Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma

DETEKSI TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT
TIMOR MENGGUNAKAN CITRA MODIS DENGAN
BERBAGAI ALGORITMA

MUHAMMAD SUDIBJO

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Tumpahan
Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS dengan Berbagai
Algoritma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Muhammad Sudibjo
NIM C54090065

ABSTRAK
MUHAMMAD SUDIBJO. Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor
Menggunkan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma. Dibimbing oleh
VINCENTIUS P. SIREGAR dan JONSON LUMBAN GAOL.
Tumpahan minyak di Laut Timor yang terjadi pada tahun 2009 telah
menyebabkan penyebaran minyak seluas 10.842.81 km2. Tumpahan Minyak ini
berhasil terdeteksi oleh satelit Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer
(MODIS). Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan hasil deteksi minyak
dari beberapa algoritma dengan citra MODIS dan membedakan hasil
visualisasinya. Algoritma yang digunakan adalah indek tumpahan minyak, indek
floresen, Analisis Komponen Utama (PCA), Indek Beda Vegetasi Ternormalisasi
(NDVI), dan Suhu Muka Laut Callison. Visualisasi tumpahan minyak yang
terlihat pada citra MODIS dengan algoritma indek tumpahan minyak dan indek
floresen lebih cerah dibandingkan dengan badan air di sekitarnya dan juga
memiliki nilai piksel lebih tinggi, sedangkan visualisasi minyak pada algoritma

PCA dan NDVI lebih gelap dibandingkan dengan badan air disekitarnya dan juga
memiliki nilai piksel lebih rendah. Hasil Uji akurasi yang dilakukan terhadap
algoritma tersebut berturut – turut, sebagai berikut 41 %, 46%, 41%, dan 60%.
Kata kunci: Tumpahan minyak, Algoritma MODIS, Penginderaan Jauh, Laut
Timor

ABSTRACT
MUHAMMAD SUDIBJO. Detection of Montara Oil Spill in the Timor Sea using
MODIS Image with Various Algorithms. Supervised by VINCENTIUS P.
SIREGAR and JONSON LUMBAN GAOL.
Oil Spill in the Timor Sea that occurring in 2009 has caused oil expansion to
an area of 10.842.81 km2. The Oil spill was successfully detected by MODIS
imagery. The purpose of this study was to compare the detection of oil results
from various algorithms with MODIS imagery and it’s visual appearances. The
algorithm used is Oil Spill Index, Flourecence Index, Sea Surface Temperature
(SST) Callison, Principal Component Analysis (PCA), and Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI). The appearance of oil spill in MODIS image extracted
using oil spill index and flourecence index was brighter than the surrounding
water bodies and has higher pixel values, while the appearance of oil spill on PCA
and NDVI algorithms appeared darker than the surrounding water bodies and has

a lower pixel value. The test accuracy of the algorithms are, 41%, 46%, 41%, and
60%, respectively.
Keywords: Oil Spill, MODIS algorithms, Remote Sensing, Timor Sea

DETEKSI TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT
TIMOR MENGGUNAKAN CITRA MODIS DENGAN
BERBAGAI ALGORITMA

MUHAMMAD SUDIBJO

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Kelautan
Pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi
Nama
NIM
Program Studi

: Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor
Menggunakan Citra MODIS dengan Berbagai Algoritma
: Muhammad Sudibjo
: C54090065
: Ilmu dan Teknologi Kelautan

Disetujui oleh

Dr.Ir.Vincentius P. Siregar, DEA
Pembimbing I

Dr.Ir.Jonson Lumban Gaol, M.Si
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr.Ir.I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus : 11 September 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Deteksi
Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS dengan
Berbagai Algoritma” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini , terutama
kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga besar yang selalu memberikan dukungan

penuh.
2. Dr.Ir.Vincentius P. Siregar, DEA dan Bapak Dr.Ir.Jonson Lumban Gaol,
M.Si selaku dosen pembimbing satu dan dua.
3. Prof.Dr.Ir.Setyo Budi Susilo, M.Sc
4. Norma Tyas Stevi Oktari yang selalu memberikan motivasi.
5. Teman – teman ITK khususnya ITK 46, terimakasih atas kerjasamanya.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di
masa depan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, 10 Agustus 2013
Muhammad Sudibjo

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… vii
PENDAHULUAN………………………………………………………………... 1
Latar Belakang…………………………………………………………………. 1
Perumusan Masalah…………………………………………………………….. 2
Tujuan Penelitian……………………………………………………………….. 3

BAHAN DAN METODE………………………………………………………… 3
Waktu dan Tempat …………………………………………………………….. 3
Bahan…………………………………………………………………………… 4
Alat……………………………………………………………………………... 4
Prosedur Analisis Data…………………………………………………………. 4
Indek Floresen………………………………………………………………. 4
Indek Tumpahan Minyak…………………………………………………… 4
Suhu Permukaan Laut Callison……………………………………………... 5
Komponen Analisis Utama (PCA)………………………………………….. 5
Indek Beda Vegetasi Ternormalisasi (NDVI)………………………………. 6
Membandingkan Nilai Piksel Hasil Algoritma……………………………... 6
Uji Akurasi………………………………………………………………….. 7
Pengolahan Data Angin……………………………………………………...7
Pengolahan Data Arus………………………………………………………. 7
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………… 7
Perbedaan visualisasi dan profil indek setiap algoritma………………………...7
Uji akuasi algoritma terhadap tumpahan minyak……………………………... 14
Pengaruh angin terhadap pola sebaran tumpahan minyak……………………. 15
Pengaruh arus terhadap pola sebaran tumpahan minyak………………………18
SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………………... 19

Simpulan……………………………………………………………………… 20
Saran………………………………………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 20
LAMPIRAN……………………………………………………………………... 22
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………… 27

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai reflektansi tumpahan minyak di Teluk Cagliari……………………….. 2
2 Peta lokasi penelitian………………………………………………………… 3
3 Hasil pemrosesan dengan Algoritma PCA, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8
September 2009................................................................................................ 8
4 Hasil pemrosesan dengan Algoritma NDVI, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8
September 2009.……………………………………………………………... 9
5 Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Tumpahan Minyak, (a) 30
Agustus 2009, (b) 8 September 2009………………………………………. 10
6 Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Floresen, (a) 30 Agustus 2009,
(b) 8 September 2009……………………………………………................. 11
7 SST hasil algoritma Callison dari citra MODIS, (a) 30 Agustus 2009, (b) 8
September 2009…………………………………………………………….. 13
8 Citra Radar tumpahan minyak Montara di Laut Timor, (a) 30 Agustus 2009

(Sumber : Lumban Gaol, 2009), (b) 8 September 2009 (sumber : li et.al,
2010)………………………………………………………………………... 14
9 Pola sebaran angin tanggal 30 agustus 2009……………………………….. 15
10 Pola sebaran angin tanggal 8 September 2009…………………………....... 16
11 Pola sebaran angin tanggal 24 September 2009……………………………. 16
12 Pola sebaran angin tanggal 10 Oktober 2009………………………………. 17
13 Pola sebaran angin tanggal 21 Oktober 2009………………………………. 17
14 Pola sebaran arus tanggal 5 – 10 September 2009…………………………. 18
15 Pola sebaran arus tanggal 10 – 15 Oktober 2009…………………………... 19
16 Pola sebaran arus tanggal 20 – 25 Oktober 2009…………………………... 19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data lapang pengamatan………………………………………………….... 22
2 Perhitungan uji akurasi..………………………………………………….... 24
3 Stasiun pengambilan nilai algoritma pada citra MODIS ................................ 26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu aktivitas manusia yang dapat mencemari ekosistem laut adalah
aktivitas pengeboran minyak bumi lepas pantai. Aktivitas ini jika tidak dilakukan

dengan pengawasan dan perancanaan yang baik maka akan berakibat fatal yaitu
dapat menyebabkan tumpahnya minyak (oil spill) ke permukaan laut. Walaupun
minyak memiliki peranan yang penting bagi perekonomian suatu negara, bahkan
dunia, minyak ini dapat mencemarkan dan merusak ekosistem. Tumpahan minyak
di laut akan menyebabkan dua kerugian yaitu dari segi ekonomi dan ekologi.
Kerugian dari segi ekonomi misalnya menurunya hasil tangkapan perikanan,
produksi rumput laut, produksi benih, dan kunjungan wisata. Dampak dari sisi
ekologi yaitu 1) Kerusakan hutan bakau, terumbu karang, lamun, 2) Kerusakan
habitat pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (Nursery ground), 3)
Kerusakan pantai, 4) Kerusakan dasar pantai (Gidiere 2010).
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung dan
menyebabkan air laut berwarna hitam. Kecepatan penyebaran akan bergantung
pada kecepatan angin, arus laut dan jenis minyak. Selain itu penyebab minyak
yang ada di perairan semakin bertambah luas disebabkan adanya proses difusi
minyak. keberadaan minyak di perairan mengalami penurunan disebabkan oleh
evaporasi dan dispersi minyak yang disebabkan oleh kondisi lingkungan
(Krisdiantoro 2012).
Peristiwa tumpahan minyak di lapangan minyak Montara Laut timor terjadi
pada tanggal 21 Agusts 2009 dan berlangsung selama 74 hari. Tumpahan minyak
ini terjadi akibat dari ledakan anjungan sumur Montara. Luasan minyak yang

tumpah diperkirakan menyebar seluas 10.842.81 km2 yang terbawa oleh angin,
pasang surut, dan arus (AMSA 2010). Berdasarkan penelitian Lumban Gaol
(2009) dengan citra radar pada tanggal 30 Agustus 2009 menunjukkankan secara
jelas distribusi oil spill di perairan Timor hingga Australia. Selain Radar, sensor
Moderate Resolution Imaging Spectrometer (MODIS) juga dapat digunakan untuk
mendeteksi tumpahan minyak di laut. MODIS merupakan salah satu sensor yang
terdapat pada satelit Terra dan Aqua. Data dari hasil satelit ini dapat
meningkatkan pemahaman kita tentang dinamika dan proses peristiwa alam yang
terjadi di darat maupun lautan. Kelebihan yang dimiliki oleh sensor MODIS
dibandingkan dengan sensor pada satelit lainnya karena jumlah kanalnya adalah
sebanyak 36 dengan nilai panjang gelombang yang berdeda – beda mulai dari
cahaya tampak sampai inframerah sehingga MODIS dapat digunakan untuk
berbagai aplikasi.
Penggunaan algoritma untuk deteksi tumpahan minyak dalam citra MODIS
banyak dilakukan dngan menggunakan persamaan dengan panjang gelombang
yang berbeda – beda. Pada panjang gelombang sinar tampak (400 – 700 nm),
minyak memiliki pantulan permukaan yang tinggi di atas air. Panjang gelombang
sinar tampak memiliki gangguan yang bisa terjadi karena adanya material
biologis, kilatan matahari, dan angin. Namun kontras tumpahan minyak dapat
ditingkatkan dengan melakukan pentapisan pada panjang gelombang 500-600 nm.

2
Selain itu penampisan pada panjang gelombang di bawah 450 nm juga dapat
dilakukan untuk meningkatkan kontras dari tumpahan minyak dilaut.
Pada panjang gelombang inframerah panas (8 – 14 m) tumpahan minyak
menunjukan nilai yang berbeda – beda sesuai dengan dari jenis tumpahan
minyaknya. Umumnya tumpahan minyak yang tebal menunjukan nilai yang lebih
panas. Tumpahan minyak mempunyai pengaruh untuk menahan radiasi panas
yang dikeluarkan oleh permukaan air laut. Sehingga pada sensor inframerah
tumpahan minyak akan terlihat lebih panas (Fingas 2010).
Beberapa penelitian dengan mengunakan citra MODIS untuk mendeteksi
tumpahan minyak di laut sudah dilakukan dengan berbagai algoritma yang
berbeda. Berdasarkan penelitian Alesheikh dan Shahini (2011), deteksi tumpahan
minyak di Teluk Meksiko dengan citra MODIS menunjukan bahwa penggunaan
algoritma band ratio dibandingkan dengan PCA menunjukan hasil yang lebih baik
dalam mendeteksi tumpahan minyak. Berdasarkan penelitian Destila (2011)
bahwa algoritma O’rielly dan Morel pada MODIS dapat mendeteksi konsentarsi
dari klorofil-a dilaut, pada tumpahan minyak nilai konsentrasi klorifl-a
mempunyai nilai yang lebih rendah. Menurut penelitian Dessi (2008) tentang
deteksi tumpahan minyak di Teluk Cagliari dengan MODIS bahwa tumpahan
minyak memiliki reflektansi yang lebih besar dibandingkan dengan air laut,
terutama pada kisaran spektral biru pada band 3 (biru) pada MODIS (Gambar 1).

Gambar 1. Nilai reflektansi tumpahan minyak di Teluk Cagliari (Dessi, 2008)
Peristiwa tumpahan minyak di Laut Timor juga berhasil terekam oleh
sensor MODIS. Penelitian ini bermaksud mendeteksi tumpahan minyak di Laut
Timor dengan citra MODIS menggunakan berbagai algoritma serta berdasarkan
indek profil yang dihasilkan.
Perumusan Masalah
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa tumpahan minyak dilaut ketika
dideteksi oleh satelit penginderaan jauh sulit untuk diidentifikasi keberadaanya.
Untuk itu, perlu algoritma khusus yang dapat memunculkan kenampakan

3
tumpahan minyak di laut tersebut. Beberapa algoritma yang mungkin dapat
digunakan untuk memunculkan kenampakan tumpahan minyak dilaut adalah
indek tumpahan minyak, indek floresen, Analisis Komponen Utama (PCA), Indek
Beda Vegetasi Tenormalisasi (NDVI), dan Suhu Muka Laut Callison.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi tumpahan minyak pada citra
MODIS menggunakan beberapa algoritma dan membedakan hasil deteksinya.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengolahan data satelit MODIS dilakukan pada bulan Februari hingga bulan
Mei 2013, dan lokasi yang diteliti yaitu daerah tercemar oleh tumpahan minyak
Montara di laut Timor posisi geografis 1100’0’’LS - 1400’0’’LS dan 11500’0’’ BT
– 12900’0’’BT. Pengolahan citra dilaksanakan di Labolatorium Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografis, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK
– IPB. Lokasi dari objek penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Lokasi titik
sampel pengambilan nilai algoritma secara jelas terlampir pada Lampiran 3.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

4
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra MODIS, data angin,
data arus dan data lapang. Citra MODIS level 1b merupakan data yang sudah
terkalibrasi yang diunduh dari situs http://disc.gsfc. nasa.gov. Citra MODIS level
1b yang diunduh dan dipilih adalah yang tidak terlalu tertutup banyak awan pada
daerah tumpahan minyaknya.
Angin dan arus adalah faktor yang mempengaruhi sebaran tumpahan
minyak. Data angin ini diunduh dari http://data-portal.ecmwf.int. Data arus
diunduh dari http://www.oscar.noaa.gov.

Alat
Alat yang digunakan dalam pengolahan data adalah satu set komputer yang
berisi perangkat lunak ErMapper 6.4, Envi 4.5, ArcGis 10, HegWin 2.11, Surfer 9
dan Ms. Excel 2007, serta perangkat lunak lain yang mendukung penelitian ini.

Prosedur Pemrosesan Data
Citra yang diolah adalah citra level satu adalah citra yang bersih dari tutupan
awan. Citra dengan format *.hdf sebelumnya harus di konversikan terlebih dahulu
kedalam bentuk format *.tif dengan menggunakan perangkat lunak HEG WIN
2.11.
Citra yang sudah berformat *.tif kemudian diolah dengan perangkat lunak
ErMapper. Proses yang dilakukan adalah koreksi atmosferik untuk menghilangkan
pengaruh atmosfer. Adapun metode yang digunakan untuk koreksi atmosferik
adalah metode histogram adjustment.
Setelah itu kemudian dilakukan pengolahan citra dengan berbagai algoritma.
Adapun algoritma yang digunakan yaitu indek floresen, indek tumpahan minyak,
SST Callison, Analisis komponen utama(PCA), dan NDVI .
Indek Floresen
Produk hidrokarbon memiliki sifat fluoresensi dimana memancarkan
cahaya ketika terkena ultraviolet atau beberapa sinar tampak. Sehingga dengan
algoritma indek floresen dapat diketahui keberadaan senyawa hidrokarbon.
Algoritma indek floresen dapat ditulisakan sebagai berikut :

Dalam citra MODIS spektrum biru berada pada kanal 3 dan spektrum merah
terdapat pada kanal 1. Semakin tinggi komponen hidrokarbon maka nilai indek
floresen juga akan semakin besar (Dessi 2008).
Indek Tumpahan Minyak
Menurut Alesheikh dan Shahini (2011) algoritma indek tumpahan minyak
memiliki prinsip rasio kanal dari selisih dan jumlah dari kanal 4 dan kanal 1 pada

5
MODIS yang dinormalisasikan dengan kanal 3 sehingga menghasilkan nilai yang
berbeda signifikan antara minyak dan bukan minyak. Algoritmanya dapat
dituliskan sebagai berikut :

Suhu Muka Laut Callison
Kanal pada MODIS yang digunakan untuk algoritma SST adalah kanal 31
dan 32 yang merupakan kanal pada rentang nilai spektral thermal infrared. Setiap
kanal – kanal ini kemudian akan dilakukan pengkalibrasian nilai digital numbernya menjadi nilai radiansi dengan rumus sebagai berikut:

Dimana,
Li
: Radiansi kanal i
SIi
: Skala integer kanal i (digital number)
radiance_scales dan radiance_offsets didapatkan dari atribut yang ada pada file
hdf disesuaikan dengan kanal yang akan di kalibrasi. Setelah menghitung nilai
radiansi, selanjutnya dilakukan perhitungan suhu kecerahan dengan menggunakan
persamaan Planck. Adapun persamaan Planck sebagai berikut :

Dimana,
TB
: suhu kecerahan (0K)
C2
: konstanta radiansi kedua (1.493 x 104 K µm)
C1
: konstanta radiasi pertama
(1.1911 x 108 W M-2 sr-2 (µm-1)-4)
L (i)
: nilai radiansi kanal ke-i (WM-2 µm sr)
(i)
: nilai tengah panjang gelombang kanal ke-i (µm)
i
: Kanal 31 dan Kanal 32
Setelah diketahui suhu kecerahan dari tiap kanal, selanjutnya dilakukan
perhitungan suhu permukaan laut dengan menggunakan algoritma Callison (1989)
sebagai berkut :

Dimana,
Tb31
: suhu kecerahan kanal 31
Tb32
: suhu kecerahan kanal 32
Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama akan menghilangkan gangguan pada data dan
melinearisasikan piksel dengan korelasi tinggi antar saluran. Transformasi ini

6
akan menghasilkan perbedaan visual dan kontras yang lebih baik antar obyek.
PCA akan mentranformasikan citra untuk mendapatkan komponen penting
keterwakilan baru yang saling tidak berkorelasi. Komponen penting ini
direpresentasikan dalam vector nilai eigen.
Komponen penting ini didapatkan dengan transformasi forward. Secara
matematis dijelaskan sebagai berikut :

Dengan DN1MS adalah digital number dari citra input multispectral. PC1 adalah
komponen pertama, dan matriks transformasi v terdiri dari vektor-vektor eigen
yang diurutkan berdasarkan eigennya.
Vektor eigen yang memiliki nilai eigen tertinggi merupakan komponen
penting pertama (PC1). PC1 ini yang akan digantikan oleh data citra pankromatik
beresolusi spasial tinggi, yang sebelumnya direntangkan agar memiliki rataan
yang menyamai PC1 (Smith 2002)
Transformasi dari PCA secara otomatis sudah ada difitur transformasi
pada perangkat lunak ENVI. Pada penelitian kali ini digunakan kanal 1 dan kanal
3 sebagai masukan untuk transformasi PCA.
Indek Beda Vegetasi Ternormalisasi
Indek vegetasi adalah pengukuran kuantitatif berdasarkan nilai digital dari
data penginderaan jauh yang digunakan untuk mengukur biomassa atau intensitas
vegetasi di permukaan bumi. Algoritma NDVI sudah sering digunakan untuk
pemetaan terumbu karang dan juga mangrove.
Nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1 . nilai NDVI yang rendah (negatif)
menunjukan tingkat vegetasi yang rendah seperti awan, air, tanah kosong,
bangunan, dan unsur non-vegetasi hijau yang tinggi (positif) menunjukan tingkat
vegetasi hijau yang tinggi. Jadi, nilai NDVI sebanding dengan kuantitas tutupan
vegetasinya (Lillesand and Kiefer, 1990).
Pada dasarnya NDVI mampu meminimalisir kesalahan atmosferik seperti
efek haze (blur) dan mampu membedakan antara tubuh air yang bersubstrat
dengan tubuh air yang tidak bersubstrat dengan cukup baik. Adapun rumus dari
NDVI sebagai berikut:

Pada sensor MODIS spektrum inframerah dekat berada pada kanal 2 dan
spektrum merah terdapat pada kanal 1 (Deveson 2005).
Membandingkan Nilai Piksel Hasil Algoritma
Setelah semua hasil dari kelima algoritma tersebut didapatkan, kemudian
nilai dari piksel yang terdapat pada citra MODIS hasil algoritma tersebut
dilakukan perbandingan terhadap daerah yang terkena minyak dan tidak terkena

7
minyak yang diplotkan kedalam bentuk grafik sehingga membentuk signature dari
tumpahan minyak. Signature hasil algoritma ini akan dijadikan acuan dalam uji
akurasi.
Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan untuk mengetahui algoritma mana yang baik
digunakan untuk melihat tumpahan minyak di laut dengan menggunakan citra
MODIS. Uji akurasi ini menggunakan data lapang dari Applied Scology Solutions
(AES) yang bekerja sama dengan World Wide Fund (WWF). Untuk mengetahui
lokasi pada citra MODIS merupakan tumpahan minyak atau bukan, pedoman
yang akan dijadikan acuan adalah signature atau profil minyak dari hasil grafik
nilai piksel pada daerah tumpahan minyak dan bukan minyak. Perhitungan persen
nilai akurasi adalah sebagi berikut :

Pengolahan Data Angin
Data angin digunakan untuk melihat pengaruh angin terhadap sebaran
tumpahan minyak. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuka data arus
berformat *.nc dengan meggunakan perangkat lunak Ocean Data View (ODV)
untuk mengekstrak datanya ke dalam format *.txt. Setelah itu data dengan format
*.txt di buka dengan menggunakan software Microsfot Excel sehingga akan
didapatkan nilai dari komponen angin zonal (U) dan meridional (V) yang
merupakan bagian dari vektor dengan arah vertical dan horizontal. Nilai U dan V
ini kemudian di konversi kedalam kecepatan. Nilai U dan V ini kemudian di grid
pada perangkat lunak Surfer 9. Grid hasil niali U dan V kemudian diplotkan
kedalam lokasi daerah tumpahan minyak. Kemudian dimasukan colour scaling
berupa kecepatan dari angin.
Pengolahan Data Arus
Data arus yang diunduh adalah berformat *.nc terlebih dahulu diekstrak ke
dalam format *.txt dengan meggunakan software ODV. Setelah itu data dengan
format *.txt di buka dengan menggunakan software Microsfot Excel sehingga
akan didapatkan nilai dari komponen angin zonal (U) dan meridional (V) yang
merupakan bagian dari vektor dengan arah vertical dan horizontal. Nilai U dan V
ini kemudian di grid dengan menggunakan software Surfer 9 dan setelah itu
diplotkan kedalam lokasi daerah tumpahan minyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbedaan visualisasi dan profil indek setiap algoritma
Citra yang diolah untuk melihat perbandingan penampakan hasil lima
algoritma adalah citra MODIS tanggal 30 Agustus 2009 dan 8 September 2009.
Hasil yang didapatkan menunjukan adanya penampakan kecerahan yang berbeda
beda pada daerah yang terkena dan tidak terkena tumpahan minyak.

8
Gambar 3 dan 4 adalah citra MODIS dengan algoritma PCA dan NDVI
yang menunjukan warna lebih gelap pada daerah terkena minyak dibandingkan
yang tidak terkena tumpahan minyak namun kontras antara tumpahan minyak
dengan badan air yang ditampilkan dari kedua algoritma ini berbeda. Tumpahan
minyak lebih terlihat jelas dengan menggunakan algoritma NDVI (Gambar 4).

(a)

tumpahan
minyak

(b)
Gambar 3. Hasil pemrosesan dengan Algoritma PCA, (a) 30 Agustus 2009,
(b) 8 September 2009

9

tumpahan
minyak

(a)

tumpahan
minyak

(b)
Gambar 4. Hasil pemrosesan dengan Algoritma NDVI, (a) 30 Agustus 2009,
(b) 8 September 2009
Algoritma PCA dan NDVI menunjukan nilai yang lebih kecil pada daerah
tumpahan minyak seperti terlihat pada stasiun 5, 6, dan 7 tanggal 30 agustus 2009
dan Stasiun 4, 5, dan 6 tanggal 8 September 2009. Menurut Alesheikh dan Shahini
(2011) penggunaan transformasi PCA ini dalam penginderaan jauh menghasilkan
suatu citra yang lebih mudah untuk mengenali suatu obyek tertentu dibandingkan
citra aslinya. Pengolahan NDVI akan menghasilkan garis batas yang tegas antara
laut dalam dengan tubuh air yang dangkal dan bersubstrat (Wicaksono 2008).

10
Hasil algoritma indek tumpahan minyak dan indek floresen yang ditunjukan
berturut – turut pada Gambar 5 dan 6 menunjukan pada daerah terkena tumpahan
minyak memiliki warna yang lebih putih dibandingkan pada daerah tidak terkena
minyak, kontras kecerahan yang ditampilkan kedua algoritma antara tumpahan
minyak dan bukan tumpahan minyak lebih terlihat jelas pada algoritma indek
floresen.

tumpahan
minyak

(a)

tumpahan
minyak

(b)
Gambar 5. Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Tumpahan Minyak,
(a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009

11

tumpahan
minyak

(a)

tumpahan
minyak

(b)
Gambar 6. Hasil pemrosesan dengan Algoritma Indek Floresen,
(a) 30 Agustus 2009, (b) 8 September 2009
Menurut Alesheikh dan Shahini (2011) indek tumpahan minyak mampu
memberikan penampakan yang jelas pada daerah tumpahan minyak dan
memberikan kontras di daerah tersebut, karena algoritma ini menggunakan
panjang gelombang pendek seperti biru (469 nm) yang mempunyai kemampuan
sensitif terhadap tumpahan minyak dilaut. Pada panjang gelombang biru terdapat
gangguan dari material biogenis sehingga perlu dinormalisasikan dengan
berpedoman pada panjang gelombang 469 nm sesuai dengan algoritma indek
tumpahan minyak (Hu et al. 2003). Sehingga Pada Gambar 5 terlihat bahwa di

12
titik sampel yang terkena tumpahan minyak memiliki hasil nilai indek tumpahan
miyak yang lebih tinggi di bandingkan pada daerah yang bukan merupakan
tumpahan minyak.
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai floresen lebih tinggi
pada daerah perairan yang terkena tumpahan minyak. Menurut Harto et al. (2009)
tumpahan minyak mengandung komponen hidrokarbon yang mempunyai
karakteristik dari floresen , lalu hubungan unsur hidrokarbon dengan komponen
minyak adalah berbanding lurus. Dapat dikatakan pula bahwa pada stasiun yang
terkena tumpahan minyak merupakan komponen minyak karena nilai floresen
pada stasiun tersebut lebih tinggi di bandingkan stasiun lain. Penampakan pada
citra juga menunjukan bahwa pada dearah tersebut merupakan daerah tumpahan
minyak.
Hasil algoritma SST yang ditunjukan pada Gambar 7 secara visual tidak
menunjukan perbedaan antara daerah yang terkena tumpahan minyak dan tidak
terkena tumpahan minyak. Jika dilihat dari lokasi stasiun tumpahan minyak yang
sebenarnya berada, maka pada wilayah terjadinya tumpahan minyak menunjukan
kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingakan daerah diluar tumpahan minyak. Hal
ini kemungkinan terjadi karena pada daerah perairan yang tertutup oleh tumpahan
minyak tidak mengalami proses pelepasan energi panas akibat adanya lapisan
minyak diatas perairan tersebut sehingga energi panas tidak mengalami gangguan

Tumpahan
Minyak

(a)

13

Tumpahan
Minyak

(b)
Gambar 7. SST hasil algoritma Callison dari citra MODIS, (a) 30 Agustus 2009,
(b) 8 September 2009
dari luar seperti pengaruh dari angin.
Ke lima algoritma yang digunakan menggambarkan bahwa tumpahan
minyak lebih terlihat dan memiliki kontras dengan badan air adalah algoritma
NDVI, sedangkan berdasarkan SST dari algoritma Callison tidak dapat
menunjukan adanya penampakan tumpahan minyak namun dapat menunjukan
adanya perbedaan suhu pada daerah tumpahan minyak.
Tumpahan minyak Montara di Laut Timor juga terekam oleh beberapa
sensor Radar (Gambar 8). Citra Radar ini memiliki kelebihan yaitu tidak
terpengaruh oleh kondisi atmosferik sehingga memiliki penampakan tumpahan
minyak yang lebih jelas di laut dan juga dapat digunakan pada malam hari. Citra
Radar real time sulit didapatkan dan memerlukan waktu untuk mendapatkannya
sehingga kurang efisien dan beberapa citra Radar memiliki resolusi temporal yang
lebih rendah dibandingkan MODIS. Menurut Fingas (2010) agar Radar dapat
mendeteksi tumpahan minyak dilaut maksimal kecepatan angin diwilayah tersebut
berada pada rentang 1.5 m/s – 6 m/s. Pada citra Radar tumpahan minyak akan
terlihat lebih gelap dibandingkan daerah bukan tumpahann minyak. nilai piksel di
daerah tumpahan minyak pada cira Radar menunjukan nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan daerah yang bukan tumpahan minyak.

14

Tumpahan
Minyak

(a)

Tumpahan
Minyak

(b)
Gambar 8. Citra Radar tumpahan minyak Montara di Laut Timor,
(a) 30 Agustus 2009 (Sumber : Lumban Gaol 2009),
(b) 8 September 2009 (sumber : li et.al. 2010)
.
Uji akurasi algoritma terhadap tumpahan minyak
Uji akurasi algoritma ini menggunakan data lapang dari AES (Applied
Scology Solutions) yang bekerja sama dengan WWF sebagai dasar acuan lokasi
tumpahan minyak sebenarnya. Data lapang terdiri dari dua jenis yaitu data
pengamatan dan data pengambilan sampel tumpahan minyak (Lampiran 1).
Tanggal pengambilan data lapang adalah 26 September 2009 dan 27 September

15
2009 yang disesuaikan dengan tanggal citra MODIS. Uji akurasi ini berpedoman
pada profil indek yang didapatkan dari pemrosesan algoritma pada citra tanggal
30 agustus 2009 dan 8 September 2009 sebelumnya. Kemudian profil indek tiap
algoritma dari citra MODIS tanggal 26 September 2009 dan 27 September 2009
disamakan dengan data lapang. Data citra yang sesuai dengan data lapang
dijumlahkan dan di hitung akurasinya.
Uji akurasi menghasilkan bahwa algoritma dengan akurasi yang terbaik
adalah algoritma NDVI dengan nilai total akurasi sebesar 60% . Kemudian untuk
algoritma indek floresesn memiliki nilai total akurasi sebesar 46 %. Alogritma
indek tumpahan minyak dan PCA memiliki nilai total akurasi yang sama yaitu
sebesar 41 % (Lampiran 2). Nilai akurasi tersebut tidak terlalu tinggi hal ini
kemungkinan disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan data lapang
dengan waktu perekaman citra sehingga tumpahan minyak dapat berpindah
tempat akibat terbawa arus laut dan juga data lapang yang terbatas.
Pengaruh angin terhadap pola sebaran tumpahan minyak
Pengaruh angin terhadap pola sebaran tumpahan minyak dilihat dengan citra
MODIS mengunakan algoritma NDVI kemudian diilakukan deliniasi pada daerah
tumpahan minyak. Setelah itu dilakukan tumpang susun terhadap arah sebaran
angin pada tiap tanggal tumpahan minyak.
Dari hasil tumpang susun pola arah angin dan sebaran minyak, dapat
dikatakan bahwa minyak cenderung mengikuti pola sebaran angin. Menurut
Nontji (2002) bahwa angin merupakan salah satu faktor penting yang dapat
membangkitkan gaya arus di permukaan laut. Sehingga berdasarkan hasil yang
didapatkan memang benar arah angin mempengaruhi pola sebaran tumpahan
minyak di permukaan air

Gambar 9. Pola sebaran angin tanggal 30 agustus 2009

16

Gambar 10. Pola sebaran angin tanggal 8 September 2009

Gambar 11. Pola sebaran angin tanggal 24 September 2009

17

Gambar 12. Pola sebaran angin tanggal 10 Oktober 2009

Gambar 13. Pola sebaran angin tanggal 21 Oktober 2009

18
Gambar 9 – 11, menunjukan bahwa angin cenderung mengarah kearah utara
pada bulan Agustus dan September dengan kecepatan berkisar 2.0 - 4.0 m/s2. Hal
ini berbahaya bagi lingkungan di Indonesia karena jika sewaktu – waktu terjadi
tumpahan minyak lagi di daerah tersebut kemungkinan besar akan mengarah ke
perairan Indonesia. Berbeda dengan bulan Oktober (Gambar 12 dan 13) arah
angin cenderung lebih menuju ke arah selatan yaitu mendekati perairan Australia
dengan kecepatan berkisar 3.0 - 5.5 m/s2. Bagaimanapun juga peristiwa tumpahan
minyak harus dihindari karena sangat merugikan baik dari segi biologi maupun
ekonomi.
Pengaruh arus terhadap pola sebaran tumpahan minyak
Pengaruh arus terhadap pola sebaran tumpahan minyak dilihat dengan citra
MODIS mengunakan algoritma NDVI kemudian diilakukan deliniasi pada daerah
tumpahan minyak. Data arus yang didapatkan adalah data rataan tiap lima harian
yang kemudian tumpang susun terhadap arah sebaran minyak pada tiap tanggal
tumpahan minyak.
Dilihat dari pola pergerakan arus dan angin tiap tanggal, dapat dikatakan
terdapat pola sebaran yang tidak jauh berbeda. Menurut Fingas (2010) faktor
utama yang menyebabkan tumpahan minyak dilaut menyebar adalah angin dan
arus. Berdasarkan hasil tumpang susun pola arah arus dan sebaran minyak bahwa
minyak cenderung mengikuti pola sebaran arus laut. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa pergerakan arus dapat mempengaruhi pola sebaran tumpahan
minyak dilaut.

Gambar 14. Pola sebaran arus tanggal 5 – 10 September 2009

19

Gambar 15. Pola sebaran arus tanggal 10 – 15 Oktober 2009

Gambar 16. Pola sebaran arus tanggal 20 – 25 Oktober 2009

20
Gambar 14, menunjukan bahwa pola arus didaerah tumpahan minyak saling
bertemu dari arah utara menuju ke barat dan arus dari arah selatan menuju ke
timur yang akan menyebakan minyak akan tetap di daerah tersebut. Gambar 15
dan 16 memperlihatkan pergerakan minyak terlihat lebih mengikuti pergerakan
pola arus yaitu menuju kearah selatan menuju perairan Australia.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari lima algoritma yang dicobakan, algoritma yang dapat digunakan untuk
citra MODIS dalam mendeteksi tumpahahan minyak secara baik adalah algoritma
NDVI. Algoritma SST Callison pada citra MODIS secara visual tidak
menunjukan kenampakan dari tumpahan minyak namun suhu pada daerah
tumpahan minyak menunjukan nilai yang lebih tinggi dibandingkan permukaan
air laut. Nilai indek dalam citra MODIS pada daerah tumpahan minyak dengan
menggunakan algoritma indek floresen dan indek tumpahan minyak akan lebih
tinggi dari daerah sekitar yang tidak terkena tumpahan minyak, sedangkan nilai
indek dalam citra MODIS pada derah tumpahan minyak dengan menggunakan
algoritma NDVI dan PCA lebih rendah dari daerah sekitar yang tidak ada minyak.
Angin dan arus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan
tumpahan minyak di permukaan laut.
Saran
Plot angin dan plot arus sebaiknya dilakukan dengan grid yang sama
sehingga dapat ditumpang tindih untuk melihat arah resultanya dan pengaruh dari
keduanya terhadap sebaran tumpahan minyak dapat terlihat lebih jelas.

DAFTAR PUSTAKA
AES, 2009. Biodiversity Survey of the Montara Field Oil Leak. Australia. AES
Applied Ecology Solutions Pty Ltd
Alesheikh A.A dan Shahini S. G. 2011. Assesment of Spectral Analysis Methods
to Detect and Monitor Oil Spill Using MODIS Data. Iran, SASTECH. 4:4
AMSA. 2010. Response to The Montara Wellhead Platform Incident.
http://www.amsa.gov.au/forms-and-publications/Publications/Montara_IAT_
Report.pdf [10 Januari 2013]
Dessì, F., M. T. Melisa, L. Naitzaa, and A. Marinia. 2008. MODIS data
processing for coastal and marine environment monitoring: a study on anomaly
detection and evolution In gulf of cagliari (Sardinia-Italy). The International
Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information
Sciences. (37): 695-698
Deveseon, e. 2005. An evaluation of MODIS NDVI imagery for monitoring locust
habitat. Australian Plague Locust Commission. Technical Report No: 1/2005
Fingas, F. 2010. Oil Spill Science and Technology. Burlington: USA. Elsevier Inc

21
Gidiere, Stephen. Freeman, Mike. Samuels, Mary. 2010. The Oil Spill’s Impact on
Gulf Coast Oysters. Washington DC. ELI (1): 97-99
Hu, C., F. E. Muller., C. Taylor., D. Myhre., B. Murch., A. L. Odriozola. And
G.Godoy. 2003. MODIS Detects Oil Spill Lake Maracaibo, Venezuela. Earth
Observastion System. 84(33): 313-319.
Harto B. A, Ismet. Isfariani, Wikantika, Ketut. 2011. Identification and
Deliniation of Oil Spills Area by Means of MODIS Satellite Imagery.
Department of Geodesy and Geomatics Engineering. ITB. Bandung
Krisdiantoro. 2012. Model Sebaran Tumpahan Minyak di Perairan Indramayu,
Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi: Tidak
Dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Li, X., L., Ge, Y., Dong, and H., Chang, 2010. Estimating The Greatest Dust
Storm in Eastern Autralia on MODIS Satellite Images. Honolulu , IGARSS. 2:
6
Lumban Gaol, J. 2009. Distribusi Spasial Oil Spill Montara di Celah Timor dari
Satelit dan Dampaknya Terhadap Sumberdaya Hayati Laut, h. III-9 – III-13.
Dalam IPTEK dalam Mitigasi dan Adaptasi Dampak Perubahan Iklim terhadap
Ekosistem Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Prosiding Simposium Nasional
Pengelolaan Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil, 18 November 2010. Bogor.
III. hal: 9-13
MODIS.
MODIS
Technical
Specification.
http://modis.gsfc.nasa.gov
/about/specifications.php [10 Januari 2013]
Nontji. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Paulus, A.C. 2006. Analisis Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Kandungan
Klorofil-a dengan Menggunakan Data MODIS di Perairan Nusa Tenggara
Timur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Skripsi: Tidak Dipublikasikan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Smith, I. 2002. A Tutorial on Principle Component Analysis. [10 Januari 2013]
Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wicaksono, P. 2008. Perbandingan Kemampuan Citra ASTER dan Landsat 7
ETM+ Dalam Pemetaan Kondisi Kesehatan Terumbu Karang di Pulau
Menjangan Besar dan Menjangan Kecil, Kepulauan Karimun Jawa. . Bandung.
PIT MAPIN XVII: 415-421

22
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Lapang pengamatan
Date

Lat (LS)

Lon (BT)

9/26/2009 11º53'0.636" 125º28'45.84''
10:44
9/26/2009 11º48'1.584" 124º57'35.28''
17:05
9/27/2009 11º45'39.636" 124º53'42.36''
8:32
9/27/2009 11º45'38.196" 124º51'24.84''
9:03
9/27/2009 12º3'54.252" 124º48'8.64''
12:54
9/27/2009 12º4'10.812" 124º48'52.2''
13:16

9/27/2009
13:25

12º4'2.046"

9/27/2009
14:48
9/27/2009
15:56

12º2'15.252"

Comment

Number

-

5

Dolphins
were in slick
-

10

-

15

-

10

Just before
heading
change due
to strong oil
smell

10

Ext, lig,
1

10

Ext, lig,

5

Ext, lig,
2
Ext, lig,

124º49'33.24''

124º57'11.52'' In sheen with
particles
12º2'24.864" 125º3'32.04'' 8 mins after
thick oil
slick
9/27/2009 12º15'36.972"
125º4'30''
18:17
9/27/2009 12º24'47.304"
125º1'48''
In fairly
19:48
heavy oil
9/29/2009 12º15'46.296"
127º17'51''
14:19
9/29/2009 12º16'37.668" 127º31'45.48''
16:13

80

18

11

Oil
Behavior
( Sea
key)
Ext, lig,
1
Ext, lig,
3
Null
Ext, lig,
3
Ext, lig,

17

Ext,
mod, 2
Ext,
mod, 2
Null

15

Null

2

23
Date
and time

Lat (S)

Lon (E)

Species Present
Dolphi
n

26/09/0 11º54'59.22'' 125º37'23.88'
9–
'
09:15
26/09/0 11º52'12.684' 125º22'24.96'
9–
'
'
11:53
26/09/0 11º52'13.548' 125º20'7.08''
9–
'
12:18
26/09/0 11º52'7.644'' 125º14'42.72'
9–
'
13:02

v

26/09/0
9–
13:15

v

11º52'9.84''

125º13'15.24'
'

27/09/0
9 12:25
27/09/0

11º0'9.252''

125º47'5.316'
'
11º4'20.316'' 125º48'10.8''

Patch of
wax.

v

125º0'50.4''

26/09/0 11º46'14.304' 125º56'1.896'
9'
'
17:22
27/09/0 11º50'43.08'' 125º47'9.96''
9 11:00

Seabird
s

Algae +
white
flecks
Blue
water

26/09/0 11º51'43.596' 125º10'22.44'
9–
'
'
13:47
26/09/0 11º51'28.908' 125º7'6.6''
9–
'
14:44
26/09/0 11º50'16.188'
9'
16:05

Sea
Snake
s
v

notes

v

v

Lots of
white
particle
s
More
algae
some
white
particle
s
Big
patch of
algae
Heavy
wax
particle
s
Heavy
waxy
slick
over
deeper
water
Slick
sample
taken
Thick
white
waxy
pieces
Water
sample
Heavy

24
9 13:00

27/09/0
9 14:10

11º3'24.012''

125º53'6''

27/09/0
9 16:29
27/09/0
9 17:12

11º4'55.056''

125º5'5.46''

11º9'29.52''

125º5'57.48''

27/09/0
9 18:12

11º15'7.776''

125º4'27.84''

yellow
sample
in thick
slick
Yellow
patches,
streaks
of oil
Slick
v

Thick
slick
yellow
-

v

Lampiran 2. Perhitungan Uji akurasi
Tanggal 26 September 2009
Lat (S)

Lon (E)

11º54'59.22''

125º37'23.88''

11º52'12.684'' 125º22'24.96''

11º52'13.548'' 125º20'7.08''
11º52'7.644'' 125º14'42.72''

11º52'9.84''

125º13'15.24''

11º51'43.596'' 125º10'22.44''
11º51'28.908''

125º7'6.6''

11º50'16.188''

125º0'50.4''

11º46'14.304'' 125º56'1.896''

data
lapang
Patch of
wax.
Algae
+
white
flecks
Blue water
Lots
of
white
particles
More
algae some
white
particles
Big patch
of algae
Heavy
wax
particles
Heavy
waxy slick
over
deeper
water
Slick
sample
taken

ndvi

pc

1

flourecence oil
spill
0
0

1

1

1

1

1
0

1
0

1
0

1
0

1

1

1

1

0

1

1

0

1

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

0

1

25
11º53'0.636" 125º28'45.84'' Ext, lig, 1
11º48'1.584" 124º57'35.28'' Ext, lig, 3
total
akurasi
Tanggal 27 September
Lat (S)
Lon (E)

data
lapang
11º3'24.012'' 125º53'6''
Heavy
yellow
sample
in thick
slick
11º4'55.056'' 125º5'5.46'' Yellow
patches,
streaks
of oil
11º9'29.52'' 125º5'57.48' Thick
'
slick
yellow
11º15'7.776'' 125º4'27.84' Surface
'
sheen
edge in
Beaufor
t
2,
Extensi
ve
surface
sheen
12º4'10.812 124º48'52.2 Ext, lig,
"
''
12º4'2.046" 124º49'33.2 Ext, lig,
4''
1
12º2'15.252 124º57'11.5 Ext, lig,
"
2''
12º2'24.864 125º3'32.04 Ext, lig,
"
''
2
12º15'36.97 125º4'30'' Ext, lig,
2"
12º24'47.30 125º1'48'' Ext,
4"
mod, 2
12º4'10.812 124º48'52.2 Ext,
"
''
mod, 2
total
akurasi

0
1
7
63.63

ndvi

0
1
6
54.54

0
0
5
45.45

0
0
5
45.45

oil spill

pc

1

flourecen
ce
0

0

1

1

1

1

1

1

1

0

1

0

0

0

0

0

0

1

0

0

1

1

0

0

1

1

0

0

0

0

0

1

0

0

1

1

0

0

0

1

0

0

0

6
54.545
45

4
36.36364

4
36.363
64

4
36.363
64

26
Lampiran 3. Stasiun Pengambilan nilai algoritma pada citra MODIS
a. 30 Agustus 2009

b. 8 September 2009

27

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17
September 1991 dari ayah yang bernama Tato Sumekto dan
ibu Dessy Andriyani. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis menyelesaikan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 50,
Cipinang, Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) dan diterima di Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah beberapa kali mengikuti
Program Kreatifitas Mahasiswa yang diadakan oleh DIKTI tahun 2010, 2011, dan
2012. Penulis juga pernah mengikut Konferensi Paper Internasional di Taiwan
pada tahun 2012.
Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Kelautan periode 2011/2012 dan periode 2012/2013, Dewan Perwakilan
Mahasiswa FPIK periode 2011/2012. Dalam rangka penyelesaian studi di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul
“Deteksi Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor Menggunakan Citra MODIS
dengan Berbagai Algoritma”.