Disparity, convergence, and determinant of regional labour productivity in Indonesia

DISPARITAS, KONVERGENSI, DAN DETERMINAN
PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA REGIONAL
DI INDONESIA

AISYAH FITRI YUNIASIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Disparitas, Konvergensi,
dan Determinan Produktivitas Tenaga Kerja Regional di Indonesia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Aisyah Fitri Yuniasih
NRP H151114074

RINGKASAN
AISYAH FITRI YUNIASIH. Disparitas, Konvergensi, dan Determinan
Produktivitas Tenaga Kerja Regional di Indonesia. Dibimbing oleh
MUHAMMAD FIRDAUS dan IDQAN FAHMI.
Pembangunan ekonomi secara umum difokuskan pada usaha peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan pendapatan nasional baik
secara total maupun per kapita dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Hasil pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan dapat
didistribusikan secara merata ke seluruh masyarakat sehingga permasalahanpermasalahan sosial ekonomi seperti penggangguran, kemiskinan, ketimpangan
distribusi pendapatan, dan sebagainya dapat dipecahkan melalui mekanisme
trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006). Indonesia terdiri dari 33 provinsi
dengan perbedaan struktur perekonomian terkait dengan beragamnya faktor
endowment yang dimiliki. Hal ini mendorong timbulnya masalah disparitas
kinerja perekonomian regional akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan ekonomi
antar provinsi dimana output provinsi yang lebih kaya dengan faktor endowment

dipastikan akan lebih tinggi dibandingkan provinsi yang lebih langka faktor
endowment-nya.
Disparitas produktivitas tenaga kerja merupakan fenomena yang dialami
Indonesia selama periode 1987-2011. Prediksi terjadinya konvergensi diharapkan
dapat mengurangi ketimpangan tersebut. Nilai koefisien variasi tertimbang
produktivitas tenaga kerja agregat, sektor pertanian, dan industri pengolahan
menyatakan bahwa disparitas produktivitas tenaga kerja di KTI lebih timpang
dibandingkan di KBI dengan disparitas di sektor industri pengolahan lebih
timpang dibandingkan di sektor pertanian.
Model estimasi konvergensi produktivitas tenaga kerja agregat, sektor
pertanian, dan industri pengolahan dengan pendekatan panel dinamis Sys-GMM
memenuhi kriteria model panel dinamis yang tepat yaitu penduganya tidak bias,
konsisten, dan menggunakan instrumen yang valid. Penduga koefisien variabel
lag produktivitas tenaga kerja baik pada model agregat maupun sektor pertanian
dan industri pengolahan dengan pendekatan Sys-GMM yang lebih kecil dari satu
menyatakan bahwa proses konvergensi terjadi terkait disparitas produktivitas
tenaga kerja agregat, sektor pertanian, dan industri pengolahan di Indonesia.
Kecepatan konvergensi dan half time convergence produktivitas tenaga kerja
agregat lebih lambat dibandingkan sektor pertanian dan industri pengolahan.
Kemudian, jika dibandingkan antara sektor pertanian dan industri pengolahan,

kecepatan konvergensi dan half time convergence produktivitas tenaga kerja
sektor pertanian lebih lambat dibandingkan sektor industri pengolahan.
Model konvergensi tersebut juga memberikan informasi mengenai beberapa
faktor yang memengaruhi produktivitas tenaga kerja regional di Indonesia baik
secara agregat, di sektor pertanian, dan industri pengolahan dengan asumsi
memberikan pengaruh yang sama di seluruh provinsi baik di KBI maupun di KTI.
Intervensi terhadap faktor-faktor tersebut dapat dilakukan sehingga proses
konvergensi produktivitas tenaga kerja dapat diakselerasi. Lag produktivitas

tenaga kerja, stok modal fisik yang terestriksi, stok modal manusia yang
terestriksi, total perdagangan, dan upah riil berpengaruh positif produktivitas
tenaga kerja agregat di Indonesia. Selanjutnya, lag produktivitas tenaga kerja, stok
modal fisik, stok modal manusia, total perdagangan, dan upah riil berpengaruh
positif sedangkan tingkat depresiasi berpengaruh negatif terhadap produktivitas
tenaga kerja sektor pertanian dan industri pengolahan di Indonesia.
Walaupun pemerintah harus menerapkan kebijakan yang sifatnya adil bagi
seluruh rakyatnya agar tidak memicu kecemburuan sosial terkait masalah
disparitas, pemerintah harus lebih memprioritaskan untuk mengatasi masalah
disparitas produktivitas tenaga kerja di KTI dibandingkan di KBI karena KTI
memiliki tingkat disparitas yang lebih tinggi baik secara agregat, di sektor

pertanian, dan industri pengolahan. Intervensi harus lebih fokus terhadap provinsiprovinsi dengan tingkat produktivitas tenaga kerja yang lebih rendah agar
produktivitas tenaga kerjanya dapat meningkat lebih cepat sehingga proses
konvergensi lebih cepat terjadi. Dalam rangka lebih mempercepat peningkatan
produktivitas tenaga kerja agar dapat mempercepat proses konvergensi,
pemerintah harus fokus terhadap determinan yang memberikan pengaruh lebih
dominan dimana dalam hal ini adalah stok modal manusia. Jika dibandingkan
antara sektor pertanian dan industri pengolahan, porsi stok modal fisik, stok
modal manusia, dan upah riil harus lebih diprioritaskan di sektor industri
pengolahan sedangkan peningkatan total perdagangan dan antisipasi pertumbuhan
tenaga kerja harus lebih diprioritaskan di sektor pertanian.
Kata kunci: disparitas produktivitas tenaga kerja, pertanian, industri pengolahan,
panel dinamis

