Perilaku Sambungan Momen Dengan Baut Pada Struktur Baja Ringan

(1)

i

PERILAKU SAMBUNGAN MOMEN DENGAN BAUT PADA

STRUKTUR BAJA RINGAN

Dadang Nugraha NIM : 1.30.06.006

Pembimbing : Y. Djoko Setiyarto S.T., M.T. UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL BANDUNG

AGUSTUS 2011

ABSTRAK

Sambungan momen pada cold-formed adalah sambungan yang menahan gaya momen yang bekerja pada cold-formed. Tipe sambungan yang digunakan adalah tipe sambungan dengan baut mengingat penggunaan sambungan ini lebih mudah dan lebih terkontrol dibandingkan dengan jenis sambungan lain. Sambungan ini didesain berdasarkan mekanisme tumpu, sehingga diameter baut dan tebal pelat tertipis menjadi parameter utama dalam desain sambungan ini dengan mengacu pada peraturan LRFD (Load and Resistance Factor Design) dan peraturan AISI 2001. Perilaku sambungan pada struktur cold formed steel berbeda dengan struktur material lain ditinjau dari segi kekakuan, daktilitas dan kekuatannya. Pengolahan data dibantu dengan menggunakan perangkat lunak MathCad14 dan Microsoft Excel 2007 untuk mengoptimalkan proses perhitungan baik teoritis maupun perhitungan laboratorium.


(2)

ii

BEHAVIOR OF MOMENT CONNECTION WITH BOLTS IN

COLD FORMED STEEL STRUCTURES

Dadang Nugraha NIM : 1.30.06.006

Advisor : Y. Djoko Setiyarto S.T., M.T. INDONESIA COMPUTER UNIVERSITY

FACULTY OF ENGINEERING AND COMPUTER SCIENCE DEPARTEMENT OF CIVIL ENGINEERING

BANDUNG AUGUST 2011

ABSTRACT

Moment connection in cold-formed steel structure are connection that resist forces acting in cold-formed steel structures. The connection type that used in the structure are bolts connection considering that using this type of connection are easier and more controled than any other connection in that structure. The connection are designed based on bearing mechanism so that the diameter of bolts and thinnest plate thickness are become major parameter in this connection design refering to the rules of LRFD ( Load Resistance and Factor Design) and the regulations of AISI 2001. The behaviors of connection in cold-formed steel structure are different from other materials terms of stiffness, ductility and strength from the structure. Microsoft Excel 2007 and MathCad14 software are used to assist data processing to optimized process both theoritical calculation and laboratory calculation.


(3)

1 - 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan

Pemanfaatan cold formed steel/baja ringan sebagai alternatif bahan pengganti kayu sudah semakin populer dalam dunia konstruksi, semakin berkurangnya dan mahalnya harga material kayu mendorong kalangan industri konstruksi untuk menggunakan material cold formed steel/baja ringan sebagai alternatif material pengganti material kayu.

Dalam perkembangannya, penggunaan material cold formed steel/baja ringan membuat kalangan akademisi maupun praktisi konstruksi sipil untuk mengkaji lebih dalam mengenai material cold formed steel/baja ringan, diantaranya adalah sistem sambungan yang digunakan dalam konstruksi menggunakan material cold formed steel/baja ringan, sehingga dapat menciptakan suatu struktur yang lebih kuat, tahan lama dan lebih efisien.

Sistem sambungan yang populer digunakan pada struktur baja adalah las dan baut mutu tinggi, namun untuk cold formed steel/baja ringan hanya sambungan baut yang mungkin digunakan untuk sistem serbaguna, dari fabrikasi hingga perakitan struktur yang baik dan handal.

Sistem sambungan pada baja ringan (cold formed steel) memiliki perilaku yang berbeda dengan sistem sambungan pada konstruksi dengan jenis material lainnya. Berdasarkan AISI (2001) pelat tipis baja ringan (cold formed steel),


(4)

sambungan pada struktur baja ringan didesain berdasarkan mekanisme tumpu. Kekuatan sambungan baut dengan mekanisme tumpu mengandalkan bidang kontak tepi lubang baut, oleh sebab itu diameter baut dan tebal pelat terkecil sambungan menjadi parameter kunci dalam mekanisme tumpu.

Dalam eksperimen ini sistem sambungan yang akan dibahas adalah sistem untuk sambungan momen dengan baut. Penggunaan sistem sambungan baut lebih banyak digunakan/ diaplikasikan dibandingkan dengan sistem sambungan lainnya ( las, rivet, clamping) pada struktur baja ringan, karena sistem sambungan baut lebih mudah digunakan dan lebih terkontrol dalam pengaplikasiannya, sehingga memudahkan proses eksperimental.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui perilaku sistem sambungan momen dengan baut pada material cold formed steel (baja ringan) untuk digunakan sebagai tolak ukur dalam mendesain suatu sistem sambungan yang menghasilkan kinerja yang lebih baik . Perilaku yang diamati adalah kekakuan(stiffness), daktilitas (ductile), dan kekuatan (strength) disertai dengan bentuj keruntuhan/kehancurannya. Berdasarkan hal tersebut penulis membuat skripsi dengan judul :

“ Perilaku Sambungan Momen Dengan Baut Pada Struktur Baja Ringan “


(5)

1.3 Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengidentifikasi masalah yang akan dibahas yaitu:

1. Bagaimana kinerja saambungan momen dengan baut ditinjau dari segi : a. Mekanisme Tumpu

b. Kekakuan/ Stiffness c. Daktilitas/ Ductile d. Kekuatan/ Strenght

2. Bagaimana menentukan titik tegangan leleh dan tegangan ultimit.

3. Bagaimana mekanisme kehancuran pada sistem sambungan momen dengan baut.

1.4 Lingkup Penelitian

Untuk menghindari penyimpangan dari isi skripsi ini, penulis membatasi masalah. Hal-hal yang membatasi penulisan skripsi ini antara lain:

1. Bahan yang digunakan, bahan yang digunakan adalah pelat tipis baja ringan( cold formed steel), berprofil kanal (channel).

2. Baut yang digunakan adalah jenis baut mutu tinggi (high tension bolt). 3. Beban yang diaplikasikan pada sambungan adalah momen.


(6)

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini diawali dengan penulisan Bab I yang berisikan latar belakang penulisan, tujuan, lingkup penelitian, sistematika penulisan dan manfaat dari penulisan skripsi ini. Fungsi dari Bab I adalah menjelaskan kerangka pikir yang melandasi penulisan skripsi ini.

Pada Bab II Studi Pustaka, akan disajikan mengenai teori-teori yang telah dipelajari oleh penulis untuk digunakan pada Bab III sebagai metode analisis.

