Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis

PEMBELAJARAN KEPEMIMPINAN WIRAUSAHA
AGRIBISNIS

HANNA MILA HASIANNA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembelajaran
Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis adalah benar karya Saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis Saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Hanna Mila Hasianna
NIM H34090125

ABSTRAK
HANNA MILA HASIANNA. Pembelajaran Kepemimpinan
Agribisnis. Dibimbing oleh LUKMAN MOHAMMAD BAGA.

Wirausaha

Kewirausahaan dan kepemimpinan adalah hal yang saling berhubungan.
Untuk dapat menjadi seorang wirausaha yang sukses diperlukan pembelajaran
mengenai kepemimpinan. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi pembelajaran
mengenai kepemimpinan dari perspektif wirausaha agribisnis. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan 6 wirausaha
yang bergerak dalam sektor agribisnis. Pengalaman pembelajaran wirausaha
kemudian dieksplorasi dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi dan
dibangun dengan teorisasi induktif. Penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis dipelajari melalui: ada tidaknya
cita-cita menjadi pemimpin, banyaknya pengalaman organisasi, pengalaman dari

dalam dan luar lingkungan bisnis, serta pengaruh keluarga. Penelitian ini
merupakan salah satu dari sedikit penelitian yang memperlihatkan proses
pembelajaran kepemimpinan dari perspektif wirausaha agribisnis.
Kata kunci: metode fenomenologi, pembelajaran kepemimpinan, wirausaha
agribisnis

ABSTRACT
HANNA MILA HASIANNA. Learning to Lead Entrepreneurial Agribusiness
Context. Supervised by LUKMAN MOHAMMAD BAGA.
Entrepreneurship and leadership are connected to each other. Leadership
learning is needed to be a succesful entrepreneur. The purpose of this study is to
explore the leadership learning in the entrepreneur agribusiness by the
entrepreneur’s perspective. The data is collected by using indepth interview
method to six entrepreneurs in agribusiness. This entrepreneurship learning
experience will be then explored using phenomenological qualitative method and
built with inductive theory. The result of this study shows that agribusiness
entrepreneur leadership can be learned from the possibility to lead, experience in
organization and business environment, and family influence. This study is one of
a few studies that shows entrepreneur leadership learning process from
enterpreneur’s prespective.

Keywords: agribusiness entrepreneur, leadership learning, phenomenological
method
.

PEMBELAJARAN KEPEMIMPINAN WIRAUSAHA
AGRIBISNIS

HANNA MILA HASIANNA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis
: Hanna Mila Hasianna
: H34090125

Disetujui oleh

Ir Lukman M. Baga, MA.Ec
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini mengambil tema mengenai kepemimpinan bisnis yang dilaksanakan
selama bulan Februari 2013, dengan judul Pembelajaran Kepemimpinan
Wirausaha Agribisnis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Lukman M Baga.
MA.Ec sebagai pembimbing serta Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA yang telah
memberikan banyak ide dalam awal pembuatan skripsi ini. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Suharno, M.Adev yang senantiasa
membimbing penulis sebagai wali akademik. Selain itu, penghargaan penulis juga
sampaikan kepada Bapak JS, Bapak SM, Ibu EL, Bapak AF, Ibu OS dan Bapak
GG yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih
juga disampaikan kepada Papa, Mama dan seluruh keluarga atas dukungan dan
doa yang diberikan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada lembaga LAZ-Alhurriyyah IPB, Persatuan Orangtua
Mahasiswa IPB, Angkatan ke-13 IPB (ASTAGA), seluruh donator Karya
Salemba Empat, dan Perusahaan Gas Negara atas kesediannya sebagai donator
beasiswa selama masa perkuliahan penulis. Penulis mengucapkan terima kasih

dan sukses selalu untuk teman-teman Agribisnis 46 khususnya teman satu
bimbingan, saudara-saudara di LAWALATA IPB serta penghuni Wisma AshShohwa.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Hanna Mila Hasianna

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5


Hubungan Kepemimpinan dan Kewirausahaan

5

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha

6

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kewirausahaan dan Wirausaha

9
9
9

Karakteristik Wirausaha

11


Kepemimpinan

12

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

14
15

Lokasi dan Waktu Penelitian

15

Jenis dan Sumber Data

16

Metode Pengumpulan Data


16

Pengolahan dan Analisis Data

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

19

Gambaran Umum Responden

19

Karakteristik Usaha Responden

21

Jenis Usaha


21

Jumlah Karyawan

22

Sosio Demografi

23

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha Agribisnis
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

24
36
36

Saran

37

DAFTAR PUSTAKA

37

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran operasional penelitian
2 Jumlah karyawan milik responden

15
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia tidak dapat menghindar dari adanya liberalisasi ekonomi.
Liberalisasi ekonomi menyebabkan produk-produk dalam negeri bersaing dalam
kompetisi yang tinggi dengan banyaknya produk-produk dari luar pasar domestik.
Hambatan yang semakin kecil dalam perdagangan dan investasi akan
meningkatkan arus barang, jasa, dan modal di dalam negeri. Oleh sebab itu,
Indonesia harus mulai meningkatkan kemampuan profesional sumber daya
manusia (SDM) terutama dalam sektor agribisnis (Daryanto A dan Daryanto HKS
1999).
Indonesia juga menghadapi tantangan lain yaitu dalam menghadapi jumlah
pengangguran. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, jumlah
pengangguran di Indonesia pada bulan Februari 2013 mencapai 7 244 956 jiwa.
Jumlah ini mengalami penurunan dari bulan Januari 2013 sebanyak 0.18%.
Keadaan ini diharapkan dapat terus terjadi sehingga bukan hanya dapat
meminimalkan jumlah angkatan kerja yang menganggur tetapi juga dapat
membantu memperbaiki perekonomian negara.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan SDM dan mengurangi
jumlah pengangguran adalah dengan meningkatkan jumlah wirausaha. Wirausaha
di berbagai bidang industri membantu perekonomian dengan menyediakan
pekerjaan dan memproduksi barang dan jasa bagi konsumen di dalam negeri
maupun luar negeri. Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi, dan kemajuan
perekonomian akan datang dari para wirausaha, orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk mengambil risiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi
(Longenecker et al. 2001). Keberadaan wirausaha dapat menyerap penggunaan
sumber daya yang dimiliki menjadi sesuatu yang baru sehingga dapat bermanfaat
bagi orang banyak. Wirausaha adalah pelaku perubahan yang mentransformasikan
sumber daya menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang bermanfaat dan seringkali
hal tersebut menciptakan keadaan yang menyebabkan timbulnya pertumbuhan
industrial (Winardi 2008). Pertumbuhan industrial inilah yang akhirnya
memengaruhi tumbuh kembangnya sebuah negara. Menurut Ciputra, pendiri
Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC), untuk membangun
ekonomi bangsa dibutuhkan minimal 2% wirausahawan dari keseluruhan
populasi. Saat ini jumlah wirausaha di Indonesia melonjak tajam dari 0.2%
menjadi 1.56% dari jumlah penduduk1.
Salah satu bidang wirausaha yang telah berkontribusi besar pada negara
yaitu pada sektor agribisnis. Usaha pada sektor agribisnis memiliki banyak potensi
dan kontribusi untuk negara, baik dari jumlah penyerapan tenaga kerja maupun
Produk Domestik Bruto (PDB). Sampai saat ini belum ada data yang
menggambarkan jumlah usaha maupun pekerja dalam bidang agribisnis secara
keseluruhan. Namun, potensi dari agribisnis dapat terlihat dari besarnya data di
sektor pertanian. Menurut (BPS) tahun 2013 tercatat bahwa 14.8% PDB Indonesia
didapatkan dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Menurut
1

