Komunitas Lumut Epifit Perkebunan Kopi di Tanjung Rusia, Lampung.

KOMUNITAS LUMUT EPIFIT PERKEBUNAN KOPI DI
TANJUNG RUSIA, LAMPUNG

DIRGA SHABRI PRADANA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komunitas Lumut
Epifit Perkebunan Kopi di Tanjung Rusia, Lampung adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Dirga Shabri Pradana
NIM G34080095

ABSTRAK
DIRGA SHABRI PRADANA. Komunitas Lumut Epifit Perkebunan Kopi di
Tanjung Rusia, Lampung. Dibimbing oleh NUNIK SRI ARIYANTI dan
SULISTIJORINI.
Keberadaan lumut di hutan tidak luput dari ancaman kepunahan akibat dari
fragmentasi hutan. Jenis lumut epifit semakin menurun akibat fragmentasi hutan
karena habitat alaminya dimusnahkan. Hutan primer di Lampung semakin
berkurang disebabkan adanya fragmentasi hutan untuk dijadikan lahan
perkebunan. Penelitian ini bertujuan menjelaskan komunitas lumut epifit di
perkebunan kopi yang diamati; ditunjukkan dengan kekayaan jenis, kelimpahan
jenis, komposisi jenis, dan keragaman jenis. Pengambilan sampel lumut dilakukan
di tiga blok perkebunan kopi di Desa Tanjung Rusia, Kabupaten Pringsewu,
Lampung. Pengambilan sampel dilakukan dengan pembuatan lima plot 50 m x 50
m untuk menginventarisasi keragaman lumut perkebunan tersebut. Keragaman
komunitas lumut epifit perkebunan kopi di Tanjung Rusia, Lampung termasuk

dalam kategori rendah (H’ < 2). Lumut epifit yang diperoleh di perkebunan kopi
sebanyak 18 jenis yang termasuk ke dalam 12 jenis lumut hati dan enam jenis
lumut sejati. Rata-rata sebanyak dua jenis lumut dijumpai pada setiap tanaman
kopi. Jenis lumut yang paling melimpah keberadaannya di kebun kopi adalah
Frullania ericoides. Komposisi jenis lumut antara plot yang satu dengan plot yang
lain relatif tidak berbeda.
Kata kunci: Lumut, kebun kopi, deforestasi, komunitas

ABSTRACT
DIRGA SHABRI PRADANA. Epiphytic Bryophyte Community on Coffee
Plantation in Tanjung Rusia, Lampung. Supervised by NUNIK SRI ARIYANTI
and SULISTIJORINI.
Diversity of epiphytic bryophyte was declined due to the fragmentation of
forests. This study was aimed to describe the community of epiphytic bryophyte
in coffee plantations; indicated with species richness, species abundance, species
composition, and species diversity. Bryophyte sampling was carried out in three
blocks of coffee plantations in the village of Tanjung Rusia, Pringsewu, Lampung.
Five plots of 50 m x 50 m were established for collecting bryophytes in the
plantation. Diversity of bryophyte communty on coffee plantations in Tanjung
Rusia, Lampung was included in low category (H’ < 2). Eighteen species of

epiphytic bryophytes was obtained in the coffee plantation, consist of 12 species
of liverworts and six species of mosses. Species bryophyte found in the coffee
trees were two species in average. The most abundant species existed on the
plantation was Frullania ericoides. Bryophyte species composition were not
significantly different among the plots.
Keywords: Bryophyte, deforestation, coffee plantation, community

KOMUNITAS LUMUT EPIFIT PERKEBUNAN KOPI DI
TANJUNG RUSIA, LAMPUNG

DIRGA SHABRI PRADANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya serta kesehatan dan kekuatan yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Komunitas
Lumut Epifit Perkebunan Kopi di Tanjung Rusia, Lampung”. Kegiatan penelitian
ini meliputi pengambilan sampel di kebun, identifikasi lumut di laboratorium, dan
diakhiri dengan penyusunan laporan akhir.
Ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
penyusunan dan penyelesaian laporan ini, antara lain Dr Nunik Sri Ariyanti, MSi
dan Dr Ir Sulistijorini, MSi selaku pembimbing penelitian; Dra Hilda Akmal, MSi
selaku penguji; Ketua Departemen Biologi FMIPA IPB; Bapak Suparman dan
Mbak Wiwi atas kemudahan dalam peminjaman alat laboratorium; Datuk Cinta,
Akan Iwan dan Riki yang telah membantu penulis selama pengambilan sampel di
kebun; orang tua penulis untuk segala dukungan serta doa yang diberikan; Kak
Eva yang telah membantu dalam pengolahan data; Titi, Roma, Kak Fafa, Iqdam,
dan Agus untuk dukungan dan semangatnya dalam kegiatan penelitian dan tidak

lupa juga kepada seluruh teman-teman Biologi Angkatan 45 yang turut berperan
dalam penyelesaian laporan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Akhir kata kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan penelitian ini dapat menambah
wawasan, khususnya dibidang taksonomi dan ekologi lumut.

Bogor, Agustus 2013
Dirga Shabri Pradana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

BAHAN DAN METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Metode Sampling

2

Identifikasi Sampel


3

Analisis Data

3

HASIL

3

Kondisi Lingkungan dan Struktur Vegetasi

3

Kekayaan Jenis

4

Keragaman Komunitas dan Kelimpahan Jenis


6

Perbandingan Komposisi Jenis antar Plot

7

Persebaran Jenis Lumut pada Tanaman Kopi

8

PEMBAHASAN

9

SIMPULAN

11

DAFTAR PUSTAKA


11

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL
1 Sruktur vegetasi tanaman kopi di Plot A, B, C, D dan E
2 Kondisi lingkungan dan struktur vegetasi pohon penaung pada Plot A,
B, C, D, dan E
3 Daftar nama jenis dan suku lumut epifit di kebun kopi
4 Indeks Nilai Penting (INP) jenis-jenis lumut epifit pohon kopi di Plot A,
B, C, D, dan E
5 Frekuensi kehadiran jenis lumut epifit pada tanaman kopi bagian bawah
(0–1 m) dan bagian atas (1–2 m)


4
4
6
7
8

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi pengambilan sampel lumut di tiga blok perkebunan kopi di Desa
Tanjung Rusia, Kecamatan Pardasuka, Provinsi Lampung
2 Jumlah jenis lumut epifit di perkebunan kopi hasil observasi dan
perkiraan Chao2 berdasarkan jumlah plot
3 Jumlah jenis lumut epifit tanaman kopi di perkebunan kopi hasil
observasi dan perkiraan Chao2 pada tiap plot
4 Rata-rata jumlah jenis lumut epifit per tanaman kopi di lima plot
perkebunan kopi
5 Indeks Shannon lumut epifit di Plot A, B, C, D, dan E
6 Dendrogram kesamaan komposisi jenis lumut epifit antar plot
berdasarkan indeks similaritas


2
5
5
5
6
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data struktur vegetasi tanaman kopi tiap plot di perkebunan kopi
2 Data struktur vegetasi pohon penaung tiap plot di perkebunan kopi
3 Total penutupan dan frekuensi kehadiran lumut epifit pohon kopi di
Plot A, B, C, D, dan E

