Hubungan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Terhadap Daya Tarik Vektor Musca Domestica (Lalat Rumah) Dengan Risiko Diare Pada BADUTA di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

(1)

TAHUN 2014

SKRIPSI

Disusun Oleh : Kotrun Nida 1110101000025

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 1435 H/2014 M


(2)

(3)

i KOTRUN NIDA, NIM:1110101000025

HUBUNGAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA TERHADAP DAYA TARIK VEKTOR MUSCA DOMESTICA (LALAT RUMAH)

DENGAN RISIKO DIARE PADA BADUTA DI KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014

(xix + 118 halaman, 17 tabel, 4 gambar, 4 bagan, 4 diagram, 5 lampiran)

ABSTRAK

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Diare masih menempati 10 besar penyakit terbanyak di Kecamatan Ciputat dari data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Timbunan sampah yang terdapat di Kecamatan Ciputat berada di urutan ketiga tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan lain. Volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti di rumah tangga dapat meningkat terus sehingga terjadi penumpukan sampah. Penumpukkan sampah perlu diteliti untuk melihat hubungan daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan Juni tahun 2014 di Kelurahan Ciputat. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik stratified random sampling dengan jumlah sampel 90 baduta dan menggunakan analisis univariat, dan bivariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 25 baduta (28 %) yang mengalami risiko diare dan terdapat hubungan antara pengumpulan sampah dengan resiko diare pada baduta (p value 0,035). Variabel lain yang berhubungan dengan resiko diare adalah hubungan penyimpanan sampah dengan risiko diare pada baduta (p value 0,010). Sedangkan dalam penelitian ini tidak dapat dibuktikan hubungan antara jarak tempat sampah dengan risiko diare dan daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare. Untuk mengurangi risiko diare dapat dilakukan dengan membuat dan menjalankan program bank sampah. Hal ini sebagai upaya mengurangi volume penumpukkan sampah sehingga sampah dapat di kelola dengan baik dan memberi manfaat bagi masyarakat.

Kata Kunci : Diare, Musca domestica (lalat rumah) dan sampah. Referensi : 49 (1983-2013)


(4)

ii Under Graduated Thesis, August 2014 Kotrun Nida, NIM 1110101000025

THE RELATIONSHIP HOUSEHOLD WASTE MANAGEMENT OF VECTOR ATTRACTION MUSCA DOMESTICA (FLY HOUSE) WITH RISK OF DIARRHEA IN CHILDREN IN WARD CIPUTAT 2014

(xix + 118 pages, 17 tables, 4 pictures, 4 charts, 4 diagrams, 5 attachments)

ABSTRACT

According to data from the World Health Organization (WHO), diarrhea is the number one cause of infant mortality in the world. Diarrhea still occupies the top 10 most prevalent diseases in the Ciputat Sub-district based on the data from Health Office of South Tangerang Municipality. The contained waste in the Ciputat Sub-district was the third high rank compared with other sub-district. The volume of waste generated from human activities such as household are increasing and resulting in the accumulation of garbage. Waste dump needs to be examined to know the relationship Musca domestica vector fascination with the risk of diarrhea. This research was a quantitative study using cross-sectional design. It was conducted in June 2014 in Ciputat Village. The sampling method was stratified random sampling with a sample size of 90 infants. The data was analyzed using univariate and bivariate analysis.

The results showed that there were 25 infants (28%) who had the risk of diarrhea. There was a relationship between garbage collection with the risk of diarrhea in infants (p value 0.035). Other variable associated with the risk of diarrhea was garbage storage relationship (p value 0.010). This study could not prove a relationship between the distance bins and vector Musca domestica fascination with the risk of diarrhea. The risk of diarrhea can be decreased by initiate and implement the gabarge bank program. It can reduce and manage the garbage volume. Also, the garbage bank program can give some benefit for people.

Keyword : Diarrhea, Musca domestica (fly house) and garbage Reference :49 (1983-2013)


(5)

(6)

(7)

v TTL Jenis Kelamin Agama No.HP E-mail

: Jakarta, 14 Juli 1992 : Perempuan

: Islam

: 085717073084

: nida.mahuko@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN 2010-sekarang

2007-2010 2004-2007 1998-2004

: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : MAN 4 Jakarta

: MTs Miftahul Umam : MI Miftahul Umam

PENGALAMAN ORGANISASI 2011-2012 2012-2013 2012-2013 2012-2013 2013-2014

Anggota Departemen Humas Dan Media Pengurus Daerah PAMI Jakarta Raya

Anggota Divisi Pengembangan Masyarakat BEM Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta

Sekretaris Departemen Pengembangan Masyarakat Pengurus Daerah PAMI Jakarta Raya

Ketua Tari saman FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anggota Envihsa (Environmental Health Student Association) UIN Jakarta

PENGALAMAN PRAKTEK KERJA 2012

2012-2013 2013 2014

Tim survey AMDAL proyek SUTT PLN di Bandung bersama PT Arthayu Rali Perdana

Pengalaman Belajar Lapangan Wilayah Kerja Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Jurang Mangu, Tangerang Selatan

Orientasi Kerja di HSE PT. Mitra Adi Sesama Kerja Praktek di bagian QHSE PT Imeco Inter Sarana


(8)

vi

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga Terhadap Daya Tarik Musca Domestica (lalat Rumah) Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014”. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita

mendapatkan syafa’at nya.

Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan jenjang pendidikan S-1 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini bayak kesulitan yang dihadapi, tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapakan banyak terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis tercinta, papa dan mama yaitu H.Muhammad Zainal Arifin dan Iklimah yang tak pernah lelah selalu mendoakan penulis dan memberikan bantuan moril dan materil saat penyusunan skripsi ini.

2. Kakak penulis tersayang, kak Maria Ulfa, S.S dan kak Hunaini, S.E atas doa, semangat, bimbingan dan perhatian yang telah diberikan selama


(9)

vii

3. Bapak Prof. Dr (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku Ketua Program Studi kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Arif Sumantri, S.KM., M.Kes selaku dosen penasihat akademik sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan terima kasih bapak atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi dan saran-saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terima kasih atas ilmu, kesempatan dan pengalaman yang penuis dapatkan bersama teman-teman di luar kompetensi akademik melalui kegiatan yang bapak berikan.

6. Ibu Dr. Ela Laelasari, S.KM., M.Kes dan Ibu Narila Mutia Nasir, S.KM., M.KM, Ph.D selaku pembimbing I dan pembimbing II terima kasih ibu atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan dan menyempatkan waktu di kesibukkannya untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

7. Pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatann dan Puskesmas Ciputat yang mengizinkan dan medukung penelitian ini berjalan.

8. Untuk teman-teman seperjuangan keslingers 2010 (dillah, annis, fitri, rizka, tuti, alya, yuni, reka, ifa, miska, elfira, fuad, ilham, febri, angger dan


(10)

viii

9. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2010 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat dan berjuang di masa depan yang lebih baik !!!

10.Dan seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan secara keseluruhan. Thanks for everythings !!!

