Performa Pertumbuhan Domba Lokal yang Diberi Pakan dengan Level Ampas Kurma Berbeda
ABSTRACT
Performance of Local Sheep, Fed with different Level of
Palm Date by-Product
Nur‟adhadinia, M. Yamin and W. R. Farida
By-product of palm date can be used as animal feed that can minimize the use of
concentrate. This study aims to determine the performance of local sheep that fed
with by-product of palm date. Eighteen local male sheep under one year old with
average body weight of 17.7±1.7 kg were used in this study, The data were analyzed
by using completely randomized design with three levels of treatment and six
replications. The treatments were: P1 (50% by-product of palm date; 40%
concentrate; 10% forage); P2 (60% by-product of palm date; 30% concentrate; 10%
forage); and P3 (70% by-product of palm date; 20% concentrate; 10% forage). The
variables measured were Average Daily Gain (ADG), feed consumption, feed
conversion and Income Over Feed Cost (IOFC). The results show that there were no
significant effects on ADG, protein consumption, feed conversion and IOFC in all
treatments, but there were significant influence on feed consumption in dry matter,
ash, crude fat, crude fiber, nitrogen free extract and total digestible nutrient. It is
concluded that by-product of palm date can be used as animal feed to minimize
concentrate usage.
Keywords: performance, local sheep, palm date by-product
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia
merupakan
daerah
tropis
yang
memiliki
potensi
untuk
pengembangan ternak domba. Domba merupakan ternak yang mudah dipelihara dan
bernilai ekonomi tinggi. Permintaan pasar terus meningkat terhadap daging domba
untuk konsumsi masyarakat selain untuk memenuhi kebutuhan pada saat Idul Adha,
daging domba juga dipasok untuk aqiqah, restoran sampai dengan warung sate kaki
lima. Populasi domba di Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2008 mencapai
9.606.000 ekor dan meningkat di tahun 2009 mencapai 10.199.000 ekor. Jawa Barat
merupakan provinsi yang berpotensi sebagai tempat pengembangan peternakan
domba, hal ini didukung oleh populasi domba pada tahun 2008 mencapai 5.311.836
ekor yang merupakan provinsi dengan populasi domba tertinggi di Indonesia.
Produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2009 sebesar 34.440 ton/tahun
(Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut,
perlu dilakukan suatu usaha ternak domba. Salah satu jenis usaha ternak domba
adalah penggemukan, disamping budidaya dan pembibitan. Ternak domba yang
cocok digemukkan di daerah tropis salah satunya adalah domba lokal. Domba lokal
merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang baik pada iklim
tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif
kecil, lambat dewasa, warna bulu tidak seragam dan hasil karkas relatif sedikit
(Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Pemeliharaan domba di Indonesia masih banyak yang tradisional, sehingga
performa domba kurang optimal. Hal ini mendorong peternak domba untuk
memeliharanya secara intensif agar menghasilkan domba dengan performa yang
optimal. Pada program penggemukan domba secara intensif diperlukan pakan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Domba merupakan ternak ruminansia yang
membutuhkan hijauan sebagai pakan utamanya. Namun ketersediaan pakan hijauan
semakin sulit terutama pada musim kemarau mengakibatkan ketersediaan yang
berfluktuasi. Harga pakan komersial (konsentrat) yang mahal menyebabkan biaya
produksi ternak domba menjadi tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya pakan yang
dapat
meminimalkan
penggunaan
konsentrat
pada
pemeliharaan
domba
penggemukan. Pakan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak
1
tanpa perlu bersaing dengan kebutuhan manusia serta memiliki kontinuitas dan harga
yang terjangkau.
Kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center (CSC)
– LIPI telah memanfaatkan salah satu bahan yang dapat mengurangi penggunaan
konsentrat. Bahan tersebut adalah ampas kurma yang merupakan limbah dari proses
pembuatan sari kurma. Semakin banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi sari
kurma sebagai obat segala macam penyakit, mendorong berkembangnya industri
pembuatan sari kurma. Hal ini mendukung ketersediaan bahan berupa ampas kurma
yang memiliki kandungan nutrien yaitu protein 8,01%, serat kasar 20,70%, dan
energi 4672,49 kal/g (Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI,
2010). Substitusi ampas kurma dalam pakan dianggap dapat meningkatkan performa
domba lokal, namun hal ini belum dibuktikan dengan penelitian. Ampas kurma
dengan kandungan energi yang tinggi diharapkan dapat mengurangi penggunan
konsentrat, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian
ampas kurma dengan level berbeda sebagai pakan penggemukan terhadap performa
domba agar tercapai efisiensi produksi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari performa domba lokal yang
digemukkan dengan pakan yang mengandung ampas kurma pada level berbeda dan
menghitung nilai income over feed cost dari percobaan yang dilakukan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Lokal
Klasifikasi ternak domba menurut Ensminger (2002), yaitu:
Kingdom
: Animalia
Fillum
: Chordata (hewan bertulang belakang)
Kelas
: Mamalia (hewan menyusui)
Ordo
: Artiodactyla (hewan berkuku genap)
Famili
: Bovidae (hewan memamah biak)
Genus
: Ovis
Spesies
: Ovis aries
Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya
merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang
memiliki tingkat daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang
tahun. Sumoprastowo (1987), mengatakan bahwa domba lokal mempunyai
perdagingan yang sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri.
Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, lambat dewasa, hasil karkas
relatif sedikit, warna bulu tidak seragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna
polos putih dan hitam (Sudarmono dan Sugeng, 2008; Tiesnamurti, 1992). Bobot
badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan
persentase karkas 44-49%. (Tiesnamurti, 1992). Ekor domba lokal umumnya pendek,
bentuk tipis dan tidak menimbulkan timbunan lemak.
Indonesia memiliki dua tipe domba yang paling menonjol yaitu domba ekor
tipis (DET) dan domba ekor gemuk (DEG). Asal-usul domba ini tidak diketahui
secara pasti, namun diduga DET berasal dari India dan DEG berasal dari Asia Barat
(Williamson dan Payne, 1993). Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia
yang dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo, 1987).
Penyebaran domba ekor tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Penggemukan Domba
Penggemukan saat ini telah banyak dilakukan oleh peternak maupun
pedagang dengan prinsip memberikan perlakuan selama pertumbuhan untuk
memperoleh nilai tambah yang lebih besar dalam bentuk pertambahan bobot badan.
3
Istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak,
dan istilah tersebut dewasa ini tidak sesuai lagi karena sistem produksi dan selera
konsumen yang berubah. Hewan yang dipotong semakin muda, sehingga dagingnya
semakin empuk. Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas
karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya saja. Bila ternak yang digunakan
belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah membesarkan sambil
menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas (Parakkasi, 1999).
Sistem pemeliharaan yang dilakukan dalam penggemukan dewasa ini yaitu
secara intensif. Sistem pemeliharaan secara intensif merupakan pemeliharaan ternak
dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa ke ternak (Parakkasi, 1999).
Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot badan
harian karena pemberian pakan yang cukup sesuai dengan kebutuhan domba.
Menurut Mathius (1998), pemeliharaan secara intensif dengan cara ternak domba
dikandangkan penuh, sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan
penuh untuk produksi daging.
Pertumbuhan Domba
Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua
jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan
murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat
mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak
atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).
Domba mengalami proses pertumbuhan yang pada awalnya berlangsung
lambat kemudian semakin lama meningkat lebih cepat sampai domba berumur 4-3
bulan. Namun, pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lambat pada saat domba
mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pertumbuhan
umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot
dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada
umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram/ekor/hari. Faktorfaktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat pakan,
genetik, jenis kelamin, kesehatan, dan manajemen (Gatenby, 1991). Pertumbuhan
4
kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhinya antara lain keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan lebih
membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor
lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata
laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa. Maynard
dan Loosli (1979), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung dari
spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan.
Kebutuhan Nutrien Domba
Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang
meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrien setiap ternak bervariasi antar
jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan, dan aktivitas fisik
ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrien ternak dapat dikelompokkan menjadi
komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan
tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak.
Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dan berbagai
bentuk kegiatan. Anggorodi (1990) menyatakan bahwa energi adalah salah satu
komponen yang penting dalam pakan untuk pertumbuhan. Energi ini akan digunakan
untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru. Domba
membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk
produksi. Kebutuhan hidup pokok menurut Siregar (1996) adalah kebutuhan zat-zat
nutrisi untuk memenuhi proses hidup saja seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya
suatu kegiatan dan produksi. Sedangkan kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat
nutrisi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja.
Jumlah energi yang tersedia tersebut tergantung pada konsumsi pakan dan
banyaknya jumlah yang hilang selama pencernaan dan metabolisme. Jika konsumsi
energi lebih rendah dari kebutuhan untuk hidup pokok, domba akan mengalami
penurunan bobot tubuh karena penggunaan jaringan tubuh untuk mempertahankan
hidup. Sedangkan konsumsi yang berlebihan akan mengarah pada produksi lemak
tubuh yang lebih tinggi (Haryanto, 1992). Penentuan kriteria yang umum adalah
5
dalam bentuk energi bruto (GE), energi dapat dicerna (DE), energi metabolis (ME),
energi netto (NE) dan jumlah zat-zat yang dapat dicerna (TDN) (Anggorodi, 1990).
Tidak semua energi dikeluarkan melalui feses, urin dan gas metan. Menurut NRC
(1985), kebutuhan energi pada ternak domba dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh,
jenis kelamin, pertumbuhan, kelembaban dan cuaca juga berpengaruh terhadap
kebutuhan energi.
Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah
dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan. Zat-zat makanan organik yang
dapat dicerna adalah protein, lemak, serat kasar dan BeTN. TDN dinyatakan dengan
bagian dari bahan makanan yang dimakan yang tidak dieksresikan dalam feses.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna perlu diketahui guna mempertinggi
efisiensi pakan. Faktor-faktor tersebut adalah suhu lingkungan, laju perjalanan
melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan
pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lain (Anggorodi, 1990).
TDN dapat diperkirakan dengan rumus persamaan-persamaan regresi
(Hartadi et al., 1993). Bahan makanan dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas yaitu
untuk domba terdapat lima kelas. Kelas tersebut adalah (1) Hijauan kering dan
jerami; (2) Pasture, tanaman padangan, hijauan diberikan segar; (3) Silase; (4)
Sumber energi; dan (5) Sumber Protein.
Protein
Protein adalah senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino dan
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur. Protein
berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk
jaringan-jaringan baru yang terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan
bakar jika kebutuhan energi tubuh terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Haryanto,
1992). Protein merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terusmenerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (NRC, 1985).
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebut protein kasar. Sebagian besar
protein kasar yang diperlukan domba dapat dipenuhi dalam bentuk protein yang
sebenarnya. Protein yang diberikan domba dihitung berdasarkan kandungan protein
kasar dalam pakan dan kebutuhan domba tersebut. Sebagai pedoman kasar, jumlah
protein kasar minimum yang diperlukan domba untuk hidup pokok sebesar 8% dari
6
bahan kering. Domba yang sedang tumbuh atau laktasi memerlukan protein kasar
sejumlah 11% dari bahan kering (Gatenby, 1991).
Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi
protein. Berdasarkan NRC (1985) pada saat pertumbuhan, seekor ternak
membutuhkan kadar protein yang tinggi pada ransumnya yang akan digunakan untuk
proses pembentukan jaringan tubuh. Ternak muda memerlukan protein yang lebih
tinggi dibandingkan ternak dewasa untuk pertumbuhannya.
Ampas Kurma
Kurma memiliki nama latin Phoenix dactylifera L., yang berasal dari kata
“phoenix”, yang berarti kurma, dan “dactylifera” dari bahasa Yunani “daktulos”
berarti jari (Linne, 2002). Dransfield dan Uhl (2002) mengklasifikasikan kurma,
yaitu:
Group
: Spadiciflora
Order
: Palmea
Family
: Palmaceae
Sub-family
: Coryphyoidae
Tribe
: Phoeniceae
Genus
: Phoenix
Species
: Dactylifera L.
Kurma merupakan suatu sumber makanan yang baik dengan nilai gizi tinggi.
Dibandingkan dengan makanan dan buah-buahan lain seperti buah aprikot: 520
kalori/kg; pisang: 970 kalori/kg; jeruk: 480 kalori/kg; nasi: 1.800 kalori/kg; roti
gandum: 2.295 kalori/kg; daging (tanpa lemak): 2.245 kalori/kg, kurma mengandung
lebih dari 3.000 kalori/kg. Karbohidrat yang terkandung dalam kurma sebesar 70%,
karbohidrat tersebut terutama gula yaitu glukosa dan fruktosa. Daging buah kurma
mengandung 60-65% gula, sekitar 2,5% serat, 2% protein dan kurang dari 2% terdiri
dari lemak, mineral, dan unsur pectin (Zaid dan de Wet, 2002).
Buah kurma juga merupakan sumber zat besi, potassium dan kalsium, dengan
sodium dan lemak yang sangat rendah. Sebagai tambahan, mengandung sejumlah
khlor, fosfor, tembaga, magnesium, belerang dan silicon juga ditemukan di dalam
buah kurma. Selain itu, kurma juga mengandung vitamin A: 484 IU; vitamin B1:
7
0,77 IU; vitamin B2: 0,84 IU; dan vitamin B7: 18,9 IU. Sedangkan kandungan
protein sekitar 1,7% berat basah daging buah (Zaid dan de Wet, 2002).
Varietas kurma diklasifkasikan menjadi tiga macam yaitu dry (kering), semidry (semi kering) dan soft (lunak). Kurma varietas dry mengandung gula dengan
proporsi yang tinggi dan oleh karena itu mudah diawetkan secara alami, macamnya
yaitu Sakkoti, Gondaila, Gargooda, Bartamooda,dan Dagana. Kurma varietas semidry mirip dengan kurma kering, namun lebih lembut dibandingkan kurma kering dan
dapat dimakan dengan mudah, macamnya yaitu ‟Amri, „Aglani, Gassasi, Saifani, dan
Sakha. Kurma varietas soft secara komparatif mengandung proporsi gula yang sedikit
dan tidak mudah kering secara natural, macamnya yaitu Bint „Aisha, Hayâni,
Samâni, Zaghlool, Amhât, Sîwi, „Arâbi dan lain-lain (Brown, 1924).
Kurma dapat dijadikan berbagai produk seperti sirup kurma, sari kurma,
cereal, cookies, cake, roti dan sebagainya. Kurma yang diproduksi sebagai sirup
kurma dan sari kurma menghasilkan limbah (by-product) berupa ampas kurma. Jenis
kurma yang digunakan yaitu kurma red siyer atau sair berasal dari Iran yang
merupakan varietas semi-dry dengan kandungan air dibawah 16% dan gula 70%.
Umumnya dipanen pada bulan Oktober dan memiliki warna dark brown (Sahravi,
2011).
Penelitian terhadap ampas kurma sebagai pakan domba masih belum
dilakukan, namun di Kesultanan Oman terdapat penelitian pemberian by-product
kurma yaitu biji kurma, daun pohon kurma, dan by-product dari industri seperti date
fiber dan sirup sebagai pengganti konsentrat komersial untuk domba Omani
(Mahgoub et al., 2005). Al-Masri (2005) dalam penelitiannya menyebutkan
kandungan energi, protein kasar, dan serat kasar dalam biji kurma berturut-turut yaitu
9,4 MJ/kg DM; 57 g/kg DM; dan 116 g/kg DM.
8
Proses produksi ampas kurma pada pabrik sari kurma CV. Amalia Mulia
Sejahtera (Al-Jazira) Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.
Kurma
Disortir
Ditolak
Blending + Air Panas
Disarin
Biji Kurma
Bubur Kurma
Dipress
Sari Kurma
Ampas
Ampas Kurma
Kurma
Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Ampas Kurma
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat
nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertambahan bobot badan
merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan
makanan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada
ternak merupakan hasil dari zat-zat makanan yang dikonsumsi. Dari data
pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu zat makanan dari suatu ternak
(Church dan Pond, 1988).
Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan (Tillman et al., 1998). Church dan Pond (1988) menambahkan proses
penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak
yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang
9
menjadi kecil. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti
dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.
Konsumsi Pakan
Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok
dan produksi. Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah makanan yang
terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum.
Konsumsi diperhitungkan dengan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak,
dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi hewan tersebut. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi adalah jenis kelamin, bobot badan,
keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak dan lingkungan (Parakkasi,
1999; Tillman et al., 1998). Konsumsi pakan menurut Nasution (2009) dapat
ditentukan oleh komposisi dan bentuk ransum yang mempengaruhi laju pergerakan
digesta. Church dan Pond (1988) menambahkan konsumsi pakan juga dipengaruhi
oleh palatabilitas yang tergantung pada penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa dan
tekstur pakan.
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
mendapatkan kenaikan satu-satuan bobot hidup (Church, 1991). Konversi pakan
dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi produksi karena erat kaitan dengan
biaya produksi, semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan
pakan makin tinggi. Wahju (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum
tentu mendatangkan keuntungan yang maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik
disertai biaya ransum yang minimal akan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Konversi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu
lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit
(Parakkasi, 1999). Konversi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang
dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, mesin dan suhu dalam kandang.
Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, maka akan diikuti dengan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakannya
(Pond et al., 1995).
10
Income Over Feed Cost (IOFC)
Tujuan akhir dari pemeliharaan ternak adalah untuk memperoleh keuntungan
secara ekonomis. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran. Income Over Feed Cost (IOFC) adalah salah satu cara dalam
menentukan indikator keuntungan. IOFC ini biasa digunakan untuk mengukur
performa pada program pemberian pakan. Analisis pendapatan dengan cara ini
didasarkan pada harga beli bakalan, harga jual domba dan biaya pakan selama
pemeliharaan. Adkinson et al. (1993) menghitung IOFC dari selisih antara nilai susu
yang dihasilkan dengan biaya pakan. Kasim (2002) menambahkan bahwa IOFC
dapat dihitung dengan pendekatan penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan
ternak dengan biaya ransum yang dikeluarkan selama penelitian. Faktor yang
berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan bobot badan
selama penggemukan, konsumsi pakan dan harga pakan. Pertumbuhan yang baik
belum tentu menjamin keuntungan maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik dan
diikuti dengan konversi pakan yang baik pula serta biaya pakan yang minimal akan
mendapatkan keuntungan yang maksimal pula.
11
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System,
Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma
dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong. Analisis
zat-zat makanan rumput lapang dan konsentrat dilakukan di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian dilaksanakan selama tiga
bulan (termasuk masa adaptasi 1 bulan), yaitu sejak tanggal 23 Januari hingga 16
April 2011.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah domba jantan lokal yang
terdapat di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center –
LIPI. Ternak domba yang digunakan berjumlah 18 ekor domba jantan berumur
kurang dari satu tahun (I0) dengan rataan bobot badan 17,7±1,7 kg. Salah satu domba
yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
12
Pakan
Pakan yang diberikan adalah ampas kurma yang berasal dari industri sari
kurma Al-Jazira dan konsentrat (Gambar 3) serta hijauan berupa rumput lapang yang
diperoleh dari kebun sekitar kandang. Kandungan nutrien dari pakan yang digunakan
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrien Pakan yang digunakan Selama Penelitian (100%
Bahan Kering)
Jenis Sampel
BK
Abu
PK
LK
SK
BeTN TDN***
------------------------------ % -----------------------------
GE
(kal/g)
Ampas Kurma*
28,71
3,18
8,01
1,33
20,70 66,78
76,53a
4672,49
Konsentrat**
78,32
17,43 16,06
5,67
20,91 39,93
65,33a
4309,24
R. Lapang**
21,08
10,53 7,97
1,80
39,52 40,18
53,15b
4032,26
Sumber : *
Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong Science Center. 2010.
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2010.
***
Berdasarkan Rumus Hartadi et al. (1993)
a
%TDN=22,822 - 1,44 (SK) - 2,875 (LK) + 0,655 (BeTN) + 0,863 (PK) + 0,02 (SK)2 0,078 (LK)2 + 0,018 (SK) (LK) + 0,045 (LK) (BeTN) - 0,085 (LK) (PK) + 0,02
(LK)2 (PK)
b
%TDN=26,865 + 1,334 (SK) + 6,598 (LK) + 1,423 (BeTN) + 0,967 (PK) – 0,002 (SK)2
– 0,67 (LK)2 – 0,024 (SK) (BeTN) – 0,055 (LK) (BeTN) – 0,146 (LK) (PK) –
0,039 (LK)2 (PK)
Keterangan : BK=Bahan Kering; PK=Protein Kasar; SK=Serat Kasar; LK=Lemak Kasar;
BeTN=Bahan ekstrak tanpa Nitrogen; TDN=Total Digestible Nutrient; GE=Gross
Energy
**
(a)
(b)
Gambar 3. Pakan (a) Konsentrat dan (b) Ampas Kurma
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
13
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran panjang
100 cm, lebar 40 cm dan tinggi 95 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan
minum. Peralatan yang digunakan antara lain tempat pakan untuk ampas kurma,
konsentrat dan rumput lapang serta tempat air minum. Timbangan pegas dengan
kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot badan domba. Timbangan duduk dengan
kapasitas 10 kg untuk menimbang ampas kurma, konsentrat, dan rumput lapang.
Alat-alat kebersihan yang digunakan yaitu sapu lidi dan sikat. Alat-alat pelengkap
yaitu label identitas domba berupa kalung nomor, alat tulis, gunting, serta obatobatan (Gambar 4).
(a)
(b)
(d)
Gambar 4.
(c)
(e)
Peralatan (a) Timbangan Pakan, (b) Timbangan Bobot Badan, (c)
Obat Cacing, (d) Tempat Pakan, dan (e) Kandang individu yang
digunakan dalam penelitian
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
14
Prosedur
Persiapan
Ternak yang dipilih adalah bakalan yang sehat dan normal (tidak cacat).
Peralatan dan kandang dipersiapkan seminggu sebelum penelitian. Domba jantan
lokal yang digunakan sebanyak 18 ekor berumur kurang dari satu tahun (I0) yang
diperoleh dari pasar ternak Kebon Pedes, Bogor. Domba tersebut dimasukkan ke
dalam kandang individu secara acak. Adaptasi pakan dilakukan sebelum pelaksanaan
penelitian selama 4 minggu untuk membiasakan domba dengan pakan yang baru
yaitu ampas kurma. Domba diberi perawatan intensif antara lain pencukuran bulu,
dimandikan dan pemberian obat cacing. Penimbangan dilakukan akhir periode
adaptasi dan digunakan sebagai data awal penelitian.
Perawatan, Pemeliharaan dan Pelaksanaan
Pemberian pakan berdasarkan perlakuan yaitu level ampas kurma yang
berbeda. Pemeliharaan dilakukan secara intensif dengan pemberian pakan berupa
ampas kurma + konsentrat dilakukan pada pagi hari (06.30-07.30 WIB) dan siang
hari (12.30-13.30 WIB). Rumput lapang diberikan pada sore hari pukul 17.00-18.00
WIB. Sisa pakan ditimbang keesokan harinya. Pakan yang diberikan berdasarkan
kebutuhan total bahan kering yaitu 4% dari bobot badan (NRC, 1985).
Penggemukan domba dalam penelitian dilakukan selama dua bulan (tidak
termasuk masa adaptasi). Penimbangan bobot badan dilakukan satu minggu sekali
pada hari minggu (Gambar 5).
Gambar 5. Penimbangan Domba
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
15
Rancangan
Perlakuan
Domba dibagi ke dalam tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan ransum
terdiri dari:
P1
: Ampas kurma 50% BK, konsentrat 40% BK, dan rumput lapang 10% BK
P2
: Ampas kurma 60% BK, konsentrat 30% BK, dan rumput lapang 10% BK
P3
: Ampas kurma 70% BK, konsentrat 20% BK, dan rumput lapang 10% BK
Komposisi nutrien pakan untuk setiap perlakuan berdasarkan hasil
perhitungan awal dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Perhitungan
(100% Bahan Kering)
Nutrien
P1
P2
P3
BK
47,79
42,83
37,87
Abu
9,61
8,19
6,76
PK
11,22
10,42
9,61
LK
3,11
2,68
2,25
SK
22,67
22,65
22,63
BeTN
53,38
56,06
58,75
TDN
69,63
70,75
71,87
Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar,
BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.
P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%
P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10%
P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari
enam ulangan. Model rancangan yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2002) adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Pi + €ij
Keterangan :
Yij = Variabel respon akibat pengaruh level ampas kurma ke-i pada ulangan ke-j
µ
= Nilai rataan umum performa domba
16
Pi = Pengaruh level ampas kurma ke-i (i = 1, 2, 3)
€ij = Pengaruh galat percobaan
i
= Pelakuan (1, 2, 3)
j
= Ulangan (1, 2, 3, 4, 5, 6)
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of variance/
ANOVA) dan apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji Tukey.
Peubah yang Diamati
1.
Konsumsi pakan
Konsumsi pakan merupakan sejumlah pakan hijauan maupun konsentrat yang
dikonsumsi oleh domba. Konsumsi pakan dibagi kedalam konsumsi bahan segar dan
konsumsi nutrien.
a. Perhitungan konsumsi bahan segar yaitu dengan menggunakan cara
pengurangan berat awal pakan dikurangi berat sisa pakan (g/ekor/hari), sebagai
berikut:
Konsumsi bahan segar (g/ekor/hari) = Pakan yang diberikan – Sisa pakan
b. Konsumsi nutrien merupakan zat makanan yang dikonsumsi ternak yaitu
Bahan Kering (BK), Abu, Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serat Kasar (SK),
Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen (BeTN) dan Total Digestible Nutrient (TDN).
Perhitungan untuk setiap tingkat konsumsi pakan adalah sebagai berikut :
KBK
= Konsumsi bahan segar (g) x kadar bahan kering dalam pakan
KAbu
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar abu dalam pakan
KPK
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar protein kasar dalam pakan
KLK
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar lemak kasar dalam pakan
KSK
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar serat kasar dalam pakan
KBeTN = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar BeTN dalam pakan
KTDN
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar TDN dalam pakan
Keterangan : KBK
: Konsumsi Bahan Kering (g)
KAbu
: Konsumsi Abu (g)
KPK
: Konsumsi Protein Kasar (g)
17
KLK
: Konsumsi Lemak Kasar (g)
KSK
: Konsumsi Serat Kasar (g)
KBeTN : Konsumsi Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen (g)
KTDN
2.
: Konsumsi Total Digestible Nutrient (g)
Konsumsi Nutrien (%)
Perhitungan konsumsi nutrien (%) yaitu dengan cara membagi konsumsi
nutrien dengan konsumsi bahan kering sebagai berikut:
3.
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Pengukuran PBBH dilakukan dengan mengurangi bobot akhir dengan bobot
awal domba pada waktu tertentu. Penimbangan Bobot Badan dilakukan satu minggu
sekali selama delapan minggu. Adapun PBB harian (PBBH) domba diukur
berdasarkan rumus :
4.
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
mendapatkan bobot badan tertentu dan dalam waktu tertentu. Konversi pakan yaitu
jumlah pakan yang dikonsumsi tiap harinya terhadap pertambahan bobot badan
hariannya.
5.
Income Over Feed Cost (IOFC)
⁄
⁄
⁄
⁄
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah pendapatan yang didapat setelah
dikurangi biaya pakan selama penggemukan.
IOFC (Rp) = Harga Jual – (Harga Beli + biaya pakan selama penggemukan)
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Tempat Penelitian
Kandang Integrated Farming System Cibinong Science Center – LIPI berada
di atas lahan seluas 2000 m2 dan dikelilingi oleh sawah dan perkebunan seperti cabai,
pepaya, timun dan sebagainya. Luas kandang domba yaitu 120 m2 terdiri atas
kandang individu 100 cm x 40 cm x 95 cm untuk penggemukan domba jantan dan
terdapat kandang koloni domba betina. Kandang individu untuk ternak dengan bobot
badan 10-30 kg terdapat empat blok dengan kapasitas tampung 14 ekor per blok,
Kandang domba yang digunakan merupakan kandang panggung berlantai bambu dan
beratap genteng.