14
17
18

1

PENDAHULUAN
Deforestasi hutan tropik telah menjadi isu yang berkembang selama
beberapa dekade belakangan ini. Proses dari deforestasi ini merupakan langkah
awal dalam pengalihan fungsi lahan. Perluasan lahan pertanian dan perkebunan
merupakan penyebab utama dari deforestasi hutan di Asia (Geist dan Lambin
2002). Pengurangan fungsi hutan menjadi lahan pertanian, pemukiman, dan
perkebunan dapat mengancam kelestarian dari berbagai macam makhluk yang
hidup di hutan. Penelitian di Kenya menunjukkan fragmentasi hutan telah
menyebabkan kepunahan secara lokal maupun global beberapa jenis burung
(Brooks et al. 1999). Selain burung, lumut juga tidak luput dari ancaman
kepunahan. Sepuluh persen jenis lumut di Amerika Tropik diperkirakan berada
dalam ancaman kepunahan disebabkan oleh deforestasi hutan (Gradstein 1992).
Sementara itu, penelitian di Brazil memperlihatkan bahwa fragmentasi hutan
mempengaruhi keberadaan jenis lumut epifit dan epifil yang ada di hutan tersebut
(Alvarenga dan Pôrto 2007). Jumlah jenis lumut epifit dan epifil akan semakin
menurun seiring dengan bertambahnya fragmentasi hutan.
Wilayah Provinsi Lampung tidak luput dari deforestasi untuk perluasan
wilayah perkebunan. Kopi merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan utama
di Lampung. Selama 30 tahun terakhir area kebun kopi di Lampung meningkat
akibat dari deforestasi hutan (Verbist et al. 2005). Awalnya perkebunan kopi di
Lampung merupakan perkebunan dengan sistem monokultur, namun secara
bertahap berubah menjadi perkebunan tumpang sari dengan ditanamnya pohon
penaung. Adanya pohon penaung pada perkebunan tumpang sari (agroforestri)
dapat meningkatkan keragaman makhluk hidup seperti tumbuhan epifit dan
serangga (Bos et al. 2007). Pengaturan komposisi antara pohon penaung dengan
pohon kopi berperan penting untuk memelihara fungsi ekologi dan ekonomi di
kebun kopi tersebut (Priyadarshini et al. 2011).
Lumut merupakan tumbuhan epifit yang umum ditemukan. Sebagai
tumbuhan epifit, lumut memainkan peranan vital dalam ekologi hutan, antara lain
lumut berkontribusi dalam siklus nutrisi dan air, serta siklus pertukaran karbon
(So 1995; DeLucia et al. 2003). Lumut juga sangat sensitif terhadap perubahan
lingkungan di suatu daerah sehingga lumut dapat dijadikan bioindikator
(Vanderpoorten dan Engels 2002; Aceto et al. 2003). Perubahan lingkungan dapat
menyebabkan perubahan komposisi jenis dalam komunitas lumut secara cepat
(Frego 2007). Komunitas lumut yang berada di lingkungan perkebunan memiliki
diversitas yang berbeda dengan yang ada di hutan. Hasil penelitian Ariyanti et al.
(2008) di Sulawesi Tengah menunjukkan komunitas lumut sejati di perkebunan
kakao memiliki tingkat diversitas yang lebih rendah dibandingkan dengan yang
ada di hutan. Sedangkan lumut hati memiliki tingkat diversitas yang relatif sama
baik di perkebunan kakao maupun di hutan, tetapi komposisi jenis-jenis
penyusunnya banyak berbeda.
Data mengenai keanekaragaman taksa lumut di perkebunan kopi masih
sangat sedikit. Penelitian terdahulu mengenai lumut epifit di perkebunan kopi
yang dilakukan oleh VanDunné dan Wolf (2001) di Kolombia tercatat sebanyak
17 jenis lumut dan 28 jenis liken epifit ditemui di perkebunan kopi. Penelitian ini
bertujuan menjelaskan komunitas lumut epifit di perkebunan kopi yang diamati;

2
ditunjukkan dengan kekayaan jenis, kelimpahan jenis berdasarkan luas penutupan
serta frekuensi kehadiran, dan komposisi jenis.

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Sampel lumut dikoleksi pada akhir Januari sampai awal Februari 2012 dari
perkebunan kopi di Desa Tanjung Rusia, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten
Pringsewu, Provinsi Lampung (5°48'–5°49'LS dan 104°90'–104°91'BT), pada
ketinggian 100–300 m dpl. Curah hujan rata-rata Provinsi Lampung 2000–3000
mm per tahun dan rata-rata kelembapannya 80–88% [BPP Lampung 2010].

Metode Sampling
Pengambilan sampel lumut dilakukan dengan pembuatan plot berukuran 50
m x 50 m di lokasi perkebunan. Plot dibuat di tiga blok kebun kopi yang terdapat
di wilayah desa Tanjung Rusia (Gambar 1). Blok I terdiri dari Plot A, B, dan C.
Blok II terdiri dari satu plot yaitu Plot D. Blok III juga terdiri dari satu plot yaitu
Plot E. Blok I dengan Blok II berjarak lebih kurang 750 m. Blok II dengan Blok
III bejarak lebih kurang 500 m. Blok I dengan Blok III berjarak lebih kurang 1500
m. Blok III berbatasan langsung dengan jalan lintas antar kabupaten. Blok yang
lain berbatasan dengan ladang, kebun campuran, sawah, dan pemukiman
penduduk. Jumlah plot mewakili 10% (Mueller-Dombois dan Ellenberg 1974)
dari luas kebun yang dijadikan tempat pengambilan sampel. Pada setiap plot
dipilih 15 tanaman kopi dan lima pohon penaung untuk diamati dan diambil
lumutnya.

Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel lumut di tiga blok perkebunan kopi di
Desa Tanjung Rusia, Kecamatan Pardasuka, Provinsi Lampung

3
Dua subplot berukuran 5 cm x 60 cm diletakkan pada setiap tanaman kopi yang
dijadikan sampel. Sementara dua subplot berukuran 15 cm x 20 cm diletakkan
pada pohon penaung. Subplot tersebut diletakkan pada ketinggian pohon 0–1 m
dan 1–2 m di masing-masing pohon. Jenis-jenis lumut yang berada di dalam
subplot dicatat keberadaannya dan diperkirakan luas penutupannya, serta diambil
sampelnya untuk dibuat spesimen herbarium dan diidentifikasi di laboratorium.
Setiap tanaman kopi dan pohon penaung yang dijadikan sampel dicatat tinggi dan
jarak antar tanaman, diameter batang dan kanopi, serta nama jenis untuk pohon
penaung. Kondisi lingkungan lokasi pengambilan sampel berupa intensitas cahaya
dan kelembapan udara dicatat sebagai data pendukung.

Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel lumut dilakukan dengan mengamati ciri-ciri morfologi
menggunakan mikroskop stereo dan mikroskop majemuk. Struktur morfologi
lumut yang diamati kemudian dicocokkan dengan kunci identifikasi lumut dari
beberapa pustaka yang sesuai, seperti Eddy (1988; 1990; 1996) dan Bartram
(1939) untuk lumut sejati; Gradstein (2011), Mizutani (1961), Zhu dan So (2001)
untuk lumut hati.

Analisis Data
Total kekayaan jenis lumut di perkebunan hasil pengamatan (observasi)
dibandingkan dengan hasil perkiraan dengan rumus Chao2 (Chao 1987)
berdasarkan lima plot sebagai unit sampling. Kekayaan jenis hasil pengamatan
dan perkiraan Chao2 juga dibandingkan pada setiap plot dengan 15 tanaman kopi
sebagai unit sampling. Kekayaan jenis Chao2 dianalisis menggunakan perangkat
lunak EstimateS versi 8.4. Kelimpahan jenis-jenis lumut dibandingkan
menggunakan rata-rata Indeks Nilai Penting (INP) yang dihitung berdasarkan luas
penutupan dan frekuensi kehadiran. Keragaman komunitas lumut dianalisis
menggunakan Indeks Shannon (berdasarkan nilai INP). Kesamaan komposisi
jenis antar plot ditampilkan dengan dendrogram menggunakan perangkat lunak
NTSYS versi 2.11a. Persebaran jenis pada bagian batang kopi dilihat berdasarkan
frekuensi kehadiran di bagian pohon tersebut di masing-masing plot.

