Efektivitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) sebagai Larvasida Hayati pada Larva Aedes aegypti Instar III
Jurnal Kesehatan
Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018
ISSN 2086-7751 (Print), ISSN 2548-5695 (Online) http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
Efektivitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) sebagai
Larvasida Hayati pada Larva Aedes aegypti Instar III
1 2 1,2Khoiriyanti Wulandari , Mei Ahyanti
Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang, Indonesia Email: [email protected]
Abstract: The Effectiveness of Bintaro Seed Extract (Cerbera manghas) as Biolarvasida At
Aedes aegypti Instar III Larvacides. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) or Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by a virus which is very dangerous because it can
cause the patient to die within a few days. Bandar Lampung city itself is a dengue endemic area.
According to data from the Lampung Provincial Health Office, in 2015, from 15 there were 2,996
deaths in 31 people. The study aimed to knowing the effectiveness of bintaro seed extract
(Cerbera manghas) as larvacide in III instars Aedes aegypti larvacides experimental research with
post test only control group design. The sampling method was purposive sampling. Independent
variables were bintaro seed extract (dose and time), the dependent variable was Aedes aegypti
larvAedes The results showed that from 5 types of doses with 5 repetitions, the death result of
Aedes aegypti larvae with a dose of 0% had no mortality, a dose of 0.1% with an average of 12.55,
a dose of 0.5% with an average of 15.15 , 1% dose with an average of 18.20, a dose of 1.5% with
an average of 22.15, and a dose of 2% with an average of 25. At the time of contact, the death
result of the larvae was found with an average 6-hour contact time. an average of 8.70, 12 hours
with an average of 14.13, 24 hours with an average of 18.37 and 48 hours with an average of
20.83. According to the results of statistical tests, the most effective effect of bintaro seed extract dosage is at a dose of 1.5% and contact time of 6 hours.
Keywords: Aedes Aegypti, Bintaro (Cerbera manghas), Biolarvacida, Dengue
Abstrak: Efektivitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Larvasida Hayati
Pada Larva Aedes aegypti Instar III. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat pendek (beberapa hari).
Kota Bandar Lampung sendiri merupakan daerah endemis DBD. Menurut data Dinas Kesehatan
Provinsi Lampung menyebutkan pada tahun 2015, dari 15 Kabupaten/Kota terdapat jumlah
penderita DBD mencapai 2.996 jiwa yang meninggal 31 jiwa. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui efektivitas ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) sebagai larvasida pada larva Aedes
aegypti instar III. Jenis penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian posttest only
control group design . Metode pengambilan sampel dengan Purposive Sampling. Variabel
independen yaitu ekstrak biji bintaro (dosis dan waktu), variabel dependen yaitu larva Aedes
aegypti . Hasil penelitian menunjukkan dari 5 macam dosis dengan 5 kali pengulangan didapatkan
hasil kematian larva Aedes aegypti dengan dosis 0% tidak terdapat kematian, dosis 0,1% dengan
rata-rata 12,55, dosis 0,5% dengan rata-rata 15,15, dosis 1% dengan rata-rata 18,20, dosis 1,5%
dengan rata-rata 22,15, dan dosis 2% dengan rata-rata 25. Pada waktu kontak didapatkan hasil
kematian larva dengan waktu kontak 6 jam berjumlah rata-rata 8,70, 12 jam dengan rata-rata
14,13, 24 jam dengan rata-rata 18,37 dan 48 jam dengan rata-rata 20,83. Menurut hasil uji statistik,
pengaruh dosis ekstrak biji bintaro yang paling efektif terdapat pada dosis 1,5% dan waktu kontak
6 jam.Kata kunci: Bintaro (Cerbera manghas), Aedes aegypti, Larvasida hayati, Dengue
Penyakit DBD menjadi masalah kesehatan Tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun Indonesia (2010) melaporkan jumlah penderita 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah demam berdarah semakin meningkat dengan provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, tingkat penyebaran yang meluas, terdapat 24.362 dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan kasus dengan 196 kematian. Tahun 2014 jumlah
Wulandari, Efektivitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) sebagai Larvasida Hayati
… 219Penelitian bertujuan untuk mengatahui efektivitas ekstrak biji bintaro (Cerbera
sampel berdasarkan sifat atau ciri-ciri tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi, yaitu: 1.
purposive sampling , yaitu metode pemilihan
Populasi dalam penelitian ini adalah semua larva yang di kembangkan dari telur dan didapatkan dari Loka Litbang P2B2 Baturaja Sumatera Selatan. Sampel diambil dengan teknik
Penelitian dilakukan di Laboratorium Jurusan Kesehatan Lingkungan Tanjungkarang pada bulan Mei-Juni 2017.
