Kajian efektivitas program peningkatan mutu dan keamanan pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur
KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM PENINGKATAN MUTU
DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA
PANGAN (IRTP) DI KABUPATEN CIANJUR
DREITSOHN FRANKLYN PURBA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Efektivitas
Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga
Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Saya menyatakan
bahwa saya telah mendapatkan izin tertulis dari instansi tempat pengambilan data.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
D. Franklyn Purba
NIM F252100155
RINGKASAN
DREITSOHN FRANKLYN PURBA. Kajian Efektivitas Program Peningkatan
Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di
Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan SUTRISNO
KOSWARA.
Peningkatan mutu dan keamanan pangan bermuara pada peningkatan daya
saing, derajat kesehatan masyarakat, dan berkontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Dengan dasar itu program pembinaan dan pengawasan mutu dan
keamanan pangan terhadap industri pangan rumah tangga sangat diperlukan.
Survei LIPI tahun 2003 – 2005 terhadap industri mikro kecil menengah (IMKM)
pada empat provinsi, salah satunya adalah Jawa Barat dengan salah satu lokasi
Kabupaten Cianjur, menyatakan bahwa penerapan sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan oleh IMKM pangan belum sepenuhnya dilakukan karena
kesadaran dan rendahnya mutu sumber daya manusia. Dengan penekanan yang
berbeda, dibutuhkan sebuah kajian baru terhadap program pembinaan dan
pengawasan mutu dan keamanan pangan industri rumah tangga pangan (IRTP) di
Kabupaten Cianjur.
Tujuan umum kajian ini adalah mengevaluasi efektifitas program
pembinaan dan pengawasan mutu dan kemanan pangan IRTP yang
diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan. Tujuan
khusus kajian ini adalah: 1) memperoleh informasi mengenai regulasi, program
dan anggaran, 2) memperoleh informasi mengenai kesesuaian praktik CPPB IRT
pada IRTP di Kabupaten Cianjur, dan 3) menyusun rekomendasi untuk
peningkatan efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan
pangan IRTP di Kabupaten Cianjur.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur, dari Januari 2012 sampai
November 2012. Tahapan penelitian meliputi identifikasi regulasi keamanan
pangan yang dirujuk oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur, identifikasi program
dan anggaran dalam penyuluhan keamanan pangan, survei penerapan CPPB IRT,
analisis hasil penelitian, dan penyusunan rekomendasi penelitian. Data primer
diperoleh dari survei dan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen
Pemerintah Kabupaten Cianjur. Jumlah sampel yang disurvei 10%, diambil
dengan cara purposive sampling dari jumlah populasi jenis pangan IRTP peserta
penyuluhan keamanan pangan tahun 2008 – 2011, yaitu 71 responden IRTP.
Kajian terhadap materi pelatihan menunjukkan bahwa regulasi yang
dirujuk dalam materi penyuluhan keamanan cukup memadai tetapi belum lengkap,
karena sebagian regulasi pokok yang umum digunakan dalam pembinaan IRTP
tidak turut dirujuk dan disosialisasikan. Pemerintah Kabupaten Cianjur belum
mengembangkan regulasi daerah terkait mutu dan keamanan pangan. Program dan
kegiatan dirancang berorientasi output dan outcome. Evaluasi kinerja program dan
kegiatan didasarkan pada dampak yang dihasilkan dari kegiatan (outcome) dengan
pendekatan Model Logika.
Hasil kajian terhadap responden IRTP peserta penyuluhan keamanan
pangan tahun 2008 – 2011 menunjukkan 82% IRTP telah memenuhi prasyarat
dasar untuk berproduksi dan mengedarkan produknya. Ada 11% responden IRTP
yang belum memiliki SPP-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga) dan SPKP (Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan), dan 7% responden
IRTP yang sudah memiliki SPP-IRT tetapi tidak dapat menunjukkan SPKP-nya.
Pencapaian 100% terhadap target sesungguhnya baru pada tahap output kegiatan
(bersifat kuantitatif), belum sampai pada dampak yang dikehendaki dari program
tersebut (outcome).
Alokasi anggaran program untuk lima tahun (2006 – 2011), dan
realisasinya tahun 2007, 2008 dan 2009, hanya ditujukan untuk kegiatan
penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan IRT, belum
termasuk untuk kegiatan pengawasan dan pembinaan bagi seluruh IRTP yang
telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Realisasi anggaran untuk
program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRTP di
Kabupaten Cianjur masih sangat kurang.
Hampir enam per sepuluh (58,94%) responden IRTP telah menerapkan
beberapa parameter CPPB IRT dengan nilai Baik, antara lain lingkungan produksi,
peralatan produksi, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan
higiene karyawan, serta aspek penyimpanan. Hampir empat per sepuluh (38%)
dinilai masih Kurang pada parameter suplai air dan pengolahan, pengendalian
hama, serta kemasan dan pelabelan. Hasil survei juga menunjukkan nilai rerata
kemampuan responden IRTP dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes
adalah 69,59 (%).
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, efektifitas program pengawasan
dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dinilai berada pada tingkat efektifitas
sedang. Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian ini direkomendasikan kepada
Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan agar meningkatkan frekuensi
sosialisasi regulasi mutu dan keamanan pangan secara lengkap dan melandaskan
program dan kegiatan di bidang pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan
pangan IRTP pada regulasi yang berlaku, termasuk regulasi terbaru yang lebih
tegas dan ketat, mempertajam outcome program agar lebih dapat diukur dan
dievaluasi, mengalokasikan anggaran untuk pengawasan dan pembinaan mutu dan
keamanan pangan dengan meningkatkan secara signifikan besaran anggaran yang
dibutuhkan, serta meningkatkan frekuensi dan mutu penyuluhan dan melakukan
advokasi atau pendampingan kepada IRTP.
Kata kunci
: efektifitas, pengawasan mutu dan keamanan pangan, regulasi,
program dan anggaran.
SUMMARY
DREITSOHN FRANKLYN PURBA. Effectiveness Assessment of Food Quality
and Safety Inspection Program for Household Food Industry (HFI) in Cianjur
District. Supervised by LILIS NURAIDA and SUTRISNO KOSWARA.
Improving food quality and safety of household food industry (HFI) to
improve the competitiveness of food products, public health, and the regional
economy, is depends on the effectiveness of Cianjur District Government to
provide guidance and controlling the food quality and safety of HFI. LIPI surveys
in 2003 - 2005 for small, micro and medium industries in four provinces, one of
which is the West Java regency with one of the location was Cianjur District,
stating that the implementation of food quality and safety management system by
food small-micro-medium industries has not been fully carried out due to lack of
awareness and the quality of the human resources. With a different emphasis,
required a new assessment of the food quality and safety extension and
supervision program of HFI in Cianjur.
The general objective of this study is to evaluate the effectiveness of food
quality and safety extension and inspection programs of HFI held by Cianjur
Government cq. Cianjur District Health Office. The specific aims of this study
were: 1) to obtain information regarding regulatory, program and budget, 2) to
obtain information regarding the suitability of the Good Manufacturing Practices
by HFI in Cianjur, and 3) to provide recommendations for improving the
effectiveness of food quality and safety extension and inspection programs in the
Cianjur District.
The study was conducted in Cianjur, from January 2012 until November
2012. Stages of research include the identification of food safety regulations are
referred to by the Government of Cianjur, identification of programs and budgets
in food safety education, application of GMP for HFI surveys, analysis of the
results of the study, development of recommendations. Data were obtained from
the various Government documents and trough surveys. Number of samples
surveyed were 10% (71 HFI), taken by purposive sampling of the total population
of HFI participant in food quality dan safety improvement program between 2008
- 2011.
The regulations referred to in the food safety extension material was
sufficient but not complete, because not all regulations related to HFI were not
socialized. Cianjur District Government has not developed local regulations
related to food quality and safety inspection. Programs and activities were
designed output and outcome oriented. Performance evaluation programs and
activities based on the impact resulting from activities (outcomes) with Logic
Model approach.
Output of food quality and safety extension and inspection program
showed 82% HFI meets the basic prerequisites. There were 11% do not have a
certificate of HFI production and the certificate of food safety extension, and 7%
who already have certificate of HFI production but can not show their certificate
of food safety extension.
The budget allocation for the five-year program (2006 - 2011), and its
realization in 2007, 2008 and 2009 to support program to improve food quality
and safety was still limited and focused only on extension and certification of HFI
activities. Controlling and supervision was not included in the budget structure.
Realization of the budget for food quality and safety of HFI program in Cianjur is
still lacking.
Nearly six in ten (58.94 %) respondents have implemented several
parameters of GMP for HFI with good values, such as the production
environment, production equipment, facilities and activities of hygiene and
sanitation, health and hygiene of employees, and storage aspects. Nearly four in
ten (38%) were still less on the parameters of water supply and treatment, pest
control, and packaging and labeling. The survey results also showed the mean
ability HFI respondents in answering the questions in the test were 69.59 (%).
Based on analysis on the regulatory, program and budget, understanding
and application of GMP for HFI, the food quality anda safety supervision and
extension program as being at moderate levels of effectiveness. As a follow up
Cianjur District Government is recommended to prmote the dissemination of food
quality and safety regulations, including latest regulations, sharpening the target
program outcomes, increase the budgets, and improve the quality and frequency
of extension and advocacy program to HFI.
Keywords
: effectiveness, food quality and safety inspection, regulatory,
program, budget.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM PENINGKATAN MUTU
DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA
PANGAN (IRTP) DI KABUPATEN CIANJUR
DREITSOHN FRANKLYN PURBA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi
pada
Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Akhir: Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc
Judul Tugas akhir
Nama
NIM
: Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan
Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan
(lRTP) di Kabupaten Ciaanjur
: Dreitsohn Franklyn Purba
: F 252100155
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nurheni Sri Pa1upi, MS
Tanggal Ujian: 16 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
oa Nnv
サPQセ
Judul Tesis
Nama
NIM
: Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan
Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten
Cianjur
: Dreitsohn Franklyn Purba
: F 252100155
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.
Ketua
Ir. Sutrisno Koswara, MS.
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 16 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Pujian dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, “roti
hidup”, atas kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tema yang dipilih dalam penelitian kajian yang dilaksanakan sejak Januari 2012
sampai November 2012 ini ialah mutu dan keamanan pangan, dengan judul Kajian
Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah
Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur.
Dari hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.
Lilis Nuraida, MSc dan Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MS, selaku pembimbing
yang telah memberikan masukan, arahan, dan dorongan selama penelitian dan
penulisan tugas akhir ini, serta kepada Bapak Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc atas
saran dan masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan tesis ini. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pimpinan dan staf pengajar dan
tenaga kependidikan Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan SPs IPB
yang telah banyak membantu penulis selama studi. Di samping itu penghargaan
penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Cianjur dan stafnya, yaitu Ibu Oom K dan Bapak Ferry,
yang telah membantu penulis memperoleh data IRTP yang dibutuhkan. Terima
kasih juga penulis haturkan kepada keluarga besar YMPD Bandung dan STT
SAPPI Cianjur atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan
studi.
Ungkapan terima kasih spesial penulis sampaikan kepada istri tercinta,
Romida Uli Hutahaean, STP, penolong yang tangguh dan “tangan kanan” penulis
dalam menempuh studi dan menyelesaikan tugas akhir ini. Juga kepada kedua
anak kami Noah dan Nathan, yang menjadi penghiburan dan penyemangat bagi
penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan industri rumah tangga
pangan di Indonesia umumnya dan di Kabupaten Cianjur khususnya.
