Regional disparity in Province of Riau Islands

(1)

KAJIAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH

DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

HAFID ZULRIZAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2012

Hafid Zulrizal NRP A156090184


(3)

ABSTRACT

HAFID ZULRIZAL. Regional Disparity in Province of Riau Islands. Under direction of KUKUH MURTILAKSONO and DYAH RETNO PANUJU.

Province of Riau Islands, a region as a result of the division of the Province of Riau, has high disparity between Batam and other districts. The objectives of the study are: (1) to identify priority sectors in each district; (2) to analyze level of development in each district; (3) to analyze condition and magnitude of disparity in the Province of Riau Islands; and (4) to analyze the regional development strategies of Province of Riau Islands. The analytical method used are Locational Quotient Analysis (LQ), Shift Share Analysis (SSA), Scalogram Analysis, Williamson Index, Theil Index, and Analytical Hierarchy Process (AHP). The result showed industry and commerce have become the first priority sector in urban areas. In the other hand, agricultural sector, particularly fishery, is the dominant sector in rural areas. The result of Scalogram Analysis showed the urban areas are in the first hierarchy, while the rural areas are in the second and third hierarchy. In the period of 2006 to 2010, the disparity level was decrease as indicated by 0.85 of Williamson Index (high disparity) in 2006 to 0.49 (average disparity) in 2010. The result of AHP showed the policy of regional development was to increase development of the regional infrastructure emphasize to fishery and marine sector, because the fishery and marine sector in Province of Riau Islands have a great potential.

Keyword: regional disparity, priority sector, Williamson Index, regional development strategies


(4)

RINGKASAN

HAFID ZULRIZAL. Kajian Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan DYAH RETNO PANUJU.

Provinsi Kepulauan Riau merupakan wilayah pemekaran dari provinsi induk yaitu Riau. Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari lima kabupaten dan dua kota yaitu Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas, serta Kota Batam dan Kota Tanjungpinang. Kota Batam telah memiliki infrastruktur yang paling lengkap dibandingkan enam Kabupaten/Kota lainnya pada saat terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2002. Kota Tanjungpinang yang ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kepulauan Riau juga memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari kabupaten lainnya. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya disparitas pembangunan antara Kota Batam dan Kota Tanjungpinang dengan wilayah lainnya di Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini bisa kita lihat dari sumbangan PDRB Kota Batam dan Kota Tanjungpinang terhadap total PDRB Provinsi Kepulauan Riau yang mencapai 79,52 % dari total PDRB Provinsi Kepulauan Riau.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau; (2) Menganalisis tingkat perkembangan wilayah di tiap kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau; (3) Menganalisis kondisi dan besaran disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau; (4) Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau; (5) Mengetahui persepsi pemerintah daerah dan stakeholder pembangunan terhadap prioritas pembangunan wilayah (6) Mengkaji strategi pembangunan dan pengembangan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau.

Metode untuk menganalisis sektor unggulan wilayah menggunakan Analisis Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift Share berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kepulauan Riau. Tingkat perkembangan wilayah diketahui dengan menggunakan Analisis Skalogram dan Analisis Entropi. Untuk mengetahui tingkat disparitas antar wilayah digunakan Indeks Williamson dan Indeks Theil berdasarkan data PDRB dan jumlah penduduk. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi disparitas antar wilayah digunakan analisis regresi berganda. Untuk mengetahui persepsi pemerintah daerah dan stakeholder pembangunan terhadap prioritas pembangunan wilayah menggunakan Analisis Hierarchy Procces (AHP). Untuk Mengkaji strategi pembangunan dan pengembangan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau dilakukan sintesis hasil analisis sebelumnya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kepulauan Riau.

Hasil analisis LQ dan SSA menunjukkan sektor unggulan Kota Batam dan Kabupaten Bintan adalah sektor industri. Sektor unggulan di Kota Tanjungpinang adalah sektor keuangan dan sektor unggulan di Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga dan Kabupaten Anambas adalah sektor pertanian.

Hasil analisis tingkat perkembangan wilayah menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kepulauan Riau terbagi kedalam tiga hirarki


(5)

wilayah dimana wilayah yang termasuk hirarki I dengan tingkat perkembangan wilayah tinggi, adalah Kota Batam dengan Indeks Perkembangan Wilayah (112,38) dan Kota Tanjungpinang (105,85). Wilayah yang termasuk hirarki II dengan tingkat perkembangan wilayah sedang meliputi Kabupaten Bintan dengan IPW 77,08, dan Kabupaten Karimun (70,54). Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan kota/kabupaten dengan tingkat perkembangan rendah/kurang berkembang meliputi Kabupaten Natuna dengan IPW 44,84, Kabupaten Lingga (19,18) dan dan Kabupaten Anambas (7,89).

Hasil analisis Indeks Williamson menunjukan bahwa dalam kurun waktu tahun 2006 sampai dengan 2010, tingkat disparitas pembangunan antar wilayah yang tinggi di Provinsi Kepulauan Riau mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Williamson sebesar 0,84574 pada tahun 2006 turun menjadi sebesar 0,82984 pada tahun 2007, tahun 2008 turun lagi menjadi 0,60698, tahun 2009 menjadi 0,57870, dan tahun 2010 menjadi sebesar menjadi 0,49580 (tingkat disparitas sedang).

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan terdapat 5 variabel yang mempengaruhi tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau yang merupakan faktor ekonomi. Faktor yang menyebabkan meningkatnya disparitas antar wilayah adalah PDRB sektor pertambangan, dan PDRB sektor industri pengolahan. Sedangkan faktor yang menurunkan tingkat disparitas antar wilayah adalah PDRB sektor pertanian, PDRB sektor perdagangan, hotel dan restauran, dan PDRB sektor angkutan komunikasi.

Hasil analisis AHP menunjukkan persepsi seluruh stakeholders

pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan tiga indikator yang berpengaruh dalam penentuan indikator pembangunan wilayah mendapatkan prioritas: (1) Infrastruktur Wilayah dengan skor 0,699; (2) Pendapatan Wilayah dengan skor 0,192; (3) Kesejahteraan Masyarakat dengan skor 0,109. Sedangkan sektor perekonomian yang diprioritaskan untuk dikembangkan dari aspek infrastruktur wilayah adalah : (1) sektor kelautan dan perikanan dengan skor 0,422; (2) industri dengan skor 0,124; (3) sektor perdagangan dengan skor 0,074; (4) sektor pertambangan dengan skor 0,049; dan (5) sektor angkutan (0,030).

Arahan kebijakan pembangunan dan pengembangan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau adalah: (1) Sektor Pertanian dengan Sub Sektor Perikanannya menjadi prioritas pengembangan perekonomian khususnya di wilayah kabupaten. Sedangkan Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan harus terus dikembangkan di wilayah perkotaan dan wilayah kabupaten yang berdekatan dengan pusat industri. (2) Pembangunan infrastruktur wilayah khususnya di daerah yang menempati hirarki 2 dan hirarki 3 menjadi syarat utama untuk meningkatkan perekonomian wilayah. (3) Meningkatkan peran Sektor Pertanian, Sektor Jasa, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran, dan Sektor Angkutan dan Komunikasi dalam perekonomian daerah untuk menurunkan tingkat disparitas antar wilayah.

Kata kunci : disparitas pembangunan, sektor unggulan, Indeks Williamson, arahan kebijakan pembangunan


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

KAJIAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH

DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

HAFID ZULRIZAL

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

(9)

Judul Tesis : Kajian Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau

Nama : Hafid Zulrizal NRP : A156090184

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.

Ketua Anggota

Dyah Retno Panuju, SP. M.Si.

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas pertolongan dan rahmat-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang mengambil tema tentang disparitas antar wilayah ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2011dan diberi judul “Kajian Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau”.

Dalam penelitian hingga penulisan karya ilmiah ini penulis mendapat banyak bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir Kukuh Murtilaksono, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dyah Retno Panuju, SP, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini, serta Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr. selaku Dekan Fakultas Pertanian IPB dan Bapak Prof.Dr. Ir Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah beserta segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB. Selanjutnya juga terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis.

Selain itu terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program ini, khususnya kepada Bapak Ir. Amir Faizal, M.Si selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, beserta staf, khususnya Bang Taufik dan Ulul Albab. Guruku Ust. Ahmad, Ust. Eno, Ust Asep, dan sahabat-sahabatku Akh Maryono, Kastana, Fadli, Farhan, Raymond dan Sukiman, atas bantuannya selama penulis menjalani pendidikan.

Terima kasih tak terhingga juga buat Yoga, Ardi, Rita, Mbak Yulita, Mbak Ema, Dian, Gunadi, Bang Santo, Edi, Riri dan K’ Ardhy, yang banyak memberikan masukan selama pengolahan data dan penulisan tesis serta rekan-rekan PWL angkatan 2009 lainnya atas segala doa, dan dukungannya selama ini.

Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang utama dan pertama serta setinggi-tinginya disampaikan kepada Ibu dan Alm. Bapak, istriku yang sabar Ikoh Masikoh, saudara-saudariku dan seluruh keluarga atas segala doa, dan dukungannya selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian tesis ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Amin.

Bogor, Desember 2012


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 7 Nopember 1976 dari pasangan H. Mudjahid Arifin, Bc.IP. dan Hj. Siti Zuraida. Penulis merupakan putra keempat dari lima bersaudara.

Pendidikan SD diselesaikan di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Pendidikan SMP hingga SMA diselesaikan di Kota Bekasi Jawa Barat, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada dan lulus tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Pada tahun 2005 sampai 2006 penulis bekerja di Sekolah Dasar Islam Terpadu Ulil Albab Kota Batam. Penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil pada tahun 2006 di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau sebagai staf hingga sekarang.


(12)

Kupersembahkan karya ini

untuk semua orang yang mencintaiku…

Untuk Ibu (Hj.Siti Zuraida) dan Alm.Bapak (H. Mudjahid Arifin)

atas segala pengorbanan, kasih sayang, dan doanya

yang selalu menyertai hidupku…

Untuk Istriku Ikoh Masikoh,

Atas Kesabaran , dukungan dan pertolongan selama ini

Untuk Saudaraku Kang Iwan, dan Teh Dedeh,

Kang Opik dan Teh Devi, Teh Ari dan A Mahfud,

Popi dan Bang Andi

Atas doa dan suportnya…

Untuk Guru-guruku

atas Ilmu bermanfaat, motivasi dan doa yang tiada henti

untuk kesuksesan dunia akhirat kami para muridnya

Untuk Saudara saudaraku di Jalan Juang

semoga Allah memberi kita Pertolongan dan Keistiqomahan

dan mengumpulkan kita semua di Surga Abadi

“Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada

kemudahan”

(QS. Alam Nasyrah : 2)

“Jika Allah menolong kamu,

maka tidak ada yang dapat mengalahkan

kamu,

tetapi jika Allah membiarkan kamu ,

maka siapa yang dapat menolong kamu


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang Penelitian………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 3

1.3 Kerangka Pemikiran ………... 6

1.4 Tujuan Penelitian ………... 7

1.5 Manfaat Penelitian ………... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 9

2.1 Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan ... 9

2.2 Disparitas Pembangunan Antar Wilayah …... 10

2.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Disparitas Antar Wilayah... 13

2.4 Disparitas Pembangunan Wilayah di Indonesia ……... 16

2.5 Tinjauan terhadap Penelitian-penelitian Terdahulu tentang Disparitas Antar Wilayah ………... 18

III. METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Lokasi dan Rencana Waktu Penelitian …….…………...…. ... 20

3.2 Metode Pengumpulan Data …………...………... 20 3.3 Metode Analisis Data ……...…………...………...

3.3.1. Analisis Sektor Unggulan Wilayah ………... 3.3.2. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah ………... 3.3.3. Analisis Disparitas Antar Wilayah ………... 3.3.4. Analisis Isu Utama Kebijakan Wilayah ………... 3.3.5. Analisis Deskriptif Arahan Pembangunan Wilayah Provinsi Kepulauan Riau ...

21 21 24 27 31


(14)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 35

4.1 Kondisi Umum Provinsi Kepulauan Riau ... 35

4.2 Kondisi Fisik Wilayah ... 37

4.3 Kondisi Demografi ... 38

4.4 Kondisi Sarana dan Prasarana Wilayah ... 4.4.1 Prasarana Transportasi ... 4.4.2 Prasarana Pendidikan ... 4.4.3 Prasarana Kesehatan ... 4.4.4 Prasarana Ekonomi ... 40 40 43 44 45 4.5 Kondisi Ekonomi Wilayah ... 47

4.6 Arah Kebijakan Umum Pembangunan Daerah ... 50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

5.1 Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Kepulauan Riau ... 52

5.2 Dekomposisi Pertumbuhan Wilayah ... 54

5.3 Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau ... 5.3.1 Perkembangan Diversifikasi Aktifitas Perekonomian ... 5.3.2 Hirarki Wilayah ... 57 58 61 5.4 Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau 5.5 Faktor-Faktor Terkait Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Kepulauan Riau ... 5.6 Prioritas Pembangunan Wilayah Berdasarkan Persepsi Pemangku Kepentingan di Provinsi Kepulauan Riau ... 5.7 Arahan Kebijakan Pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 6.1 Simpulan ... 6.2 Saran ... 64 68 75 79 88 88 89 DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN ... 93


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Infrastruktur Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota 2010 ... 3 2. Tingkat disparitas antar provinsi, pulau, kawasan dan nasional tahun

2000 berdasarkan Indeks Williamson ... 17 3. Persentase penduduk, luas wilayah dan PDRB pulau-pulau di KBI

dan KTI tahun 2000 dan 2002 ... 18 4. Jenis, sumber, cara pengumpulan dan analisis data ... 21 5. Penentuan nilai selang kelas hierarki ... 27

6. Variabel yang digunakan sebagai faktor penduga penyebab

disparitas antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau ... 30 7. Wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau ... 36 8. Nama ibukota Kabupaten/Kota dan jarak ke ibukota ... 37

9. Jumlah penduduk Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota

tahun 2010 ... 39 10. Luas daratan, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Provinsi

Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 40 11. Panjang jaringan jalan Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan kondisi

menurut Kabupaten/Kota tahun 2010 ... 41 12. Jumlah dan panjang jembatan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Kepulauan Riau tahun 2010 ... 42 13. Sarana perhubungan laut (pelabuhan) menurut Kabupaten/Kota di

Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 42 14. Jumlah dan sebaran prasarana pendidikan menurut Kabupaten /Kota

di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 43 15. Jumlah sarana kesehatan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Kepulauan Riau tahun 2010 ... 44 16. Banyaknya tenaga kesehatan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Kepulauan Riau tahun 2010 ... 45 17. Sarana perdagangan menurut jenis pasar dan Kabupaten/Kota di


(16)

18. Jumlah kantor bank umum di Kepulauan Riau tahun 2009 ... 46 19 Kontribusi Kabupaten Kota berdasarkan PDRB ADHB (Milyaran

Rupiah) Provinsi Kepulauan Riau tahun 2006 – 2010 ... 47 20. Kontribusi sektoral berdasarkan PDRB ADHB (Milyaran Rupiah)

Provinsi Kepulauan Riau tahun 2006 – 2010 ... 49 21. Kontribusi sektor-sektor PDRB atas dasar harga berlaku per

Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 49 22. Nilai LQ aktivitas perekonomian per sektor tiap Kabupaten/Kota di

Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 52 23. Identifikasi sektor basis di Provinsi Kepulauan Riau ... 53 24. Hasil analisis Shift Share Analysis dari data PDRB atas dasar harga

berlaku di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2006 dan 2010 ... 55 25. Kontribusi sektor-sektor PDRB atas dasar harga berlaku per

Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 56 26. Arahan pengembangan sektor unggulan wilayah di Provinsi

Kepulauan Riau ... 56 27. Perkembangan indeks entropi (PDRB sektoral) tiap Kabupaten/ Kota

di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2006, 2008, dan 2010 ... 59 28. Perkembangan indeks entropi (PDRB sektoral) tiap Kabupaten/ Kota

di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 60 29. Indeks perkembangan wilayah, jumlah jenis fasilitas dan hirarki

wilayah di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 62 30.

31.

32.

33.

34.

Indeks Williamson menggunakan PDRB atas dasar harga berlaku perkapita Tahun 2006-2010 di Provinsi Kepulauan Riau ... Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat disparitas antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau ... Data Bongkar Muat Barang Menurut Pelabuhan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011... Prioritas pembangunan sektor perekonomian di Provinsi Kepulauan Riau... Luasan areal rencana pola ruang di Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan RTRW Provinsi Kepulauan Riau tahun 2008 – 2028 ....

65

68

72

81

86


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ...………....…………. 7

2. Diagram hirarki pemilihan prioritas pembangunan di wilayah Provinsi Kepulauan Riau ... 32

3. Bagan alir penelitian ………... 34

4. Peta administrasi Provinsi Kepulauan Riau ………... 35

5. Peta besaran PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Riau ... 48

6. Sektor basis di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 54

7. Peta arahan pengembangan sektor unggulan di Provinsi Kepulauan Riau ... 57

8. Peta hirarki wilayah di Provinsi Kepulauan Riau ... 63

9. Perkembangan indeks Williamson tahun 2006-2010 di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau... 64

10. Dekomposisi disparitas wilayah tahun 2006-2010 di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau dengan indeks Theil ... 67 11.

12. 13.

14.

15.

16.

Persentase sumber disparitas tahun 2006-2010 di Provinsi Kepulauan Riau Peta Arus Batang Antar Pelabuhan di Provinsi Kepulauan Riau ...

Persepsi pemangku kepentingan pembangunan dalam penentuan prioritas pembangunan berdasarkan indikator kinerja pembangunan...

