Identification of Genetic Variation D-loop of mtDNA in Indonesian Beef Cattles

IDENTIFIKASI KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA
PADA SAPI POTONG DI INDONESIA

SKRIPSI
SRI RAHAYU

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

i

RINGKASAN
SRI RAHAYU. D14080212. 2012.
Identifikasi Keragaman D-loop DNA
Mitokondria pada Sapi Potong Di Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.
: Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA.

Sapi Bali merupakan salah satu sumber daya genetik asli Indonesia, sumber
daya genetik lain yang dimiliki oleh Indonesia pada ternak sapi yaitu hasil silangan
sapi asli dan sapi luar yang masuk ke Indonesia yang telah menjadi sapi lokal seperti
sapi Madura, Pesisir, Aceh, dan PO. Persilangan/perkembangan jenis sapi tersebut
menyebabkan muncul keragaman genetik dan keterkaitan/hubungan kekerabatan
(filogenetik) pada sapi asli dan sapi lokal Indonesia, termasuk keragaman di DNA
mitokondria (mtDNA) di daerah D-loop. Keragaman pada mtDNA penting untuk
diketahui, yaitu sebagai informasi dasar tentang mtDNA khususnya di daerah D-loop
(data base) pada sapi-sapi Indonesia, mengingat sapi-sapi tersebut sudah diakui oleh
dunia.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sekuen mtDNA daerah D-loop
pada sapi dan mengetahui keragaman daerah D-loop mtDNA pada sapi Bali, Madura,
Pesisir, Aceh dan PO di Indonesia. Tujuan lain yaitu untuk mengetahui hubungan
genetik (filogenetik) antara sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO.
Sampel darah sapi yang digunakan sebanyak 18 sampel yaitu dua sampel dari
sapi Bali yang berasal dari BIB dan empat sampel dari BPTU sapi Bali pulau Bali,
masing-masing dua sampel sapi Madura yang berasal dari Sapudi dan Kabupaten

Sampang, dua sampel sapi Pesisir dari Kabupaten Pesisir Selatan, dua sampel sapi
Aceh dari Kabupaten Aceh Besar, dan masing-masing dua sampel sapi PO yang
berasal dari Kab. Kebumen dan kandang A Fakultas Peternakan IPB. Sampel darah
tersebut diamplifikasi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan dilanjutkan
dengan sekuen. Data sekuen D-loop disejajarkan berganda dengan sekuen acuan Bos
indicus dari GenBank (kode akses AY126697) menggunakan program Clustal W
yang terdapat dalam program MEGA 5.0. Hitungan jarak genetik antara sapi
penelitian menggunakan perhitungan pairwise distance dan analisis filogeni dengan
menggunakan metode bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) dengan 1000 kali
pengulangan.
Hasil PCR pada suhu 60 oC menghasilkan produk amplifikasi sebesar 1145
bp, namun yang dapat dianalisis sepanjang 584 bp. Hasil amplifikasi tersebut
didapatkan sekuen basa nukleotida sebesar 22 bp (GTACATAATATTAATGTAATAA)
sebagai motif ulangan dan ditemukan pada sapi Bali, Madura, dan PO. Motif
ulangan lain sepanjang 22 bp yaitu GTACATAATATTAATGTAATAA juga
ditemukan pada sapi Pesisir, Aceh, Bali 1, dan Bali 2. Hasil analisis D-loop mtDNA
dengan sekuen acuan Bos indicus, menunjukkan bahwa sapi Aceh satu klaster
dengan sapi Pesisir, mempunyai jarak genetik yang lebih dekat dengan sapi Bos
indicus, sedangkan sapi Bali, Madura, dan PO membentuk klaster sendiri yang
memiliki jarak genetik lebih dekat dengan sapi Bali.

Kata-kata kunci : bangsa sapi Indonesia, mtDNA, D-loop, filogenetik

ii

ABSTRACT
Identification of Genetic Variation D-loop of mtDNA in Indonesian Beef Cattles
Rahayu, S., Jakaria, Muladno
Indonesia have indigenouse genetic resources especially in Bali cattle, in addition
there is others local cattle genetic resource which is the cross breeding from
indigenouse cattle and foreign cattle like Madura, Aceh, and Pesisir cattle. The
impact from cross breedingare necessary to know the genealogy and their
relationships (phylogenetic) of the cattle. The aims of this study were to determine
the diversity from the D-loop of mtDNA sequences and phylogenetic relationship
from Bali, Madura, Pesisir, and Aceh cattle through GenBank. A total of 18
sampels from the 6 Bali cattles (Bali island), 4 Madura cattles (Madura island), 2
Pesisir cattles (south Pesisir), 2 Aceh cattles (Aceh Besar), and from 4 PO cattles as
out group were analyzed by Polimerase Chain Reaction (PCR) amplification and
subsequently sequenced. The data were aligned refer to Bos indicus sequences from
GenBank using Cluscal W programme and analyzed by MEGA5 programme. The
result of PCR product of D-loop sequences by 60 oC annealing temperature were

1145 bp length which could be analyzed 584 bp. On the other hand, amplification
nukeotide sequence was 22 bp length as repeat tandem which found in Bali, Madura,
Pesisir, Aceh, and PO cattle. From the D-loop mtDNA analysis indicated that Aceh
cattle had the same cluster as Pesisir cattle which have closer genetic distance to Bos
indicus, on the other hand Bali, Madura and PO cattle had the same cluster in
different group which have closer genetic distance to Bali cattle.
Keywords: Indonesian cattle, DNA, Mitochondrial, D-loop

iii

IDENTIFIKASI KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA
PADA SAPI POTONG DI INDONESIA

SRI RAHAYU
D14080212

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor


DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

iv

Judul

: Identifikasi Keragaman D-Loop DNA Mitokondria pada Sapi
Potong di Indonesia

Nama

: Sri Rahayu

NIM

: D14080212


Menyetujui,

Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Dr. Jakaria, S.Pt., M. Si.)
NIP : 19660105 199303 1 001

(Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA)
NIP : 19610824 198603 1 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP: 19591212 198603 1 004


Tanggal Ujian : 21 Nopember 2012

Tanggal Lulus:

v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Juli 1990 di Banjarnegara.