Pada Bab III Metode Analisis, akan disajikan prosedur analisis data. Karena tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui perilaku sambungan momen dengan baut pada material baja ringan (cold formed steel) untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik, maka metode yang digunakan adalah metode eksperimental. Untuk hasil pembanding menggunakan perhitungan teoritis.

Pada Bab IV akan disajikan tentang eksperimental, cara eksperimental dan pembahasan hasil eksperimental.

Pada Bab V akan disajikan kesimpulan dari seluruh proses penulisan, kesimpulan yang dihasilkan dapat bersifat khusus ( berlaku untuk kasus tertentu ) dan dapat pula bersifat umum (berlaku keseluruhan), pada Bab V ini pula akan disajikan saran dari penulis.


(7)

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

1.6 Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kalangan praktisi agar dapat menjadi bahan pertimbangan selama proses perencanaan untuk menghasilkan desain struktur yang kuat, tahan lama, dan efisien.

Selain itu, penulisan skripsi ini diharapkan pula bermanfaat bagi kalangan akademisi untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai sambungan momen dengan kinerja yang lebih baik.

Bab I PENDAHULUAN

Latar Belakang, Tujuan, Ruang Lingkup, Permasalahan, Metode Penulisan, Manfaat

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III METODE ANALISIS  Penentuan model struktur

 Perhitungan Eksperimental

 Perhitungan Teoritis

Bab V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab IV HASIL EKSPERIMEN  Cara Eksperimental


(8)

2 -1

2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran

Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel dan Cold Formed Steel/ Baja Ringan.

1. Hot Rolled Steel/ Baja Canai Panas (http//:www.google.com)

Hot Rolled Steel/ Baja Canai Panas adalah material baja yang dihasilkan dari proses pengerolan panas. Proses pembuatannya melalui beberapa tahapan antara lain melalui proses thermomekanik dan proses desulfurisasi. Baja jenis ini dapat dipergunakan untuk berbagai penggunaan dari kualitas umum/ komersil hingga kualitas khusus seperti struktur rangka baja, tiang pancang, komponen alat berat, dan komponen kendaraan bermotor, fabrikasi umum, pipa dan tabung bertekanan tinggi, baja tahan korosi cuaca, boilers, dan lain-lain.

Ketebalan pelat Hot Rolled Steel berkisar antara 0,18-25 mm sedangkan lebarnya berkisar antara 600-2060 mm, produk pelat Hot Rolled Steel dapat berupa pelat atau coil dan dapat berupa HRC-PO

2. Cold Formed Steel/ Baja Canai Dingin (http//:www.google.com/Baja Ringan& Profil PT.Gunung Garuda)

Cold Formed Steel adalah material baja yang dihasilkan dari proses pengerolan dingin, material baja ini memiliki sifat tipikal berbeda secara


(9)

signifikan dengan material baja Hot Rolled Steel. Cold Formed Steel memiliki kualitas permukaan yang lebih baik, ukuran yang lebih presisi serta memiliki sifat mekanis dan formability yang sangat baik. Material jenis ini umumnya dipergunakan dalam proses pembentukan karena kelebihan dalam sifat mekanis, formability dan weldability yang sangat baik.

Ketebalan pelat berkisar antara 0,2- 3 mm untuk pelat yang mengalami penguatan ( annealed steel ) dan ketebalan maksimum 2 mm untuk pelat dalam bentuk gulungan ( unannealed steel ).

2.1.1 Sambungan Baja

Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan yaitu: sambungan kaku, sambungan sendi, sambungan rol. Deformasi yang terjadi pada sambungan antara balok-kolom pada struktur baja yang menggunakan sambungan baut akan mempengaruhi kekakuan struktur, sehingga akan berpengaruh pada momen lentur yang terjadi. Perubahan kekakuan pada struktur dapat dilihat dari perubahan momen lentur yang terjadi, sehingga dapat ditentukan tingkat penekanan rotasi yang sesuai dengan tipe sambungan yang digunakan.

2.1.2 Momen

Momen adalah gaya dalam yang terjadi akibat lenturan pada elemen struktur atau akibat beban-beban luar yang memiliki eksentris atau jarak tertentu. “Momen bernilai positif apabila titik yang ditinjau berada ditengah bentang”.


(10)

2.1.3 Pembebanan

Pembebanan pada struktur terdapat sejumlah gaya yang akan membebani sistem struktur tersebut. Beban dapat berasal dari struktur itu sendiri maupun beban yang akibat penggunaan, atau yang terjadi diakibatkan kejadian alami misalnya angin, gempa, air, dll.

2.2 Sambungan Baut ( SNI 03-1729-2002 ) 2.2.1 Baut

Berdasarkan kekuatan dan kandungan karbonnya, baut dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :

1. Baut Biasa (Unfinished Bolt)

Baut biasa adalah baut yang dibuat dari baja kandungan karbon rendah ( low-carbon steel ) dan mempunyai kekuatan tarik minimum ( minimum tensile strenght) sebesar 4218 kg/cm2 ( 60 ksi ) . Berdasarkan ASTM ( American Standard for Testing Material ) , baut biasa harus memenuhi spesifikasi ASTM-A307.

2. Baut Mutu Tinggi (High Strenght Bolt)

Baut mutu tinggi dibagimenjadi dua jenis, yaitu :

a. Baut mutu tinggi yang terbuat dari baja kandungan karbon rendah (low-carbon steel) dan mempunyai kekuatan tarik minimum sebesar 8437 kg/cm2 (120 ksi) untuk baut berdiameter 12 mm – 25 mm dan kekuatan tarik minimum 7382 kg/cm2 (105 ksi) untuk baut berdiameter 28 mm – 38 mm. Berdasarkan ASTM , maka baut mutu tinggi jenis ini harus memenuhi spesifikasi ASTM-A325. Baut jenis ini


(11)

umumnya digunakan untuk struktur yang menggunakan bahan baja kandungan karbon rendah.

b. Baut mutu tinggi yang terbuat dari Baja Alloy ( alloy steel) dan mempunyai kekuatan tarik minimum sebesar 10546 kg/cm2 (150 ksi) ,berdasarkan ASTM, baut jenis ini harus memenuhi spesifikasi ASTM-A490. Baut jenis ini umumnya digunakan untuk struktur yang menggunakan bahan baja alloy.