Persepsi pemangku kepentingan pembangunan dalam penentuan prioritas pembangunan sektor unggulan berdasarkan aspek infrastruktur wilayah …

Persepsi pemangku kepentingan pembangunan dalam penentuan prioritas pembangunan sektor unggulan berdasarkan aspek pendapatan wilayah …

Persepsi pemangku kepentingan pembangunan dalam penentuan prioritas pembangunan sektor unggulan berdasarkan aspek kesejahteraan

masyarakat……….. 67 74

75

76

77


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Indeks Wiliamson Provinsi Kepulauan Riau ...…………. 93 2 Indeks Theil Provinsi Kepulauan Riau ... 96 3 Variabel Penyebab Disparitas Pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau 99

4 Matriks sektor unggulan, entropi dan jumlah tenaga kerja sektoral di wilayah Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010 ... 101


(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Konsep pengembangan wilayah mengandung prinsip pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam rangka peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang bertumpu pada trilogi pembangunan yaitu pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten memiliki peranan penting dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Pembangunan daerah perlu diarahkan untuk mendorong wilayah agar tumbuh secara mandiri berdasarkan potensi sosial ekonomi dan karakteristik spesifik wilayah yang dimilikinya. Ada tiga sasaran pengembangan wilayah dalam kerangka pembangunan daerah yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan berusaha, serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara berkesinambungan. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut diperlukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan berbagai potensi yang terdapat di daerah yang dapat menjadi kekuatan dan peluang dalam pengembangan daerah. Demikian pula berbagai hambatan dan ancaman dalam proses pembangunan perlu diantisipasi untuk mendapatkan solusi terbaik sehingga selaras dengan tujuan awal pembangunan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Anonim 2005).

Pengembangan suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor baik yang bersifat alami maupun yang merupakan hasil aktivitas manusia. Berbagai faktor ini menyebabkan perkembangan suatu wilayah tidak dapat berlangsung secara merata, karena sumberdaya yang tidak tersebar secara merata. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas dalam kegiatan pembangunan antar wilayah. Disparitas pembangunan antar wilayah ini dapat menyebabkan timbulnya daerah tertinggal atau terbelakang yang apabila tidak ditangani secara tepat melalui kebijakan pemerintah, dapat menimbulkan berbagai masalah yang dapat menghambat pembangunan wilayah itu sendiri. Salah satu dampak disparitas pembangunan adalah terjadinya urbanisasi masyarakat dari wilayah yang tertinggal


(20)

2

ke wilayah perkotaan, yang menambah permasalahan di pusat pertumbuhan sekaligus memperlemah daerah yang tertinggal. Kota-kota besar di Indonesia terutama Jakarta telah mengalami permasalahan fisik dan sosial yang cukup berat, seperti kemacetan, kriminalitas, dan kemiskinan. Sedangkan di wilayah perbatasan yang kurang mendapat perhatian pemerintah pusat, seperti di perbatasan Kalimantan-Malaysia, masyarakat lebih banyak mendapatkan manfaat ekonomi dari negara tetangga. Dampak terbesar dari fenomena disparitas pembangunan antar wilayah adalah disintegrasi mulai dari skala pemekaran wilayah sampai dengan upaya melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat dampaknya yang luar biasa, maka isu disparitas menarik untuk dikaji dalam rangka mencari solusi terbaik pembangunan wilayah sehingga dapat menciptakan keberimbangan (equity) antar wilayah. Pembangunan daerah harus diarahkan untuk mengurangi tingkat disparitas antar wilayah dalam arti berbagai kebijakan dan strategi pembangunan yang dijalankan harus mampu mencapai sasaran dari trilogi pembangunan terutama aspek pemerataan (Anwar 2005).

Sumber-sumber perbedaan perkembangan antar wilayah terutama disebabkan karena terdapatnya perbedaan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, kegiatan sosial ekonomi, maupun geografis antar wilayah yang mengakibatkan wilayah maju semakin berkembang dan wilayah terbelakang semakin tertinggal (Anwar 2005). Dalam konteks pembangunan daerah Provinsi Kepulauan Riau, dapat dilihat bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah belum merata di seluruh wilayah, sehingga menimbulkan adanya kesenjangan antar wilayah. Dimana masih adanya wilayah-wilayah yang masih terbelakang dengan pertumbuhan ekonomi rendah dan ada wilayah yang sangat maju dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Provinsi Kepulauan Riau sangat potensial untuk dikembangkan dalam sektor perikanan (baik perikanan tangkap maupun budidaya), pariwisata dan industri. Kendala dalam pembangunan wilayah Provinsi Kepulauan Riau, khususnya kabupaten yang baru dimekarkan, antara lain kurang tersedianya sarana prasarana yang dapat menunjang perekonomian serta faktor geografis berupa kepulauan yang terpisah oleh laut yang sangat luas serta keterbatasan sumberdaya manusia (SDM). Berdasarkan kondisi tersebut, maka kegiatan kajian disparitas pembangunan antar


(21)

3 wilayah dalam rangka pengembangan wilayah berbasis potensi lokal, menjadi unsur penting sebagai bagian dari proses pembelajaran dalam pelaksanaan pembangunan dan dalam rangka mengurangi tingkat kesenjangan pembangunan antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau.

1.2. Perumusan Masalah

Terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas infrastruktur termasuk pelayannya karena keberadaan infrastruktur merupakan salah satu faktor pendukung dalam percepatan pembangunan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Infrastruktur Provinsi Kepulauan Riau menurut Kabupaten/Kota 2010

No. Kabupaten / Kota

Panjang Jalan (Km)

Jembatan Pelabuhan Sekolah Sarana

kesehatan Pasar (Meter) (Unit) (Unit) (Unit) (Unit)

1. Tanjungpinang 81,42 1.882,60 2 180 149 13

2. Batam 204,01 2.550,30 9 825 430 33

3. Bintan 225,68 594,90 4 175 190 19

4. Karimun 167,94 79,30 4 303 276 28

5. Natuna 54,64 1.511,50 1 190 160 7

6. Lingga 92,62 372,80 1 193 197 5

7. Kepulauan Anambas 34,75 - 1 103 95 4

Provinsi Kepulauan Riau 861,07 6.991,40 22 1.969 1.497 109

Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau (2011)

Provinsi Kepulauan Riau yang baru berjalan efektif pada Juli 2004 merupakan wilayah pemekaran dari provinsi induk yaitu Riau. Sebelum dimekarkan di wilayah Kepulauan Riau terdapat dua daerah tingkat dua yaitu Kota Batam dan Kabupaten Kepulauan Riau. Kota Batam merupakan daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi. Sebaran kegiatan ekonomi menunjukkan kegiatan ekonomi di Provinsi Kepulauan Riau terkonsentrasi di Kota Batam. Kegiatan ekonomi yang dihasilkan Kota Batam memberikan sumbangan terhadap ekonomi Provinsi Kepulauan Riau sebesar 71,67%. Sementara itu kabupaten lain masing-masing hanya memberikan sumbangan kurang dari 10% terhadap ekonomi wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kondisi ini memperlihatkan adanya ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau. Konfigurasi fisik wilayah berupa pulau-pulau kecil dan didominasi oleh lautan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan tersebut.


(22)

4

Faktor lainnya yang merupakan faktor eksternal adalah kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan Kota Batam sebagai kawasan industri yang diikuti dengan kebijakan investasi yang bersifat insentif.

Kota Batam berkembang dengan pesat sejak ditetapkan sebagai daerah otorita oleh pemerintah pusat pada tahun 1976, dimana pembangunannya sangat ditekankan sebagai daerah industri dengan tujuan melayani kebutuhan industri dari negara Singapura karena letak pulau Batam yang berada pada perbatasan Indonesia – Singapura. Ketika wilayah Kepulauan Riau dimekarkan menjadi provinsi, maka Kota Batam yang termasuk kedalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau, telah memiliki infrastruktur yang paling lengkap dibandingkan lima Kabupaten/Kota lainnya yaitu Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, dan Kabupaten Natuna. Pada tahun 2008 berdiri satu kabupaten baru yaitu Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Natuna. Sebelum berdirinya Provinsi Kepulauan Riau ke enam Kabupaten/Kota tersebut masih berstatus kecamatan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Riau.

Kota Tanjungpinang setelah ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Kepulauan Riau mengalami pembangunan yang cukup pesat, ditandai dengan pembangunan infrastruktur yang memudahkan akesibilitas dari dan ke wilayah lainnya. Kondisi tersebut memiliki dampak yang positif terhadap harga barang kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya keterbatasan jumlah infrastruktur di beberapa kabupaten Provinsi Kepulauan Riau menyebabkan aksesibilitas menjadi sangat rendah dan mengakibatkan pengiriman hasil-hasil produksi ke daerah menjadi terhambat.

Kesenjangan pembangunan antara Kota Batam dan Kota Tanjungpinang dengan wilayah lainnya di Provinsi Kepulauan Riau terjadi karena faktor sejarah, faktor ekonomi, faktor adminsitratif dan faktor kebijakan. Murty (2000) menjelaskan bahwa faktor sejarah sebagai salah satu faktor utama penyebab disparitas antar wilayah dimana tingkat perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah sangat tergantung dari apa yang telah dilakukan pada masa lalu, dimana Kota Batam telah banyak menikmati investasi dari pemerintah pusat ketika statusnya sebagai daerah otorita yang memungkinkan daerah ini menerima langsung alokasi dana dari pemerintah pusat untuk membangun infrastruktur yang diharapkan dapat menarik investor untuk melakukan usaha di wilayah Batam. Hal


(23)

5 ini terkait dengan faktor kebijakan dimana kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir terjadi di semua sektor dan lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan membangun pusat-pusat pertumbuhan di wilayah tertentu.

Kota Batam dan Kota Tanjungpinang memiliki faktor produksi seperti infrastruktur, tenaga kerja dan modal dengan kuantitas dan kualitas yang jauh lebih baik dari wilayah lainnya. Hal ini bisa kita lihat dari sumbangan PDRB Kota Batam terhadap total PDRB Provinsi Kepulauan Riau yang mencapai 71,67% dari total PDRB Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini menunjukkan pembangunan ekonomi yang sangat pesat dibandingkan dengan wilayah lainnya. Wilayah lainnya khususnya kabupaten-kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, baru saja mulai menggesa pembangunan dan meningkatkan perekonomian wilayah masing-masing. Hal ini tentu saja tidak mudah, mengingat keterbatasan infrastruktur dan sumberdaya manusia yang berkualitas, serta realitas geografis yang sangat luas yang didominasi perairan laut yang membutuhkan visi kemaritiman yang kuat, yang selama pemerintahan orde baru belum menjadi prioritas. Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang tepat untuk mengembangkan wilayah Provinsi Kepulauan Riau khususnya untuk daerah yang masih tertinggal.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat dibuat perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Sektor perekonomian apakah yang menjadi sektor unggulan dari tiap wilayah kabupaten/kota di di Provinsi Kepulauan Riau?

2. Bagaimana tingkat perkembangan/hirarki wilayah kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau?

3. Berapa besar tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi Kepulauan Riau?

4. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah tersebut?

5. Bagaimana persepsi pemerintah daerah terhadap prioritas pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau?


(24)

6

1.3. Kerangka Pemikiran

Kebijakan pemerintah pusat di masa lalu yang bertujuan menciptakan pusat pertumbuhan, secara tidak langsung mempengaruhi kondisi disparitas di provinsi Kepulauan Riau. Kota Batam yang menerima investasi yang sangat besar dengan maksud menjadi pusat pertumbuhan, ternyata tidak diikuti oleh pembangunan kabupaten/kota lainnya dalam wilayah Kepulauan Riau. Ketika terjadi pemekaran wilayah Provinsi Kepulauan Riau dari provinsi induk yaitu Provinsi Riau, terlihat adanya disparitas pembangunan antar wilayah khususnya antara Kota Batam dengan kota dan kabupaten lainnya. Hal ini terlihat dari sarana prasarana yang dimiliki oleh masing-masing kota dan kabupaten yang sangat timpang, dimana Kota Batam sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sangat lengkap infrastrukturnya, sedangkan kota dan kabupaten lainnya masih jauh tertinggal. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas daerah yang tercermin dalam PDRB, dimana Kota Batam menyumbang 71,67 % dari total PDRB Provinsi Kepulauan Riau. Besarnya tenaga kerja juga meningkatkan produktivitas Kota Batam dimana jumlah penduduknya mencapai 944.285 jiwa atau 56,23 % dari total penduduk Provinsi Kepulauaan Riau.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat disparitas yang terjadi di wilayah Provinsi Kepulauan Riau serta faktor-faktor penyebab disparitas. Selain itu dalam penelitian ini juga menganalisis hirarki/perkembangan wilayah daerah perbatasan serta sektor unggulan. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah tersebut, maka akan dapat memberikan masukan/rekomendasi dalam penyusunan kebijakan pembangunan daerah untuk mengurangi tingkat disparitas. Analisis data terhadap persepsi aparatur pemerintah daerah dapat dijadikan arahan dan prioritas pembangunan yang mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005-2025 dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau 2008 – 2028 dan sintesis hasil analisis sebelumnya. Secara umum, kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(25)

7 Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi

Kepulauan Riau.

2. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah di tiap kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau.

3. Menganalisis kondisi dan besaran disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau.

KEBIJAKAN PEMERINTAH PUSAT DI MASA LALU

1. SARANA PRASARANA

2. PDRB dan JUMLAH PENDUDUK KONDISI EKSISTING

PRIORITAS DAN ARAHAN PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR

WILAYAH

Identifikasi Sektor Unggulan / Sektor Basis

Indeks Perkembangan

Wilayah

Persepsi

Stakeholder

Pembangunan Prov. Kepri Identifikasi

Tingkat Disparitas Antar Wilayah

RTRW DAN RPJPD PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Faktor Penyebab Disparitas Antar Wilayah


(26)

8

4. Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau.

5. Mengetahui persepsi pemerintah daerah dan stakeholder pembangunan terhadap prioritas pembangunan wilayah di Provinsi Kepulauan Riau.

6. Mengkaji strategi pembangunan dan pengembangan wilayah di Provinsi

Kepulauan Riau.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan pemikiran bagi pemerintah daerah tentang strategi pengembangan wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

2. Sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah. 3. Sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan perencanaan wilayah dengan

isu sentralnya adalah pemerataan untuk mengatasi disparitas pembangunan antar wilayah.


(27)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan dan Pergeseran Paradigma Pembangunan

Menurut Rustiadi et al. (2009) proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik, dengan kata lain proses pembangunan merupakan proses memanusiakan manusia. Indonesia dan berbagai negara berkembang, seringkali mengenal istilah pembangunan lebih berkonotasi fisik, bahkan seringkali secara lebih sempit diartikan sebagai membangun infrastruktur/fasilitas fisik. Pengertian dari ”pemilihan alternatif yang sah” dalam definisi pembangunan diatas diartikan bahwasanya upaya pencapaian aspirasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku atau dalam tatanan kelembagaan atau budaya yang dapat diterima.

Todaro dalam Rustiadi et al. (2009) berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi- institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan ini harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual.

Terjadinya perubahan baik secara incremental maupun paradigma menurut Anwar (2005), mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan berkelanjutan (sustainability). Konsep pembangunan yang memperhatikan ketiga aspek tersebut, dalam proses perkembangannya secara evolusi dengan berjalan melintas waktu yang ditentukan oleh perubahan keadaan sosial, ekonomi serta realitas politik. Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara/wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya.


(28)

10

Salah satu ciri penting pembangunan wilayah adalah upaya mencapai pembangunan berimbang (balanced development). Isu pembangunan daerah yang berimbang menurut Murty (2000) tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally developed), juga tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi daerah yang seragam, juga bentuk-bentuk keseragaman pola dan struktur ekonomi daerah, atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar setiap daerah. Pembangunan yang berimbang adalah terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap daerah yang jelas-jelas beragam.

2.2. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah

Menurut Chaniago et al. (2000) disparitas diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak seimbang atau ketidakberimbangan atau ketidaksimetrisan. Apabila dihubungkan dengan pembangunan sektoral atau wilayah, disparitas pembangunan adalah suatu kondisi ketidakberimbangan pembangunan antar sektor dan antar wilayah yang ditunjukkan oleh perbedaan pertumbuhan antar wilayah. Disparitas pertumbuhan antar wilayah tergantung pada perkembangan struktur sektor-sektor ekonomi dan struktur wilayah (perkembangan sarana dan prasarana sosial-ekonomi, seperti sarana pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, sanitasi dan lain-lain).

Disparitas antar wilayah sangat terkait dengan distribusi pendapatan. Iskandar (1993) menjelaskan betapa pentingnya pemerataan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh adanya peningkatan pendapatan dan perubahan distribusi pendapatan. Tetapi peningkatan pendapatan tidak akan banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sedangkan peningkatan pendapatan dalam arti meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara nyata.

Terjadinya disparitas regional dipicu oleh adanya perbedaan faktor anugerah awal (endowment factor). Disparitas mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di


(29)

11 berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di pelbagai wilayah tersebut (Sukirno, 1976).

Menurut Myrdal (1957) perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah akan mengakibatkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) yang dalam hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat, bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar wilayah atau disparitas regional (Arsyad, 1999). Pendapat Myrdal didukung oleh Hirchman (1968) bahwa terjadinya trickle down effect dari daerah core ke daerah periphery yang lebih kecil daripada

polarization effect akan menyebabkan semakin tingginya disparitas pendapatan antar daerah.

Disparitas pembangunan antar wilayah merupakan fenomena universal. Di semua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat pembangunannya. Menurut Anwar (2005), disparitas pembangunan baik dalam aspek antar kelompok masyarakat maupun menurut aspek spasial antar wilayah merupakan masalah pembangunan antar-wilayah yang tidak merata dan harus memperoleh perhatian sungguh-sungguh. Terlebih lagi dalam negara berkembang seperti Indonesia, yang mempunyai struktur sosial dan kekuasaan (power) yang mengandung perbedaan tajam, akibat dari sisa-sisa penjajahan, sehingga strategi pembangunan semestinya diarahkan kepada peningkatan efisiensi ekonomi yang menyumbang kepada pertumbuhan yang sejalan dengan pemerataannya (equity). Pada banyak negara, pembagian ekonomi yang tidak merata telah melahirkan masalah-masalah sosial politik. Hampir di semua negara, kebijakan-kebijakan pembangunan diarahkan untuk mengurangi disparitas antar wilayah.

Namun pada banyak negara berkembang termasuk Indonesia, strategi pembangunan masa lalu yang terlalu menekankan efisiensi dan mengabaikan distribusi pemerataan ekonomi, telah melahirkan banyak kesenjangan dalam kehidupan masyarakat yang semakin melebar. Anwar (2005) juga menyebutkan bahwa dalam skala nasional, proses pembangunan yang dilaksanakan selama ini (cenderung hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi makro dan menekankan


(30)

12

kepada kapital fisik) ternyata pada sisi lain telah menimbulkan masalah ketimpangan pembangunan yang cukup besar dan kompleks. Ditambah dengan terjadinya ”penyakit” dari penentu kebijakan yang urban bias, menyebabkan investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di kawasan metropolitan-megapolitan yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah

hinterland mengalami pengurasan sumberdaya berlebihan.

Disparitas pembangunan pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan proses pembangunan yang ingin dicapai sebagai bangsa. Ketidakseimbangan pembangunan antarwilayah di satu sisi terjadi dalam bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi. Di sisi lain, potensi konflik menjadi sedemikian besar karena wilayah-wilayah yang dulunya kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya. Ketidakseimbangan pembangunan menghasilkan struktur hubungan antarwilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan (backwash), yang mengakibatkan aliran bersih dan akumulasi nilai tambah tertuju ke pusat-pusat pembangunan secara masif dan berlebihan sehingga terjadi akumulasi nilai tambah di kawasan-kawasan pusat pertumbuhan (Rustiadi et al., 2009).

Namun di sisi lain, terjadinya akumulasi nilai tambah di kawasan-kawasan pertumbuhan selanjutnya mengarah kepada proses terjadinya kemiskinan dan keterbelakangan di wilayah hinterland. Akhirnya keadaan ini mendorong terjadinya migrasi penduduk ke kota-kota, sehingga timbul berbagai ”penyakit urbanisasi” yang luar biasa di perkotaan (Anwar, 2005). Ketidakseimbangan pembangunan inter-regional, disamping menyebabkan kapasitas pembangunan regional yang sub-optimal, pada gilirannya juga menihilkan potensi-potensi pertumbuhan pembangunan agregat (makro) dari adanya interaksi pembangunan inter regional yang sinergis (saling memperkuat) (Rustiadi et al., 2009).

Pengukuran keberimbangan pembangunan wilayah dapat didekati dengan mengukur disparitas pembangunan antar wilayah. Disparitas pembangunan ekonomi antar wilayah dapat dilakukan secara deskriptif dengan


(31)

13 memperbandingkan PDRB, pertumbuhan PDRB atau PDRB per kapita antar wilayah. Kesenjangan statis antar wilayah secara lebih terukur dapat dilakukan dengan menggunakan indeks-indeks kesenjangan spasial seperti Indeks Williamson.

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Pengukuran didasarkan pada variasi hasil-hasil pembangunan ekonomi antar wilayah yang berupa besaran PDRB. Kriteria pengukuran adalah : semakin besar nilai indeks yang menunjukkan variasi produksi ekonomi antar wilayah semakin besar pula tingkat perbedaan ekonomi dari masing-masing wilayah dengan rata-ratanya, sebaliknya semakin kecil nilai ini menunjukkan kemerataan antar wilayah yang baik.

Pengukuran indeks Williamson dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan penimbang. Dengan adanya penimbang tersebut, walaupun suatu daerah mempunyai PDRB per kapita yang ekstrim tinggi, namun kalau jumlah penduduknya relatif kecil, maka tidak akan terlalu menyebabkan kesenjangan terlalu tinggi. Sebaliknya walaupun besaran PDRB perkapita suatu wilayah hanya moderat saja dibandingkan wilayah lain yang kecil, namun jumlah penduduknya relatif besar maka akan menyebabkan kesenjangan secara keseluruhan.

2.3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Disparitas Antar Wilayah

Terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya disparitas regional, dimana faktor-faktor ini terkait dengan variabel fisik dan sosial ekonomi wilayah. Menurut Murty (2000) faktor-faktor utama tersebut adalah:

(1) Faktor Geografi

Pada suatu wilayah atau daerah yang cukup luas akan terjadi perbedaan distribusi sumberdaya alam, sumberdaya pertanian, topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya.

(2) Faktor Sejarah

Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja dan enterpreneurship.


(32)

14

(3) Faktor Politik

Instabilitas politik sangat mempengaruhi proses perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah.

(4) Faktor Kebijakan

Diterapkannya kebijakan pembangunan dengan penekanan pada sektor industri sejak tahun 1980-an diduga menjadi penyebab semakin melebarnya disparitas di Indonesia.

(5) Faktor Administratif

Disparitas pembangunan antar wilayah dapat terjadi karena pengaruh kemampuan pengelolaan administrasi..

(6) Faktor Sosial

Masyarakat yang tertinggal pada umumnya tidak memiliki institusi dan perilaku yang kondusif bagi berkembangnya perekonomian. Sedangkan masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang.

(7) Faktor Ekonomi

Faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan terjadinya disparitas regional diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Faktor ekonomi yang terkait dengan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan;

b. Faktor ekonomi yang terkait dengan akumulasi dari berbagai faktor diantaranya adalah lingkaran setan kemiskinan, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat.

c. Faktor ekonomi yang terkait dengan kekuatan pasar bebas dan

pengaruhnya pada spread effect dan backwash effect.

d. Faktor ekonomi yang terkait dengan distorsi pasar, seperti immobilitas, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi, keterbatasan keterampilan tenaga kerja dan sebagainya.

Menurut Tambunan (2003), faktor-faktor penyebab terjadinya disparitas ekonomi antar wilayah di Indonesia antara lain:


(33)

15 (1) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Ekonomi dari suatu wilayah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi akan cenderung tumbuh lebih pesat, sedangkan wilayah dengan konsentrasi ekonomi yang rendah akan cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

(2) Alokasi Investasi

Kurangnya investasi langsung di suatu wilayah menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per-kapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.

(3) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi Antar Daerah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti upah/gaji dan tingkat suku bunga atau tingkat pengembalian dari investasi langsung antar wilayah juga merupakan penyebab terjadinya disparitas ekonomi regional. Jika perpindahan faktor produksi antar wilayah tidak ada hambatan, maka akan tercapai pembangunan ekonomi antar wilayah yang optimal.

(4) Perbedaaan Sumberdaya Alam

Pembangunan ekonomi di wilayah yang kaya sumberdaya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan wilayah miskin sumberdaya alam.

(5) Perbedaaan Kondisi Demografis Antar Wilayah

Perbedaan kondisi demografis antar wilayah, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja, mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, tingginya jumlah penduduk merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran, jumlah populasi yang besar dengan tingkat pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting bagi faktor produksi.


(34)

16

(6) Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Wilayah.

Ketidaklancaran perdagangan antar wilayah disebabkan terutama oleh kurang memadainya infrastruktur, khususnya keterbatasan transportasi dan komunikasi. Faktor infrastruktur juga sangat berpengaruh pada kinerja perdagangan luar negeri (ekspor-impor).

2.4. Disparitas Pembangunan Wilayah di Indonesia

Disparitas Pembangunan pada saat ini masih banyak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Rustiadi et al. (2009) menunjukan bahwa berdasarkan indeks Williamson, Indonesia masih memiliki disparitas antar wilayah yang tinggi dengan indeks disparitas sebesar 1,56. (Tabel 2). Hal ini dapat dimengerti karena dari segi geografis, Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan tingkat keragaman antar wilayah. Setiap daerah dikaruniai sumberdaya yang berbeda, ada yang berlimpah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, maupun buatan sedangkan ada daerah yang kurang sekali sumberdayanya.

Kawasan Barat Indonesia (KBI) memiliki indeks disparitas 1,27 dengan migas dan 1,23 tanpa migas. Karakteristik wilayah dan sosial budaya masyarakat di KBI memang tak terlalu beragam antar daerah sehingga disparitas antar wilayah tidak terlalu tinggi. Beberapa daerah yang memiliki kekayaan alam berlimpah seperti Aceh dengan minyak dan gas bumi, Riau dengan minyak dan gas bumi, serta barang tambang lainnya dan hasil hutan. Disamping itu secara umum KBI memiliki tanah yang subur, yang cocok untuk pertanian atau perkebunan karena di wilayah ini banyak gunung berapi. Keadaan ini membuat pertanian serta kegiatan ekonomi secara luas lebih maju di KBI.

Indeks disparitas di Kawasan Timur Indonesia mencapai 3,20 dengan migas atau 4,26 tanpa migas. Angka ini lebih tinggi dibanding KBI karena tingkat keragaman geografis dan sosial budaya masyarakat antar daerah di KTI juga lebih tinggi. Ada beberapa daerah yang berlimpah sumberdaya alam seperti Kalimantan dan Irian, sedangkan daerah di sekitarnya kurang. Daerah-daerah yang cocok untuk pertanian dan perkebunan yang intensif seperti di Sulawesi, sedangkan sebagian NTT dan NTB memiliki iklim dan tanah yang kering sehingga tidak cocok untuk pertanian. Kalimantan Timur dan Papua memiliki daerah-daerah


(35)

17 yang kaya sumberdaya alam seperti minyak, barang tambang dan hasil hutan. Karakteristik sosial budaya masyarakat di masing-masing pulau sangat beragam sehingga tingkat kemajuan yang dicapai antar wilayah juga berbeda.

Tabel 2. Tingkat disparitas antar provinsi, pulau, kawasan dan nasional tahun 2000 berdasarkan Indeks Williamson

Provinsi

IW

Provinsi

IW Migas

Non-Migas

Migas Non-Migas 1. NAD

2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau

5. Jambi

6. Sumatera Selatan 7. Bangka Belitung 8. Bengkulu 9. Lampung

SUMATERA

10.DKI 11.Jawa Barat 12.Banten 13.Jawa Tengah 14.DI Yogyakarta 15.Jawa Timur 16.Bali

JAWA & BALI

3,56 0,31 0,44 0,84 0,33 0,42 0,10 0,37 0,34 1,50 0,51 0,81 0,79 0,67 0,40 1,38 0,39 1,18 2,39 0,34 0,44 0,26 0,26 0,37 0,10 0,37 0,36 0,73 0,51 0,83 0,79 0,70 0,43 1,61 0,39 1,31

17. Kalimantan Barat 18. Kalimantan tengah 19. Kalimantan Selatan 20. Kalimantan Timur

KALIMANTAN

21. Sulawesi Utara 22. Gorontalo 23. Sulawesi Tengah 24. Sulawesi Selatan 25. Sulawesi Tenggara

SULAWESI

26. NTB 27. NTT 28. Maluku 29. Maluku Utara 30. Papua LAINNYA 0,46 0,24 0,33 1,76 2,53 0,25 0,31 0,20 0,48 0,43 0,43 0,81 0,27 0,67 0,15 3,85 4,78 0,46 0,24 0,31 0,42 0,58 0,25 0,31 0,20 0,48 0,43 0,43 0,81 0,27 0,67 0,02 4,15 4,94

KBI 1,27 1,23 KTI 3,20 4,26

Indonesia 1,56 1,53

Sumber : Abel (2006)

Secara deskriptif kesenjangan pembangunan antar wilayah dapat dilakukan dengan perbandingan secara langsung antara proporsi penduduk, luas wilayah dengan proporsi kontribusi wilayah terhadap PDRB secara keseluruhan (PDRB Nasional). Tabel 3 memperlihatkan deskripsi pembangunan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) diperbandingkan. Dalam Tabel 2 terdeskripsikan bahwa di tahun 2002, KTI yang meliputi 74,2 % wilayah


(1)

Lampiran 2. Indeks Theil Provinsi Kepulauan Riau

Indeks Theil Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006

Yg*Log(Yg/Xg) Wilayah Kabupaten /

Kota

2006

Xi Yi Yi/Xi Log (Yi/Xi)

Yi*Log

(Yi/Xi) Xg Yg Xi/Xg Yi/Yg (Yi/Yg)/ (Xi/Xg)

Log

(Yi/Yg)/(Xi/Xg) Ig Yg/Xg Log

(Yg/Xg) Io Yg*Ig PDRB (y)

JLH. PNDDK (x) Kabupaten Bintan

3.219.290,00 121.303 0,09

0,08

0,88 (0,05) (0,00) 0,38

0,20 0,24 0,40 1,70 0,23

0,09

0,52 (0,28) (0,056) 0,007 Karimun

2.737.142,20 209.875 0,16

0,07

0,43 (0,36) (0,02) 0,41 0,34 0,83 (0,08) (0,03) Natuna

1.360.230,00 93.963 0,07

0,03

0,48 (0,32) (0,01) 0,18 0,17 0,93 (0,03) (0,01) Lingga

678.000,00 86.150 0,06

0,02

0,26 (0,58) (0,01) 0,17 0,08 0,50 (0,30) (0,03) Anambas - - - - - - - - - - - - 0,03

Kota Batam 29.229.330,43 656.004 0,49

0,73

1,48 0,17 0,12 0,62

0,80 0,79 0,91 1,14 0,06

0,05

1,30 0,11 0,091 0,016 Tanjungpinang

3.006.781,39 170.412 0,13

0,07

0,59 (0,23) (0,02) 0,21 0,09 0,45 (0,34) (0,03)

PROV. KEPRI 40.230.774,02 1.337.707

0,02 0,034 0,023 Indeks Theil = 0,057 = ketimpangan total Ketimpangan antar Kota Kabupaten Ketimpangan antar Kabupaten

Kesimpulan = ketimbangan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2006 karena ketimpangan antar wilayah Kota dan

Kabupaten

Persentase 59,59 40,41

Indeks Theil Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007

Yg*Log(Yg/Xg) Wilayah Kabupaten /

Kota

2007

Xi Yi Yi/Xi Log(Yi/Xi) Yi*Log(Yi/Xi) Xg Yg Xi/Xg Yi/Yg (Yi/Yg)/ (Xi/Xg)

Log

(Yi/Yg)/(Xi/Xg) Ig Yg/Xg Log

(Yg/Xg) Io Yg*Ig PDRB (y)

JLH. PNDDK (x) Kabupaten Bintan

3.503.250,00 122.677 0,09

0,08

0,88 (0,06) (0,00) 0,37

0,19 0,24 0,40 1,69 0,23

0,09

0,52 (0,28) (0,055) 0,007 Karimun

3.048.518,38 216.221 0,16

0,07

0,43 (0,36) (0,02) 0,42 0,35 0,83 (0,08) (0,03) Natuna

1.493.610,00 93.424 0,07

0,03

0,49 (0,31) (0,01) 0,18 0,17 0,94 (0,02) (0,00) Lingga

741.690,00 86.894 0,06

0,02

0,26 (0,58) (0,01) 0,17 0,08 0,50 (0,30) (0,03) Anambas - - - - - - - - - - - - 0,03

Kota Batam 33.022.502,77 695.739 0,50

0,73

1,46 0,16 0,12 0,63

0,81 0,80 0,90 1,14 0,06

0,05

1,28 0,11 0,088 0,015 Tanjungpinang

3.475.632,53 177.936 0,13

0,08

0,60 (0,22) (0,02) 0,20 0,10 0,47 (0,33) (0,03)

PROV. KEPRI 45.285.203,68 1.392.891

0,02 0,033 0,022 Indeks Theil = 0,054 = ketimpangan total Ketimpangan antar Kota Kabupaten Ketimpangan antar Kabupaten

Kesimpulan = ketimbangan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2007 karena ketimpangan antar wilayah Kota dan

Kabupaten

Persentase 60,20 39,80


(2)

Lampiran 2. (Lanjutan)

Indeks Theil Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008

Yg*Log(Yg/Xg) Wilayah Kabupaten /

Kota

2008

Xi Yi Yi/Xi Log(Yi/Xi) Yi*Log(Yi/Xi) Xg Yg Xi/Xg Yi/Yg (Yi/Yg)/ (Xi/Xg)

Log

(Yi/Yg)/(Xi/Xg) Ig Yg/Xg Log

(Yg/Xg) Io Yg*Ig PDRB (y)

JLH. PNDDK (x) Kabupaten Bintan

3.792.970,00 125.058 0,09

0,07

0,82 (0,09) (0,01) 0,37

0,21 0,23 0,33 1,41 0,15 0,05

0,58 (0,24) (0,050) 0,017 Karimun

3.446.621,55 223.878 0,15

0,06

0,42 (0,38) (0,02) 0,42 0,30 0,72 (0,14) (0,04) Natuna

894.730,00 60.796 0,04

0,02

0,40 (0,40) (0,01) 0,11 0,08 0,69 (0,16) (0,01) Lingga

838.369,57 88.332 0,06

0,02

0,26 (0,59) (0,01) 0,17 0,07 0,44 (0,35) (0,03) Anambas

2.448.561,38 34.735 0,02

0,05

1,90 0,28 0,01 0,07 0,21 3,29 0,52

0,11

0,08

Kota Batam 38.264.217,84 737.533 0,51

0,71

1,40 0,15 0,10 0,63

0,79 0,80 0,90 1,13 0,05 0,05

1,24 0,09 0,075 0,013 Tanjungpinang

4.147.822,82 182.741 0,13

0,08

0,61 (0,21) (0,02) 0,20 0,10 0,49 (0,31) (0,03)

PROV. KEPRI 53.833.293,16 1.453.073

0,02 0,024 0,030 Indeks Theil = 0,054 = ketimpangan total Ketimpangan antar Kota Kabupaten Ketimpangan antar Kabupaten

Kesimpulan = ketimbangan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 karena ketimpangan antar wilayah Kabupaten

Persentase 45,09 54,91

Indeks Theil Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009

Yg*Log(Yg/Xg) Wilayah Kabupaten /

Kota

2009

Xi Yi Yi/Xi Log(Yi/Xi) Yi*Log(Yi/Xi) Xg Yg Xi/Xg Yi/Yg (Yi/Yg)/ (Xi/Xg)

Log

(Yi/Yg)/(Xi/Xg) Ig Yg/Xg Log

(Yg/Xg) Io Yg*Ig PDRB (y)

JLH. PNDDK (x) Kabupaten Bintan

4.049.970,00 127.404 0,08

0,07

0,83 (0,08) (0,01) 0,36

0,21 0,23 0,33 1,41 0,15

0,05

0,59 (0,23) (0,049) 0,015 Karimun

3.818.994,96 231.658 0,15

0,07

0,43 (0,36) (0,02) 0,42 0,31 0,73 (0,14) (0,04) Natuna

977.820,00 61.978 0,04

0,02

0,41 (0,38) (0,01) 0,11 0,08 0,70 (0,15) (0,01) Lingga

921.498,37 89.737 0,06

0,02

0,27 (0,57) (0,01) 0,16 0,07 0,46 (0,34) (0,03) Anambas

2.534.474,85 35.646 0,02

0,04

1,86 0,27 0,01 0,07 0,21 3,16 0,50

0,10

0,07

Kota Batam 40.969.255,33 781.342 0,52

0,71

1,37 0,14 0,10 0,64

0,79 0,81 0,90 1,12 0,05

0,04

1,23 0,09 0,071 0,011 Tanjungpinang

4.561.325,31 187.529 0,12

0,08

0,64 (0,20) (0,02) 0,19 0,10 0,52 (0,29) (0,03)

PROV. KEPRI 57.833.338,82 1.515.294

0,01 0,022 0,027 Indeks Theil = 0,049 = ketimpangan total Ketimpangan antar Kota Kabupaten Ketimpangan antar Kabupaten

Kesimpulan = ketimbangan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 karena ketimpangan antar wilayah Kabupaten

Persentase 45,74 54,26


(3)

Lampiran 2. (Lanjutan)

Indeks Theil Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010

Yg*Log(Yg/Xg) Wilayah Kabupaten /

Kota

2008

Xi Yi Yi/Xi Log(Yi/Xi) Yi*Log(Yi/Xi) Xg Yg Xi/Xg Yi/Yg (Yi/Yg)/ (Xi/Xg)

Log

(Yi/Yg)/(Xi/Xg) Ig Yg/Xg Log

(Yg/Xg) Io Yg*Ig PDRB (y)

JLH. PNDDK

(x) Kabupaten Bintan

4.424.890,00

142.300

0,08

0,07

0,79 (0,10) (0,01) 0,33

0,20 0,26 0,33 1,26 0,10

0,03

0,63 (0,20) (0,041)

0,012 Karimun

4.287.740,32

212.561

0,13

0,06

0,51 (0,29) (0,02) 0,39 0,32 0,82 (0,09) (0,03) Natuna

1.077.390,00

69.003

0,04

0,02

0,40 (0,40) (0,01) 0,13 0,08 0,63 (0,20) (0,02) Lingga

1.022.164,23

86.244

0,05

0,02

0,30 (0,52) (0,01) 0,16 0,08 0,48 (0,32) (0,02) Anambas

2.704.661,90

37.411

0,02

0,04

1,84 0,26 0,01 0,07 0,20 2,93 0,47

0,09

0,06

Kota Batam 47.297.034,48 944.285

0,56

0,72

1,27 0,11 0,08 0,67

0,80 0,83 0,90 1,08 0,03

0,03

1,18 0,07 0,057

0,006 Tanjungpinang

5.177.158,35

187.359

0,11

0,08

0,70 (0,15) (0,01) 0,17 0,10 0,60 (0,22) (0,02) PROV. KEPRI 65.991.039,28

1.679.163

0,01 0,016

0,018 Indeks Theil = 0,034 = ketimpangan total Ketimpangan antar Kota Kabupaten Ketimpangan antar Kabupaten

Kesimpulan = ketimbangan yang ada di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010 karena ketimpangan antar wilayah Kabupaten

Persentase 46,25 53,75


(4)

Lampiran 3. Variabel Penyebab Disparitas Pembangunan di Provinsi Kepulauan Riau

KABUPATEN

KECAMATAN

Indeks

Fasilitas

Pendidikan

Indeks

Fasilitas

Kesehatan

Indeks

Fasilitas

Ibadah

Indeks

Fasilitas

Ekonomi

PDRB

Tani

PDRB

Tmb

PDRB

Ind

PDRB

Ligas

PDRB

Bang

PDRB

Dag

PDRB

Akt

PDRB

Keu

PDRB

Jasa

Index

Williamson

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

KARIMUN

MORO

0,0081

0,0134

0,0174

0,0165

16,57

29,57

85,58

1,09

84,87

42,26

22,75

27,95

10,05

0,2206

DURAI

0,0025

0,0065

0,0071

0,0065

5,90

10,53

30,46

0,39

30,21

15,04

8,10

9,95

3,58

0,2206

KUNDUR

0,0255

0,0107

0,0271

0,0270

32,02

57,17

165,43

2,11

164,06

81,69

43,97

54,02

19,42

0,2206

KUNDUR UTARA

0,0080

0,0088

0,0222

0,0144

18,79

33,55

97,08

1,24

96,28

47,94

25,80

31,70

11,40

0,2206

KUNDUR BARAT

0,0089

0,0055

0,0161

0,0127

15,93

28,44

82,29

1,05

81,61

40,64

21,87

26,87

9,66

0,2206

KARIMUN

0,0380

0,0108

0,0235

0,0329

54,24

96,83

280,19

3,58

277,87

138,36

74,47

91,50

32,89

0,2206

BURU

0,0047

0,0053

0,0100

0,0077

9,31

16,61

48,08

0,61

47,68

23,74

12,78

15,70

5,64

0,2206

MERAL

0,0414

0,0070

0,0251

0,0216

44,29

79,07

228,80

2,92

226,91

112,98

60,81

74,72

26,86

0,2206

TEBING

0,0099

0,0067

0,0161

0,0141

24,46

43,66

126,34

1,61

125,30

62,39

33,58

41,26

14,83

0,2206

BINTAN

TELUK BINTAN

0,0058

0,0150

0,0142

0,0089

8,94

12,08

18,71

1,03

65,37

12,16

18,71

165,07

4,74

0,0148

BINTAN UTARA

0,0126

0,0051

0,0148

0,0154

14,98

20,26

31,36

1,73

109,59

20,38

31,36

276,73

7,94

0,0148

TELUK SEBONG

0,0119

0,0207

0,0219

0,0102

13,59

18,38

28,45

1,57

99,43

18,49

28,45

251,07

7,20

0,0148

SERI KUALA LOBAM

0,0060

0,0026

0,0100

0,0078

18,71

25,30

39,17

2,16

136,90

25,46

39,17

345,67

9,92

0,0148

BINTAN TIMUR

0,0157

0,0066

0,0300

0,0229

31,92

43,16

66,82

3,69

233,50

43,42

66,82

589,60

16,92

0,0148

GUNUNG KIJANG

0,0066

0,0051

0,0129

0,0085

9,74

13,16

20,38

1,12

71,22

13,24

20,38

179,84

5,16

0,0148

MANTANG

0,0022

0,0038

0,0052

0,0035

3,57

4,82

7,47

0,41

26,09

4,85

7,47

65,88

1,89

0,0148

BINTAN PESISIR

0,0031

0,0072

0,0084

0,0053

6,80

9,20

14,24

0,79

49,76

9,25

14,24

125,65

3,61

0,0148

TOAPAYA

0,0044

0,0087

0,0142

0,0051

9,08

12,28

19,01

1,05

66,43

12,35

19,01

167,75

4,81

0,0148

TAMBELAN

0,0083

0,0576

0,0035

0,0053

4,80

6,48

10,04

0,55

35,08

6,52

10,04

88,59

2,54

0,0148

NATUNA

MIDAI

0,0070

0,0099

0,0081

0,0061

4,20

3,60

37,92

0,06

10,56

2,69

0,27

1,35

1,81

0,2216

BUNGURAN BARAT

0,0110

0,0292

0,0132

0,0202

9,65

8,26

87,05

0,14

24,24

6,17

0,63

3,11

4,16

0,2216

BUNGURAN UTARA

0,0027

0,0176

0,0058

0,0069

3,37

2,88

30,38

0,05

8,46

2,15

0,22

1,08

1,45

0,2216

PULAU LAUT

0,0015

0,0216

0,0016

0,0040

1,81

1,55

16,32

0,03

4,55

1,16

0,12

0,58

0,78

0,2216

PULAU TIGA

0,0029

0,0116

0,0055

0,0089

4,17

3,57

37,61

0,06

10,47

2,67

0,27

1,34

1,80

0,2216

BUNGURAN TIMUR

0,0178

0,0064

0,0155

0,0161

16,15

13,82

145,71

0,23

40,57

10,34

1,06

5,20

6,96

0,2216

BGRN TIMUR LAUT

0,0033

0,0087

0,0087

0,0059

19,78

16,92

178,44

0,28

49,69

12,66

1,29

6,37

8,52

0,2216

BUNGURAN TENGAH

0,0022

0,0040

0,0064

0,0071

2,56

2,19

23,06

0,04

6,42

1,64

0,17

0,82

1,10

0,2216

BUNGURAN SELATAN

0,0062

0,0088

0,0061

0,0056

2,28

1,95

20,58

0,03

5,73

1,46

0,15

0,73

0,98

0,2216

S E R A S A N

0,0065

0,0358

0,0042

0,0081

3,86

3,30

34,78

0,06

9,69

2,47

0,25

1,24

1,66

0,2216

SUBI

0,0023

0,0567

0,0048

0,0056

2,31

1,97

20,81

0,03

5,80

1,48

0,15

0,74

0,99

0,2216

SERASAN TIMUR

0,0022

0,0286

0,0029

0,0053

2,37

2,03

21,35

0,03

5,95

1,51

0,15

0,76

1,02

0,2216


(5)

Lampiran 3. (Lanjutan)

KABUPATEN

KECAMATAN

Indeks

Fasilitas

Pendidikan

Indeks

Fasilitas

Kesehatan

Indeks

Fasilitas

Ibadah

Indeks

Fasilitas

Ekonomi

PDRB

Tani

PDRB

Tmb

PDRB

Ind

PDRB

Ligas

PDRB

Bang

PDRB

Dag

PDRB

Akt

PDRB

Keu

PDRB

Jasa

Index

Williamson

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

LINGGA

SINGKEP BARAT

0,0066

0,0288

0,0180

0,0133

9,17

17,15

63,31

0,38

40,33

18,00

3,32

17,56

7,54

0,3982

SINGKEP

0,0113

0,0184

0,0235

0,0181

15,98

29,90

110,36

0,67

70,30

31,37

5,78

30,61

13,15

0,3982

LINGGA

0,0127

0,0370

0,0232

0,0194

9,82

18,36

67,78

0,41

43,18

19,27

3,55

18,80

8,07

0,3982

LINGGA UTARA

0,0086

0,0153

0,0167

0,0122

6,24

11,68

43,10

0,26

27,46

12,25

2,26

11,96

5,13

0,3982

SENAYANG

0,0095

0,0469

0,0235

0,0253

11,81

22,09

81,55

0,49

51,95

23,18

4,27

22,62

9,71

0,3982

ANAMBAS

JEMAJA

0,0039

0,0474

0,0061

0,0097

4,84

3,20

54,16

0,06

18,11

4,03

273,17

1,16

2,30

0,0818

JEMAJA TIMUR

0,0016

0,0284

0,0045

0,0034

1,77

1,17

19,78

0,02

6,61

1,47

99,74

0,42

0,84

0,0818

SIANTAN SLTAN

0,0024

0,0427

0,0058

0,0063

2,72

1,80

30,45

0,03

10,18

2,26

153,59

0,65

1,30

0,0818

SIANTAN

0,0040

0,0289

0,0074

0,0113

7,81

5,17

87,41

0,09

29,23

6,50

440,85

1,87

3,72

0,0818

SIANTAN TIMUR

0,0017

0,0217

0,0052

0,0048

2,79

1,85

31,29

0,03

10,46

2,33

157,78

0,67

1,33

0,0818

SIANTAN TNGAH

0,0025

0,0215

0,0026

0,0048

4,98

3,30

55,81

0,06

18,66

4,15

281,46

1,19

2,37

0,0818

PAL MATAK

0,0085

0,0603

0,0090

0,0127

11,33

7,50

126,88

0,14

42,42

9,43

639,87

2,71

5,40

0,0818

B A T A M

BELAKANG PDG

0,0054

0,0112

0,0142

0,0144

14,60

27,02

11,22

7,64

263,51

26,93

1,16

583,89

56,97

0,2606

BULANG

0,0035

0,0128

0,0084

0,0095

7,43

13,76

5,71

3,89

134,16

13,71

0,59

297,28

29,01

0,2606

GALANG

0,0120

0,0314

0,0196

0,0161

11,95

22,12

9,19

6,25

215,69

22,05

0,95

477,93

46,63

0,2606

SEI BEDUK

0,0201

0,0071

0,0383

0,0352

57,03

105,53

43,84

29,84

1.029,15

105,19

4,52

2.280,40

222,50

0,2606

SAGULUNG

0,0275

0,0067

0,0702

0,0597

110,12

203,75

84,64

57,61

1.987,04

203,11

8,72

4.402,92

429,59

0,2606

NONGSA

0,0091

0,0058

0,0280

0,0206

39,02

72,19

29,99

20,41

704,06

71,97

3,09

1.560,07

152,21

0,2606

BATAM KOTA

0,0758

0,0111

0,0393

0,0611

106,39

196,86

81,77

55,66

1.919,83

196,24

8,43

4.253,99

415,06

0,2606

SEKUPANG

0,0536

0,0094

0,0483

0,0422

76,35

141,27

58,68

39,95

1.377,70

140,82

6,05

3.052,73

297,85

0,2606

BATU AJI

0,0547

0,0100

0,0354

0,0499

86,86

160,72

66,76

45,45

1.567,39

160,21

6,88

3.473,05

338,86

0,2606

LUBUK BAJA

0,1438

0,0092

0,0264

0,0415

61,53

113,85

47,29

32,19

1.110,32

113,49

4,87

2.460,26

240,04

0,2606

BATU AMPAR

0,0218

0,0052

0,0187

0,0292

70,12

129,75

53,90

36,69

1.265,39

129,34

5,55

2.803,88

273,57

0,2606

BENGKONG

0,0117

0,0070

0,0345

0,0356

54,17

100,23

41,64

28,34

977,51

99,92

4,29

2.165,98

211,33

0,2606

TANJUNG PINANG

BUKIT BESTARI

0,0708

0,0076

0,0264

0,0437

134,80

283,19

27,27

11,80

435,98

248,92

0,86

233,12

115,25

0,0610

TPI TIMUR

0,0199

0,0076

0,0300

0,0212

158,24

332,44

32,02

13,85

511,80

292,20

1,01

273,66

135,29

0,0610

TPI KOTA

0,0456

0,0061

0,0148

0,0135

50,04

105,13

10,12

4,38

161,85

92,40

0,32

86,54

42,78

0,0610

TPI BARAT

0,0620

0,0085

0,0196

0,0193

124,92

262,44

25,28

10,94

404,03

230,67

0,80

216,04

106,80

0,0610


(6)

Lampiran 4. Matriks sektor unggulan, entropi dan jumlah tenaga kerja sektoral di

Provinsi Kepulauan Riau tahun 2010

Kabupaten / Kota

Sektor-Sektor Perekonomian

Tani

Tmb

Ind

Ligas

Bang

Dag

Akt

Keu

Jasa

BATAM

LQ

-

-

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

SSA

Unggul

-

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

-

-

Unggul

Entropi

-

-

Unggul

-

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

-

Tenaga Kerja

Suport

-

Suport

Suport

Suport

Suport

Suport

Suport

Suport

BINTAN

LQ

-

Unggul

Unggul

Unggul

-

Unggul

-

-

Unggul

SSA

Unggul

Unggul

Unggul

-

-

-

-

-

-

Entropi

-

-

Unggul

-

-

-

-

-

-

Tenaga Kerja

Suport

Suport

Suport

-

Suport

Suport

Suport

Suport

Suport

TANJUNGPINANG

LQ

-

-

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

SSA

Unggul

-

-

-

-

Unggul

Unggul

Unggul

-

Entropi

-

-

-

-

Unggul

Unggul

-

-

-

Tenaga Kerja

Suport

-

Suport

-

Suport

Suport

Suport

Suport

Suport

KARIMUN

LQ

Unggul

-

-

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

Unggul

SSA

Unggul

-

Unggul

-

-

-

Unggul

Unggul

Unggul

Entropi

Unggul

-

-

-

-

Unggul

-

-

-

Tenaga Kerja

Suport

Suport

Suport

-

Suport

Suport

Suport

Suport

Suport

NATUNA

LQ

Unggul

-

-

-

-

-

-

-

-

SSA

Unggul

-

-

-

-

-

-

-

-

Entropi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Tenaga Kerja

Suport

Suport

Suport

-

Suport

Suport

Suport

Suport

LINGGA

LQ

Unggul

-

-

-

-

-

-

-

-

SSA

Unggul

-

-

-

-

-

Unggul

Unggul

Unggul

Entropi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Tenaga Kerja

Suport

-

Suport

-

Suport

Suport

Suport

-

Suport

ANAMBAS

LQ

Unggul

Unggul

-

-

-

-

-

-

-

SSA

Unggul

Unggul

-

-

-

Unggul

Unggul

-

-

Entropi

-

Unggul

-

-

-

-

-

-

-

Tenaga Kerja

Suport

Suport

Suport

-

Suport

Suport

Suport

-

Suport

Sumber: Hasil Analisis

Keterangan:

Tani : Pertanian

Dag : Perdagangan, Hotel dan Restoran

Tmb : Pertambangan dan Penggalian

Akt : Pengangkutan dan Komunikasi

Ind : Industri Pengolahan

Keu : Keuangan

Ligas : Listrik, Gas dan Air Bersih

Jasa : Jasa-Jasa

Bang : Bangunan