Bogor, Agustus 2013
D. Franklyn Purba
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1.
2.
3.
4.
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Kajian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Mutu dan Keamanan Pangan IRTP
3
Pemangku (Stakeholders) Jaminan Mutu dan Keamanan PanganIRTP
6
Pembinaan IRTP
11
Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
13
METODE PENELITIAN
14
Tempat dan Waktu
14
Bahan dan Alat
14
Pelaksanaan Penelitian
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Regulasi Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan
19
Program dan Anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam
Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan
30
Kajian Penerapan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) IRTP
5.
(Industri Rumah Tangga Pangan) di Kabupaten Cianjur
37
Analisis Hasil Survei
57
Penyusunan Rekomendasi
63
SIMPULAN DAN SARAN
64
Simpulan
64
Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
66
LAMPIRAN
70
RIWAYAT HIDUP
117
DAFTAR TABEL
1. Data kasus keracunan pangan tahun 2001 – 2008
5
2. Data KLB keracunan pangan 5 (lima) daerah di Pulau Jawa
tahun 2001 – 2008
6
3. Indikator dan kategori IMKM menurut jumlah pekerja, volume
penjualan dan total aset
11
4. Pedoman yang digunakan dalam pembinaan mutu dan keamanan
pangan bagi IRTP di tingkat kabupaten/kota
12
5. Undang-Undang RI yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan
Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
20
6. Peraturan Pemerintah yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan
Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
22
7. Keputusan Bersama Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi
Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
24
8. Peraturan atau Keputusan Menteri yang dirujuk dalam Materi
Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga
di Kabupaten Cianjur
25
9. Surat Keputusan Dirjen POM yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi
Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
28
10. Surat Keputusan Kepala LPNK yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi
Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
29
11. Regulasi Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengamanan pangan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian perdagangan pangan
30
12. Program SKPD (Dinas) Kesehatan Kab. Cianjur 2006 – 2011 yang
berkaitan dengan pengawasan mutu dan keamanan pangan
31
13. Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kesehatan Kab Cianjur Tahun
Anggaran 2007, 2008, dan 2009 dalam Bidang Keamanan
Pangan IRT
32
14. Perbandingan materi penyuluhan keamanan pangan yang diatur
BPOM RI dan yang disajikan Dinas Kesehatan Kab. Cianjur dan
Jawa Barat
36
15. Jumlah IRT makanan/pangan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan
Kab. Cianjur Tahun 2006 – 2011
38
16. Profil responden IRTP berdasarkan jenis pangan yang diproduksi
39
17. Penggolongan sektor industri pengolahan
41
18. Skala industri responden IRTP
41
DAFTAR GAMBAR
1. Evaluasi program dengan Model Logika (Logic Model)
18
2. Kesadaran responden akan keharusan SPKP dan P-IRT
33
3. Cara responden mengetahui informasi penyelangaraan penyuluhan
SPKP/P-IRT
33
4. Pihak yang memberitahukan cara memperoleh NIE/nomor P-IRT dan
SPKP
34
5. Konfirmasi responden terhadap aktivitas Dinas Kesehatan
Kab. Cianjur sebelum dan setelah penyuluhan keamanan pangan
35
6. Tingkat kemudahan materi penyuluhan untuk dipahami dan
diterapkan menurut persepsi responden IRTP
37
7. Persepsi responden IRTP terhadap manfaat penyuluhan keamanan
pangan
37
8. Profil responden berdasarkan kepemilikan
39
9. Profil responden berdasarkan kepemilikan NIE dan SPKP
40
10. Penggolongan skala industri responden IRTP berdasarkan jumlah
karyawan
42
11. Profil tingkat pendidikan pemilik/penanggung jawab IRTP
42
12. Profil tingkat pendidikan tertinggi karyawan IRTP
43
13. Letak IRTP dan ketersediaan sarana pembuangan sampah/limbah
44
14. Kondisi kemudahan pembersihan bangunan dan fasilitas penyimpanan
45
15. Bahan peralatan produksi dan kemudahan pembersihan
47
16. Suplai air dan sarana persediaan air di IRTP
47
17. Fasilitas higiene dan sanitasi responden IRTP
49
18. Praktik pencegahan hama ke ruang pengolahan oleh responden IRTP
50
19. Kebijakan terhadap responden IRTP terhada karyawan yang sakit
50
20. Praktik sanitasi responden IRTP
52
21. Bahan kemasan, informasi kedaluwarsa dan kode produksi pada
kemasan pangan produksi responden IRTP
53
22. Kesesuaian label pada kemasan produk pangan responden IRTP dengan
PP No 69/1999 dan pedoman tata cara penyelenggaraan SPP IRT
54
23. Ketersediaan ruang penyimpanan pada sarana produksi responden IRTP 55
24. Nilai tes kemampuan dan jumlah responden IRTP dengan tingkat
pendidikannya
56
25. Nilai rerata tes kemampuan per angkatan responden IRTP terkait materi
CPPB IRT
56
26. Rangkuman persentase responden yang memperoleh nilai Baik dan
Kurang dalam penerapan beberapa parameter CPPB IRT
61
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Kuesioner yang digunakan dalam survei
70
2.
Rekomendasi penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Kab. Cianjur
80
3.
Surat keterangan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
81
4.
Penilaian jawaban responden IRTP terhadap pertanyaan kuesioner
82
5.
Data karakteristik responden IRTP
85
6.
Hasil pengamatan blok II dan III
94
7.
Hasil pengamatan blok IV
98
8.
Kemampuan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
tes terkait materi CPPB IRT (blok V)
101
9.
Nonparametrik tests dengan metode Kruskal-Wallis Test terhadap
hubungan antara tingkat pendidikan dan kemampuan responden IRTP
103
10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden IRTP
107
11. Penggolongan industri berdasarkan jumlah karyawan
115
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan daya saing produk pangan lokal sangat penting di era
globalisasi, karena produk import yang berkualitas dapat masuk dengan mudah
mengambil pangsa pasar produk dalam negeri. Daya saing industri pangan
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor internal dan ekternal. Salah satu
faktor internal yang sangat penting adalah sistem manajemen mutu dan keamanan
pangan industri pangan. Implementasi sistem manajemen mutu dan jaminan
keamanan pangan akan memberikan kepastian bahwa suatu produk pangan yang
dihasilkan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Dengan demikian, dalam era
globalisasi, keamanan pangan menjadi prasyarat bagi industri dalam persaingan
global. Tanpa ada kepastian keamanan bagi produk pangan yang dihasilkannya,
industri tersebut tidak akan dapat masuk dalam pasar internasional (Hariyadi &
Dewanti-Hariyadi, 2009).
Upaya peningkatan mutu dan jaminan keamanan pangan merupakan
tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan dengan pangan itu sendiri.
Dalam hal ini yang memiliki otoritas membuat kebijakan sebagai pedoman dalam
memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi adalah
pemerintah. Pemerintah melalui BPOM RI telah membuat kebijakan umum
tentang mutu dan keamanan pangan. Pengawasan di tingkat pusat merupakan
tanggung jawab BPOM RI dan di tingkat daerah adalah BB POM. Sementara
pembinaan di daerah diserahkan kepada pemerintah daerah kota/kabupaten
melalui dinas-dinas terkait.
Pemerintah Kabupaten Cianjur sebagai salah satu kabupaten di Indonesia
yang merupakan salah satu sentra industri pangan rumah tangga, menetapkan
program peningkatan mutu dan pengawasan keamanan pangan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Cianjur No 12 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2011. Salah
satu visi Kabupaten Cianjur yang ditetapkan dalam peraturan daerah tersebut,
adalah Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat. Visi ini kemudian
dinyatakan dalam agenda pembangunan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Cianjur dengan leading sector Dinas Perindustrian dan
Perdagangan untuk peningkatan mutu, dan Dinas Kesehatan untuk pengawasan
keamanan pangan.
Dalam Laporan Kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Cara Proses
Produksi yang Baik dan Benar bagi Industri Pangan 2008 Dinas Perdagangan dan
Industri Kabupaten Cianjur, dinyatakan potensi sentra industri pangan berjumlah
434 unit usaha (formal), dan tenaga kerja 5.776 orang dengan nilai investasi Rp.
9,872 miliar. Dalam laporan tersebut, data industri pangan non-formal (tidak
terdaftar) tidak disebutkan dalam angka tersebut, dengan demikian sebenarnya
bila dikumulatifkan jumlah industri pangan rumah tangga secara keseluruhan jauh
lebih besar. Sebagai perbandingan, disebutkan bahwa total jumlah industri
keseluruhan (pangan dan non-pangan) pada tahun 2011 (formal dan non-formal)
adalah 19.307 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 61.622 orang dan nilai
investasi Rp. 400 miliar lebih. Berdasarkan data yang terbatas ini, diperkirakan
2
jumlah industri pangan cukup besar dan nilai investasinya cukup besar. Dengan
demikian kontribusi industri pangan terhadap pendapatan asli daerah melalui
restribusi atau pajak daerah sangat besar.
Dengan potensi yang sangat besar, maka agar kontribusi sentra industri
pangan ini dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan
income perkapita masyarakat, diperlukan program pembinaan dan pengembangan
terhadap industri rumah tangga pangan untuk meningkatkan mutu dan jaminan
keamanannya. Pembinaan yang diberikan akan meningkatkan kemampuan serta
pemahaman sumber daya manusia tentang cara proses produksi yang baik dan
benar. Meningkatnya pemahaman ini akan berdampak pada meningkatnya daya
saing produk yang pada akhirnya mampu mengantisipasi peluang dan potensi
pasar daerah, nasional, maupun internasional.
Merujuk pada kesimpulan survei IMKM LIPI (2003-2005) terhadap 4
Propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat (Kabupaten Cianjur), Banten dan Jawa Tengah)
harapan akan daya saing yang tinggi tersebut belum tercapai, karena sistem
manajemen mutu dan keamanan pangan belum sepenuhnya diterapkan. Sistem
manajemen mutu yang dimaksud adalah GMP (Good Manufacturing Practices)
dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Survei tersebut
menyatakan bahwa 39% pengelola IMKM pangan belum mengenal sistem
manajemen mutu, 43% pengelola belum menerapkan sistem manajemen meskipun
sudah mengetahui atau mendengar tentang sistem manajemen mutu, dan baru 18%
pengelola menerapkannya. Kondisi ini terjadi karena kurangnya kesadaran
pengelola industri meskipun sosialisasi terus dilakukan, dan juga karena
rendahnya mutu SDM IMKM sehingga implementasi sistem mutu tidak berjalan
efektif.
Pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan merupakan
domain pemerintah sebagai risk manager dalam pendekatan analisis risiko.
Sebagai risk manager, pemerintah telah membuat kebijakan dalam bidang mutu
dan keamanan pangan. Sejak tahun 2003, pemerintah menetapkan kebijakan
pengawasan mutu dan keamanan pangan dengan sasaran industri rumah tangga
pangan, yaitu melalui SK Ka BPOM RI tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah tangga, SK Ka BPOM RI tentang
Pedoman CPPB IRT, dan SK Ka BPOM RI tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana
Produksi Industri Rumah Tangga. Bertolak dari temuan survei IMKM LIPI (20032005) maka diperlukan sebuah kajian untuk mengevaluasi efektifitas Program
Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam bidang pengawasan mutu dan keamanan
pangan yang telah diterapkan selama tiga tahun terakhir periode pemerintahan
bupati terpilih 2006 – 2011, yaitu tahun 2008 - 2011.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum kajian ini adalah mengevaluasi efektifitas Program
Pembinaan dan Pengawasan Mutu dan Kemanan Pangan Industri Rumah Tangga
Pangan yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan
dan menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pemerintah
Kabupaten Cianjur.
Tujuan khusus kajian ini adalah:
3
1. Memperoleh informasi mengenai regulasi, program dan anggaran Pembinaan
dan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP oleh Pemerintah
Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan.
2. Memperoleh informasi mengenai kesesuaian praktik CPPB IRT pada IRTP di
Kabupaten Cianjur.
3. Menyusun rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas Program Pembinaan
dan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP.
Manfaat Penelitian
Manfaat kajian ini adalah menghasilkan bahan yang dapat dijadikan
masukan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan tentang tingkat
efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan pengawasan mutu dan keamanan
pangan pada tahun 2006 – 2011. Penetapan efektifitas ini akan memberikan
patokan sejauh mana program dan kegiatan pembinaan dan pengawasan mutu dan
keamanan pangan telah dicapai. Berdasarkan kondisi terkini maka pembinaan dan
pengawasan mutu dan keamanan pangan kepada IRTP diharapkan mendapat
prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya, sehingga
produk pangan yang dihasilkan IRTP di Kabupaten Cianjur mengalami
peningkatan mutu dan keamanan serta daya saing. Sejalan dengan peningkatan
mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan derajat kesehatan masyarakat
Kabupaten Cianjur juga akan meningkat.
Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup dari penelitian kajian ini adalah pengidentifikasian regulasi
yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang dijadikan rujukan dalam
pengwasan mutu dan keamanan pangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur,
kemudian perencanaan program dan anggaran yang ditetapkan oleh BAPPEDA
Kabupaten Cianjur serta pemahaman dan penerapan CPPB IRT oleh IRT Pangan
di Kabupaten Cianjur. Pemilihan Kabupaten Cianjur sebagai tempat pelaksanaan
penelitian kajian didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur
merupakan salah satu sentra IRTP dan pedagang produk pangan IRT (oleh-oleh)
khas daerah Cianjur yang membutuhkan peningkatan mutu dan keamanan pangan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mutu dan Keamanan Pangan IRTP
Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang
Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945 sebagai komponen dasar
untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam undang-undang
4
yang sama dan dalam PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia. Karena pangan berpotensi terkontaminasi oleh bahaya
biologis, kimia, dan benda-benda lain (bahaya fisik) maka penting dikemukakan
bahwa menjamin keamanan pangan secara total sehingga tidak ada risiko yang
membahayakan sama sekali (zero rizk) dapat diakatakan merupakan hal yang
mustahil (Hariyadi dan Dewanti-Hariyadi, 2009). Oleh sebab itu, yang dapat
dilakukan adalah meminimalkan risiko dengan cara mengelola dan mengendalikan
risiko. Pendekatan ini disebut sebagai analisis risiko, yaitu suatu proses sistematis
dalam memfokuskan pada penanggulangan kemungkinan terjadinya gangguan
kesehatan di sepanjang proses rantai pangan dan mengendalikan risiko tersebut
seefektif mungkin (Rahayu dan Nababan, 2011).
Analisis risiko merupakan interaksi dari tiga komponen yaitu kajian risiko,
manajemen risiko, dan komunikasi risiko (CAC, 2007). Manajemen risiko
merupakan komponen yang membuat dan menerapkan kebijakan dengan
mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan
faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen (Rahayu, 2011).
Dalam rangka menerapkan kebijakan tersebut maka diperlukan landasan hukum
antara lain undang-undang dan regulasi. Regulasi merupakan bagian dari
manajemen risiko yang mengatur implementasi undang-undang secara teknis di
lapangan. Regulasi mutu dan keamanan pangan merupakan peraturan-peraturan
untuk mengimplementasikan perundang-undangan di bidang pangan secara teknis
di sepanjang mata rantai pangan (from farm to table).
Tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan menurut UU RI
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia, dan
terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab (Pemerintah
RI, 2012). Pengaturan ditujukan kepada semua stakeholder pangan yang
mencakup produsen, konsumen, dan pemerintah. Dengan demikian pemenuhan
akan pangan yang aman merupakan tanggung jawab bersama (shared
responsibility) antara pemerintah dan produsen serta konsumen (Hariyadi, 2007)
Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan merupakan salah satu
pemegang kepentingan dari pihak pemerintah pusat di daerah. Menurut PP No 28
Thn 2004, bupati/walikota, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Cianjur,
berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengacu pada
regulasi yang berlaku, dan bersamaan dengan hal tersebut juga mensosialisasikan
regulasi yang berlaku kepada pemilik/penanggung jawab IRTP (Pemerintah RI,
2004).
Berdasarkan aspek legal formal, pemerintah telah memberikan perhatian
terhadap mutu dan keamanan pangan melalui pemberlakuan UU RI Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan. Meskipun begitu, kinerja mutu dan keamanan
pangan di Indonesia belum memadai. Penyebabnya antara lain adalah 1)
infrastruktur yang belum mantap, 2) tingkat pendidikan produsen dan konsumen
yang masih rendah, 3) sumber dana yang terbatas, dan 4) produksi makanan masih
didominasi oleh industri kecil dan menengah dengan sarana/prasarana yang
kurang memadai. Namun demikian, akar masalah utama keamanan pangan di
5
Indonesia adalah belum dipahami dan disadarinya arti strategis keamanan pangan
dalam pembangunan nasional oleh pembuat dan pelaksana kebijakan (Hariyadi,
2007)
Secara nasional kondisi kinerja praktik keamanan pangan bisa dilihat dari
data keracunan pangan pada tahun 2001-2008 dari BPOM dalam Tabel 1. Data
pada Tabel 1 harus dipahami bahwa data yang terdapat di dalamnya merupakan
kasus yang terlaporkan, artinya masih ada kasus-kasus lain yang tidak terlaporkan,
biasanya dapat mencapai 99% lebih pada negara-negara berkembang termasuk
Indonesia (WHO, 1984). WHO menyatakan bahwa setiap satu (1) orang atau
kasus yang berkaitan dengan penyakit karena pangan di negara berkembang,
paling tidak terdapat 99% orang atau kasus lain yang tidak tercatat.
Tabel 1. Data kasus keracunan pangan tahun 2001 – 2008
Keterangan
Jumlah kasus
(KLB)
Makan tetapi
tidak sakit
Sakit (kasus/
korban)
Meninggal
2001
2002
2003
Tahun
2004 2005
2008
Ratarata
1965
6543
8651
22297 23864 21145 19120 25268
16107
1183
3635
1843
7366
8949
8733
7471
8943
6015
16
10
12
51
49
40
54
79
38
18,60
18,60
32,35
26,47
53,66
15,24
42,39
15,22
42,77
23,21
58,10
12,29
41,62
15,74
38,89
18,25
42,31
34,88
29,41
15,24
21,20
27,04
15,08
25,89
26,38
5,88
5,88
12,20
3,66
17,93
3,26
16,35
0,63
-
10,06
4,47
-
15,74
1,02
-
14,21
0,77
3,05
26
43
34
164
184
2006
159
Jenis Pangan Penyebab Keracunan (%)
2007
179
197
123
Masakan RT
Pangan
Olahan
Pangan Jasa
Boga
Jajanan
Lain-lain
Belum
dilaporkan
19,23
19,23
19,23
-
16,28
11,63
Mikroba
Kimia
Tidak
terdeteksi
Tidak ada
sampel
23,08
19,23
57,69
27,91
13,95
58,14
26,47
2,94
70,59
21,95
13,41
27,44
15,22
7,61
52,72
15,72
9,43
66,67
16,20
13,97
64,25
27,41
18,78
43,15
21,75
12,42
55,08
-
-
-
37,20
24,46
8,18
5,59
10,66
10,76
Agen Penyebab Keracunan (%)
Sumber: BPOM RI, 2011
Data dalam Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
kuantitas keracunan baik dari segi kasus maupun korban. Kemudian jenis pangan
penyebab keracunan pangan umumnya disebabkan oleh pangan masakan rumah
tangga, disusul pangan jasa boga dan pangan olahan. Agen penyebab keracunan
yang terdeteksi adalah mikroba dan agen kimia, sedangkan agen lainnya tidak
terdeteksi.
6
Pangan yang dihasilkan UKM/IRTP sebagian besar dikonsumsi
masyarakat menengah ke bawah termasuk anak-anak sekolah. Penyakit karena
keracunan pangan yang sering ditemukan adalah diare, yaitu gejala ringan karena
keracunan pangan. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi dari agen biologi, yaitu
mikroba. Keracunan lainnya disebabkan oleh agen kimia dan fisik. Kontaminasi
bahaya biologi, kimia, dan fisik ini terutama terjadi karena ketidaksengajaan,
ketidaktahuan, dan ketidakpedulian masyarakat.
Masalah utama dari produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
adalah karena rendahnya tingkat higienitas fasilitas dan kegiatan produksi, serta
sanitasi yang tidak memadai. Data hasil pemeriksaan BPOM tahun 2009,
menunjukkan bahwa sebesar 32 persen sarana produksi dari 1.379 industri rumah
tangga terdaftar yang diperiksa, kurang memenuhi standar higienitas dan sanitasi.
Sementara IRTP yang tidak terdaftar, dari 682 unit yang diperiksa, 53 persen
diantaranya dinilai kurang memenuhi standar higienitas dan sanitasi (BPOM RI,
2011). Dengan demikian upaya pengawasan dan peningkatan keamanan pangan
IRTP sangat penting.
Tabel 2. Data KLB keracunan pangan 5 (lima) daerah di Pulau Jawa tahun
2001 – 2008
No
1
2
3
4
5
Wilayah
Cathment
BB/Balai
POM
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI
Yogyakarta
Jawa Timur
Sumber: BPOM, 2011
Angka KLB per Tahun (dalam persen)
Rata
-rata
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
15,38
15,38
30,77
13,95
30,23
13,95
11,76
5,88
23,53
7,93
18,90
8,54
5,98
16,85
13,04
1,26
18,87
10,69
1,68
19,55
8,38
1,52
21,83
8,12
7,43
18,44
14,63
3,85
0,00
5,88
7,93
6,52
8,81
6,70
7,11
5,85
0,00
2,33
8,82
8,54
4,35
5,03
4,47
3,55
4,64
Kasus keracunan pangan yang terlaporkan di beberapa daerah (diambil
hanya daerah-daerah di Pulau Jawa) pada kurun waktu 2001 – 2008 dari BPOM
dapat dilihat pada Tabel 2. Data keracunan pangan yang terlaporkan dari daerahdaerah di Pulau Jawa lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah di luar pulau
Jawa. Berdasarkan data Tabel 2, diketahui bahwa angka rata-rata KLB di Jawa
Barat, memiliki persentasi tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya.
Persentasi tersebut secara umum dapat menjadi indikasi kondisi kinerja keamanan
pangan di Jawa Barat masih lemah.
Pemangku (Stakeholders) Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP
Keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai
stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada
dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan
tanggung jawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder
7
tersebut (WHO, 2004). Masing-masing stakeholder memiliki peranan masingmasing yang strategis. Menurut Haryadi, tanggung jawab pemerintah dalam
kebijakan mutu dan keamanan pangan adalah 1) menyusun legislasi dan peraturan
hukum di bidang pangan, 2) memberikan masukan dan bimbingan pada industri
pangan, 3) memberikan pendidikan bagi masyarakat konsumen tentang
pentingnya keamanan pangan, 4) melakukan pengumpulan informasi dan
penelitian di bidang keamanan pangan, dan 5) menyediakan sarana dan prasarana
pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan (Hariyadi, 2007).
Masih menurut Hariyadi (2007), peranan pihak industri (termasuk IRTP)
adalah mengembangkan dan melakukan penjaminan 1) terlaksananya cara-cara
yang baik dalam pengolahan, penyimpanan, dan distribusi pangan, 2)
pengendalian dan jaminan mutu pangan olahan, 3) teknologi dan pengolahan
pangan, 4) tersedianya manager dan tenaga pengolahan pangan yang terlatih, dan
5) pelabelan yang informatif dan pendidikan konsumen. Sedangkan konsumen
bertanggung jawab dalam hal, 1) memperoleh pengetahuan umum yang
berhubungan dengan keamanan pangan, 2) berperilaku selektif dalam menentukan
pilihan produk, 3) melaksanakan praktek penanganan pangan di rumah secara baik
dan aman, 4) membangun partisipasi masyarakat, dan 5) membangun kelompokkelompok konsumen yang aktif.
Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,
dan Gizi Pangan menyebutkan bahwa pembinaan terhadap produsen pangan siap
saji dan industri rumah tangga (IRTP) dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota, sedangkan pembinaan kepada pihak pemerintah Kabupaten/Kota
dan masyarakat dilaksanakan oleh Badan POM. Dalam Perda Provinsi Jawa Barat
No. 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kesehatan, dinyatakan bahwa
Pemerintah Daerah melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian terhadap perdagangan farmasi, alat kesehatan dan makanan.
Pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
dapat dilakukan bersama-sama dengan Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan (Pemprov Jabar, 2010).
Pemangku jaminan pengawasan mutu dan keamanan pangan nasional,
dalam hal ini pemerintah di tingkat pusat yang memiliki peranan antara lain
Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,
dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Di tingkat daerah pemangku jaminan
pengawasan mutu dan keamanan pangan adalah Pemerintah Provinsi, Balai Besar
POM Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Dalam hal ini, pelaksana
pembinaan di daerah adalah dinas-dinas terkait yaitu dinas kesehatan dan dinas
perindustrian/perdagangan, baik di tingkat provinsi maupun tingkat
kabupaten/kota.
Berdasarkan PP No. 28 Tahun 2004 penanggung jawab bidang keamanan
pangan di tingkat pusat adalah Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, Menteri
Pertanian, Menteri Perikanan, Menteri Kehutanan dan Kepala Badan POM. Di
Daerah penanggung jawab jaminan keamanan pangan adalah Pemerintah Provinsi,
Balai Besar POM, dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui dinas-dinas terkait.
Sesuai dengan ruang lingkup kajian ini, maka paparan tentang peranan
pemangku jaminan keamanan pangan tingkat pusat hanya menguraikan
Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Badan POM.
8
Kementerian Kesehatan
Salah satu misi Kementerian Kesehatan dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan, adalah melindungi kesehatan
masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata
bermutu, dan berkeadilan dengan melibatkan masyarakat dan swasta. Dalam
kaitannya dengan mutu dan keamanan pangan, strategi untuk mewujudkan misi
tersebut adalah meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat
dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; serta meningkatkan manajemen
kesehatan yang akuntabel, transparan berdaya guna dan berhasil guna untuk
memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab (Kemenkes RI,
2011).
Kementerian Kesehatan RI mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Salah satu
fungsinya adalah merumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan
kebijakan teknis di bidang kesehatan. Dalam kaitannya dengan pengawasan mutu
dan keamanan pangan, Kementerian Kesehatan mempunyai beberapa wewenang
antara lain, menetapkan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal
yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan; pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian
pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan;
menetapkan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa (KLB) (Kemenkes, 2011).
Menurut PP No 28 Tahun 2004 dalam kaitannya dengan keamanan, mutu,
dan gizi pangan, Kementerian Kesehatan diberi tanggung jawab untuk mengatur
persyaratan sanitasi yang meliputi antara lain: a) sarana dan/atau prasarana; b)
penyelenggaraan kegiatan; dan c) orang perseorangan. Sementara pemenuhan
persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi: a) Cara Budidaya yang Baik;
b) Cara Produksi Pangan Segar yang Baik; c) Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik; d) Cara Distribusi Pangan yang Baik; e) Cara Ritel Pangan yang Baik; dan
f) Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik.
Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB) adalah cara
produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a) mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran bologis, kimia dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan; b)
mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah
jasad renik lainnya; dan c) mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan
baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik (CPPOB) ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian (dan Perikanan) (Dinas
Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur, 2008). Sedangkan Pedoman Cara
Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk pangan olahan tertentu ditetapkan oleh
Kepala Badan POM (BPOM RI, 2003).
9
Kementerian Perindustrian
Selain memberikan izin industri, lingkup tugas Kementerian Perindustrian
dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah melakukan
pembinaan melalui Dinas Perindustrian (dan Perdagangan) Kota/Kabupaten
kepada industri rumah tangga pangan. Salah satu pembinaan yang diberikan
kepada industri rumah tangga pangan adalah cara proses produksi yang baik dan
benar, yang penekanannya adalah pada pengendalian proses antara lain pemilihan
bahan baku, aturan penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan pangan,
teknik pengemasan, penyimpanan serta transportasi.
Badan POM
Badan Pengawasan Obat dan Makanan merupakan Lembaga Pemerintah
Non Departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden RI. Fungsi Badan
Pengawasan Obat dan Makanan yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan
antara lain, melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
pengawasan obat dan makanan; melaksanakan kebijakan tertentu di bidang
pengawasan obat dan makanan; melakukan pemantauan, pemberian bimbingan
dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat
dan makanan (BPOM, 2011). Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan
keamanan pangan, BPOM melakukan dua tahap pengawasan yaitu pre-market
evaluation dan post-market vigilance. Pre-market evaluation dilakukan dengan
evaluasi dan pendaftaran terhadap produk pangan sebelum diedarkan, sedangkan
post-market vigilance merupakan pengawasan produk pangan setelah beredar di
pasar yang dilakukan dengan pengambilan sampel produk pangan di lapangan dan
diuji di laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Penyidikan dan
penegakan hukum dilakukan apabila ditemukan produk pangan dari industri
pangan tertentu yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan (BPOM, 2011).
Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan yang memiliki aspek
permasalahan berdimensi luas dan kompleks, maka BPOM membuat sistem
pengawasan yang komprehensip, semenjak awal proses suatu produk hingga
produk tersebut beredar di tengah masyarakat, yang disebut SISPOM (Sistem
Pengawasan Obat dan Makanan). Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang
bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni: a) subsistem pengawasan
produsen, b) subsistem pengawasan konsumen, dan c) subsistem pengawasan
pemerintah/BPOM (BPOM, 2011).
Subsistem pengawasan produsen dilakukan dengan pengawasan internal
oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik (CPPB) atau
good manufacturing practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari
standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Subsistem pengawasan konsumen
dilakukan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan
peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan caracara penggunaan produk yang rasional. Subsistem pengawasan pemerintah/BPOM
dilakukan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian
keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia;
inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar
serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu,
10
khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi (BPOM, 11).
Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota)
Dalam melaksanakan pengawasan mutu dan keamanan pangan, Gubernur
atau Bupati/Walikota berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat
terjadinya pelanggaran hukum dibidang pangan segar. Kepala Badan POM
berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya
pelanggaran hukum dibidang pangan olahan. Pemerintah daerah dalam hal ini
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota diberikan wewenang
melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum
di bidang pangan siap saji dan pangan olahan hasil industri rumah tangga.
Pembinaan terhadap produsen pangan olahan dilaksanakan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang perindustrian, pertanian atau perikanan sesuai
bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Pembinaan terhadap produsen
pangan olahan tertentu dilaksanakan oleh Kepala Badan (POM). Pembinaan
terhadap produsen pangan siap saji dan industri rumah tangga pangan
dilaksanakan oleh bupati/walikota. Pembinaan terhadap Pemerintah Daerah dan
masyarakat di bidang pengawasan pangan dilaksanakan oleh Kepala Badan
(BPOM) (PP No. 28 Tahun 2004).
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam RPJMD 2006-2011 telah
menetapkan visi di bidang kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Visi ini diwujudkan dalam program pembangunan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cianjur dengan leading sector
Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk peningkatan mutu, dan Dinas
Kesehatan untuk pengawasan keamanan pangan (Pemkab Cianjur, 2006). Pada
lingkup yang lebih kecil Pemerintah Daerah Cianjur cq. Dinas Kesehatan secara
vertikal juga merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian Kesehatan.
Demikian juga Dinas Perindustrian merupakan kepanjangan tangan dari
Kementerian Perindustrian dalam membina semua industri, termasuk industri
rumah tangga pangan.
Balai Besar/Balai POM Daerah
Balai Besar POM Daerah (Bandung-Jawa Barat) merupakan perangkat
Badan POM RI di daerah Jawa Barat untuk menyelenggarakan misi antara lain, a)
melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar Internasional, b)
Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten, c) mengoptimalkan
kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini dan d) memberdayakan
masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko
terhadap kesehatan. Tugas pokok dan fungsi Balai Besar POM adalah menjadi
unit pelaksana teknis di lapangan (daerah) dari Badan POM. Dalam melaksanakan
tugas ini Balai Besar POM dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah
(Provinsi) dan Kabupaten/Kota terkait dengan tanggung jawab masing-masing
dalam hal pengawasan mutu dan keamanan pangan (BPOM, 2011).
11
Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Industri Rumah Tangga Pangan (disingkat IRTP) adalah perusahaan
pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan
pengolahan pangan manual hingga semi otomatis (PP No. 28 Tahun 2004).
Definisi lain adalah berdasarkan penggolongan usaha industri pengolahan ke
dalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha
tanpa memperhatikan besarnya modal, yaitu: a) industri kerajinan rumah tangga
yaitu usaha industri pengolahan dengan pekerja 1 – 4 orang, b) industri kecil yaitu
perusahaan/
DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA
PANGAN (IRTP) DI KABUPATEN CIANJUR
DREITSOHN FRANKLYN PURBA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Efektivitas
Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga
Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Saya menyatakan
bahwa saya telah mendapatkan izin tertulis dari instansi tempat pengambilan data.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
D. Franklyn Purba
NIM F252100155
RINGKASAN
DREITSOHN FRANKLYN PURBA. Kajian Efektivitas Program Peningkatan
Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di
Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan SUTRISNO
KOSWARA.
Peningkatan mutu dan keamanan pangan bermuara pada peningkatan daya
saing, derajat kesehatan masyarakat, dan berkontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Dengan dasar itu program pembinaan dan pengawasan mutu dan
keamanan pangan terhadap industri pangan rumah tangga sangat diperlukan.
Survei LIPI tahun 2003 – 2005 terhadap industri mikro kecil menengah (IMKM)
pada empat provinsi, salah satunya adalah Jawa Barat dengan salah satu lokasi
Kabupaten Cianjur, menyatakan bahwa penerapan sistem manajemen mutu dan
keamanan pangan oleh IMKM pangan belum sepenuhnya dilakukan karena
kesadaran dan rendahnya mutu sumber daya manusia. Dengan penekanan yang
berbeda, dibutuhkan sebuah kajian baru terhadap program pembinaan dan
pengawasan mutu dan keamanan pangan industri rumah tangga pangan (IRTP) di
Kabupaten Cianjur.
Tujuan umum kajian ini adalah mengevaluasi efektifitas program
pembinaan dan pengawasan mutu dan kemanan pangan IRTP yang
diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan. Tujuan
khusus kajian ini adalah: 1) memperoleh informasi mengenai regulasi, program
dan anggaran, 2) memperoleh informasi mengenai kesesuaian praktik CPPB IRT
pada IRTP di Kabupaten Cianjur, dan 3) menyusun rekomendasi untuk
peningkatan efektifitas program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan
pangan IRTP di Kabupaten Cianjur.
Penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur, dari Januari 2012 sampai
November 2012. Tahapan penelitian meliputi identifikasi regulasi keamanan
pangan yang dirujuk oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur, identifikasi program
dan anggaran dalam penyuluhan keamanan pangan, survei penerapan CPPB IRT,
analisis hasil penelitian, dan penyusunan rekomendasi penelitian. Data primer
diperoleh dari survei dan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen
Pemerintah Kabupaten Cianjur. Jumlah sampel yang disurvei 10%, diambil
dengan cara purposive sampling dari jumlah populasi jenis pangan IRTP peserta
penyuluhan keamanan pangan tahun 2008 – 2011, yaitu 71 responden IRTP.
Kajian terhadap materi pelatihan menunjukkan bahwa regulasi yang
dirujuk dalam materi penyuluhan keamanan cukup memadai tetapi belum lengkap,
karena sebagian regulasi pokok yang umum digunakan dalam pembinaan IRTP
tidak turut dirujuk dan disosialisasikan. Pemerintah Kabupaten Cianjur belum
mengembangkan regulasi daerah terkait mutu dan keamanan pangan. Program dan
kegiatan dirancang berorientasi output dan outcome. Evaluasi kinerja program dan
kegiatan didasarkan pada dampak yang dihasilkan dari kegiatan (outcome) dengan
pendekatan Model Logika.
Hasil kajian terhadap responden IRTP peserta penyuluhan keamanan
pangan tahun 2008 – 2011 menunjukkan 82% IRTP telah memenuhi prasyarat
dasar untuk berproduksi dan mengedarkan produknya. Ada 11% responden IRTP
yang belum memiliki SPP-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga) dan SPKP (Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan), dan 7% responden
IRTP yang sudah memiliki SPP-IRT tetapi tidak dapat menunjukkan SPKP-nya.
Pencapaian 100% terhadap target sesungguhnya baru pada tahap output kegiatan
(bersifat kuantitatif), belum sampai pada dampak yang dikehendaki dari program
tersebut (outcome).
Alokasi anggaran program untuk lima tahun (2006 – 2011), dan
realisasinya tahun 2007, 2008 dan 2009, hanya ditujukan untuk kegiatan
penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan IRT, belum
termasuk untuk kegiatan pengawasan dan pembinaan bagi seluruh IRTP yang
telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur. Realisasi anggaran untuk
program pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan IRTP di
Kabupaten Cianjur masih sangat kurang.
Hampir enam per sepuluh (58,94%) responden IRTP telah menerapkan
beberapa parameter CPPB IRT dengan nilai Baik, antara lain lingkungan produksi,
peralatan produksi, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan
higiene karyawan, serta aspek penyimpanan. Hampir empat per sepuluh (38%)
dinilai masih Kurang pada parameter suplai air dan pengolahan, pengendalian
hama, serta kemasan dan pelabelan. Hasil survei juga menunjukkan nilai rerata
kemampuan responden IRTP dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam tes
adalah 69,59 (%).
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, efektifitas program pengawasan
dan pembinaan mutu dan keamanan pangan dinilai berada pada tingkat efektifitas
sedang. Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian ini direkomendasikan kepada
Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan agar meningkatkan frekuensi
sosialisasi regulasi mutu dan keamanan pangan secara lengkap dan melandaskan
program dan kegiatan di bidang pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan
pangan IRTP pada regulasi yang berlaku, termasuk regulasi terbaru yang lebih
tegas dan ketat, mempertajam outcome program agar lebih dapat diukur dan
dievaluasi, mengalokasikan anggaran untuk pengawasan dan pembinaan mutu dan
keamanan pangan dengan meningkatkan secara signifikan besaran anggaran yang
dibutuhkan, serta meningkatkan frekuensi dan mutu penyuluhan dan melakukan
advokasi atau pendampingan kepada IRTP.
Kata kunci
: efektifitas, pengawasan mutu dan keamanan pangan, regulasi,
program dan anggaran.
SUMMARY
DREITSOHN FRANKLYN PURBA. Effectiveness Assessment of Food Quality
and Safety Inspection Program for Household Food Industry (HFI) in Cianjur
District. Supervised by LILIS NURAIDA and SUTRISNO KOSWARA.
Improving food quality and safety of household food industry (HFI) to
improve the competitiveness of food products, public health, and the regional
economy, is depends on the effectiveness of Cianjur District Government to
provide guidance and controlling the food quality and safety of HFI. LIPI surveys
in 2003 - 2005 for small, micro and medium industries in four provinces, one of
which is the West Java regency with one of the location was Cianjur District,
stating that the implementation of food quality and safety management system by
food small-micro-medium industries has not been fully carried out due to lack of
awareness and the quality of the human resources. With a different emphasis,
required a new assessment of the food quality and safety extension and
supervision program of HFI in Cianjur.
The general objective of this study is to evaluate the effectiveness of food
quality and safety extension and inspection programs of HFI held by Cianjur
Government cq. Cianjur District Health Office. The specific aims of this study
were: 1) to obtain information regarding regulatory, program and budget, 2) to
obtain information regarding the suitability of the Good Manufacturing Practices
by HFI in Cianjur, and 3) to provide recommendations for improving the
effectiveness of food quality and safety extension and inspection programs in the
Cianjur District.
The study was conducted in Cianjur, from January 2012 until November
2012. Stages of research include the identification of food safety regulations are
referred to by the Government of Cianjur, identification of programs and budgets
in food safety education, application of GMP for HFI surveys, analysis of the
results of the study, development of recommendations. Data were obtained from
the various Government documents and trough surveys. Number of samples
surveyed were 10% (71 HFI), taken by purposive sampling of the total population
of HFI participant in food quality dan safety improvement program between 2008
- 2011.
The regulations referred to in the food safety extension material was
sufficient but not complete, because not all regulations related to HFI were not
socialized. Cianjur District Government has not developed local regulations
related to food quality and safety inspection. Programs and activities were
designed output and outcome oriented. Performance evaluation programs and
activities based on the impact resulting from activities (outcomes) with Logic
Model approach.
Output of food quality and safety extension and inspection program
showed 82% HFI meets the basic prerequisites. There were 11% do not have a
certificate of HFI production and the certificate of food safety extension, and 7%
who already have certificate of HFI production but can not show their certificate
of food safety extension.
The budget allocation for the five-year program (2006 - 2011), and its
realization in 2007, 2008 and 2009 to support program to improve food quality
and safety was still limited and focused only on extension and certification of HFI
activities. Controlling and supervision was not included in the budget structure.
Realization of the budget for food quality and safety of HFI program in Cianjur is
still lacking.
Nearly six in ten (58.94 %) respondents have implemented several
parameters of GMP for HFI with good values, such as the production
environment, production equipment, facilities and activities of hygiene and
sanitation, health and hygiene of employees, and storage aspects. Nearly four in
ten (38%) were still less on the parameters of water supply and treatment, pest
control, and packaging and labeling. The survey results also showed the mean
ability HFI respondents in answering the questions in the test were 69.59 (%).
Based on analysis on the regulatory, program and budget, understanding
and application of GMP for HFI, the food quality anda safety supervision and
extension program as being at moderate levels of effectiveness. As a follow up
Cianjur District Government is recommended to prmote the dissemination of food
quality and safety regulations, including latest regulations, sharpening the target
program outcomes, increase the budgets, and improve the quality and frequency
of extension and advocacy program to HFI.
Keywords
: effectiveness, food quality and safety inspection, regulatory,
program, budget.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN EFEKTIVITAS PROGRAM PENINGKATAN MUTU
DAN KEAMANAN PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA
PANGAN (IRTP) DI KABUPATEN CIANJUR
DREITSOHN FRANKLYN PURBA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi
pada
Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Akhir: Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc
Judul Tugas akhir
Nama
NIM
: Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan
Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga Pangan
(lRTP) di Kabupaten Ciaanjur
: Dreitsohn Franklyn Purba
: F 252100155
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nurheni Sri Pa1upi, MS
Tanggal Ujian: 16 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
oa Nnv
サPQセ
Judul Tesis
Nama
NIM
: Kajian Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan
Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten
Cianjur
: Dreitsohn Franklyn Purba
: F 252100155
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.
Ketua
Ir. Sutrisno Koswara, MS.
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 16 Agustus 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Pujian dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, “roti
hidup”, atas kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tema yang dipilih dalam penelitian kajian yang dilaksanakan sejak Januari 2012
sampai November 2012 ini ialah mutu dan keamanan pangan, dengan judul Kajian
Efektivitas Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Industri Rumah
Tangga Pangan (IRTP) di Kabupaten Cianjur.
Dari hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.
Lilis Nuraida, MSc dan Bapak Ir. Sutrisno Koswara, MS, selaku pembimbing
yang telah memberikan masukan, arahan, dan dorongan selama penelitian dan
penulisan tugas akhir ini, serta kepada Bapak Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc atas
saran dan masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan tesis ini. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pimpinan dan staf pengajar dan
tenaga kependidikan Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan SPs IPB
yang telah banyak membantu penulis selama studi. Di samping itu penghargaan
penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Kesatuan Bangsa dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Cianjur dan stafnya, yaitu Ibu Oom K dan Bapak Ferry,
yang telah membantu penulis memperoleh data IRTP yang dibutuhkan. Terima
kasih juga penulis haturkan kepada keluarga besar YMPD Bandung dan STT
SAPPI Cianjur atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan
studi.
Ungkapan terima kasih spesial penulis sampaikan kepada istri tercinta,
Romida Uli Hutahaean, STP, penolong yang tangguh dan “tangan kanan” penulis
dalam menempuh studi dan menyelesaikan tugas akhir ini. Juga kepada kedua
anak kami Noah dan Nathan, yang menjadi penghiburan dan penyemangat bagi
penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan industri rumah tangga
pangan di Indonesia umumnya dan di Kabupaten Cianjur khususnya.
Bogor, Agustus 2013
D. Franklyn Purba
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1.
2.
3.
4.
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Kajian
3
TINJAUAN PUSTAKA
3
Mutu dan Keamanan Pangan IRTP
3
Pemangku (Stakeholders) Jaminan Mutu dan Keamanan PanganIRTP
6
Pembinaan IRTP
11
Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
13
METODE PENELITIAN
14
Tempat dan Waktu
14
Bahan dan Alat
14
Pelaksanaan Penelitian
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Regulasi Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan
19
Program dan Anggaran Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam
Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan
30
Kajian Penerapan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) IRTP
5.
(Industri Rumah Tangga Pangan) di Kabupaten Cianjur
37
Analisis Hasil Survei
57
Penyusunan Rekomendasi
63
SIMPULAN DAN SARAN
64
Simpulan
64
Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
66
LAMPIRAN
70
RIWAYAT HIDUP
117
DAFTAR TABEL
1. Data kasus keracunan pangan tahun 2001 – 2008
5
2. Data KLB keracunan pangan 5 (lima) daerah di Pulau Jawa
tahun 2001 – 2008
6
3. Indikator dan kategori IMKM menurut jumlah pekerja, volume
penjualan dan total aset
11
4. Pedoman yang digunakan dalam pembinaan mutu dan keamanan
pangan bagi IRTP di tingkat kabupaten/kota
12
5. Undang-Undang RI yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan
Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
20
6. Peraturan Pemerintah yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi Keamanan
Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
22
7. Keputusan Bersama Menteri yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi
Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
24
8. Peraturan atau Keputusan Menteri yang dirujuk dalam Materi
Sosialisasi Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga
di Kabupaten Cianjur
25
9. Surat Keputusan Dirjen POM yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi
Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
28
10. Surat Keputusan Kepala LPNK yang dirujuk dalam Materi Sosialisasi
Keamanan Pangan bagi industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur
29
11. Regulasi Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengamanan pangan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian perdagangan pangan
30
12. Program SKPD (Dinas) Kesehatan Kab. Cianjur 2006 – 2011 yang
berkaitan dengan pengawasan mutu dan keamanan pangan
31
13. Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kesehatan Kab Cianjur Tahun
Anggaran 2007, 2008, dan 2009 dalam Bidang Keamanan
Pangan IRT
32
14. Perbandingan materi penyuluhan keamanan pangan yang diatur
BPOM RI dan yang disajikan Dinas Kesehatan Kab. Cianjur dan
Jawa Barat
36
15. Jumlah IRT makanan/pangan yang terdaftar pada Dinas Kesehatan
Kab. Cianjur Tahun 2006 – 2011
38
16. Profil responden IRTP berdasarkan jenis pangan yang diproduksi
39
17. Penggolongan sektor industri pengolahan
41
18. Skala industri responden IRTP
41
DAFTAR GAMBAR
1. Evaluasi program dengan Model Logika (Logic Model)
18
2. Kesadaran responden akan keharusan SPKP dan P-IRT
33
3. Cara responden mengetahui informasi penyelangaraan penyuluhan
SPKP/P-IRT
33
4. Pihak yang memberitahukan cara memperoleh NIE/nomor P-IRT dan
SPKP
34
5. Konfirmasi responden terhadap aktivitas Dinas Kesehatan
Kab. Cianjur sebelum dan setelah penyuluhan keamanan pangan
35
6. Tingkat kemudahan materi penyuluhan untuk dipahami dan
diterapkan menurut persepsi responden IRTP
37
7. Persepsi responden IRTP terhadap manfaat penyuluhan keamanan
pangan
37
8. Profil responden berdasarkan kepemilikan
39
9. Profil responden berdasarkan kepemilikan NIE dan SPKP
40
10. Penggolongan skala industri responden IRTP berdasarkan jumlah
karyawan
42
11. Profil tingkat pendidikan pemilik/penanggung jawab IRTP
42
12. Profil tingkat pendidikan tertinggi karyawan IRTP
43
13. Letak IRTP dan ketersediaan sarana pembuangan sampah/limbah
44
14. Kondisi kemudahan pembersihan bangunan dan fasilitas penyimpanan
45
15. Bahan peralatan produksi dan kemudahan pembersihan
47
16. Suplai air dan sarana persediaan air di IRTP
47
17. Fasilitas higiene dan sanitasi responden IRTP
49
18. Praktik pencegahan hama ke ruang pengolahan oleh responden IRTP
50
19. Kebijakan terhadap responden IRTP terhada karyawan yang sakit
50
20. Praktik sanitasi responden IRTP
52
21. Bahan kemasan, informasi kedaluwarsa dan kode produksi pada
kemasan pangan produksi responden IRTP
53
22. Kesesuaian label pada kemasan produk pangan responden IRTP dengan
PP No 69/1999 dan pedoman tata cara penyelenggaraan SPP IRT
54
23. Ketersediaan ruang penyimpanan pada sarana produksi responden IRTP 55
24. Nilai tes kemampuan dan jumlah responden IRTP dengan tingkat
pendidikannya
56
25. Nilai rerata tes kemampuan per angkatan responden IRTP terkait materi
CPPB IRT
56
26. Rangkuman persentase responden yang memperoleh nilai Baik dan
Kurang dalam penerapan beberapa parameter CPPB IRT
61
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Kuesioner yang digunakan dalam survei
70
2.
Rekomendasi penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa Kab. Cianjur
80
3.
Surat keterangan penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur
81
4.
Penilaian jawaban responden IRTP terhadap pertanyaan kuesioner
82
5.
Data karakteristik responden IRTP
85
6.
Hasil pengamatan blok II dan III
94
7.
Hasil pengamatan blok IV
98
8.
Kemampuan responden menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
tes terkait materi CPPB IRT (blok V)
101
9.
Nonparametrik tests dengan metode Kruskal-Wallis Test terhadap
hubungan antara tingkat pendidikan dan kemampuan responden IRTP
103
10. Pengamatan label pada kemasan produk pangan responden IRTP
107
11. Penggolongan industri berdasarkan jumlah karyawan
115
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan daya saing produk pangan lokal sangat penting di era
globalisasi, karena produk import yang berkualitas dapat masuk dengan mudah
mengambil pangsa pasar produk dalam negeri. Daya saing industri pangan
dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor internal dan ekternal. Salah satu
faktor internal yang sangat penting adalah sistem manajemen mutu dan keamanan
pangan industri pangan. Implementasi sistem manajemen mutu dan jaminan
keamanan pangan akan memberikan kepastian bahwa suatu produk pangan yang
dihasilkan bermutu, aman dan layak dikonsumsi. Dengan demikian, dalam era
globalisasi, keamanan pangan menjadi prasyarat bagi industri dalam persaingan
global. Tanpa ada kepastian keamanan bagi produk pangan yang dihasilkannya,
industri tersebut tidak akan dapat masuk dalam pasar internasional (Hariyadi &
Dewanti-Hariyadi, 2009).
Upaya peningkatan mutu dan jaminan keamanan pangan merupakan
tanggung jawab semua pihak yang berkepentingan dengan pangan itu sendiri.
Dalam hal ini yang memiliki otoritas membuat kebijakan sebagai pedoman dalam
memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi adalah
pemerintah. Pemerintah melalui BPOM RI telah membuat kebijakan umum
tentang mutu dan keamanan pangan. Pengawasan di tingkat pusat merupakan
tanggung jawab BPOM RI dan di tingkat daerah adalah BB POM. Sementara
pembinaan di daerah diserahkan kepada pemerintah daerah kota/kabupaten
melalui dinas-dinas terkait.
Pemerintah Kabupaten Cianjur sebagai salah satu kabupaten di Indonesia
yang merupakan salah satu sentra industri pangan rumah tangga, menetapkan
program peningkatan mutu dan pengawasan keamanan pangan dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Cianjur No 12 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cianjur Tahun 2006-2011. Salah
satu visi Kabupaten Cianjur yang ditetapkan dalam peraturan daerah tersebut,
adalah Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat. Visi ini kemudian
dinyatakan dalam agenda pembangunan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Cianjur dengan leading sector Dinas Perindustrian dan
Perdagangan untuk peningkatan mutu, dan Dinas Kesehatan untuk pengawasan
keamanan pangan.
Dalam Laporan Kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan Cara Proses
Produksi yang Baik dan Benar bagi Industri Pangan 2008 Dinas Perdagangan dan
Industri Kabupaten Cianjur, dinyatakan potensi sentra industri pangan berjumlah
434 unit usaha (formal), dan tenaga kerja 5.776 orang dengan nilai investasi Rp.
9,872 miliar. Dalam laporan tersebut, data industri pangan non-formal (tidak
terdaftar) tidak disebutkan dalam angka tersebut, dengan demikian sebenarnya
bila dikumulatifkan jumlah industri pangan rumah tangga secara keseluruhan jauh
lebih besar. Sebagai perbandingan, disebutkan bahwa total jumlah industri
keseluruhan (pangan dan non-pangan) pada tahun 2011 (formal dan non-formal)
adalah 19.307 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 61.622 orang dan nilai
investasi Rp. 400 miliar lebih. Berdasarkan data yang terbatas ini, diperkirakan
2
jumlah industri pangan cukup besar dan nilai investasinya cukup besar. Dengan
demikian kontribusi industri pangan terhadap pendapatan asli daerah melalui
restribusi atau pajak daerah sangat besar.
Dengan potensi yang sangat besar, maka agar kontribusi sentra industri
pangan ini dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan
income perkapita masyarakat, diperlukan program pembinaan dan pengembangan
terhadap industri rumah tangga pangan untuk meningkatkan mutu dan jaminan
keamanannya. Pembinaan yang diberikan akan meningkatkan kemampuan serta
pemahaman sumber daya manusia tentang cara proses produksi yang baik dan
benar. Meningkatnya pemahaman ini akan berdampak pada meningkatnya daya
saing produk yang pada akhirnya mampu mengantisipasi peluang dan potensi
pasar daerah, nasional, maupun internasional.
Merujuk pada kesimpulan survei IMKM LIPI (2003-2005) terhadap 4
Propinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat (Kabupaten Cianjur), Banten dan Jawa Tengah)
harapan akan daya saing yang tinggi tersebut belum tercapai, karena sistem
manajemen mutu dan keamanan pangan belum sepenuhnya diterapkan. Sistem
manajemen mutu yang dimaksud adalah GMP (Good Manufacturing Practices)
dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Survei tersebut
menyatakan bahwa 39% pengelola IMKM pangan belum mengenal sistem
manajemen mutu, 43% pengelola belum menerapkan sistem manajemen meskipun
sudah mengetahui atau mendengar tentang sistem manajemen mutu, dan baru 18%
pengelola menerapkannya. Kondisi ini terjadi karena kurangnya kesadaran
pengelola industri meskipun sosialisasi terus dilakukan, dan juga karena
rendahnya mutu SDM IMKM sehingga implementasi sistem mutu tidak berjalan
efektif.
Pengawasan dan pembinaan mutu dan keamanan pangan merupakan
domain pemerintah sebagai risk manager dalam pendekatan analisis risiko.
Sebagai risk manager, pemerintah telah membuat kebijakan dalam bidang mutu
dan keamanan pangan. Sejak tahun 2003, pemerintah menetapkan kebijakan
pengawasan mutu dan keamanan pangan dengan sasaran industri rumah tangga
pangan, yaitu melalui SK Ka BPOM RI tentang Tata Cara Penyelenggaraan
Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah tangga, SK Ka BPOM RI tentang
Pedoman CPPB IRT, dan SK Ka BPOM RI tentang Pedoman Pemeriksaan Sarana
Produksi Industri Rumah Tangga. Bertolak dari temuan survei IMKM LIPI (20032005) maka diperlukan sebuah kajian untuk mengevaluasi efektifitas Program
Pemerintah Kabupaten Cianjur dalam bidang pengawasan mutu dan keamanan
pangan yang telah diterapkan selama tiga tahun terakhir periode pemerintahan
bupati terpilih 2006 – 2011, yaitu tahun 2008 - 2011.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum kajian ini adalah mengevaluasi efektifitas Program
Pembinaan dan Pengawasan Mutu dan Kemanan Pangan Industri Rumah Tangga
Pangan yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan
dan menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Pemerintah
Kabupaten Cianjur.
Tujuan khusus kajian ini adalah:
3
1. Memperoleh informasi mengenai regulasi, program dan anggaran Pembinaan
dan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP oleh Pemerintah
Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan.
2. Memperoleh informasi mengenai kesesuaian praktik CPPB IRT pada IRTP di
Kabupaten Cianjur.
3. Menyusun rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas Program Pembinaan
dan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP.
Manfaat Penelitian
Manfaat kajian ini adalah menghasilkan bahan yang dapat dijadikan
masukan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan tentang tingkat
efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan pengawasan mutu dan keamanan
pangan pada tahun 2006 – 2011. Penetapan efektifitas ini akan memberikan
patokan sejauh mana program dan kegiatan pembinaan dan pengawasan mutu dan
keamanan pangan telah dicapai. Berdasarkan kondisi terkini maka pembinaan dan
pengawasan mutu dan keamanan pangan kepada IRTP diharapkan mendapat
prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya, sehingga
produk pangan yang dihasilkan IRTP di Kabupaten Cianjur mengalami
peningkatan mutu dan keamanan serta daya saing. Sejalan dengan peningkatan
mutu dan keamanan produk pangan yang dihasilkan derajat kesehatan masyarakat
Kabupaten Cianjur juga akan meningkat.
Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup dari penelitian kajian ini adalah pengidentifikasian regulasi
yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang dijadikan rujukan dalam
pengwasan mutu dan keamanan pangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur,
kemudian perencanaan program dan anggaran yang ditetapkan oleh BAPPEDA
Kabupaten Cianjur serta pemahaman dan penerapan CPPB IRT oleh IRT Pangan
di Kabupaten Cianjur. Pemilihan Kabupaten Cianjur sebagai tempat pelaksanaan
penelitian kajian didasarkan pada pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur
merupakan salah satu sentra IRTP dan pedagang produk pangan IRT (oleh-oleh)
khas daerah Cianjur yang membutuhkan peningkatan mutu dan keamanan pangan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mutu dan Keamanan Pangan IRTP
Menurut Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
pemenuhannya bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang
Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun 1945 sebagai komponen dasar
untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam undang-undang
4
yang sama dan dalam PP No 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia,
dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan
kesehatan manusia. Karena pangan berpotensi terkontaminasi oleh bahaya
biologis, kimia, dan benda-benda lain (bahaya fisik) maka penting dikemukakan
bahwa menjamin keamanan pangan secara total sehingga tidak ada risiko yang
membahayakan sama sekali (zero rizk) dapat diakatakan merupakan hal yang
mustahil (Hariyadi dan Dewanti-Hariyadi, 2009). Oleh sebab itu, yang dapat
dilakukan adalah meminimalkan risiko dengan cara mengelola dan mengendalikan
risiko. Pendekatan ini disebut sebagai analisis risiko, yaitu suatu proses sistematis
dalam memfokuskan pada penanggulangan kemungkinan terjadinya gangguan
kesehatan di sepanjang proses rantai pangan dan mengendalikan risiko tersebut
seefektif mungkin (Rahayu dan Nababan, 2011).
Analisis risiko merupakan interaksi dari tiga komponen yaitu kajian risiko,
manajemen risiko, dan komunikasi risiko (CAC, 2007). Manajemen risiko
merupakan komponen yang membuat dan menerapkan kebijakan dengan
mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan
faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen (Rahayu, 2011).
Dalam rangka menerapkan kebijakan tersebut maka diperlukan landasan hukum
antara lain undang-undang dan regulasi. Regulasi merupakan bagian dari
manajemen risiko yang mengatur implementasi undang-undang secara teknis di
lapangan. Regulasi mutu dan keamanan pangan merupakan peraturan-peraturan
untuk mengimplementasikan perundang-undangan di bidang pangan secara teknis
di sepanjang mata rantai pangan (from farm to table).
Tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan menurut UU RI
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah tersedianya pangan yang memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia, dan
terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab (Pemerintah
RI, 2012). Pengaturan ditujukan kepada semua stakeholder pangan yang
mencakup produsen, konsumen, dan pemerintah. Dengan demikian pemenuhan
akan pangan yang aman merupakan tanggung jawab bersama (shared
responsibility) antara pemerintah dan produsen serta konsumen (Hariyadi, 2007)
Pemerintah Kabupaten Cianjur cq. Dinas Kesehatan merupakan salah satu
pemegang kepentingan dari pihak pemerintah pusat di daerah. Menurut PP No 28
Thn 2004, bupati/walikota, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Cianjur,
berkewajiban melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengacu pada
regulasi yang berlaku, dan bersamaan dengan hal tersebut juga mensosialisasikan
regulasi yang berlaku kepada pemilik/penanggung jawab IRTP (Pemerintah RI,
2004).
Berdasarkan aspek legal formal, pemerintah telah memberikan perhatian
terhadap mutu dan keamanan pangan melalui pemberlakuan UU RI Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan. Meskipun begitu, kinerja mutu dan keamanan
pangan di Indonesia belum memadai. Penyebabnya antara lain adalah 1)
infrastruktur yang belum mantap, 2) tingkat pendidikan produsen dan konsumen
yang masih rendah, 3) sumber dana yang terbatas, dan 4) produksi makanan masih
didominasi oleh industri kecil dan menengah dengan sarana/prasarana yang
kurang memadai. Namun demikian, akar masalah utama keamanan pangan di
5
Indonesia adalah belum dipahami dan disadarinya arti strategis keamanan pangan
dalam pembangunan nasional oleh pembuat dan pelaksana kebijakan (Hariyadi,
2007)
Secara nasional kondisi kinerja praktik keamanan pangan bisa dilihat dari
data keracunan pangan pada tahun 2001-2008 dari BPOM dalam Tabel 1. Data
pada Tabel 1 harus dipahami bahwa data yang terdapat di dalamnya merupakan
kasus yang terlaporkan, artinya masih ada kasus-kasus lain yang tidak terlaporkan,
biasanya dapat mencapai 99% lebih pada negara-negara berkembang termasuk
Indonesia (WHO, 1984). WHO menyatakan bahwa setiap satu (1) orang atau
kasus yang berkaitan dengan penyakit karena pangan di negara berkembang,
paling tidak terdapat 99% orang atau kasus lain yang tidak tercatat.
Tabel 1. Data kasus keracunan pangan tahun 2001 – 2008
Keterangan
Jumlah kasus
(KLB)
Makan tetapi
tidak sakit
Sakit (kasus/
korban)
Meninggal
2001
2002
2003
Tahun
2004 2005
2008
Ratarata
1965
6543
8651
22297 23864 21145 19120 25268
16107
1183
3635
1843
7366
8949
8733
7471
8943
6015
16
10
12
51
49
40
54
79
38
18,60
18,60
32,35
26,47
53,66
15,24
42,39
15,22
42,77
23,21
58,10
12,29
41,62
15,74
38,89
18,25
42,31
34,88
29,41
15,24
21,20
27,04
15,08
25,89
26,38
5,88
5,88
12,20
3,66
17,93
3,26
16,35
0,63
-
10,06
4,47
-
15,74
1,02
-
14,21
0,77
3,05
26
43
34
164
184
2006
159
Jenis Pangan Penyebab Keracunan (%)
2007
179
197
123
Masakan RT
Pangan
Olahan
Pangan Jasa
Boga
Jajanan
Lain-lain
Belum
dilaporkan
19,23
19,23
19,23
-
16,28
11,63
Mikroba
Kimia
Tidak
terdeteksi
Tidak ada
sampel
23,08
19,23
57,69
27,91
13,95
58,14
26,47
2,94
70,59
21,95
13,41
27,44
15,22
7,61
52,72
15,72
9,43
66,67
16,20
13,97
64,25
27,41
18,78
43,15
21,75
12,42
55,08
-
-
-
37,20
24,46
8,18
5,59
10,66
10,76
Agen Penyebab Keracunan (%)
Sumber: BPOM RI, 2011
Data dalam Tabel 1 menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan
kuantitas keracunan baik dari segi kasus maupun korban. Kemudian jenis pangan
penyebab keracunan pangan umumnya disebabkan oleh pangan masakan rumah
tangga, disusul pangan jasa boga dan pangan olahan. Agen penyebab keracunan
yang terdeteksi adalah mikroba dan agen kimia, sedangkan agen lainnya tidak
terdeteksi.
6
Pangan yang dihasilkan UKM/IRTP sebagian besar dikonsumsi
masyarakat menengah ke bawah termasuk anak-anak sekolah. Penyakit karena
keracunan pangan yang sering ditemukan adalah diare, yaitu gejala ringan karena
keracunan pangan. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi dari agen biologi, yaitu
mikroba. Keracunan lainnya disebabkan oleh agen kimia dan fisik. Kontaminasi
bahaya biologi, kimia, dan fisik ini terutama terjadi karena ketidaksengajaan,
ketidaktahuan, dan ketidakpedulian masyarakat.
Masalah utama dari produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
adalah karena rendahnya tingkat higienitas fasilitas dan kegiatan produksi, serta
sanitasi yang tidak memadai. Data hasil pemeriksaan BPOM tahun 2009,
menunjukkan bahwa sebesar 32 persen sarana produksi dari 1.379 industri rumah
tangga terdaftar yang diperiksa, kurang memenuhi standar higienitas dan sanitasi.
Sementara IRTP yang tidak terdaftar, dari 682 unit yang diperiksa, 53 persen
diantaranya dinilai kurang memenuhi standar higienitas dan sanitasi (BPOM RI,
2011). Dengan demikian upaya pengawasan dan peningkatan keamanan pangan
IRTP sangat penting.
Tabel 2. Data KLB keracunan pangan 5 (lima) daerah di Pulau Jawa tahun
2001 – 2008
No
1
2
3
4
5
Wilayah
Cathment
BB/Balai
POM
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI
Yogyakarta
Jawa Timur
Sumber: BPOM, 2011
Angka KLB per Tahun (dalam persen)
Rata
-rata
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
15,38
15,38
30,77
13,95
30,23
13,95
11,76
5,88
23,53
7,93
18,90
8,54
5,98
16,85
13,04
1,26
18,87
10,69
1,68
19,55
8,38
1,52
21,83
8,12
7,43
18,44
14,63
3,85
0,00
5,88
7,93
6,52
8,81
6,70
7,11
5,85
0,00
2,33
8,82
8,54
4,35
5,03
4,47
3,55
4,64
Kasus keracunan pangan yang terlaporkan di beberapa daerah (diambil
hanya daerah-daerah di Pulau Jawa) pada kurun waktu 2001 – 2008 dari BPOM
dapat dilihat pada Tabel 2. Data keracunan pangan yang terlaporkan dari daerahdaerah di Pulau Jawa lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah di luar pulau
Jawa. Berdasarkan data Tabel 2, diketahui bahwa angka rata-rata KLB di Jawa
Barat, memiliki persentasi tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya.
Persentasi tersebut secara umum dapat menjadi indikasi kondisi kinerja keamanan
pangan di Jawa Barat masih lemah.
Pemangku (Stakeholders) Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan IRTP
Keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai
stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada
dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan
tanggung jawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder
7
tersebut (WHO, 2004). Masing-masing stakeholder memiliki peranan masingmasing yang strategis. Menurut Haryadi, tanggung jawab pemerintah dalam
kebijakan mutu dan keamanan pangan adalah 1) menyusun legislasi dan peraturan
hukum di bidang pangan, 2) memberikan masukan dan bimbingan pada industri
pangan, 3) memberikan pendidikan bagi masyarakat konsumen tentang
pentingnya keamanan pangan, 4) melakukan pengumpulan informasi dan
penelitian di bidang keamanan pangan, dan 5) menyediakan sarana dan prasarana
pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan (Hariyadi, 2007).
Masih menurut Hariyadi (2007), peranan pihak industri (termasuk IRTP)
adalah mengembangkan dan melakukan penjaminan 1) terlaksananya cara-cara
yang baik dalam pengolahan, penyimpanan, dan distribusi pangan, 2)
pengendalian dan jaminan mutu pangan olahan, 3) teknologi dan pengolahan
pangan, 4) tersedianya manager dan tenaga pengolahan pangan yang terlatih, dan
5) pelabelan yang informatif dan pendidikan konsumen. Sedangkan konsumen
bertanggung jawab dalam hal, 1) memperoleh pengetahuan umum yang
berhubungan dengan keamanan pangan, 2) berperilaku selektif dalam menentukan
pilihan produk, 3) melaksanakan praktek penanganan pangan di rumah secara baik
dan aman, 4) membangun partisipasi masyarakat, dan 5) membangun kelompokkelompok konsumen yang aktif.
Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,
dan Gizi Pangan menyebutkan bahwa pembinaan terhadap produsen pangan siap
saji dan industri rumah tangga (IRTP) dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota, sedangkan pembinaan kepada pihak pemerintah Kabupaten/Kota
dan masyarakat dilaksanakan oleh Badan POM. Dalam Perda Provinsi Jawa Barat
No. 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Kesehatan, dinyatakan bahwa
Pemerintah Daerah melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian terhadap perdagangan farmasi, alat kesehatan dan makanan.
Pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud
dapat dilakukan bersama-sama dengan Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan (Pemprov Jabar, 2010).
Pemangku jaminan pengawasan mutu dan keamanan pangan nasional,
dalam hal ini pemerintah di tingkat pusat yang memiliki peranan antara lain
Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,
dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan. Di tingkat daerah pemangku jaminan
pengawasan mutu dan keamanan pangan adalah Pemerintah Provinsi, Balai Besar
POM Daerah, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota. Dalam hal ini, pelaksana
pembinaan di daerah adalah dinas-dinas terkait yaitu dinas kesehatan dan dinas
perindustrian/perdagangan, baik di tingkat provinsi maupun tingkat
kabupaten/kota.
Berdasarkan PP No. 28 Tahun 2004 penanggung jawab bidang keamanan
pangan di tingkat pusat adalah Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, Menteri
Pertanian, Menteri Perikanan, Menteri Kehutanan dan Kepala Badan POM. Di
Daerah penanggung jawab jaminan keamanan pangan adalah Pemerintah Provinsi,
Balai Besar POM, dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui dinas-dinas terkait.
Sesuai dengan ruang lingkup kajian ini, maka paparan tentang peranan
pemangku jaminan keamanan pangan tingkat pusat hanya menguraikan
Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, dan Badan POM.
8
Kementerian Kesehatan
Salah satu misi Kementerian Kesehatan dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang sehat mandiri dan berkeadilan, adalah melindungi kesehatan
masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata
bermutu, dan berkeadilan dengan melibatkan masyarakat dan swasta. Dalam
kaitannya dengan mutu dan keamanan pangan, strategi untuk mewujudkan misi
tersebut adalah meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat
dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; serta meningkatkan manajemen
kesehatan yang akuntabel, transparan berdaya guna dan berhasil guna untuk
memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab (Kemenkes RI,
2011).
Kementerian Kesehatan RI mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Salah satu
fungsinya adalah merumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan
kebijakan teknis di bidang kesehatan. Dalam kaitannya dengan pengawasan mutu
dan keamanan pangan, Kementerian Kesehatan mempunyai beberapa wewenang
antara lain, menetapkan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal
yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan; pembinaan dan
pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian
pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan;
menetapkan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan
wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa (KLB) (Kemenkes, 2011).
Menurut PP No 28 Tahun 2004 dalam kaitannya dengan keamanan, mutu,
dan gizi pangan, Kementerian Kesehatan diberi tanggung jawab untuk mengatur
persyaratan sanitasi yang meliputi antara lain: a) sarana dan/atau prasarana; b)
penyelenggaraan kegiatan; dan c) orang perseorangan. Sementara pemenuhan
persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara
menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi: a) Cara Budidaya yang Baik;
b) Cara Produksi Pangan Segar yang Baik; c) Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik; d) Cara Distribusi Pangan yang Baik; e) Cara Ritel Pangan yang Baik; dan
f) Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik.
Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB) adalah cara
produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara:
a) mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran bologis, kimia dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan; b)
mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah
jasad renik lainnya; dan c) mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan
baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan,
penyimpanan atau pengangkutan. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik (CPPOB) ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian (dan Perikanan) (Dinas
Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur, 2008). Sedangkan Pedoman Cara
Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk pangan olahan tertentu ditetapkan oleh
Kepala Badan POM (BPOM RI, 2003).
9
Kementerian Perindustrian
Selain memberikan izin industri, lingkup tugas Kementerian Perindustrian
dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah melakukan
pembinaan melalui Dinas Perindustrian (dan Perdagangan) Kota/Kabupaten
kepada industri rumah tangga pangan. Salah satu pembinaan yang diberikan
kepada industri rumah tangga pangan adalah cara proses produksi yang baik dan
benar, yang penekanannya adalah pada pengendalian proses antara lain pemilihan
bahan baku, aturan penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan pangan,
teknik pengemasan, penyimpanan serta transportasi.
Badan POM
Badan Pengawasan Obat dan Makanan merupakan Lembaga Pemerintah
Non Departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden RI. Fungsi Badan
Pengawasan Obat dan Makanan yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan
antara lain, melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
pengawasan obat dan makanan; melaksanakan kebijakan tertentu di bidang
pengawasan obat dan makanan; melakukan pemantauan, pemberian bimbingan
dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat
dan makanan (BPOM, 2011). Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan
keamanan pangan, BPOM melakukan dua tahap pengawasan yaitu pre-market
evaluation dan post-market vigilance. Pre-market evaluation dilakukan dengan
evaluasi dan pendaftaran terhadap produk pangan sebelum diedarkan, sedangkan
post-market vigilance merupakan pengawasan produk pangan setelah beredar di
pasar yang dilakukan dengan pengambilan sampel produk pangan di lapangan dan
diuji di laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Penyidikan dan
penegakan hukum dilakukan apabila ditemukan produk pangan dari industri
pangan tertentu yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan (BPOM, 2011).
Dalam melakukan pengawasan obat dan makanan yang memiliki aspek
permasalahan berdimensi luas dan kompleks, maka BPOM membuat sistem
pengawasan yang komprehensip, semenjak awal proses suatu produk hingga
produk tersebut beredar di tengah masyarakat, yang disebut SISPOM (Sistem
Pengawasan Obat dan Makanan). Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang
bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni: a) subsistem pengawasan
produsen, b) subsistem pengawasan konsumen, dan c) subsistem pengawasan
pemerintah/BPOM (BPOM, 2011).
Subsistem pengawasan produsen dilakukan dengan pengawasan internal
oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik (CPPB) atau
good manufacturing practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari
standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Subsistem pengawasan konsumen
dilakukan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan
peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan caracara penggunaan produk yang rasional. Subsistem pengawasan pemerintah/BPOM
dilakukan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian
keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia;
inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar
serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu,
10
khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi (BPOM, 11).
Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota)
Dalam melaksanakan pengawasan mutu dan keamanan pangan, Gubernur
atau Bupati/Walikota berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat
terjadinya pelanggaran hukum dibidang pangan segar. Kepala Badan POM
berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya
pelanggaran hukum dibidang pangan olahan. Pemerintah daerah dalam hal ini
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota diberikan wewenang
melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya pelanggaran hukum
di bidang pangan siap saji dan pangan olahan hasil industri rumah tangga.
Pembinaan terhadap produsen pangan olahan dilaksanakan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang perindustrian, pertanian atau perikanan sesuai
bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Pembinaan terhadap produsen
pangan olahan tertentu dilaksanakan oleh Kepala Badan (POM). Pembinaan
terhadap produsen pangan siap saji dan industri rumah tangga pangan
dilaksanakan oleh bupati/walikota. Pembinaan terhadap Pemerintah Daerah dan
masyarakat di bidang pengawasan pangan dilaksanakan oleh Kepala Badan
(BPOM) (PP No. 28 Tahun 2004).
Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dalam RPJMD 2006-2011 telah
menetapkan visi di bidang kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Visi ini diwujudkan dalam program pembangunan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cianjur dengan leading sector
Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk peningkatan mutu, dan Dinas
Kesehatan untuk pengawasan keamanan pangan (Pemkab Cianjur, 2006). Pada
lingkup yang lebih kecil Pemerintah Daerah Cianjur cq. Dinas Kesehatan secara
vertikal juga merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian Kesehatan.
Demikian juga Dinas Perindustrian merupakan kepanjangan tangan dari
Kementerian Perindustrian dalam membina semua industri, termasuk industri
rumah tangga pangan.
Balai Besar/Balai POM Daerah
Balai Besar POM Daerah (Bandung-Jawa Barat) merupakan perangkat
Badan POM RI di daerah Jawa Barat untuk menyelenggarakan misi antara lain, a)
melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar Internasional, b)
Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten, c) mengoptimalkan
kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini dan d) memberdayakan
masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko
terhadap kesehatan. Tugas pokok dan fungsi Balai Besar POM adalah menjadi
unit pelaksana teknis di lapangan (daerah) dari Badan POM. Dalam melaksanakan
tugas ini Balai Besar POM dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah
(Provinsi) dan Kabupaten/Kota terkait dengan tanggung jawab masing-masing
dalam hal pengawasan mutu dan keamanan pangan (BPOM, 2011).
11
Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Industri Rumah Tangga Pangan (disingkat IRTP) adalah perusahaan
pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan
pengolahan pangan manual hingga semi otomatis (PP No. 28 Tahun 2004).
Definisi lain adalah berdasarkan penggolongan usaha industri pengolahan ke
dalam empat kategori berdasarkan jumlah pekerja yang dimiliki oleh suatu usaha
tanpa memperhatikan besarnya modal, yaitu: a) industri kerajinan rumah tangga
yaitu usaha industri pengolahan dengan pekerja 1 – 4 orang, b) industri kecil yaitu
perusahaan/