http://archive.bisnis.com/articles/jumlah-wirausaha-ri-naik-jadi-1-56-percent [diakses 2013 Mar
23]

2

data dari Departemen Pertanian tahun 2012, menunjukkan jumlah perusahaan
pertanian sebanyak 7 229 usaha meliputi 65 perusahaan di subsektor tanaman
pangan, 322 perusahaan hortikultura, 1 877 perusahaan perkebunan, 2 408
perusahaan peternakan, 1 791 perusahaan perikanan, dan 799 perusahaan
kehutanan2.
Pengembangan usaha agribisnis skala kecil sangat penting dan strategis.
Saat ini terdapat lebih dari 32 juta usaha kecil dengan volume usaha kurang dari 2
miliar rupiah per tahun dan 90% diantaranya adalah usaha kecil dengan volume
usaha kurang dari 50 juta rupiah per tahun. Sebanyak 21.3 juta unit usaha dari
90% usaha kecil adalah usaha rumah tangga yang bergerak di sektor pertanian.
Apabila disertakan dengan keluarganya, maka jumlah pengusaha kecil dengan
anggota rumah tangganya dapat mencapai 80% dari total penduduk Indonesia
(Saragih 2010). Oleh sebab itu, sangat diperlukan wirausaha agribisnis dalam
upaya pemanfaatan sumber daya yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan
memanfaatkan peluang usaha agribisnis yang masih terbuka lebar.
Wirausaha agribisnis adalah wirausaha yang bekerja baik pada sektor
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, pariwisata
maupun kehutanan. Wirausaha ini tidak hanya dibatasi pada subsistem budidaya,
namun dapat mencakup usaha dalam subsitem penyediaan bahan baku sampai
pengolahan hasil pertanian. Burhanuddin (2010) menyebutkan bahwa wirausaha
(entrepreneur) diartikan sebagai inovator dan penggerak pembangunan3. Bahkan,
seorang wirausaha adalah katalis yang agresif untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi. Didukung dengan potensi pertanian yang sangat besar, maka wirausaha
agribisnis memiliki posisi yang kuat dalam pertumbuhan ekonomi.
Seorang wirausaha dituntut untuk dapat menerapkan berbagai strategi dalam
menjalankan usahanya dan sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Salah satu
karakter wirausaha yang akan berpengaruh terhadap pengambilan strategi maupun
kebijakan usaha agribisnis adalah kepemimpinan. Sosok wirausaha tidak dapat
dilepaskan dari sosok pemimpin karena untuk dapat menjadi wirausaha yang baik
seseorang harus memiliki kepemimpinan yang baik pula. Jika seseorang mampu
memimpin berlangsungnya usaha maka seseorang tersebut dapat memiliki
peluang menjadi seorang wirausaha yang sukses. Pada dasarnya kepemimpinan
merupakan dorongan untuk selalu berbuat lebih, sehingga kepemimpinan dalam
diri seorang wirausaha agribisnis akan sangat memengaruhi tindakan yang selalu
berbuat lebih banyak dibandingkan dengan orang pada umumnya.
Kepemimpinan memiliki pengaruh besar dan penting dalam kesiapan
organisasi bisnis menghadapi perubahan serta mencapai keberhasilan usaha.
Selain itu, kepemimpinan juga akan menunjukkan bagaimana cara seseorang
dalam membawa lingkungannya untuk meraih tujuan yang diinginkan.
Kepemimpinan seorang wirausaha akan menunjukkan kemana usaha akan
dijalankan dan menentukan seberapa lama usaha tersebut akan berjalan dalam
menghadapi permasalahan. Sebagai usaha yang banyak berdiri pada skala usaha
kecil, peran kepemimpinan wirausaha agribisnis memiliki posisi penting.
Meskipun hanya bergerak dalam lingkup yang kecil, wirausaha agribisnis telah
mampu membuka lapangan pekerjaan serta menyumbang pendapatan bagi negara.
2

http: //ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/246-updating
direktori-perusahaan-pertanian.html [diakses 2013 Des 11]
3
http:// burhan.staff.ipb.ac.id/ [diakses 2013 Mei 24]

3

Kepemimpinan diperlukan dalam mengembangkan sistem agribisnis untuk
mengintegrasikannya sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh sehingga mampu
menghadapi dan mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan (Maarif 1999).
Menjadi seorang pemimpin juga merupakan transisi peran yang penting pada
wirausaha untuk bersedia dan mampu merangkul orang-orang disekitarnya serta
perlu terus melakukan proses pengembangan.
Dibalik pentingnya arti kepemimpinan pada sosok wirausaha,
kepemimpinan sering menjadi salah satu penyebab besarnya kegagalan dalam
usaha. Seperti yang dikutip dari Departemen Agribisnis (2004), beberapa hal yang
menjadi faktor penentu kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis diantaranya: 1)
tidak adanya strategi yang jelas, 2) diterapkan atau tidaknya good coorporate
governance, 3) kecukupan pendanaan, 4) adanya rencana bisnis, 5) adanya
kerjasama yang baik antar staf dalam bisnis tersebut, 6) masalah kepemimpinan
atau pelaksanaan, dan 7) masalah waktu yang tepat. Usaha kelompok kecil seperti
kelompok tani, gabungan kelompok tani, usaha kecil menengah sampai usaha
skala besar pun sering mengalamai kegagalan usaha karena kurangnya sikap
kepemimpinan yang baik pada wirausaha. Hal ini dapat disebabkan karena moral
hazard maupun tidak adanya pembelajaran yang berkelanjutan yang dilakukan
oleh pemimpin untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam memimpin usaha
agribisnis. Seorang pemimpin harus terus belajar karena lingkungan akan selalu
berubah. Pemimpin harus dapat menyadari perubahan yang terjadi di lingkungan
maupun dalam perilaku yang ada di sekitarnya. Pembelajaran yang dilakukan
harus mengikuti kedinamisan lingkungan baik dalam hal teknis maupun sikap
kepemimpinan. Hal ini bukan hanya untuk meningkatkan peluang suksesnya
sebuah usaha namun juga menambah semangat kerja serta solidaritas antara
pemimpin dengan karyawan.
Pentingnya melakukan pembelajaran mengenai kepemimpinan sering tidak
disadari oleh wirausaha itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan pembahasan maupun
penelitian mengenai pembelajaran kepemimpinan jarang dilakukan. Penelitian
mengenai kepemimpinan yang sering dilakukan berkisar antara teori
kepemimpinan dan karakteristiknya dan dihubungkan dengan pekerja atau orang
lain. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam tentang pandangan
dan pengalaman yang membentuk kepemimpinan itu sendiri dari perspektif
pemimpin (Kempster dan Cope 2010). Melihat hal tersebut, penelitian ini akan
mengeksplorasi bagaimana wirausaha di sektor agribisnis belajar untuk memimpin
usaha mereka.

Perumusan Masalah
Usaha pada sektor agribisnis memiliki karakteristik yang berbeda jika
dibandingkan dengan usaha di sektor lain terutama jika dikaitkan dengan
karakteristik komoditi pertanian yang voluminous, bulky, perishable, penawaran
produk kecil, ketidakseragaman, dan ketergantungan pada alam. Sektor agribisnis
didominasi oleh petani kecil yang masih sulit untuk berkembang secara
keseluruhan. Banyaknya tantangan yang terdapat pada sektor agribisnis tersebut,
menimbulkan kebutuhan akan sosok wirausaha yang dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan sektor agribisnis dan bertahan dalam era liberalisasi.

4

Kepemimpinan menjadi salah satu karakteristik yang berpengaruh terhadap
wirausaha. Kemampuan memimpin sangat penting bagi seorang wirausaha karena
salah satu peran wirausaha adalah memimpin pegawainya mencapai visi misi
perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan (Astamoen 2005). Penelitianpenelitian mengenai kepemimpinan dan kewirausahaan yang telah dilakukan lebih
banyak mengidentifikasi ciri-ciri kepribadian yang membedakan antara keduanya.
Penelitian yang telah banyak dilakukan sebelumnya lebih melihat mengenai
perilaku yang pemimpin lakukan namun tidak mengidentifikasi siapa mereka dan
mengkajinya sebagai proses sosial yang berpengaruh dalam konteks tertentu,
sehingga dalam penelitian-penelitian tersebut kurang menekankan terhadap
individu tertentu dan lebih mengarah pada interaksi antar individu dalam
lingkungan tertentu. Namun pada kenyataannya, pembelajaran kepemimpinan
wirausaha juga sangat menarik untuk dipelajari. Kepemimpinan seorang
wirausaha akan mengalami proses yang berbeda dengan kepemimpinan yang
dilakukan seorang manajer dalam sebuah perusahaan ataupun organisasi lain,
terutama apabila dikaitkan dengan pentingnya posisi wirausaha agribisnis dalam
kemajuan ekonomi.
Selama seorang wirausaha menduduki kursi kepemilikan dan kepemimpinan
sebuah usaha Ia harus selalu belajar mengenai bagaimana dapat memimpin
usahanya dengan baik. Pembelajaran mengenai kepemimpinan oleh wirausaha
agribisnis harus dilakukan secara berkelanjutan. Selain untuk meningkatkan
peluang suksesnya sebuah usaha namun juga menambah semangat kerja dan
solidaritas antara pemimpin dengan karyawan. Proses belajar seorang wirausaha
agribisnis terhadap kepemimpinan dapat dilakukan secara sadar maupun tidak,
bergantung pada bagaimana wirausaha agribisnis tersebut memandang arti dari
kepemimpinan itu sendiri. Namun, bagi wirausaha sukses yang telah mencapai
keberhasilan usaha selama jangka waktu tertentu tentu melakukan pembelajaran
kepemimpinan dilakukan secara terus menerus baik sadar maupun tidak. Masih
terdapat banyak ruang untuk dilakukannya penelitian untuk mengembangkan dan
menyoroti pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis di Indonesia.
Manfaat yang sangat besar dapat diperoleh dengan melakukan penelitian
bagaimana wirausaha dapat tumbuh menjadi pemimpin, baik untuk memotivasi
calon wirausaha agribisnis maupun mengembangkan potensi kepemimpinan
wirausaha agribisnis.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu mengeksplorasi pengalaman yang membentuk
pembelajaran kepemimpinan wirausaha agribisnis.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi mengenai
pembelajaran kepemimpinan yang dialami oleh wirausaha agribisnis dan dapat
digunakan sebagai bahan masukan bagi penelitian-penelitian tentang
kepemimpinan pada masa yang akan datang. Selain itu, penelitian ini dapat

5

digunakan sebagai acuan wirausaha agribisnis yang baru dan berkembang untuk
dapat meningkatkan jiwa kepemimpinan wirausahanya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini secara keseluruhan adalah mengeksplorasi
pembelajaran kepemimpinan yang dialami oleh wirausaha agribisnis. Penelitian
ini tidak mengkaji bagaimana wirausaha agribisnis tersebut menjalankan fungsi
kepemimpinannya. Penelitian ini hanya melakukan analisis sederhana dengan
mendeskripsikan hasil indepth interview yang dilakukan dengan responden.
Penelitian ini hanya dihubungkan dengan wirausaha agribisnis. Pada penelitian ini
tidak dilakukan pengujian atau pembentukan terhadap teori apapun dan hanya
membandingkan dengan teori yang telah ada. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat proses pembelajaran kepemimpinan wirausaha dari perspektif pemimpin
secara mendalam. Pada pembahasannya, penelitian ini tidak menguji validitas
jawaban dari para responden dan tidak melahirkan model maupun teori mengenai
kepemimpinan.

TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan Kepemimpinan dan Kewirausahaan
Penelitian berupa hal-hal umum antara hubungan konsep kepemimpinan
dengan kewirausahaan telah banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang
menghubungkan karakter wirausaha dengan kepemimpinan, seperti yang terdapat
dalam Wiryasaputra (2004) dalam Suryana dan Bayu (2010) menyatakan bahwa
ada 10 sikap dasar (karakter) wirausaha yaitu visioner, bersikap positif, percaya
diri, asli, berpusat pada tujuan, tahan uji, siap menghadapi risiko, kreatif
menangkap peluang, menjadi pesaing yang baik dan pemimpin yang demokratis.
Meredith (2005) juga menyatakan bahwa ciri-ciri dan karakteristik dari wirausaha
memiliki kesamaan antara percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambil
risiko, kepemimpinan, keorisinilan, dan berorientasi ke masa depan (Suryana dan
Bayu 2010).
Wirausaha yang sukses tidak hanya membutuhkan kualitas hidup seperti
yang dijelaskan di atas, namun juga memiliki kemampuan keterampilan
manajerial, keterampilan konseptual, keterampilan memahami, berkomunikasi,
berelasi dan keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan.
Keterampilan-keterampilan tersebut tidak lain adalah keterampilan dalam sikap
kepemimpinan. Singkatnya, Peren (2000) menyatakan “bahwa pada tingkat akal
sehat dapat dianggap bahwa seorang wirausaha melakukan kegiatan pemimpin
dan seorang pemimpin membutuhkan bakat wirausaha” (Kempster and Cope
2010).
Banyak ilmuwan yang meneliti dan mengemukakan berbagai kualitas
unggul dan sifat-sifat utama yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Misalnya
Ia harus memiliki inteligensi tinggi, mampu mengambil kebijaksanaan yang tepat,
mempunyai rasa humor, mampu memikul tanggung jawab dan seterusnya. Namun,

6

sifat-sifat tersebut merupakan gambaran pemimpin ideal yang diharapkan dan
diinginkan, sedangkan pada nyatanya sifat-sifat unggul tersebut jarang ditemukan
terdapat pada seseorang secara komplit. R.F Tredgold dalam bukunya Human
Relation in Modern Industry menyatakan bahwa kualitas-kualitas unggul tersebut
justru banyak tidak dimiliki oleh pemimpin yang paling sukses sekalipun.
Berbagai kalangan telah mencoba meningkatkan jumlah wirausaha di
Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan yaitu mengadakan pelatihan maupun
pendidikan mengenai kewirausahaan. Pelatihan dan pendidikan baik secara formal
maupun nonformal dilakukan untuk melatih pimpinan perusahaan maupun pada
kalangan karyawan. Namun, hasilnya tidak seperti yang dibayangkan. Hal ini
disebabkan pemikiran yang ada bahwa wirausaha cukup memiliki semangat dan
kemampuan teknis saja. Pada kenyataannya 2 hal ini tidak mencukupi karena hal
lain yang dibutuhkan yaitu kedisiplinan dan kepemimpinan. Oleh karena itu,
disamping memiliki kemampuan dan keahlian, seorang wirausaha juga memiliki
kualitas memimpin yang tinggi (Susanto 2002). Menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Buswari et al. (2004) pada Industri Keramik di Kota Malang
menunjukkan bahwa kelompok pengusaha dengan nilai pribadi wirausaha yang
menggunakan strategi proaktif memiliki kinerja yang lebih baik dari kelompok
pengusaha dengan nilai pribadi konservatif yang menggunakan strategi reaktif.
Hal ini memberikan arti bahwa pengusaha seharusnya berani mengambil risiko,
memiliki kemampuan dan kerja keras, menghasilkan produktivitas lebih tinggi,
tingkat keuntungan relatif lebih besar, biaya produksi relatif rendah dan lebih
banyak menciptakan lapangan pekerjaan atau dengan kata lain, pengusaha juga
harus memiliki kemampuan dan dorongan seperti pemimpin.

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha
Kepemimpinan yang dimiliki seorang pemimpin merupakan ciri bawaan
psikologis yang dibawa sejak lahir, khusus ada pada dirinya, dan tidak dimiliki
orang lain sehingga dia disebut sebagai born leader (dilahirkan sebagai
pemimpin). Oleh sebab itu, sifat-sifat kepemimpinannya tidak perlu diajarkan
pada dirinya juga tidak bisa ditiru oleh orang lain. Pribadi pemimpin born leader
dianggap memiliki kepribadian yang unik dengan teknik dan cara-cara memimpin
yang istimewa sehingga tidak bisa ditiru oleh orang lain. Maka dari itu, tidak
diperlukan teori dan ilmu kepemimpinan dan pemimpin tidak memerlukan
pelatihan dan pendidikan sebelumnya.
Namun, pandangan seperti itu pada zaman modern ini telah banyak
ditinggalkan. Saat ini banyak usaha yang beroperasi secara kooperatif dan
membutuhkan pemimpin dan kepemimpinan. Saat ini tumbuh ilmu kepemimpinan,
yang pemimpin dipersiapkan, dilatih, dan dibentuk secara berencana serta
sistematis. Pemimpin diberikan pelatihan dan pendidikan khusus membiasakan
diri bertingkah laku menurut pola-pola tertentu sehingga dapat membawa
kelompok yang dipimpinnya ke tujuan yang ingin dicapai. Kepemimpinan tidak
lagi didasarkan pada bakat dan pengalaman saja (Moeljono 2003).
Pelatihan dan pendidikan sebagai cara mendidik telah diterapkan oleh Santra
(2009) dalam penelitiannya mengenai apakah competency based training (CBT)
dapat membangun kompetensi yang dibutuhkan dalam berwirausaha. Santra