Penulis

merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H.
Mohammad Sodiq dan Ibu Hj. Sutariyah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SDN 6 Batur.
Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2005 di MTs.
Muhammadiyah Batur, Banjarnegara dan pendidikan menengah atas diselesaikan
pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Bawang, Banjarnegara.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB USMI pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor
Teknologi Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Selama mengikuti
pendidikan, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Himaproter
periode 2010-2011 dan Majalah Peduli Pangan dan Gizi EMULSI periode 20102011, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata
kuliah Genetika Ternak pada tahun 2011-2012. Penulis berkesempatan mengikuti
magang di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Bogor pada tahun 2009 dan Balai
Embrio Ternak (BET) Bogor pada tahun 2010. Penulis pernah lolos dalam PKM
penelitian yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2011.

vi

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabil’alamin,
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, karunia, rizki dan nikmat iman dan Islam yang telah diberikan
sehingga Penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul ”Identifikasi Keragaman D-loop DNA Mitokondria
pada Sapi Potong di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Shalawat dan salam semoga selalu kita curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW.

Sapi Bali merupakan salah satu sumber daya genetik asli Indonesia yang
sudah didomestikasi dan termasuk aset dunia yang sangat bernilai. Indonesia juga
memiliki bangsa-bangsa sapi lokal yang sudah diakui dunia seperti sapi Madura,
Pesisir, Aceh, dan PO. Hingga saat ini informasi genetik sapi asli atau sapi lokal di
Indonesia secara umum masih bersifat parsial terbatas pada salah satu jenis sapi.
Informasi genetik sangat menunjang untuk program pemuliaan sapi Indonesia
terutama dalam upaya pelestarian, pengembangan dan pemanfaatan secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian-penelitian di bidang
ini yaitu dengan melakukan studi keragaman D-loop mtDNA pada sapi asli dan sapi
lokal Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi pedoman dasar
untuk penelitian serupa pada masa yang akan datang. Amin.
Bogor, Desember 2012

Penulis

vii


DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..................................................................................................

ii

ABSTRACT.....................................................................................................

iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................

iv

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................

v

RIWAYAT HIDUP .........................................................................................


vi

KATA PENGANTAR .....................................................................................

vii

DAFTAR ISI....................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL............................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xii

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan ..................................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................

4

Klasifikasi Sapi ....................................................................................
Bangsa Sapi di Indonesia .....................................................................
Sapi Bali ...................................................................................
Sapi Madura .............................................................................
Sapi Pesisir ...............................................................................
Sapi Aceh .................................................................................
Keragaman Genetik .............................................................................
DNA Mitokondria ................................................................................
Kekerabatan Sapi di Indonesia ............................................................

4
4
5
6
6
7
8
9
12

MATERI DAN METODE ...............................................................................

15

Lokasi dan Waktu ................................................................................
Materi ...................................................................................................
Sampel Darah...........................................................................
Alat dan Bahan.........................................................................
Primer DNA Mitokondria Daerah D-loop ...............................
Prosedur ...............................................................................................
Pengambilan Sampel Darah .....................................................
Isolasi DNA .............................................................................
Amplifikasi DNA Mitokondria Daerah D-loop .......................
Elektroforesis ...........................................................................
Perunutan Produk PCR (Sekuensing) ......................................

15
15
15
15
16
16
16
16
17
18
18
viii

Rancangan dan Analisis Data ..............................................................
Jarak Genetik dan Pohon Filogeni ...........................................

18
18

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................

20

Amplifikasi Daerah D-loop .................................................................
Keragaman D-loop ...............................................................................
Komposisi Basa Nukleotida.....................................................
Sekuen Minisatelit ...................................................................
Jarak Genetik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia ..................
Analisis Filogenetik .................................................................

20
22
22
25
27
31

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................

35

Kesimpulan ..........................................................................................
Saran ....................................................................................................

35
35

UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

37

LAMPIRAN .....................................................................................................

42

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia......................................

15

Rataan Komposisi Nukleotida Daerah D-loop Parsial Sapi Bali,
Madura, Aceh, Pesisir, PO Setelah Disejajarkan dengan B. indicus
Dari Genbank (Ukuran 584 bp) .........................................................

23

3. Lokasi Sekuen Berulang pada Setiap Individu Sapi Bali, Madura,
PO, Pesisir, dan Aceh .........................................................................

26

4. Jumlah Motif Ulangan Basa Nukleotida yang Ditemukan pada
Bangsa Sapi Bali, Madura, PO, Pesisir, dan Aceh .............................

26

5. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah Dloop yang Dilakukan Pengelompokan pada Sapi Bali, Sapi Madura
dan Sapi PO dengan Sapi B. indicus dan B.taurus dari Genbank ......

28

6. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah Dloop Setiap Individu pada Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO
dengan Sapi B. indicus dan B.taurus dari Genbank ...........................

30

2.

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Sapi Bali ...........................................................................................

5

2.

Sapi Madura .....................................................................................

6

3.

Sapi Pesisir .......................................................................................

7

4.

Sapi Aceh .........................................................................................

8

5.

Genom Mitokondria pada B. indicus ...............................................

10

6.

Skema DNA Mitokondria Daerah D-loop .......................................

11

7.

Komposisi Genetik Populasi Sapi di Beberapa Wilayah di
Indonesia ..........................................................................................

13

Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia
Berdasarkan DNA Daerah CO I .......................................................

13

Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia ...

14

10. Situs Penempelan Primer Sekuen D-Loop DNA Mitokondria Sapi

17

11. Hasil Ektroforesis Produk PCR Daerah D-loop mtDNA .................

20

12. Sketsa Letak Penempelan Primer Forward dan Reverse untuk
Mengamplifikasi pada Daerah D-loop Sapi Bali, Madura, Pesisir,
Aceh, dan PO ...................................................................................

22

13. Frekuensi A+T dan G+C Daerah D-loop mtDNA Parsial
Berukuran 584 bp pada Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO .

24

14. Konstruksi Pohon Filogeni Antar Individu Sapi Berdasarkan
Metode Neighbor-Joining ................................................................

33

15. Konstruksi Pohon Filogeni Kelompok Sapi Berdasarkan Metode
Neighbor-Joining .............................................................................

34

8.
9.

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.

Halaman
Modifikasi Metode Isolasi DNA Menggunakan Genomic DNA
Mini Kit (Geneaid) .......................................................................

43

2.

Elektroforesis Produk PCR sebelum Dilakukan Sekuensing .......

44

3.

Lokasi Penempelan Primer Forward dan Reverse pada Sekuen
Basa Nukleotida Gen D-loop parsial Sapi Asli dan Sapi Lokal
Indonesia ........................................................................................

45

4. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Bali .......................................

46

5. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Madura..................................

47

6. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Pesisir ...................................