HASIL
Kondisi Lingkungan dan Struktur Vegetasi
Kebun kopi di Tanjung Rusia merupakan perkebunan rakyat dengan
berbagai jenis pohon penaung di dalamnya. Umur kebun kopi sudah sangat tua
yakni lebih dari 20 tahun. Batas antar kebun kopi dan keragaman jenis pohon
penaung bervariasi untuk setiap kebun. Rata-rata tinggi pohon, luas tajuk, dan
diameter batang tanaman kopi di lima plot perkebunan tidak berbeda nyata.
Namun demikian, rata-rata tinggi pohon, luas tajuk dan diameter batang kopi di

4
Plot E cenderung lebih besar dibandingkan dengan plot yang lain (Tabel 1).
Struktur vegetasi tanaman kopi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pohon penaung yang dijumpai di kebun kopi pada lokasi penelitian
umumnya berasal dari suku Fabaceae (dadap, gamal, petai, jengkol) (Lampiran 2).
Pohon penaung dari suku Meliaceace (duku), Clusiaceae (manggis), Sapotaceae
(sawo), Arecaceae (kelapa), Gnetaceae (melinjo) juga dijumpai di kebun kopi
dengan jumlah individu yang lebih sedikit. Jarak tanam antara tanaman kopi
dengan pohon penaung 1–3 m.
Beberapa jenis pohon penaung yang telah disebutkan dimanfaatkan oleh
pemilik kebun kopi sebagai penunjang tanaman lada (Piper nigrum) dan cabai
jawa (Piper retrofractum). Kondisi lingkungan di lima plot perkebunan relatif
sama. Namun demikian, intensitas cahaya di Plot E cenderung lebih rendah (ratarata 1109 lux), sedangkan suhu dan kelembapan udara cenderung lebih besar
dibandingkan dengan empat plot lainnya (Tabel 2).
Tabel 11

Sruktur vegetasi tanaman kopi di Plot A, B, C, D dan E

Rata–rata
Tinggi Pohon (m)
LuasTajuk (m2)
Diameter Batang (cm)

Tabel 22

A
2.55 ± 0.54
3.07 ± 2.02
5.07 ± 1.64

B
2.74 ± 0.48
3.59 ± 1.31
5.10 ± 1.03

Plot
C
2.59 ± 0.27
1.64 ± 1.25
5.05 ± 1.35

D
2.51 ± 0.40
6.68 ± 4.31
5.29 ± 1.50

E
3.95 ± 0.95
7.32 ± 5.44
6.20 ± 1.72

Kondisi lingkungan dan struktur vegetasi pohon penaung pada Plot A,
B, C, D, dan E

Rata–rata
Luas Kebun (Ha)
Suhu (°C)
Kelembapan Relatif (%)
Intensitas Cahaya (Lux)
Tinggi Pohon (m)
Luas Tajuk (m2)
Diameter Batang (cm)
Jumlah Jenis Pohon Penaung

A
1.5
27 ± 1.1
89 ± 4.6
6570 ± 1922.2
22.82 ± 5.8
11.34 ± 5.7
17.96 ± 4.0
4

B
2
27 ± 0.5
90 ± 4.0
9575 ± 25.3
9.75 ± 1.1
5.00 ± 2.7
14.39 ± 6.3
4

Plot
C
2.5
25 ± 1.1
89 ± 4.6
9048 ± 72.1
9.87 ± 5.0
7.22 ± 6.7
15.92 ± 10.1
5

D
1.5
25 ± 0.5
89 ± 4.6
3950 ± 147.2
8.93 ± 5.7
5.12 ± 3.5
17.45 ± 3.0
4

E
2.5
28 ± 0.5
91 ± 4.0
1109 ± 48.4
11.60 ± 3.2
20.60 ± 3.3
20.57 ± 1.5
4

Kekayaan Jenis
Jumlah jenis lumut epifit hasil observasi di lima plot adalah 18 morfospesies
(Gambar 2). Rata-rata jumlah morfospesies lumut bertambah dua pada setiap
penambahan satu plot. Berdasarkan hasil tersebut dapat diperoleh perkiraan
jumlah morfospesies berdasarkan Chao2 sebesar 24 jenis. Hasil ini menunjukkan
pengambilan sampel lumut dengan lima plot diperkirakan hanya mendapatkan
hasil 75% dari kekayaan total morfospesies yang dijumpai di tiga blok perkebunan
kopi yang diamati.
Lumut epifit per plot (50 m x 50 m) berkisar 6–10 morfospesies dari hasil
observasi menggunakan 15 pohon. Hasil perkiraan Chao2 menunjukkan hasil
yang kurang lebih sama, kecuali pada Plot C (Gambar 3). Hasil observasi
mengumpulkan lebih dari 85% (pada Plot A, B, D, dan E) dan 78% (pada Plot C)
dari total kekayaan jenis yang diperkirakan dengan Chao2.

5
25

Obs

Chao2

20
Jumlah
Morfospesies

15
10
5
0
1

2

3

4

5

Jumlah Plot

Gambar 2 3Jumlah jenis lumut epifit di perkebunan kopi hasil observasi dan
perkiraan Chao2 berdasarkan jumlah plot
15
Jumlah
Morfospesies

10

Observasi

12.8
9 9.3

9

10.4

Chao2

10 10.2

10

6 6.4

5
0
A

B

C

D

E

Plot

Gambar 32Jumlah jenis lumut epifit tanaman kopi di perkebunan kopi hasil
observasi dan perkiraan Chao2 pada tiap plot
Jumlah jenis lumut hati per tanaman kopi lebih banyak ditemukan jika
dibandingkan dengan lumut sejati. Rata-rata pada tanaman kopi di Plot A dan B
ditemukan dua jenis lumut hati. Tanaman kopi di Plot D dan Plot E memiliki ratarata jenis lumut hati hanya satu jenis per tanaman. Sementara itu, rata-rata lebih
dari dua jenis lumut hati ditemukan pada tanaman kopi di Plot C (Gambar 4).
Lumut epifit pada pohon penaung tidak dijumpai pada sebagian besar plot. Lumut
epifit pada pohon penaung hanya dijumpai pada Plot C dan D. Lumut epifit di
Plot C hanya ditemukan di tiga pohon penaung saja. Rata-rata lumut epifit yang
ditemukan sebanyak dua jenis per pohon. Lumut epifit pohon penaung pada Plot
D hanya ditemukan di dua pohon saja. Masing-masing pada pohon penaung
tersebut hanya dijumpai satu jenis lumut hati.
4.0

Lumut Hati
Lumut Sejati

3.0
Rata-rata
Jumlah Jenis 2.0
per Pohon
1.0
0.0
A

B

C

D

E

Plot

Gambar 4 4Rata-rata jumlah jenis lumut epifit per tanaman kopi di lima plot
perkebunan kopi

6
Enam dari 18 morfospesies diidentifikasi sebagai lumut sejati dan termasuk
ke dalam empat marga, empat suku (Tabel 3). Sebanyak 12 morfospesies
diidentifikasi sebagai lumut hati, dua diantaranya telah diketahui nama jenisnya,
lainnya hanya berhasil teridentifikasi sampai tingkat marga. Terdapat satu jenis
lumut hati (morfospesies 1) hanya berhasil teridentifikasi sampai tingkat suku.
Tabel 3

Daftar nama jenis dan suku lumut epifit di kebun kopi

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

A

B

Plot
C

D

E

Calymperaceae
Calymperaceae
Calymperaceae
Entodontaceae
Hypnaceae
Sematophylaceae


-




-








-


-

Lejeuneaceae
Lejeuneaceae
Frullaniaceae
Frullaniaceae
Frullaniaceae
Frullaniaceae
Frullaniaceae
Lejeuneaceae
Lejeuneaceae
Lejeuneaceae
Lejeuneaceae
Lejeuneaceae








































Jenis

Suku

Lumut Sejati
Calymperes boulayii
Calymperes graffeanum
Calymperes tenerum
Entodon ramulosus
Isopterygium bancamum
Meiotechium microcarpum
Lumut Hati
Aphanolejeunea sp.
Cololejeunea sp.
Frullania ericoides
Frullania sp1.
Frullania sp2.
Frullania sp3.
Frullania sp4.
Lejeunea anisophylla
Lejeunea sp1.
Lejeunea sp2.
Lejeunea sp3.
Morfospesies 1

Keragaman Komunitas dan Kelimpahan Jenis
Komunitas lumut di kebun kopi memiliki tingkat keragaman yang rendah.
Komunitas lumut di Plot A, B, C, D, dan E memiliki Indeks Shannon (H’) kurang
dari dua. Keragaman terendah terdapat pada Plot E (H’ = 1.22) dan tertinggi
terdapat di Plot D (H’ = 1.90). Rata-rata dari lima plot didapatkan nilai Indeks
Shannon sebesar 1.62 (Gambar 5).
5
4
3
Indeks
Shannon 2

1.68

1.62

1.68

A

B

C

1.90

1.62
1.22

1
0
D

E

Rata-rata

Plot

Gambar 5

Indeks Shannon lumut epifit di Plot A, B, C, D, dan E

7
Lumut yang memiliki INP terbesar di lima plot pengamatan adalah
Frullania ericoides dengan nilai rata-rata INP sebesar 39.65 % (Tabel 4). Lumut
tersebut hampir dijumpai di seluruh plot yang ada kecuali pada Plot E. Lumut
tersebut memiliki luas penutupannya cukup besar (Lampiran 3) sehingga INP
yang diperoleh menjadi besar. Frullania sp4 memiliki nilai rata-rata INP sebesar
35.16% dengan rata-rata frekuensi kehadiran tertinggi yaitu sebesar 74.66%
(Lampiran 3). Entodon ramulosus memiliki nilai rata-rata INP sebesar 34.11%
dengan rata-rata luas penutupan terbesar yaitu 176.37 cm2 (Lampiran 3). Jenisjenis lumut lainnya seperti Lejeunea (kecuali Lejeunea anisophylla) dan
Cololejeunea ditemukan dengan rata-rata luas penutupan dan frekuensi kehadiran
bernilai rendah (kurang dari 15 cm2 untuk luas penutupan dan 10% untuk
frekuensi kehadiran) (Lampiran 3).
Tabel 4

Indeks Nilai Penting (INP) jenis-jenis lumut epifit pohon kopi di Plot
A, B, C, D, dan E

Nama Jenis

Suku

Plot A

Plot B

Plot C

Plot D

Plot E

INP
Rata-rata
(%)

-

-

06.79

-

01.36

Indeks Nilai Penting (%)

Lumut Sejati
Calymperes boulayii

Calymperaceae

-

Calymperes graffeanum*

Calymperaceae

-

-

-

-

-

-

Calymperes tenerum

Calymperaceae

-

16.54

-

26.89

027.87

14,26

Entodon ramulosus

Entodontaceae

48.50

51.28

-

70.79

-

34.11

Isopterygium bancamum

Hypnaceae

-

02.95

-

-

-

00.59

Meiotechium microcarpum

Sematophylaceae

-

-

02.22

-

-

00.44

Aphanolejeunea sp.

Lejeuneaceae

-

01.70

-

-

-

00.34

Cololejeunea sp.

Lejeuneaceae

02.01

-

-

-

012.32

02.87

Frullania ericoides

Frullaniaceae

43.22

73.18

48.22

33.64

-

39.65

Frullania sp1.

Frullaniaceae

-

03.41

02.84

27.48

-

06.74

Frullania sp2.

Frullaniaceae

02.01

-

06.45

08.51

-

03.40

Frullania sp3.

Frullaniaceae

13.50

04.20

39.74

05.74

-

12.64

Frullania sp4.

Frullaniaceae

65.32

39.21

57.23

09.10

004.91

35.16

Lejeunea anisophylla

Lejeuneaceae

05.23

-

02.70

-

121.16

25.82

Lejeunea sp1.

Lejeuneaceae

-

-

03.32

-

-

00.66

Lejeunea sp2.

Lejeuneaceae

02.57

-

-

-

028.59

06.23

Lejeunea sp3.

Lejeuneaceae

-

-

-

03.84

-

00.77

Morfospesies 1

Lejeuneaceae

17.64

07.53

37.24

07.21

005.14

14.95

Lumut Hati

Ket: * hanya ditemukan di pohon penaung

Perbandingan Komposisi Jenis antar Plot
Komposisi jenis lumut yang dijumpai antara plot yang satu dengan plot
yang lain relatif tidak berbeda (indeks similaritas lebih dari 50%). Berdasarkan
tampilan dendrogram (Gambar 6) Plot A dan E memiliki indeks similaritas lebih
dari 60%. Lima dari enam jenis lumut yang dijumpai di Plot E ditemukan pula di
Plot A. Plot B dan D mempunyai kesamaan komposisi jenis lumut tertinggi

8
(indeks similaritas 72%). Komposisi jenis lumut di Plot C memiliki kesamaan
lebih besar dengan Plot B dan D (indeks similaritas 58%).

Gambar 6 Dendrogram kesamaan komposisi jenis lumut epifit antar plot
berdasarkan indeks similaritas
Persebaran Jenis Lumut pada Tanaman Kopi
Sebagian besar lumut epifit dijumpai pada pangkal batang kopi bagian
bawah (0–1 m) daripada batang kopi bagian atas (1–2 m). Seluruh jenis lumut
sejati di kebun kopi ditemukan pada batang bagian bawah tanaman kopi (Tabel 5).
Lumut Frullania spp. dapat dijumpai di kedua bagian batang tanaman kopi.
Sebagian besar lumut hati Lejeunea spp. ditemukan pada batang bagian bawah
kecuali Lejeunea sp3 yang dijumpai pada batang bagian atas (Tabel 5).
Tabel 5

Frekuensi kehadiran jenis lumut epifit pada tanaman kopi bagian
bawah (0–1 m) dan bagian atas (1–2 m)
Jenis

Lumut Sejati
Calymperes boulayi
Calymperes graffeanum*
Calymperes tenerum
Entodon ramulosus
Isopterigyum bancamum
Meiotechium microcarpum
Lumut Hati
Aphanolejeunea sp.
Cololejeunea sp.
Frullania ericoides
Frullania sp1
Frullania sp2
Frullania sp3
Frullania sp4
Lejeunea anisophylla
Lejeunea sp1
Lejeunea sp2
Lejeunea sp3
Morfospesies 1

A

Plot
C

B

D

E

0- 1
m

1-2
m

0-1
m

1-2
m

0-1
m

1-2
m

0-1
m

1-2
m

0-1
m

1-2
m

33.34
-

-

26.66
73.34
c6.66
-

20.00
13.34
-

06.66

-

13.34
40.00
60.00
-

06.66
-

20.00
-

6.66
-

06.66
20.00
c6.66
20.00
80.00
13.34
c7.34
26.66

33.34
13.34
73.34
20.00

40.00
06.66
13.34
60.00
06.66

06.67
93.34
46.66
20.00

46.66
46.66
46.66
06.66
06.66
46.66

20.00
06.66
13.34
26.66
40.00
46.66

26.66
13.34
06.67
13.34
13.34
06.66

20.00
26.66
06.66
06.66
06.67
06.66

13.34
80.00
20.00
-

6.66
6.66

Ket: * hanya ditemukan di pohon penaung

9
PEMBAHASAN
Kekayaan jenis lumut epifit di perkebunan kopi di Asia Tropik kurang lebih
sama dengan di Amerika Tropik, lebih rendah dari hutan primer maupun
sekunder. Namun demikian jenis-jenis lumut yang ada di Amerika Tropik dengan
yang ada di Asia Tropik berbeda. Contohnya adalah jenis-jenis lumut yang berasal
dari suku Calymperaceae seperti Calymperes boulayi dan Calymperes graffeanum
yang persebarannya terbatas pada dataran rendah di kawasan Asia Tropik (Eddy
1990). Penelitian terdahulu mencatat 17 jenis lumut epifit (sembilan jenis lumut
sejati dan delapan jenis lumut hati) ditemukan di perkebunan kopi di Kolombia
(VanDunné dan Wolf 2001).
Kekayaan jenis lumut di Plot E lebih rendah dari plot lainnya. Plot E
berbatasan langsung dengan jalan lintas antar kabupaten. Lumut Frullania spp.
sedikit dijumpai di Plot E dengan frekuensi kehadiran yang rendah (Lampiran 3
3). Lumut hati tersebut merupakan sun epiphyte, lumut yang umum dijumpai di
lingkungan berintensitas cahaya tinggi. Sebaliknya, jenis-jenis lumut yang
menyukai tempat ternaung (shade epiphyte) lebih banyak dijumpai di Plot E.
Intensitas cahaya yang rendah pada Plot E (Tabel 2) menyebabkan banyak
dijumpai jenis lumut suku Lejeuneaceae seperti Lejeunea dan Cololejeunea yang
merupakan lumut shade epiphyte. Lumut hati Lejeunea spp. di kebun kopi
sebagian besar ditemukan di batang bagian bawah dengan frekuensi kehadiran di
dalam plot relatif rendah (Tabel 5). Batang bagian bawah memiliki kelembapan
udara lebih tinggi jika dibandingkan pada batang bagian atas (Sporn et al. 2010).
Sementara itu, intensitas cahaya lebih rendah pada bagian pangkal pohon
dibandingkan dengan bagian tajuk (DeOliveira et al. 2009; Sporn et al. 2010)
sehingga lumut Lejeunea spp. banyak dijumpai di batang bagian bawah. Bahan
polutan dari kendaraan bermotor kemungkinan juga dapat menyebabkan jenis
lumut yang dijumpai di lokasi dekat dengan jalan raya lebih sedikit (Putrika
2012).
Jumlah jenis lumut yang ditemukan per tanaman kopi tergolong rendah
(rata-rata dua jenis per tanaman) jika dibandingkan dengan jenis tanaman
perkebunan lain. Diameter batang tanaman kopi yang relatif kecil (rata-rata 5 cm)
(Tabel 1) mungkin menyebabkan sedikit jenis lumut yang dijumpai di batang
tanaman kopi. Sebagai contoh di kebun kakao rata-rata dijumpai empat jenis
lumut epifit per tanaman kakao (Ariyanti et al. 2012). Ukuran diameter batang
tumbuhan inang berkorelasi positif dengan jumlah jenis lumut epifit yang
ditemukan di tanaman tersebut (Mežaka et al. 2008). Namun demikian, lumut
epifit lebih sedikit dijumpai di tanaman kopi di Plot E yang memiliki diameter
batang yang cenderung lebih besar dibandingkan plot lainnya (Tabel 1). Lumut
epifit juga dijumpai pada tanaman teh dengan rata-rata jumlah jenis yang lebih
banyak (rata-rata 10 jenis per tanaman) (Akmal 2012) dibandingkan dengan
tanaman kopi walaupun memiliki diameter batang kecil. Keanekaragaman jenis
lumut pada batang tumbuhan inang tidak hanya dipengaruhi oleh diameter batang
melainkan dapat juga dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti elevasi, iklim mikro,
dan tekstur kulit pohon. Keanekaragaman jenis lumut epifit semakin meningkat
pada habitat yang berelevasi tinggi (Chantanaorrapint 2010; Akmal 2012).
Perkebunan teh umumnya dijumpai pada ketinggian 800–1100 mdpl (Wibowo

10
2009). Tajuk tanaman teh juga menciptakan kondisi iklim mikro yang berbeda
dari tanaman kopi. Pola tanam tanaman teh yang cenderung saling rapat
menciptakan kelembapan yang tinggi dan kondisi ternaungi pada batang bagian
bawah sehingga lumut epifit yang menyukai naungan (shade epiphyte) banyak
dijumpai.
Lumut epifit pada pohon penaung hampir tidak ditemukan walaupun pohon
penaung di kebun kopi mempunyai diameter batang yang cukup besar. Hal
tersebut disebabkan karena sebagian besar pohon penaung memiliki tekstur batang
yang halus sehingga kemungkinan spora lumut sulit melekat pada batang.
Keanekaragaman dan penutupan lumut lebih besar ditemukan pada pohon
berbatang kasar. Spora lumut dan partikel tanah maupun debu yang menjadi
sumber nutrisi lumut lebih mudah menempel pada pohon bertekstur batang kasar
(Király dan Ódor 2010).
Indeks Shannon (H’) di perkebunan kopi bernilai kurang dari dua
menunjukkan bahwa keragaman komunitas rendah. Indeks Shannon umumnya
memiliki nilai dengan kisaran satu (keragaman rendah) sampai dengan lima
(keragaman tinggi) (Gering et al. 2003). Hasil penelitian lumut epifit di
perkebunan teh menunjukkan nilai Indeks Shannon yang lebih tinggi, H’ berkisar
2.67–3.82 (Akmal 2012) dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Hal ini dapat
menunjukkan keberadaan perkebunan teh masih cukup baik untuk mendukung
jenis-jenis lumut epifit untuk hidup dibandingkan dengan perkebunan kopi
walaupun kekayaan jenis lumut epifit di kedua perkebunan tersebut masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan hutan primer.
Kebun kopi tempat pengambilan sampel lumut termasuk kebun yang
terbuka, sehingga banyak dijumpai jenis lumut Frullania spp. Lumut hati F.
ericoides memiliki INP tertinggi di kebun kopi. Jenis-jenis lumut dari marga
Frullania biasa ditemukan di lingkungan terbuka dan berintensitas cahaya tinggi
(Glime 2007; Ariyanti et al. 2008). Lumut ini di kebun kopi dijumpai pada batang
bagian bawah maupun batang bagian atas dengan frekuensi kehadiran yang relatif
tidak berbeda baik pada batang bagian bawah maupun atas (Tabel 5). Jenis lumut
tersebut dapat hidup di batang bagian atas maupun bawah dikarenakan kondisi
lingkungan kebun yang terbuka sehingga cahaya matahari melimpah pada batang
bagian atas maupun bawah.
Kesamaan komposisi jenis lumut antar plot tidak mengelompok berdasarkan
letak blok perkebunan. Plot A dan Plot E memiliki kesamaan komposisi jenis
yang tinggi walaupun letak blok kebun saling berjauhan (Gambar 6). Hal yang
sama juga ditemukan pada Plot B dan D dimana memiliki kesamaan komposisi
jenis tertinggi walaupun berbeda blok. Hal tersebut diduga karena lumut epifit di
kebun kopi mempunyai penyebaran yang luas. Kondisi lingkungan antar blok
yang relatif sama kemungkinan juga menyebabkan jenis lumut epifit yang
dijumpai memiliki kemiripan antara blok yang satu dengan blok yang lain.
Lumut-lumut seperti Frullania spp. dan morfospesies 1 dapat dijumpai di setiap
blok perkebunan yang diamati. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
penyebaran jarak jauh dari jenis-jenis lumut epifit di kebun kopi memainkan
peranan yang lebih penting daripada penyebaran jarak dekat.

11

SIMPULAN
Keanekaragaman taksa lumut epifit yang ditemukan di perkebunan kopi di
Tanjung Rusia, Lampung sebanyak 18 jenis yang terbagi menjadi enam jenis
lumut sejati dan 12 jenis lumut hati. Sebanyak rata-rata sembilan jenis lumut epifit
ditemukan pada tiap plot berukuran 2500 m2. Sebanyak dua jenis lumut epifit
dijumpai di tiap tanaman kopi. Keragaman komunitas lumut epifit di kebun kopi
termasuk rendah (H’ < 2). Hal ini menunjukkan keberadaan hutan berperan
penting untuk melindungi jenis-jenis lumut. Lumut dengan kelimpahan tertinggi
di kebun kopi adalah Frullania ericoides, menunjukkan di kebun kopi lumut sun
epiphyte dapat beradaptasi lebih baik dari lumut shade epiphyte. Komposisi jenis
lumut antar plot relatif sama. Frekuensi kehadiran lumut lebih besar pada batang
bagian bawah daripada batang bagian atas.

DAFTAR PUSTAKA
Aceto M, Abollino O, Conca R et al. 2003. The uses of mosses as environmental
metal pollution indicators. Chemosphere 50:333–342.
Akmal H. 2012. Diversitas lumut epifit perkebunan teh di Jawa Barat [tesis].
Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Alvarenga LDP, Pôrto KC. 2007. Patch size and isolation effects on epiphytic and
epiphyllous bryophytes in the fragmented Brazilian Atlantic forest. J
Biocon.134:415–427.doi: 10.1016/j.biocon.2006.08.031.
Ariyanti NS, Bos MM, Kartawinata K et al. 2008. Bryophytes on tree trunks in
natural forests and cacao agroforests in Central Sulawesi, Indonesia. J Biocon.
141:2516–2527.
Bartram EB. 1939. Mosses of the Philippines. The Philip. J of Sci.68:1–437.
Bos MM, Höhn P, Saleh S et al. 2007. Insect diversity responses to forest
conversion and agroforestry management. Stability of Tropical Rainforest
Margins: 279–296.
[BPP Lampung]. Balai Penelitian Pertanian, Lampung. 2010. Kondisi Geografis
Lampung. [terhubung berkala]. http://www.bpplampung.info/profil/tentang–
bpp–lampung/geografis lampung.html [05 Jan 2012].
Brooks MT, Pimm SL, Oyugi JO. 1999. Time lag between deforestation and bird
extinction in tropical forest fragments. J.Biocon 13:1140–1150.
Chantanaorrapint S. 2010. Ecological studies of epiphytic bryophytes along
altitudinal gradient in Southern Thailand [disertasi]. Bonn (DE):
Naturnissenschaftlichen Fakultat der Rheineschen-Friedrich-WilhelmsUniversitat Bonn.
Chao A. 1987. Estimating the population size forcapture–recapture data with
unequal catchability. Biometrics 43:783–791.
DeLucia EH, Turnbull MH, Walcroft AS et al. 2003. The contribution of
bryophytes of the carbon exchange for temperate rainforest. Global Change
Biology 9:1158–1170.

12
DeOliveira SM, TerSteege H, Cornelissen JHC, Gradstein SR. 2009. Niche
assembly of epiphytic bryophyte communities in the Guianas: a regional
approach.
J
Biogeogr.
36
(11):2076–2084.doi:10.1111/j.13652699.2009.02144.x.
Eddy A. 1988. A Handbook of Malessian Mosses. Vol.1. Spaghnales to
Dicranales. London (GB): Natural History Museum Publication.
_______. 1990. A Handbook of Malessian Mosses. Vol.2. Leucobryaceae to
Buxbaumiaceae. London (GB): Natural History Museum Publication.
_______. 1996. A Handbook of Malessian Mosses. E Vol.3. Splachnobryaceae to
Leptostoma–taceae. London (GB): Natural History Museum Publication.
Frego KA. 2007. Bryophytes as potential indicators of forest integrity. Forest
Ecol Manag 242:65–75.doi:10.1016/j.foreco.2007.01.030.
Geist HJ, Lambin EF. 2002. Proximate causes and underlying driving forces of
tropical deforestation. Bioscience 52:143–150.
Gering JC, Crist TO, Veech JA. 2003. Additive partitioning of species diversity
across multiple spatial scales: implications for regional conservation of
biodiversity. Conservation Biology 17 (2):488-499.
Glime JM. 2007. Bryophyte Ecology. Volume ke–1. Physiologycal Ecology.
Ebook sponsored by Michigan Technological University and the International
Association of Bryologists. http://www.bryoecol.mtu.edu [November 2012]
Gradstein SR. 1992. Threatened bryophytes of the neotropical rainforest: a status
report. Tropical Bryology 6:83–93.
Gradstein SR. 2011. Guide to The Liverworts and Hornworts of Java. Bogor (ID):
SEAMEO BIOTROP.
Király I, Ódor P. 2010. The effect of stand structure and tree species composition
on epiphytic bryophytes in mixed deciduous–coniferous forests of Wester
Hungary. J Biocon. 143:2063–2069.
Mežaka A, Brūmelis G, Piterāns A. 2008. The distribution of epiphytic bryophyte
and lichen species in relation to phorophyte characters in Latvian natural old–
growth broad leaved forests. Folia Cryptog. Estonica, Fasc. 44:89–99.
Mizutani M. 1961. A revision of Japanese Lejeuneaceae. J Hattori Bot Lab.
24:180–281.
Mueller–Dumbois D, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation
Ecology. New York (US): John Wiley & Sons.
Priyadarshini R, Hairiah K, Suprayogo D, Baon JB. 2011. Keragaman pohon
penaung pada kopi berbasis agroforestri dan pengaruhnya terhadap layanan
ekosistem. Berk.Penel.Hayati Edisi Khusus 7F: 81-85
Putrika A. 2012. Komunitas Lumut Epifit di Kampus Universitas Indonesia
Depok [tesis]. Depok (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
So ML. 1995. Mosses and Liverworts of Hong Kong. Hong Kong (HK): Heavenly
People Depot.
Sporn SG, Bos MM, Kessler M, Gradstein SR. 2010. Vertical distribution of
epiphytic bryophytes in an Indonesian rainforest. Biodivers Conserv. 19:745–
760.
Vanderpoorten A, Engels P. 2002. The effects of environmental variation on
bryophytes at regional scale. Ecography 25:513–522.

13
VanDunné HJF, Wolf JHD. 2001. Development of epiphytic bryophyte and lichen
vegetation on plantation coffee trees [disertasi]. Amsterdam (NL): Faculteit der
Natuurwetenschappen, Universiteit van Amsterdam.
Verbist B, Putra AED, Budidarsono S. 2005. Factors driving land use change:
effects on watershed functions in a coffee agroforestry system in Lampung,
Sumatra. J. Agsy 85:254–270.
Wibowo Y. 2009. Evaluasi kesesuaian lahan untuk perkebunan tanaman teh
Kecamatan Bandar Kabupaten Batang [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Zhu RL, So ML. 2001. Epiphyllous Liverworts of China. Berlin: J. Cramer.

14
Lampiran 1 Data struktur vegetasi tanaman kopi tiap plot di perkebunan kopi

Plot A
Tanaman
Kopi

Tinggi (m)

1
2

Diameter Tajuk (m)
Terbesar

Terkecil

Keliling
Batang (cm)

Diameter Batang
(cm)

1.75

3.00

2.20

10.00

3.18

2.50

4.00

2.10

19.00

6.05

3

2.80

1.50

1.00

12.00

3.82

4

2.00

3.00

1.50

12.00

3.82

5

2.50

3.00

2.00

14.00

4.46

6

3.20

1.00

0.80

15.00

4.78

7

2.60

4.00

0.50

22.00

7.01

8

2.50

3.00

1.00

24.00

7.64

9

2.50

3.00

2.00

24.00

7.64

10

2.80

1.50

0.50

18.00

5.73

11

2.50

3.00

1.00

11.00

3.50

12

2.50

2.00

1.00

10.00

3.18

13

2.00

1.00

1.00

10.00

3.18

14

4.00

1.30

1.00

21.00

6.69

2.10
2.55
0.54

2.20
2.43
1.00

1.80
1.29
0.58

17.00
15.93
05.16

5.41
5.07
1.64

Diameter Batang
(cm)

15
Rata-rata
STDEV

Plot B
Diameter Tajuk (m)
Terbesar

Terkecil

Keliling
Batang (cm)

2.25

2.00

1.80

17.00

5.41

3.70

2.00

1.00

18.00

5.73

3

2.20

3.10

1.50

14.00

4.46

4

3.70

3.00

2.10

21.00

6.69

5

2.80

2.00

1.80

11.00

3.50

6

2.40

2.30

1.00

12.00

3.82

7

2.20

1.80

1.30

15.00

4.78

8

2.80

2.70

2.00

18.00

5.73

Tanaman Kopi

Tinggi (m)

1
2

9

3.00

3.10

2.20

20.00

6.37

10

2.50

2.00

0.90

11.00

3.50

11

3.10

3.00

1.50

18.00

5.73

12

2.60

2.80

2.10

14.00

4.46

13

2.80

2.50

1.70

14.00

4.46

14

2.50

2.90

1.90

18.00

5.73

15
Rata-rata
STDEV

2.50
2.74
0.48

2.80
2.53
0.47

2.20
1.67
0.45

19.00
16.00
03.23

6.05
5.10
1.03

15
Lampiran 1 (Lanjutan)
Plot C
Tanaman
Kopi

Tinggi (m)

1
2

Diameter Tajuk (m)

Keliling Batang (cm)

Diameter
Batang (cm)

Terbesar

Terkecil

2.50

2.70

0.80

11.00

3.50

2.70

1.20

0.50

12.00

3.82

3

2.80

1.80

1.60

13.00

4.14

4

2.50

0.80

0.60

11.00

3.50

5

3.00

1.00

0.70

17.00

5.41

6

3.10

2.20

1.30

22.00

7.01

7

2.80

2.70

1.80

18.00

5.73

8

2.70

2.40

1.70

21.00

6.69

9

2.30

3.50

0.60

11.00

3.50

10

2.30

1.20

0.30

24.00

7.64

11

2.60

0.60

0.45

17.00

5.41

12

2.40

1.50

1.00

16.00

5.10

13

2.10

0.90

0.70

12.00

3.82

14

2.50

1.40

0.90

18.00

5.73

2.50
2.59
0.27

2.00
1.73
0.84

1.20
0.94
0.48

15.00
15.87
4.24

4.78
5.05
1.304

15
Rata-rata
STDEV

Plot D
Tanaman
Kopi

Tinggi (m)

1

Diameter Tajuk (m)
Terbesar

Terkecil

Keliling
Batang (cm)

Diameter
Batang (cm)

1.40

5.00

4.50

24.00

7.64

2

2.20

4.40

3.00

12.00

3.82

3

2.70

4.50

3.00

15.00

4.78

4

2.50

3.50

2.20

20.00

6.37

5

2.00

4.20

1.00

11.00

3.50

6

2.70

3.00

2.00

15.00

4.78

7

2.90

4.00

3.00

18.00

5.73

8

2.70

1.80

1.00

20.00

6.37

9

2.80

2.50

2.50

19.00

6.05

10

2.60

4.50

2.00

11.00

3.50

11

2.80

2.80

2.00

22.00

7.01

12

2.20

3.20

1.00

10.00

3.18

13

2.50

3.70

2.00

19.00

6.05

14

2.80

0.90

0.60

11.00

3.50

15
Rata-rata
STDEV

2.80
2.51
0.40

3.00
3.40
1.12

2.00
2.12
1.01

22.00
16.60
4.73

7.01
5.29
1.51

16
Lampiran 1 (Lanjutan)
Plot E
Tanaman
Kopi

Tinggi (m)

1
2

Diameter Tajuk (m)
Terbesar

Terkecil

Keliling Batang
(cm)

3.50

6.00

2.00

21.00

6.69

4.00

2.80

2.00

24.00

7.64

3

4.00

8.00

1.10

24.00

7.64

4

5.50

3.50

3.00

26.00

8.28

5

4.00

3.00

1.00

21.00

6.69

6

3.00

2.00

1.00

15.00

4.78

7

3.00

2.00

2.00

11.00

3.50

8

2.80

2.00

4.00

13.00

4.14

Diameter Batang (cm)

9

5.00

3.20

2.80

26.00

8.28

10

5.00

6.00

3.00

24.00

7.64

11

5.50

6.00

3.20

25.00

7.96

12

3.20

3.00

2.00

14.00

4.46

13

4.50

3.00

2.00

17.00

5.41

14

3.20

1.50

1.00

12.00

3.82

15
Rata-rata
STDEV

3.00
3.95
0.95

2.00
3.60
1.95

1.50
2.11
0.92

19.00
19.47
5.40

6.05
6.20
1.71

17
Lampiran 2 Data struktur vegetasi pohon penaung tiap plot di perkebunan kopi
Plot A
Pohon

Nama Latin

Nama Lokal

1
Gliricidia sepium
2
Erythrina variegata
3
Erythrina variegata
4
Erythrina variegata
5
Parkia speciosa
Rata-rata
STDEV

Gamal
Dadap Laut
Dadap Laut
Dadap Laut
Petai

Diameter Tajuk (m)

Tinggi
(m)

Terbesar

Terkecil

16.95
19.92
32.29
23.56
21.37
22.82
05.81

3.00
4.00
6.00
7.00
5.00
5.00
1.58

2.00
2.00
2.00
3.00
3.00
2.40
0.54

Keliling
Batang
(cm)
34.00
64.00
59.00
60.00
65.00
56.40
12.78

Diameter
Batang
(cm)
10.83
20.38
18.79
19.11
20.70
17.96
04.07

Plot B
Pohon

Nama Latin

1
Archidendron jiringa
2
Gliricidia sepium
3
Gliricidia sepium
4
Gliricidia sepium
5
Archidendron jiringa
Rata-rata
STDEV

Diameter Tajuk (m)

Nama
Lokal

Tinggi
(m)

Terbesar

Terkecil

Jengkol
Gamal
Gamal
Gamal
Jengkol

08.34
09.57
11.13
10.67
09.05
09.75
01.15

3.60
2.50
2.10
2.70
3.50
2.88
0.65

2.40
1.60
1.70
1.20
3.20
2.02
0.79

Keliling
Batang
(cm)
66.00
32.00
32.00
28.00
68.00
45.20
19.98

Diameter
Batang
(cm)
21.02
10.19
10.19
08.92
21.66
14.39
06.36

Plot C
Pohon

Nama Latin

1
Theobroma cacao
2
Gnetum gnemon
3
Manilkara zapota
4
Gliricidia sepium
5
Gliricidia sepium
Rata-rata
STDEV

Nama Lokal
Kakao
Melinjo
Sawo manila
Gamal
Gamal

Diameter Tajuk (m)

Tinggi
(m)

Terbesar

Terkecil

1.20
12.65
11.50
10.00
14.00
09.87
05.07

3.10
3.50
5.00
2.00
2.50
3.22
1.15

0.60
3.10
4.70
1.50
2.00
2.38
1.58

Keliling
Batang
(cm)
20.00
77.00
91.00
32.00
30.00
50.00
31.76

Diameter
Batang
(cm)
06.37
24.52
28.98
10.19
09.55
15.92
10.11

Plot D
Pohon
1
2
3
4
5
Rata-rata
STDEV

Nama Latin
Gliricidia sepium
Archidendron jiringa
Gliricidia sepium
Parkia speciosa
Gliricidia sepium

Diameter Tajuk (m)

Nama
Lokal

Tinggi
(m)

Terbesar

Terkecil

Gamal
Jengkol
Gamal
Petai
Gamal

05.20
09.24
04.53
18.60
07.09
08.93
05.71

2.00
3.50
2.00
4.00
2.25
2.75
0.94

1.50
3.00
1.00
3.00
2.00
2.10
0.89

Keliling
Batang
(cm)
46.00
60.00
44.00
66.00
58.00
54.80
9.45

Diameter
Batang
(cm)
14.65
19.11
14.01
21.02
18.47
17.45
03.01

Plot E
Pohon

Nama Latin

1
Lansium domesticum
2
Cocos nucifera
3
Lansium domesticum
4
Archidendron jiringa
5
Archidendron jiringa
Rata-rata
STDEV

Diameter Tajuk (m)

Nama
Lokal

Tinggi
(m)

Terbesar

Terkecil

Duku
Kelapa
Duku
Jengkol
Jengkol

12.00
17.00
10.00
10.00
9.00
11.60
3.2094

7.00
7.50
6.50
3.50
3.00
5.50
2.0917

5.00
6.00
5.00
2.00
3.00
4.20
1.6432

Keliling
Batang
(cm)
68.00
65.00
70.00
62.00
58.00
64.60
4.7749

Diameter
Batang
(cm)
21.66
20.70
22.29
19.75
18.47
20.57
1.5207

18

Lampiran 3

Total penutupan dan frekuensi kehadiran lumut epifit pohon kopi di Plot A, B, C, D, dan E
Plot

No.

Nama jenis

Suku

A

B

C

D

E

Total
Penutupan
(cm2)

Frekuensi
(%)

Total
Penutupan
(cm2)

Frekuensi
(%)

Total
Penutupan
(cm2)

Frekuensi
(%)

Total
Penutupan
(cm2)

Frekuensi
(%)

Total
Penutupan
(cm2)

Frekuensi
(%)

-

-

-

-

014.10

13.34

-

-

Rata-rata
Penutupan
(cm2)

Rata-rata
Frekuensi

002.82

002.67

Lumut Sejati
1

Calymperes boulayi

Calymperaceae

-

-

2

Calymperes graffeanum*

Calymperaceae

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3

Calymperes tenerum

Calymperaceae

-

-

045.42

046.66

-

-

072.57

46.66

046.35

026.66

032.87

024.00

4

Entodon ramulosus

Entodontaceae

275.09

033.34

245.94

086.68

-

-

360.81

60.00

-

-

176.37

036.00

5

Isopterigyum bancamum

Hypnaceae

-

-

011.15

006.66

-

-

-

-

-

-

002.23

001.33

6

Meiotechium microcarpum

Sematophyllaceae

-

-

-

-

002.32

006.66

-

-

-

-

004.6.3

001.33

001.25

006.67

-

-

-

-

-

-

000.24

001.33

Lumut Hati
7

Aphanolejeunea sp.

Lejeuneaceae

-

-

8

Cololejeunea sp.

Lejeuneaceae

000.92

006.66

-

-

-

-

-

-

016.03

013.34

003.39

004.00

9

Frullania ericoides

Frullaniaceae

198.19

053.34

333.55

133.34

184.56

066.66

122.44

46.66

-

-

167.75

060.00

10

Frullania sp1

Frullaniaceae

-

-

014.71

006.66

006.13

006.66

094.91

40.00

-

-

023.15

010.66

11

Frullania sp2

Frullaniaceae

000.92

006.66

-

-

017.07

013.34

026.88

13.33

-

-

008.97

006.67

12

Frullania sp3

Frullaniaceae

028.74

033.34

008.82

013.34

120.51

073.32

006.34

13.34

-

-

032.88

026.67

13

Frullania sp4

Frullaniaceae

154.88

153.34

114.82

106.66

206.02

086.66

013.22

20.00

002.52

006.66

098.29

074.66

14

Lejeunea anisophylla

Lejeuneaceae

010.29

013.34

-

-

005.33

006.66

-

-

305.09

080.00

064.14

020.00

15

Lejeunea sp1

Lejeuneaceae

-

-

-

-

009.15

006.66

-

-

-

-

001.83

001.33

16

Lejeunea sp2

Lejeuneaceae

003.51

007.34

-

-

-

-

-

-

068.76

020.00

014.45

005.47

17

Lejeunea sp3

Lejeuneaceae

-

-

-

-

-

-

010.31

06.67

-

-

002.06

001.33

18

Morfospesies 1

Lejeuneaceae

031.40

046.66

010.81

026.66

070.30

093.32

017.28

13.32

003.54

006.66

026.66

037.32

672.54

307.36

775.65

406.67

551.07

266.62

721.58

0260

438.74

146.66

631.92

277.46

Total
Ket: * ditemukan pada pohon penaung

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 Oktober 1989
dari pasangan Edhi Hanafiah Wahid dan Berwina Dharma.
Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pejaten Timur 17
Pagi tahun 2001 kemudian melanjutkan pendidikannya di
SMPN 163 Jakarta pada tahun yang sama. Pada tahun 2004
penulis masuk SMAN 55 Jakarta dan lulus pada tahun 2007.
Tahun 2008 penulis mengikuti Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan berhasil lulus
masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih mayor Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai bidang yang ditekuni selama
menempuh perkuliahan.
Penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum mata kuliah
Biologi Dasar pada tahun ajaran 2010/2011, Biologi Alga dan Lumut pada tahun
2012, Anatomi dan Morfologi Tumbuhan serta Sistematika Tumbuhan
Berpembuluh pada tahun ajaran 2012/2013. Pada tahun 2010 penulis melakukan
kegiatan Studi Lapangan dengan judul Inventarisasi Lumut Epifit di Taman
Wisata Alam dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat dibimbing
oleh Dra Hilda Akmal, MSi. Tahun 2011 penulis melakukan kegiatan Praktik
Lapangan di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian
(PVTPP), Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta dengan judul Sistem
Pengujian BUSS di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan
Pertanian Jakarta dibawah bimbingan Dr Ir Yulin Lestari. Pada tahun tersebut
penulis juga mengikuti Seminar dan Pelatihan Nasional Pemeriksa PVT di tempat
yang sama. Pada tahun 2013 penulis pernah mengikuti seminar umum mengenai
Taksonomi Tumbuhan yang berjudul Why You Need to Know About Botanical
Nomenclature in Taxonomy and Related Plant Species di SEAMEO BIOTROP,
Bogor.