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amiin Ya Rabbal A’lamiin

Ciputat, Agustus 2014


(11)

ix

ABSTRAK ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.4.1 Tujuan Umum ... 8

1.4.2 Tujuan Khusus ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.5.1 Bagi Peneliti ... 10

1.5.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 10

1.5.3 Bagi Masyarakat ... 10

1.6 Ruang Lingkup ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Diare ... 12

2.1.1 Pengertian Diare ... 12

2.1.2 Klasifikasi Diare ... 13

2.1.3 Penyebab Diare ... 14

2.1.4 Gejala dan Tanda Diare ... 15


(12)

x

2.2.2 Sumber-Sumber Sampah ... 22

2.2.3 Jenis Sampah ... 24

2.2.4 Sampah Rumah Tangga ... 25

2.2.5 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ... 28

2.2.5.1 Tahap Pemisahan dan Penyimpanan di Tempat Sumber ... 29

2.2.5.2 Tahap Pengangkutan ... 30

2.2.5.3 Tahap Pemusnahan ... 30

2.2.6 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan... 33

2.2.6.1 Pengaruh Positif ... 33

2.2.6.2 Pengaruh Negatif... 34

2.3 Lalat ... 35

2.3.1 Lalat Rumah ... 35

2.3.2 Klasifikasi Lalat Rumah: ... 36

2.3.3 Morfologi Lalat Rumah ... 36

2.3.4 Siklus Hidup Lalat Rumah ... 38

2.3.5 Tempat Perindukan ... 39

2.3.6 Pemberantasan Lalat Rumah ... 40

2.3.7 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Grill ... 41

2.3.8 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Trap ... 43

2.4 Kerangka Teori ... 44

BAB III KERANGKA KONSEP ... 46

3.1 Kerangka Konsep ... 46

3.2 Definisi Operasional ... 48

3.2.1 Variabel Dependent dan Independent ... 48

3.3 Hipotesis ... 51

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 52

4.1 Desain Penelitian ... 52

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52


(13)

xi

4.4 Sampel Penelitian ... 53

4.6 Instrumen Penelitian ... 60

4.6.1 Rencana Uji Fungsi Fly Grill ... 61

4.6.2 Rencana Uji Fungsi Fly Trap ... 62

4.7 Pengolahan Data ... 62

4.8 Analisis Data ... 63

4.8.1 Analisa Data Univariat ... 63

4.8.2 Analisa Data Bivariat ... 64

BAB V HASIL PENELITIAN ... 65

5.1 Analisis Univariat ... 65

5.1.1 Gambaran Risiko Diare Pada Balita ... 65

5.1.2 Distribusi Faktor Pengelolaan Sampah ... 66

5.1.3 Distribusi Jarak Tempat Sampah Dengan Pantry Rumah ... 67

5.1.4 Distribusi Frekuensi Kunjungan Daya Tarik Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) ... 68

5.1.5 Distribusi Frekuensi Populasi Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Pantry ... 69

5.1.6 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica (Lalat Rumah) Di Tempat Sampah ... 70

5.2 Analisis Bivariat ... 71

5.2.1 Hubungan Antara Pengelolaan Sampah dengan Rsiko Diare Pada Baduta ... 71

5.2.2 Hubungan Antara Jarak Tempat Sampah Terhadap Risiko Diare Pada Baduta ... 73

5.2.3 Hubungan Antara Daya Tarik Vektor Musca Domestica (Lalat Rumah) Terhadap Risiko Diare Pada Baduta ... 74

BAB VI PEMBAHASAN ... 76

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 76

6.2 Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat ... 76

6.3 Analisis Bivariat ... 79


(14)

xii

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

7.1 Kesimpulan ... 90

7.2 Saran ... 91

7.2.1 Saran Bagi Masyarakat ... 91

7.2.2 Saran Bagi Instansi Terkait (Puskesmas Ciputat) ... 92

7.2.3 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 92


(15)

xiii

3.1 Variabel Dependent dan Independent 48

4.1 Sampling Frame 59

5.1 Distribusi Pemisahan Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

66

5.2 Distribusi Penyimpanan Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

67

5.3 Distribusi Jarak Tempat Sampah Di Pantry Rumah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

68

5.4 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica

(lalat rumah) Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

68

5.5 Distribusi Frekuensi Kunjungan Vektor Musca domestica

(lalat rumah) Di Tempat Sampah Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

70

5.6 Distribusi Baduta Menurut Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

72

5.7 Distribusi Baduta Menurut Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

73

5.8 Distribusi Baduta Menurut Jarak Tempat SampahDengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

74

5.9 Distribusi Baduta Menurut Daya Tarik Vektor Musca

domestica (lalat rumah) Dengan Risiko Diare pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014


(16)

xiv

2.1 Kerangka Teori 45

3.1 Kerangka Konsep 47

4.1 Langkah Penentuan Sampel 55


(17)

xv

5.1 Proporsi Gambaran Frekuensi Risiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat tahun 2014

65

5.2 Proporsi Gambaran Frekuensi Populasi Vektor Musca domestica (lalat rumah) di Pantry


(18)

xvi Lampiran II Kuesioner Penelitian Lampiran III

Lampiran IV Lampiran V

Lembar Observasi Output Analisis Data Foto


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan juga sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya di dunia dimana sekitar 20% meninggal karena infeksi diare (Magdarina, 2010). Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, sementara menurut United Nation Children (UNICEF) memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare (WHO, 2002).

Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (Depkes, 2005). Penyakit diare pada bayi dan anak dapat menimbulkan dampak yang negatif, yaitu dapat menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak.

Gejala diare biasanya timbul yang di awali dengan gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang/tidak ada, dan kemudian timbul diare, tinjanya cair dan di sertai lendir/lender dan darah. Pada orang yang terkena diare dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi (ringan, berat, sedang),


(20)

hipoglikemi, intoleransi sekunder akibat kerusakan villi mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa (Ngastiyah, 2005).

Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan (Wulandari, 2010). Distribusi Penyakit Diare Berdasarkan Orang (umur) Sekitar 80% kematian diare tersebut terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Data terakhir menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0- 11 bulan, dan 450 juta anak usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita sekitar 1,4 milyar kali pertahun. dari jumlah tersebut total episode diare pada bayi usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta kali dan anak usia 1-4 tahun sekitar 925 juta kali pertahun (Marto, 2008).

Berdasarkan hasil survey Program Pemberantasan (P2) diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0- 1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per 100 penduduk. Hasil survey Departemen Kesehatan (2003), penyakit diare menjadi penyebab kematian pada balita. Kejadian diare pada balita secara proporsional lebih banyak di bandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55 %.


(21)

Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2012) jumlah penderita diare berdasarkan 10 penyakit terbanyak rawat jalan Puskesmas se-Tangerang Selatan berada di posisi ke-9 dengan jumlah 9071 kasus, dengan Case Fatality Rate sebesar 0,03% dari jumlah 3 kasus kematian. Hal tersebut menjadikan jumlah kematian bayi akibat penyakit diare di Kota Tangerang Selatan tahun 2012 menempati urutan kedua tertinggi. Jumlah penduduk di Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan saat ini berjumlah 210,295 jiwa. Kecamatan Ciputat berada di posisi ke 3 terbanyak jumlah penduduk per Kecamatan di Kota Tangerang Selatan. Sedangkan dalam hal kasus diare di wilayah tersebut berada pada posisi ke-6 jumlah kasus terbanyak pada tahun 2012 (Dinkes, 2012).

Jumlah penderita diare di Kecamatan Ciputat termasuk cukup tinggi yakni terdapat 6763 kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Ciputat (2010) jumlah kasus diare untuk semua umur ditemukan 1413 kasus. Selain itu, berdasarkan laporan bulanan Puskesmas Ciputat (2012) terhitung dari bulan Februari sampai Desember menunjukan bahwa kasus diare cukup tinggi yakni sebesar 1704 kasus baru. Dari hasil data tersebut kasus diare paling banyak dialami dari golongan umur kurang dari 2 tahun yaitu golongan umur untuk baduta.