2.2.2 Sistem Sambungan Baut

Suatu sambungan terdiri dari komponen sambungan ( pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat sambung ( baut dan las). Pada sambungan yang menggunakan alat sambung baut ada dua tipe sambungan yaitu:

1. Sambungan Tipe Tumpu (bearing type connection)

Pada sambungan tipe ini, sambungan dibuat dengan menggunakan baut biasa atau baut mutu tinggi yang dikencangkan sampai gaya tarik minimum yang disyaratkan. Beban rencana yang bekerja disalurkan melalui gaya geser baut atau tumpu pada bagian yang disambungkan ( Charles G Salmon & Johnson ).

2. Sambungan Tipe Gesek (friction type connection)

Pada sambungan tipe ini, sambungan dibuat dengan menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan sampai gaya tarik minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana yang


(12)

bekerja disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara bdang-bidang kontak.

Terdapat 3 (tiga) jenis tegangan yang mungkin terjadi pada sebuah baut akibat adanya gaya luar yang bekerja pada sambungan ,yaitu : tegangan tarik, tegangan geser dan tegangan tumpu.

2.2.3 Sambungan Tipe Tumpu ( SNI 03-1729-2002 )

Kekuatan sambungan tipe tumpu terletak pada bidang kontak tepi lubang baut, sehingga diameter baut dan tebal pelat tertipis pada sambungan menjadi parameter utama dalam mekanisme tumpu. Agar terjadi bidang kontak maka diperlukan deformasi searah gaya, umum menyabutnya sebagai slip. Jadi mekanisme tumpu sambungan hanya dapat terjadi jika sambungan telah mengalami slip.


(13)

Karena gaya-gayanya adalah aksi-reaksi maka kedua pelat yang disambung mengalami slip dalam arah berlawanan, teoritis total deformasi adalah 2 X gap ( ± 1/8 in) meskipun pada prakteknya kurang dari itu (Kulak et.al 2001). Perlunya slip agar sambungan dapat bekerja penuh menyebabkan sistem sambungan tipe tumpu tidak dapat digabung dengan tipe sambungan lainnya.

Pada sambungan dengan jumlah baut yang banyak ( ada beberapa baris baut pada arah gaya ), maka masing-masing baut dianggap bekerja bersama-sama jika telah mengalami mekanisme inelastis, setelah terjadi leleh(yielding) pada masing-masing baut tersebut. Kondisi tersebut tentu saja menyebabkan deformasi sambungan bertambah besar

Akibat bekerjanya gaya P pada sambungan , maka besarnya tegangan geser yang terjadi pada penampang baut adalah :

=

. (2.1)

Dimana : P = gaya yang bekerja pada satu baut m = jumlah bidang geser

Ab = luas satu bidang geser

Kemampuan sebuah baut menahan gaya geser disebut kuat geser nominal. Besarnya kuat geser nominal pada sambungan tipe tumpu, adalah :

a. Untuk baut dengan ulirnya berada diluar bidang geser :

= , . . . (2.2) b. Untuk baut dengan ulirnya berada dalam bidang geser :


(14)

Dimana : Rnv = kuat geser nominal tipe tumpu pada satu baut Fub = tegangan ultimate baut

Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir m = jumlah bidang geser

2.2.4 Geser Eksentris (Charles G Salmon & Johnson)

Ketika gaya P diaplikasikan pada garis kerja yang tidak melewati titik berat kelompok baut, maka akan timbul efek akibat gaya eksentris tersebut. Beban P yang mampunyai eksentrisitas sebesar e , adalah ekuivalen statis dengan momen P dikali e ditambah gaya konsentris P yang bekerja pada sambungan. Karena baik momen maupun beban konsentris tersebut memberi efek geser pada kelompok baut, kondisi ini sering disebut sebagai geser eksentris.


(15)

Gambar 2.3 Kombinasi Momen dan Geser

Dalam mendesain sambungan seperti ini , dapat dilakukan dua macam pendekatan yaitu :

Analisis (vektor) tradisional elastik, mengasumsikan tidak ada gesekan antara pelat yang kaku dan alat pengencang yang elastik. Prosedur analisis ini didasarkan pada konsep mekanika bahan sederhana , dan digunakan sebagai prosedur konservatif. Untuk menurunkan persamaan yang digunakan dalan analisis ini , perhatikan sambungan yang menerima beban momen M dalam Gambar 2.4 .

= 1. 1 + 2. 2 + ⋯+ 6. 6 = . persamaan 1.1


(16)

Dapat dituliskan dalam persamaan :

1 = . 1 ; 2 = . 2; ……… 6 = . 6 persamaan 1.2

Substitusikan persamaan 1.1 ke persamaan 1.2 :

= . 12 + . 22 +...+ . 62

= . [ 12 + 22 +... 62 ]

= . 2 persamaan 1.3

Sehingga gaya pada baut 1 :

1 = .

∑ persamaan 1.4

Dengan cara yang sama , maka gaya pada baut- baut yang lain adalah :

2 = .

∑ ; 3 = .

∑ ; ... 6 = .

∑ persamaan 1.5

Atau secara umum dituliskan :

= .

∑ persamaan 1.7

Apabila gaya R diuraikan secara vertikal dan horizontal, atau dalam arah x dan y, maka komponen gaya dalam x dan y dapat dituliskan :


(17)

Gambar 2.5 Gaya R Diuraikan dalam Arah x dan y

Substitusikan ke persamaan 1.7 ke persamaan 1.8 , maka diperoleh :

= .

∑ dan = .

∑ persamaan 1.9

Karena = + , maka pers.1.9 secara umum dapat dituliskan lagi menjadi :

= .

∑ ∑ dan = .

∑ ∑ persamaan 1.10

Dengan hukum penjumlahan vektor maka, gaya R didapatkan dari :

= + persamaan 1.11 Untuk menghitung gaya total akibat beban eksentris seperti pada Gambar 2.4, maka pengaruh gaya Rv memberikan kontribusi gaya pada setiap baut sebesar :

=


(18)

Dengan N adalah jumlah baut, sehingga total resultan gaya pada tiap baut yang mengalami gaya eksentris adalah :

= + ( + ) persamaan. 1.13 (Salmon and Johnson 1990)

2.2.5 Rumus Perhitungan Profil Baja Channel /Kanal

a. Perhitungan Properti Penampang Elemen Sudut :

= + (2.4) Panjang Busur :

= , × (2.5) Titik Pusat Busur :

= , × (2.7) b. Lebar Efektif Sayap Tekan

= − .( + ) (2.8)

= , . (2.9)

= ,

√ . . (2.10)

c. Lebar Lip = ,

√ ( ) (2.11)

= [

,


(19)

O

2.3 Diagram Tegangan-Regangan

Uji tarik rekayasa sering dipergunakan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Benda uji tarik diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu, diagram yang diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan sebagai diagram tegangan-regangan.