7

menggunakan metode ex post pacto untuk membandingkan perubahan kompetensi
mahasiswa yang diberikan dan tidak diberikan CBT. Hasilnya, implementasi
model CBT dalam mata kuliah kewirausahaan menjadikan mahasiswa menguasai
kompetensi personal, situasi strategik, dan bisnis. Penguasaan terhadap ketiga
kompetensi ini akan memengaruhi kualitas rencana bisnis dan kualitas usaha riil.
Seperti yang diungkapkan Bernman (2005) dalam penelitian Santra (2009)
tersebut membagi kompetensi menjadi 2 yaitu: (1) Unit kompetensi yaitu
sekelompok tugas yang menjadikan sebuah pekerjaan dan (2) Elemen kompetensi
yaitu tugas yang dikerjakan dalam setiap fungsi pekerjaan tersebut. Pada
penelitian tersebut juga (Munaishece dan Paputungan 2003), setiap kompetensi
dapat dicapai melalui beberapa jalur pendidikan dan pengembangan; pengalaman
hidup, pendidikan formal, on the job training, otodidak, serta program pelatihan
dan pengembangan. Menurut Santra (2009), kegiatan-kegiatan tersebut dapat
menghasilkan kemampuan dan peningkatan kompetensi seseorang melalui proses
metode pengajar maupun para wirausaha yang telah berhasil.
Penelitian serupa mengenai pendidikan kewirausahaan juga dilakukan oleh
Setianingsih et al. pada mahasiswa Pascasarjana Universitas Jember angkatan
2010/2011 mengenai pengaruh mata kuliah kewirausahaan terhadap minat
berwirausaha. Hasil penelitian ini yaitu bahwa implementasi mata kuliah
kewirausahaan berpengaruh signifikan terhadap variabel minat berwirausaha.
Pemahaman terhadap mata kuliah kewirausahaan memicu mahasiswa untuk
menerapkannya sehingga dapat menumbuhkan minat berwirausaha.
Salah satu rekomendasi strategi pengembangan UKM di Bantul yang
dilakukan oleh Sriyana (2010) yaitu pengembangan sumber daya manusia.
Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap usaha termasuk juga
di sektor usaha kecil. Keberhasilan industri skala kecil untuk menembus pasar
global atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh
kemampuan pelaku-pelaku dalam industri kecil tersebut untuk mengembangkan
produknya sehingga dapat tetap eksis. Oleh karena itu, dalam pengembangan
usaha kecil dan menengah pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM
baik dalam aspek kewiraswastaan, administrasi, dan pengetahuan serta
keterampilan dalam pengembangan usaha. Peningkatan SDM dilakukan melalui
berbagai cara seperti pendidikan dan pelatihan, seminar dan lokakarya, on the job
training, pemagangan, dan kerja sama usaha. Selain itu juga perlu diberi
kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktikkan
teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
Kewirausahaan agribisnis berpengaruh terhadap identifikasi peluang,
menciptakan inovasi, dan menumbuhkembangkan perusahaan. Hasil studi AGRIMASS menunjukkan bahwa pemimpin atau manajer agribisnis di Amerika Serikat,
Kanada dan Australia sepakat tentang pentingnya karakteristik-karakteristik kunci
dalam kategori antarpersonal. Karakteristik-karakteristik kunci tersebut adalah
motivasi diri, sikap yang positif terhadap pekerjaan, bekerja tanpa supervisi, moral
yang tinggi, standar etika, kemampuan bekerja secara tim, percaya diri dan
loyalitas kepada perusahaan. Karakteristik-karakteristik tersebut merupakan ciriciri pemimpin yang memiliki jiwa wirausaha yang dapat meningkatkan efisiensi,
produktivitas dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang
makin bersaing (Daryanto 2007). Studi tersebut juga menghasilkan wacana bahwa
dalam pengembangan kurikulum dalam bidang manajemen agribisnis harus

8

memasukkan komponen-komponen manajemen fungsional seperti pemasaran,
akutansi dan keuangan, manajemen, dan lain-lain kepada mahasiswa sebagai
calon manajer agribisnis di masa yang akan datang.
Proses pembentukan karakter seorang wirausaha seperti dikutip dalam
Suryana dan Bayu (2010) bahwa karakter tidak bisa dikembangkan di (dalam)
kesenangan dan ketenteraman. Hanya melalui pengalaman percobaan dan
penderitaan jiwa yang dapat diperkuat, visi dibersihkan, ambisi diilhami dan
sukses dicapai. Proses membangun karakter memerlukan disiplin tinggi karena
tidak pernah mudah dan seketika atau instan. Unsur pokok dalam pengembangan
kewirausahaan adalah kemauan (percaya diri, kerja sama, dan hormat),
kemampuan (komunikasi dan profesional) dan kesempatan (bekerja keras dan
mau belajar). Hal tersebut akhirnya dapat memperkenalkan apa, siapa, untuk apa,
dan bagaimana caranya wirausaha dan kewirausahaan itu. Selain itu, sifat-sifat
kepemimpinan harus dikembangkan sendiri karena sifat ini berbeda-beda setiap
orang. Perbaikan dapat dilakukan dengan menentukan kadar kemampuan
kepemimpinan dan tidak meniru secara buta seorang pemimpin lain. Situasi untuk
meningkatkan kepemimpinan dapat ditemui dalam kegiatan sehari-hari seperti
dalam pergaulan pemimpin dengan karyawan. Wirausaha adalah individu-individu
yang telah mengembangkan gaya kepemimpinan mereka sendiri. Cara yang baik
untuk mempraktikkan keterampilan kepemimpinan adalah dengan menyadari
adanya peluang untuk menunjukkan kemampuan kita memimpin dalam kegiatan
sehari-hari.
Salah satu kemampuan wirausaha yang dapat berhasil dalam mengelola
keberlangsungan bisnisnya yaitu apabila pemilik usaha dan karyawan memiliki
keterampilan yang dapat dimanfaatkan dalam menjalankan usaha. Untuk
memperoleh kesuksesan dalam bisnis, tidak cukup hanya bermodalkan ambisi,
tujuan serta dorongan dan jiwa bersaing saja tetapi masih dibutuhkan adanya
kemampuan teknik, manajerial, dan pengalaman untuk menciptakan aktivitas yang
sesuai bagi perjalanan bisnis. Terlebih untuk bisnis yang bersifat teknis dan rumit
diperlukan keterampilan yang lebih spesifik, yang hanya bisa diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
Penelitian terdahulu belum banyak yang mempelajari mengenai proses
pembelajaran kepemimpinan pada wirausaha terutama wirausaha agribisnis.
Gupta (2004) menyatakan banyak penelitian berusaha untuk mendefinisikan
atribut dari kepemimpinan kewirausahaan, namun tidak menyelidiki bahkan
menjawab apakah kemampuan kepemimpinan dapat dipelajari atau didapatkan
dari waktu ke waktu (Kempster dan Cope 2010). Penelitian mengenai bagaimana
seorang pemimpin dapat memimpin dilakukan oleh Kempster (2006) dalam
Leadership Learning Through Lived Experience: A Process of Apprenticeship.
Penelitian tersebut menggunakan responden sebanyak 6 orang untuk mengetahui
pengaruh praktik dalam pekerjaan terhadap kepemimpinan. Hasil dari penelitian
tersebut yaitu bahwa kepemimpinan wirausaha dapat dipelajari dengan interaksi
sosial dalam praktik pekerjaan. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan menurut
Stogdil dalam Chemers (2000) bahwa seseorang tidak menjadi pemimpin melalui
pemikiran kombinasi sifat-sifat saja tetapi juga karakteristik aktivitas dan yang
berhubungan dengan pengikut serta pencapaian tujuan organisasi, termasuk
mengenali peranan kultur dalam keluarga dan masyarakat.