(Cerbera manghas) .
Penelitian eksperimental ini menggunakan rancangan posttest only control group design. Pada penelitian ini subjek dibagi menjadi dua kelompok, kelompok 1 disebut kelompok perlakuan yaitu kelompok yang dipapari ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) dengan dosis 0,1%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%. Kelompok II disebut kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak biji bintaro
METODE
untuk menurunkan angka kejadian DBD di Indonesia.
Aedes aegypti dengan harapan dapat membantu
diharapkan hasil yang diperoleh dapat bermanfaat. Adapun manfaat penelitian ini mencakup manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu parasitologi dan entomologi dalam lingkup pengendalian vektor penyebab demam berdarah dan manfaat aplikatif yaitu meningkatkan pemanfaatan biji bintaro untuk membunuh larva
manghas ) sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti instar III. Dari penelitian yang dilakukan
perut terhadap larva Aedes aegypti. Apabila senyawa tersebut masuk ke dalam tubuh larva maka alat pencernaanya alat pencernaanya akan terganggu sehingga mengakibatkan larva tidak dapat melangsungkan kehidupannya. Fungsi lain dari senyawa tersebut yaitu menghambat fungsi saraf, enzim kolinesterase sehingga akan terjadi gangguan transmisi rangsang yang menyebabkan menurunya koordinasi otot, konvulsi, dan kematian pada larva (Kristanto, 2005 dalam Oktaviani; dkk, 2014).
2013 yang hanya 871 orang dari 112.511 kasus DBD, dan 2012 hanya 816 orang dari 90.245 kasus (Kemenkes RI, 2015).
flavonoid dari biji bintaro berperan sebagai racun
bintaro diketahui mengandung banyak senyawa digunakan sebagai alternatif pestisida alami (Yudha, 2013). Senyawa alkaloid, saponin, dan
Aedes aegypti (Prayuda, 2014). Ekstrak biji
yang dianggap bersifat kardiotoksik bagi larva
dan alkaloid yang terdiri dari cerberin (0,6%), serberosida, nerifolin , dan thevetin. Cerberin
Biji bintaro mengandung zat kimia yang terkandung, yaitu steroid, triterpenoid, saponin,
(Rohimatun; Suriati, 2011). Larvasida merupakan insektisida yang digunakan untuk membasmi larva pada habitat asli larva maupun yang berpotensi menjadi habitat larva (WHO, 1996).
flavonoid, alkaloid, tanin, dan alkenil fenol
Diperlukan upaya pengendalian yang dapat memutuskan mata rantai penularan penyakit yang tidak merusak lingkungan, yaitu dengan memanfaatakan bahan hayati. Upaya larvasidasi terus dikembangkan dari berbagai tumbuhan yang berpotensi sebagai larvasida (Shinta; Sukowati, 2013). Ada beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai larvasida karena mengandung beberapa senyawa bioaktif, seperti saponin,
Demam berdarah ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti. Sampai saat ini obat dan vaksin untuk pengendalian DBD masih dalam tahap penelitian, sehingga untuk menanggulangi DBD diutamakan dengan memutus rantai penularan melalui pengendalian vektornya. Berbagai alternatif sudah dilakukan untuk mengatasi penyakit demam berdarah, diantaranya dengan membasmi jentik nyamuk penyebab demam berdarah. Pembasmian jentik nyamuk umumnya dilakukan dengan menguras bak mandi, menutup tempat yang mungkin menjadi sarang tempat berkembang biaknya nyamuk dan mengubur barang bekas yang menampung air. Cara lain yang dilakukan yaitu dengan membasmi larva nyamuk sebagai sumber penularan dengan menggunakan bubuk abate, namun cara ini kurang efektif karena hanya bertahan beberapa minggu. Untuk mengatasi gangguan nyamuk dapat juga dilakukan dengan cara fogging yang bertujuan membasmi nyamuk dewasa dan dapat dilakukan dengan menyemprotkan obat anti nyamuk di sekitar rumah atau dengan mengoleskan lotion anti nyamuk pada badan (Suirta; Puspawati; Gumiati, 2007).