Diagram tegangan-regangan menunjukkan karakteristik dari bahan yang diuji dan memberikan informasi penting mengenai besaran mekanis dan jenis perilaku (Jacob Bernoulli 1654 – 1705 dan J.V. Poncelet 1788 – 1867). Diagram tegangan-regangan untuk baja struktral tipikal yang mengalami tarik ditunjukkan pada Gambar 2.6 .

Gambar 2.6 Diagram Tegangan-Regangan untuk Baja Struktural Tipikal yang Mengalami Tarik (tidak berskala).

A

B C

D

E Tegangan (st ress)

Regangan (st rain)

Fy Fu

Lim it Proporsional

Daerah

Luluh at au Plast is sem purna

St rain Hardening


(20)

Diagram tersebut dimulai dengan garis lurus dari pusat sumbu O ke titik A, yang berarti bahwa hubungan antara tegangan dan regangan pada daerah awal ini bukan saja linear melainkan juga proporsional (dua variabel dikatakan proporsional jika rasio antar keduanya konstan, dengan demikian suatu hubungan proporsional dapat dinyatakan dengan sebuah garis lurus yang melalui pusatnya). Melewati titik A, proporsionalitas antara tegangan dan regangan tidak terjadi lagi; maka tegangan di titik A disebut limit proporsional. Kemiringan garis lurus dari titik O ke titik A disebut modulus elastisitas. Karena kemiringan mempunyai satuan tegangan dibagi regangan, maka modulus elastisitas mempunyai satuan yang sama dengan tegangan yang dinyatakan dengan persamaan :

E

=

(2.12)

E = Modulus Elastisitas (N/m2) / MPa

σ = Tegangan (N/m2

) / MPa

ε = Regangan

Dengan meningkatnya tagangan hingga melewati limit proporsional, maka regangan mulai meningkat secara lebih cepat lagi untuk setiap pertambahan tegangan. Dengan demikian, kurva tegangan-regangan mempunyai kemiringan yang berangsur-angsur semakin kecil, sampai pada titik B kurva tersebut menjadi horizontal (lihat Gambar 2.4). Mulai dari titik ini, terjadi perpanjangan yang


(21)

cukup besar pada benda uji tanpa adanya pertambahan gaya tarik (dari B ke C). Fenomena ini disebut luluh dari bahan, dan titik B disebut titik luluh (Fy). Pada daerah antara B dan C, bahan ini menjadi plastis sempurna, yang berarti bahan ini berdeformasi tanpa adanya pertambahan beban. Setelah mengalami regangan besar yang terjadi selama peluluhan di daerah BC, baja mulai mengalami pengerasan regang (strain hardening). Selama itu, bahan mengalami perubahan dalam struktur kristalin, yang menghasilkan peningkatan resitensi bahan tersebut terhadap deformasi lebih lanjut. Perpanjangan benda uji di daerah ini membutuhkan peningkatan beban tarik, sehingga diagram tegangan-regangan mempunyai kemiringan positif dai C ke D. Beban tersebut pada akhirnya mencapai harga maksimumnya, dan tegangan pada saat itu (di titik D) disebut tegangan ultimate (Fu). Penarikan batang lebih lanjut pada kenyataannya akan disertai dengan pengurangan beban, dan akhirnya terjadi putus.patah di suatu titik seperti titik E pada Gambar 2.4 .

2.4 Cara Menentukan Titik Tegangan Leleh dan Titik Tegangan Ultimit Ada beberapa metode yang sering dipergunakan dalam menentukan titik tegangan leleh dan tegangan ultimit suatu material yang mengacu pada ASTM 370, diantaranya adalah :

a. Metode Diagram Anagraphic

Metode ini dapat dipakai karena alat ujinya dilengkapi alat rekam otomatis data tegangan dan regangan pada setiap tahap pembebanan. Ini dipakai


(22)

jika kurva tegangan –regangan material tersebut membentuk suatu perubahan drastis pada titik lelehnya seperti berikut :

Gambar 2.7 Metode Diagram Anagraphic (ASTM A370)

Bagian kurva yang flat pada puncak perubahan di atas adalah terletak pada tegangan leleh pada material (titik R pada Gambar 2.7).

b. Metode Perpanjangan Total selama Pembebanan ( Total Extension Under Load Method )

Metode ini diperlukan juka kurvanya tidak seperti Gambar 2.8 , untuk itu tegangan leleh diperoleh dari tegangan yang berkesesuaian dengan suatu regangan yang disepakati ( specified extension under load). Menurut ASTM A370, untuk material dengan tegangan leleh tidak lebih dari 550 Mpa dapat diambil nilai sebesar 0,005 mm/mm.


(23)

Gambar 2.8 Metode Berdasarkan Extension Under Load (ASTM A370)

Untuk menandai bahwa tegangan lelehnya memakai EUL (Extension Under Load) maka diperlukan penulisan khusus berikut : tegangan leleh (0,5% EUL) = (R yang terbaca) Mpa.

c. Metode Offset

Metode ini adalah metode yang paling umum dipakai , besarnya offset regangan ditentukan 0,002 mm/mm. Adapun penulisannya : tegangan leleh (0,2%offset) = ( R yang terbaca) Mpa.


(24)

Gambar 2.7 Metode Offset (ASTM A370)


(25)

3 - 1

BAB 3

METODE ANALISIS

3.1 Model Struktur Penelitian

3.1.1 Sambungan Dengan Baut Berjumlah 5 (Eksentrisitas 40 mm) B12E40


(26)

Pada eksperimen pertama, ketika pembebanan diberikan akan menimbulkan gaya momen dan gaya geser, dari percobaan ini akan diperoleh nilai dari besarnya momen, besarnya lendutan dan bentuk keruntuhannya. Pada eksperimen yang pertama ini sambungan dibuat dengan konfigurasi diagonal menggunakan baut dengan jumlah 5(lima) baut dengan eksentrisitas 40 mm, jarak antar baut 27,825 mm, 1 buah baut diameter 18 mm di poros dan 4 buah lainnya berdiameter 12 mm.

3.1.2 Sambungan Dengan Baut Berjumlah 5 ( Eksentrisitas 28 ) B12E28


(27)

Pada eksperimen kedua, ketika pembebanan diberikan akan menimbulkan gaya momen dan gaya geser, dari percobaan ini akan diperoleh nilai dari besarnya momen, besarnya lendutan dan bentuk keruntuhannya. Pada eksperimen yang kedua ini sambungan dibuat dengan konfigurasi diagonal menggunakan baut dengan jumlah 5 (lima) baut, dengan eksentrisitas 28 mm, jarak antar baut 19,8 mm, 1 buah baut diameter 18 mm di poros dan 4 buah lainnya berdiameter 12 mm.

