Entomology study and dengue virus detection on aedes spp. and community behaviour in Bantarjati Village Bogor City

KAJIAN ENTOMOLOGI DAN DETEKSI VIRUS
DENGUE PADA Aedes spp. SERTA PERILAKU
MASYARAKAT DI KELURAHAN BANTARJATI BOGOR

ZAHARA FADILLA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kajian Entomologi
dan Deteksi Virus Dengue pada Aedes spp. serta Perilaku Masyarakat di
Kelurahan Bantarjati Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Zahara Fadilla
NIM B252110061

RINGKASAN
ZAHARA FADILLA. Kajian Entomologi dan Deteksi Virus Dengue pada
Aedes spp. serta Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Bogor. Dibimbing
oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SURACHMI SETIYANINGSIH
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue (DEN). Virus DEN memiliki 4 tipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4 yang terkait dengan antigen yang berbeda. Arbovirus ini
banyak ditransmisikan pada daerah urban terutama yang beriklim tropis dan
subtropis oleh nyamuk Ae. Aegypti dan Ae. Albopictus. Penyakit DBD masih
menjadi masalah kesehatan di Kelurahan Bantarjati di Kota Bogor karena
penderita penyakit tersebut dapat ditemukan sepanjang tahun dengan jumlah kasus
yang paling tinggi di kota Bogor. Tingginya kasus kejadian DBD di Kelurahan
Bantarjati terkait dengan keberadaan vektor nyamuk Aedes spp. dan virus DEN
yang terpelihara pada nyamuk vektor di daerah tersebut. Sampai saat ini serotipe
virus yang terdapat pada nyamuk Aedes spp. di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor

belum diketahui, karena belum ada data dan belum pernah dilakukan penelitian
mengenai indentifikasi serotipe virus Dengue dari nyamuk vektor tersebut.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji bioekologi
nyamuk Aedes spp., mendeteksi keberadaan virus DEN pada tubuh nyamuk
Aedes spp. dan mempelajari pengetahuan, sikap serta praktik masyarakat di
daerah endemik DBD Kelurahan Bantarjati Kota Bogor. Penelitian dilakukan
pada bulan April 2012 sampai Juli 2012 di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor.
Penelitian dilakukan dalam bentuk survei lapangan selama 4 bulan dengan cara
melakukan survei di rumah penduduk dari jam 06.00 sampai jam 18.00. Kegiatan
di lapangan yang telah dilakukan adalah berupa, 1) penangkapan nyamuk;
2) pengumpulan jentik nyamuk; 3) pemasangan perangkap ovitrap; 4) deteksi
virus DEN pada nyamuk Aedes spp. dan 5) studi pengetahuan, sikap dan praktik
masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat banyak menggunakan
wadah sebagai tempat penampungan air baik berupa wadah tempat penampungan
air (TPA) ataupun wadah bukan TPA. Jenis wadah yang banyak digunakan oleh
masyarakat adalah wadah TPA sebanyak 298 buah (75.25%), wadah bukan TPA
sebanyak 98 buah (24.75%) sedangkan wadah alamiah tidak ditemukan dilokasi
penelitian. Jenis wadah yang banyak ditemukan larva adalah pada wadah non
TPA (60.01%) sedangkan pada wadah TPA lebih sedikit ditemukan larva

(12.20%). Nilai indeks CI, HI dan BI di Kelurahan Bantarjati termasuk dalam
kelompok kepadatan populasi nyamuk yang sedang dengan nilai density figure
termasuk dalam skala 2-5. Nilai rata-rata ABJ secara umum di lokasi penelitian
menunjukan masih berada dibawah indikator ABJ nasional (95%). Hal ini
menunjukan bahwa Kelurahan Bantarjati masih memiliki risiko yang tinggi
dalam penularan penyakit DBD. Masyarakat di lokasi ini harus meningkatkan
program pemberantasan sarang nyamuk untuk mengurangi risiko penularan
penyakit DBD.
Nyamuk Ae. aegypti lebih banyak tertangkap mengisap darah di dalam
rumah dengan aktivitas puncak mengisap darah terjadi pada jam penangkapan
10.00-11.00 (0.42 nyamuk/orang/jam) dan 16.00-17.00 (0.21 nyamuk/orang/jam)

sedangkan pada nyamuk Ae. albopictus lebih banyak mengisap darah di luar
rumah pada jam penangkapan jam 10.00-11.00 (0.42 nyamuk/orang/jam) dan jam
14.00-15.00 (0.17 nyamuk/orang/jam). Perilaku istirahat nyamuk Ae. aegypti
cenderung lebih menyukai di dalam rumah dan Ae. albopictus lebih menyukai
istirahat di luar rumah. Virus DEN serotipe DEN-1, DEN-2, dan DEN-3 tidak
ditemukan dalam tubuh nyamuk betina Aedes spp. dari Kelurahan Bantarjati Kota
Bogor. Masyarakat Kelurahan Bantarjati Kota Bogor memiliki tingkat perilaku
yang cukup baik (sedang).

Kata kunci: Aedes spp., Demam Berdarah Dengue (DBD),
Transcription- Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Reverse

SUMMARY
ZAHARA FADILLA. Entomology Study and Dengue Virus Detection on
Aedes spp. and Community Behaviour in Bantarjati Village Bogor City.
Supervised
by
UPIK
KESUMAWATI
HADI
and
SURACHMI
SETIYANINGSIH.
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is a desease which caused by dengue
virus (DEN). DEN virus has four types, DEN-1, DEN-2, DEN-3 and DEN-4.
They are associated with antigen. This arbovirus is transmitted by Ae.aegypti dan
Ae. albopictus mosquitoes in many urban areas, especially in tropical and

subtropical area. DHF still becomes healthy problem at Bantarjati village in Bogor
city, because the sufferer of the desease can be found all year with the highest
number of cases in Bogor city. The high of DHF cases at Bantarjati village is
associated with the presence of DEN virus which is maintained in the vector
Aedes spp. mosquito. Until now, serotype virus which contain in Aedes spp.
mosquito at Bantarjati village Bogor city was not known, there were not data or
research about identification serotype dengue virus of Aedes spp. mosquito.
The aims of this research are to examine bioecology of Aedes spp.
mosquito, to detect the presence of DEN virus in Aedes spp. mosquito and to
study about behaviour of the community in DHF endemic area at Bantarjati
village in Bogor city. This research was done on April 2012 until july 2012. This
research used method survey on field for 4 months by conducting a survey in the
home at 06.00 am to 06.00 pm. Survey activities on field by 1) collecting
mosquito; 2) collecting larvae of mosquito; 3) trapping ovitrap; 4) detect of DEN
virus and 4) studying behavior of the community.
The result showed that the community used water container and non water
container. Type water container more used than non water container, water
container as many 298 units (75.25%) whereas non water container 98 units
(24.75%). Artificial container was not found in research location. Many larvae
found on non water container (60.01%) and on water container (12.20%). That