9

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kewirausahaan dan Wirausaha
Objek dari penelitian ini adalah wirausaha agribisnis. Wirausaha identik
dengan keberanian akan risiko. Seperti yang diungkapkan oleh Zimmerer et al.
(2008) bahwa wirausaha adalah seseorang yang menciptakan bisnis baru dengan
mengambil risiko dan ketidakpastian demi mencapai keuntungan dan
pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi berbagai peluang penting dan
menggabungkan sumber daya yang diperlukan untuk mengoptimalisasikan
sumber daya-sumber daya itu. Selain itu, Susanto (2002) juga menyatakan bahwa
wirausaha adalah orang yang mempunyai tenaga, keinginan untuk terlibat dalam
petualangan inovatif, kemauan untuk menerima tanggung jawab pribadi dalam
mewujudkan suatu peristiwa dengan cara yang mereka pilih dan keinginan
berprestasi yang sangat tinggi, bersikap optimis, dan kepercayaan terhadap masa
depan.
Wirausaha merupakan pihak yang bebas dan mampu hidup mandiri dalam
menjalankan kegiatan usaha. Seperti halnya Longenecker et al. (2001)
menyatakan bahwa wirausaha adalah seorang pembuat keputusan yang membantu
terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang besar, Winardi (2008)
mendefinisikan wirausaha sebagai pelaku perubahan yang mentransformasikan
sumber daya -sumber daya menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang bermanfaat
dan seringkali hal tersebut menciptakan keadaan yang menyebabkan timbulnya
pertumbuhan industrial. Secara keseluruhan, Hubeis (1997) menyatakan
pengusaha harus melakukan pengembangan usaha melalui kiat-kiat dalam
mengindra dan mengidentifikasi peluang bisnis dan mengarah pada penciptaan
pasar, pengorganisasian dan penggerakkan berbagai sumber daya untuk
mengoperasionalkan berbagai peluang bisnis dan mendayagunakan potensi
sumber daya manusia yang ada di lingkungan perusahaan dengan menerapkan
azas kebersamaan dan etika bisnis yang sehat. Seorang wirausaha akan selalu
mencari peluang untuk berkreasi dengan sumber daya di sekitarnya untuk
meningkatkan usaha dan kehidupannya.
Pengertian tersebut menyimpulkan bahwa wirausaha adalah seseorang yang
berani mengambil risiko serta inovatif dalam menerima tanggung jawab,
mendirikan dan mengelola usahanya sendiri dengan memanfaatkan sumber daya
yang ada. Wirausaha bukan hanya memanfaatkan sumber daya alam secara
optimal, namun juga sumber daya manusia. Niat untuk membangun wirausaha
sebetulnya dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
1. Ingin membuka lapangan pekerjaan.
2. Ingin mendapatkan penghasilan yang lebih baik.
3. Ingin mengekspresikan kemampuan diri.
4. Ingin mendapatkan kebebasan.
Longenecker et al. (2001) mengelompokkan wirausaha menjadi 3 kategori
yaitu founders (pendiri perusahaan), general managers, dan franchisee. Founders
atau pendiri perusahaan dipertimbangkan sebagai wirausaha murni. Pendiri
perusahaan dapat berupa investor, pekerja, atau pelaku usaha sendiri. Ketika

10

bertindak seorang diri atau bagian dari suatu grup, pendiri perusahaan membawa
perusahaan menjadi nyata dengan melakukan survei di pasar, mencari dana, dan
memberikan fasilitas yang diperlukan. General managers yaitu anggota generasi
kedua atau wirausaha lain yang bertindak sebagai administrator bisnis yang
membeli atau mendanai suatu perusahaan. Lain hal dengan franchisee, yaitu
wirausaha yang memiliki keterbatasan dalam tingkat kebebasannya karena
tuntutan yang diberikan dalam hubungan kontrak kerja dengan organisasi yang
bergerak di bidang franchisee.
Smith dalam Longenecker et al. (2001) menggolongkan wirausaha menjadi
wirausaha artisan dan wirausaha oportunistis. Wirausaha artisan adalah wirausaha
yang menjalankan bisnisnya dengan keahlian teknis sebagai modal utama dan
sedikit pengetahuan bisnis. Sebaliknya, wirausaha oportunistis adalah wirausaha
yang memulai suatu bisnis dengan keahlian manajemen yang rumit dan
pengetahuan teknis.
Adapun kewirausahaan diartikan sebagai kemauan kuat untuk berkarya
dengan semangat mandiri, maupun membuat keputusan yang tepat dan berani
mengambil risiko, kreatif dan inovatif, tekun, teliti dan produktif, berkarya dengan
semangat kebersamaan dan etika bisnis yang sehat (Hubeis 1997). Menurutnya,
kewirausahaan dapat ditimbulkan dari berbagai latar belakang pendidikan,
lingkungan keluarga dan pengalaman kerja, yang dicirikan oleh adanya
sentuhan/jiwa kewirausahaan, latar belakang dan ciri-ciri wirausaha (lingkungan
keluarga, pendidikan, kepribadian, umur dan sejarah pekerjaan), motivasi serta
peranan model dan sistem pendukung (kerangka kerja pendukung moral dan
profesional).
Kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship
berasal dari bahasa Perancis yang diterjemahkan secara harfiah adalah perantara.
Secara lebih luas kewirausahaan didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu
yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan waktu yang diperlukan,
menanggung risiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta
menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Suryana (2003) memberikan 6
konsep penting kewirausahaan, yaitu:
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang
dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat,
proses, dan hasil bisnis (Sanusi 1994).
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda (Drucker 1959).
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi
dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang memperbaiki
kehidupan (Zimmerer 1996).
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu
usaha dan perkembangan usaha (Prawiro 1997).
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang
baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat memberi nilai lebih.
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda
untuk memenangkan persaingan.
Pada proses pengembangan kewirausahaan secara nyata, seorang wirausaha
akan menemui berbagai permasalahan pada bidang usaha teknologi produksi,

11

letak perusahaan, bentuk perusahaan, pemasaran hasil produksi, pembelajaran dan
lain-lain. Penanganan dari hal yang dikemukakan dapat ditangani dengan
pendekatan cara tradisional (magang dengan kerja purna waktu kepada pengusaha
yang sukses/maju, magang dari strata pekerja hingga pimpinan di lingkungan
keluarga pengusaha yang dilengkapi dengan dukungan permodalan dan magang di
lingkungan kerja tertentu yang memungkinkan alih profesi) dan cara modern (pola
inkubator, pola waralaba, pola kemitraan, pola PUMK, pola penumbuhan
kewirausahaan dan pola terpadu) (Hubeis 1997).
Karakteristik Wirausaha
Karakter mengandung pengertian: (1) suatu kualitas positif yang dimiliki
seseorang, sehingga membuatnya menarik dan atraktif, (2) reputasi seseorang, (3)
seseorang yang memiliki kepribadian yang eksentrik. Karakter dalam kamus
Poerwadarminta diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter wirausaha
dapat digolongkan ke dalam 5 golongan besar yaitu motivasi, orientasi ke depan,
memiliki jaringan usaha yang luas, memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggap dan
kreatif menghadapi perubahan (Suryana dan Bayu 2010). Zimmerer et al. (2008)
menyebutkan bahwa karakteristik wirausaha yaitu hasrat akan tanggung jawab,
lebih menyukai risiko menengah, meyakini kemampuannya untuk sukses, hasrat
untuk mendapatkan umpan balik yang sifatnya segera, tingkat energi yang tinggi,
orientasi masa depan, keterampilan organisasi, menilai prestasi lebih tinggi
daripada uang, komitmen yang tinggi, toleransi terhadap ambiguitas, dan
fleksibilitas.
Sikap mental harus dimiliki oleh seorang pengusaha agribisnis. Sikap
mental yang harus dipersiapkan jika seseorang akan melakukan kegiatan
agribisnis antara lain percaya diri, memiliki motivasi, berani untuk mencoba, tidak
mudah putus asa, sadar terhadap proses pembelajaran, toleran terhadap
ketidakpastian, inovatif, dan kepemimpinan yang bijaksana. Selain hal tersebut,
Longenecker et al. (2001) menyebutkan karakteristik wirausaha yang terdiri atas
kebutuhan akan keberhasilan, keinginan untuk mengambil risiko, percaya diri, dan
keinginan kuat untuk berbisnis. Winardi (2008) menyebutkan karakteristik tipikal
wirausaha antara lain mencakup:
1. Lokus pengendalian internal
Para wirausaha beranggapan bahwa mereka berkemampuan untuk
mengendalikan nasib mereka sendiri, mereka mampu mengarahkan diri
mereka dan menyukai otonomi.
2. Tingkat energi tinggi
Para wirausaha merupakan manusia yang persisten, yang bersedia
bekerja keras, dan mereka bersedia untuk berupaya ekstra untuk meraih
keberhasilan.
3. Kebutuhan tinggi akan prestasi
Para wirausaha termotivasi untuk bertindak secara individual untuk
melaksanakan pencapaian tujuan-tujuan yang menantang.
4. Toleransi terhadap ambiguitas
Para wirausaha merupakan manusia yang bersedia menerima risiko,
mereka menoleransi situasi-situasi yang menunjukkan tingkat
ketidakpastian tinggi.

12

5. Kepercayaan diri
Para wirausaha merasa diri kompeten dan mereka yakin akan diri mereka
sendiri dan mereka bersedia mengambil keputusan-keputusan.
6. Berorientasi pada tindakan
Para wirausaha berupaya agar mereka bertindak mendahului munculnya
masalah-masalah, mereka ingin menyelesaikan tugas-tugas mereka
secepat mungkin dan mereka tidak bersedia menghamburkan waktu yang
berharga.
Seorang wirausaha tidak selalu dapat menjalani usahanya dengan lancar.
Terdapat beberapa ciri wirausaha yang berhasil dan gagal dalam menjalani usaha.
Ciri-ciri para wirausaha yang berhasil menurut Hornaday (1982) dalam Winardi
(2008) yaitu:
1. Kepercayaan pada diri sendiri.
2. Penuh energi dan bekerja dengan cermat.
3. Kemampuan menerima risiko yang diperhitungkan.
4. Memiliki kreativitas.
5. Memiliki fleksibilitas.
6. Memiliki reaksi positif terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi.
7. Memiliki jiwa dinamis dan kepemimpinan.
8. Memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang-orang
Ciri wirausaha yang berhasil menurut Hubeis (1997) sekurang-kurangnya
dapat dicirikan dari hal seperti motivasi untuk maju (driving force), kekuatan
mental (mental ability), kemampuan menjalin hubungan antar manusia (human
relation ability), kemampuan berkomunikasi (communication ability) dan
pengetahuan teknis (technical knowledge). Menurut Zimmerer et al., faktor
penyebab gagalnya wirausaha dalam menjalankan usaha baru yaitu:
1. Tidak kompeten dalam manajerial.
2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan mengoordinasikan,
keterampilan mengelola sumber daya manusia maupun kemampuan
mengintegrasikan operasi perusahaan.
3. Kurang mampu mengendalikan keuangan.
4. Gagal dalam perencanaan sebagai titik awal dari suatu kegiatan.
5. Lokasi yang kurang memadai.
6. Kurangnya pengawasan peralatan yang berhubungan dengan efisiensi
dan efektivitas.
7. Sikap yang kurang bersungguh-sungguh dalam berusaha.
8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/transisi kewirausahaan.
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan, proses, atau fungsi yang digunakan
dalam memengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Fahmi (2011) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan
seseorang menjadi pemimpin, yaitu tradisi/warisan, kekuatan pribadi baik karena
alasan fisik maupun kecakapan, pengangkatan atasan, dan pemilihan. Pada
penyebab-penyebab tersebut, posisi yang paling riskan adalah tradisi/warisan. Hal
ini disebabkan kepemimpinan yang didapatkan bukan karena hasil pengayaan diri
sendiri namun karena hubungan darah atau keturunan. Kartono (2006)