3.1.3 Sambungan Dengan Baut Berjumlah 5 ( Eksentrisitas 25 ) B10E25


(28)

Pada eksperimen ketiga, ketika pembebanan diberikan akan menimbulkan gaya momen dan gaya geser, dari percobaan ini akan diperoleh nilai dari besarnya momen, besarnya lendutan dan bentuk keruntuhannya. Pada eksperimen yang kedua ini sambungan dibuat dengan konfigurasi diagonal menggunakan baut dengan jumlah 5 (lima) baut, dengan eksentrisitas 25 mm, , 1 buah baut diameter 18 mm di poros dan 4 buah lainnya berdiameter 10 mm.

3.2 Tabel Penelitian

Tabel penelitiaan menunjukan parameter besarnya kekuatan momen yang dapat ditahan oleh masing-masing spesimen.

Tabel 3.1 Tabel Penelitian

Spesimen Parameter Pengujian Keterangan

Sambungan dengan jumlah baut 5 eksentrisitas 40

Membandingkan perhitungan teoritis dengan hasil pengujian

Jumlah baut 5 1 baut di tengah Ø 18mm

4 baut Ø 12mm Sambungan dengan jumlah

baut 5 eksentrisitas 28

Membandingkan perhitungan teoritis dengan hasil pengujian

Jumlah baut 5 1 baut di tengah Ø 18mm

4 baut Ø 12mm Sambungan dengan jumlah

baut 5 eksentrisitas 25

Membandingkan perhitungan teoritis dengan hasil pengujian

Jumlah baut 5 1 baut di tengah Ø 18mm


(29)

3.3 Analisis Perhitungan dengan Cara Teoritis

Sebelum melanjutkan pada kegiatan eksperimental, akan dilakukan analisis perhitungan secara teoritis sebagai pembanding dengan hasil perhitungan dengan alat uji UTM dengan bantuan software MathCad. Untuk mengetahui hasil dari perhitungan teoritis , terlebih dahulu harus mengetahui kekuatan dari spesimen yaitu kekuatan pelat channel dan kekuatan baut.

Kekuatan tumpu pelat channel diperoleh dari perhitungan :

= ( , + , ) . . (3.1)

Kekuatan tumpu 1 batang baut diperoleh dari perhitungan :

= , . . (3.2)

Dimana :

Pn = Kekuatan Tumpu Pelat Channel (Kgf) Fu = Mutu Baja Channel (Mpa)

d.baut = Diameter Baut (mm) Tp = Pelat Tertipis (mm) Ab = Penampang Baut (mm2)

Dalam ekperimental yang akan dilakukan, bahan yang digunakan yaitu baja ringan (coldformed steel) dengan profil 125x50x20x2,3. Data-data dari bahan baja ringan ini adalah Tinggi Profil (h) = 125 mm, Lebar Profil (b) = 50 mm, Tinggi Lip (D) = 20 mm, Tebal Profil (t) = 2 mm, Jari-jari Fillet (R) = 3 mm, Mutu Baja (Fye) = 300 Mpa, Modulus Elastisitas (E) = 200000 Mpa, dan Diameter Baut (d)1-4= 12 mm, (d)5= 18 mm. Berdasarkan data-data tersebut,


(30)

perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan bantuan software MathCad ( hasil perhitungan dengan MathCad14 terlampir ).

3.4 Proses Pembuatan Spesimen

3.4.1 Material yang Digunakan dalam Eksperimen a. Baja Ringan ( Coldformed Steel )

Material baja ringan yang digunakan adalah baja ringan profil kanal / Channel dengan dimensi 125 x 50 x 20 x 2,3, mutu baja setelah diuji (Fye) 275 Mpa, material ini di desain sebagai tipe sambungan momen untuk dipelajari sejauh mana sambungan ini bekerja ketika menerima beban pada kondisi tertentu, material dipotong menjadi ukuran 300 mm untuk bagian vertikal dan 250 mm untuk bagian horizontal.


(31)

b. Baja Canai Panas ( Hot Rolled )

Pelat baja Hot Rolled digunakan sebagai grip/ penyangga spesimen yang akan di uji. Grip / penyangga spesimen terdiri dari 2 jenis tergantung dari fungsinya masing-masing yaitu Grip Atas dan Grip Bawah, dengan ketebalan pelat 8 mm dan 16 mm.

(a) (b)

Gambar 3.5 (a) Grip Atas, (b) Grip Bawah

c. Baut

Baut yang digunakan adalah jenis baut mutu tinggi (high tension bolt) diameter 18 mm, 12 mm, dan 10 mm


(32)

d. Lengan Momen

Lengan momen terbuat dari baja Hot Rolled dan berfungsi untuk menciptakan gaya pada saat uji momen dilakukan.

Gambar 3.7 Lengan Momen

3.5 Alat yang digunakan dalam Pembuatan Spesimen

Alat yang digunakan dalam proses pembuatan spesimen antara lain : a. Cutter ( alat pemotong )

Berfungsi untuk memotong material spesimen dengan rapi.


(33)

b. Mesin Bor

Mesin bor digunakan untuk membuat lubang baut pada spesimen. Mata bor yang digunakan ukuran 18 mm, 12 mm dan 10 mm.

Gambar 3.9 Mesin Bor c. Gerinda

Gerinda digunakan untuk menghaluskan permukaan dan bekas pemotongan spesimen.

Gambar 3.10 Gerinda d. Jangka Sorong

Jangka sorong digunakan untuk pengukuran yang akurat.


(34)

e. Kunci Pas

Kunci pas digunakan untuk mempermudah bongkar pasang spesimen.

Gambar 3.12 Kunci Pas

3.6 Set Up Alat Eksperimen

3.6.1 Alat- alat yang Digunakan dalam Eksperimen

a. Alat uji otomatis (UTM) dan Tumpuan

Peralatan utama pengujian yang dipergunakan adalah Universal Testing Machine ( UTM ), UTM yang digunakan adalah jenis Computer Servo Control Material Testing Machine buatan Hung Ta Instrument Co. Ltd Taiwan, kapasitas UTM tersebut sebesar 50 ton dengan pengendalian mesin dengan komputer. Tumpuan berfungsi untuk menahan beban ketika beban dari UTM diaplikasikan. Karena pembebanan pada UTM adalah dari bawah ke atas, maka tumpuan tersebut bersifat menahan gaya angkat ke atas.


(35)

Gambar 3.13 Konfigurasi UTM

b. Data Logger

Data logger berfungsi untuk mengkonversi sinyal-sinyal resistensi dari strain gage menjadi nilai regangan yang tercatat secara otomatis dengan komputer. Jenis data logger yang digunakan DC104R buatan Jepang.


(36)

3.6.2 Setting/ Pengaturan UTM

Sebelum pelaksanaan eksperimen, terlebih dahulu harus dilakukan pengaturan/ setting untuk alat uji UTM berdasarkan parameter yang telah ditentukan sebelumnya antara lain : besarnya beban yang akan diaplikasikan, properti material, interval waktu, sifat pengujian dan sebagainya. Kecepatan pengujian menggunakan Load Control sebesar 2500 kgf/ mm.

3.7 Pemasangan Spesimen ke Alat Uji UTM

Setelah setting UTM, langkah selanjutnya adalah pemasangan spesimen ke alat uji UTM. Pemasangan spesimen harus dilakukan dengan seksama, baut sambungan spesimen maupun baut grip harus dikencangkan dengan seksama dan benar-benar pas untuk menghindari kesalahan/ error.


(37)

3.7.1 Setting Data Logger dan Tranduscer

Setelah spesimen terpasang dengan benar di alat uji UTM, kemudian dilakukan pengaturan/ setting data logger jenis strainmeter tipe DC-104 R buatan Tokyo Sokki Kenkyujo Co. Ltd. Jepang yang tersambung dengan trandsuscer tipe CDP-25, alat-alat tersebut tersambung dengan komputer melalui USB port. Karena keterbatasan pembacaan peralihan tranduscer CDP-25 yaitu hanya sebesar 25 mm, maka tranduscer yang dipasang ada 2 yaitu CDP-25 dengan kode CH1 untuk membaca peralihan pada spesimen pada eksentrisitas 70 mm dan CDP-25 dengan kode CH2 untuk membaca peralihan pada eksentrisitas 30 mm. Hal ini dilakukan bilamana sewaktu-waktu tranduscer terlepas maka tranduscer yang lain masih terpasang dan percobaan masih dapat dilanjutkan .


(38)

3.8 Pengaturan Eksperimen

Pengujian akan dilakukan sebanyak 3 kali. ketiga percobaan dilakukan dengan konfigurasi baut yang sama yaitu jumlah baut 5 buah, yang membedakan adalah jarak eksentrisitas baut dan diameter baut yang digunakan. Spesimen 1 diberi kode (B12E40), spesimen kedua diberi kode (B12E28), spesimen ketiga diberi kode (B10E25). Pemberian kode pada spesimen berdasarkan eksentrisitas baut dan diameter baut yang digunakan. Hasil dari pembacaan nilai alat UTM kemudian diolah dengan Microsoft Excel ( hasil perhitungan dengan MS Excel terlampir).


(39)

4 - 1

BAB 4

HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Sambungan Momen dengan Baut

4.1.1 Hasil Uji Spesimen Baut 12 mm Eksentrisitas 40 mm

Percobaan pertama menguji spesimen konfigurasi 5 baut berdiameter 12 mm dengan eksentrisitas 40 mm ( B12 E40 )


(40)

Hasil pembacaan dari tranduscer CH1 dengan eksentrisitas 70 mm kemudian diolah dengan Microsoft Excel, diperoleh nilai Putm sebesar 1.812,00 Kgf ( 17,758 kN ), proses peralihan dapat terlihat dari grafik berikut :

Grafik 4.1 Tranduscer CH1 B12 E40

Hasil pembacaan dari tranduscer CH2 dengan eksentrisitas 30 mm kemudian diolah dengan Microsoft Excel, diperoleh nilai Putm sebesar 1.812,00 Kgf ( 17,758 kN ), proses peralihan dapat terlihat dari grafik berikut :

Grafik 4.2 Tranduscer CH2 B12 E40

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

- 5 10 15 20 25 30 35 40

G a y a ( k N ) Peralihan (mm) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

- 5 10 15 20

G a y a ( k N ) Peralihan (mm)


(41)

Kemudian perhitungan dilanjutkan untuk menentukan besarnya momen dan rotasi yang diperoleh dari :

Momen = Eksentrisitas x Gaya dan

Rotasi = Eksentrisitas Tranduscer x peralihan

Spesimen B12E40 dapat menahan momen sebesar 3.684,702 kN.mm sebelum mengalami kehancuran, proses rotasi dapat terlihat dalam grafik 4.3 berikut :

Grafik 4.3 Momen dan Rotasi B12E40

Percobaan uji momen spesimen B12E40 :

(a) Tampak Horizontal (b) Tampak Vertikal

Gambar 4.2 Percobaan Spesimen B12E40

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

- 0.10 0.20 0.30 0.40

M o m e n ( k N .m m ) Rotasi B12E40


(42)

4.1.2 Hasil Uji Spesimen Baut 12 mm Eksentrisitas 28 mm

Percobaan kedua menguji spesimen konfigurasi 5 baut berdiameter 12 mm dengan eksentrisitas 28 mm ( B12 E28 ).

Gambar 4.3 Spesimen B12E28

Hasil pembacaan dari tranduscer CH1 dengan eksentrisitas 70 mm diperoleh nilai Putm sebesar 1.794,50 Kgf ( 17,586 kN ), proses peralihan dapat terlihat dari grafik berikut :


(43)

Grafik 4.4 Tranduscer CH1 B12E28

Hasil pembacaan dari tranduscer CH2 dengan eksentrisitas 30 mm diperoleh nilai Putm sebesar 1.794,50 Kgf ( 17,586 kN ), proses peralihan dapat terlihat dari grafik berikut :

Grafik 4.5 Tranduscer CH2 B12E28

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

- 10 20 30 40 50 60 70

G a y a ( k N ) Peralihan (mm) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

- 5 10 15 20 25 30 35 40

G a y a ( k N ) Peralihan (mm)


(44)

Kemudian perhitungan dilanjutkan untuk menentukan besarnya momen dan rotasi yang diperoleh dari :

Momen = Eksentrisitas x Gaya dan

Rotasi = Eksentrisitas Tranduscer x peralihan

Spesimen B12E28 dapat menahan momen sebesar 3.649,116 kN.mm sebelum mengalami kehancuran, proses rotasi dapat terlihat dalam grafik 4.6 berikut :

Grafik 4.6 Momen dan Rotasi B12E28

Percobaan uji momen spesimen B12E28 :

(a) Tampak Horizontal (b) Tampak Vertikal Gambar 4.4 Percobaan Spesimen B12E28

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

M o m e n ( k N .m m ) Rotasi B12E28


(45)

4.1.3 Hasil Uji Spesimen Baut 10 mm Eksentrisitas 25 mm

Percobaan ketiga menguji spesimen konfigurasi 5 baut berdiameter 10 mm dengan eksentrisitas 25 mm ( B10 E25 )