index value of CI, HI and BI at Bantarjati village included in group population
density of mosquito is average with value density in scala 2-5. Generally, the
average value of ABJ in research location shows under national ABJ indicator (95
%). The matter shows that Bantarjati village still has high risc of DHF desease
transmission. The community in this location has to increase eradication of
mosquito breeding program to decrease risc of DHF desease transmission.
The highest blood sucking activity of Ae. aegypti happened inside the house
on 10.00-11.00 am (0,42 mosquito/person/hour ) and 04.00-05.00 pm (0,21
mosquito/person/hour), whereas the highest blood sucking activity of
Ae. albopictus happened outside the house on 10.00-11.00 (0,42
mosquito/person/hour) and 02.00-03.00 pm (0,17 mosquito/person/hour).
Behaviour rest of Ae. aegypti preferred inside the house and Ae. albopictus
preferred outside the house. Dengue virus was not found in female Aedes spp.
mosquito in Bantarjati village Bogor city. The behaviour of the community was
categorized moderate.

Keywords: Aedes spp., Dengue Haemorrhagic Fever (DHF),
Transcription-Polymerase Chain reaction (RT-PCR)

Reverse


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN ENTOMOLOGI DAN DETEKSI VIRUS
DENGUE PADA Aedes spp. SERTA PERILAKU
MASYARAKAT DI KELURAHAN BANTARJATI BOGOR

ZAHARA FADILLA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. drh. Susi Soviana, M.Si.

Judul Tesis : Kajian Entomologi dan Deteksi Virus Dengue pada Aedes spp.
serta Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Bogor.
Nama
: Zahara Fadilla
NIM
: B252110061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Dr.drh. Upik Kesumawati Hadi, MS
Ketua

drh. Surachmi Setiyaningsih, Ph.D
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.drh.Upik Kesumawati Hadi, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc, Agr

Tanggal Ujian:
26 September 2013


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak April 2012 ini ialah Kajian
Entomologi dan Deteksi Virus Dengue pada Aedes spp. serta Perilaku Masyarakat
di Kelurahan Bantarjati Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof.Dr.drh. Upik
Kesumawati Hadi, MS. dan Ibu drh. Surachmi Setiyaningsih Ph.D selaku
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada
penulis, serta Ibu Dr.drh. Susi Soviana, MSi yang telah berkenan menjadi penguji
luar komisi dalam ujian tesis. Terima Kasih yang sebesar-besarnya penulis
ucapkan kepada para staf pengajar dan pegawai laboratorium Program Studi
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) yang telah banyak memberikan
ilmu dan bimbingan selama masa penyelesaian studi. Terima kasih pula penulis
ucapkan kepada teman-teman seperjuangan PEK 2011 (ka Dewi, Titi, mas Supri,
Nisa, Riski dan mas Resa) serta teman-teman yang telah membantu penelitian ini
(Karen, Rindang, Aji, mas Rizal dan mba Pupi) semoga tetap semangat dalam
menyelesaikan studi dan sukses untuk semuanya.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, serta seluruh
keluarga, atas segala motivasi, do’a dan kasih sayangnya selama ini
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan,
namun penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, September 2013
Zahara Fadilla

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Virus Dengue
Mekanisme transmisi virus Dengue
Replikasi virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes spp.
Bioekologi Aedes spp.
Polymerase chain reaction (PCR)
Reverse Trancription-Polymerase chain reaction (RT-PCR)
Teknik deteksi virus Dengue
Perilaku kesehatan masyarakat

3
3
4
4
5
6
6
7
7

3 METODE
Lokasi dan waktu penelitian
Rancangan penelitian
Pengumpulan telur nyamuk
Penangkapan larva nyamuk
Penangkapan nyamuk
Identifikasi larva dan nyamuk
Deteksi virus Dengue pada nyamuk
RT-PCR
Metode single-tube multiplex RT-PCR
Metode nested RT-PCR
Elektroforesis
Visualisasi
Survei pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat
Analisis Data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi larva
Pengamatan larva
Persentase wadah positif larva berdasarkan jenis wadah
Persentase wadah positif larva berdasarkan letak wadah
Persentase wadah positif larva berdasarkan bahan dasar wadah
Persentase wadah positif larva berdasarkan warna wadah
Indeks larva
Kepadatan dan perilaku nyamuk

9
9
9
9
10
10
11
11
11
11
12
12
13
13
13
15
15
15
15
18
18
19
20
23

Jenis nyamuk yang tertangkap
Kepadatan nyamuk Aedes spp.
Perilaku nyamuk
Perilaku mengisap darah
Perilaku istirahat
Perilaku bertelur
Deteksi virus Dengue
Pengetahuan, sikap dan praktik Masyarakat
Karakteristik responden
Pengetahuan responden
Sikap responden
Praktik responden
Pembahasan umum

23
24
27
27
29
31
32
36
36
37
37
38
38

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

46

RIWAYAT HIDUP

52

DAFTAR TABEL
Kepadatan larva nyamuk (density figure)
Persentase wadah positif larva berdasarkan jenis wadah
Persentase wadah positif larva berdasarkan letak wadah
Persentase wadah positif larva berdasarkan bahan dasar wadah
Persentase wadah positif larva berdasarkan warna wadah
Jenis dan jumlah nyamuk dewasa yang tertangkap
Kepadatan nyamuk landing rate (LR) dan resting rate (RR)
Ae. aegypti dan Ae. albopictus
8 Kepadatan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus saat istirahat
9 Hasil Deteksi Virus Dengue pada nyamuk dengan metode RT-PCR
10 Karakteristik responden di Kelurahan Bantarjati
1
2
3
4
5
6
7

14
17
18
19
20
23
24
30
33
36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Struktur virus Dengue
Comb scales larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus
Persentase jenis wadah yang diperiksa dan positif terdapat larva
Persentase angka bebas jentik
Indeks larva perbulan
Bretau indeks dan indeks curah hujan perbulan
Polas sisik Ae. aegypti dan Ae. albopictus
Rataan kepadatan nyamuk umpan orang dan indeks curah hujan
Rataan kepadatan nyamuk umpan orang dan kelembaban
Persentase kepadatan nyamuk umpan orang
Aktivitas mengisap darah Ae. aegypti
Aktivitas mengisap darah Ae. albopictus
Nilai ovitrap index di Kelurahan Bantarjati
Telur Aedes spp. yang menempel pada kertas saring (ovitrap)

3
15
16
21
21
22
23
25
26
28
28
29
31
32

Hasil elektroforesis metode single-tube multiplex pada sampel nyamuk

34

Hasil elektroforesis metode nested pada sampel nyamuk

35

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kuesioner Perilaku Masyarakat di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor
Data kondisi lingkungan
Kegiatan Penelitian Pengumpulan larva dan nyamuk Aedes spp.
Kegiatan identifikasi dan Proses RT-PCR

46
49
50
51

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dengue merupakan salah satu penyakit viral penting yang ditransmisikan
oleh vektor arthropoda. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan 4 serotipe
virus DEN, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang terkait dengan
antigenik. Infeksi akibat salah satu serotipe virus tersebut akan memberikan
kekebalan seumur hidup, namun tidak dengan serotipe yang berbeda. Virus
Dengue (DEN) banyak ditransmisikan pada daerah urban terutama yang beriklim
tropis dan subtropis oleh nyamuk
Ae. aegypti, Ae. albopictus dan
Ae. Polynesiensis (Perez et al. 1998; WHO 2001). Namun di Indonesia, Kamerun,
Madagaskar, Vietnam dilaporkan bahwa vektor yang berperan dalam penyebaran
DBD adalah Ae. aegypti dan Ae. albopictus (Abednego 1997; Fontenille & Toto
2001; Raharimalala et al. 2012).
Penyakit DBD pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968 ketika
terjadi wabah di Surabaya dan Jakarta, sejak saat itu terjadi penyebaran penyakit
DBD dengan sangat cepat dan meluas hingga ke 33 provinsi Indonesia (Kemenkes
RI 2011; Prasittisuk 1998). Penyakit ini seringkali menimbulkan kejadian luar
biasa (KLB) di beberapa daerah endemis tinggi DBD. Peningkatan kasus DBD
terus meningkat bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat tajam.
Walaupun demikian kenaikan kasus ini berbanding terbalik dengan angka
kematian (CFR) akibat DBD, yang pada awal ditemukannya CFR berkisar 40%
kemudian terus menurun hingga pada tahun 2010 hingga 0,87% (Kemenkes RI
2011).
Penderita yang terserang virus DEN ditandai dengan terjadinya demam
dengue atau bahkan pada penderita DBD biasanya disertai dengan pendarahan dan
juga syok yang dapat menyebabkan muntah ataupun feses berdarah. Gejala awal
penyakit DBD ditandai dengan demam mendadak, suhu tubuh meningkat hingga
38-39oC, tampak bintik-bintik pendarahan di kulit, terkadang disertai mimisian
atau perdarahan pada gusi (Abednego 1997). Manifestasi klinis infeksi virus
DEN bermacam-macam yaitu 1)demam berdarah (DB), 2)demam berdarah
dengue (DBD) dan 3) dengue syok sindrom (DSS). Gejala klinis DB adalah
terjadinya demam, sakit kepala, myalgia, arhtralgia dan ruam. Pada kasus DBD
gejala klinis ditandai dengan terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah
hingga terjadi kebocoran plasma, trombositopenia dan manifestasi pendarahan.
Pada gejala DSS biasanya disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi dan syok.
Pasien DSS yang tidak segera mendapatkan perawatan akan menyebabkan
kematian (Clyde et al. 2006). Vaksin untuk pencegahan dan obat untuk penyakit
DBD belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya
terutama ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian
vektornya (Gupta et al. 2012; Sukowati 2010).
Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan di Kelurahan Bantarjati di
Kota Bogor karena penderita penyakit tersebut dapat ditemukan sepanjang tahun
dengan jumlah kasus yang paling tinggi di kota Bogor. Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Kota Bogor dari tahun 2007 hingga 2012 ditemukan kasus DBD
dengan angka penderita 1807 orang tahun 2007, 1344 orang tahun 2008, 1504

2
orang tahun 2009, 1769 orang tahun 2010, 608 orang tahun 2011, dan 828 orang
pada tahun 2012. Kasus DBD di Kelurahan Bantarjati pada tahun 2011 diketahui
berjumlah 21 orang dan tahun 2012 berjumlah 44 orang penderita DBD (Dinkes
Kota Bogor 2012). Tingginya kasus kejadian DBD di Kelurahan Bantarjati
tentunya terkait dengan keberadaan vektor nyamuk Aedes spp. dan virus DEN
yang terpelihara pada nyamuk vektor di daerah tersebut. Sampai saat ini ekologi
nyamuk Aedes spp. serta serotipe virus DEN yang terdapat dalam tubuh nyamuk
di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor belum diketahui.
Untuk itu diperlukan penelitian bioekologi nyamuk Aedes spp. serta deteksi
keberadaan virus DEN pada nyamuk vektor di daerah endemik DBD. Survei virus
DEN ini dapat dilakukan dengan cara mengisolasi virus dari spesimen nyamuk.
Teknik yang digunakan untuk deteksi dan identifikasi serotipe virus antara lain
adalah teknik Reverse Trancriptation-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
yang telah dikembangkan sejak tahun 1990-an (Lanciotti et al. 1992; WHO 2009).

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perumusan masalah
adalah belum diketahuinya serotipe virus Dengue pada populasi vektor yang
ditransmisikan oleh nyamuk Aedes spp. dan diperlukan penelitian untuk
mengetahui bioekologi nyamuk Aedes spp. serta hubungan antara pengetahuan,
sikap dan praktik masyarakat dengan kejadian DBD di kelurahan Bantarjati Kota
Bogor.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah melakukan kajian terhadap vektor, virus, serta
perilaku masyarakat terkait penyakit DBD di kelurahan Bantarjati, Kecamatan
Bogor Utara. Secara khusus penelitian ini bertujuan:
1) Mengetahui Kepadatan larva dan nyamuk Aedes spp.
2) Mendeteksi virus Dengue pada nyamuk Aedes spp.
3) Mempelajari.pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat terhadap
penyakit DBD.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi mengenai bioekologi larva dan
nyamuk serta serotipe virus Dengue di Kelurahan Bantarjati Kota Bogor dan
diharapkan dapat menjadi masukan atau pertimbangan terhadap kebijakan yang
akan diambil pada pengendalian Aedes spp. sebagai vektor penyakit DBD di
Kelurahan Bantarjati.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Virus Dengue
Virus dengue merupakan virus yang termasuk dalam kelompok arthropodborne viruses (arbovirus) dari famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Jenis
Flavivirus lainnya yang termasuk dalam genus ini adalah yellow fever virus, west
nile virus, japanese enchephalitis virus dan tick borne encephalitis virus (Clyde et
al. 2006). Dengue termasuk group IV(+)SS RNA. Virus DEN adalah virus RNA
yang beramplop dengan diamater 30 nm (Cook & Zumla 2009). Virus DEN
secara genetik terdiri dari 4 grup dengan serotipe antigen yang berbeda, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Cook & Zumla 2009; Lee et al. 2010).

Gambar 1. Struktur Virus Dengue
Sumber: http://www.viprbrc.org
Virionnya mempunyai nukleokapsid berbentuk kubus yang terbungkus
selubung lipoprotein (Gambar 1). Genom virus dengue berukuran panjang sekitar
11 kb (kilobase), dan terdiri dari tiga gen protein struktural yang menkodekan
nukleokapsid atau protein inti (core, C), satu protein terikat membran (membrane,
M), satu protein penyelubung (envelope, E). dan tujuh gen protein nonstruktural
(nonstructural, NS). Pada genom terdapat Open Reading Frame (ORF) yang
diapit oleh nontranslated region(NTR) dari 5’ ke 3’. Urutan genomnya adalah
5’UTR-C-pr(M)-E-NS1-NS2A-NS2B-NS3-NS4A-NS4B-NS5-3’UTR (Clyde et
al. 2006; WHO 2004).
Virus masuk ke dalam tubuh bersamaan saat nyamuk mengisap darah inang
yang mengalami viremia. Virus DEN akan berikatan pada reseptor dan masuk
dengan proses endositosis. Selama terjadi internalisasi dan asidifikasi, endosom,
virus berfusi yang memungkinkan masuknya nukleokapsid ke dalam sitoplasma
tanpa amplop virus. Proses translasi virus dimulai, ketika rantai RNA negatif
dibentuk yang berfungsi sebagai cetakkan untuk membentuk rantai RNA virus
DEN hingga terbentuklah protein virus dalam jumlah banyak. Bersamaan dengan
protein struktural lainnya seperti inti (C), premembran (PRM) dan amplop (E),
RNA virus DEN akan dirakit menjadi virus baru di komplek golgi dan setelah
virus selesai terbentuk akan segera disekresikan dan dirilis di dalam tubuh inang
(Clyde et al. 2006).

4
Mekanisme Transmisi Virus Dengue
Virus DEN dapat terus terpelihara di alam dengan 2 mekanisme transmisi,
yaitu transmisi horizontal dan transmisi vertikal. Transmisi virus DEN secara
horizontal terjadi ketika nyamuk Aedes spp. mengisap darah vertebrata yang
mengalami viremia. Virus mulai melakukan replikasi di dalam sel epitel midgut,
kemudian menyebar ke homocoel dan menginfeksi kelenjar ludah. Setelah
berhasil menginfeksi kelenjar ludah virus DEN siap ditransmisikan saat nyamuk
mengisap darah inang (Resh & Carde 2009).
Mekanisme transmisi virus DEN secara vertikal terjadi dalam tubuh
nyamuk betina dimana virus DEN akan diturunkan ke generasi berikutnya melalui
telur (transovarial). Penelitian Seran & Prasetyowati (2012) menggunakan 50 ekor
nyamuk Ae. aegypti (F1) berasal dari 5 induk yang diinfeksi virus DEN-2 secara
oral. Nilai transovarial infection rate (TIR) pada telur generasi F1 adalah 100%,
sedangkan pada generasi F2 menurun menjadi 52%. Keberadaan virus pada telur
(F2) dilakukan pada sediaan egg squash yang diuji dengan metode
immunocytochemistry streptavidin biotin peroxidase complex (ISBPC). Joshi &
Sharma (2001) menyatakan bahwa mekanisme transmisi virus DEN secara
transovarial berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan telur yang menetas hingga
generasi nyamuk (F7). Generasi nyamuk F1 (diperiksa 50 sampel telur/positif 26
telur) dengan nilai Transovarial transmission sampai F4 mengalami kegagalan
menetas hingga 52.0% sampai dengan 67.5% dan pada generasi F5 tingkat
kegagalan telur menetas semakin menurun.
Replikasi Virus Dengue dalam Tubuh Nyamuk Vektor Aedes spp.
Replikasi virus DEN di dalam tubuh vektor nyamuk Aedes spp. dimulai
ketika virus masuk ke dalam tubuh nyamuk setelah nyamuk mengisap darah inang
yang mengalami viremia. Virus DEN melakukan penetrasi ke dalam sel epitel
midgut, kemudian virus mulai melakukan replikasi dan virus akan menyebar ke
homocoel. Selanjutnya menyebar ke organ-organ lain dalam tubuh nyamuk
terutama kelenjar ludah yang merupakan organ penting dalam transmisi virus
DEN (Salazar et al. 2007). Penelitian replikasi virus DEN telah dilakukan oleh
Salazar et al. (2007) dengan menggunakan vektor nyamuk DBD, yaitu Ae.aegypti
yang diinfeksikan virus virus DEN secara oral. Organ nyamuk yang terinfeksi
adalah sel epitel midgut, kelenjar ludah, jaringan saraf. Antigen juga mulai
ditemukan di trakhea dan jaringan kelenjar ludah, jumlah antigen virus dalam
kelenjar ludah akan meningkat selama infeksi. Menurut Dubrulle et al. (2009)
faktor penting yang menyebabkan nyamuk Aedes spp. dapat mentransmisikan
virus adalah dosis infeksi virus yang masuk ke dalam tubuh nyamuk. Virus juga
harus lebih besar dari batas maksimum saat memasuki lumen midgut nyamuk.
Kebanyakan arbovirus berada di alam pada reservoir dari spesies mamalia
atau unggas dimana terjadi infeksi asimtomatik. Infeksi di alam dipertahankan
oleh reservoir tersebut dalam satu siklus yang melibatkan nyamuk ketika nyamuk
mengisap darah. Vektor nyamuk akan terinfeksi setelah mengisap darah vertebrata
yang mengalami viremia. Kemudian nyamuk akan menjadi infektif dalam
menularkan virus hanya setelah masa periode inkubasi ketika virus bermultiplikasi
di dalam tubuh nyamuk. Periode ini disebut dengan periode inkubasi ekstrinsik
yang artinya waktu yang diperlukan virus untuk bermultiplikasi di dalam tubuh
nyamuk (Ananthanarayan, 2004). Waktu yang diperlukan pada periode inkubasi

5
ekstrinsik di dalam tubuh nyamuk adalah 8-10 hari. Setelah terinfeksi virus DEN,
nyamuk vektor dapat tetap infektif selama hidupnya dalam waktu 39-45 hari
(Cook & Zumla 2009; WHO 2004)

Bioekologi Aedes spp.
Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna. Telur menetas dalam waktu 1
sampai 3 hari pada suhu 30oC, telur Ae. aegypti dapat bertahan dalam waktu yang
lama tanpa air. Setelah telur menetas akan menjadi larva dan mengalami 4 kali
pergantian kulit (instar) dan berubah menjadi pupa. Pada stadium pupa dibutuhkan
waktu 2-3 hari, tetapi dapat lebih panjang pada suhu rendah. Nyamuk jantan
dewasa umumnya bertahan hidup hanya 6 sampai 7 hari sedangkan nyamuk
betina dapat bertahan selama 2 minggu di alam (Hadi & Soviana 2010).
Nyamuk yang berperan dalam wabah penyakit DBD adalah nyamuk
Aedes spp. betina, karena nyamuk ini memerlukan darah untuk mematangkan
telurnya. Vektor nyamuk betina ini biasanya mengisap darah disiang hari.
Perilaku berbeda ditunjukan oleh nyamuk jantan, nyamuk jantan hidup hanya dari
nektar bunga (Abednego 1997). Habitat Ae. aegypti biasanya pada ban bekas, vas
bunga yang terbuat dari logam, plastik dan keramik. Populasi Ae. aegypti
dipengaruhi faktor kompetisi intraspesifik dan tergantung pada keberadaan dan
jenis kontainer yang tersedia. Larva Ae. albopictus banyak ditemukan pada guci,
sampah, kaleng, ember, botol dan pipa. Apabila dibandingkan dengan Ae.aegypti,
kelimpahan Ae. albopictus jauh lebih rendah namun larva kedua spesies nyamuk
vektor DBD ini sering di temukan berada dalam wadah yang sama (Vezzani &
Carbajo 2008).
Habitat nyamuk Ae. albopictus yang berada pada siklus silvatik umumnya
pada lubang pohon. Sedangkan di daerah suburban atau pinggiran nyamuk ini
banyak ditemukan di daerah irigasi dan di daerah urban seperti perumahan
Ae. albopictus paling banyak ditemukan di tanaman bromeliad, air yang tergenang
di tanah, wadah artifisial dan vegetasi yang merupakan habitat ideal untuk
nyamuk Ae. albopictus (Obenauer et al. 2010). Nyamuk Ae. albopictus lebih
menyukai habitat yang dikelilingi vegetasi dan terdapat sisa-sisa tumbuhan di
lubang pohon dan aksil daun. Faktor lingkungan juga mempengaruhi kehadiran 2
spesies nyamuk tersebut di alam, namun terkadang di alam terjadi persaingan
antara Ae. aegypti dan Ae. albopictus karena kedua spesies tersebut memiliki
sumber inang yang sama (Kamgang et al. 2010). Oviposisi telur nyamuk
Aedes spp. dipengaruhi oleh warna, wadah, ukuran wadah, dan musim. Waktu
puncak oviposisi terjadi pada saat sore hari (Harrington et al. 2008).
Kamgang et al. (2012) menunjukan bahwa dari hasil pembedahan abdomen
Ae. albopictus di Kamerun ditemukan 95% adalah darah manusia, dan sisanya
reptil serta babi. Hal ini bertentangan dengan sifat Ae.albopictus yang dikatakan
zoofilik, karena itu nyamuk Ae. albopictus ini juga merupakan vektor yang diduga
dapat mentransmisikan virus saat nyamuk ini mengisap darah. Diketahui pula
bahwa Ae. albopictus mengisap darah 89 % diluar ruangan karena memang
sifatnya eksofagik. Ae. albopictus dapat mengisap darah manusia di daearah
perkotaan dan kemungkinan menjadi vektor untuk penularan arbovirus seperti
virus DEN dan virus Chikungunya (Kamgang et al. 2012). Nyamuk Ae. aegypti

6
bersifat antropofilik, walaupun mungkin juga mengisap darah hewan lainnya.
Aedes spp. memiliki 2 waktu aktivitas mengisap darah yaitu beberapa jam di pagi
hari dan beberapa jam sebelum gelap. Nyamuk ini memiliki perilaku yang dapat
mengisap darah lebih dari satu orang, sehingga perilaku ini dapat meningkatkan
efektivitas dalam penyebaran kasus DBD (WHO 2004).

Polimerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode ampifikasi DNA
yang dilakukan secara in vitro dan dapat memperoleh 106-109 kali jumlah DNA
target awal. Teknik PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mulis pada tahun
1959 (Handoyo & Rudiretna 2000; Sudjadi 2008). Enzim polimerase yang
termostabil seperti Taq DNA Polimerase yang diberasal dari bakteri termofilik
Thermus aquaticus digunakan untuk mengkatalis reaksi buffer yang akan
memperpanjang suatu pasangan primer oligonukleotida dan 4 deoxynucleoside
triphosphates (dNTPs) menjadi jutaan salinan dari urutan DNA target ( Chen &
Janes 2002; Sudjadi 2008).
Hal yang dibutuhkan dalam proses PCR adalah 1) template DNA yang
berfungsi sebagai cetakan pertama; 2) primer oligonukleotida sintetik yang
mengapit daerah DNA target; 3) enzim polimerase DNA (Taq polimerase); 4)
dNTPs (Deoxynucleotide triphosphate); 5) buffer PCR yang mengandung MgCl2
(Handoyo & Rudiretna 2000; Sudjadi 2008). Proses ampifikasi dalam PCR
melibatkan beberapa tahapan yaitu, 1) tahapan denaturasi yang merupakan
tahapan pemisahan untaiganda DNA menjadi untai tunggal. Suhu yang
diperlukan pada proses ini adalah pada suhu tinggi yaitu 95oC, pada suhu akan
menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen;
2) annealing atau penempelan primer, primer akan menempel pada daerah
spesifik yang memiliki komplemen dengan primer DNA target. Suhu yang
diperlukan dalam proses ini adalah 37oC-60oC; 3)elongasi atau perpanjangan
rantai, primer yang telah menempel akan mengalami pemanjangan dengan dNTP
yang komplemen pada sisi 3' nya dan akan terjadi perbanyakan secara
eksponensial. Pada tahap ini suhu dinaikkan menjadi 72oC yang merupakan suhu
optimum kerja Taq polimerase (Mc.Pherson & Moller 2006; Sudjadi 2008).
Reverse Transcriptation-Polimerase Chain Reaction (RT-PCR)
Metode RT-PCR ini diperlukan jika yang diamplifikasi adalah RNA.
Pertama-tama RNA akan diubah terlebih dahulu menjadi DNA dengan
menggunakan reverse transcriptase yang akan mensintesis DNA menggunakan
cetakan RNA dan menghasilkan DNA yang dikenal dengan nama cDNA. Hanya
enzim jenis ini yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA, setelah
terbentuk DNA, maka DNA itu dapat diamplifikasi seperti umunya PCR (Sudjadi
2008).
Teknik Deteksi Virus Dengue dengan Metode RT-PCR
Teknik RT-PCR merupakan suatu teknik yang digunakan dalam
mendiagnosis virus DEN. RT-PCR dapat digunakan untuk mengidentifikasi
serotipe virus DEN dengan cepat dan sensitif. Deteksi virus DEN dengan RT-PCR

7
dapat digunakan pada sampel darah manusia dan jaringan (Gubler 1998; Lanciotti
et al. 1992). Metode RT-PCR yang banyak digunakan dalam diagnosis kasus
DBD adalah metode multiplex RT-PCR dan metode nested RT-PCR.
Multiplex RT-PCR merupakan suatu metode yang digunakan dengan cara
menkombinasikan primer spesifik dari keempat serotipe virus DEN dalam satu
reaksi tunggal untuk mengidentifikasi serotipe virus DEN dalam suatu sampel,
produk amplifikasi dari metode ini divisualisasikan dalam pita DNA dengan berat
molekul yang berbeda-beda sesuai ukuran pita DNA masing-masing serotipe virus
DEN (WHO 2011). Metode ini telah dimodifikasi menjadi metode single tube
multiplex RT-PCR atau metode dalam satu langkah yang bertujuan untuk
mengurangi risiko terkontaminasinya sampel (Harris et al. 1998). Metode nested
RT-PCR berbeda dengan Multiplex RT-PCR, karena dalam metode ini dilakukan
dua kali amplifikasi, amplifikasi pertama menggunakan primer Dengue universal
dengan core (C) dan premembran (PRM) sebagai target wilayah genom virus
yang akan diamplifikasi dan setelah itu diikuti proses amplifikasi kedua dengan
menggunakan primer spesifik masing-masing serotipe virus DEN (WHO 2011).
Teknik RT-PCR one step atau multiplex (fourplex) dapat mendeteksi sampel
dengan baik. Kombinasi antara RT-PCR dengan nested multiplex PCR terbukti
dapat mendeteksi sampel yang mengandung Flavivirus dan konfirmasi serotipe
virus DEN (Wijayanti et al. 2006). Untuk menghindari hasil positif palsu karena
terjadinya amplifikasi non-spesifik diperlukan untuk menargetkan daerah genom
spesifik virus DEN dan antara Flavivirus lainnya. Hasil positif palsu juga dapat
terjadi karena terjadinya kontaminasi oleh amplikon dari hasil amplifikasi
sebelumnya (WHO 2009).

Perilaku Kesehatan Masyarakat
Perilaku merupakan suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit sistem pelayanan kesehatan, makanan
dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo 2007). Faktor-faktor yang
membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.
Determinan perilaku ini dikelompokan menjadi 2 yaitu: 1) determinan atau faktor
internal berupa karakteristik orang yang bersangkutan seperti tingkat kecerdasan,
tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2) determinan atau faktor
eksternal berupa lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politik. Dalam perkembangannya teori ini dimodifikasi untuk mengukur hasil
pendidikan kesehatan dalam hal:
1) Pengetahuan (knowledge)
Proses ini dilakukan setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Menurut
Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang termasuk dalam domain kognitif ada 6
tingkatan, yakni: 1) tahu (know); 2) memahami (comprehension); 3) aplikasi
(aplication); 4) analisis (analysis); 5) sintesis (synthesis); 6) evaluasi (evaluation).
Yudhastuti & Vidiyani (2005) melaporkan adanya hubungan tingkat pengetahuan
responden dengan keberadaan larva Ae. aegypti di Kelurahan Wonokusumo. Hasil
penelitian menunjukan bahwa responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
kurang baik dan terdapat larva di rumahnya (91.4%) lebih banyak bila

8
dibandingkan dengan dengan responden yang mempunyai tingkat pengetahuan
baik dan terdapat larva di rumahnya lebih sedikit (8.6%). Dari hasil penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa jika responden memiliki pengetahuan yang baik
tentang penyebab penyakit DBD dan bagaimana cara melakukan program
pemberantasan sarang nyamuk maka di rumah responden akan ditemukan sedikit
atau tidak ditemukan larva Aedes spp.
2 Sikap (attitude)
Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Sikap juga terdiri dari beberapa
tingkatan yaitu: 1) menerima(receiving); 2) merespon (responding);
3) menghargai (valuing); 4) bertanggung jawab (responsible). Menurut Yudhastuti
& Vidiyani (2005) sikap responden merupakan respon yang masih tertutup dan
tidak tampak dalam upaya yang nyata, sehingga walaupun mereka setuju terhadap
program PSN dan bahaya yang di timbulkan oleh keberadaan nyamuk vektor
DBD di lingkungan rumah belum tentu praktik mereka sesuai dengan sikapnya.
3 Praktik (practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Faktor pendukung diperlukan untuk dapat mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan nyata. Praktik memiliki tingkatan yakni: 1) persepsi (perception):
memilih objek yang berhubungan dengan praktik; 2) respons terpimpin (guide
response):melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh; 3) mekanisme (mecanism): melakukan sesuatu secara otomatis tanpa
menunggu perintah; 4) adopsi (adoption): suatu praktik yang sudah berkembang
dengan baik.Praktik responden menurut Ganie (2009) berhubungan dengan
tingkat pengetahuan, jika responden berpengetahuan cukup baik maka akan
diikuti dengan praktik yang cukup baik dan sebaliknya jika resoponden memiliki
tingkat pengetahuan yang kurang maka akan diikuti praktik yang kurang pula.

9

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Bantarjati Kecamatan Bogor Utara Kota
Bogor. Wilayah ini merupakan permukiman penduduk yang merupakan daerah
endemik DBD berdasarkan kejadian kasus. Pelaksaan penelitian di lapangan
dilakukan selama 4 bulan. Selanjutnya penelitian dilakukan di Laboratorium
Entomologi Kesehatan untuk indentifikasi larva dan nyamuk Aedes spp. dan
Laboratorium Virologi FKH IPB untuk identifikasi serotipoe virus DEN.
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam bentuk survei lapangan selama empat bulan
dengan melakukan survei di rumah penduduk. Jumlah rumah yang akan diperiksa
dihitung berdasarkan rumus binomial proportions (Lemeshow 1997):
n=

Z21- α/2 p (1-p) N
d2(N-1) + Z21- α /2 p (1-p)

Keterangan:
n = jumlah sampel minimal diperlukan
α = derajat kepercayaan
p = proporsi penduduk yang pernah terserang DBD
q = proporsi penduduk yang belum terserang DBD
d = limit dari eror
N = jumlah populasi
Dari hasil perhitungan diperoleh 99 minimal sampel rumah penduduk yang
akan diperiksa sebagai sampel penelitian ini. Kegiatan yang dilakukan adalah
berupa, 1) penangkapan nyamuk; 2) pengumpulan larva nyamuk; 3) pemasangan
perangkap telur (ovitrap); 4) deteksi virus DEN dan 5) studi pengetahuan, sikap
dan praktik masyarakat.
Pengumpulan Telur Nyamuk
Metode pengumpulan telur dilakukan dengan cara memasang perangkap
telur (ovitrap) yang berupa wadah kaleng kecil yang telah dicat hitam dan
diletakkan pada rumah yang tidak ditemukan larva nyamuk. Penggunaan ovitrap
ini adalah dengan mengisi kaleng dengan air sebanyak setengah dari wadah
tersebut, lalu ditempelkan kertas saring mengelilingi dinding dalam ovitrap yang
berfungsi sebagai media untuk meletakkan telur nyamuk. Ovitrap diletakkan di
dalam dan di luar rumah terutama di tempat gelap dan lembab yang diduga
sebagai tempat persembunyian nyamuk, seperti di bawah meja, kursi, tempat tidur
dan tempat potensial lainnya. Setelah 1 minggu dilakukan pemeriksaan ada
tidaknya telur nyamuk yang menempel dikertas saring. Telur yang ditemukan

10
kemudian dibawa ke laboratorium untuk dihitung jumlah telurnya dan dihitung
nilai ovitrap index.

Penangkapan Larva Nyamuk
Penangkapan larva Aedes spp. dilakukan 1 kali seminggu selama 4 bulan
dengan mengamati tempat penampungan air yang menjadi tempat perindukan
nyamuk baik di dalam ataupun di luar rumah, seperti bak mandi, ember,
akuarium, drum, tempayan, dispenser, kaleng bekas, ketiak daun, pot tanaman,
dan sebagainya. Pengamatan keberadaan larva dilakukan secara visual dengan
menggunakan senter pada setiap kontainer yang berisi air. Jika ditemukan larva
maka diambil dengan menggunakan cidukan dan pipet. Larva ditempatkan pada
plastik yang sudah diberi label sesuai dengan lokasi dan wadah positif tempat
ditemukannya larva. Berdasarkan wadah tempat perindukannya, wadah dibedakan
menjadi 2 macam yaitu wadah TPA (tempat penampungan air) dan wadah nonTPA (bukan wadah tempat penampungan air). Data larva kemudian dianalisis
untuk mengetahui kepadatan larva, yaitu nilai angka bebas jentik (ABJ), container
index (CI), house index (HI) dan bretau indeks (BI).

Penangkapan Nyamuk
Penangkapan nyamuk dilakukan 1 kali seminggu selama 4 bulan dari jam
06.00-18.00 sesuai dengan waktu aktif nyamuk Aedes spp. Metode yang
digunakan dalam penangkapan nyamuk ada 2 macam, yaitu human landing
collection (HLC) untuk menangkap nyamuk yang hinggap, dilakukan selama 20
menit perumah dan selanjutnya resting collection (RC) untuk menangkap nyamuk
yang istirahat, dilakukan selama 5 menit.
Penangkapan nyamuk disetiap rumah dilakukan oleh 2 orang kolektor, 1
orang menangkap nyamuk di dalam rumah dan 1 orang lagi menangkap nyamuk
di luar rumah. Setiap kolektor nyamuk duduk dengan ujung celana digulung
sampai lutut dan menunggu nyamuk yang akan hinggap selama 20 menit. Jika ada
nyamuk yang hinggap langsung ditangkap dengan menggunakan aspirator dan
dimasukkan kedalam wadah berupa gelas paper cup. Kemudian penangkapan
nyamuk istirahat dilakukan selama 5 menit dengan menggunakan aspirator,
terutama pada tempat yang biasa dihinggapi oleh nyamuk di dalam rumah seperti
gantungan pakaian, dinding, dan lainnya, sedangkan dil uar rumah pada tanaman,
dinding, pagar, kandang dan lainnya. Nyamuk yang telah terkumpul dibawa ke
laboratorium untuk diidentifikasi. Data nyamuk yang tertangkap akan dihitung
nilai landing Rate (LR), man biting rate (MBR) dan resting rate (RT).

Identifikasi larva dan Nyamuk
Spesimen larva dan nyamuk yang tertangkap diidentifikasi dengan
menggunakan kunci identifikasi larva dan nyamuk Aedes spp. dari Depkes RI
(2008).

11
Deteksi Virus Dengue Pada Nyamuk
Deteksi serotipe virus Dengue, DEN-1, DEN-2, dan DEN-3 pada nyamuk
yang diperoleh dari lapangan dilakukan dengan menggunankan metode RT-PCR
yang meliputi ekstraksi RNA virus dan Pengujian RT-PCR. Sampel nyamuk
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan digerus menggunakan pestle
kemudian dimasukkan medium BA1. Sebanyak 10-25 nyamuk bisa ditambahkan
1 µl BA1; 5-10 nyamuk ditambahkan 500 µl BA1. Hasil gerusan di sentrifuse
dengan kecepatan 10.000 rpm selama 3 menit, kemudian 140 µl supernatan
diambil untuk ekstraksi RNA virus (Riwu 2011).
Langkah pertama sebanyak 560 µl lysis mix yang terdiri atas 560 µl AVL
dan 5,6 µl RNA-carrier dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 ml lalu
sampel dimasukkan sebanyak 140 µl dan divortex selama 10 detik, campuran
tersebut kemudian diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang. Tahap selanjutnya
adalah ditambahkan etanol sebanyak 560 µl pada campuran tersebut dan divortex
selama 15 detik dan disentrifus selama 5 detik. Tahap ketiga, sebanyak 630 µl
larutan campuran tersebut dimasukkan ke dalam spin column yang telah terpasang
pada collection tube dan disentrifuse selama 30 detik. Setelah itu spin column
dikeluarkan dari sentrifuse, collection tube yang mengandung filtrat dibuang dan
spin column kembali dimasukkan ke dalam collection tube yang baru.
Langkah selanjutnya adalah ditambahkan 600 µl AW1, lalu disentrifuse
selama 30 detik, collection tube dibuang serta diganti, kemudian ditambahkan lagi
600 µl AW2, dan disentrifuse dengan kecepatan maksimum lalu disentrifuse
selama 30 detik, collcetion tube dibuang serta diganti maksimum untuk
mengeringkan (dry spin). Collection tube kembali dibuang dan spin column
dimasukkan kedalam tabung eppendorf dan ditambahkan buffer AVE 60 µl tepat
ditengah tanpa menyentuh dinding, diinkubasi selama 3 menit dan sentrifuse
dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Setelah itu spin column dibuang
dan tabung microsentrifuge yang mengandung RNA yang telah diekstraksi dapat
langsung digunakan sebagai template RT-PCR atau hasil ekstraksi tersebut dapat
disimpan pada suhu -80oC.
Reverse Trancriptation-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Teknik yang digunakan untuk mendeteksi virus DEN menggunakan
pasangan basa primer. Deteksi virus DEN menggunakan generik primer virus D1
sebagai primer forward(5′TCAATATGCTGAAACGCGCGAGAAACCG3′) dan
primer
virus
D2
sebagai
primer
reverse(5′
TTGCACCAACAGTCAATGTCTTCAGGTTC3′) serta menggunakan typespecific
primers
TS1(5′CGTCTCAGTGATCCGGGGG3′),TS2(5′CGCCACAAGGGCCATGAAC
AG3′), dan TS3(5′TAACATCATCATGAGACAGAGC3′) masing-masing akan
mengamplifikasi region pada 482, 119, dan 290 bp dari DEN-1, DEN-2, dan
DEN-3 (Lanciotti et al. 1992).
Metode Single-Tube Multiplex RT-PCR
Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan SuperScript One-Step III
RT-PCR kit (Invitrogen). Tahap PCR diawali dengan tahap Reverse Transcription
yang dilakukan dalam waktu 60 menit pada suhu 50oC untuk menghasilkan cDNA

12
kemudian dilanjutkan dengan 40 siklus denaturasi pada suhu 94 oC selama 30
detik, lalu proses anneling pada suhu 55oC selama 1 menit dan proses ekstensi
pada suhu 68oC selama 2 menit dan terakhir final ekstensi pada suhu 68oC dalam
waktu 5 menit. Pada proses amplifikasi disiapkan target RNA yang akan
diamplifikasi pada volume 25µl dengan komposisi campuran bahan yang telah
ditambahkan Master Mix PCR. Terlebih dahulu dipersiapkan campuran Master
mix PCR yang ditempatkan pada cold block yang berisi campuran dengan
komposisi dalam dH2O 2.76µl, 2x buffer 12.5 µl, Primer D1 (25 pmole), Primer
TS1 (25 pmole), Primer TS2 (12.5 pmole), dan Primer TS3 (12.5 pmole), Enzyme
1 µl,. Master Mix dimasukan ke dalam masing-masing tabung PCR sebanyak 20
µl dan terakhir ditambahkan 5 µl template pada tabung PCR.Tabung yang berisi
campuran Master Mix PCR disentrifugasi dan dimasukkan ke dalam mesin PCR
(Harris et al. 1998; Wijayanti et al. 2006).
Metode Nested RT-PCR
Amplifikasi pertama dilakukan dengan menggunakan SuperScript One-Step
III RT-PCR kit (Invitrogen). Tahap PCR diawali dengan tahap reverse
transcription yang dilakukan dalam waktu 60 menit pada suhu 50oC untuk
menghasilkan cDNA kemudian dilanjutkan dengan 35 siklus denaturasi pada suhu
94oC selama 30 detik, lalu proses anneling pada suhu 55oC selama 1 menit dan
proses ekstensi pada suhu 68oC selama 2 menit dan diakhiri dengan final ekstensi
pada suhu 68oC. Pada amplifikasi pertama disiapkan target RNA yang akan
diamplifikasi pada volume 25µl dengan komposisi campuran bahan yang telah
ditambahkan Master Mix PCR. Terlebih dahulu dipersiapkan campuran Master
mix PCR yang ditempatkan pada cold block yang berisi campuran dengan
komposisi dalam 4 µl dH2O, 2x buffer 12.5 µl, Primer D1 (25 pmole), Primer D2
(25 pmole) dan Enzyme 1 µl. Master Mix yang sudah disiapkan dimasukan
sebanyak 20 µl ke dalam tabung PCR dan terakhir ditambahkan 5 µl template
untuk setiap sampel. Tabung yang berisi campuran Master Mix PCR
disentrifugasi dan dimasukkan ke dalam mesin PCR.
Proses amplifikasi yang kedua untuk menentukan serotipe virus DEN
menggunakan bahan hasil amplifikasi. Proses amplifikasi yang kedua
menggunakan DyNAzeme EXT DNA Polymerase kit dengan total volume 25 µl.
Seperti langkah pertama, pada proses amplifikasi kedua ini terlebih dahulu
dipersiapkan Master Mix dengan campuran 19.3 µl dH2O, 10x buffer 2.5 µl,
dNTP 0.5 µl Primer D1 (12 pmole), Primer TS3 (12 pmole), DyNAzeme 0.5 µl
dan amplicon hasil amplifikasi pertama. Dalam penelitian ini menggunakan 2
macam jumlah amplicon, yaitu amplicon 1 µl (tanpa dilusi) dan amplicon 5 µl
(dilusi hasil amplifikasi pertama 1:10) adengan 20 siklus denaturasi pada suhu
94oC selama 30 detik, lalu proses anneling pada suhu 62oC selama 1 menit dan
proses ekstensi pada suhu 72oC selama 2 menit (Aziz et al. 2002; Lanciotti et al.
1992; Wijayanti et al. 2006).
Elektroforesis
Hasil amplifikasi kemudian dielektroforesis untuk menentukan serotipe
virus DEN. Proses ini dilakukan dengan membuat gel agarose 1%. Mula-mula
100 ml TAE buffer dicampurkan dengan 1 gram agarose, lalu dipanaskan di dalam

13
microwave sampai homogen dan didinginkan dalam air mengalir. Selanjutnya
ditambahkan 5 µl etidium bromida dan diaduk hingga rata.
Setelah gel agarose mengeras, dimasukkan ke dalam tangki (chamber)
elektroforesis yang sudah diisi TAE buffer. Kemudian 5µl produk PCR dicampur
dengan loading dye 6x di atas kertas parafilm dan dimasukkan ke dalam sumur
pada gel agarose, lalu dimasukkan pula 5 µl Ladder DNA 1 kb; 5 µl kontrol
positif dan 5 µl kontrol positif. Kontrol positif adalah hasil amplifikasi PCR yang
berisi DNA yang sesuai dengan serotipe virus DEN yang diperoleh dari
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sedangkan kontrol negatif
merupakan hasil amplifikasi PCR yang berisi master mix yang dicampur RNA
free water. Elektroforesis dilakukan dengan power supply pada posisi 120 V
selama 45 menit, selama proses elektroforesis ini DNA akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif.
Visualisasi
Setelah dielektroforesis gel agarose dimasukkan ke dalam alat
transluminator ultra violet untuk melihat hasil amplifikasi. Pita molekul yang
yang tampak pada gel agarose menandapakan adanya segmen DNA, kemudian
pita DNA dibandingkan dengan pita pada kontrol positif dan marker.

Survei Pengetahuan, Sikap dan Praktik Masyarakat
Survei ini dilakukan dengan cara mewawancarai responden yang tinggal di
rumah dan telah cukup dewasa untuk diwawancara berusia minimal 17 tahun.
Responden diwawancarai untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan praktik
terkait tentang penyakit DBD.

Analisis Data
Data yang diperoleh dari data lapangan (surveilens) dan identifikasi serotipe
virus DEN akan dianalisis secara deskriptif dan analisis serta disajikan dalam
bentuk tabel, grafik, dan statistik. Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk
Aedes spp. dapat dinyatakan dalam indeks LR (landing rate) dan RR (resting
rate) dengan rumus sebagai berikut:

Pengukuran
populasi larva Aedes spp. dapat dilakukan dengan
penghitungan indeks CI (container index) yang menunjukan persentase wadah

14
yang ditemukan larva Aedes spp.; HI (house index) adalah persentase rumah yang
ditemukan larva; dan BI (bretau index) yang merupakan nilai persentase rumah
yang ditemukan larva dalam 100 rumah yang diamati, dan indeks ABJ (angka
bebas jentik), indeks ini untuk menilai persentase rumah penduduk yang tidak
ditemukan larva nyamuk. Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi
nyamuk vektor secara lebih tepat dilakukan pengukuran OI (ovitrap index), telurtelur yang ada pada ovitrap tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Data
pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat dinilai berdasarkan jawaban yang
benar dari hasil wawancara dengan kriteria 1) baik:>70; 2) cukup baik : 30-70 dan
3) kurang baik: