BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk
mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai
tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati. Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan
Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama
Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa
awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras budhara, sementara beberapa yang lain
mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42
meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan.
B. Pengertian Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Borobudur mirip bangunan piramida Cheops di Gizeh Mesir.
Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm
X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi
oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jadi
kalau rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur
1
sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Sedangkan, tinggi candi dari
permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata
budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa
Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya
yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur.
Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa.
Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida
Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Dan itulah salah satu kelebihan Candi
Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia. Melihat kemegahan bangunan Candi Borobudur saat ini dan candi-candi
lainnya di Indonesia telah memberikan pengetahuan yang besar tentang peradaban bangsa Indonesia. Berbagai ilmu pengetahuan terlibat dalam usaha
rekonstruksi Candi Borobudur yang dilakukan oleh Teodhorus van Erp. Kita patut menghargai usaha-usahanya mengingat berbagai kendala dan kesulitan
yang dihadapi dalam membangun kembali candi ini. Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri
seputar berdirinya Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu
itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran
yang dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan? Mengingat
2
pada masa itu belum ada gambar biru blue print, lalu dengan sarana apakah mereka itu kalau hendak merundingkan langkah-langkah pengerjaan yang
harus dilakukan, dalam hal gambar relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu dalam keadaan polos baru dipahat untuk
digambar. Dan mulai dari bagian mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas? Dan masih banyak lagi misteri yang belum terungkap
secara ilmu pengetahuan, terutama tentang ditemukannya ruang pada stupa induk candi.
3
BAB II SEJARAH BERDIRINYA CANDI BOROBUDUR