Salah satu risiko diare yakni berasal dari keberadaan sampah. Sampah merupakan suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau benda-benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2007). Keberadaan sampah


(22)

dapat juga mengganggu kesehatan masyarakat karena sampah merupakan salah satu sumber penularan penyakit. Sampah juga menjadi tempat yang ideal untuk sarang dan tempat berkembangbiaknya vektor penyakit.

Kecamatan Ciputat sebagai salah satu kecamatan yang berkembang juga tak luput dari permasalahan penanganan sampah. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (2010), timbulan sampah yang terdapat di Kecamatan Ciputat berada di urutan ketiga tinggi bila dibandingkan dengan Kecamatan lain yang ada di Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 603 m3/hari.

Pengelolaan sampah dapat mempengaruhi frekuensi keberadaan lalat rumah. Ada tiga tahapan dalam pengelolaan sampah, dalam hal ini adalah sampah padat. Pengelolaan sampah yang baik melalui tiga tahapan, yaitu pengumpulan dan penyimpanan, pengangkutan dan pemusnahan (Chandra,2007).

Pada tahap pengumpulan dan penyimpanan dapat disebut dengan Tempat Pembuangan Sementara (TPS), sedangkan tahap pengangkutan dan pemusnahan dapat dikatakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di tahap pengumpulan dan penyimpanan terkait dengan risiko diare maka kemungkinan output secara langsung dari pengelolaan sampah yakni akibat vektor, salah satunya yaitu dari lalat rumah (Musca domestica).

Volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti di rumah tangga dapat meningkat terus sehingga terjadi penumpukan sampah.


(23)

Penumpukan sampah dapat memburuk bila pengelolaan di masing-masing rumah tangga masih kurang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan. Selain itu bila penumpukkan sampah terus dibiarkan maka akan berpengaruh kepada daya tarik vektor lalat rumah (Musca domestica) sehingga kemungkinan penularan penyakit dapat terjadi karena secara mekanis bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat rumah merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah. Bila Musca domestica tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akan timbul gejala sakit pada bagian perut atau mules. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat adalah diare, disentri, kolera, dan typhus (Depkes RI, 2001).

Salah satu penyebab diare adalah tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat rumah (Musca domestica). Lalat ini dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Selain hinggap, lalat rumah juga menghisap bahan-bahan kotor dan memuntahkan kembali dari mulutnya ketika hinggap di tempat berbeda. Jika makanan yang dihinggapi lalat rumah akan tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur/larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat-lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan penyakit diare (Andriani, 2007).

Pada pola hidup lalat rumah (Musca domestica), tempat yang disenangi adalah tempat yang basah, benda-benda organik, tinja, kotoran


(24)

binatang. Selain itu, tempat yang disenangi adalah sampah yang sebagai tempat untuk bersarang dan berkembang biak (Dwiyatmo, 2007).

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta (bayi dua tahun) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

1.2 Perumusan Masalah

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, hal tersebut juga di perkuat dengan pernyataan UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) yang memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare. Di negara Indonesia angka kesakitan penyakit diare meningkat. Hal ini diketahui berdasarkan hasil survey Program Pemberantasan diare (2000) yang menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia sebesar 301 per 1000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0- 1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per 1000 penduduk. Hasil survey Departemen Kesehatan (2003), penyakit diare menjadi penyebab kematian pada balita. Kejadian diare pada balita secara proporsional lebih banyak di bandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55 %.

Di Kota Tangerang Selatan jumlah penderita diare berada dalam urutan ke-9 untuk penyakit terbanyak rawat jalan puskesmas se-Tangerang Selatan. Pernyataan tersebut di dapatkan berdasarkan data profil Dinas


(25)

Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2012). Untuk wilayah Kelurahan Ciputat berdasarkan hasil laporan bulanan Puskesmas Ciputat (2012), kasus diare cukup tinggi yakni sebesar 1704 kasus baru. Dalam kasus baru ini paling banyak dialami oleh golongan umur baduta yakni umur yang kurang dari 2 tahun.

Salah satu penyebab diare yaitu tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat rumah (Musca domestica). Lalat ini dianggap mengganggu karena kesukaannya hinggap di tempat-tempat yang lembab dan kotor, seperti sampah. Volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia seperti di rumah tangga dapat meningkat terus sehingga terjadi penumpukan sampah. Penumpukan sampah dapat memburuk bila pengelolaan di masing-masing rumah tangga masih kurang efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan. Selain itu bila penumpukkan sampah terus dibiarkan maka akan berpengaruh kepada daya tarik vektor lalat rumah (Musca domestica) sehingga di asumsikan penularan penyakit yang ditularkan oleh lalat salah satunya adalah diare (Depkes RI, 2001).

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan pengelolaan sampah dengan daya tarik vektor Musca domestica

(lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta (bayi dua tahun) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.


(26)

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran pengelolaan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran jarak antara tempat sampah dengan pantry rumah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

4. Bagaimana gambaran populasi vektor Musca domestica (lalat rumah) di pantry rumah tangga di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

5. Bagaimana gambaran frekuensi kunjungan lalat rumah di tempat sampah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

6. Adakah hubungan antara pengelolan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

7. Adakah hubungan antara jarak tempat sampah terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

8. Adakah hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengelolaan sampah rumah tangga terhadap daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.


(27)

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014

2. Untuk mengetahui gambaran pengelolaan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. 3. Untuk mengetahui gambaran jarak antara tempat sampah dengan

pantry rumah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

4. Untuk mengetahui gambaran populasi vektor Musca domestica

(lalat rumah) di pantry rumah tangga di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

5. Untuk mengetahui gambaran frekuensi kunjungan lalat rumah di tempat sampah di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

6. Untuk mengetahui hubungan antara pengelolan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpanan) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

7. Adakah hubungan antara jarak tempat sampah terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014?

8. Untuk mengetahui hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.


(28)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada saat perkuliahan dan menambah wawasan mengenai hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat.

1.5.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian tentang pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica

(lalat rumah) dengan risiko diare terutama pada baduta.

1.5.3 Bagi Masyarakat

Memberikan masukan kepada masyarakat khususnya yang mempunyai baduta agar memperhatikan pengelolaan sampah di rumah agar tidak tercemar oleh vektor penyakit terutama lalat rumah (Musca domestica) sehingga bayi memiliki resiko yang rendah untuk terkena diare.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengelolaan sampah rumah tangga dengan daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) dengan risiko diare pada bayi usia 0-24 bulan (baduta) di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dengan sampel penelitian yaitu bayi usia 0-24 bulan di Kelurahan Ciputat. Peneliti hanya ingin meneliti


(29)

pengolahan sampah rumah tangga pada tahap pemisahan dan penyimpanan karena mengingat keterbatasan dari waktu penelitian.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2014. Metode yang digunakan ialah pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada bayi usia 0-24 bulan di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Data yang digunakan yaitu data primer melalui wawancara kepada responden dengan kuesioner serta pengukuran frekuensi keberadaan lalat rumah (Musca domestica) dengan menggunakan Fly Grill untuk di tempat sampah dan pengukuran populasi lalat rumah (Musca domestica) di pantry dengan meggunakan Fly Trap.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare

2.1.1 Pengertian Diare

Berdasarkan Kepmenkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 menyebutkan bahwa batasan diare akut secara operasional adalah buang air besar lembek, cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. (Depkes RI, 2007).

Diare adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi proses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005).

Penyakit diare merupakan penyakit menular berbahaya karena dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera mendapatkan pertolongan. Kematian terjadi akibat penyakit diare yaitu karena banyaknya cairan dalam tubuh penderita yang keluar dan tidak segera diganti dengan cairan lain.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO tahun 2000), Diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak


(31)

yang meninggal dunia karena Diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena Diare.

Kematian-kematian karena diare merupakan bagian kematian balita yang besar dari sebab-sebab kematian di Indonesia, 40% kematian-kematian dalam dua tahun pertama kehidupan disebabkan karena diare. Penelitian di Negara berkembang lainnya menunjukkan kematian-kematian dengan diare mencapai puncaknya sesudah anak mencapai umur lebih dari satu tahun (30-40 kematian-kematian per seribu penduduk) dan agak menurun sesudah berumur 2-3 tahun dan menjadi berkurang sesudah 5 tahun.

2.1.2 Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.


(32)

d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi dua yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare tersebut.

2.1.3 Penyebab Diare

Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:

a. Virus: Rotavirus.

b. Bakteri: Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.

c. Parasit: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

Cryptosporidium.

d. Makanan (makanan yang tercemar oleh pertumbuhan bakteri/virus, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang).


(33)

e. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.

f. Alergi: makanan, susu sapi.

g. Imunodefisiensi.

2.1.4 Gejala dan Tanda Diare

Kejadian diare dapat dilihat dari beberapa gejala dan tanda diare, antara lain (Widoyono, 2011):

1. Gejala umum

a. Berak cair atau lembek dan sering, merupakan gejala khas diare.

b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut.

c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.

d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan gelisah.

2. Gejala spesifik

a. Vibrio cholera, ditandai dengan diare hebat, warna tinja sepertian cucian beras dan berbau amis.

b. Disenteriform, ditandai dengan tinja yang berlendir dan berdarah.


(34)

2.1.5 Penularan Diare

Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare karena virus dan bakteri melalui jalur fekal oral yang terjadi karena :

a. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

b. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya (Widoyono, 2008). Sedangkan menurut (Depkes RI, 2005) kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar, tidak


(35)

mencuci tangan sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk tinja bayi dengan benar.

2.1.6 Epidemiologi Diare

Epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005):

a. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.


(36)

Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.7 Pencegahan Diare

Menurut Kementerian Kesehatan (2011), cara melakukan pencegahan diare yang benar dan efektif adalah :

a. Perilaku Sehat

Pencegahan pada Bayi

Perilaku yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya diare pada bayi adalah sebagai berikut:

1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun, ASI merupakan makanan yang paling baik untuk bayi. ASI bersifat steril sehingga menghindarkan anak dari bahaya dan bakteri lain yang akan menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.


(37)

2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur, makanan tambahan yang bergizi dan bersih, dimulai ketika anak berumur 4-6 bulan.

3. Memberikan imunisasi campak, anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

Pencegahan pada Anak-Anak dan Orang Dewasa

1. Mencuci tangan, kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.

2. Menggunakan jamban, keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga yaitu, keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga, bersihkan jamban secara teratur, dan gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

b. Penyehatan Lingkungan

Selain berperilaku yang sehat, kejadian diare juga dapat dicegah dengan menjaga lingkungan agar selalu bersih dan sehat, sebagai berikut:


(38)

a. Penyediaan air bersih, penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Sumber air juga harus dijaga dari pencemaran oleh hewan dan sumber air terletak < 10m dari septic tank. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera, disentri, dan lainnya.

b. Sarana pembuangan air limbah, Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola dengan baik agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus.

c. Pengelolaan sampah, pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit yang penularannya melalui vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan lainnya . Oleh karena itu, tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan


(39)

sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

2.2Sampah

2.2.1 Pengertian Sampah

Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sedangkan limbah itu sendiri pada dasarnya berarti suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Sampah dikatakan mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, disamping juga dapat mencemari lingkungan (Najmulmunir, 2000).

Sampah dalam pengertian ilmu kesehatan lingkungan, sebenarnya hanya sebagian dari benda yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup (Azrul, 1983).

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Para Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika, membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.


(40)

Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil suatu kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna sehingga bukan semua benda padat yang tidak digunakan dan dibuang disebut sampah. Dengan demikian sampah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Adanya sesuatu benda atau benda padat.

b. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia.

c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi.

Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik (UU no. 18 tahun 2008).

2.2.2 Sumber-Sumber Sampah

a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum, bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

b. Sampah ini berasal dari tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.


(41)

c. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik, dan mudah terbakar (rubbish).

d. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari: kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.

e. Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)

Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya : sampah-sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.

f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya.


(42)

Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya: batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran (arang), dan sebagainya. h. Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan

Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

2.2.3 Jenis Sampah

Sampah padat dapat dibagi menjadi berbagai jenis, yaitu (Chandra, 2007):

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi:

a. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

b. Sampah organik adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya, sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya.

2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar

a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya, kertas, karet, kayu, plastik, kain bekas, dan sebagainya.


(43)

b. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng-kaleng bekas, besi/ logam bekas, pecahan gelas, kaca, dan sebagainya.

Menurut Widyadmoko (2002), sampah rumah tangga yaitu sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Sampah basah yang terdiri dari bahan organik yang mudah membusuk, sebagian besar adalah sisa makanan, potongan hewan, sayuran, dan lainnya.

2. Sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam, besi tua, kaleng bekas, dan sampah non logam seperti kertas, kaca, keramik, dan sisa kain.

3. Sampah lembut, yaitu seperti debu yang berasal dari penyapuan lantai rumah, gedung, dan penggergajian kayu.

4. Sampah besar atau sampah yang terdiri dari bangunan rumah tangga yang besar seperti, meja, kursi, kulkas, radio,dan peralatan dapur.

2.2.4 Sampah Rumah Tangga

Sampah dari rumah tangga merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Dari kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas, karton / dos, kain, kayu,


(44)

kaca, daun, logam, dan kadang-kadang sampah berukuran besar seperti dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti mebel, TV bekas, kasur dll. Kelompok ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan permukiman, maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya baterei, lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas, dan lain-lain.

Sampah rumah tangga akan ditumpuk di tempat sampah atau buangan sampah sementara (TPS). Dan kalau terangkut akan habis tidak menimbulkan masalah, namun pengangkutan hanya dilakukan beberapa kali dalam seminggu dikarenakan terbatasnya angkutan, sehingga sampah yang telah tecampur antara organik dan anorganik akan cepat terdekomposisi, dan menimbulkan bau yang menyengat. Selain menimbulkan bau, sampah yang terdekomposisi akan mengundang kedatangan lalat sebagai vector penyakit menular, selain itu lindi yang berasal dari bahan organik yang terdekomposisi akan masuk ke dalam tanah dan system saluran air sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran tanah dan air (Wahab, 2011).

Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan keberadaan sampah, di antaranya (Damanhuri, 2010):


(45)

a. Sampah yang terdiri atas berbagai bahan organik dan anorganik apabila telah tercampur maka mempengaruhi proses pembusukkan dan merupakan sarang atau tempat berkumpulnya berbagai binatang yang dapat menjadi vektor penyakit, seperti lalat, tikus, kecoa, kucing, anjing liar, dan sebagainya. Juga merupakan sumber dari berbagai organisme patogen, sehingga akumulasi sampah merupakan sumber penyakit yang akan membahayakan kesehatan masyarakat, terutama yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi pembuangan sampah

b. Masalah estetika (keindahan) dan kenyamanan yang merupakan gangguan bagi pandangan mata. Adanya sampah yang berserakan dan kotor, atau adanya tumpukan sampah yang terbengkelai adalah pemandangan yang tidak disukai oleh sebagaian besar masyarakat.

a) Sampah yang berbentuk debu atau bahan membusuk dapat mencemari udara. Bau yang timbul akibat adanya dekomposisi materi organik dan debu yang beterbangan akan mengganggu saluran pernafasan, serta penyakit lainnya.

b) Timbulan lindi (leachate), sebagai efek dekomposisi biologis dari sampah memiliki potensi yang besar dalam mencemari badan air sekelilingnya, terutama air tanah di bawahnya. Pencemaran air tanah oleh lindi merupakan


(46)

masalah terberat yang mungkin dihadapi dalam pengelolaan sampah.

c) Sampah yang kering akan mudah beterbangan dan mudah terbakar. Misalnya tumpukan sampah kertas kering akan mudah terbakar hanya karena puntung rokok yang masih membara. Kondisi seperti ini akan menimbulkan bahaya kebakaran.

d) Sampah yang dibuang sembarangan dapat menyumbat saluran-saluran air buangan dan drainase. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan bahaya banjir akibat terhambatnya pengaliran air buangan dan air hujan.

2.2.5 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Menurut Najmulmunir (2000) pengelolaan sampah adalah perlakuan atau tindakan yang dilakukan terhadap sampah yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, penyimpangan dan pengolahan serta pemusnahan. Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1983), pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah guna memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan.

Komponen sampah padat mayoritas terdiri dari bahan organik seperti terjadi pada TPA Bantargebang, proporsi bahan organik untuk adalah 65 ,05 %. Sedangkan komponen sampah di Amerika mayoritas bukan bahan organik (Corson, 1990).


(47)

Sampah harus dikelola dengan baik, pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit serta tidak menjadi media perantara penyebaran luas suatu penyakit (Azwar, 1996). Ada tiga tahapan dalam pengelolaan sampah, dalam hal ini adalah sampah padat. Pengelolaan sampah yang baik melalui tiga tahapan, yaitu sebagai berikut (Chandra, 2007):

2.2.5.1Tahap Pemisahan dan Penyimpanan di Tempat Sumber

Sampah yang berasal dari rumah tangga terdiri atas sampah organik dan anorganik. Sampah organik dan anorganik yang dihasilkan sebaiknya dipisahkan dan dikumpulkan pada tempat sampah yang berbeda (Dwiyatmo, 2007). Adapun tempat sampah yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Azwar, 1983):

a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor untuk mencegah berserakannya sampah.

b. Memiliki tutup, untuk mencegah bau busuk dan menjadi tempat hinggap lalat serta mudah dibuka tanpa mengotori tangan.

c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.


(48)

Dari tempat penyimpanan sementara, kemudian sampah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam rumah sampah yang berbentuk bak besar. Pengelolaan rumah sampah dapat diserahkan pada pemerintah setempat atau masyarakat secara bergotong-royong.

2.2.5.2Tahap Pengangkutan

Dari rumah sampah, sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) Tahap Pengangkutan atau tempat pemusnahan sampah dengan diangkut oleh truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota, untuk selanjutnya dilakukan pemusnahan terhadap sampah tersebut.

2.2.5.3Tahap Pemusnahan

Sampah yang telah dikumpulkan, selanjutnya perlu dibuang dan dimusnahkan. Pembuangan atau pemusnahan sampah biasanya dilakukan di daerah tertentu sehingga tidak menganggu kesehatan manusia. Lazimnya syarat yang harus dipenuhi dalam membangun tempat pembuangan sampah akhir, yaitu (Azwar, 1983):

a. Tempat tersebut dibangun tidak dekat dengan sumber air minum atau sumber air lainnya yang dipergunakan oleh manusia (mencuci, mandi, dan lainnya).

b. Tidak pada tempat yang sering terkena banjir.


(49)

Adapun jarak yang sering dipakai sebagai pedoman ialah sekitar 2 km dari perumahan penduduk, sekitar 15 km dari laut serta sekitar 200 m dari sumber air. Dalam tahap pembuangan atau pemusnahan sampah, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan antara lain (Chandra, 2007):

a) Sanitary landfill

Pembuangan sampah dengan cara menimbun dengan tanah lapis demi lapis, sehingga sampah tidak berada di alam terbuka, jadi tidak sampai menimbulkan bau serta tidak menjadi tempat bersarangnya vektor penyakit.

b) Composting

Pemusnahan sampah dengan cara memanfaatkan proses dekomposisi zat organik oleh kuman-kuman pembusuk, menjadi pupuk. Kompos dapat dibuat untuk meminimalisasi efek negatif yang ditimbulkan sampah dengan membuatnya menjadi lebih bermanfaat secara ekologis.

c) Hot feeding

Sampah yang dapat digunakan untuk makanan ternak adalah sampah organik, seperti sisa sayuran, buah-buahan, dan sisa makanan. Sampah tersebut harus diolah (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trchionosis ke hewan ternak. Metode pemusnahan


(50)

sampah jenis ini umumnya dilakukan pada lingkup rumah tangga.

d) Dumping

Cara Pembuangannya dengan diletakkan begitu saja di tanah. Cara ini banyak dilakukan di negara-negara yang masih berkembang. Hal ini tentu saja banyak segi negatifnya.

e) Dumping in Water

Cara pembuangannya sama dengan dumping tetapi dibuang ke dalam air (sungai atau laut). Hal ini akan menimbulkan banyak kerugian, misalnya dapat mengotori permukaan air, memudahkan berjangkitnya penyakit, dan lain sebagainya.

f) Individual inceneration

Pembakaran sampah yang dilakukan perorangan di rumah tangga.

g) Recycling

Pengolahan sampah dengan cara ini bertujuan memakai kembali sampah yang masih bisa dipakai, misalnya kaleng, kaca, dan sebagainya.


(51)

2.2.6 Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dan lingkungan, yaitu sebagai berikut (Mukono, 2006):

2.2.6.1Pengaruh Positif

Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif, sebagai berikut (Chandra, 2007):

a. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah.

b. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

c. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah terhadap ternak.

d. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat.

e. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah


(52)

2.2.6.2Pengaruh Negatif

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial masyarakat, sebagai berikut :

1. Pengaruh terhadap kesehatan

Sampah dapat menjadi tempat tinggal bagi vektor penyakit seperti lalat yang dapat menyebabkan kejadian diare. Insidensi penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor penyakit hidup berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun ban bekas yang berisi air hujan.

2. Pengaruh terhadap lingkungan

a. Estetika lingkungan

b. Penurunan kualitas udara

c. Pembuangan sampah ke badan air akan menyebabkan pencemaran air

3. Pengaruh terhadap Sosial Masyarakat

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan sosial budaya masyarakat setempat.


(53)

b. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok akan menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk berkunjung ke daerah tersebut.

2.3 Lalat

Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah jajahan lalat cukup luas. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari 60.000-100.000 spesies (Maryantuti, 2007).

Jenis lalat yang banyak merugikan manusia diantaranya adalah lalat rumah (Musca domestica) dan lalat hijau (Chrysomya megacephala). Lalat ini tersebar secara cosmopolitan dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan manusia karena zat-zat makanan yang dibutuhkan lalat seperti glukosa dan sedikit protein bagi pertumbuhannya sebagian besar ada pada makanan manusia (Sitanggang, 2001).

2.3.1 Lalat Rumah

Lalat rumah termasuk ordo Dipteria dan famili Muscidae.

Penyebarannya sangat luas, yaitu di semua tempat. (Bambang, 1992). Lalat rumah yang menyebarkan penyakit dengan berjalan di atas kotoran berisi kuman dan kemudian memindahkan kuman tersebut pada makanan atau tangan manusia. (Andriani, 2007).

Lalat rumah yang terkenal yaitu Musca domestica vicina. Musca domestica vicina mempunyai panjang badan 5,0-8,0 mm, berbntuk padat dan berwarna hitam kelabu. Pada bagian kepala memiliki banyak reseptor yang berguna sebagai indra perasa yang paling senitif.terhadap bau daging busuk yang berjarak jauh dan dapat terbang dengan cepat. Musca


(54)

domestica vicina menyukai tempat yang kumuh dan kotor sehingga patogen yang berasal dari sana masuk kedalam badan melalui mulut. Apabila lalat ini mencemari makanan manusia maka kemungkinan menyebabkan gangguan pencernaan.

2.3.2 Klasifikasi Lalat Rumah:

Kingdom : Animalia

Phylum : arthoropoda

Kelas : Hexapoda

Ordo : Dipteria

Family : Muscidae

Genus : Musca

Spesies :Musca domestica

2.3.3 Morfologi Lalat Rumah

Lalat ini berukuran sedang, panjang 6-8 mm. Berwarna hitam keabu-abuan dengan empat gari memanjang gelap pada bagian dorsal toraks dan satu garis hitam medial pada abdomen dorsal. Mata pada betina memiliki celah yang lebih lebar dari pada lalat jantan. Antenanya terdiri dari tiga ruas, ruas terakhir paling besar berbentuk silinder dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu pada bagian atas dan bawah. Bagian proboscis lalat disesuaikan dengan fungsinya untuk menyerap dan menjilat makanan berupa cairan tidak bisa untuk menusuk atau menggigit. Ketika


(55)

lalat tidak makan, sebagian mulutnya ditarik masuk ke dalam selubung, tetapi ketika sedang makan akan dijulurkan ke arah bawah. Bagian ujung proboscis terdiri atas sepasang labella berbentuk oval yang dilengkaoi dengan saluran halus disebut pseudotrakhea tempat cairan makanan diserap. Sayapnya memiliki vena 4 yang melengkung tajam ke arah kosta mendekati vena 3. Ketiga pasang kaki lalat ini ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang bantalan disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut. Bantalan rambut lengket ini yang membuat lalat dapat menempel pada permukaan halus dan mengambil kotoran dan patogen ketika mengunjungi sampah dan tempat kotor lainnya. (Maryantuti, 2007).

Gambar 2.1

Musca Domestica (Lalat Rumah) Keterangan gambar:

A.Tarsus B.Antena C.Torax D.Mata E. Sayap


(56)

2.3.4 Siklus Hidup Lalat Rumah

Gambar 2.2

Siklus Hidup Musca Domestica (lalat rumah)

Dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu mulai dari telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur, berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan menghasilkan 120–130 telur dan menetas dalam waktu 8–16 jam. Pada suhu rendah telur ini tidak akan menetas (dibawah 12 –13 º C). Telur yang menetas akan menjadi larva berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, Setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Phase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur 30–35 º C, Kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450–900 meter, Siklus


(57)

hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga) bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer. (Wijayanti, 2009).

2.3.5 Tempat Perindukan

Tempat yang disenangi adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang).

a. Kotoran Hewan

Tempat perindukan lalat rumah yang paling utama adalah pada kotoran hewan yang lembab dan masih baru (normal nya lebih kurang satu minggu).

b. Sampah dan sisa makanan dari hasil olahan

Disamping lalat suka hinggap juga berkembang baik pada sampah, sisa makanan, buah-buahan yang ada didalam rumah maupun dipasar.


(58)

Kotoran organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia. Sampah dan makanan ikan adalah merupakan tempat yang cocok untuk berkembang biaknya lalat.

d. Air Kotor

Lalat Rumah berkembang biak pada pemukaan air kotor yang terbuka (Ermawan, 2008).

2.3.6 Pemberantasan Lalat Rumah

Untuk pemberantasan secara langsung melalui fisik dapat dilakukan dengan: Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti di rumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, tempat produksi makanan, sayuran, serta buah-buahan (Manalu, 2012).

1. Perangkap Lalat (Fly Trap)

Fly trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap lalat dalam jumlah yang cukup besar atau padat.

2. Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (Sticky tapes)

Di pasaran tersedia alat ini, biasanya di gantung di atap, menarik lalat karena kandungan gulanya. Lalat hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang terperangkap.


(59)

3. Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor) Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah. Metode ini harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat. Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan restoran.

4. Pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela atau ventilasi. Pemasangan kawat kasa dapat menangkap lalat yang akan masuk melalui pintu dan jendela. Hal ini mudah dilakukan dan dapat berguna untuk waktu yang lama.

5. Fly grill

atau sering disebut blok grill oleh sebagian orang, fly grill adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di suatu tempat.

2.3.7 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Grill

Fly grill atau yang sering disebut blok grill oleh sebagian orang, adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di suatu tempat. Alat ini dipergunakan di dunia kesehatan, khususnya kesehatan lingkungan. Alat ini sering dipergunakan untuk mengukur kepadatan lalat di tempat umum, misalnya pasar, tempat sampah umum, warung makan, terminal, stasiun. Cara membuat fly grill sangat mudah dan tidak diperlukan


(60)

keahlian khusus untuk membuatnya, bahan untuk membuat fly grill

mudah untuk didapatkan, fly grill kuat dan mudah disimpan, permukaan fly grill luas sehingga dapak menangkap lalat lebih banyak dan dapat digunakan untuk jangka panjang. Fly grill diletakkan pada titik yang akan diukur dan jumlah lalat yang hinggap dihitung selama 30 menit, tiap titik diadakan 10 kali perhitungan, kemudian diambil 5 angka perhitungan tertinggi dan dibuat rata-rata.

Angka ini merupakan indek populasi lalat pada satu titik perhitungan. Pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan bisa diandalkan dari pada pengukuran populasi larva lalat. Sebagai interpretasi hasil pengukuran indek populasi lalat juga berguna untuk menentukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Indek populasi lalat terbagi menjadi :

a. 0-2 ekor : rendah atau tidak menjadi masalah.

b. 3-5 ekor : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat perkembangbiakan lalat.

c. 6-20 ekor : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian.

d. 21 ekor : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat (Wijayanti, 2009).


(61)

2.3.8 Cara Mengukur Kepadatan Lalat dengan Fly Trap

Fly trap adalah suatu alat yang dipergunakan untuk menangkap lalat dalam jumlah yang cukup besar besar atau padat. Tempat yang menarik lalat untuk berkembangbiak dan mencari makan adalah perangkap yang gelap. Bila lalat mencoba makan dan terbang akan tertangkap dalam perangkap yang diletakkan di mulut fly trap yang terbuka itu. Sebuah model perangkap akan terdiri dari kawat kasa sebagai penutup dan beralaskan kayu untuk menempatkan umpan, tutup kayu dengan celah kecil dan sangkar di atas penutup. Celah berdiameter 2 cm antara penutup yang berbentuk kerucut dengan puncak terbuka. Hal tersebut untuk memberi kelonggaran kepada lalat untuk bergerak menuju penutup. Perangkap harus ditempatkan diudara terbuka di bawah sinar cerah matahari, jauh dari keteduhan pepohonan. Indek populasi lalat terbagi menjadi :

a.0-2 ekor : rendah atau tidak menjadi masalah.

b. 3-5 ekor : sedang atau perlu tindakan pengendalian terhadap tempat perkembangbiakan lalat.

c. 6-20 ekor : tinggi atau populasi cukup padat, perlu pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian.

d. 21 ekor : sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perkembangbiakan lalat dan pengendalian lalat.(Wijayanti, 2009).


(62)

2.4 Kerangka Teori

Pengelolaan sampah sangat penting untuk mencegah penularan penyakit yang salah satu penularannya melalui vektor Musca domestica (lalat rumah). Bila lalat menghinggap di makanan manusia maka kotoran yang dibawa dari sampah yang menempel di bulu atau kakinya dapat mencemari makanan yang akan di makan manusia slah satunya balita, sehingga akan timbul penyakit diare. Berikut kerangka teori penelitian ini :


(63)

Bagan 2.1 Kerangka teori

Sumber : Modifikasi dari Wijayanti dan Depkes RI Tahun 2009

Keterangan :

: Tidak di bahas lebih lanjut dalam penelitian ini

: Di bahas lebih lanjut dalam penelitian ini

Pengelolaan sampah

Penyimpanan

Pemisahan Pembuangan

TPS (Tempat Pembuangan Sementara) TPSK (Tempat Pembuangan Sampah Kolektif) Timbunan sampah Bau/Pembusukan - Pendidikan - Pengetahuan - Sosial

Daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah)

Makanan Sumber air

Perilaku ibu : - Mencuci tangan - Menutup

makanan

Diare Tinja

Karakteristik Balita : - Umur

- Pemberian ASI Eksklusif - Status gizi Jarak


(64)

BAB III

KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teoritis di atas, untuk penelitian ini dibuat kerangka konsep penelitian yang dibatasi hanya pada beberapa faktor seperti tampak pada gambar 3.1 dibawah ini. Beberapa variabel tidak diteliti yaitu tahap pembuangan, karena peneliti memfokuskan kepada pengelolaan sampah rumah tangga bukan di TPSK (Tempat Pembuangan Sementara Kolektif). Selain itu pada karakterisitik balita dan karakteristik ibu tidak di teliti karena dalam penelitian ini lebih di tekankan kepada variabel pengelolaan sampah dan vektor Musca domestica. Variabel merebus air tidak diteliti karena secara garis besar warga melakukan perebusan air, sehingga diperkirakan data akan menjadi homogen.

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas adalah variabel pengelolaan sampah (yang meliputi variabel: pemisahan dan penyimpanan); variabel jarak tempat sampah; variabel daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) (yang meliputi: populasi vektor lalat rumah di pantry dan frekuensi kunjungan lalat di tempat sampah).

Adapun sebagai variabel terikat adalah risiko diare. Kerangka konsep hubungan pengelolaan sampah rumah tangga terhadap daya tarik vektor Musca domestica dengan risiko diare pada baduta dapat dilihat pada bagan berikut :


(65)

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Pengelolaan sampah :

- Pemisahan - Penyimpanan Jarak Tempat Sampah

- Jarak tempat sampah dengan pantry

Daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) :

- Populasi vektor Musca domestica di pantry

- Frekuensi vektor Musca domestica kunjungan di tempat sampah

Diare Pada Baduta (Bayi Dua Tahun)


(66)

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Dependent dan Independent Tabel 3.1

Variabel Dependent dan Independent No Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

1. Diare Buang air besar lembek, cair bahkan dapat berupa air saja yang

frekuensinya lebih sering dari biasanya

(biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.

Interview Kuesioner Nominal 1 =Risiko Diare, jika balita mengalami buag air besar dengan frekuensi >3 kali atau lebih dalam sehari dengan kondisi tinja cair pada perode 2 minggu yang lalu sampai saat dilakukan wawancara 2 = Tidak risiko diare jika balita tidak mengalami buag air besar dengan frekuensi >3 kali atau lebih dalam sehari dengan kondisi tinja cair pada perode 2 minggu yang lalu sampai saat dilakukan wawancara


(67)

Variabel Independent No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Faktor Pengelolaan Sampah 1. Pemisahan

Sampah Pemisahan sampah adalah pemisahan sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh keluarga di Kelurahan Ciputat Interview mengisi kuesioner dan observasi Kuesioner Dan lembar observasi

Ordinal 1= Tidak, jika tidak

melakukan pemisahan sampah organik dan anorganik 2 =Ya, jika melakukan pemisahan sampah organik dan anorganik. 2. Penyimpanan

Sampah Penyimpanan sampah yaitu adanya tempat penyimpanan sampah di rumah tangga yang memenuhi syarat seperti pondasi kuat, memiliki tutup dan kedap air.

Observasi Lembar observasi

Ordinal 1 = tidak kuat (wadah yang terbuat dari plastik), tidak tertutup dan tidak kedap air. 2 = kuat

(wadah yang terbuat dari semen, dan kayu),

memiliki tutup dan kedap air


(68)

No. Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Jarak Tempat Sampah 1. Jarak tempat

sampah dengan pantry Seberapa jauh tempat sampah diletakkan dengan pantry atau tempat akhir meletakkan makanan

Observasi Lembar observasi

Ordinal 1 = < 1 meter 2 = > 1 meter (Junias, 2008). Daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) 1. Populasi

vektor

Musca domestica di pantry

Ada atau tidaknya vektor

Musca

domestica (lalat rumah) di lokasi setelah dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan di dalam rumah (pantry) Pengukuran frekuensi kunjungan lalat dan observasi

Fly Trap Ordinal 1 = tinggi, jika angka

frekuensi kunjungan lalat

≥ 6 ekor

2= rendah, jika frekuensi kunjungan lalat 0-5 ekor. (Depkes, 2005)


(69)

No. Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur Alat Ukur

Skala Ukur

Hasil Ukur

2. Frekuensi kunjungan lalat

Frekuensi kunjungan lalat adalah jumlah vektor Musca domestica (lalat rumah) di lokasi setelah dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan di luar rumah (tempat sampah) Pengukuran frekuensi kunjungan lalat dan observasi Fly grill

dan Hand counter

Ordinal 1 = tinggi, jika angka

frekuensi kunjungan lalat

≥ 6 ekor

2= rendah, jika frekuensi kunjungan lalat 0-5 ekor. (Depkes, 2005)

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengelolan sampah rumah tangga (pemisahan dan penyimpaanan) dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

2. Ada hubungan antara jarak tempat sampah dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.

3. Ada hubungan antara daya tarik vektor Musca domestica (lalat rumah) terhadap risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat Tahun 2014.


(70)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunankan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional di mana pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini adalah sebuah penelitian observasional studi yang bersifat deskriptif-analitik. Deskriptif yaitu menggambarkan distribusi frekuensi pengelolaan sampah (pemisahan dan penyimpanan) dan daya tarik vektor Musca domestica (populasi vektor Musca domestica dan frekuensi kunjungan vektor Musca domestica) di Kelurahan Ciputat tahun 2014. Sedangkan analitik yaitu untuk melihat secara analitik hubungan berbagai variabel dengan risiko diare pada baduta di Kelurahan Ciputat.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Ciputat wilayah kerja Puskesmas Ciputat.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan bulan Juni 2014.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah bayi usia 0-24 bulan di Kelurahan Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2014. Sampel penelitian ini adalah bayi usia 0-24 bulan, sedangkan responden adalah ibu dari bayi.


(71)

4.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah responden penelitian ini yaitu ibu dari bayi berumur 0-24 bulan yang memiliki tempat sampah yang berada di luar rumah dan memiliki pantry (tempat terakhir menaruh makanan) dan bersedia untuk di wawancarai.

4.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusif adalah responden penelitian yaitu ibu dari bayi berumur 0-24 bulan yang tidak memiliki tempat sampah atau tempat sampah berada dalam rumah, tidak memiliki pantry, dan tidak bersedia untuk di wawancarai.

4.4 Sampel Penelitian

Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus (Dahlan, M.Sopiyudin, 2010)

[ 1 2 √2PQ P1 1 P2√P1Q1 P2Q2]

2

Keterangan:

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi kejadian pada salah satu kelompok tertentu sebesar 0,683 (Variabel mencuci tangan terhadap kejadian diare pada balita) dari penelitian terdahulu (Manalu, dkk 2012).


(72)

P2 : Proporsi kejadian pada salah satu kelompok tertentu sebesar 0,3846 dari penelitian terdahulu.

Q1 : 1 – P1

Q2 : 1 – P2

P : Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2))

Q : 1 – P

Z1- /2 : Derajat kemaknaan, pada dua sisi (two tail) yaitu

sebesar %= 1,96

Z1- : Kekuatan uji 1- , yaitu sebesar 95%= 0, 84

Perhitungan:

[ 1 2 √2PQ P1 1 P2√P1Q1 P2Q2]

2

[196 √2 05 05 0084683 √068303170317 0317 0683]

2

[138590 2805702]2 [109369366]2

[53]2

2809 28

 28 = 68,3% x n’


(73)

 n’ = 40,99 41 x 2 = 82

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode stratified random sampling. Berdasarkan perhitungan sampel secara uji beda dua proporsi maka didapatkan jumlah sampel yang diambil sebanyak 82 baduta. Untuk mengantisipasi adanya kesalahan dan kekurangan sampel maka besar sampel ditambah 10% dari minimal sampel, sehingga besar sampel (n) = 82 + 8,2 = 90 orang.

Adapun langkah-langkah penentuan sampelnya adalah sebagai berikut:

Bagan 4.1

Langkah-langkah Penentuan Sampel

RW 13

RW 4 RW 6 RW 2 RW 1 RW 2

RW 12 RW 10 RW 3

RW 11 RW 5

RW 9 7 sampel 9 sampel 5 sampel 7 sampel 5 sampel 6 sampel 5 sampel 8 sampel 4 sampel 8 sampel 4 sampel 12 sampel 4 sampel Puskesmas Ciputat Kelurahan Ciputat RW 7 6 sampel RW 14 Posyandu


(74)

Posyandu di Wilayah Kelurahan Ciputat

Bagan 4.2 Sampling Frame

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, terdapat 15 RW di Kelurahan Ciputat. Pemilihan RW terpilih berdasarkan jumlah balita dengan kasus diare terbanyak. Terdapat 2 RW yakni RW 08 dan RW 14 yang tidak masuk dalam sampel karena masalah perizinan yang tidak di dapatkan, hal ini termasuk dalam keterbatasan penelitian. Jadi sampel penelitian ini ada 8 posyandu yang masing

4 balita 6 balita 12 balita 5 balita 8 balita 4

balita 8

balita Nangka

Jambu

Durian

Pisang

Alpukat Duku Anggur

Melon Jeruk Aspol Manggis Apel Belimbing Rw

01 Rw

02 Rw

03 Rw

04

Rw

05 Rw

06 Rw 07 Rw 08 Rw 10 Rw 11 Rw 12 Rw 13 Rw 14 Rw 09 275 balita 202 balita 118 balita 188 balita 234 balita 143 balita 217 balita 105 balita 253 balita 382 balita 145 balita 313 balita 104 balita 9

balita 7

balita 6

balita 7

balita 7 balita 4 balita Rw 15 Sawo 100 balita


(1)

B. OUTPUT SPSS BIVARIAT

1. Pengelolaan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta

a. Pemisahan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta

pisah_smpah * diare Crosstabulation

diare

Total risiko diare tidak risiko diare

pisah_smpah tidak Count 24 50 74

% within pisah_smpah 32.4% 67.6% 100.0%

Ya Count 1 15 16

% within pisah_smpah 6.2% 93.8% 100.0%

Total Count 25 65 90

% within pisah_smpah 27.8% 72.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.495a 1 .034

Continuity Correctionb 3.285 1 .070

Likelihood Ratio 5.618 1 .018

Fisher's Exact Test .035 .027

Linear-by-Linear Association 4.445 1 .035

N of Valid Casesb 90

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,44. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for kumpul_smpah

(tidak / ya) 7.200 .898 57.744

For cohort diare = risiko diare 5.189 .756 35.609 For cohort diare = tidak risiko

diare .721 .589 .882


(2)

b. Penyimpanan Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta

simpan_smpah * diare Crosstabulation

diare

Total risiko diare tidak risiko diare

simpan_smpah tidak kuat Count 14 16 30

% within simpan_smpah 46.7% 53.3% 100.0%

Kuat Count 11 49 60

% within simpan_smpah 18.3% 81.7% 100.0%

Total Count 25 65 90

% within simpan_smpah 27.8% 72.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.003a 1 .005

Continuity Correctionb 6.653 1 .010

Likelihood Ratio 7.727 1 .005

Fisher's Exact Test .006 .006

Linear-by-Linear Association 7.914 1 .005

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,33. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for simpan_smpah

(tidak kuat / kuat) 3.898 1.477 10.288

For cohort diare = risiko diare 2.545 1.320 4.910 For cohort diare = tidak risiko

diare .653 .458 .932


(3)

2. Jarak Tempat Sampah Dengan Risiko Diare Pada Baduta

jarak * diare Crosstabulation

diare

Total risiko diare tidak risiko diare

Jarak <1 meter Count 7 15 22

Expected Count 6.1 15.9 22.0

% within jarak 31.8% 68.2% 100.0%

>1 meter Count 18 50 68

Expected Count 18.9 49.1 68.0

% within jarak 26.5% 73.5% 100.0%

Total Count 25 65 90

Expected Count 25.0 65.0 90.0

% within jarak 27.8% 72.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .237a 1 .626

Continuity Correctionb .045 1 .831

Likelihood Ratio .233 1 .630

Fisher's Exact Test .785 .408

Linear-by-Linear Association .234 1 .628

N of Valid Casesb 90

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,11. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for jarak (<1 meter /

>1 meter) 1.296 .455 3.691

For cohort diare = risiko diare 1.202 .580 2.491 For cohort diare = tidak risiko

diare .927 .674 1.276


(4)

3. Daya Tarik Vektor Musca domestica (lalat rumah) Dengan Risiko Diare

Pada Baduta

frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah * diare Crosstabulation

Diare

Total risiko diare tidak risiko diare

frekuensi kunjungan lalat pantry dan sampah

Tinggi Count 6 10 16

% within frekuensi kunjungan

lalat pantry dan sampah 37.5% 62.5% 100.0%

rendah Count 19 55 74

% within frekuensi kunjungan

lalat pantry dan sampah 25.7% 74.3% 100.0%

Total Count 25 65 90

% within frekuensi kunjungan

lalat pantry dan sampah 27.8% 72.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .917a 1 .338

Continuity Correctionb .422 1 .516

Likelihood Ratio .875 1 .349

Fisher's Exact Test .365 .253

Linear-by-Linear Association .907 1 .341

N of Valid Casesb 90

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,44. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval Lower Upper Odds Ratio for frekuensi

kunjungan lalat pantry dan sampah (tinggi / rendah)

1.737 .556 5.423

For cohort diare = risiko diare 1.461 .696 3.067 For cohort diare = tidak risiko

diare .841 .562 1.258


(5)

Lampiran 5

DOKUMENTASI PENELITIAN

Foto 1. Kondisi Tempat Penyimpanan Sampah

Foto 2

. Pengukuran Daya Tarik Vektor

Musca domestica

(lalat rumah) di

Tempat Penyimpanan Sampah Dengan

Fly Grill

Foto 4.

Pengukuran Daya Tarik Vektor

Musca domestica

(lalat rumah) di


(6)