Gambar 4.5 Spesimen B10E25

Hasil pembacaan dari tranduscer CH1 dengan eksentrisitas 70 mm diperoleh nilai Putm sebesar 1.471,0 Kgf (14,416 kN ), proses peralihan dapat terlihat dari grafik berikut :


(46)

Grafik 4.7 Tranduscer CH1 B10 E25

Hasil pembacaan dari tranduscer CH2 dengan eksentrisitas 30 mm diperoleh nilai Putm sebesar 1.471,0 Kgf (14,416 kN ), proses peralihan dapat terlihat dari grafik berikut :

Grafik 4.8 Tranduscer CH2 B10E25

Kemudian perhitungan dilanjutkan untuk menentukan besarnya momen dan rotasi yang diperoleh dari :

0 2 4 6 8 10 12 14 16

- 20 40 60 80 100 120 140

G a y a ( k N ) Peralihan (mm) 0 2 4 6 8 10 12 14 16

- 5 10 15 20 25 30 35 40

G a y a ( k N ) Peralihan (mm)


(47)

Momen = Eksentrisitas x Gaya dan

Rotasi = Eksentrisitas Tranduscer x peralihan

Spesimen B10E25 dapat menahan momen sebesar 2.991,279 kN.mm sebelum mengalami kehancuran, proses rotasi dapat terlihat dalam grafik 4.9 berikut :

.

Grafik 4.9 Momen dan Rotasi B10E25

Percobaan uji momen spesimen B10E25 :

(a) Tampak Horizontal (b) Tampak Vertikal Gambar 4.6 Percobaan Spesimen B10E25

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

M o m e n ( k N .m m ) Rotasi B10E25


(48)

4.2 Pembahasan Pengujian Sambungan Momen dengan Baut

4.2.1 Titik Tegangan Leleh dan Tegangan Ultimit Spesimen

4.2.1.1 Titik Tegangan Leleh dan Tegangan Ultimit Spesimen B12E40

Grafik 4.10 Titik Tegangan Leleh dan Tegangan Ultimit B12E40

Grafik 4.10 menunjukan titik tegangan leleh , tegangan ultimit, rotasi leleh, dan rotasi ultimit spesimen B12E40. Titik tegangan leleh dan tegangan ultimit spesimen B12E40 diperoleh dengan metode offset. Dari grafik 4.10 diperoleh persamaan garis lurus :

= 19527 −297,9 Pers. (1) = 19527 −336,9 Pers. (2) = 9057 + 1192,5 Pers. (3)

y = 19527x - 297.9

y = 19527x - 336.9 y = 9057x + 91192.5

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

- 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35

M o m e n ( k N .m m ) Rotasi B12E40 s1 s1-offset s2 Linear (s1) Linear (s1-offset) Linear (s2)


(49)

Substitusikan persamaan (2) dan persamaan (3) untuk memperoleh koordinat x dari titik tegangan leleh dari spesimen B12E40

19527 −336,9 = 9057 + 1192,5 Pers.(4) 10470. = 1529,9

= 0,1460 Maka, = = 0,1397

Substitusikan persamaan x ke persamaan (2) untuk memperoleh koordinat y, sehingga didapat nilai tegangan leleh.

= 19527 −336,9

= 19527. ( 0,1460) −336,9

= 2515,49 Pers.(6) Maka, = = 2515,49

x menyatakan nilai θy dan y menyatakan nilai My, sehingga dari Grafik 4.10 diperoleh :

MU = 3.684,702 kN.mm

θU = 0,268

My = 2.515,49 kN.mm


(50)

4.2.1.2 Titik Tegangan Leleh dan Tegangan Ultimit Spesimen B12E28

Grafik 4.11 Titik Tegangan Leleh dan Ultimit B12E28

Grafik 4.11 menunjukan titik tegangan leleh , tegangan ultimit, rotasi leleh, dan rotasi ultimit spesimen B12E28. Titik tegangan leleh dan tegangan ultimit spesimen B12E28 diperoleh dengan metode offset. Dari grafik 4.11 diperoleh persamaan garis lurus :

= 10667 + 258,9 Pers. (1) = 10667 + 237,6 Pers. (2)

= 7790 + 826,8 Pers. (3) Substitusikan persamaan (2) dan persamaan (3) untuk memperoleh

koordinat x dari titik tegangan leleh dari dari spesimen B12E28.

10667 + 237,6 = 7790 + 826,8 Pers. (4) y = 7790.x + 826.8

y = 10667x + 258.9

y = 10667x + 237.6

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

M o m e n ( k N .m m ) Rotasi B12E28 s2 s1 s1-offset Linear (s2) Linear (s1) Linear (s1-offset)


(51)

2877. = 589,2

= 0,2047 Maka, = = 0,2047

Substitusikan persamaan x ke persamaan (2) untuk memperoleh koordinat y, sehingga didapat nilai tegangan leleh.

= 7790 + 826,8

= 7790.( 0,2047) + 826.8

= 2421,413 Maka, = = 2421,413

x menyatakan nilai θy dan y menyatakan nilai My, sehingga dari Grafik 4.11 diperoleh :

MU = 3.649,116 kN.mm

θU = 0,347

My = 2.421,413 kN.mm


(52)

. 4.2.1.3 Titik Tegangan Leleh dan Tegangan Ultimit Spesimen B10E25

Grafik 4.12 Titik Tegangan Leleh dan Ultimit B10E25

Grafik 4.12 menunjukan titik tegangan leleh , tegangan ultimit, rotasi leleh, dan rotasi ultimit spesimen B10E25. Titik tegangan leleh dan tegangan ultimit spesimen B10E25 diperoleh dengan metode offset. Dari grafik 4.12 diperoleh persamaan garis lurus :

= 8264 −92,61 Pers. (1) = 8264 −76,08 Pers. (2)

= 8094 −27,45 Pers. (3) Substitusikan persamaan (2) dan persamaan (3) untuk memperoleh

koordinat x dari titik tegangan leleh dari dari spesimen B10E25 y = 8264x - 76.08

y = 8094.x - 27.45

y = 8264x - 92.61

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

M o m e n ( k N .m m ) Rotasi B10E25 s1 s2 s1-offset Linear (s1) Linear (s2) Linear (s1-offset)


(53)

8264. −76,08 = 8094. −27,45 Pers. (4) 170. = 48,63

= 0,286 Maka, = = 0,286

Substitusikan persamaan x ke persamaan (2) untuk memperoleh koordinat y, sehingga didapat nilai tegangan leleh.

