bintaro ditimbang sesuai konsentrasi aplikasi.
Konsentrasi dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kontrol negatif yang hanya
diberi aquadest, ekstrak biji 10, 30, 60, 80 g/100 ml sedangkan ekstrak kulit 80
g/100 ml. Ekstrak yang sudah ditimbang lalu diencerkan terlebih dahulu
menggunakan aquabidest. Ekstrak diaplikasikan dengan cara diteteskan pada tiap
kelompok larva sebanyak lima tetes menggunakan syringe kemudian ditutup

7
dengan penutup plastik yang telah diberi lubang. Pengamatan kematian larva
dilakukan pada jam ke- 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, dan 24 setelah perlakuan. Perlakuan
diulang sebanyak 3 kali.
e. Analisis data
Data presentasi kematian dihitung dalam persen kematian dengan rumus
sebagai berikut:
Persentase Kematian (%) = Σ Larva yang mati x 100 %
Σ Total larva
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA, dilanjutkan
dengan uji Duncan untuk menguji perbedaan di antara perlakuan yang ada. Data
hasil penelitian juga dianalisis menggunakan analisis probit dengan menggunakan
program SPSS 16.0 untuk memperoleh nilai Lethal Time 50 (LT50) dan Lethal
Time 90 (LT90) serta program EPA Probit Analysis Program versi 1.5 untuk
memperoleh nilai Lethal Concentration 50 (LC50) dan Lethal Concentration 90
(LC90).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Fitokimia Bintaro
Hasil menunjukkan bahwa nilai rendemen ekstrak biji dan kulit buah bintaro
yang didapat yaitu sebesar 0.03% ekstrak biji dan 0.01% ekstrak kulit. Banyaknya
ekstrak biji dan kulit buah bintaro tergantung dari lamanya pengeringan,
penggilingan dan perendaman buah bintaro di dalam pelarut. Hasil uji kualitatif
fitokimia menunjukkan bahwa pada biji dan kulit buah bintaro mengandung
senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan
steroid (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil uji kualitatif fitokimia biji dan kulit buah bintaro
Ekstrak
Biji
Kulit buah

Alkaloid
+
+

Flavonoid
+
+

Jenis Uji
Saponin
+
+

Tanin
+
+

Steroid
+
+

Senyawa kimia yang terkandung di dalam biji buah bintaro merupakan
faktor utama terhadap mortalitas larva. Alkaloid, flavonoid, dan saponin
merupakan senyawa yang diduga mempunyai daya kerja sebagai larvasida.
Senyawa lain seperti tanin dan steroid menjadi senyawa yang bersifat sinergis
dalam aktivitas larvasida. Senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid yang
terdapat pada ekstrak biji dan kulit buah bintaro adalah cerberin. Cerberin
merupakan zat yang bersifat toksik, repellent, dan menyebabkan anoreksia pada
larva (Dono et al. 2008; Rohimatun dan Suriati 2011; Soesanti dan Indriati 2011).
Flavonoid mempunyai aktivitas biologik sebagai pengendur otot (Hernani
dan Nurdjanah 2009). Flavonoid berperan sebagai antimikrobial, antifungal dan
memiliki efek sitotoksik pada larva (Andersen dan Markham 2006; Samantha et al.

8
2011). Flavonoid bekerja pada sitosol dan akan mempengaruhi sistem pencernaan
larva memiliki daya tarik terhadap larva M. domestica sehingga larva yang
terpapar oleh flavonoid akan mengalami anoreksia, larva mengalami malnutrisi
sehingga akan mengganggu pertumbuhan larva (Samantha et al. 2011).
Saponin sebagai bahan yang mirip detergen mempunyai kemampuan untuk
merusak membran sel (Turk 2006). Saponin tidak hanya mengganggu lapisan
lipoid dari epikutikula tetapi juga mengganggu lapisan protein endokutikula
sehingga senyawa toksik dapat masuk dengan mudah ke dalam tubuh serangga
atau larva (Yunita et al. 2009). Saponin dapat menginduksi perubahan
permeabilitas membran sel sehingga dapat meningkatkan penetrasi senyawa
toksik karena dapat melarutkan bahan-bahan lipofilik dengan air. Zat toksik
masuk ke dalam mulut larva melalui sistem pernapasan yang berupa spirakel di
permukaan tubuh dan menimbulkan kerusakan pada spirakel. Kerusakan pada
spirakel menyebabkan larva tidak bisa bernapas sehingga larva mati. Saponin
dapat menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sehingga terjadi penumpukan
asetilkolin yang menyebabkan kerusakan pada sistem penghantaran impuls ke otot
yang dapat menyebabkan otot menjadi kejang, paralisis dan berakhir dengan
kematian. Saponin juga memiliki fungsi sebagai antijamur, antibakteri, antivirus
dan antiprotozoa (Francis et al. 2002; Turk 2006).
Tanin mampu menekan konsumsi pakan, tingkat pertumbuhan, dan
kemampuan bertahan serangga. Komponen tanin menghalangi serangga dalam
mencerna makanan karena tanin mengikat protein dalam sistem pencernaan yang
diperlukan serangga untuk pertumbuhan, sehingga proses penyerapan protein
dalam sistem pencernaan menjadi terganggu (Hagerman 2002; Yunita et al. 2009).
Gejala klinis dari individu yang mengalami keracunan tanin yaitu anoreksia,
depresi, adanya ulkus di saluran pencernaan, tergantung seberapa besar tanin yang
masuk ke dalam tubuh individu (Frutos et al. 2004).
Steroid dikenal sebagai senyawa yang memiliki efek toksik terhadap
serangga. Steroid pada tumbuhan memiliki fungsi protektif, misalnya fitoekdison
yang memiliki struktur mirip dengan hormon molting serangga. Kandungan
steroid dapat menghambat proses molting larva jika termakan. Yunita et al. (2009)
melaporkan bahwa steroid yang terkandung di dalam daun teklan (Eupatorium
riparium) dapat menghambat perkembangan nyamuk Aedes aegypti.

Efektivitas Bintaro terhadap Larva M. domestica
Efektivitas ekstrak biji dan kulit bintaro disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan
analisis statistik, perlakuan kontrol, ekstrak biji konsentrasi 10 g/100 ml dan
ekstrak kulit konsentrasi 80 g/100 ml menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
(p>0.05). Ekstrak biji konsentrasi 30 g/100 ml menunjukkan hasil tidak berbeda
nyata terhadap ekstrak biji konsentrasi 60 g/100 ml (p>0.05). Ekstrak biji
konsentrasi 80 g/100 ml menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap ekstrak
biji konsentrasi 10, 60 dan ekstrak kulit konsentrasi 80 g/100 ml (p