13

menyebutkan terdapat 3 teori yang menonjol dalam menjelaskan kemunculan
pemimpin, yaitu:
1. Teori genetis menyatakan sebagai berikut:
 Pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat
bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya.
 Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin dalam situasi kondisi yang
bagaimana pun juga, yang khusus.
 Menurut filosofi, teori tersebut menganut pandangan deterministis.
2. Teori sosial, menyatakan sebagai berikut:
 Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk, tidak dilahirkan
begitu saja.
 Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan
pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
3. Teori ekologis atau sintesis
Menyatakan bahwa seseorang akan sukses menjadi pimpinan apabila
sejak lahirnya Ia telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan bakatbakat ini sempat dikembangkan melalui pengalaman dan usaha
pendidikan juga sesuai dengan tuntutan lingkungan/ekologisnya.
Bagi sebagian besar, kepemimpinan adalah suatu sikap yang terlihat dalam
ancangan wirausaha terhadap pencapaian tugas-tugasnya. Pemimpin biasanya
bersedia menerima tantangan yang mengandung risiko maupun peluang yang
besar. Seorang pemimpin mengerti tugas keseluruhan yang harus dicapai dan
sering memutuskan cara baru yang inovatif untuk mencapainya. Suryana dan
Bayu (2010) membagi fungsi yang harus disampaikan seorang pemimpin usaha
diantaranya:
1. Koordinasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu menjalin koordinasi
yang baik antar kegiatan dan antar organisasi.
2. Pengarahan, yaitu seorang pemimpin harus mampu memberikan
pengarahan yang benar supaya tidak terjadi penyimpangan dan
keterlambatan terhadap strategi dan kebijakan organisasi yang telah
ditetapkan.
3. Komunikasi, yaitu seorang pemimpin harus mampu berkomunikasi baik
terhadap atasan maupun bawahan.
4. Pelayanan, yaitu seorang pemimpin harus rendah hati dan mampu
memberi pelayanan yang baik dan memuaskan.
Prinsip umum dari kepemimpinan yang baik adalah semakin besar perhatian
pemimpin pada karyawan semakin keras mereka bekerja untuk pemimpin tersebut.
Karakter yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha pada jiwa kepemimpinan
wirausaha yaitu:
1. Keberanian untuk bertindak
Keberanian adalah hakikat wirausaha. Keberanian seseorang dalam
wirausaha yang senantiasa dihadang oleh risiko merupakan wujud dari
keberanian menembus ketidakpastian usaha. Oleh sebab itu, wirausaha
membutuhkan perhitungan yang cermat, hati-hati, dan bersifat antisipatif
terhadap segala kemungkinan timbulnya risiko yang mungkin terjadi.
2. Membangun tim yang baik
Pada upaya mewujudkan komitmen perusahaan mutlak diperlukan
langkah semua karyawan yang dikendalikan oleh pemimpin perusahaan.

14

3.

4.

5.

6.

7.

Kebersamaan karyawan dalam intern perusahaan mencerminkan
keterlibatan dan kontribusi tenaga dan pikiran seluruh karyawan dengan
membentuk tim yang baik sehingga target perusahaan dapat diwujudkan
bersama.
Menjadi pendengar yang baik
Berpikir dan berjiwa besar merupakan ahli dalam menciptakan gambar
yang positif, memandang ke depan, optimis baik dalam pikiran mereka
sendiri maupun orang lain. Untuk berpikir besar kita harus menggunakan
bahasa yang menghasilkan citra atau gambar mental positif dan besar.
Berani mengambil risiko
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko menempatkan salah
satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau
mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Seorang
wirausaha yang berani menanggung risiko ialah orang yang selalu ingin
menjadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.
Having mentor
Kemampuan seorang pemimpin wirausaha dan karyawan mungkin ada
batas dan kekurangannya, oleh karena itu perlu untuk menggunakan
mentor atau orang yang akan membimbing dan membina untuk
mengembangkan usaha baik dalam bidang teknis maupun manajemen
usaha. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi dan merespon adanya
perubahan dan perkembangan teknologi dan preferensi konsumen yang
senantiasa berubah.
Pikiran yang terbuka
Seorang wirausaha yang terbuka terhadap ide baru inilah merupakan
wirausaha yang inovatif dan kreatif yang ditemukan dalam jiwa
kewirausahaan. Pikiran yang luas dan dinamis serta kesediaan untuk
pembaruan, bisa lebih cepat berkembang dalam lapangan industri, tidak
lepas dari suatu latar belakang, pendidikan dan pengalaman perjalanan
yang banyak.
Adanya kepercayaan
Kepercayaan diri merupakan suatu panduan sikap dan keyakinan
seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan dalam praktik. Sikap
dan kepercayaan ini merupakan sikap dan keyakinan untuk memulai,
melakukan dan menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan yang dihadapi.
Seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki
keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai keberhasilan.

Kerangka Pemikiran Operasional
Wirausaha menjadi sosok yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan
sosial. Salah satu karakteristik yang penting pada wirausaha yaitu kepemimpinan.
Ilmu dalam bidang kewirausahaan di Indonesia khususnya telah banyak mengkaji
tentang hubungan kewirausahaan dan kepemimpinan. Namun, selama ini
penelitian-penelitian yang ada masih terbatas pada hubungan antar individu dan
tidak menjelaskan tentang sosok individu tertentu. Salah satu hubungan antara
kepemimpinan dengan kewirausahaan yang masih sedikit dilihat yaitu bagaimana

15

seorang wirausaha belajar untuk memimpin. Pembelajaran menjadi hal yang
penting dilakukan oleh seorang wirausaha dalam memimpin usahanya. Alasan
itulah yang kemudian menarik untuk dikaji sehingga dapat memberikan gambaran
bagaimana seorang wirausaha agribisnis belajar untuk memimpin.
Objek ada penelitian ini yaitu 6 orang wirausaha di Kota Bogor. Indepth
interview yang dilakukan pada responden ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai pandangan dan sejarah wirausaha melalui pengalaman
hidupnya sebelum dan saat memimpin usahanya. Hasil wawancara di lapangan
akan di analisis dengan metode fenomenologi dengan menggunakan analisis teori
induktif. Interpretasi data dilakukan dengan merangkum data yang didapat di
lapangan, mereduksi data yang diperlukan dengan memisahkan dari subyektif
peneliti, dan mengelompokkan data berdasarkan tema yang ditentukan.
Pengelompokkan jawaban yang telah didapatkan dibagi menjadi 3 jenis
penjabaran hasil, informasi deskriptif mengenai pandangan dan pengalaman dari
wirausaha agribisnis, perbandingan antara wirausaha agribisnis dan
menyimpulkan dengan mencocokkan dengan teori yang telah ada. Gambar 1
menunjukkan kerangka pemikiran operasional penelitian ini.
Kepemimpinan sebagai karakteristik
utama wirausaha agribisnis

Proses pembelajaran
kepemimpinan
wirausaha agribisnis

Aspirasi sebagai
pemimpin usaha

Pengalaman
organisasi
sebelumnya

Pembelajaran
kepemimpinan
dalam bisnis dan
lingkungan bisnis

Pengaruh
keluarga

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional penelitian

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara
purposive dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor merupakan daerah yang
sangat potensial untuk dilakukannya usaha agribisnis, baik dari hulu sampai hilir
sehingga dapat banyak ditemukan wirausaha agribisnis untuk dijadikan responden.
Penelitian dilakukan selama bulan Fe