Keadaan cuaca pada saat penelitian sangat berfluktuasi, hujan sering terjadi
pada awal penelitian yaitu bulan Januari 2011, curah hujan menurun pada bulan
Februari dan Maret 2011. Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang selama
penelitian pada pagi, siang dan sore hari dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan
Waktu (WIB)
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
06.00
25,08
90,23
12.00
31,22
68,78
18.00
27,08
85,42
Suhu selama penelitian berada diatas suhu optimal domba. Menurut Yousef
(1982) suhu optimal domba yang hidup di daerah tropis berkisar antara 4-24°C
dengan kelembaban di bawah 75%. Suhu yang tinggi selama penelitian dapat
mengakibatkan menurunnya konsumsi pakan pada domba. Anggorodi (1990)
mengemukakan bahwa iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu
makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak.
Kondisi Pakan
Pakan yang digunakan pada saat penelitian adalah konsentrat komersial,
ampas kurma dan rumput lapang. Rumput lapang diperoleh dari kebun sekitar
kandang dengan kualitas yang kurang baik dan ketersediaan yang terbatas.
19
Konsentrat komersial yang digunakan mengandung protein kasar kurang dari 20%
dan serat kasar lebih dari 18%. Sehingga konsentrat komersial yang digunakan
diduga banyak mengandung bahan sumber energi. Kandungan protein kasar
konsentrat adalah 16,06% dan serat kasar 20,91% (Tabel 1). Ampas kurma diperoleh
dari industri sari kurma Al-Jazira, Ciapus – Bogor. Ampas kurma bersifat semi
kering, karena kandungan air yang cukup tinggi serta tekstur yang halus. Setiap
harinya ampas kurma dapat diperoleh sebanyak 380 kg dan belum termanfaatkan,
sehingga menjadi limbah di industri tersebut. Oleh sebab itu ampas kurma
dimanfaatkan sebagai pakan untuk domba.
Penggunaan ampas kurma pada penelitian ini dicampurkan dengan konsentrat
komersial. Kemudian dilakukan analisa terhadap campuran tersebut pada masingmasing perlakuan. Hasil analisa ini digunakan untuk menghitung nilai konsumsi
nutrien dari setiap perlakuan. Analisa dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi,
Puslit Biologi-LIPI Cibinong Science Center. Komposisi nutrien ampas kurma +
konsentrat dan rumput lapang untuk setiap perlakuan berdasarkan hasil analisa dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Hasil Analisa
(100% Bahan Kering)
Nutrien
P1
P2
P3
BK
43,83
38,72
41,28
Abu
8,49
8,69
6,60
PK
9,24
9,68
8,89
LK
2,74
2,94
2,12
SK
23,20
24,88
27,36
BeTN
56,34
53,81
55,03
TDN*
69,63
70,75
71,87
Keterangan: *TDN berdasarkan rumus Hartadi et al. (1993)
BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar,
BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.
P1 = Ampas kurma 50% + Konsentrat 40%; Rumput Lapang 10%
P2 = Ampas kurma 60% + Konsentrat 30%; Rumput Lapang 10%
P3 = Ampas kurma 70% + Konsentrat 20%; Rumput Lapang 10%
20
Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Segar
Konsumsi adalah faktor yang esensial yang merupakan dasar untuk ternak
hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi dapat menentukan kadar suatu
zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
produksi. Rataan konsumsi bahan segar domba selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Segar Domba Lokal selama Penelitian
Pakan (g/ekor/hari)
Ampas kurma+Konsentrat
Rumput lapang
Total
Pakan Gabungan
P1
1555,50
333,13
1888,62
P2
1630,58
321,55
1952,13
P3
1853,17
344,48
2197,65
Perlakuan
Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%
P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10%
P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%
Perlakuan P3 menunjukkan konsumsi bahan segar tertinggi dibandingkan
dengan P1 dan P2. Hal ini diduga disebabkan oleh tekstur pakan P3 yang lebih
lembut karena kandungan ampas kurma sebanyak 70%. Ampas kurma memiliki
tekstur yang lembut dikarenakan proses blending. Arora (1989) menyatakan bahwa
ukuran partikel pakan yang lebih kecil dan tekstur pakan yang lebih halus akan
meningkatkan laju aliran cairan dan laju aliran digesta rumen, sehingga konsumsi
pakan akan meningkat demikian juga pengosongan lambung lebih cepat. Adapun
tingkah laku makan ternak domba dalam penelitian ini pada saat diberikan pakan
ampas kurma + konsentrat, rata-rata domba langsung memakan pakan tanpa
melakukan pengamatan terhadap pakannya. Hal ini diduga karena aroma dari ampas
kurma yang dapat meningkatkan nafsu makan, sehingga konsumsi pakan segar
meningkat. Domba memiliki indra penciuman yang dapat digunakan untuk seleksi
pakan. Parakkasi (1999) mengatakan bahwa dalam seleksi makanan, penciuman
merupakan faktor utama, hewan dapat menolak suatu bahan makanan tanpa
mencicipinya terlebih dulu.
21
Konsumsi Bahan Segar (g/ekor/hari)
2000
1500
P1 AK+Ko
P1 RL
1000
P2 Ak+Ko
P2 RL
P3 Ak+Ko
AK=+Ko
P3 RL
500
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Minggu
Gambar 6.
Konsumsi Bahan Segar Ampas Kurma + Konsentrat (Ak + Ko) dan
Rumput Lapang (RL) Mingguan Selama Penelitian.
Konsumsi bahan segar rumput pada Gambar 6 menunjukkan hasil yang tidak
berbeda setiap minggunya pada ketiga perlakuan, karena pada umumnya domba
memakan rumput sebagai pakan utamanya. Konsumsi bahan segar ampas kurma +
konsentrat pada ketiga perlakuan cenderung meningkat setiap minggunya dan
menurun pada minggu keenam sampai minggu kedelapan. Penyebab menurunnya
konsumsi pakan kemungkinan adalah suhu rata-rata dan kelembaban selama
penelitian pada siang hari cukup tinggi yaitu mencapai 31,22°C dengan kelembaban
68,78%. Suhu optimal untuk domba yang hidup di daerah tropis berkisar antara 424°C dengan kelembaban di bawah 75% (Yousef, 1982). Kondisi lingkungan dengan
temperatur yang tinggi dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Cekaman lingkungan
pada ruminansia dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi pakan dan
pembagian zat makanan untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi (Davendra dan
Faylon, 1989). Adapun pada minggu kedelapan, terdapat satu domba perlakuan P3
terperosok kelantai bambu yang patah, sehingga nafsu makan domba tersebut sangat
menurun.
22
Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi bahan kering pada penelitian ini berkisar antara 791,35 – 879,12
g/ekor/hari (Tabel 6). Nilai konsumsi bahan kering pada penelitian ini telah
memenuhi kebutuhan BK domba berdasarkan NRC (1985) yaitu untuk domba
dengan bobot badan antara 10-20 kg memerlukan BK sebanyak 500-1000
g/ekor/hari. Bagi ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan
bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas
umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Rataan konsumsi bahan kering ransum
harian domba yang sedang tumbuh adalah 677,6 – 718,68 g/ekor/hari (Tarmidi,
2004).
Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Harian Domba Lokal
Pakan (g/ekor/hari)
Ampas kurma+Konsentrat
Rumput lapang
Total
Pakan Gabungan
P1
721,13 ± 51,49ab
70,22 ± 4,80
791,35 ± 56,24ab
P2
663,32 ± 64,37a
67,78 ± 5,77
731,10 ± 70.09a
P3
806,50 ± 100,86b
72,6 ± 7,88
879,12 ± 108,35b
Perlakuan
Keterangan :
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P
Performance of Local Sheep, Fed with different Level of
Palm Date by-Product
Nur‟adhadinia, M. Yamin and W. R. Farida
By-product of palm date can be used as animal feed that can minimize the use of
concentrate. This study aims to determine the performance of local sheep that fed
with by-product of palm date. Eighteen local male sheep under one year old with
average body weight of 17.7±1.7 kg were used in this study, The data were analyzed
by using completely randomized design with three levels of treatment and six
replications. The treatments were: P1 (50% by-product of palm date; 40%
concentrate; 10% forage); P2 (60% by-product of palm date; 30% concentrate; 10%
forage); and P3 (70% by-product of palm date; 20% concentrate; 10% forage). The
variables measured were Average Daily Gain (ADG), feed consumption, feed
conversion and Income Over Feed Cost (IOFC). The results show that there were no
significant effects on ADG, protein consumption, feed conversion and IOFC in all
treatments, but there were significant influence on feed consumption in dry matter,
ash, crude fat, crude fiber, nitrogen free extract and total digestible nutrient. It is
concluded that by-product of palm date can be used as animal feed to minimize
concentrate usage.
Keywords: performance, local sheep, palm date by-product
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia
merupakan
daerah
tropis
yang
memiliki
potensi
untuk
pengembangan ternak domba. Domba merupakan ternak yang mudah dipelihara dan
bernilai ekonomi tinggi. Permintaan pasar terus meningkat terhadap daging domba
untuk konsumsi masyarakat selain untuk memenuhi kebutuhan pada saat Idul Adha,
daging domba juga dipasok untuk aqiqah, restoran sampai dengan warung sate kaki
lima. Populasi domba di Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2008 mencapai
9.606.000 ekor dan meningkat di tahun 2009 mencapai 10.199.000 ekor. Jawa Barat
merupakan provinsi yang berpotensi sebagai tempat pengembangan peternakan
domba, hal ini didukung oleh populasi domba pada tahun 2008 mencapai 5.311.836
ekor yang merupakan provinsi dengan populasi domba tertinggi di Indonesia.
Produksi daging domba di Jawa Barat pada tahun 2009 sebesar 34.440 ton/tahun
(Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut,
perlu dilakukan suatu usaha ternak domba. Salah satu jenis usaha ternak domba
adalah penggemukan, disamping budidaya dan pembibitan. Ternak domba yang
cocok digemukkan di daerah tropis salah satunya adalah domba lokal. Domba lokal
merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang baik pada iklim
tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif
kecil, lambat dewasa, warna bulu tidak seragam dan hasil karkas relatif sedikit
(Sudarmono dan Sugeng, 2008).
Pemeliharaan domba di Indonesia masih banyak yang tradisional, sehingga
performa domba kurang optimal. Hal ini mendorong peternak domba untuk
memeliharanya secara intensif agar menghasilkan domba dengan performa yang
optimal. Pada program penggemukan domba secara intensif diperlukan pakan yang
cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Domba merupakan ternak ruminansia yang
membutuhkan hijauan sebagai pakan utamanya. Namun ketersediaan pakan hijauan
semakin sulit terutama pada musim kemarau mengakibatkan ketersediaan yang
berfluktuasi. Harga pakan komersial (konsentrat) yang mahal menyebabkan biaya
produksi ternak domba menjadi tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya pakan yang
dapat
meminimalkan
penggunaan
konsentrat
pada
pemeliharaan
domba
penggemukan. Pakan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak
1
tanpa perlu bersaing dengan kebutuhan manusia serta memiliki kontinuitas dan harga
yang terjangkau.
Kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center (CSC)
– LIPI telah memanfaatkan salah satu bahan yang dapat mengurangi penggunaan
konsentrat. Bahan tersebut adalah ampas kurma yang merupakan limbah dari proses
pembuatan sari kurma. Semakin banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi sari
kurma sebagai obat segala macam penyakit, mendorong berkembangnya industri
pembuatan sari kurma. Hal ini mendukung ketersediaan bahan berupa ampas kurma
yang memiliki kandungan nutrien yaitu protein 8,01%, serat kasar 20,70%, dan
energi 4672,49 kal/g (Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI,
2010). Substitusi ampas kurma dalam pakan dianggap dapat meningkatkan performa
domba lokal, namun hal ini belum dibuktikan dengan penelitian. Ampas kurma
dengan kandungan energi yang tinggi diharapkan dapat mengurangi penggunan
konsentrat, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pemberian
ampas kurma dengan level berbeda sebagai pakan penggemukan terhadap performa
domba agar tercapai efisiensi produksi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari performa domba lokal yang
digemukkan dengan pakan yang mengandung ampas kurma pada level berbeda dan
menghitung nilai income over feed cost dari percobaan yang dilakukan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Lokal
Klasifikasi ternak domba menurut Ensminger (2002), yaitu:
Kingdom
: Animalia
Fillum
: Chordata (hewan bertulang belakang)
Kelas
: Mamalia (hewan menyusui)
Ordo
: Artiodactyla (hewan berkuku genap)
Famili
: Bovidae (hewan memamah biak)
Genus
: Ovis
Spesies
: Ovis aries
Ternak domba yang dipelihara oleh masyarakat Indonesia umumnya
merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang
memiliki tingkat daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang
tahun. Sumoprastowo (1987), mengatakan bahwa domba lokal mempunyai
perdagingan yang sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri.
Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, lambat dewasa, hasil karkas
relatif sedikit, warna bulu tidak seragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna
polos putih dan hitam (Sudarmono dan Sugeng, 2008; Tiesnamurti, 1992). Bobot
badan dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan
persentase karkas 44-49%. (Tiesnamurti, 1992). Ekor domba lokal umumnya pendek,
bentuk tipis dan tidak menimbulkan timbunan lemak.
Indonesia memiliki dua tipe domba yang paling menonjol yaitu domba ekor
tipis (DET) dan domba ekor gemuk (DEG). Asal-usul domba ini tidak diketahui
secara pasti, namun diduga DET berasal dari India dan DEG berasal dari Asia Barat
(Williamson dan Payne, 1993). Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia
yang dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo, 1987).
Penyebaran domba ekor tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Penggemukan Domba
Penggemukan saat ini telah banyak dilakukan oleh peternak maupun
pedagang dengan prinsip memberikan perlakuan selama pertumbuhan untuk
memperoleh nilai tambah yang lebih besar dalam bentuk pertambahan bobot badan.
3
Istilah penggemukan berasal dari kata fattening yang berarti pembentukan lemak,
dan istilah tersebut dewasa ini tidak sesuai lagi karena sistem produksi dan selera
konsumen yang berubah. Hewan yang dipotong semakin muda, sehingga dagingnya
semakin empuk. Tujuan program penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas
karkas dengan cara mendeposit lemak seperlunya saja. Bila ternak yang digunakan
belum dewasa, maka program tersebut sifatnya adalah membesarkan sambil
menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas (Parakkasi, 1999).
Sistem pemeliharaan yang dilakukan dalam penggemukan dewasa ini yaitu
secara intensif. Sistem pemeliharaan secara intensif merupakan pemeliharaan ternak
dalam tempat yang terkurung dan makanan dibawa ke ternak (Parakkasi, 1999).
Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memperbaiki pertambahan bobot badan
harian karena pemberian pakan yang cukup sesuai dengan kebutuhan domba.
Menurut Mathius (1998), pemeliharaan secara intensif dengan cara ternak domba
dikandangkan penuh, sehingga dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan
penuh untuk produksi daging.
Pertumbuhan Domba
Pertumbuhan murni mencakup perubahan-perubahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua
jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan
murni dilihat dari sudut kimiawinya merupakan pertambahan protein dan zat-zat
mineral yang ditimbun dalam tubuh. Pertambahan berat akibat penimbunan lemak
atau penimbunan air bukan merupakan pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).
Domba mengalami proses pertumbuhan yang pada awalnya berlangsung
lambat kemudian semakin lama meningkat lebih cepat sampai domba berumur 4-3
bulan. Namun, pertumbuhan tersebut akhirnya kembali lambat pada saat domba
mendekati kedewasaan tubuh (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Pertumbuhan
umumnya diukur dengan berat dan tinggi. Domba muda mencapai 75% bobot
dewasa pada umur satu tahun dan 25% lagi setelah enam bulan kemudian yaitu pada
umur 18 bulan dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20-200 gram/ekor/hari. Faktorfaktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan domba antara lain tingkat pakan,
genetik, jenis kelamin, kesehatan, dan manajemen (Gatenby, 1991). Pertumbuhan
4
kambing dan domba adalah suatu hal yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhinya antara lain keturunan dan lingkungan. Faktor keturunan lebih
membatasi kemungkinan pertumbuhan dan besarnya tubuh yang dicapai. Faktor
lingkungan seperti iklim, pakan, pencegahan atau pemberantasan penyakit serta tata
laksana akan menentukan tingkat pertumbuhan dalam pencapaian dewasa. Maynard
dan Loosli (1979), menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan tergantung dari
spesies, jenis kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam pakan.
Kebutuhan Nutrien Domba
Produktivitas ternak dapat ditentukan melalui faktor bahan makanan yang
meliputi jumlah dan kualitas pakan. Kebutuhan nutrien setiap ternak bervariasi antar
jenis dan umur fisiologis ternak. Kebutuhan nutrisi ternak dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan, dan aktivitas fisik
ternak (Haryanto, 1992). Kebutuhan nutrien ternak dapat dikelompokkan menjadi
komponen utama yaitu energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat makanan
tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak.
Energi
Energi adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan dan berbagai
bentuk kegiatan. Anggorodi (1990) menyatakan bahwa energi adalah salah satu
komponen yang penting dalam pakan untuk pertumbuhan. Energi ini akan digunakan
untuk hidup pokok, pertumbuhan, gerak otot dan sintesa jaringan baru. Domba
membutuhkan energi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk
produksi. Kebutuhan hidup pokok menurut Siregar (1996) adalah kebutuhan zat-zat
nutrisi untuk memenuhi proses hidup saja seperti menjaga fungsi tubuh tanpa adanya
suatu kegiatan dan produksi. Sedangkan kebutuhan produksi adalah kebutuhan zat
nutrisi untuk pertumbuhan, kebuntingan, produksi susu dan kerja.
Jumlah energi yang tersedia tersebut tergantung pada konsumsi pakan dan
banyaknya jumlah yang hilang selama pencernaan dan metabolisme. Jika konsumsi
energi lebih rendah dari kebutuhan untuk hidup pokok, domba akan mengalami
penurunan bobot tubuh karena penggunaan jaringan tubuh untuk mempertahankan
hidup. Sedangkan konsumsi yang berlebihan akan mengarah pada produksi lemak
tubuh yang lebih tinggi (Haryanto, 1992). Penentuan kriteria yang umum adalah
5
dalam bentuk energi bruto (GE), energi dapat dicerna (DE), energi metabolis (ME),
energi netto (NE) dan jumlah zat-zat yang dapat dicerna (TDN) (Anggorodi, 1990).
Tidak semua energi dikeluarkan melalui feses, urin dan gas metan. Menurut NRC
(1985), kebutuhan energi pada ternak domba dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh,
jenis kelamin, pertumbuhan, kelembaban dan cuaca juga berpengaruh terhadap
kebutuhan energi.
Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah
dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan. Zat-zat makanan organik yang
dapat dicerna adalah protein, lemak, serat kasar dan BeTN. TDN dinyatakan dengan
bagian dari bahan makanan yang dimakan yang tidak dieksresikan dalam feses.
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna perlu diketahui guna mempertinggi
efisiensi pakan. Faktor-faktor tersebut adalah suhu lingkungan, laju perjalanan
melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan
pengaruh terhadap perbandingan dari zat makanan lain (Anggorodi, 1990).
TDN dapat diperkirakan dengan rumus persamaan-persamaan regresi
(Hartadi et al., 1993). Bahan makanan dikelompokkan berdasarkan kelas-kelas yaitu
untuk domba terdapat lima kelas. Kelas tersebut adalah (1) Hijauan kering dan
jerami; (2) Pasture, tanaman padangan, hijauan diberikan segar; (3) Silase; (4)
Sumber energi; dan (5) Sumber Protein.
Protein
Protein adalah senyawa kimia yang tersusun atas asam-asam amino dan
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun dan pengatur. Protein
berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk
jaringan-jaringan baru yang terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan
bakar jika kebutuhan energi tubuh terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Haryanto,
1992). Protein merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terusmenerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (NRC, 1985).
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebut protein kasar. Sebagian besar
protein kasar yang diperlukan domba dapat dipenuhi dalam bentuk protein yang
sebenarnya. Protein yang diberikan domba dihitung berdasarkan kandungan protein
kasar dalam pakan dan kebutuhan domba tersebut. Sebagai pedoman kasar, jumlah
protein kasar minimum yang diperlukan domba untuk hidup pokok sebesar 8% dari
6
bahan kering. Domba yang sedang tumbuh atau laktasi memerlukan protein kasar
sejumlah 11% dari bahan kering (Gatenby, 1991).
Kebutuhan protein domba dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energi
protein. Berdasarkan NRC (1985) pada saat pertumbuhan, seekor ternak
membutuhkan kadar protein yang tinggi pada ransumnya yang akan digunakan untuk
proses pembentukan jaringan tubuh. Ternak muda memerlukan protein yang lebih
tinggi dibandingkan ternak dewasa untuk pertumbuhannya.
Ampas Kurma
Kurma memiliki nama latin Phoenix dactylifera L., yang berasal dari kata
“phoenix”, yang berarti kurma, dan “dactylifera” dari bahasa Yunani “daktulos”
berarti jari (Linne, 2002). Dransfield dan Uhl (2002) mengklasifikasikan kurma,
yaitu:
Group
: Spadiciflora
Order
: Palmea
Family
: Palmaceae
Sub-family
: Coryphyoidae
Tribe
: Phoeniceae
Genus
: Phoenix
Species
: Dactylifera L.
Kurma merupakan suatu sumber makanan yang baik dengan nilai gizi tinggi.
Dibandingkan dengan makanan dan buah-buahan lain seperti buah aprikot: 520
kalori/kg; pisang: 970 kalori/kg; jeruk: 480 kalori/kg; nasi: 1.800 kalori/kg; roti
gandum: 2.295 kalori/kg; daging (tanpa lemak): 2.245 kalori/kg, kurma mengandung
lebih dari 3.000 kalori/kg. Karbohidrat yang terkandung dalam kurma sebesar 70%,
karbohidrat tersebut terutama gula yaitu glukosa dan fruktosa. Daging buah kurma
mengandung 60-65% gula, sekitar 2,5% serat, 2% protein dan kurang dari 2% terdiri
dari lemak, mineral, dan unsur pectin (Zaid dan de Wet, 2002).
Buah kurma juga merupakan sumber zat besi, potassium dan kalsium, dengan
sodium dan lemak yang sangat rendah. Sebagai tambahan, mengandung sejumlah
khlor, fosfor, tembaga, magnesium, belerang dan silicon juga ditemukan di dalam
buah kurma. Selain itu, kurma juga mengandung vitamin A: 484 IU; vitamin B1:
7
0,77 IU; vitamin B2: 0,84 IU; dan vitamin B7: 18,9 IU. Sedangkan kandungan
protein sekitar 1,7% berat basah daging buah (Zaid dan de Wet, 2002).
Varietas kurma diklasifkasikan menjadi tiga macam yaitu dry (kering), semidry (semi kering) dan soft (lunak). Kurma varietas dry mengandung gula dengan
proporsi yang tinggi dan oleh karena itu mudah diawetkan secara alami, macamnya
yaitu Sakkoti, Gondaila, Gargooda, Bartamooda,dan Dagana. Kurma varietas semidry mirip dengan kurma kering, namun lebih lembut dibandingkan kurma kering dan
dapat dimakan dengan mudah, macamnya yaitu ‟Amri, „Aglani, Gassasi, Saifani, dan
Sakha. Kurma varietas soft secara komparatif mengandung proporsi gula yang sedikit
dan tidak mudah kering secara natural, macamnya yaitu Bint „Aisha, Hayâni,
Samâni, Zaghlool, Amhât, Sîwi, „Arâbi dan lain-lain (Brown, 1924).
Kurma dapat dijadikan berbagai produk seperti sirup kurma, sari kurma,
cereal, cookies, cake, roti dan sebagainya. Kurma yang diproduksi sebagai sirup
kurma dan sari kurma menghasilkan limbah (by-product) berupa ampas kurma. Jenis
kurma yang digunakan yaitu kurma red siyer atau sair berasal dari Iran yang
merupakan varietas semi-dry dengan kandungan air dibawah 16% dan gula 70%.
Umumnya dipanen pada bulan Oktober dan memiliki warna dark brown (Sahravi,
2011).
Penelitian terhadap ampas kurma sebagai pakan domba masih belum
dilakukan, namun di Kesultanan Oman terdapat penelitian pemberian by-product
kurma yaitu biji kurma, daun pohon kurma, dan by-product dari industri seperti date
fiber dan sirup sebagai pengganti konsentrat komersial untuk domba Omani
(Mahgoub et al., 2005). Al-Masri (2005) dalam penelitiannya menyebutkan
kandungan energi, protein kasar, dan serat kasar dalam biji kurma berturut-turut yaitu
9,4 MJ/kg DM; 57 g/kg DM; dan 116 g/kg DM.
8
Proses produksi ampas kurma pada pabrik sari kurma CV. Amalia Mulia
Sejahtera (Al-Jazira) Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.
Kurma
Disortir
Ditolak
Blending + Air Panas
Disarin
Biji Kurma
Bubur Kurma
Dipress
Sari Kurma
Ampas
Ampas Kurma
Kurma
Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Ampas Kurma
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan adalah kemampuan ternak untuk mengubah zat-zat
nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertambahan bobot badan
merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan
makanan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada
ternak merupakan hasil dari zat-zat makanan yang dikonsumsi. Dari data
pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu zat makanan dari suatu ternak
(Church dan Pond, 1988).
Makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan (Tillman et al., 1998). Church dan Pond (1988) menambahkan proses
penggilingan bahan makanan biasanya memberikan peningkatan performa ternak
yang relatif besar untuk hijauan yang berkualitas rendah, karena partikel serat yang
9
menjadi kecil. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak akan diikuti
dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.
Konsumsi Pakan
Konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup pokok
dan produksi. Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah makanan yang
terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum.
Konsumsi diperhitungkan dengan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak,
dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi hewan tersebut. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi adalah jenis kelamin, bobot badan,
keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak dan lingkungan (Parakkasi,
1999; Tillman et al., 1998). Konsumsi pakan menurut Nasution (2009) dapat
ditentukan oleh komposisi dan bentuk ransum yang mempengaruhi laju pergerakan
digesta. Church dan Pond (1988) menambahkan konsumsi pakan juga dipengaruhi
oleh palatabilitas yang tergantung pada penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa dan
tekstur pakan.
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
mendapatkan kenaikan satu-satuan bobot hidup (Church, 1991). Konversi pakan
dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi produksi karena erat kaitan dengan
biaya produksi, semakin rendah nilai konversi pakan maka efisiensi penggunaan
pakan makin tinggi. Wahju (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan yang baik belum
tentu mendatangkan keuntungan yang maksimal, tetapi pertumbuhan yang baik
disertai biaya ransum yang minimal akan mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Konversi pakan ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu suhu
lingkungan, potensi genetik, nutrisi pakan, kandungan energi dan penyakit
(Parakkasi, 1999). Konversi pakan juga dipengaruhi oleh jumlah pakan yang
dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, mesin dan suhu dalam kandang.
Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, maka akan diikuti dengan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakannya
(Pond et al., 1995).
10
Income Over Feed Cost (IOFC)
Tujuan akhir dari pemeliharaan ternak adalah untuk memperoleh keuntungan
secara ekonomis. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran. Income Over Feed Cost (IOFC) adalah salah satu cara dalam
menentukan indikator keuntungan. IOFC ini biasa digunakan untuk mengukur
performa pada program pemberian pakan. Analisis pendapatan dengan cara ini
didasarkan pada harga beli bakalan, harga jual domba dan biaya pakan selama
pemeliharaan. Adkinson et al. (1993) menghitung IOFC dari selisih antara nilai susu
yang dihasilkan dengan biaya pakan. Kasim (2002) menambahkan bahwa IOFC
dapat dihitung dengan pendekatan penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan
ternak dengan biaya ransum yang dikeluarkan selama penelitian. Faktor yang
berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan bobot badan
selama penggemukan, konsumsi pakan dan harga pakan. Pertumbuhan yang baik
belum tentu menjamin keuntungan maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik dan
diikuti dengan konversi pakan yang baik pula serta biaya pakan yang minimal akan
mendapatkan keuntungan yang maksimal pula.
11
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di kandang domba Integrated Farming System,
Cibinong Science Center - LIPI, Cibinong. Analisis zat-zat makanan ampas kurma
dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong. Analisis
zat-zat makanan rumput lapang dan konsentrat dilakukan di Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian dilaksanakan selama tiga
bulan (termasuk masa adaptasi 1 bulan), yaitu sejak tanggal 23 Januari hingga 16
April 2011.
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah domba jantan lokal yang
terdapat di kandang domba Integrated Farming System, Cibinong Science Center –
LIPI. Ternak domba yang digunakan berjumlah 18 ekor domba jantan berumur
kurang dari satu tahun (I0) dengan rataan bobot badan 17,7±1,7 kg. Salah satu domba
yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
12
Pakan
Pakan yang diberikan adalah ampas kurma yang berasal dari industri sari
kurma Al-Jazira dan konsentrat (Gambar 3) serta hijauan berupa rumput lapang yang
diperoleh dari kebun sekitar kandang. Kandungan nutrien dari pakan yang digunakan
selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrien Pakan yang digunakan Selama Penelitian (100%
Bahan Kering)
Jenis Sampel
BK
Abu
PK
LK
SK
BeTN TDN***
------------------------------ % -----------------------------
GE
(kal/g)
Ampas Kurma*
28,71
3,18
8,01
1,33
20,70 66,78
76,53a
4672,49
Konsentrat**
78,32
17,43 16,06
5,67
20,91 39,93
65,33a
4309,24
R. Lapang**
21,08
10,53 7,97
1,80
39,52 40,18
53,15b
4032,26
Sumber : *
Laboratorium Pengujian Nutrisi, Puslit Biologi-LIPI, Cibinong Science Center. 2010.
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2010.
***
Berdasarkan Rumus Hartadi et al. (1993)
a
%TDN=22,822 - 1,44 (SK) - 2,875 (LK) + 0,655 (BeTN) + 0,863 (PK) + 0,02 (SK)2 0,078 (LK)2 + 0,018 (SK) (LK) + 0,045 (LK) (BeTN) - 0,085 (LK) (PK) + 0,02
(LK)2 (PK)
b
%TDN=26,865 + 1,334 (SK) + 6,598 (LK) + 1,423 (BeTN) + 0,967 (PK) – 0,002 (SK)2
– 0,67 (LK)2 – 0,024 (SK) (BeTN) – 0,055 (LK) (BeTN) – 0,146 (LK) (PK) –
0,039 (LK)2 (PK)
Keterangan : BK=Bahan Kering; PK=Protein Kasar; SK=Serat Kasar; LK=Lemak Kasar;
BeTN=Bahan ekstrak tanpa Nitrogen; TDN=Total Digestible Nutrient; GE=Gross
Energy
**
(a)
(b)
Gambar 3. Pakan (a) Konsentrat dan (b) Ampas Kurma
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
13
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran panjang
100 cm, lebar 40 cm dan tinggi 95 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan
minum. Peralatan yang digunakan antara lain tempat pakan untuk ampas kurma,
konsentrat dan rumput lapang serta tempat air minum. Timbangan pegas dengan
kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot badan domba. Timbangan duduk dengan
kapasitas 10 kg untuk menimbang ampas kurma, konsentrat, dan rumput lapang.
Alat-alat kebersihan yang digunakan yaitu sapu lidi dan sikat. Alat-alat pelengkap
yaitu label identitas domba berupa kalung nomor, alat tulis, gunting, serta obatobatan (Gambar 4).
(a)
(b)
(d)
Gambar 4.
(c)
(e)
Peralatan (a) Timbangan Pakan, (b) Timbangan Bobot Badan, (c)
Obat Cacing, (d) Tempat Pakan, dan (e) Kandang individu yang
digunakan dalam penelitian
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
14
Prosedur
Persiapan
Ternak yang dipilih adalah bakalan yang sehat dan normal (tidak cacat).
Peralatan dan kandang dipersiapkan seminggu sebelum penelitian. Domba jantan
lokal yang digunakan sebanyak 18 ekor berumur kurang dari satu tahun (I0) yang
diperoleh dari pasar ternak Kebon Pedes, Bogor. Domba tersebut dimasukkan ke
dalam kandang individu secara acak. Adaptasi pakan dilakukan sebelum pelaksanaan
penelitian selama 4 minggu untuk membiasakan domba dengan pakan yang baru
yaitu ampas kurma. Domba diberi perawatan intensif antara lain pencukuran bulu,
dimandikan dan pemberian obat cacing. Penimbangan dilakukan akhir periode
adaptasi dan digunakan sebagai data awal penelitian.
Perawatan, Pemeliharaan dan Pelaksanaan
Pemberian pakan berdasarkan perlakuan yaitu level ampas kurma yang
berbeda. Pemeliharaan dilakukan secara intensif dengan pemberian pakan berupa
ampas kurma + konsentrat dilakukan pada pagi hari (06.30-07.30 WIB) dan siang
hari (12.30-13.30 WIB). Rumput lapang diberikan pada sore hari pukul 17.00-18.00
WIB. Sisa pakan ditimbang keesokan harinya. Pakan yang diberikan berdasarkan
kebutuhan total bahan kering yaitu 4% dari bobot badan (NRC, 1985).
Penggemukan domba dalam penelitian dilakukan selama dua bulan (tidak
termasuk masa adaptasi). Penimbangan bobot badan dilakukan satu minggu sekali
pada hari minggu (Gambar 5).
Gambar 5. Penimbangan Domba
Foto: Nur‟adhadinia (2011)
15
Rancangan
Perlakuan
Domba dibagi ke dalam tiga perlakuan dan enam ulangan. Perlakuan ransum
terdiri dari:
P1
: Ampas kurma 50% BK, konsentrat 40% BK, dan rumput lapang 10% BK
P2
: Ampas kurma 60% BK, konsentrat 30% BK, dan rumput lapang 10% BK
P3
: Ampas kurma 70% BK, konsentrat 20% BK, dan rumput lapang 10% BK
Komposisi nutrien pakan untuk setiap perlakuan berdasarkan hasil
perhitungan awal dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Perhitungan
(100% Bahan Kering)
Nutrien
P1
P2
P3
BK
47,79
42,83
37,87
Abu
9,61
8,19
6,76
PK
11,22
10,42
9,61
LK
3,11
2,68
2,25
SK
22,67
22,65
22,63
BeTN
53,38
56,06
58,75
TDN
69,63
70,75
71,87
Keterangan: BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar,
BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.
P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%
P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10%
P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari
enam ulangan. Model rancangan yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2002) adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Pi + €ij
Keterangan :
Yij = Variabel respon akibat pengaruh level ampas kurma ke-i pada ulangan ke-j
µ
= Nilai rataan umum performa domba
16
Pi = Pengaruh level ampas kurma ke-i (i = 1, 2, 3)
€ij = Pengaruh galat percobaan
i
= Pelakuan (1, 2, 3)
j
= Ulangan (1, 2, 3, 4, 5, 6)
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of variance/
ANOVA) dan apabila berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji Tukey.
Peubah yang Diamati
1.
Konsumsi pakan
Konsumsi pakan merupakan sejumlah pakan hijauan maupun konsentrat yang
dikonsumsi oleh domba. Konsumsi pakan dibagi kedalam konsumsi bahan segar dan
konsumsi nutrien.
a. Perhitungan konsumsi bahan segar yaitu dengan menggunakan cara
pengurangan berat awal pakan dikurangi berat sisa pakan (g/ekor/hari), sebagai
berikut:
Konsumsi bahan segar (g/ekor/hari) = Pakan yang diberikan – Sisa pakan
b. Konsumsi nutrien merupakan zat makanan yang dikonsumsi ternak yaitu
Bahan Kering (BK), Abu, Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serat Kasar (SK),
Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen (BeTN) dan Total Digestible Nutrient (TDN).
Perhitungan untuk setiap tingkat konsumsi pakan adalah sebagai berikut :
KBK
= Konsumsi bahan segar (g) x kadar bahan kering dalam pakan
KAbu
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar abu dalam pakan
KPK
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar protein kasar dalam pakan
KLK
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar lemak kasar dalam pakan
KSK
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar serat kasar dalam pakan
KBeTN = Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar BeTN dalam pakan
KTDN
= Konsumsi bahan kering pakan (g) x kadar TDN dalam pakan
Keterangan : KBK
: Konsumsi Bahan Kering (g)
KAbu
: Konsumsi Abu (g)
KPK
: Konsumsi Protein Kasar (g)
17
KLK
: Konsumsi Lemak Kasar (g)
KSK
: Konsumsi Serat Kasar (g)
KBeTN : Konsumsi Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen (g)
KTDN
2.
: Konsumsi Total Digestible Nutrient (g)
Konsumsi Nutrien (%)
Perhitungan konsumsi nutrien (%) yaitu dengan cara membagi konsumsi
nutrien dengan konsumsi bahan kering sebagai berikut:
3.
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Pengukuran PBBH dilakukan dengan mengurangi bobot akhir dengan bobot
awal domba pada waktu tertentu. Penimbangan Bobot Badan dilakukan satu minggu
sekali selama delapan minggu. Adapun PBB harian (PBBH) domba diukur
berdasarkan rumus :
4.
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
mendapatkan bobot badan tertentu dan dalam waktu tertentu. Konversi pakan yaitu
jumlah pakan yang dikonsumsi tiap harinya terhadap pertambahan bobot badan
hariannya.
5.
Income Over Feed Cost (IOFC)
⁄
⁄
⁄
⁄
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah pendapatan yang didapat setelah
dikurangi biaya pakan selama penggemukan.
IOFC (Rp) = Harga Jual – (Harga Beli + biaya pakan selama penggemukan)
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Tempat Penelitian
Kandang Integrated Farming System Cibinong Science Center – LIPI berada
di atas lahan seluas 2000 m2 dan dikelilingi oleh sawah dan perkebunan seperti cabai,
pepaya, timun dan sebagainya. Luas kandang domba yaitu 120 m2 terdiri atas
kandang individu 100 cm x 40 cm x 95 cm untuk penggemukan domba jantan dan
terdapat kandang koloni domba betina. Kandang individu untuk ternak dengan bobot
badan 10-30 kg terdapat empat blok dengan kapasitas tampung 14 ekor per blok,
Kandang domba yang digunakan merupakan kandang panggung berlantai bambu dan
beratap genteng.
Keadaan cuaca pada saat penelitian sangat berfluktuasi, hujan sering terjadi
pada awal penelitian yaitu bulan Januari 2011, curah hujan menurun pada bulan
Februari dan Maret 2011. Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang selama
penelitian pada pagi, siang dan sore hari dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan
Waktu (WIB)
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
06.00
25,08
90,23
12.00
31,22
68,78
18.00
27,08
85,42
Suhu selama penelitian berada diatas suhu optimal domba. Menurut Yousef
(1982) suhu optimal domba yang hidup di daerah tropis berkisar antara 4-24°C
dengan kelembaban di bawah 75%. Suhu yang tinggi selama penelitian dapat
mengakibatkan menurunnya konsumsi pakan pada domba. Anggorodi (1990)
mengemukakan bahwa iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu
makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak.
Kondisi Pakan
Pakan yang digunakan pada saat penelitian adalah konsentrat komersial,
ampas kurma dan rumput lapang. Rumput lapang diperoleh dari kebun sekitar
kandang dengan kualitas yang kurang baik dan ketersediaan yang terbatas.
19
Konsentrat komersial yang digunakan mengandung protein kasar kurang dari 20%
dan serat kasar lebih dari 18%. Sehingga konsentrat komersial yang digunakan
diduga banyak mengandung bahan sumber energi. Kandungan protein kasar
konsentrat adalah 16,06% dan serat kasar 20,91% (Tabel 1). Ampas kurma diperoleh
dari industri sari kurma Al-Jazira, Ciapus – Bogor. Ampas kurma bersifat semi
kering, karena kandungan air yang cukup tinggi serta tekstur yang halus. Setiap
harinya ampas kurma dapat diperoleh sebanyak 380 kg dan belum termanfaatkan,
sehingga menjadi limbah di industri tersebut. Oleh sebab itu ampas kurma
dimanfaatkan sebagai pakan untuk domba.
Penggunaan ampas kurma pada penelitian ini dicampurkan dengan konsentrat
komersial. Kemudian dilakukan analisa terhadap campuran tersebut pada masingmasing perlakuan. Hasil analisa ini digunakan untuk menghitung nilai konsumsi
nutrien dari setiap perlakuan. Analisa dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi,
Puslit Biologi-LIPI Cibinong Science Center. Komposisi nutrien ampas kurma +
konsentrat dan rumput lapang untuk setiap perlakuan berdasarkan hasil analisa dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Nutrien Pakan Setiap Perlakuan Berdasarkan Hasil Analisa
(100% Bahan Kering)
Nutrien
P1
P2
P3
BK
43,83
38,72
41,28
Abu
8,49
8,69
6,60
PK
9,24
9,68
8,89
LK
2,74
2,94
2,12
SK
23,20
24,88
27,36
BeTN
56,34
53,81
55,03
TDN*
69,63
70,75
71,87
Keterangan: *TDN berdasarkan rumus Hartadi et al. (1993)
BK=Bahan Kering, PK=Protein Kasar, LK=Lemak Kasar, SK=Serat Kasar,
BeTN=Bahan ekstrak Tanpa Nitrogen, TDN=Total Digestible Nutrient.
P1 = Ampas kurma 50% + Konsentrat 40%; Rumput Lapang 10%
P2 = Ampas kurma 60% + Konsentrat 30%; Rumput Lapang 10%
P3 = Ampas kurma 70% + Konsentrat 20%; Rumput Lapang 10%
20
Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Segar
Konsumsi adalah faktor yang esensial yang merupakan dasar untuk ternak
hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi dapat menentukan kadar suatu
zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
produksi. Rataan konsumsi bahan segar domba selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Segar Domba Lokal selama Penelitian
Pakan (g/ekor/hari)
Ampas kurma+Konsentrat
Rumput lapang
Total
Pakan Gabungan
P1
1555,50
333,13
1888,62
P2
1630,58
321,55
1952,13
P3
1853,17
344,48
2197,65
Perlakuan
Keterangan : P1 = Ampas kurma 50%; Konsentrat 40%; Rumput lapang 10%
P2 = Ampas kurma 60%; Konsentrat 30%; Rumput lapang 10%
P3 = Ampas kurma 70%; Konsentrat 20%; Rumput lapang 10%
Perlakuan P3 menunjukkan konsumsi bahan segar tertinggi dibandingkan
dengan P1 dan P2. Hal ini diduga disebabkan oleh tekstur pakan P3 yang lebih
lembut karena kandungan ampas kurma sebanyak 70%. Ampas kurma memiliki
tekstur yang lembut dikarenakan proses blending. Arora (1989) menyatakan bahwa
ukuran partikel pakan yang lebih kecil dan tekstur pakan yang lebih halus akan
meningkatkan laju aliran cairan dan laju aliran digesta rumen, sehingga konsumsi
pakan akan meningkat demikian juga pengosongan lambung lebih cepat. Adapun
tingkah laku makan ternak domba dalam penelitian ini pada saat diberikan pakan
ampas kurma + konsentrat, rata-rata domba langsung memakan pakan tanpa
melakukan pengamatan terhadap pakannya. Hal ini diduga karena aroma dari ampas
kurma yang dapat meningkatkan nafsu makan, sehingga konsumsi pakan segar
meningkat. Domba memiliki indra penciuman yang dapat digunakan untuk seleksi
pakan. Parakkasi (1999) mengatakan bahwa dalam seleksi makanan, penciuman
merupakan faktor utama, hewan dapat menolak suatu bahan makanan tanpa
mencicipinya terlebih dulu.
21
Konsumsi Bahan Segar (g/ekor/hari)
2000
1500
P1 AK+Ko
P1 RL
1000
P2 Ak+Ko
P2 RL
P3 Ak+Ko
AK=+Ko
P3 RL
500
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Minggu
Gambar 6.
Konsumsi Bahan Segar Ampas Kurma + Konsentrat (Ak + Ko) dan
Rumput Lapang (RL) Mingguan Selama Penelitian.
Konsumsi bahan segar rumput pada Gambar 6 menunjukkan hasil yang tidak
berbeda setiap minggunya pada ketiga perlakuan, karena pada umumnya domba
memakan rumput sebagai pakan utamanya. Konsumsi bahan segar ampas kurma +
konsentrat pada ketiga perlakuan cenderung meningkat setiap minggunya dan
menurun pada minggu keenam sampai minggu kedelapan. Penyebab menurunnya
konsumsi pakan kemungkinan adalah suhu rata-rata dan kelembaban selama
penelitian pada siang hari cukup tinggi yaitu mencapai 31,22°C dengan kelembaban
68,78%. Suhu optimal untuk domba yang hidup di daerah tropis berkisar antara 424°C dengan kelembaban di bawah 75% (Yousef, 1982). Kondisi lingkungan dengan
temperatur yang tinggi dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Cekaman lingkungan
pada ruminansia dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi pakan dan
pembagian zat makanan untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi (Davendra dan
Faylon, 1989). Adapun pada minggu kedelapan, terdapat satu domba perlakuan P3
terperosok kelantai bambu yang patah, sehingga nafsu makan domba tersebut sangat
menurun.
22
Konsumsi Bahan Kering
Konsumsi bahan kering pada penelitian ini berkisar antara 791,35 – 879,12
g/ekor/hari (Tabel 6). Nilai konsumsi bahan kering pada penelitian ini telah
memenuhi kebutuhan BK domba berdasarkan NRC (1985) yaitu untuk domba
dengan bobot badan antara 10-20 kg memerlukan BK sebanyak 500-1000
g/ekor/hari. Bagi ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan
bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai batas
umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan. Rataan konsumsi bahan kering ransum
harian domba yang sedang tumbuh adalah 677,6 – 718,68 g/ekor/hari (Tarmidi,
2004).
Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Kering Harian Domba Lokal
Pakan (g/ekor/hari)
Ampas kurma+Konsentrat
Rumput lapang
Total
Pakan Gabungan
P1
721,13 ± 51,49ab
70,22 ± 4,80
791,35 ± 56,24ab
P2
663,32 ± 64,37a
67,78 ± 5,77
731,10 ± 70.09a
P3
806,50 ± 100,86b
72,6 ± 7,88
879,12 ± 108,35b
Perlakuan
Keterangan :
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P