Kota Bandar Lampung merupakan daerah endemis DBD. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2015, dari 15 Kabupaten/Kota terdapat jumlah penderita DBD mencapai 2.996 jiwa yang meninggal 31 jiwa.
Pada sampel ini diambil larva instar III dengan pertimbangan alat organ larva sudah
220 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018, hlm 218-224
masing-masing, yaitu : a.
Larva instar I: Ukuran paling kecil yang 1.
Bintaro (Cerberamanghas)
memiliki panjang 1-2 mm, sifon belum bewarna hitam, dan badan masih terlihat tembus terhadap cahaya.
b.
Larva instar II: Ukuran bertambah besar, yang memiliki panjang 2,5-3,9 mm, sifon masih belum terlihat dengan jelas.
c.
Larva instar III: Ukuran lebih besar lagi dengan panjang 5 mm dan sifon sudah terlihat lebih bewarna gelap dibandingkan a dengan warna badan, serta gigi sisir sudah terlihat di segmen abdomen ke-8.
d.
Larva instar IV: Memiliki panjang 7-8 mm.
2. Larva yang masih sehat dengan cara melihat langsung bahwa larva bergerak aktif.
Menurut WHO (2005), besar sampel untuk satu perlakukan dalam penelitian eksperimen adalah 25, maka sampel yang digunakan dalam b penelitian ini sebanyak 750 ekor larva. Uji penelitian dilakukan dengan cara membagi larva nyamuk ke dalam 6 kelompok, dimana 1 kelompok sebagai kelompok kontrol (tanpa perlakuan) dan 5 kelompok sebagai kelompok perlakuan (dipapari dengan ekstrak biji bintaro masing masing dengan dosis 0,1%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%). Setiap kelompok terdiri dari 5 gelas plastik, setiap gelas plastik berisi larva nyamuk Aedes aegypti sebanyak 25 ekor. Gelas plastik pada kelompok yang sama berisi ekstrak c etanol biji bintaro (Cerbera manghas) dengan konsentrasi yang sama.
Media tempat penyimpanan telur diletakkan di permukaan kertas
Aedesaegypti
yang kering. Telur yang akan ditetaskan menjadi larva, diletakkan dalam sebuah wadah yang berisi air bersih dengan suhu kamar. Setelah telur diletakkan di wadah, waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan larva dari instar I menjadi instar II terjadi selama 1-2 hari, kemudian instar d
II menjadi instar III berlangsung 2-3 hari, dan larva instar III menjadi instar IV membutuhkan
Gambar 1. a. Pohon bintaro; b. Bunga bintaro; c.
waktu 2-3 hari (Gandahusada, 2006). Larva yang Buah bintaro; d. Biji bintaro menetas diberi makan fish food setiap hari sampai larva siap digunakan untuk penelitian.
Bintaro (Cerbera manghas ) adalah Data yang diperoleh dalam penelitian tumbuhan yang bercabang rendah, sering dianalisis menggunakan uji One Way Anova berbonggol-bonggol, tinggi sampai 17 meter, menggunakan tingkat kepercayaan (p) 95% dan kebanyakan lebih rendah dan diameter batang tingkat kesalahan (a) 5% atau 0,05. Hasil
70cm (Steenis). Daun bulat telur sungsang penelitian disajikan dalam bentuk tabel. sampai elips, berukuran 5-30 cm x 1-7cm, pangkal daun membaji, ujung melancip atau membundar, 15-40 pasang tulang daun sekunder.
Wulandari, Efektivitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) sebagai Larvasida Hayati
… 2213. Pengaruh Berbagai Waktu Kontak
0,5% 0,000 1,0% 0,000 1,5% 0,004 2,0% .
0,1% 0,0% 0,000 0,5% 0,924 1,0% 0,274 1,5% 0,002 2,0% 0,000
0,5% 0,0% 0,000 0,1% 0,924 1,0% 0,833 1,5% 0,032 2,0% 0,000
1% 0,0% 0,000 0,1% 0,274 0,5% 0,833 1,5% 0,417 2,0% 0,010
1,5% 0,0% 0,000 0,1% 0,002 0,5% 0,032 1,0% 0,417 2,0% 0,159
2% 0,0% .
0,1% 0,000 0,5% 0,000 1,0% 0,010 1,5% 0,169
Dalam Membunuh Larva Aedes aegypti
bagian pusat berwarna jingga hingga merah, sedangkan kelopak bunga berwarna putih kehijauan; jarak agak jauh dari mahkota. Buah berbentuk bulat, hijau hingga hijau kemerahan, mengkilap dan berdaging, berdiameter 6,8 cm (Hidayat, dkk, 2015).
Rata-rata jumlah kematian larva berdasarkan waktu kontak untuk mematikan larva
Aedesaegypti instar III dapat dilihat pada tabel 3.
Pada tabel dijelaskan pada waktu kontak 6 jam rata-rata kematian pada larva Aedes aegypti sebesar 8,70. Pada waktu kontak 12 jam rata-rata kematian pada larva Aedes aegypti sebesar 14,13. Pada waktu kontak 24 jam rata-rata kematian pada larva Aedes aegypti sebesar 18,37. Pada waktu kontak 48 jam rata-rata kematian pada larva Aedes aegypti sebesar 20,83.
Tabel 3. Rata-rata Kematian Larva Aedes aegypti instar
III Berdasarkan Waktu Kontak Waktu Kontak Rata- rata SD Std.
Error Min Max 6 jam 8,70 8,575 1,566
25 12 jam 14,13 9,247 1,688 25 24 jam 18,37 9,125 1,666 25 48 jam 20,83 9,476 1,730
25
Dosis 0% 0,1% 0,000
Variabel bebas p-value
Biji Bintaro dalam Mematikan Larva Aedes aegypti Instar III
2. Pengaruh berbagai dosis ekstrak biji bintaro dalam mematikan larva Aedes
6
aegypti Tabel 1. Rata-rata Kematian Larva
Aedesaegypti instar III Berdasarkan Dosis Ekstrak Biji Bintaro Dosis Rata- rata SD Std.
Error Min Max 0,0% 0,00 0,000 0,000 0,1% 12,55 8,666 1,938
2
25 0,5% 15,15 8,267 1,849
4
25 1,0% 18,20 7,757 1,734
25 1,5% 22,15 5,071 1,134
Pengaruh berbagai dosis dapat dilihat pada tabel 2. Tabel tersebut menjelaskan, dari hasil uji statistik diperoleh pengaruh perbedaan yang bermakna terhadap kematian larva antara sebelum perlakuan (0%) dan setelah perlakuan dengan berbagai dosis pemaparan. Antara sebelum dan setelah pemaparan dosis 0,1% ekstrak biji bintaro diperoleh p-value 0,000, sebelum perlakuan dengan pemaparan dosis 0,5% diperoleh p-value 0,000, sebelum perlakuan dengan setelah pemaparan dosis 1% p-value 0,000, sebelum perlakuan dengan setelah pemaparan dosis 1,5% p-value 0,004 dan pada dosis 2% p-value tidak muncul.
13
25 2,0% 25.00 0,000 0,000
25
25 Pada tabel 1. Tampak standar deviasi
terkecil pada dosis 1,5% yaitu 5,071. Rata-rata jumlah kematian larva Aedes aegypti semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya dosis ekstrak biji bintaro. Pada dosis 0% tidak terdapat kematian larva di setiap pengulangan karena sebagai dosis kontrol (sebelum perlakuan) terhadap ekstrak biji bintaro. Pada dosis 0,1% terdapat rata-rata kematian pada larva Aedes
aegypti di tiap pengulangan dengan rata-rata
kematian sebesar 12,55. Pada dosis 0,5% terdapat rata-rata kematian pada larva Aedes aegypti sebesar 15,55. Pada dosis 1% terdapat rata-rata kematian larva Aedes aegypti sebesar 18,20. Pada dosis 1,5% terdapat rata-rata kematian pada larva
Aedes aegypti sebesar 22,15 dan Pada dosis 2%
terdapat rata-rata kematian larva Aedes aegypti sebesar 25,00.
222 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018, hlm 218-224
merusak sistem tubuh dan menghambat pertumbuhan larva, artinya semakin banyak dosis yang diberikan berarti semakin banyak pula yang diserap oleh larva maka akan semakin cepat pula kematian larva.
kandungan Cerberin dalam ekstrak biji bintaro yang merupakan glikosida bebas nitrogen, yang bekerja sebagai racun jantung yang sangat kuat.
Cerberin dapat menghambat saluran ion kalsium
di dalam otot jantung sehingga dapat mengakibatkan kematian pada larva
Aedesaegypti (Yudha, 2013). Selain itu
kandungan senyawa lain seperti alkaloid, tanin,
saponin, steroid, dan flavonoid yang bekerja
Sebagaimana diketahui bahwa Cerberin merupakan zat yang bersifat toksik, repellent, dan menyebabkan anoreksia pada larva, sedangkan
Terjadi peningkatan rata-rata kematian larva mulai dari dosis 0,1%-2%. Semakin meningkatnya dosis ekstrak biji bintaro yang diberikan pada larva maka akan semakin besar jumlah kematian atau rata-rata kematian larva
Flavonoid mempunyai aktivitas biologik sebagai
pengendur otot, sehingga berperan sebagai antimikrobial, antifungal dan memiliki efek sitotoksik pada larva. Saat sitosolflavonoid bekerja, akan berpengaruh terhadap sistem pencernaan larva, selanjutnya larva yang terpapar akan mengalami anoreksia, dan larva mengalami malnutrisi yang akan mengganggu pertumbuhan larva.
Saponin mempunyai kemampuan untuk
merusak membran sel, bahan ini mirip dengan detergen, selain mengganggu lapisan lipoid dari
epikutikula , saponin juga mengganggu lapisan
protein endokutikula yang menyebabkan senyawa toksik dapat masuk dengan mudah ke dalam tubuh serangga atau larva. Tanin akan menekan konsumsi pakan, tingkat pertumbuhan, dan kemampuan bertahan serangga menjadi lemah. Melalui mekanisme mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan tanin menghalangi serangga dalam mencerna makanan, sehingga proses penyerapan protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu. Bahan berikutnya adalah
Steroid dikenal sebagai senyawa yang memiliki
Aedes aegypti . Hal ini disebabkan oleh
2. Pengaruh Berbagai Dosis Ekstrak Biji Bintaro dalam Mematikan Larva Aedes aegypti
kontak pada kematian larva Aedes aegypti, yaitu antara 6 jam dengan 24 jam dan 48 jam serta antara waktu kontak 12 jam dengan 48 jam.
Semakin meningkatnya dosis ekstrak biji bintaro yang diberikan pada larva, maka akan semakin cepat waktu kontak untuk mematikan larva. Hal tersebut diakibatkan oleh senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak biji bintaro yang berperan untuk mematikan larva
Tabel 4. Pengaruh berbagai Waktu Kontak dalam Membunuh Larva Aedes aegypti Instar III
Variabel bebas p-value Waktu Kontak 6 jam
12 jam 0,136 24 jam 0,000 48 jam 0,000 12 jam
6 jam 0,136 24 jam 0,447 48 jam 0,031 24 jam
6 jam 0,000 12 jam 0,447 48 jam 1,000 48 jam
6 jam 0,000 12 jam 0,031 14 jam 1,000
Aedes aegypti . Hasil uji statistik pada tabel 2
larva Aedes aegypti instar III menggunakan enam dosis yang berbeda dan empat waktu kontak yang berbeda dengan lima kali pengulangan. Ekstrak biji bintaro dibuat dengan cara mengumpulkan biji bintaro kemudian dihaluskan dan merendam biji bintaro yang telah halus menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 hari, etanol tersebut aktif yang terdapat pada biji bintaro.
yang menunjukkan bahwa waktu kontak 6 jam dengan standar deviasi yang paling kecil 8,575.
PEMBAHASAN 1. Kandungan Biji Bintaro (Cerbera manghas)
Buah bintaro mengandung asam palmitat, asam stearat, asam oleat, dan asam linoleat. Semua bagian tanaman ini beracun, yakni mengandung cerberin, kardiak glikosida, suatu zat yang dapat menghambat detak jantung dalam tubuh (Hidayat, Syamsul R; Napitupulu, M. Rodame, 2015). Zat kimia yang terkandung, yaitu
alkaloid, tanin, saponin, cerberin, steroid, dan flavonoid yang di duga mempunyai daya kerja
sebagai larvasida.
Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dosis ekstrak biji bintaro
(cerbera manghas) sebagai larvasida hayati pada
efek toksik terhadap serangga. Steroid pada tumbuhan memiliki fungsi protektif, misalnya
Wulandari, Efektivitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) sebagai Larvasida Hayati
… 223Pada penelitian ini sudah didapatkan hasil bahwa ekstrak biji bintaro dapat mematikan larva
senyawa lain seperti alkaloid, tanin, saponin,
steroid, dan flavonoid yang bekerja merusak
sistem tubuh dan menghambat pertumbuhan larva, artinya semakin banyak dosis yang diberikan maka akan semakin cepat pula kematian larva.
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Yunita dkk (2009) dengan hasil uji toksisitas menunjukan bahwa mortalitas larva Aedes
aegypti semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah konsentrasi ekstrak daun, yang mampu menyebabkan kematian 81,25% pada konsentrasi 0,02%, dan mematikan 100% larva pada konsentrasi 0,04, 0,08 dan 0,1% dengan waktu pemaparan 48 jam.
Kematian larva disebabkan ketidakmampuan larva dalam mendetoksifikasi senyawa toksik yang masuk ke dalam tubuhnya (Yunita E.A, 2009). Selain dosis dan waktu kontak yang diberikan, ada beberapa faktor yang memepengaruhi kematian larva, yaitu jumlah larva, volume air, kelembaban, kesehatan larva dan sebagainya, namun faktor tersebut dapat di ukur dan dikendalikan, sehingga kematian larva pada penelitian ini seminimal mungkin bukan karena faktor pengganggu di atas tetapi disebabkan oleh ekstrak biji bintaro.
Aedes aegypti pada dosis 1,5% dalam waktu
di dalam otot jantung sehingga dapat mengakibatkan kematian pada larva Aedes
kontak 6 jam, maka saran yang dapat diberikan kepada penelitian selanjutnya adalah melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan ekstrak biji bintaro sebagai larvasida dalam mengurangi jentik nyamuk Aedes aegypti.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan:
1. Kematian larva meningkat seiring dengan ditambahkannya dosis ekstrak biji bintaro.
2. Kematian larva meningkat seiring dengan lamanya waktu pemaparan ekstrak biji bintaro.
3. Dosis yang paling efektif berdasarkan hasil uji statistik adalah pada 1,5%.
4. Waktu kontak efektif selama 6 jam dengan rata-rata kematian 8,70 ekor larva.
aegypti (Yudha, 2013). Selain itu kandungan
Cerberin dapat menghambat saluran ion kalsium
dapat menghambat proses molting larva jika termakan.
penyebab kematian larva karena senyawa bioaktif tersebut dapat berperan sebagai toksikan. Dalam senyawa alkaloid terkandung cerberin yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan larva serta menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung sehingga dapat mengakibatkan kematian pada larva Aedes aegypti.
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Yunita, dkk (2009), dengan hasil uji toksisitas menunjukan bahwa mortalitas larva
Aedes aegypti semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah konsentrasi ekstrak daun, yang mampu menyebabkan kematian 81,25% pada konsentrasi 0,02%, dan mematikan 100% larva pada konsentrasi 0,04, 0,08 dan 0,1%.
Peneliti tidak menggunakan dosis 2%, karena pada tabel 4.3 hasil p-value antara dosis 0% dengan 2% tidak muncul atau hanya tanda titik disebabkan pada konsentrasi 2% jumlah kematian larva sudah sangat homogen sehingga tidak ada variasi dalam jumlah kematian larva menyebabkan hasil uji statistik dengan menggunakan program komputer mendapatkan
p-value tidak muncul.
Senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak biji bintaro seperti alkaloid, tanin,
saponin, steroid, dan flavonoid merupakan
Penelitian yang dilakukan oleh Prayuda (2014), tentang efikasi ekstrak biji bintaro
kandungan Cerberin dalam ekstrak biji bintaro
(Cerbera menghas) sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti L. instar III/IV dengan hasil
penelitian menunjukan bahwa pada pencarian nilai LC 50 dan LC 99 dengan menggunakan analisis probit, ekstrak biji bintaro memiliki LC 50 sebesar 1,339% dengan interval 1,015% sampai 1,486%, sedangkan hasil LC 99 didapatkan 2,424% dengan interval 2,093% sampai 3,763%.
Jika dikonversi dalam satuan ppm (part per
million
) LC 50 senilai 1.339 ppm dan LC 99 senilai 2.424 ppm. Berdasarkan hasil ini maka ekstrak biji bintaro dapat mematikan 50% larva Aedes aegypti pada konsentrasi 1,339% (1.339 ppm) dan 99% larva dengan konsentrasi 2,424% (2.224 ppm).
3. Pengaruh Berbagai Waktu Kontak Dalam Membunuh Larva Aedes aegypti
Hasil penelitian menyatakan bahwa semakin besar dosis dan lama waktu kontak yang diberikan maka semakin banyak kematian larva
Aedes aegypty . Hal ini disebabkan oleh
224 Jurnal Kesehatan, Volume 9, Nomor 2, Agustus 2018, hlm 218-224
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai bahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait tentang efektifitas biji bintaro sebagai larva jenis nyamuk lain, misalnya percobaan penelitian pada jenis nyamuk
Anopheles penyebab penyakit Malaria.
Untuk penelitian selanjutnya, akan lebih baik apabila pada uji statistik di tambahkan uji probit untuk menentukan LD 50 .
3. Penelitian ini menghasilkan dosis optimum biji bintaro sebagai larvasida, sehingga penelitian ini dapat dilakukan lanjutan melalui pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan ekstrak biji bintaro sebagai larvasida dalam mengurangi jentik nyamuk
Aedes aegypti .
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, S., & Ilahude, H. D. 2006.
Jakarta. Media Litbangkes Vol. 23 No.1, Jakarta.
2009. Pengaruh ekstrak daun teklan (Eupatorium riparium) terhadap mortalitas dan perkembangan larva Aedes aegypti. Bioma, 11(1), 11-17.
Yunita, E. A., Suparpti, N. H., & Hidayat, J. W.
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Yudha, Wisnu, H. 2013. Efektivitas ekstrak buah bintaro (Cerbera odollam) sebagai larvasida lalat rumah (Musca domestica).
Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvacides. World Health Organization Comunicable Disease Control, Prevention, and Eradication WHO Pestiside Evaluation Scheme. Geneva: WHO Press.
World Health Organization. 2005. Guildlines For
manual on the application of insecticides for control of the mosquoto vectors of malaria and other disease. Geneva: WHO Press.
World Health Organization. 1996. Operation
2007. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Larvasida dari Biji Mimba (Azadirachta indika A. Juss) terhadap Larva Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti). Jurnal Kimia, 1(1), 47-54.
Suirta, I. W., Puspawati, N. M., & Gumiati, N. K.
Metode Survei Pupa untuk Memprediksi Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue di Lima Wilayah Endemis di DKI
Witapribadi. Parasitologi Kedokteran.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Shinta, Sukowati, Supratman. 2013. Penggunaan
Rohimatun, Suriati S. 2011. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Hidayat, S R; Napitupulu, M R. 2015. Kitab Tumbuhan Obat ,. Yogyakarta: Agrifloa.
III/IV. [Skripsi]. Jakarta:
Prayuda, Eka Yoga. 2014. Efikasi Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Larvasida pada Larva Aedes Aegypti L.Instar
2014. Uji Efektifitas Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq) sebagai Larvasida Terhadap Kematian Larva Aedes SP. Jurnal Kesehatan Lingkungan Bengkulu.
Penelitian dan Pembangunan Kesehatan (Balitbangkes). Oktaviani, Dea., Kermelita, Deri., Mulyati, Sri.
Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Badan
Kemenkes RI. 2015. Penyakit Menular dan
Jakarta: FKUI , 221-224.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah .