Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran

EVALUASI RINTISAN SEKOLAH BERTARAF
INTERNASIONAL MELALUI PENDEKATAN REGRESI
LOGISTIK BINER, ANALISIS PROFIL, DAN PENSKORAN

IBAN ARIA NUGRAHA

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner,
Analisis Profil, dan Penskoran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Iban Aria Nugraha
NIM G14090049

ABSTRAK
IBAN ARIA NUGRAHA. Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran.
Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan I MADE SUMERTAJAYA.
Tercatat sejak dinyatakan merdeka, Indonesia telah mengalami pergantian
kurikulum pendidikan sebanyak delapan kali, dimulai dari Kurikulum Rencana
Pelajaran pada tahun 1947 sampai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006. Perubahan kurikulum terakhir tersebut diiringi dengan
pemberlakuan sistem klasifikasi sekolah berdasarkan mutu yang membagi sekolah
menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI), dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Suatu sekolah dapat
diklasifikasikan ke dalam SBI jika sudah memenuhi beberapa kriteria, salah
satunya yaitu sekolah sudah memperoleh status pengakuan RSBI dari lembaga
atau dinas terkait. Ironisnya, dari awal diberlakukannya sistem tersebut, tidak ada

satu sekolah pun yang berhasil memenuhi kriteria untuk dijadikan sekolah
berbasis internasional. Hal ini mengindikasikan adanya suatu kesalahan yang
terjadi pada sistem pendidikan tersebut. Berdasarkan hasil pengujian regresi
logistik biner dengan menggunakan backward elimination, diperoleh faktor yang
mempengaruhi status internasional sekolah adalah lokasi sekolah, sertifikasi ISO,
persentase siswa miskin, uang pangkal sekolah, dan SPP per bulan. Hasil tersebut
didukung dengan nilai persentase ketepatan klasifikasi model secara keseluruhan
sebesar 85.7% dan nilai Nagelkerke R2 sebesar 0.647. Pengujian dengan analisis
profil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan keparalelan, keberhimpitan dan
kesamaan antara sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dari segi biaya pendidikan
sekolah, yang meliputi uang pangkal dan SPP per bulan. Meskipun demikian,
melalui perbandingan rataan biaya pendidikan sekolah, diketahui bahwa biaya
pendidikan pada sekolah RSBI hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan
sekolah non RSBI, hal ini bersesuaian dengan kenyataan yang terjadi pada
masyarakat saat ini.
Kata kunci: analisis profil, penskoran, regresi logistik biner, Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional

ABSTRACT
IBAN ARIA NUGRAHA. Evaluation of Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

Using Binary Logistic Regression, Profile Analysis, and Scoring Approach.
Supervised by MUHAMMAD NUR AIDI and I MADE SUMERTAJAYA.
Recorded since its independence, Indonesia has changed the education
curriculum as much as eight times, starting from the Kurikulum Rencana
Pembelajaran in 1947 to the Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
Recent curriculum change is accompanied by the implementation of a
classification system based on the quality of schools into Sekolah Standar
Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), and Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI). A school can be classified into SBI if it meets

several criteria, one of which schools have received the recognition status of as
RSBI from the related institutions. Ironically, from the initial implementation of
the system, there is no school is managed to meet the criteria as an international
school. This indicates that an error occurred in the education system. Based on the
test results of binary logistic regression using backward elimination, obtained
factors affecting international school’s status is location, ISO certification, the
percentage of the poor students, school tuition, and the tuition per month. The
result is supported by the value of the percentage of the overall classification
accuracy was 85.7% and the value of Nagelkerke R2 of 0.647. Testing with profile
analysis shows that there are no relationship parallels and similarities between

RSBI and non RSBI schools in terms of school education expenses, which include
school tuition and tuition per month. Nevertheless, through the comparison of the
average cost of school education, it is known that the cost of education at the
school RSBI almost two-fold higher than the non RSBI schools, it is consistent
with the fact that occurs in society nowadays.
Keywords: binary logistic regression, international school, profile analysis,
scoring

EVALUASI RINTISAN SEKOLAH BERTARAF
INTERNASIONAL MELALUI PENDEKATAN REGRESI
LOGISTIK BINER, ANALISIS PROFIL, DAN PENSKORAN

IBAN ARIA NUGRAHA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika


DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Melalui
Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan
Penskoran
Nama
: Iban Aria Nugraha
NIM
: G14090049

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS
Pembimbing I

Dr Ir I Made Sumertajaya, MS

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hari Wijayanto, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik.
Karya ilmiah ini berjudul “Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner, Analisis Profil, dan Penskoran”.
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS dan Bapak Dr Ir I Made
Sumertajaya, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, dan ilmu yang bermanfaat.

2. Ibu Dr Ir Indahwati, MSi selaku dosen penguji luar yang telah
memberikan arahan dan saran kepada penulis.
3. Keluarga tercinta, bapak, ibu, dan kakak yang senantiasa memberikan
do’a, semangat, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis sampai
terselesaikannya karya ilmiah ini.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan karya
ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Iban Aria Nugraha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional

2

Regresi Logistik Biner


3

Analisis Profil

6

Sub Dimension Index Indicator

6

METODE
Bahan

6

Prosedur Analisis Data

8


HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data

9

Nilai Keterpenuhan Kriteria Sekolah Bertaraf Internasional pada Sekolah RSBI
di Indonesia
11
Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Status Internasional Sekolah
Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner

13

Pendekatan Analisis Profil pada Kriteria Persyaratan Pendirian Sekolah Bertaraf
Internasional di Indonesia
14
Penskoran terhadap Indikator Mutu dan Indikator Pembiayaan pada Sekolah
RSBI dan Sekolah Non RSBI
18
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Tabel ketepatan klasifikasi model
2 Biaya pendidikan tertinggi sekolah RSBI yang ditetapkan pemerintah
3 Analisis regresi logistik dengan model reduksi untuk peubah respon
status internasional sekolah
4 Nilai persentase ketepatan klasifikasi model
5 Ilustrasi perubahan skala peubah kategorik menjadi numerik pada
indikator mutu
6 Ilustrasi perubahan skala peubah kategorik menjadi numerik pada
indikator pembiayaan

5
12
13
14
19
19

DAFTAR GAMBAR
1 Ringkasan metode penarikan contoh dalam survei lapang PT. TIA
Indonesia dan IPAC Kanada
2 Proporsi jumlah sampel sekolah RSBI dan sekolah non RSBI yang
diambil dalam survei penelitian
3 Jumlah sampel sekolah RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah
4 Jumlah sampel sekolah non RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah
5 Kualifikasi kepala sekolah pada 70 sekolah RSBI terpilih berdasarkan
pendidikan terakhir dan kemahiran berbahasa inggris
6 Plot rataan uang pangkal sekolah dan SPP per bulan pada sekolah RSBI
dan non RSBI
7 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi akreditasi sekolah pada
sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi sekolah
8 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kualifikasi kepala sekolah
pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi sekolah
9 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kepemilikan sertifikasi
mutu pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi
sekolah

8
9
10
10
11
15
16
17

17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel peubah penjelas yang diasumsikan mempengaruhi status
internasional sekolah
2 Tabel uji serentak parameter model regresi logistik untuk peubah
respon status internasional sekolah
3 Tabel nilai pseudo R2 dalam regresi logistik biner

22
23
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek paling penting dalam kehidupan
manusia. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya pendidikan oleh United Nations
Development Programme (UNDP), salah satu organisasi di bawah naungan PBB,
sebagai salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Semakin
berkualitas mutu pendidikan pada suatu negara, semakin tinggi nilai perhitungan
indeks pembangunan manusia yang akan dihasilkan sehingga dapat disimpulkan
semakin maju pula negara tersebut di mata dunia.
Karena pentingnya arti pendidikan dalam segala aspek kehidupan, semua
negara pun berlomba-lomba untuk meningkatkan mutu pendidikannya, tidak
terkecuali Indonesia. Hal ini memicu Indonesia sebagai negara dengan tingkat
pembangunan sedang mencari cara untuk meningkatkan mutu pembangunan
manusianya, salah satu caranya adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan
yang disinyalir dapat memberikan efek domino pada peningkatan nilai IPM
Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai negara berpembangunan sangat
tinggi (negara maju), layaknya Singapura.
Indonesia sendiri sudah beberapa kali melakukan pergantian kurikulum
pendidikan guna mencari metode yang paling tepat untuk diterapkan ke dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Tercatat sejak dinyatakan merdeka, Indonesia telah
mengalami pergantian kurikulum pendidikan sebanyak delapan kali, dimulai dari
Kurikulum Rencana Pelajaran pada tahun 1947 sampai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Perubahan kurikulum terakhir tersebut
diiringi dengan pemberlakuan sistem klasifikasi sekolah berdasarkan mutu
sekolahnya. Klasifikasi tersebut membagi sekolah menjadi Sekolah Standar
Nasional (SSN), Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), dan Sekolah
Bertaraf Internasional (SBI).
SBI lahir dan dilatarbelakangi karena Indonesia perlu pengakuan secara
internasional terhadap kualitas proses dan hasil pendidikannya. Suatu sekolah
dapat diklasifikasikan ke dalam SBI jika sudah memenuhi beberapa kriteria yang
harus dipenuhi, salah satunya sekolah tersebut telah memperoleh status pengakuan
RSBI dari lembaga atau dinas terkait. Ironisnya, dari awal diberlakukannya sistem
ini sampai sekarang, tidak ada satu sekolah pun di Indonesia yang berhasil
memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai sekolah berbasis internasional. Hal
ini mengindikasikan adanya kesalahan yang terjadi pada sistem pendidikan
tersebut sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk membuktikannya.
Dalam hal pembiayaan sekolah, sekolah RSBI diberi kebebasan oleh
lembaga atau dinas terkait untuk memungut biaya dari masyarakat dan atau orang
tua murid jika biaya dari APBN dan APBD tidak mencukupi untuk mencapai
standar kualitas SBI. Sayangnya, hal ini dapat memicu sekolah untuk terus
meraup dana dari masyarakat untuk digunakan dalam pemenuhan kebutuhan
sekolah yang bahkan tidak ada kaitannya sama sekali dengan pencapaian standar
SBI sehingga hal ini menimbulkan paradigma RSBI dalam masyarakat sebagai
sekolah mahal layaknya sekolah swasta internasional. Oleh karena itu, dilakukan
identifikasi faktor yang mempengaruhi status internasional sekolah melalui

analisis regresi logistik biner. Pendekatan analisis profil juga digunakan untuk
melihat kemiripan profil antara sekolah RSBI dengan sekolah non RSBI dan
penskoran dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program RSBI di
Indonesia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan penerapan program
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Indonesia dengan melakukan
identifikasi peubah yang berpengaruh terhadap status internasional sekolah di
Indonesia berdasarkan kriteria persyaratan pendirian sekolah berbasis
internasional, melihat kemiripan profil antara sekolah RSBI dengan sekolah non
RSBI, dan mengetahui tingkat keberhasilan program RSBI di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu
program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional
berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang
menyatakan bahwa Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan
sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan
sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi
jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.
Adapun kriteria suatu sekolah disebut sebagai sekolah bertaraf internasional
adalah:
1. Standar Nasional Pendidikan harus sudah terpenuhi.
2. Guru minimal S2/S3: 10% (SD), 20% (SMP), dan 30% (SMA/K).
3. Kepala sekolah minimal memiliki pendidikan terakhir S2 dan berbahasa
inggris aktif.
4. Akreditasi sekolah bernilai A.
5. Sarana dan prasarana berbasis TIK.
6. Kurikulum KTSP diperkaya dengan kurikulum negara maju dan penerapan
SKS pada SMA/SMK.
7. Pembelajaran berbasis TIK dan bilingual dan sister school dengan sekolah
dari negara maju.
8. Manajemen berbasis TIK dan terakreditasi ISO 9001 atau 14001.
9. Menerapkan model UN dan diperkaya dengan sistem ujian internasional
(negara maju dan atau negara lain yang memiliki keunggulan tertentu).
10. Lulusan SMK memiliki daya saing internasional dalam melanjutkan
pendidikan dan bekerja.
11. Terjaminnya pendidikan karakter, bebas bullying, demokratis, dan
partisipatif.

12. Pembiayaan sekolah berasal dari APBN, APBD, dan boleh memungut
biaya dari masyarakat atas dasar RAPBS yang akuntabel; minimal 20%
peserta didik tidak mampu mendapatkan subsidi pendidikan.

Regresi Logistik Biner
Regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang
mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori atau
lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas yang berskala kategorik atau kontinu
(Hosmer & Lemeshow 2000). Satu kejadian peubah respon Y mengikuti sebaran
Bernoulli dengan fungsi sebaran peluang:
y
y
P
y
dengan y={0, } dan adalah peluang kejadian bernilai
. Jika kejadian peubah
respon Y berjumlah n dan setiap kejadian saling bebas dengan yang lain, maka
peubah respon Y akan mengikuti sebaran Binomial.
Hosmer & Lemeshow (2000) menjelaskan bahwa bentuk model regresi
logistik dengan P(
|x)
(x) adalah
exp g x
x
exp g x
dengan g(x) = β0 + β1x1 + β2x2 … βpxp
dimana:
β0 = konstanta
βi
koefisien regresi logistik (i
, 2, …, p)
p = banyaknya peubah penjelas
Fungsi di atas berbentuk non linier sehingga untuk membentuk fungsi linier
dilakukan transformasi logit sebagai berikut (Agresti 1990):
x
logit
x ln
g x
x
g(x) merupakan penduga logit sebagai fungsi linier dari peubah penjelas dengan
kemungkinan nilai peluang terbesar adalah 1.
Suatu model regresi logistik dengan peubah penjelas yang bersifat kategorik
memerlukan peubah boneka (dummy variable). Secara umum, jika sebuah peubah
dengan skala nominal atau ordinal mempunyai k kemungkinan nilai, maka
diperlukan k-1 peubah boneka.

Pendugaan Parameter
Pendugaan parameter pada model regresi logistik dilakukan dengan
menggunakan metode kemungkinan maksimum, yaitu diperoleh dengan
menurunkan fungsi kepekatan bersama (Hosmer & Lemeshow 2000). Pada model
regresi logistik, asumsi kehomogenan ragam galat dan kebebasan antar amatan
tidak dituntut untuk dipenuhi, maka fungsi kemungkinan maksimumnya adalah
l( )
dengan:
i
, 2, …, n

n
i

xi

yi

xi

yi

yi
= respon pada pengamatan ke-i
(xi) = peluang kejadian ke-i bernilai Y=1
Prinsip dari metode kemungkinan maksimum adalah mencari nilai
maksimum logaritma fungsi kemungkinan maksimumnya:
ln l

n
i

yi ln

xi

yi ln

untuk mendapatkan nilai dugaan koefisien regresi logistik
penurunan
terhadap β dan disamakan dengan nol.

xi
dilakukan dengan

Pengujian Parameter
Pengujian parameter model dilakukan untuk mengetahui peranan peubah
penjelas yang terdapat di dalam model. Statistik uji yang digunakan adalah
statistik uji G, yaitu uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) untuk
menguji peranan peubah penjelas secara serentak atau keseluruhan. Rumus umum
statistik uji G adalah
L0
2 ln
L
dengan :
L0 = nilai kemungkinan tanpa peubah penjelas
L1 = nilai kemungkinan dengan peubah penjelas
Hipotesis yang digunakan, yaitu:
H0 : β1 = β2 … βp = 0
H1 : minimal terdapat satu βi ≠ 0, (i
, 2, …, p)
dengan derajat bebas p. Kaidah
Statistik uji G mengikuti sebaran
keputusan yang diambil adalah jika nilai G >
atau nilai p < α, maka hipotesis
nol ditolak.
Selain itu, dilakukan pengujian secara parsial untuk masing-masing
koefisien peubah menggunakan statistik uji Wald. Hipotesis yang digunakan,
yaitu:
H0 : β i = 0
H1 : βi ≠ 0, (i
, 2, …, p)
Statistik uji Wald didefinisikan sebagai berikut (Widarjono 2010):
i

SE i
nilai
merupakan dugaan koefisien dari peubah penjelas sedangkan
adalah simpangan baku dari dugaan parameternya, Nilai uji Wald
mengikuti sebaran Khi Kuadrat, dengan daerah penolakan H0 adalah jika W2 >
dengan derajat bebas p.

Backward Elimination
Menurut Hair et al. (2010), backward elimination merupakan analisis yang
dimulai dengan model penuh, yaitu memasukkan seluruh peubah penjelas ke
dalam model, kemudian peubah-peubah penjelas yang tidak berpengaruh nyata
dikeluarkan dari model melalui proses iterasi. Pada setiap iterasi, peubah penjelas
yang memiliki nilai p terbesar akan dikeluarkan dari model satu per satu secara

bertahap. Proses iterasi berhenti jika peubah penjelas yang ada dalam model
memiliki nilai p < 0.1 dan tidak ada lagi peubah penjelas yang dapat dikeluarkan
dari model.

Ketepatan Klasifikasi Model
Menurut Hosmer & Lemeshow (2000), salah satu ukuran kebaikan model
adalah jika memiliki peluang salah klasifikasi yang minimal. Ketepatan prediksi
dari model dapat diketahui dengan menggunakan tabel ketepatan klasifikasi
(correct classification table). Nilai cutpoint (c) ditentukan untuk memperoleh
kesesuaian dugaan terhadap amatan dan dibandingkan dengan peluang dugaan
(x). Jika (x) lebih besar dari c, maka nilai dugaan termasuk pada respon
dan selain itu Y=0.
Ketepatan model dalam memprediksi kejadian gagal (Y=0) dinyatakan
sebagai N00/N0., proporsi nilai dugaan yang sama dengan nilai amatan pada
kategori nilai amatan Y=0. Indikator dan pengertian yang sama juga berlaku untuk
mengevaluasi kemampuan model memprediksi kejadian berhasil (Y=1), yaitu
N11/N1.. Kemampuan model dalam memprediksi keseluruhan kejadian (N 00+ N11)/
N.. yang mencerminkan proporsi nilai amatan yang secara tepat dapat diduga oleh
model (Tabel 1).
Tabel 1 Tabel ketepatan klasifikasi model
Dugaan
Amatan
Total
% tepat
0
1
0
N00
N01
N0.
N00/N0.
1

N10

N11

N1.

N11/N1.

N.0

N.1

N..

(N00+N11)/N..

Interpretasi Koefisien
Interpretasi koefisien dalam regresi logistik dilakukan menggunakan nilai
rasio odds. Rasio odds adalah rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak
sukses dari suatu peubah penjelas terhadap peubah respon. Koefisien model logit
(βi) mencerminkan perubahan nilai fungsi logit g(x) untuk setiap perubahan satu
unit peubah penjelas x. Dalam analisis model logit, rasio odds didefinisikan
sebagai berikut:
exp
dimana β adalah koefisien dari model regresi logistik. Interpretasi dari rasio odds
untuk peubah penjelas x berskala biner adalah kecenderungan untuk Y=1 pada
x sebesar kali dibandingkan pada nilai x=0 sedangkan untuk peubah penjelas
kontinu, jika ≥ , maka kenaikan nilai peubah penjelas x diikuti dengan semakin
naiknya kecenderungan untuk Y=1. Rasio odds memiliki selang kepercayaan
sebagai berikut:
exp

i

α
2

SE

i

Analisis Profil
Menurut Morisson (1990), analisis profil merupakan suatu bagian dari
pengujian hipotesis terhadap nilai tengah dari peubah ganda (multivariate) dengan
menggunakan prinsip grafik. Oleh karena itu, kemiripan profil, baik profil antar
perlakuan maupun antar kelompok, dapat diperkirakan dengan melihat kesejajaran
dari grafik plot antara nilai rataan tiap-tiap perlakuan untuk setiap kelompok
(populasi). Selain itu, kita juga perlu melakukan serangkaian uji hipotesis untuk
mengetahui seberapa besar arti kesejajaran (kemiripan) dari populasi.

Sub Dimension Indicator Index (SDII)
Sub Dimension Indicator Index (SDII) banyak digunakan pada berbagai
aspek seperti penyusunan indeks pembangunan manusia (human development
index), indeks kemiskinan (poverty index), dan penggabungan atribut ganda dalam
analisis pengendalian mutu. Pada penelitian ini, digunakan pembobot SDII yang
dinamakan range equalization. Range Equalization (RE) merupakan salah satu
metode yang menggunakan informasi nilai minimum dan maksimum dari data
respon peubah asal.
Perhitungan SDII range equalization pada masing-masing peubah asal
dilakukan dengan memberikan bobot pada setiap amatan yaitu:
dengan i = ,2,…n dan j = ,2,…,p; n adalah banyaknya amatan dan p adalah
banyaknya peubah asal.
Setelah dilakukan perhitungan SDII RE, dilakukan pembobotan pada
peubah yaitu:

dengan i
,2,…n dan j
,2,…,p; n adalah banyaknya amatan dan p adalah
banyaknya peubah asal. (Kundu 2004)

METODE
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
dari data evaluasi sekolah standar internasional dari perusahaan konsultan PT.
Trans Intra Asia (TIA) Indonesia dan The Institute of Public Administration of
Canada (IPAC), Kanada. Selain itu, data juga diperoleh melalui hasil survei
sekolah yang dilakukan sendiri oleh peneliti via internet dan telepon. Data yang
berasal dari data evaluasi PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada diperoleh dengan
melakukan survei lapang secara kualitatif dan kuantitatif terhadap 70 sekolah
berstatus RSBI dan 9 sekolah berstatus non RSBI yang tersebar di seluruh
Indonesia. Survei lapang dilakukan selama dua bulan terhitung tanggal 1

September 2012 sampai dengan 31 Oktober 2012 pada 23 kota/kabupaten di 12
provinsi. Metode penarikan contoh yang digunakan dalam pengambilan sampel
survei lapang dari jumlah total sebanyak 1.339 sekolah RSBI di Indonesia untuk
semua jenis tingkat pendidikan dilakukan dengan menggunakan stratified random
sampling. Pengidentifikasian sampel survei lapang dilakukan terhadap 254
kota/kabupaten yang telah memiliki lebih dari dua sekolah RSBI pada daerah
kota/kabupatennya, selanjutnya dilakukan stratified random sampling terhadap
254 kota/kabupaten tersebut dengan membaginya ke dalam kelompok kabupaten,
kota kecil, dan kota besar. Alasan dilakukan penerapan pendekatan stratified
random sampling sendiri dikarenakan sebagian besar sekolah RSBI berada di
daerah perkotaan Jawa sehingga jika diterapkan simple random sampling pada
1.339 sekolah RSBI akan menimbulkan bias terhadap sampel sekolah yang berada
di daerah perkotaan Jawa. Selain itu, pemilihan populasi dari kota atau kabupaten
yang telah memiliki lebih dari dua sekolah RSBI dimaksudkan agar meningkatkan
kemungkinan untuk memilih kota atau kabupaten yang telah mendirikan sekolah
RSBI terlebih dahulu sehingga sampel yang dihasilkan akan representatif dalam
generalisasi lebih handal yang berkaitan dengan interpretasi kebijakan,
pelaksanaan program, dan sistem monitoring.
Gambar 1 merangkum metode penarikan contoh yang dilakukan oleh PT.
TIA Indonesia dan IPAC Kanada dalam pengambilan sampel pada sekolah
berstatus RSBI sebanyak 70 sekolah dari jumlah total sebanyak 1.339 sekolah
RSBI yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, PT. TIA Indonesia dan IPAC
Kanada juga melakukan pengambilan sampel sebanyak 9 sekolah non RSBI yang
akan digunakan sebagai sekolah pembanding, dipilih melalui metode non
probability sampling. Metode penarikan contoh ini diterapkan untuk memilih
sekolah dengan reputasi yang baik dalam komunitas yang sama dengan sekolahsekolah yang diteliti. Hal ini memungkinkan untuk menjadikan sekolah
pembanding sebagai sekolah baseline atau acuan yang mungkin memiliki kualitas
yang sama dengan sekolah pra RSBI yang distudi.
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, tercatat bahwa sekolah non RSBI
di Indonesia memiliki jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah
sekolah RSBI di Indonesia sehingga pengambilan sampel sebanyak 70 sekolah
RSBI dan 9 sekolah non RSBI yang telah dilakukan oleh PT. TIA Indonesia dan
IPAC Kanada dirasa tidaklah relevan untuk dilakukan perbandingan secara
analitik. Oleh karena itu, peneliti melakukan penambahan sampel untuk sekolah
non RSBI sehingga jumlah sampel untuk masing-masing sekolah RSBI dan
sekolah non RSBI menjadi seimbang dengan jumlah sebanyak 70 sampel. Metode
penarikan contoh yang diterapkan oleh peneliti pada sampel tambahan sekolah
non RSBI ini sama dengan metode penarikan contoh yang diterapkan oleh PT.
TIA Indonesia dan IPAC Kanada dalam pengambilan sampel sekolah non RSBInya. Hal ini dimaksudkan agar sampel yang terambil dalam proses pengambilan
sampel untuk sekolah non RSBI tetap konsisten untuk dijadikan sekolah
pembanding. Berbeda dengan PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada yang
melakukan survei melalui survei lapang, peneliti hanya melakukan survei melalui
internet dan korespondensi via telepon.
Peubah respon yang menjadi perhatian dalam penelitian adalah status
internasional sekolah yang terdiri dari dua kategori, yaitu sekolah non RSBI (0)
dan sekolah RSBI (1). Peubah penjelas yang digunakan merupakan peubah-

peubah yang berkaitan dengan kriteria persyaratan pendirian sekolah berstandar
internasional di Indonesia dan dapat dilihat pada Lampiran 1.

254 Kota/Kab.
dengan> 2 RSBI

Stratified random sampling terhadap 254
Kota/Kabupaten dengan > 2 RSBI, total 762 sekolah,
dengan rata-rata 3 sekolah/kab. Sampel yang
diinginkan 70 sekolah ≈ 23 Kota/Kab. (dibulatkan)
Kota besar

15

Kota kecil

74

Kabupaten

165
15

Proporsional sampel di 23
kota/kab. dalam rasio.
Hasil dibulatkan
Jumlah
RSBI
kategori
strata
disampel

dalam
yang

(2)
Kota Besar

(8)
Kota Kecil

(14)
Kabupaten

(38)

(49)

(55)

Pengurangan secara proporsional
dari 142 sekolah menjadi 70
sekolah

70 RSBI
Gambar 1 Ringkasan metode penarikan contoh dalam survei lapang PT. TIA
Indonesia dan IPAC Kanada

Prosedur Analisis Data
Tahapan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan eksplorasi data pada data sekolah RSBI berdasarkan kriteria
pendirian sekolah berstandar internasional di Indonesia.
2. Menetapkan peubah respon dan peubah penjelas yang akan digunakan.
3. Memodelkan seluruh peubah penjelas dengan peubah respon dengan regresi
logistik biner:
a. Melakukan pendugaan parameter.
b. Melakukan pengujian parameter secara simultan dengan uji G.

= 142 RSBI

4.

5.

6.
7.
8.

c. Melakukan pengujian parameter secara parsial dengan uji Wald.
Mereduksi peubah-peubah penjelas yang tidak nyata terhadap peubah
responnya dengan menggunakan backward elimination. Kriteria pereduksian
memiliki nilai p > 0.1.
Melakukan analisis regresi logistik dengan model reduksi:
a. Melakukan pendugaan parameter.
b. Melakukan pengujian parameter secara simultan dengan uji G
c. Melakukan pengujian parameter secara parsial dengan uji Wald.
d. Memodelkan peubah respon berdasarkan peubah-peubah penjelas yang
memberikan pengaruh nyata.
e. Menghitung nilai ketepatan klasifikasi dari model yang diperoleh.
f. Melakukan interpretasi koefisien.
Melakukan analisis profil untuk mengetahui kemiripan profil antara sekolah
RSBI dengan sekolah non RSBI.
Melakukan rasio perbandingan rataan uang pangkal sekolah dan SPP per bulan
antara sekolah RSBI dengan sekolah non RSBI.
Melakukan analisis keberhasilan program RSBI di Indonesia melalui
pendekatan penskoran dengan menggunakan metode range equalization.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan data dari
data hasil survei sekolah yang dilakukan PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada
melalui survei lapang dan data hasil survei sekolah yang dilakukan sendiri oleh
peneliti melalui internet dan korespondensi via telepon. Hal yang menjadi
perhatian utama dalam survei tersebut adalah status internasional sekolah
sehingga sampel yang diambil berasal dari sekolah yang akan disiapkan oleh
pemerintah untuk dijadikan sekolah berbasis internasional atau yang biasa disebut
dengan sekolah RSBI. Selain itu, sekolah selain sekolah RSBI (sekolah non
RSBI) pun tak luput tersampel dan dijadikan sebagai sekolah pembanding dengan
sekolah RSBI dalam penelitian ini.

50%

50%
RSBI

Non RSBI

Gambar 2 Proporsi jumlah sampel sekolah RSBI dan sekolah non RSBI yang
diambil dalam survei penelitian

Jumlah sampel terambil

Gambar 2 menunjukkan proporsi jumlah sampel sekolah RSBI dan sekolah
non RSBI yang diambil dalam survei penelitian. Berdasarkan Gambar 2, diketahui
proporsi jumlah sampel yang diambil untuk sekolah RSBI dan sekolah non RSBI
memiliki persentase yang sama dengan nilai proporsi masing-masing sebesar 0.5.
Hal ini sengaja dilakukan oleh peneliti karena sampel yang diambil dalam survei
lapang yang dilakukan oleh PT. TIA Indonesia dan IPAC Kanada hanya terdapat
sebanyak 70 sekolah untuk sekolah RSBI dan 9 sekolah untuk sekolah non RSBI
sehingga cenderung akan menjadi berbias jika dilakukan perbandingan terhadap
dua jenis sekolah tersebut secara analitik. Jumlah sekolah non RSBI yang lebih
banyak daripada jumlah sekolah RSBI di Indonesia menjadi dasar pertimbangan
peneliti melakukan penambahan sampel pada data sekolah non RSBI dan
menjadikan sampel data seimbang untuk sekolah RSBI dan sekolah non RSBI
dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak 70 sekolah.
28
30

23
19

20
10
0
Kota Besar

Kota Kecil
Lokasi

Kabupaten

Jumlah sampel terambil

Gambar 3 Jumlah sampel sekolah RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah

40

31
21

30

18

20
10
0
Kota Besar

Kota Kecil
Lokasi

Kabupaten

Gambar 4 Jumlah sampel sekolah non RSBI terpilih berdasarkan lokasi sekolah
Gambar 3 menunjukkan diagram batang dari penyebaran lokasi pada 70
sampel sekolah RSBI terpilih. Berdasarkan Gambar 3, tercatat sampel sekolah
RSBI yang terpilih paling banyak berasal dari kabupaten dengan jumlah sampel
sebanyak 28 sekolah, disusul dengan sampel sekolah RSBI dari kota besar
sebanyak 23 sekolah, dan sisanya tersebar di kota kecil. Sementara itu, 70 sampel
sekolah non RSBI terpilih paling banyak berasal dari kota besar dengan jumlah
sampel sebanyak 31 sekolah, disusul dengan 21 sampel sekolah yang berasal dari
kota kecil, dan sisanya sebanyak 18 sampel sekolah berasal dari kabupaten
(Gambar 4). Pengambilan sampel yang dilakukan pada sekolah non RSBI tercatat

paling banyak berasal dari kota besar. Hal ini disebabkan kebanyakan sampel non
RSBI pada penelitian ini diambil melalui survei sekolah yang dilakukan sendiri
oleh peneliti dengan mengumpulkan beragam informasi yang bersumber dari
internet dan korespondensi via telepon. Informasi yang diberikan oleh sekolah non
RSBI yang berasal dari kota besar cenderung memberikan hasil yang lebih
lengkap dan akurat jika dibandingkan dengan sekolah non RSBI yang berasal dari
kota kecil maupun kabupaten. Meskipun demikian, penarikan sampel pada
sekolah non RSBI yang dilakukan oleh peneliti tetap mengikuti prosedur
penarikan sampel pada sekolah non RSBI yang dilakukan oleh PT. TIA Indonesia
dan IPAC Kanada sehingga sampel sekolah non RSBI yang terambil tetap
representatif untuk dijadikan sebagai sekolah pembanding dengan sekolah RSBI.

Nilai Keterpenuhan Kriteria Sekolah Bertaraf Internasional pada Sekolah
RSBI di Indonesia
Eksplorasi data dilakukan pada data sekolah RSBI dengan melihat nilai
keterpenuhan kriteria berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah mengenai persyaratan pendirian sekolah standar internasional di
Indonesia. Eksplorasi ini hanya terbatas dilakukan oleh peneliti pada sekolah
RSBI berdasarkan suatu pertimbangan yang menyatakan bahwa sekolah RSBI
merupakan sekolah yang telah disiapkan oleh pemerintah untuk dijadikan sebagai
sekolah berbasis internasional di Indonesia sehingga eksplorasi data ini
diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum terkait dengan ketersiapan
sekolah RSBI yang telah dicanangkan oleh pemerintah menjadi sekolah bertaraf
internasional.
Berdasarkan akreditasi sekolah, 96% dari 70 sekolah RSBI terpilih memiliki
akreditasi A dan sisanya terakreditasi selain itu. Bahkan, tercatat seluruh SMP dan
SMA dari 70 sekolah RSBI terpilih memiliki akreditasi A. Hal ini menunjukkan
bahwa hampir semua sekolah RSBI telah memenuhi kriteria dari segi akreditasi
yang telah ditetapkan untuk dijadikan sebagai sekolah standar internasional.
63%

S2 Berbahasa Inggris
S2 Tidak berbahasa inggris

S1
23%

43%

37%
S1 Berbahasa Inggris
S1 Tidak berbahasa inggris

S3
1%

S2
76%

57%

Gambar 5 Kualifikasi kepala sekolah pada 70 sekolah RSBI terpilih berdasarkan
pendidikan terakhir dan kemahiran berbahasa inggris
Dari segi sumber daya manusia dalam sekolah, tercatat sebanyak 54 dari 70
(77%) kepala sekolah telah menyelesaikan pendidikan strata II-nya dan hanya 24
dari mereka (43%) yang mampu berbahasa inggris secara aktif, sedangkan hanya
6 dari 26 (37%) kepala sekolah bertitel sarjana yang aktif berbahasa inggris
(Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa hanya sedikit sekolah yang telah
memiliki kepala sekolah dengan kualifikasi yang sesuai dengan kriteria yang

diinginkan oleh pemerintah. Hal serupa ditunjukkan dari segi kualifikasi pada
tenaga pendidik, yang mencatat 31% sekolah saja yang memenuhi batas
persentase minimal untuk kualifikasi guru.
Salah satu kriteria lain berdirinya sekolah berstandar internasional adalah
sekolah harus menjalin kerjasama antar sekolah (sister school) dengan sekolah
lain dari negara OECD atau negara maju. Hal ini dimaksudkan agar sekolah dapat
mempelajari dan mengadopsi kurikulum pendidikan di negara tersebut sehingga
kualitas standar internasional pada sekolah dapat segera tercapai. Tercatat 49%
sekolah RSBI melakukan sister school dengan sekolah dari negara lain, tetapi
hanya 26% sekolah yang benar-benar menjalin sister school dari sekolah negara
OECD atau negara maju. Dari sisi sertifikasi sekolah, 41% dari sekolah RSBI
belum memiliki sertifikasi ISO 9001 atau 14001 sebagai sertifikasi mutu
sekolahnya.
Dalam hal pembiayaan sekolah, sekolah RSBI diberi kebebasan oleh
lembaga atau dinas terkait untuk memungut biaya dari masyarakat dan atau orang
tua murid. Meskipun demikian, pemerintah tetap melakukan pengawasan dengan
menetapkan biaya pendidikan terendah dan tertinggi yang dibebankan untuk
sekolah RSBI kepada orang tua calon peserta didik.
Tabel 2 Biaya pendidikan tertinggi sekolah RSBI yang ditetapkan pemerintah
Jenjang Pendidikan
Komponen Biaya
(Rupiah)
SD
SMP
SMA
SMK
150 000
600 000
450 000
250 000
SPP per Bulan
Uang Pangkal Sekolah 1 000 000 12 500 000 15 000 000 2 700 000
Tabel 2 menunjukkan besarnya biaya tertinggi yang telah ditetapkan
pemerintah untuk dibebankan kepada orang tua murid. Tercatat 30 dari 70 sekolah
tidak memenuhi sama sekali aturan yang telah ditetapkan pemerintah, baik dari
segi uang pangkal sekolah maupun SPP per bulan. Selain melakukan penetapan
biaya pendidikan tertinggi pada sekolah, pemerintah juga melakukan suatu upaya
dalam program pemerataan pendidikan dengan mengharuskan minimal 20%
peserta didik tidak mampu tertampung dalam sekolah RSBI dan diberikan subsidi
pendidikan kepada mereka.
Dari 70 sekolah RSBI terpilih, tercatat hanya 16 sekolah yang memenuhi
kuota minimal peserta didik tidak mampu. Selain itu, hasil eksplorasi data juga
menunjukkan hanya sebanyak 11 dari 16 sekolah tersebut yang memberikan
subsidi pendidikan kepada peserta didik yang tidak mampu. Ironisnya, mayoritas
dari sekolah yang memenuhi kriteria tersebut berasal dari sekolah kejuruan.
Ketakutan untuk tidak dapat membayar biaya pendidikan sekolah disinyalir
menyebabkan calon peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu
memilih enggan untuk bersekolah di sekolah bertitel RSBI sehingga mereka
memutuskan untuk bersekolah di sekolah non RSBI atau sekolah kejuruan RSBI
yang biaya pendidikannya yang sedikit lebih terjangkau.

Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Status Internasional Sekolah
Melalui Pendekatan Regresi Logistik Biner
Regresi logistik adalah suatu metode analisis statistika yang
mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua atau lebih
kategori dengan satu atau lebih peubah penjelas yang berskala kategorik atau
kontinu (Hosmer & Lemeshow 2000). Pengujian dengan mengunakan uji Hosmer
dan Lemeshow pada model regresi logistik biner menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0.705. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang
diamati pada taraf nyata sebesar 5% sehingga model regresi biner layak dipakai
untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
Pendugaan model regresi logistik biner dengan menggunakan sepuluh
peubah penjelas menghasilkan nilai statistik uji G sebesar 99.421 dengan nilai p
sebesar 0.000 (Lampiran 2). Nilai Khi Kuadrat tersebut merupakan perbedaan
nilai kemungkinan model tanpa peubah penjelas dan model dengan peubah
penjelas. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa pada taraf nyata
sebesar 5%, sedikitnya terdapat satu peubah penjelas yang mempengaruhi peubah
respon. Pengujian secara parsial dengan uji Wald menunjukkan bahwa peubah
penjelas yang berpengaruh paling kuat adalah sister school, akreditasi sekolah,
dan persentase siswa miskin.
Tabel 3 Analisis regresi logistik dengan model reduksi untuk peubah respon
status internasional sekolah
Peubah

B
0.744766

Galat
Baku
0.564

Wald

Signifikansi
0.185
0.055
0.040
0.046
0.069

Rasio
Odds
2.105949

Konstanta
Lokasi
Lokasi (1)
Lokasi (2)
Sertifikasi ISO (1)

-1.157582 0.563
-1.348053 0.676
0.966655 0.531

1.76
5.801
4.216
3.981
3.308

Persentase Siswa Miskin
Uang Pangkal Sekolah

-3.050264 1.672
0.000001 1.324

3.354
9.384

0.067
0.002

0.047349
1.000000

SPP per bulan

-0.000011 1.251

9.322

0.002

0.999982

0.314245
0.259476
2.629136

Pereduksian peubah penjelas yang tidak nyata dilakukan dengan
menggunakan backward elimination. Hasil pengujian secara parsial dengan uji
Wald pada taraf nyata 10% menunjukkan terdapat lima peubah yang memberikan
pengaruh nyata, yaitu lokasi sekolah, sertifikasi ISO 9001 atau 14001, persentase
siswa miskin, uang pangkal sekolah, dan biaya SPP per bulan (Tabel 3). Model
logit yang diperoleh adalah

Hasil ketepatan klasifikasi model menunjukkan bahwa dari 70 sekolah RSBI
dikategorikan dengan benar sebanyak 55 (78.6%) sekolah dan 70 sekolah non
RSBI dikategorikan dengan benar sebanyak 65 (92.9%) sekolah. Hal ini
memberikan hasil ketepatan klasifikasi model secara keseluruhan sebesar 85.7%
dengan pemotongan nilai peluang sebesar 0.5 (Tabel 4).
Tabel 4 Nilai persentase tingkat ketepatan
klasifikasi model
Pengamatan
RSBI

Dugaan
RSBI

Non RSBI

%
Benar

65

5

92.9

55

78.6

Non RSBI
15
% Benar Keseluruhan

85.7

Pendekatan lainnya yang dapat digunakan untuk melihat kebaikan model
dugaan adalah dengan melihat nilai Nagelkerke R2, hal ini serupa seperti yang
biasa kita lakukan untuk melihat kebaikan model pada regresi berganda.
Berdasarkan Lampiran 3, nilai Nagelkerke R2 terakhir yang diperoleh setelah
melalui proses pereduksian peubah adalah sebesar 0.647. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil model dugaan sudah cukup baik dan dapat diterima secara statistik.
Interpretasi dari nilai dugaan rasio odds menjelaskan bahwa peluang sekolah
berstatus RSBI 0.314 kali lebih besar pada saat berada di kota besar dibandingkan
jika berada di kabupaten, sedangkan sekolah yang berlokasi pada kota kecil
memiliki kecenderungan berstatus RSBI 0.259 kali lebih besar dibandingkan jika
berada di lokasi kabupaten.
Sekolah yang memiliki sertifikasi ISO 9001 atau 14001 memiliki peluang
2.629 kali lebih besar untuk berstatus RSBI jika dibandingkan dengan sekolah
yang tidak tersertifikasi ISO.

Pendekatan Analisis Profil pada Kriteria Persyaratan Pendirian Sekolah
Bertaraf Internasional di Indonesia
Analisis profil digunakan pada saat terdapat beberapa perlakuan yang
terbagi ke dalam dua atau lebih grup. Asumsi yang digunakan adalah semua
respon diukur dalam unit yang sama dan respon dari grup yang berbeda saling
bebas satu sama lain. Dalam analisis profil, ada tiga pengujian hipotesis yang
digunakan yaitu kesejajaran, keberhimpitan, dan kesamaan antar profil. Ketiga
hipotesis tersebut haruslah diuji secara berurutan. Artinya, bahwa jika hipotesis
pertama (mengenai kesejajaran), setelah diuji ternyata ditolak, maka uji untuk
hipotesis dua (keberhimpitan) dan tiga (kesamaan) tidak berlaku lagi. (Mattjik &
Sumertajaya 2011)
Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan secara kasat mata bahwa profil
untuk setiap grup tidaklah berhimpit dan sama tetapi memiliki kemungkinan
untuk bisa saling sejajar satu sama lainnya. Untuk mengetahui hal tersebut secara
pasti, perlu dilakukan serangkaian pengujian analisis profil, dimulai dari uji

Nilai nominal (rupiah)

kesejajaran (parallel test), uji keberhimpitan (coincident test), sampai uji
kesamaan (level test).
5000000
4000000
3000000
2000000
1000000
0
Uang Pangkal Sekolah
NON RSBI

SPP per bulan
RSBI

Gambar 6 Plot rataan uang pangkal sekolah dan SPP
per bulan pada sekolah RSBI dan non RSBI
Uji dilakukan pada taraf nyata 5% dengan diketahui bahwa rataan untuk tiap
populasi XRSBI = [4.686.929 395.228] dan XNON-RSBI = [2.282.143 206.885]
sehingga didapat matriks selisih rataan kedua populasi tersebut, yaitu X =
[2.404.786 188.343].
Perhitungan untuk uji keparalelan pun dilakukan dengan menggunakan
matriks ragam-peragam peubah-peubahnya dan matriks C yang berukuran 1x2
sebagai berikut:
dan
Hasil perhitungan yang didapat berupa nilai T 2-Hotelling yang nantinya
akan dilakukan perbandingan dengan nilai c2. Nilai c2 itu sendiri merupakan nilai
yang bergantung pada nilai tabel sebaran F. Perbandingan antara nilai T 2Hotelling dan c2 dilakukan untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dari hasil
pengujian tersebut. Dari hasil penghitungan, diperoleh nilai T 2-Hotelling sebesar
8.202 yang lebih besar dari nilai c2 sebesar 3.927. Hal ini menunjukkan bahwa
profil antar grup tidaklah sejajar. Ketidaksejajaran tersebut mengisyaratkan
adanya perbedaan pemberian perlakuan (uang pangkal sekolah dan SPP per bulan)
pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI.
Pendekatan lain yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan rataan
setiap perlakuan pada setiap grupnya. Dalam hal ini, dilakukan perbandingan nilai
rataan uang pangkal sekolah dan SPP per bulan antara sekolah RSBI dengan non
RSBI. Dari segi uang pangkal sekolah, rasio yang diperoleh dari perbandingan
sekolah RSBI dengan non RSBI adalah sebesar 2.05, sedangkan rasio untuk SPP
per bulan dengan perbandingan yang sama diperoleh hasil sebesar 1.91 sehingga
dapat disimpulkan bahwa nilai nominal uang pangkal sekolah dan SPP per bulan
untuk sekolah RSBI hampir dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan sekolah non
RSBI.
Hal ini sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada masyarakat saat ini.
Masyarakat mengeluhkan tingginya biaya masuk (uang pangkal sekolah) dan
biaya bulanan yang harus dikeluarkan oleh mereka ketika akan menyekolahkan

anaknya di sekolah yang berstatus sekolah RSBI. Tingginya biaya masuk dan
bulanan pada sekolah RSBI itu sendiri diduga merupakan imbas dari kebijakan
pemerintah yang membebaskan sekolah RSBI untuk memungut dana dari
masyarakat dan atau orang tua murid dengan dalih untuk proses pencapaian
standar sekolah bertaraf internasional.
Selain melakukan pendekatan analisis profil terhadap biaya pendidikan pada
sekolah RSBI dan sekolah non RSBI, peneliti juga melakukan pendekatan yang
serupa untuk diterapkan pada beberapa kriteria persyaratan pendirian sekolah
bertaraf internasional lainnya, seperti kualifikasi kepala sekolah, akreditasi
sekolah, dan kepemilikan sertifikasi mutu sekolah.

Proporsi keterpenuhan kriteria

1
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5

RSBI

0,4

Non RSBI

0,3
0,2
0,1

0
Kota Besar

Kota Kecil

Kabupaten

Lokasi

Gambar 7 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi akreditasi sekolah
pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan lokasi
sekolah
Analisis profil dilakukan pada ketiga kriteria tersebut dengan cara melihat
nilai proporsi keterpenuhan kriteria pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI
terpilih berdasarkan lokasi sekolahnya. Gambar 7 menunjukkan plot yang
dihasilkan melalui pengujian analisis profil pada sekolah RSBI dan sekolah non
RSBI dengan melakukan perbandingan proporsi antara jumlah sekolah yang telah
terakreditasi A di kota besar, kota kecil, dan kabupaten dengan jumlah
keseluruhan sekolah yang terdapat pada masing-masing lokasi. Berdasarkan
Gambar 7, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan keparalelan antara
sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan kriteria akreditasi sekolah. Hal
yang cukup menarik ditunjukkan dari kekonsistenan plot keterpenuhan dari segi
akreditasi pada sekolah RSBI yang berada di atas plot keterpenuhan untuk sekolah
non RSBI pada setiap lokasi. Hal ini membuktikan adanya kesiapan sekolah RSBI
dari segi akreditasi untuk dijadikan sekolah berbasis internasional, jika melihat
nilai proporsi keterpenuhan yang selalu konsisten bernilai tinggi pada setiap
lokasinya.

Proporsi keterpenuhan kriteria

0,6
0,5
0,4
0,3

RSBI

0,2

Non RSBI

0,1
0
Kota Besar

Kota Kecil

Kabupaten

Lokasi

Gambar 8 Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kualifikasi kepala
sekolah pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI
berdasarkan lokasi sekolah

Proporsi keterpenuhan kriteria

0,8

0,7
0,6

0,5
0,4

RSBI

0,3

Non RSBI

0,2
0,1
0
Kota Besar

Kota Kecil

Kabupaten

Lokasi

Gambar 9

Plot proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kepemilikan
sertifikasi mutu pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI
berdasarkan lokasi sekolah

Dari segi kualifikasi kepala sekolah, pemerintah mensyaratkan sekolah
memiliki kepala sekolah dengan kualifikasi pendidikan minimal S2 dan mampu
berbahasa inggris secara aktif sebagai salah satu kriteria ideal yang harus dipenuhi
oleh sosok seorang pemimpin di sekolah bertaraf internasional. Plot perbandingan
proporsi keterpenuhan kriteria dari segi kualifikasi kepala sekolah pada sekolah
RSBI dan sekolah non RSBI di kota besar dan kota kecil menunjukkan nilai
proporsi yang hampir serupa, sedangkan untuk perbandingan proporsi di
kabupaten tercatat memberikan hasil selisih proporsi yang paling tinggi jika
dibandingkan dengan nilai proporsi di kedua lokasi lainnya (Gambar 8).

Hubungan keparalelan nampak tidak terlihat dari hasil perbandingan proporsi
keterpenuhan kriteria pada sekolah RSBI dan sekolah non RSBI dari segi
kualifikasi kepala sekolah.
Gambar 9 menunjukkan plot perbandingan proporsi keterpenuhan kriteria
dari sekolah RSBI dan sekolah non RSBI berdasarkan kepemilikan sertifikasi
mutu sekolah di kota besar, kota kecil, dan kabupaten. Secara kasat mata, terlihat
adanya hubungan keparalelan yang terjadi antara sekolah RSBI dan sekolah non
RSBI dari segi kepemilikan sertifikasi mutu. Plot perbandingan proporsi pada
Gambar 9 juga menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan sertifikasi mutu
sekolah pada sekolah non RSBI selalu memberikan nilai yang lebih rendah pada
setiap lokasi jika dibandingkan dengan nilai proporsi yang dihasilkan oleh sekolah
RSBI. Hal tersebut menjadi bukti bahwa dengan adanya program RSBI bisa
memberikan motivasi pada sekolah untuk memperbaiki sistem yang ada pada
sekolahnya.

Penskoran terhadap Indikator Mutu dan Indikator Pembiayaan Pada
Sekolah RSBI dan Sekolah Non RSBI
Penskoran dilakukan dengan menggunakan metode Sub Dimension Index
Indicator (SDII). Metode ini banyak digunakan dalam berbagai aspek, seperti
penyusunan indeks pembangunan manusia (human development index), indeks
kemiskinan (poverty index), dan penggabungan atribut ganda dalam analisis
pengendalian mutu. Pada penelitian ini, penskoran dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan pembobot SDII yang bernama Range Equalization (RE). Metode
ini dilakukan dengan cara membagi nilai amatan dalam suatu peubah dengan nilai
wilayahnya, setelah terlebih dahulu dilakukan pengurangan antara nilai amatan
dengan nilai terkecil dalam peubah tersebut sehingga skala nilai amatan yang
dihasilkan akan berkisar dari nilai nol sampai dengan satu.
Pendekatan range equalization menerapkan sistem pembobotan yang sama
pada seluruh peubah sehingga pendekatan ini akan sangat baik bila tingkat
kepentingan dari seluruh peubah dianggap sama. Kelemahan dari pendekatan
range equalization akan terlihat jika peubah-peubah yang terlibat dalam kasus
yang dihadapi memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Oleh karena itu,
sebelum dilakukan penskoran, peneliti membagi peubah ke dalam dua indikator,
yakni indi