SUMMARY
AISYAH FITRI YUNIASIH. Disparity, Convergence, and Determinant of
Regional Labour Productivity in Indonesia. Supervised by MUHAMMAD
FIRDAUS dan IDQAN FAHMI.
Generally, economic development has focused on an effort to increase
economic growth which is closely related to national income both in total and per
capita term. It aims to improve citizen’s welfare as a final goal. The result of

economic growth is expected to be distributed evenly throughout the citizen so
that the socio-economic issues such as unemployment, poverty, income
distribution inequality, etc can be solved through the principle of trickle-down
effect mechanism (Todaro and Smith, 2006). Indonesia consists of 33 provinces
with different economic structures according to the various factors endowments
possessed. It encourages regional disparities in economic performance because of
the differences in the speed of economic growth among provinces, where output
of provinces rich with factor endowments is certainly greater than provinces with
factor endowment scarcity.
Labour productivity disparity is a phenomenon experienced by Indonesia
during the period 1987-2011. Prediction of the convergence is expected to reduce
that inequality. This requires the condition in which provinces with lower labour
productivity grow faster than provinces with higher labour productivity. Weighted
coefficient of variation values of labour productivity in aggregate, agriculture, and
manufacturing sectors state that labour productivity disparity in Eastern Indonesia
is more unequal than in Western Indonesia with labour productivity in
manufacturing sector is more unequal than in agriculture sector.
Estimation model of labour productivity convergence in aggregate,
agriculture, and manufacturing sector with Sys-GMM dynamic panel approach
meet the appropriate dynamic panel data model’s criteria which is unbiased,

consistent, and valid. Coefficient estimators of lag labour productivity variable
both in aggregate, agriculture, and manufacturing sector model with Sys-GMM
approach which are smaller than one state that the process of convergence occurs
related to labour productivity disparity in aggregate, agriculture, and
manufacturing sector in Indonesia. Speed of convergence and half time
convergence of aggregate labor productivity in Indonesia are slower than in
agriculture and manufacturing sector. Then, in comparison between agriculture
and manufacturing sector, speed of convergence and half-time convergence of
labor productivity in agriculture sector are slower than in manufacturing sector.
The convergence models above also provide information on several factors
that affect regional labour productivity in Indonesia in aggregate, agriculture, and
manufacturing sector with the assumption that they provide the same effect on
every province both Western and Eastern Indonesia. Intervention on these factors
should be done so convergence process can be accelerated. Lag labour
productivity, restricted physical capital stock, restricted human capital stock, total
trade, and real wage have positive effect on aggregate labour productivity in
Indonesia. Furthermore, lag labour productivity, physical capital stock, human
capital stock, total trade, and real wage have positive effect while the depreciation

rate has negative impact on agriculture and manufacturing sector labour

productivity in Indonesia.
Although government must implement fair policies to all people to prevent
the emergence of social jealousy related to disparity problem, government should
prioritize to overcome labour productivity disparity in Eastern Indonesia than in
Western Indonesia due to the disparity condition which is worse in Eastern
Indonesia both in aggregate, in agriculture, and manufacturing sectors.
Intervention should focus on provinces with lower labour productivity so that
their labour productivity can improve more rapidly and the convergence process
can occur faster. In order to more rapidly improve regional labour productivity to
fasten convergence process Indonesia, government should focus on determinants
that produce more dominant effect which is human capital stock. In comparison
between agriculture and manufacturing sector, portion of the increase in real
wages, physical capital stock, and the stock of human capital should be prioritized
in manufacturing sector while increase in total trade and labour growth
anticipation should be prioritized in agricultural sector.
Keywords: labour productivity disparity, agriculture, manufacturing, dynamic
panel

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DISPARITAS, KONVERGENSI, DAN DETERMINAN
PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA REGIONAL
DI INDONESIA

AISYAH FITRI YUNIASIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Arief Daryanto, MEc

Judul Tesis : Disparitas, Konvergensi, dan Determinan Produktivitas Tenaga
Kerja Regional di Indonesia
Nama
: Aisyah Fitri Yuniasih
NRP
: H151114074

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Muhammad Firdaus, SP, MSi
Ketua


Dr Ir Idqan Fahmi, MEc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 11 Oktober 2013

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Disparitas, Konvergensi, dan Determinan Produktivitas Tenaga
Kerja Regional di Indonesia

Nama
: Aisyah Fitri Yuniasih
: H 151114074
NRP

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Si

Dr Ir Idqan Fahmi, MEc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

N セ@
DrI R Nuti:

nセイケ。エッョL@

MSi

Tanggal Ujian: 11 Oktober 2013

Tanggal Lulus:

0 1 NOV LU I j

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya penulis berhasil menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tema yang
dipilih dalam penelitian tesis yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini adalah
produktivitas tenaga kerja, dengan judul Disparitas, Konvergensi, dan Determinan
Produktivitas Tenaga Kerja Regional di Indonesia.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan
moral, spiritual, dan material kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan
tesis ini, khususnya kepada:
1
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, Kepala BPS
Provinsi Lampung, Kepala BPS Kota Bandar Lampung, beserta seluruh
jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan Program S2 pada Mayor Ilmu Ekonomi (IE)
Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) di Sekolah Pascasarjana (SPS)
Institut Pertanian Bogor (IPB) serta membantu penulis dalam penyediaan
data yang digunakan dalam penelitian tesis ini.
2
Prof Dr Muhammad Firdaus, SP, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr Ir Idqan Fahmi, MEc selaku anggota komisi pembimbing yang diselasela kesibukannya yang padat masih meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan
tesis ini.
3
Dr Ir Arief Daryanto, MEc selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Wiwiek
Rindayati, MSi selaku penguji perwakilan Mayor IE FEM SPS IPB atas
saran dan kritik yang membangun terkait penyempurnaan tesis ini.
4
Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi beserta seluruh jajarannya selaku
pengelola Mayor IE FEM SPS IPB, seluruh dosen, staf pengajar, dan
karyawan/wati di Mayor IE FEM SPS IPB yang senantiasa membantu
penulis selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.
5
Suami penulis Kemas Muhammad Irsan Riza, SST, putri tercinta penulis
Quinsha Masyitha Riza, orang tua, mertua, adik, kakak, dan seluruh
keluarga besar penulis atas kasih sayang, pengertian, doa, dan dukungannya
yang tak pernah putus selama ini.
6
Rekan-rekan kelas BPS-IE FEM IPB Batch IV atas kebersamaan dan
kerjasama selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.
7
Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.
Tesis ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai persyaratan
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor IE FEM SPS IPB. Meskipun
demikian, penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna
dimana dalam penyusunannya terdapat banyak kekurangan dikarenakan berbagai
keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan tesis ini. Akhirnya, penulis berharap bahwa
tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan Indonesia dan
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Oktober 2013
Aisyah Fitri Yuniasih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

DAFTAR ISTILAH

ix

DAFTAR SINGKATAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
1
2
5
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Teoritis
Tinjauan Empiris
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian

8
8
16
18
19

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data
Prosedur Analisis

20
20
20
28

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Disparitas Produktivitas Tenaga Kerja Regional di Indonesia
Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja Regional di Indonesia
Determinan Produktivitas Tenaga Kerja Regional di Indonesia
Implikasi Kebijakan

29
29
35
39
50

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
Saran Penelitian Lebih Lanjut

51
51
51
52

DAFTAR PUSTAKA

53

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

65

DAFTAR TABEL
1 Rata-rata produktivitas tenaga kerja regional di Indonesia periode 20072011
2 Hasil pengujian stasioneritas data
3 Ringkasan hasil estimasi model konvergensi produktivitas tenaga kerja
agregat, sektor pertanian, dan industri pengolahan di Indonesia metode
Sys-GMM
4 Rasio Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2007-2011
5 Rasio Rata-rata upah nominal terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2007-2011

3
36

37
48
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

11

12

13

14
15
16
17
18

Perkembangan pembangunan ekonomi Indonesia periode 2007-2011
Nilai IPM provinsi-provinsi di KBI tahun 2011
Nilai IPM provinsi-provinsi di KTI tahun 2011
Ilustrasi konvergensi absolut
Ilustrasi konvergensi bersyarat
Kerangka pemikiran
Perkembangan nilai koefisien variasi tertimbang produktivitas tenaga
kerja agregat di Indonesia, KBI, dan KTI tahun 1987-2011
Perkembangan nilai koefisien variasi tertimbang produktivitas tenaga
kerja sektor pertanian di Indonesia, KBI, dan KTI tahun 1987-2011
Perkembangan nilai koefisien variasi produktivitas tenaga kerja sektor
industri pengolahan di Indonesia, KBI, dan KTI tahun 1987-2011
Hubungan antara perkembangan produktivitas tenaga kerja dengan
disparitas produktivitas tenaga kerja agregat di Indonesia tahun 19872011
Hubungan antara perkembangan produktivitas tenaga kerja dengan
disparitas produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di Indonesia tahun
1987-2011
Hubungan antara perkembangan produktivitas tenaga kerja dengan
disparitas produktivitas tenaga kerja sektor industri pengolahan di
Indonesia tahun 1987-2011
Perkembangan stok modal fisik (proporsi realisasi pengeluaran
pembangunan pemerintah terhadap PDRB nominal sektoral) tahun
1987-2011
Perkembangan stok modal manusia (proporsi penduduk 15 tahun ke
atas yang bekerja yang tamat SMA) tahun 1987-2011
Perkembangan jumlah tenaga kerja tahun 1987-2011
Perkembangan ekspor impor Indonesia tahun 1987-2011
Perkembangan ekspor impor sektor industri pengolahan Indonesia
tahun 1987-2011
Perkembangan ekspor impor sektor pertanian Indonesia tahun 19872011

1
4
4
13
14
18
30
32
33

34

34

35

40
41
42
43
44
44

19 Perkembangan proporsi ekspor terhadap PDB Indonesia tahun 19872011
20 Perkembangan proporsi impor terhadap PDB Indonesia tahun 19872011
21 Perkembangan proporsi total perdagangan terhadap PDB Indonesia
tahun 1987-2011
22 Perkembangan rata-rata upah riil per bulan di Indonesia tahun 19872011 (tahun dasar 2000)

45
45
46
47

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil output stata model estimasi konvergensi dan determinan
produktivitas tenaga kerja agregat di Indonesia
2 Hasil output stata model estimasi konvergensi dan determinan
produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di Indonesia
3 Hasil output stata model estimasi konvergensi dan determinan
produktivitas tenaga kerja sektor industri pengolahan di Indonesia

56
59
62

DAFTAR ISTILAH
Asymtotically efficient

Autoregressive
Backwash effect
Balanced panel
Capital
Ceteris paribus
Common estimator
Common unit root
Constant return to scale

Core
Cross section
Decreasing return
Diminishing return
Difusi
Divergensi
Dynamics of adjustment
Endowment
Error transitory
Export led Growth
First differencing
Half time convergence
Increasing return
Individual unit root
Intercept
Konvergensi
Level
Moving average
Misleading
Nominal
Noncentrality
Over estimated
Periphery
Piece rate

: Metode umum untuk membedakan dua estimator
dimana tidak ada yang dapat dibedakan antara
kedua estimator tersebut dari sudut pandang
konsistensi
: Regresi yang diduga hanya berdasarkan nilai masa
lalu dari data deret waktunya
: Pengaruh yang bersifat negatif atau mengurangi
pengaruh positif
: Data panel dengan jumlah data yang sama untuk
setiap unit observasi
: Modal
: Kondisi variabel yang lain konstan
: Estimator umum
: Akar unit dalam data panel secara keseluruhan
: Peningkatan input menyebabkan peningkatan
output dalam jumlah yang sama dengan
peningkatan input tersebut
: Pusat
: Unit observasi
: Peningkatan input menyebabkan peningkatan
output yang lebih kecil dari peningkatkan input
: Peningkatan output yang menurun seiring dengan
peningkatan input
: Aliran transmisi
: Proses menyebar menjauhi satu titik
: Proses penyesuaian secara dinamis
: Sumber daya
: Error yang sifatnya sementara
: Ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi
: Perbedaan pertama
: Waktu yang diperlukan untuk menutup setengah
kesenjangan
: Peningkatan input menyebabkan peningkatan
output yang lebih besar dari peningkatkan input
: Akar unit dalam setiap individu
: Nilai variabel dependent saat seluruh variabek
independent bernilai nol
: Proses menuju satu titik
: Data awal
: Rata-rata berjalan
: Menyesatkan
: Nilai berlaku masih mengandung pengaruh inflasi
: Tidak terpusat mengikuti distribusi tertentu
: Estimasi yang dhasilkan bias ke atas
: Daerah pinggiran
: Sistem
pengupahan
berdasarkan
kuantitas

Pooled data

:

Proxy
Riil

:

Re-employment
Restriksi
Spread effect
Spurious regression
Steady state
Time series
Transisi
Total perdagangan
Tren
Trial and error
Trancient shock
Trickle down effect
Turnover
Under estimated
Virtuous spiral

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

pekerjaan yang dilakukan
data cross section dan time series yang
digabungkan
Pendekatan
Nilai konstan yang sudah menghilangkan faktor
inflasi
Dipekerjakan kembali
Batasan
Pengaruh positif
Hubungan regresi yang semu
Kondisi dimana pertumbuhan sama dengan nol
Deret waktu
Perpindahan
Rasio ekspor dan impor terhadap PDRB
Kecenderungan
Percobaan dan kegagalan
Guncangan yang sifatnya sementara
Dampak merembes ke bawah
Pergantian
Estimasi yang dhasilkan bias ke bawah
Siklus yang tidak berujung

DAFTAR SINGKATAN
ADF
BPS
CCC
CIF
DKI
ECM
FD-GMM
FDI
FEM
FOB
GMM
IPM
IPS
KBI
KTI
LLC
MLE
PDB
PDRB
OLS
PLS
PP
R&D
REM
Sys-GMM

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Augmented Dickey Fuller
Badan Pusat Statistik
Circular Cummulative Causation
Cost, Insurance, and Freight
Daerah Khusus Ibukota
Error Correction Model
First Differences Generalized Method of Moments
Foreign Direct Investment
Fixed Effect Model
Freight on Board
Generalized Method of Moments
Indeks Pembangunan Manusia
Im, Pesaran, and Shin
Kawasan Barat Indonesia
Kawasan Timur Indonesia
Levin, Lin, and Chu
Maximum Likelihood Estimator
Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Regional Bruto
Ordinary Least Square
Pooled Least Square
Philips-Peron
Research and Development
Random Effect Model
System Generalized Method of Moments

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi secara umum difokuskan pada usaha peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan pendapatan nasional baik
secara total maupun per kapita dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Hasil pertumbuhan ekonomi tersebut diharapkan dapat
didistribusikan secara merata ke seluruh masyarakat sehingga permasalahanpermasalahan sosial ekonomi seperti penggangguran, kemiskinan, ketimpangan
distribusi pendapatan, dan sebagainya dapat dipecahkan melalui mekanisme
trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006). Perkembangan pembangunan
perekonomian Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) periode
2007-2011 pada Gambar 1 menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi peningkatan
pertumbuhan ekonomi yang diiringi oleh keberhasilan dalam hal penurunan
tingkat pengangguran terbuka dan persentase penduduk miskin. Namun, prestasi
ini tidak diikuti oleh perbaikan pemerataan distribusi pendapatan masyarakat
karena dilihat dari perkembangan nilai koefisien gini sebesar 0.36 pada tahun
2007, walaupun sempat sedikit turun menjadi 0.35 pada tahun 2008, tetapi
kemudian terus meningkat menjadi 0.41 pada tahun 2011. Hal ini merupakan
indikasi awal bahwa masalah disparitas perekonomian yaitu ketimpangan
distribusi pendapatan merupakan masalah pembangunan ekonomi yang masih
melanda Indonesia hingga saat ini.
Williams, et al (2003) menyatakan bahwa salah satu pemicu ketimpangan
distribusi pendapatan adalah disparitas regional. Indonesia terdiri dari 33 provinsi
dengan perbedaan struktur perekonomian terkait dengan beragamnya faktor
endowment yang dimiliki. Hal ini mendorong timbulnya masalah disparitas
kinerja perekonomian regional yang disebabkan oleh perbedaan kecepatan
pertumbuhan ekonomi antar provinsi dimana output provinsi yang lebih kaya
dengan faktor endowment dipastikan akan lebih tinggi dibandingkan provinsi

Sumber: BPS (2007-2011), Data Diolah

Gambar 1 Perkembangan pembangunan
periode 2007-2011

ekonomi

Indonesia

2

yang lebih langka faktor endowment-nya. Proses pembangunan ekonomi
mengklasifikasikan provinsi-provinsi di Indonesia ke dalam dua kriteria yaitu
provinsi-provinsi maju dan provinsi-provinsi yang relatif tertinggal.
Disparitas kinerja perekonomian regional dapat dikaji menggunakan tiga
macam ukuran pertumbuhan antara lain pertumbuhan output, pertumbuhan output
per kapita, dan pertumbuhan output per tenaga kerja (Armstrong dan Taylor,
1993). Penggunaan output per tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja sebagai
ukuran disparitas regional tidak hanya belum banyak dilakukan untuk mengukur
disparitas regional di Indonesia tetapi juga memiliki beberapa keunggulan antara
lain lebih sensitif terhadap perbedaan jumlah tenaga kerja jika dibandingkan
dengan penggunaan output yang biasanya didekati oleh Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) serta dapat dilakukan dekomposisi secara sektoral jika
dibandingkan dengan output per kapita yang biasanya didekati oleh PDRB per
kapita (Bawono, 2011). Ukuran ini digunakan sebagai indikator daya saing di
suatu daerah (Armstrong dan Taylor, 1993).
Disparitas regional produktivitas tenaga kerja dapat disebabkan oleh dua hal,
yaitu perbedaan produktivitas tenaga kerja sektor yang sama di provinsi yang
berbeda serta perbedaan struktur ekonomi antar provinsi (Bawono, 2011). Suatu
provinsi dapat memiliki produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan
provinsi lain jika produktivitas tenaga kerja di provinsi tersebut, untuk seluruh
atau sebagian besar sektor, lebih tinggi dibandingkan provinsi lain atau meskipun
tidak memiliki keunggulan produktivitas tenaga kerja sektoral, tetapi provinsi
tersebut melakukan spesialisasi pada sektor-sektor yang memiliki produktivitas
tenaga kerja yang tinggi.

Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi baik dipengaruhi oleh akumulasi input
yang berupa modal dan tenaga kerja maupun dengan peningkatan produktivitas
yang berhubungan dengan proses bagaimana input yang ada ditransformasikan
menjadi output termasuk terkait input tenaga kerja. Pertumbuhan produktivitas
tenaga kerja merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
dan peningkatan standar kehidupan masyarakat (Williams, et al 2003).
Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah output
produksi untuk penggunaan sejumlah input tenaga kerja tertentu sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nasional dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan
per kapita yang merupakan indikator utama standar kehidupan masyarakat. Di
dalam pasar tenaga kerja, peningkatan produktivitas tenaga kerja mendorong
pengusaha untuk meningkatkan upah riil dengan jumlah tertentu tanpa harus
meningkatkan biaya tenaga kerja per unit output. Lebih jauh lagi, pertumbuhan
produktivitas termasuk produktivitas tenaga kerja, memungkinkan produsen untuk
meningkatkan penawaran tanpa harus meningkatkan biaya sehingga permintaan
agregat dapat tumbuh lebih cepat tanpa harus membebankan peningkatan biaya
produksi terhadap harga yang harus dibayarkan konsumen yang dapat memicu
inflasi.
Data BPS menunjukkan bahwa selama periode 2007-2011 provinsi DKI
Jakarta (DKI) dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja agregat sebesar Rp.

3

87.52 juta per tenaga kerja merupakan provinsi dengan rata-rata produktivitas
tenaga kerja agregat tertinggi di Indonesia. Provinsi dengan rata-rata produktivitas
tenaga kerja agregat terendah di Indonesia adalah provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja agregat hanya sebesar Rp. 5.76
juta per tenaga kerja atau seperlimabelas kali rata-rata produktivitas tenaga kerja
agregat provinsi DKI. Provinsi dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja agregat
terendah di Kawasan Barat Indonesia (KBI) adalah provinsi Bengkulu yaitu
sebesar Rp. 9.84 juta per tenaga kerja atau hanya mencapai sekitar sepersembilan
kali rata-rata produktivitas tenaga kerja agregat provinsi DKI yang tertinggi di
KBI. Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan rata-rata
produktivitas tenaga kerja agregat tertinggi di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
dengan rata-rata produktivitas tenaga kerja agregat sebesar Rp. 80.07 juta per
tenaga kerja atau mencapai sekitar empat belas kali lipat rata-rata produktivitas
tenaga kerja agregat provinsi NTT yang terendah di KTI. Hal ini merupakan
menunjukkan bahwa terjadi disparitas regional produktivitas tenaga kerja agregat
di Indonesia dimana produktivitas tenaga kerja di KTI lebih timpang
dibandingkan di KBI.
Selain disparitas regional produktivitas tenaga kerja secara agregat,
disparitas sektoral produktivitas tenaga kerja juga memiliki pengaruh yang tidak
kalah penting. Sektor pertanian dan sektor industri pengolahan merupakan dua
sektor yang paling banyak menjadi sektor unggulan PDRB nominal provinsiprovinsi di Indonesia dan menyerap lebih dari 50% tenaga kerja Indonesia selama
periode 2007-2011. Tabel 1 memberikan gambaran kondisi disparitas
produktivitas tenaga kerja sektor pertanian dan industri pengolahan selama
periode 2007-2011 dimana secara umum sama dengan kondisi disparitas
produktivitas tenaga kerja agregat yaitu produktivitas tenaga kerja di KTI lebih
timpang dibandingkan di KBI.
Disparitas regional produktivitas tenaga kerja akan menjadi hambatan bagi
peningkatan pendapatan nasional karena dapat memicu disparitas distribusi
pendapatan Ismail, et al (2012). Selama periode 2007-2011, lebih dari 80 %
pendapatan nasional merupakan kontribusi dari KBI. Disparitas juga menjadi
masalah karena menurut You (2013) disparitas dapat menyebabkan ketertinggalan
dalam hal pembangunan ekonomi. Data BPS menunjukkan bahwa berdasarkan
Tabel 1 Rata-rata produktivitas tenaga kerja regional di Indonesia
periode 2007-2011

Sumber: BPS (2007-2011), data diolah.

4

Sumber: BPS (2011), Data Diolah

Gambar 2 Nilai IPM provinsi-provinsi di KBI tahun 2011
nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada tahun 2011, 13 dari 16 provinsi di
KTI atau sekitar 81.25 % memiliki nilai IPM dibawah nilai IPM nasional
Indonesia sedangkan di KBI hanya 3 dari 17 provinsi atau 29.41 % saja yang
memiliki nilai IPM dibawah nilai IPM nasional Indonesia yang sebesar 0.7277
(Gambar 2 dan Gambar 3). Selain itu, disparitas produktivitas tenaga kerja agregat
di Indonesia ini dikhawatirkan dapat mendorong terjadinya lonjakan migrasi yang
dilakukan oleh tenaga kerja dengan produktivitas tinggi menuju provinsi dengan
produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi yang dikhawatirkan akan
memperparah kondisi disparitas yang terjadi (Gezici dan Keskin, 2005). Hasil
Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa sekitar 80% dari total migrasi baik
migrasi risen maupun migrasi seumur hidup masuk ke KBI dengan kondisi
disparitas produktivitas tenaga kerja yang lebih merata.
Ismail, et al (2012) menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja
merupakan determinan yang paling penting yang memengaruhi tingkat

Sumber: BPS (2011), Data Diolah

Gambar 3 Nilai IPM provinsi-provinsi di KTI tahun 2011

5

pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah karena merupakan
salah satu determinan stabilitas ekonomi terkait dengan masalah pemerataan
distribusi pendapatan masyarakat. Pemahaman mengenai konvergensi
produktivitas tenaga kerja dapat memberikan rekomendasi kebijakan bagi
pemerintah agar strategi pembangunan tidak bias regional atau bias sektoral. Hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan demi tercapainya
pembangunan regional dan sektoral yang lebih seimbang.
Penelitian ini menggambarkan kondisi disparitas produktivitas tenaga kerja
regional
di
Indonesia
kemudian
melibatkan
pengembangan
dan
pengimplementasian kerangka panel dinamis untuk mengidentifikasi terjadinya
konvergensi dan faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas tenaga kerja di
Indonesia tersebut. Pengembangan pemahaman mengenai disparitas dan
konvergensi produktivitas tenaga kerja ini dapat memberikan rekomendasi
kebijakan bagi pemerintah agar strategi pembangunan tidak bias regional atau bias
sektoral. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan demi
tercapainya pembangunan regional dan sektoral yang lebih seimbang.
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini berdasarkan
paparan di atas antara lain:
1
Bagaimana kondisi disparitas regional produktivitas tenaga kerja agregat,
sektor pertanian dan sektor industri pengolahan di Indonesia?
2
Apakah konvergensi regional produktivitas tenaga kerja agregat, sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan terjadi di Indonesia?
3
Faktor-faktor apa yang memengaruhi produktivitas tenaga kerja agregat,
sektor pertanian, dan sektor industri di Indonesia?
4
Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengurangi disparitas sekaligus
mempercepat proses konvergensi regional produktivitas tenaga kerja
agregat, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan di Indonesia?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
1
Menganalisis disparitas regional produktivitas tenaga kerja agregat, sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan di Indonesia
2
Mengidentifikasi konvergensi regional produktivitas tenaga kerja agregat,
sektor pertanian dan sektor industri pengolahan di Indonesia
3
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas tenaga
kerja agregat, sektor pertanian, dan sektor industri di Indonesia.
4
Merumuskan kebijakan pemerintah untuk mengurangi disparitas sekaligus
mempercepat proses konvergensi regional produktivitas tenaga kerja agregat,
sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan di Indonesia.

6

Manfaat Penelitian
Secara umum manfaat dari penelitian mengenai disparitas, konvergensi, dan
determinan produktivitas tenaga kerja agregat, sektor pertanian, dan sektor
industri pengolahan regional di Indonesia antara lain:
1
Bagi pemerintah pusat dan daerah selaku pengambil kebijakan, penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar pengambilan
kebijakan publik yang rasional dalam kaitannya dengan disparitas dan
konvergensi regional produktivitas tenaga kerja agregat, sektor pertanian,
dan sektor industri pengolahan di Indonesia.
2
Bagi akademisi dan peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan dan sumber referensi untuk penelitian lebih mendalam
mengenai disparitas dan konvergensi regional produktivitas tenaga kerja
agregat, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan di Indonesia.
3
Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir
pembaca serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca
mengenai disparitas dan konvergensi regional produktivitas tenaga kerja
agregat, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan di Indonesia.
4
Bagi penulis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana
penerapan dan peningkatan pemahaman umum dari teori dan aplikasi dalam
bidang ekonomi pembangunan regional yang selama ini dimiliki penulis.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup 26 provinsi yang ada di Indonesia
dengan tidak mencakup provinsi Timor Timur yang telah memisahkan diri dari
Indonesia sejak tahun 1999 serta provinsi baru seperti Kepulauan Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, Banten, Gorontalo, Sulawasi Barat, Maluku Utara dan
Papua Barat. Hal ini dikarenakan periode analisis dalam penelitian ini adalah
tahun 1987-2011 sementara ketujuh provinsi tersebut baru terbentuk
dipertengahan periode analisis penelitian ini sehingga data time series untuk
ketujuh provinsi tersebut tidak tersedia secara lengkap. Data provinsi-provinsi
baru hasil pemekaran tersebut diagregasi ke provinsi induknya. Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung diagregasi dengan provinsi Sumatra Selatan, provinsi
Kepulauan Riau dengan provinsi Riau, provinsi Banten dengan provinsi Jawa
Barat, provinsi Gorontalo dengan provinsi Sulawesi Utara, provinsi Sulawesi
Barat dengan provinsi Sulawesi Selatan, provinsi Maluku Utara provinsi dengan
Maluku dan provinsi Papua Barat dengan Propinsi Papua.
26 provinsi di Indonesia tersebut dibagi dua yaitu KBI yang meliputi
Sumatera, Jawa, dan Bali serta KTI yang meliputi Nusa Tenggara, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Papua. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data tahunan periode 1987-2011. Data panel yang merupakan kombinasi data
tahunan periode 1987-2011 (time series) untuk 26 provinsi yang ada di Indonesia
yang dibagi dua yaitu KBI dan KTI (cross section) dibangun untuk memenuhi
syarat analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitian. Adapun
keterbatasan penelitian ini adalah hanya fokus menganalisis disparitas,
konvergensi, dan determinan produktivitas tenaga kerja agregat, sektor pertanian,

7

dan sektor industri pengolahan regional di Indonesia belum meliputi tujuh sektor
perekonomian lainnya. Sektor pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah sektor pertanian secara umum yang meliputi sektor pertanian, perkebunan,
peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sektor industri pengolahan yang dimaksud
dalam penelitian ini mencakup industri migas dan non migas.

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Teoritis
Model Pembangunan Ekonomi Regional
Dunford (2009) dan Firdaus (2006) mengklasifikasikan teori model
pembangunan ekonomi regional berdasarkan pandangannya terhadap konvergensi.
Model yang mendukung terjadinya konvergensi adalah Neoklasik sedangkan yang
tidak mendukung terjadinya konvergensi adalah model Circular Cummulative
Causation (CCC). Model pertumbuhan ekonomi endogen menyatakan bahwa
konvergensi atau divergensi dapat terjadi dipengaruhi oleh tingkat modal fisik dan
modal manusia sedangkan model geografi ekonomis baru menyatakan bahwa
konvergensi atau divergensi dapat terjadi dipengaruhi oleh sejarah dan ekspektasi
masa depan.
1
Model pembangunan ekonomi regional Neoklasik
Model ini didasarkan pada gagasan bahwa pembangunan regional
tergantung pada ketersediaan sumber daya. Asumsi yang mendasari model ini
antara lain constant return to scale dimana biaya produksi tidak berubah seiring
berubahnya jumlah output yang dihasilkan, pasar bersifat bersaing sempurna
dimana perekonomian terdiri dari banyak perusahaan sehingga tidak ada yang
dapat mempengaruhi harga pasar, terjadi re-employment sumber daya secara
instan sehingga tidak ada sumber daya yang tidak diberdayakan, serta tidak terjadi
eksternalitas, kegagalan pasar, asimetrik informasi, dan kegagalan koordinasi.
Model pembangunan ekonomi regional Neoklasik memprediksi bahwa jalur
pertumbuhan ekonomi antar negara atau wilayah akan konvergen menuju kondisi
steady state yang sama selama modal dan tenaga kerja dapat bebas berpindah
serta teknologi merupakan barang publik. Modal akan berpindah dari daerah
dengan tingkat upah yang lebih tinggi ke yang lebih rendah sedangkan tenaga
kerja akan berpindah dari daerah dengan tingkat sewa yang lebih tinggi ke yang
lebih rendah. Daerah dengan rasio modal tenaga kerja tertinggi akan memperoleh
tingkat upah riil tertinggi. Daerah dengan tingkat upah yang lebih rendah memiliki
tingkat pertumbuhan modal dan upah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah dengan tingkat upah yang lebih tinggi sedangkan daerah dengan tingkat
sewa yang lebih rendah memiliki tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan sewa yang
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah dengan tingkat sewa yang lebih tinggi.
Modal dan tenaga kerja akan berpindah antar daerah sampai nilai rasio modal
output dan rasio tingkat upah dan sewa sama antar daerah.
Oleh karena itu, perekonomian daerah yang kurang maju diharapkan dapat
tumbuh atau mendekati kondisi steady state lebih cepat dibandingkan
perekonomian daerah yang lebih maju. Hal ini dipengaruhi oleh sifat diminishing
return to capital dan constant return to scale dimana pada tingkat kemajuan
teknologi tertentu kondisi tersebut menyatakan bahwa peningkatan produktivitas
tenaga kerja akan semakin kecil seiring peningkatan jumlah modal per tenaga
kerja, peningkatan produktivitas tenaga kerja berhenti ketika tingkat modal per
tenaga kerja keseimbangan steady state dicapai. Daerah yang hanya berbeda pada
tingkat awal produktivitas tenaga kerja akan konvergen pada tingkat produktivitas
tenaga kerja yang sama. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh pandangan

9

bahwa teknologi merupakan barang publik yang tersedia tanpa biaya untuk semua
orang sehingga proses difusi teknologi dan pengetahuan dari daerah yang lebih
maju ke daerah yang kurang maju akan menutup kesenjangan teknologi dan
produktivitas tersebut.
2
Model Circular Cummulative Causation (CCC)
Teori Cummulative Causation Myrdal menjelaskan mengapa konvergensi
pendapatan per kapita gagal terjadi. Model ini menekankan pada endogenitas
faktor produksi terkait sumber daya yang diasumsikan eksogen pada model
Neoklasik. Pertumbuhan ekonomi daerah maju memberikan tekanan positif
(spread effect → misalnya daerah maju menyediakan pasar untuk barang mentah
atau barang jadi dari daerah tertinggal) dan tekanan negatif (backwach effect →
misalnya ketika modal dan tenaga kerja berpindah meninggalkan daerah
tertinggal) terhadap daerah tertinggal. Teori ini menyatakan bahwa tekanan pasar
menyebabkan pengelompokan spasial kegiatan ekonomi di lokasi yang memiliki
keuntungan biaya dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Sepertinya tingkat
upah yang rendah tidak cukup untuk menarik modal. Myrdal menyatakan bahwa
daerah berada pada kondisi disekuilibrium dan tidak ada kecenderungan alami
yang dapat menjamin terjadinya konvergensi. Tekanan ini mendapatkan perhatian
khusus karena bertujuan untuk menjelaskan bahwa peningkatan kesenjangan
perekonomian antara daerah maju dan daerah yang terbelakang. Myrdal
menyadari bahwa terdapat juga sebaran trickle down effect untuk penyetaraan
pembangunan. Beliau menekankan pada pentingnya faktor institusional dalam
membentuk tren pembangunan dan intervensi kebijakan yang bersifat aktif yang
bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan yang diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Teori Cummulative Causation Kaldor memberikan penjelasan yang lebih
lengkap mengenai bagaimana proses cummulative causation. Inti pendekatan ini
adalah pada pendapat bahwa skala ekonomis merupakan karakteristik yang
fundamental dalam perekonomian. Kaldor menyatakan bahwa tingkat upah
nominal nasional tetap dengan tingkat upah rata-rata nasional wi=w*.
Pertumbuhan ekonomi nasional dan regional didorong oleh pertumbuhan ekspor
yang dipengaruhi oleh upah efisiensi yaitu rasio upah rill dan produktivitas.
Peningkatan ekspor barang mengimplikasikan peningkatan output yang
disebabkan oleh peningkatan skala ekonomis, ekternalitas ekonomi atau dampak
spillover dan komplementaritas, serta peningkatan produktivitas. Selanjutnya,
peningkatan produktivitas akan meningkatkan daya saing yang berkontribusi
terhadap virtuous spiral. Suatu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan output
yang lebih tinggi akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi, tingkat
upah efisiensi yang lebih rendah, yang dapat menginduksi tingkat pertumbuhan
output yang lebih tinggi lagi. Divergensi regional yang dipengaruhi proses
Cummulative Causation terjadi di Lithuania pada periode 1995-2003 (Cibulskiene
dan Butkus, 2007).
3
Model Pertumbuhan Ekonomi Endogen
Jiang (2012) melakukan pengembangan model pertumbuhan ekonomi
endogen dengan memasukkan variabel yang mengukur keterbukaan ekonomi.
Asumsikan sebuah fungsi produksi Cobb Douglas sebagai berikut:
Y(t) = K(t)α(B(t) L(t))1-α
(2.1)

10

dimana Y(t) merupakan output pada waktu t, K(t) merupakan stok modal fisik
pada waktu t, dan L(t) merupakan angkatan kerja pada waktu t. L(t) tumbuh
secara eksogen dengan tingkat pertumbuhan sebesar n sehingga L(t) = L(0)ent.
B(t) mengukur keefektifan tenaga kerja pada waktu t yang terdiri dari dua faktor
yang memengaruhi dengan persamaan sebagai berikut:
B(t) = (1 + F(t))μA(t)
(2.2)
dimana A(t) tumbuh secara eksogen dengan tingkat pertumbuhan sebesar g untuk
seluruh perekonomian dan seluruh periode waktu sehingga A(t) = A(0)egt. Oleh
karena itu, menjadi beralasan untuk mengasumsikan bahwa kita selalu dapat
memisahkan dari persamaan B(t) komponen A(t) yang tumbuh secara eksogen
dan tidak dipengaruhi oleh keterbukaan ekonomi. F(t) merupakan ukuran
keterbukaan ekonomi pada waktu t. Keterbukaan ekonomi diasumsikan
memberikan pengaruh yang positif terhadap efektifitas tenaga kerja misalnya
melalui pertukaran teknologi akibat perdagangan internasional, melalui teknologi
baru yang terkandung di dalam modal dan input lain yang diimpor, dan melalui
teknologi yang dihasilkan oleh insentif yang kuat dari produsen domestik untuk
berinovasi ketika menghadapi pasar internasional yang lebih besar untuk ekspor.
Jika diasumsikan dalam perekonomian yang tertutup sepenuhnya dimana
F(t) sama dengan nol untuk seluruh periode waktu sehingga B(t) = A(t) maka
model pertumbuhan ekonomi Neoklasik Solow yang dikembangkan berubah
menjadi model pertumbuhan ekonomi Neoklasik Solow tradisional. Dengan
t
t
dan ̂ t
maka diperoleh persamaan sebagai
mendefinisikan ŷ t
t

t

t

t

berikut:
(2.3)
ŷ t a
t μ -α ̂ t α
Diawali dari beberapa titik awal pada waktu t1 dan dengan mengasumsikan bahwa
F konstan sepanjang periode waktu [t1, n), maka persamaan dinamis untuk ̂ t
adalah sebagai berikut:
μ( -α) ̂
̂ t sŷ t - n g
̂ t s
̂ t
t α- n g
(2.4)
dimana seperti di model pertumbuhan ekonomi Neoklasik Solow tradisional, s
merupa an ting at tabungan yang onstan dan merupa an ting at depresiasi
yang konstan. Oleh karena itu, ̂
dan ̂
konvergen menuju nilai steady state
k* dan y* dimana:
s

μ

-

(2.5)

-

(2.6)

n g
s

μ

y

n g

Perkiraan di sekitar steady state, kecepatan konvergensinya sebesar
[ln ŷ - ln ŷ t ]
(2.7)
dt
dimana
n g
– α . Persamaan (2.7) menyatakan bahwa:
- t
(2.8)
-e
ln ŷ e- t ln ŷ t
ln ŷ t
dimana τ
t2 – t1). Dengan mensubtitusikan
diperoleh persamaan sebagai
berikut:
- e- t
ln ŷ t
ln s - - e- t
ln n g
e- t ln y t
d ln ŷ t

-

- t

-e

μ ln

-

(2.9)

11

Dengan memodifikasi persamaan (2.9) dalam bentuk produktivitas tenaga kerja,
y(t) = Y(t)/L(t), akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
t

e

ln y t

ln s

e t)

(

e t ln y t

ln n g

- e- t μ ln
- e- t ln
g t -e- t t
(2.10)
Jika kita menggunakan notasi konvensional dari estimasi data panel yang
ada, maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
ui vit
(2.11)
yit yi,t- ∑
it
t
dimana yit

yi,t-

ln y t

e- t ,

- e-

t

ln y t

- - e-

,

-

it

t

-

ln s ,

it

ln n g

,

- e- t μ , ui

it

- e-

ln

t

ln

g t -e- t t , dan vit merupakan zero-mean error.
Apabila modal manusia dimasukkan di dalam analisis kita, diasumsikan
bahwa:
Y(t) = K(t)αM(t)φ(B(t)L(t))1-α-φ
(2.12)
dimana M merupakan stok modal manusia, dan semua variabel lain sama dengan
yang telah didefinisikan sebelumnya. Oleh karena itu, evolusi dari perekonomian
ditentukan sebagai berikut:
̂ t sŷ t - n g ̂ t
(2.13)
m
̂ t hŷ t - n g m
̂ t
(2.14)
dan kita mengasumsikan bahwa modal manusia terdepresiasi
dimana m
̂
dengan ting at depresiasi sebesar
uga. ita mengasumsi an α φ < yang
menyatakan bahwa terjadi sifat decreasing return untuk semua jenis modal.
Persamaan (2.13) dan persamaan (2.14) menyatakan bahwa perekonomian
konvergen menuju kondisi steady state yang didefinisikan sebagai berikut:
t

-φ φ ⁄ -α-φ
μ s h
(
)
n g

̂

μ s h
(
n g

m
̂

)



(2.15)

-α-φ

(2.16)

Perkiraan disekitar kondisi steady state, kecepatan konvergensinya adalah
sebagai berikut:
d ln ŷ t

[ln ŷ - ln ŷ t ]
(2.17)
dimana
n g
– α – φ . Dengan prosedur yang sama dengan yang
sebelumnya, diperoleh persamaan sebagai berikut:
φ
- e- t
ln ŷ t - ln ŷ t
ln s
- e- t
ln h
dt

- t

-e

μ ln

- t

-e

- -φ
α φ

- -φ

- -φ

ln n g

- - e-

t

(2.18)

Dengan memodifikasi persamaan (2.8) dalam bentuk produktivitas tenaga kerja,
y(t) = Y(t)/L(t), akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
φ
α φ
- e- t
ln y t
ln s
- e- t
ln h - - e- t
ln n g
- -φ
- t

- t

- -φ
- t

- -φ

- t

-e ln
g t -e t
(2.19)
-e
μ ln
e ln y t
Dengan membandingkan persamaan (2.19) dengan persamaan (2.9) yang
sebelumnya, persamaan (2.19) mengandung notasi ln(h) sebagai satu tambahan

12

variabel independen. Dari model kita di atas, dapat dengan mudah diperlihatkan
persamaan sebagai berikut:
φ
ln s
- e- t
ln (m
̂ )
- e- t μ ln
- e- t
ln y t
-

-

-

4

- t

-e

-

ln n g

- t

e

(2.20)

Model Geografi Ekonomis Baru
Model Geografi Ekonomis Baru menyatakan bahwa konvergensi menuju
kondisi steady state dipengaruhi baik oleh sejarah masa lalu maupun ekspektasi
masa depan terkait masalah dimana perusahaan-perusahaan berlokasi dan
mengapa perusahaan-perusahaan tersebut berkonsentrasi di daerah tertentu. Fitur
utama dari teori ini adalah increasing return dan persaingan yang tidak sempurna.
Increasing return didefinisikan sebagai lawan dari dimisnishing return dari modal
ketika skala ekonomi atau perusahaan meningkat. Increasing return bisa menjadi
internal maupun eksternal bagi suatu perusahaan. Jika sebuah perusahaan dapat
menginternalisasi increasing return, maka maka kurva biaya rata-ratanya akan
berslope downward dan struktur pasar bersaing tidak sempurna akan terjadi. Jika
increasing return bersifat eksternal terhadap perusahaan maka kurva biaya rataratanya akan bergeser ke bawah secara paralel. Jika increasing return benar-benar
eksternal maka struktur pasar akan bersaing sempurna walaupun perusahaan yang
menyebabkan increasing return memiliki insentif untuk berusaha
menginternalisasikannya.
Persaingan yang tidak sempurna terjadi dimana kebanyakan model
pertumbuhan ekonomi, beberapa perusahaan beroperasi pada bagian kurva biaya
rata-ratanya yang menurun, sehingga biaya marjinal lebih kecil dari harga dan
pendapatan marjinal yang dikumpulkan perusahaan bervariasi dengan tingkat
output. Untuk kasus ilmu pengetahuan (teknologi), kekuatan pasar merupakan
bagian dari fungsi dari kepemilikan eksklusif oleh pemega