48

7. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi Aceh .....................................

49

8. Contoh Hasil Sekuensing pada Sapi PO .........................................

50

Situs-situs Delesi dan Insersi Basa-basa Nukleotida D-loop
parsial 584 bp.................................................................................

51

10. Jumlah Nukleotida Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO dan
Sapi Pembanding dari GenBank ....................................................

59

11. Motif Ulangan pada sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO.....

60

12. Nomor Akses Sekuen Daerah D-loop Utuh B. indicus dan B.
taurus dari Genbank pada Situs NBCI yang Digunakan untuk
Membentuk Pohon Filogeni ..........................................................

61

9.

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi Bali merupakan salah satu sumber daya genetik ternak asli Indonesia
yang sudah didomestikasi (MacHugh, 1996) dan termasuk salah satu aset dunia yang
sangat berharga (Noor et al., 2000). Sementara, bangsa sapi lokal Indonesia yaitu
Madura, Aceh, dan Pesisir. Sapi Sumba-Ongole (SO) dan Java-Ongole (PO) juga
dianggap sebagai sapi lokal Indonesia (Martojo, 2003). Noor (2010) menyatakan
bahwa ternak asli maupun lokal memiliki keunggulan yaitu mampu beradaptasi
dengan lingkungan lokal seperti kualitas pakan berkualitas rendah, ketersediaan air
yang kurang, iklim tropis, manajemen yang kurang baik, dan ketahanan terhadap
penyakit. Dengan demikian, ternak-ternak inilah yang paling cocok untuk dipelihara
dan dikembangkan di Indonesia khususnya bagi peternak kecil (small holder farmer),
walaupun produksinya relatif lebih rendah dari ternak impor.
Sapi Bali merupakan sapi yang berasal dari domestikasi banteng (Bos
javanicus) yang pada awalnya termasuk banteng liar asli dari Pulau Bali (Hayashi et
al., 1980). Proses domestikasi tersebut mengakibatkan terdapat beberapa perbedaan
dan kesamaan antara ternak domestikasi dan ternak liar sebagai nenek moyang
(Vaisanen dan Jensen, 2003). Sementara sapi lokal (Madura, Pesisir, dan Aceh)
merupakan persilangan banteng dan sapi luar yang masuk ke Indonesia. Namun,
telah cukup lama berada di Indonesia sehingga berkembang biak sesuai dengan
lingkungan lokal (Abdullah et al., 2008), hal tersebut menyebabkan kemungkinan
adanya keragaman genetik seperti keragaman di DNA mitokondria (mtDNA) di
daerah D-loop antara sapi-sapi lokal Indonesia dan sapi Bali. Adanya dugaan
keterkaitan/hubungan kekerabatan (filogenetik) antar bangsa sapi yang ada di
Indonesia menjadi hal penting untuk diketahui.
Keterkaitan hubungan antar sapi asli dan sapi lokal Indonesia telah dilakukan
berdasarkan ukuran tubuh (Otsuka et al., 1980; Abdullah, 2008), ukuran tengkorak
(Hayashi et al., 1980), protein darah (Namikawa et al., 1980), DNA mikrosatelit
(Mohamad et al., 2009) dan DNA mitokondria daerah CO I (Febriana, 2011).
Beberapa hasil penelitian tersebut masih bersifat parsial dan terbatas pada salah satu
bangsa sapi lokal.

Di sisi lain, Indonesia memiliki beberapa bangsa sapi lokal

Indonesia yang merupakan sapi-sapi yang sudah diakui oleh dunia (sapi Bali,
1

Madura, Pesisir, Aceh, dan PO). Semakin berkembangnya kajian ilmu genetika
molekuler saat ini, maka penelitian terhadap bangsa sapi lokal Indonesia pada tingkat
molekuler khususnya pada DNA mitokondria sangat diperlukan, terutama DNA
mitokondria di daerah D-loop karena DNA mitokondria mempunyai jumlah turunan
yang lebih tinggi (high copy number), yaitu mempunyai jumlah salinan sebesar 10 3104 molekul DNA mitokondria/sel somatik (Randi, 2000). Keunggulan lain dari
mtDNA yaitu ukuran mtDNA kecil sehingga dapat dipelajari secara utuh. Genom
DNA mitokondria mempunyai laju evolusi 5-10 kali lebih cepat dari DNA inti
(Clayton, 1992).
Nijman et al. (2003) menyatakan bahwa penentuan daerah D-loop mtDNA
pada sapi dapat digunakan untuk menunjukkan proses hibridisasi pada bangsa sapi
Indonesia termasuk sapi asli Indonesia (sapi Bali). Penanda atau marker DNA
mitokondria adalah penanda genetik berdasarkan garis maternal yang hanya
diwariskan melalui induk tanpa mengalami rekombinasi. Penciri yang berbasis pada
DNA mitokondria dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon kekerabatan
(filogenetik) pada berbagai bangsa/spesies yang saling berdekatan (Duryadi, 1994).
Penelitian di daerah D-loop sudah sangat spesifik dan sudah digunakan
sangat luas, penelitian mtDNA daerah D-loop pernah dilakukan untuk mengetahui
variasi DNA mitokondria dan evolusi sapi Hitam Jepang (Bos taurus) (Mannen et
al., 1998), memposisikan sapi Zebu Amerika berasal dari Bos indicus (Meirelles et
al., 1999), menentukan perbedaan genetik dan variasi sekuen daerah D-loop mtDNA
sapi asli Cina (Lai, 2005), mengetahui hibridisasi banteng (Bos javanicus) dan zebu
(Bos indicus) (Nijman et al., 2003), menetukan keragaman genetik dan pohon
filogenetik kerbau sungai di Mesir (Hassan et al., 2009).

Hal ini menjadikan

penelitian identifikasi keragaman D-loop mtDNA penting untuk dilakukan,
mengingat sapi-sapi tersebut merupakan sumber daya genetik yang dimiliki
Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar tentang
DNA mitokondria di daerah D-loop (data base) pada sapi-sapi Indonesia. Selain itu
hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam
menentukan kebijakan program pemuliaan sapi Indonesia terutama dalam upaya
pelestarian, pengembangan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan.

2

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat sekuen daerah D-loop mtDNA dan
mengetahui keragaman daerah D-loop mtDNA pada sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh
dan PO di Indonesia.

Tujuan lain yaitu untuk mengetahui hubungan genetik

(filogenetik) antara sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Sapi
Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas
sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik
tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies
yang sama.

Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi

berikutnya. Menurut Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai klasifikasi
taksonomi sebagai berikut :
Phylum

: Chordata

Subphylum : Vertebrata
Class

: Mamalia

Sub class

: Theria

Infra class

: Eutheria

Ordo

: Artiodactyla

Sub ordo

: Ruminantia

Infra ordo

: Pecora

Famili

: Bovidae

Genus

: Bos (cattle)

Spesies

: Bos taurus (sapi Eropa)
Bos indicus (sapi India/sapi zebu)
Bos javanicus (banteng/sapi Bali)
Bangsa Sapi di Indonesia
Berdasarkan taksonomi sapi diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Bos

indicus, Bos taurus, dan Bos javanicus (Payne dan Hodges, 1997). Sapi Bali,
Madura, Padang, Aceh, Peranakan Ongole, dan Grati dikenal sebagai sapi-sapi yang
terdapat di Indonesia. Sapi-sapi tersebut memiliki karakteristik warna kulit maupun
ukuran tubuh yang berbeda.

Kondisi seperti ini, dimungkinkan sebagai refleksi

introgresi sapi Bos indicus dari India dan Bos taurus dari Eropa (Otsuka et al., 1980).
Berdasarkan uji jarak genetik, sapi Madura mempunyai hubungan terdekat
dengan sapi Bali. Sapi Madura, Jawa dan Peranakan Ongole diklasifikasikan sebagai
Bos indicus, sedangkan sapi Bali sangat nyata terpisah dari dua kelompok sapi India

4

maupun Eropa (Namikawa et al., 1980; Mohamad et al., 2009; Febriana, 2011).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sapi Bali merupakan sebagian besar tetua sapi-sapi
yang terdapat di Indonesia (Payne dan Hodges, 1997).
Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi yang berasal dari domestikasi banteng (Bos
banteng javanicus) (Nijman et al., 2003) yang termasuk banteng liar asli yang
berasal dari Pulau Bali (Hayashi et al., 1980). Sapi-sapi tersebut berasal dari
pegunungan yang terdapat di Bali dan kemudian pergi ke daratan pada tahun 1856.
Sapi Bali tersebut kemudian menyebar ke pulau Sulawesi, Lombok, dan Timor dan
sebagian kecil pulau di Indonesia (Payne dan Rollinson, 1973).

Gambar 1. Sapi Bali
Sumber : Hartaningsih (2008)

Sapi Bali termasuk sapi kecil dengan ukuran bobot yaitu 150-300 kg pada
jantan bobot badan dewasa (Talib et al., 2002). Sapi Bali memiliki karakteristik
yang seragam.

Ternak ini berukuran sedang, berdada dalam, kaki yang bagus.

Warna bulu sapi Bali yaitu merah, keemasan, dan coklat tua dikenal juga walaupun
tidak umum. Sapi Bali memiliki Bibir, kaki, dan ekor hitam dan kaki berwarna putih
dari lutut ke bawah, dan terdapat warna putih di bawah paha dan bagian oval yang
putih yang jelas pada bagian pantat. Pada bagian punggung selalu terdapat garis
hitam yang jelas, dari bahu dan berakhir di atas ekor. Warna pada ternak jantan lebih
gelap daripada betina, warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat

5

mencapai dewasa. Sapi Bali memiliki bulu pendek, halus, dan licin, kulit berpigmen
dan halus, dan kepala lebar dan pendek (Williamson dan Payne, 1993). Gambar sapi
Bali dapat dilihat pada Gambar 1.
Sapi Madura
Sapi Madura yaitu sapi yang banyak ditemukan di Pulau Madura. Sapi jantan
mempunyai ciri-ciri ukuran gumba sedang, namun lebih kecil daripada gumba sapi
Aceh jantan. Sapi Madura betina hanya ditemukan jejak-jejak gumba. Secara umum
sapi Madura yang terdapat di pulau Madura memiliki warna coklat, tetapi beberapa
penelitian menemukan warna sapi Madura mirip dengan sapi Bali yaitu memiliki
kaki berwarna putih, pantat berwarna putih atau hitam, dan memiliki garis hitam di
bagian punggung (Otsuka et al., 1980).

Gambar 2. Sapi Madura
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, (2012a)

Sapi Pesisir
Sapi pesisir merupakan salah satu sapi lokal Indonesia yang terdapat di
Sumatera Barat yang berbeda dari sapi lokal lain yang terdapat di Indonesia yaitu
memiliki bentuk dan ukuran yang kecil (Jakaria, 2008). Sapi ini yang berasal dari
Kabupaten Pesisir Selatan merupakan sapi terkecil kedua di dunia setelah sapi dwarf
west Afrika Shorthorn yang berasal dari Wilayah pantai Afrika Barat (Sarbaini,
2004). Hal tersebut termasuk salah satu keunikan dari sapi ini yang merupakan salah

6

satu keunggulan komparatif yang tidak dimiliki oleh bangsa sapi lain (Jakaria, 2008).
Keunggulan lain yang dimiliki sapi pesisir yaitu variasi bulu yang beragam, sehingga
menjadikan identitas suatu bangsa, yaitu putih, kuning muda, kuning tua, merah bata,
cokelat, dan hitam (Sarbaini, 2004).
Sapi Pesisir memiliki rataan tinggi pundak 114 cm dan betina 109 cm pada
umur 4 tahun (Saladin, 1983). Sementara Sarbaini (2004) mendapatkan rataan tinggi
pundak pada sapi jantan dewasa pada setiap sub populasi sapi pesisir, yaitu di daerah
Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Kabupaten Agam masing-masing 99,9
cm; 108, 7 cm; dan 101,8 cm; sedangkan pada betina masing-masing 99,2 cm;
108,2 cm; dan 101,7 cm.

Gambar 3. Sapi Pesisir
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2012b)

Sapi Aceh
Sapi Aceh merupakan bangsa sapi tipe kecil yang ditemukan khusus di
daerah Aceh (Abdullah et al., 2008). Hasil penelitian Abdullah (2008) menunjukkan
bobot badan dan ukuran tubuh sapi Aceh mengalami penurunan dibandingkan
dengan bobot badan dan ukuran tubuh yang dilaporkan pada tahun 1926. Ukuranukuran tubuh sapi Aceh mempunyai ukuran-ukuran tubuh yang lebih kecil pada
tingkat umur yang sama, apabila dibandingkan sapi Bali, Madura dan PO. Namun
masih berada di atas rataan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi Pesisir di

7

Sumatera Barat. Rata-rata bobot hidup sapi Aceh dewasa betina 161,19 kg dan
jantan 191,78 kg (Abdullah, 2008).
Abdullah et al. (2008) menemukan hampir seluruh populasi sapi Aceh
mempunyai garis muka yang cekung dan sebagian (4,5%) memiliki garis muka yang
lurus. Secara umum sapi Aceh mempunyai garis punggung yang cekung (89,25%),
sebagian mempunyai garis punggung cembung (6,25%) dan sebagian kecil
mempunyai garis punggung lurus (4,5%). Secara kualitatif, sapi Aceh mempunyai
warna dominan merah bata dan cokelat muda serta pola warna beragam mulai warna
gelap sampai terang. Bentuk pertumbuhan tanduk sapi betina mengarah ke samping
melengkung ke atas kemudian ke depan dan pada jantan mengarah ke samping
melengkung ke atas.

Gambar 4. Sapi Aceh
Sumber : Nangroe Aceh Darusalam. Litbang (2012)

Keragaman Genetik
Keragaman genetik yaitu perbedaan genotip diantara ternak-ternak yang tidak
memiliki hubungan keluarga (Noor, 2010). Keragaman genetik timbul akibat proses
pembelahan meiosis saat pembentukan gamet, yang disebabkan salah satunya karena
terdapat peluang terjadinya rekombinasi kromosom yang berasal dari kedua tetua.
Sumber keragaman lain yaitu mutasi gen yang terjadi secara alami, di mana frekuensi
kejadiaanya relatif rendah. Namun dalam skala masa evolusi perkembangan berbagai
jenis ternak evolusi merupakan keragaman yang cukup penting, karena mutasi

8

tersebut dapat diwariskan. Hal tersebut dikarenakan hanya terjadi pada sel germinal
yang terdapat pada ovarium dan testis (Martojo, 1992; Jusuf, 2001; King, 2002b).
Keanekaragaman pada berbagai populasi ternak yang ada pada saat ini
merupakan akumulasi dari mutasi-mutasi yang terjadi selama evolusi pada masa
lampau (Martojo, 1992). Keragaman genetik dapat dilihat dengan menggunakan
penanda morfologi dan penanda molekuler (King, 2002a).
Penanda morfologi merupakan penanda yang telah banyak digunakan dalam
program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena penanda
ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan.

Namun, penanda ini memiliki

beberapa kelemahan dalam aplikasi lapang yaitu ketelitian dan ketepatan penentuan
mutu genetik hewan penanda morfologi sangat rendah. Dengan demikian untuk
kegiatan pemuliaan tidak cukup hanya berdasarkan pada informasi karakteristik
morfologi saja, tetapi dengan kemajuan ilmu pengetahuan saat ini, maka dapat
digunakan alternatif penanda lain yaitu penanda molekuler yang telah relatif lebih
mudah untuk dikerjakan (Muladno, 2006).

Keragaman nukleotida merupakan

parameter yang akurat untuk menggambarkan keragaman genetik. Unsur positif
dengan menggunakan keragaman nukleotida tidak tergantung besar sampel dan
panjang DNA (Hartl dan Clark, 1989).
Sekarang telah ada beberapa penanda DNA untuk menganalisis latar
belakang genetik hibrida pada sapi (Nijman et al., 2003) yaitu penanda mtDNA.
Penanda mtDNA menunjukkan introgresi melalui silsilah maternal (Randi, 2000),
yang pada sapi menunjukkan sejarah kekerabatannya (Nijman et al., 2003).
Penelitian Lai et al. (2005) berdasarkan pengujian keragaman sekuen pada daerah
kontrol DNA mitokondria yaitu daerah D-loop menunjukkan bahwa sapi asli Cina
merupakan keturunan dari maternal sapi Asia Timur.
DNA Mitokondria
Material DNA yang secara umum digunakan dalam analisa genetik yaitu
DNA yang berasal dari inti, tetapi untuk organisme eukariot sumber DNA dapat pula
diperoleh dari organel-organel sitoplasmik. Salah satu organel yang dapat menjadi
sumber bahan genetik adalah mitokondria (Duryadi, 1994; King, 2002a).
Mitokondria adalah organel yang bertanggung jawab di dalam metabolisme aerobik
pada sel-sel eukariot. Mitokondria mempunyai molekul DNA tersendiri dengan
9

ukuran kecil dan sederhana yang memiliki susunan yang berbeda dengan DNA inti
(Randi, 2000). Ukuran dari DNA mitokondria pada sapi yaitu sebesar 16.338 pasang
basa (Duryadi, 1994).
Sekitar 1% dari material genetik organisme eukariot terdapat dalam
mitokondria yang dibentuk dari untai-ganda sirkular yang mengandung 2-10 salinan
molekul DNA.

DNA mitokondria memiliki fungsi penting antara lain sebagai

penyandi 2 RNA ribosom (RNA ribosom besar 16S dan kecil 12S), 22 molekul RNA
tranfer, dan 13 protein (tujuh sub unit NADH dehidrogenase (kompleks I), sitokrom
b kompleks III, tiga sub unit sitokrom oksidase (kompleks IV), dan dua sub unit ATP
sintase) yang berperan penting dalam rantai respiratorik (Randi, 2009). Adapun
genom mitokonria Bos indicus dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Genom Mitokondria pada B. indicus
Sumber : Anderson et al. (1982)

Kelebihan menggunakan DNA mitokondria sebagai penanda genetik dalam
studi variabilitas genetik intraspesifik (inter populasi) dapat memberikan informasi
secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal tersebut dikarenakan laju mutasi DNA
mitokondria lebih tinggi dibandingkan DNA nukleus yaitu 5-10 kali lebih sering
(Randi, 2000). Kelebihan tersebut menyebabkan mtDNA berevolusi sangat cepat,
sehingga dapat digunakan untuk melacak kejadian yang relatif baru seperti pada studi
hibridisasi alami antara dua sub spesies seperti hibridisasi pada Bos javanicus dan
Bos indicus (Nijman et al., 2003).

10

DNA mitokondria memiliki sifat khusus yaitu diturunkan melalui induk tanpa
mengalami rekombinasi.

Sifat tersebut sehingga dapat digunakan untuk suatu

rekonstitusi historik dari genealogi matrilinier suatu spesies maupun antar populasi.
Studi keragaman genetik interspesifik berdasarkan perbedaan dan persamaan
mtDNA dapat menghasilkan rekonstruksi filogenik dari beberapa spesies yang satu
terhadap yang lain (Duryadi, 1994).
Kajian keragaman genetik yang berdasarkan DNA mitokondria saat ini sangat
berkembang karena DNA mitokondria mempunyai jumlah turunan yang tinggi (high
copy number), mempunyai jumlah salinan sebesar 10 3-104 molekul DNA
mitokondria/sel somatik, tergantung jaringan dan status fisiologis. Ukuran DNA
mitokondria kecil sehingga dapat dipelajari secara utuh. Daerah DNA mitokondria
paling bervariasi yaitu daerah D-loop (Randi, 2000). D-loop DNA mitokondria
adalah control region, yaitu tempat yang mengatur replikasi dan transkripsi mtDNA
yaitu awal dari replikasi rantai berat (Ho). Dinamakan D-loop karena pada fragmen
tersebut terdapat fragmen DNA dengan sruktur 3-rantai (membentuk hairpin),
terbentuk akibat terciptanya rantai berat (H-strand) yang menggantikan rantai induk
dan membentuk struktur tripleks D-loop (3-strand) (Clayton, 1992).

Gambar 6. Skema DNA Mitokondria Daerah D-loop
Sumber : Selwood et al. (2000)

11

Daerah yang memb)entuk hairpin/D-loop berdekatan dengan gen tRNAphe
dan terdapat promotor (Heavy Strand Promotor/HSP dan Light Strand Promotor/
LSP) yang berfungsi sebagai transkripsi genom mitokondria juga terdapat daerah OH
(Origin of Replication) untuk rantai berat yang berfungsi awal replikasi (Clayton,
1992). Daerah D-loop yang hipervariabel (mempunyai variasi basa yang cukup
tinggi) terletak di luar segmen yang mempunyai fungsi transkripsi dan replikasi
tersebut (Wood dan Phua, 1996), sehingga dapat digunakan untuk mengetahui
silsilah dari suatu ternak dan hubungan kekerabatan (filogenetik) (Mannen et al.,
1998). Daerah D-loop mtDNA disajikan pada Gambar 6.
Kekerabatan Sapi di Indonesia
Berdasarkan ukuran tubuh sapi-sapi asli Indonesia yaitu sapi Bali, Madura,
Aceh dan Padang memiliki kesamaan ukuran tubuh. Variasi dari sapi tersebut yaitu
mempunyai warna bulu yang berbeda, karena sapi Padang memiliki variasi bulu
yang beragam. Sementara pada sapi Madura betina memiliki ukuran tubuh yang
lebih besar dari pada sapi Aceh dan sapi Padang, namun lebih kecil daripada sapi
Bali. Apabila dibandingkan dengan sapi asli yang terdapat di Asia Tenggara seperti
Thailand dan Malaysia Barat, sapi-sapi Indonesia yang terdapat di Sumatra (sapi
Aceh dan sapi Padang) memiliki hubungan yang dekat. Sementara sapi Madura
sangat dekat dengan sapi asli Thailand, sedangkan ukuran tubuh sapi asli Filipina dan
Taiwan memiliki kesamaan dengan sapi Bali pada beberapa bagian (Otsuka et al.,
1980).
Berdasarkan penelitian Hayashi et al. (1980) ukuran tengkorak sapi Aceh
mempunyai lebar dan tinggi tengkorak yang lebih pendek dibanding panjang
tengkorak sapi tersebut, dan bagian cerebral tengkorak lebih besar dibanding bagian
wajah, tingkat keseragaman sapi Aceh juga lebih rendah dari pada sapi Bali.
Sementara sapi Madura mempunyai lebar dan tinggi tengkorak yang memiliki
ukuran diantara sapi Aceh dan sapi Bali, sapi Madura juga memiliki tingkat
keseragaman yang rendah seperti pada sapi Aceh. Berbeda dengan sapi Bali yang
lebih menyerupai banteng dari pada sapi Aceh dan sapi Madura. Namun tidak
ditemukan tonjolan intercornual di tengkorak sapi Bali.

Karakteristik ini tidak

ditemukan pada sapi asli lain maupun banteng. Sebaran komposisi genetik populasi
sapi di beberapa wilayah Indonesia disajikan pada Gambar 7.
12

Gambar 7. Komposisi Genetik Populasi Sapi di Beberapa Wilayah di Indonesia
Sumber : Mohamad et al. (2009)

Analisis hubungan kekerabatan pada sapi lokal Indonesia berdasarkan sekuen
DNA Mitokondria Gen Cytochrome Oxidase I (Gen COI) menunjukkan bahwa sapi
Bali terpisah dari pengelompokan keempat bangsa sapi Indonesia lainnya. Sapi
Aceh, Pesisir, PO, dan Madura terletak dalam kelompok yang sama dengan Bos
indicus. Dari kedua pengelompokan tersebut menunjukkan bahwa sapi Bali
mempunyai asal-usul tersendiri sedangkan keempat sapi lain berasal dari kelompok
sapi Zebu (Gambar 8) (Febriana, 2011). Hal tersebut juga didukung oleh pendapat
Mohamad et al. (2009) melalui analisis DNA mitokondria, Y-kromosom, dan
mikrosatelit (Gambar 9).

Gambar 8. Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia
Berdasarkan DNA Daerah CO I
Sumber : Febriana (2011)

13

Gambar 9. Konstruksi Pohon Filogenik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia
Sumber : Mohamad et al. (2009)

14

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian
Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Agustus 2012
Materi
Sampel Darah
Sampel darah sapi yang digunakan yaitu sapi asli dan sapi lokal sebanyak 18
sampel dari lima bangsa sapi yang yaitu sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO.
Jumlah masing-masing sampel yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia
Ternak
Sapi Bali

n

Asal

2

BIB Sapi Bali, Bali

4

BPTU Sapi Bali, Bali

2

Sapudi

2

Kab. Sampang

Sapi Aceh

2

Kab. Aceh Besar

Sapi Pesisir

2

Kab. Pesisir Selatan

Sapi PO

2

Kab. Kebumen

2

Kandang A Fakultas Peternakan IPB

Sapi Madura

Total

18

Keterangan : n = jumlah individu sampel
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada pengambilan sampel darah adalah alkohol 70%,
es, dan kapas. Alat yang digunakan antara lain jarum venojact, tabung vacutainer 10
ml, dan termos. Sampel darah yang digunakan merupakan koleksi dari laboratorium
Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan.

15

Amplifikasi daerah D-loop dilakukan melalui Polymerase Chain Reaction
(PCR). Bahan-bahan yang digunakan pada proses amplifikasi DNA adalah adalah
DW, sampel DNA, 10 × buffer, MgCl2, primer forward dan reverse, enzim taq,dan
dNTPs. Alat yang digunakan adalah satu set pipet mikro, alat sentrifugasi, tabung
PCR, mesin PCR, vortex, dan freezer.
Bahan yang digunakan untuk elektroforesis terdiri atas gel elektroforesis,
loading dye, dan marker 100 pb. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat gel
elektroforesis yaitu agarose, 0,5 × TBE, Ethidium Bromide.

Bahan-bahan yang

digunakan untuk membuat larutan loading dye yaitu bromothymol blue, xylene
cyanol, gliserol. Sementara, alat yang digunakan antara lain microwave, stearer,
magnet stearer, gelas ukur, tabung erlenmeyer, gel tray, pencetak untuk sumur
(comb), power supply 100 volt, gelas ukur, pipet makro dan mikro, serta UVTransiluminator. Buffer elektroda yang digunakan terdiri dari Tris, Glycine dan
aquadestilata.
Primer DNA Mitokondria Daerah D-loop
Primer merupakan molekul oligonukleotida yang berukuran pendek (sekitar
18-24 pasang basa) yang akan menempel pada DNA cetakan di tempat spesifik.
Pasangan primer yang digunakan untuk mengamplifikasi mtDNA daerah D-loop sapi
dengan runutan primer forward5′-TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′ dan primer
reverse5′-AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ (Hassan et al., 2009).
Prosedur
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan sampel darah sapi sebanyak sekitar 3 ml melalui vena jugularis
dengan menggunakan venojact lalu segera dimasukkan ke dalam tabung vaccutainer
yang dimasukkan kedalam termos es dan disimpan dalam suhu 4 ºC.
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dari sampel darah dengan menggunakan Genomic
DNA mini kit Geneaid (Lampiran 2) yang dimodifikasi untuk penggunaan sampel
yang disimpan dalam alkohol.

16

Amplifikasi DNA Mitokondria Daerah D-loop
Amplifikasi lengkap fragmen D-loop DNA mitokondria menggunakan primer
seperti yang digunakan Hassan et al. (2009), yaitu primer Forward 5′TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′

dan

primer

Reverse

5′-

AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ dengan panjang produk PCR 1145 bp (Gambar
10). Sekuen D-loop mtDNA diperoleh dari NBCI (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/).
Nomor akses standardnya adalah Bos indicus dengan kode akses AY126697.

5’−TAGTACTAATACCAACAGCCGGCACAGTTGAAAACAAATTACTAAAATGAAGACAGGTCTTTGTAGTACATCTAA
TATACTGGTCTTGTAAACCAGAGAAGGAGAACAACTAACCTCCCTAAGACTCAAGGAAGAAACTGTAGTCTCACCGTC
AACCCCCAAAGCTGAAGTTCTATTTAAACTATTCCCTGAACACTATTAATATAGTTCCATAAATGCAAAGAGCCTTAT
CAGTATTAAATTTATCAAAAATCCCAATAACTCAACACAGAATTTGCACCCTAACCAAATATTACAAACACCACTAGC
TAACATAACACGCCCATACACAGACCACAGAATGAATTACCCAGGCAAGAGGTAATGTACATAACATTAATGTAATAA
AGACATGATATGTATATAGTACATTAAATTATATACCCCATGCATATAAGCAAGTACATGATCTCTATAATAGTACAT
AATACATACAATTATTAATTGTACATAGTACATTATATCAAATCCATCCTCAACAACATATCTACTATATACCCCTTC
CACTAGATCACGAGCTTAATTACCATGCCGCGTGAAACCAGCAACCCGCTAAGCAGAGGATCCCTCTTCTCGCTCCGG
GCCCATAGACCGTGGGGGTCGCTATTTAATGAATTTTACCAGGCATCTGGTTCTTTCTTCAGGGCCATCTCATCTAAA
GTGGTCCATTCTTTCCTCTTAAATAAGACATCTCGATGGACTAATGACTAATCAGCCCATGCTCACACATAACTGTGC
TGTCATACATTTGGTATTTTTTTATTTTGGGGGATGCTTGGACTCAGCTATGGCCGTCAAAGGCCCCGACCCGGAGCA
TCTATTGTAGCTGGACTTAACTGCATCTTGAGCACCAGCATAATGATAGGCATGGGCATTACAGTCAATGGTCACAGG
ACATAAATACATTATATATCCCCCCCTTCATAAAAACCTCCCCCTTAAATATTCACCACCACTTTTAACAGACTTTTC
CCTAGATACTTATTTAAATTTTCCACACTTTCAATACTCAATTTAGCACTCCAAACAAAGTCAATATATAAACGCAGG
CCCCCCCCCCCCCCGTTGATGTAGCTTAACCCAAAGCAAGGCACTGAAAATGCCT-3’

Keterangan :
: Primer forward
: Primer reverse
Warna hijau menunjukkan basa nukleotida yang berbeda

Gambar 10. Situs Penempelan Primer Sekuen D-Loop DNA Mitokondria Sapi
Volume setiap reaksi PCR sebanyak 25 µl yang terdiri atas 2 µl sampel
DNA; 0,3 µl primer forward dan reverse; 0,2 µl dNTPs; 1 µl MgCl2; 2,5 µl 10 ×
buffer0,1 µl enzim Taq Polymerase; dan 18,9 µl destilation water (DW) yang
dilakukan dengan menggunakan mesin PCR model Applied Biosystems. Kondisi
PCR yang digunakan adalah: predenaturasi pada suhu 95 °C selama lima menit,
dilanjutkan dengan siklus utama yaitu tahap denaturasi pada suhu 95 °C selama 30
detik, tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 60 °C selama 45 detik, dan
tahap polimerasi (extension) pada suhu 72 °C selama satu menit diulang sebanyak 35
siklus. Reaksi PCR diakhiri dengan polimerasi (final exstension) pada suhu 72 °C
selama lima menit.

17

Elektroforesis
Elektroforesis menggunakan agarose 1,5% dilakukan dengan cara 0,45 g
agarose dilarutkan dalam larutan 0,5 x TBE sebanyak 30 ml lalu dipanaskan dalam
microwave selama sekitar lima menit kemudian dilakukan stirer dan ditambahkan
2,5 µl EtBr. Larutan dituang ke dalam cetakan gel, diberi sisiran pada tepi gel dan
gel dibiarkan mengeras. Sisir dicabut setelah gel mengeras sehingga terbentuk
sumur-sumur.
Produk PCR sebanyak lima µl dicampurkan dengan loading dye sebanyak
satu µl dengan menggunakan mikropipet lalu dimasukkan dalam sumur-sumur gel
dan satu sumur gel dimasukkan marker sebanyak 2 µl yang digunakan sebagai
penanda. Kemudian gel ditempatkan ke dalam gel tray elektroforesis yang sudah
berisi larutan buffer dan dialiri listrik 100 volt selama 30 menit, molekul DNA yang
bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak (bermigrasi) ke arah positif. Gel
agarose yang telah selesai dilakukan elektoforesis kemudian diambil untuk melihat
panjang pita DNA dengan menggunakan sinar ultraviolet dalam trans illuminator.
Panjang pita DNA dapat diketahui dengan cara menarik garis lurus masing-masing
pita sampel DNA dengan posisi pita DNA marker.
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
Pebacaan sekuen menjadi alat penting dan utama dalam biologi molekular
karena dapat mengetahui komposisi nukleotida dan asam amino suatu gen, juga
digunakan untuk menganalisis kekerabatan dan jalur evolusi (Albert et al., 1994).
Produk PCR daerah D-loop dari penelitian ini berupa pita tunggal yang berukuran
1145 pb. Analisis perunutan dilakukan di Macrogen, Korea Selatan.
Rancangan dan Analisis Data
Jarak Genetik dan Pohon Filogeni
Sekuen DNA dilakukan manual editing dengan menggunakan BioEdit.
Runutan nukleotida yang telah diedit disejajarkan dengan runutan baku nukleotida B.
indicus dari Genbank (kode akses AY126697; Mirreti et al., 2002).

Proses

pensejajaran (alignment) dilakukan dengan menggunakan program Clustal W yang
terdapat pada program MEGA 5.0 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis 5.0;

18

Tamura et a., 2007). Perhitungan komposisi basa nukleotida, jarak genetik dan
konstruksi pohon filogeni dilakukan dengan menggunakan program MEGA 5.0.
Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antara sampel
yang dianalisis. Nilai jarak genetik diperoleh dengan membagi jumlah nukleotida
yang berbeda degan jumlah total nukleotida.

Perhitungan pairwise distance

digunakan untuk melihat jarak rata-rata p-distance dari basa nukleotida daerah Dloop.

Pohon filogeni direkrontruksi dengan menggunakan metode bootsraped

Neighboor-Joining (NJ) dengan 1000 kali pengulangan (Nei dan Kumar, 2000).

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Daerah D-loop
Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtDNA) pada sampel DNA
sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin
PCR Applied Biosystem. Hasil optimal fragmen D-loop mtDNA berhasil dilakukan
amplifikasi pada kondisi annealing dengan suhu 60 °C selama 45 detik, dan
diperoleh produk PCR dengan panjang 1145 bp (Gambar 11).
M

B1

B2

B3

M1

M2

P1

P2
(-)

1000 bp

(+)
Keterangan :
M (marker)
B
M
P

= ladder 100 bp
= Bali
= Madura
= PO

Gambar 11. Hasil Ektroforesis Produk PCR Daerah D-loop mtDNA
Keberhasilan amplifikasi daerah D-loop sangat ditentukan dengan kondisi
penempelan primer pada DNA genom, selain faktor-faktor bahan pereaksi PCR dan
mesin PCR yang digunakan.

Weissensteiner (2004) menyatakan bahwa suhu

penempelan (annealing) primer yang sesuai merupakan hal yang paling penting
untuk keberhasilan PCR disamping kosentrasi MgCl2. Berdasarkan hasil amplifikasi
yang dilakukan oleh Hassan et al. (2009) penempelan (annealing) primer daerah Dloop mtDNA pada kerbau sungai dengan primer yang sama, yaitu pada suhu 59 °C
selama 45 detik akan menghasilkan produk PCR yang baik. Berbeda pada suhu
annealing yang optimal pada penelitian ini, yaitu lebih tinggi dibandingkan dengan

20

suhu annealing yang digunakan oleh Hassan et al. (2009) yaitu 60 °C selama 45
detik. Hal tersebut dikarenakan melting temperature (Tm) akan turun sebesar 5 °C
setiap terdapat 1% ketidakcocokan pada basa dalam untai ganda (Carter, 2000a).
Amplifikasi daerah D-loop mtDNA ini dilakukan dengan menggunakan
pasangan primer forward 5′-TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′ dan primer reverse
5′-AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ sesuai dengan desain yang digunakan oleh
Hassan et al. (2009), yaitu primer yang digunakan untuk amplifikasi daerah D-loop
kerbau sungai. Hasil analisis menunjukkan bahwa primer tersebut dapat digunakan
untuk mengamplifikasi D-loop mtDNA pada sapi, yang menunjukkan bahwa primer
yang didesain memiliki high similarity. Hal tersebut diduga karena sapi dan kerbau
masih berkerabat dekat terdapat dalam satu rumpun yaitu Bovini (Lenstra dan
Bradley, 2006), yang menyebabkan keduanya masih berkerabat secara taksonomi,
sehingga memiliki kemiripan basa nukleotida yang tinggi. Namun, pada primer
forward terdapat dua nukleotida yang berbeda antara sapi dan kerbau. Perbedaan
nukleotida tersebut terdapat pada nukleotida ke-5 dan ke-17, pada kedua urutan
tersebut sapi memiliki nukleotida A dan pada kerbau sungai memiliki nukleotida G.
Hal tersebut diduga karena sapi dan kerbau terdapat pada genus yang berbeda, yaitu
Bos (sapi) dan Bubalus (kerbau) (Lenstra dan Bradley, 2006).

Dawkin (2000)

menyatakan bahwa secara taksonomi hubungan kekerabatan (filogenetik) akan
memisah ketika terjadi perbedaan atau perubahan dalam basa nukleotida, semakin
banyak perbedaan tersebut maka hubungan kekerabatan akan semakin jauh.
Berdasarkan runutan genom utuh DNA mitokondria Bos indicus (sapi
Nellore) dengan kode akses (AY126697) dari GenBank.

Produk PCR hasil

amplifikasi pasangan primer forward 5′-TAGTGCTAATACCAACGGCC-3′ dan
primer reverse 5′-AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3′ menghasilkan pita tunggal
yang jelas berukuran 1145 pb (Gambar 11). Munculnya satu pita ini menunjukkan
bahwa pasangan primer yang digunakan bersifat spesifik hanya menempe