= 8264 −76,08

= 8264.( 0,286)−76,08

= 2287,91 Pers. (6) Maka, = = 2287,91

x menyatakan nilai θy dan y menyatakan nilai My, sehingga dari Grafik 4.11 diperoleh :

MU = 2.991,279 kN.mm

θU = 0,392

My = 2.287,91 kN.mm


(54)

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Laboratorium

SPESIMEN MU

(kN.mm)

My (kN.mm)

θU θy

B12E40 3.684,72 2.515,49 0,268 0,1460

B12E28 3.649,116 2.421,413 0,347 0,2047

B10E25 2.991,279 2.287,91 0,392 0,286

4.2.2 Mekanisme Kehancuran Yang Terjadi

Pengujian ketiga spesimen ( B12E40, B12E28, B10E25) dengan konfigurasi baut yang sama menghasilkan bentuk kehancuran/ keruntuhan yang hampir sama. Kehancuran/ keruntuhan yang terjadi dipengaruhi oleh oleh eksentrisitas baut, perputaran sudut pada posisi tertentu dan gaya yang dibebankan. Berikut adalah bentuk-bentuk kehancuran/ keruntuhan spesimen setelah dilakukan uji momen :

Bentuk Kehancuran


(55)

Bentuk Kehancuran

Gambar 4.8 B12E28 Hancur

Bentuk Kehancuran


(56)

4.2.3 Perbandingan Perhitungan Secara Teoritis dengan Hasil Percobaan Laboratorium

Perhitungan secara teoritis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak/software MathCad14. Hasil perhitungan secara teoritis kemudian dibandingkan dengan hasil percobaan di laboratorium sehingga diperoleh persentase perbedaan hasil keduanya.

Hasil Analisis Perhitungan PUTM Teoritis dibandingkan dengan PUTM Laboratorium :

Perhitungan teoritis dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak/ software MathCad14. Hasil dari perhitungan teoritis kemudian dibandingkan dengan hasil pengujian di laboratorium sehingga diperoleh persentase perbedaannya. Parameter yang dibandingkan adalah nilai PUTM teoritis dengan PUTM Laboratorium. Nilai PUTM teoritis diatur dengan cara trial and error sedemikian sehingga diperoleh nilai Ru yang sedikit lebih besar mendekati nilai Pn. ( hasil perhitungan MathCad14 dan Microsoft Excel terlampir ).

Tabel 4.2 Perbandingan Perhitungan P Teoritis dengan P Hasil Laboratorium

SPESIMEN P

TEORITIS (kgf)

P Lab (P u) (kgf)

P Lab (P y) (kgf)

PERBEDAAN P teoritis & Pu

(%)

PERBEDAAN P teoritis & Py

(%)

B12E40 1.454,1 1.796,5 1237,0 19.1 14,9

B12E28 1.066,3 1.727,0 1205,5 38,3 11,5


(57)

Setelah mencocokan hasil perhitungan secara teoritis dengan hasil percobaan di laboratorium terdapat perbedaan hasil cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan Data Logger pada saat mengkombinasikan data berisi gaya-perpindahan-waktu ( P-Δ-t), dan data yang berisi perpindahan-waktu(Δ-t) dan keterbatasan Displacement Tranduscer yang dipakai.

Dari persentase perbandingan hasil perhitungan teoritis dengan hasil perhitungan laboratorium dapat diketahui bahwa sistem sambungan didesain berdasarkan parameter leleh, dimana persentase perbedaan P teoritis vs Py lebih kecil dibandingkan P teoritis vs P ultimit.

4.3 Perilaku Sambungan Baut

4.3.1 Perilaku Sambungan pada Spesimen B12E40 4.3.1.1 Mekanisme Tumpu

Mekanisme tumpu pada sambungan momen erat kaitannya dengan mekanisme kehancuran yang terjadi pada spesimen setelah dilakukan pengujian di laboratorium. Bidang kontak mekanisme tumpu yang terjadi pada sambungan momen spesimen B12E40 ada 2 (dua) yaitu :

1. Bidang kontak antara batang baut dengan pelat baja ringan 2. Bidang kontak antara kepala baut dengan pelat baja ringan

Spesimen mengalami deformasi (elongation) pada lubang bautnya karena mengalami kerusakan/ sobek pada beberapa bagiannya dan baut mengalami rotasi


(58)

yang diakibatkan oleh mekanisme tumpu tersebut, seperti dijelaskan pada gambar 4.10a dan gambar 4.10b

Gambar 4.10a Bidang Kontak Batang Baut dengan Spesimen

Gambar 4.10b Bidang Kontak Kepala Baut dengan Spesimen

4.3.1.2 Kekakuan Spesimen

Kekakuan/ stiffness spesimen diperoleh berdasarkan persamaan : =

Maka, kekakuan spesimen B12E40 diperoleh sebesar : =


(59)

= 2.515,49 0,1460 = 17.229,383

4.3.1.3 Daktilitas Spesimen

Daktilitas spesimen diperoleh berdasarkan persamaan :

µ=

Maka, daktilitas spesimen B12E40 diperoleh sebesar :

µ=

µ= 0,268 0,1460 µ= 1,835

4.3.1.4 Kekuatan Spesimen

Kekuatan spesimen diperoleh berdasarkan parameter MU dan My spesimen B12E40.

MU = 3.684,72 kN.mm

My = 2.515,49 kN.mm

4.3.2 Perilaku Sambungan pada Spesimen B12E28 4.3.2.1 Mekanisme Tumpu

Mekanisme tumpu pada sambungan momen erat kaitannya dengan mekanisme kehancuran yang terjadi pada spesimen setelah dilakukan pengujian di


(60)

laboratorium. Bidang kontak mekanisme tumpu yang terjadi pada sambungan momen spesimen B12E28 ada 2 (dua) yaitu :

1. Bidang kontak antara batang baut dengan pelat baja ringan 2. Bidang kontak antara kepala baut dengan pelat baja ringan

Spesimen mengalami deformasi (elongation) pada lubang bautnya karena mengalami kerusakan/ sobek pada beberapa bagiannya dan baut mengalami rotasi yang diakibatkan oleh mekanisme tumpu tersebut, seperti dijelaskan pada gambar 4.11a dan gambar 4.11b

Gambar 4.11a Bidang Kontak Batang Baut dengan Spesimen


(61)

4.3.2.2 Kekakuan Spesimen

Kekakuan/ stiffness spesimen diperoleh berdasarkan persamaan : =

Maka, kekakuan spesimen B12E28 diperoleh sebesar : =

= 2.421,413 0,2047 = 11.829,081

4.3.2.3 Daktilitas Spesimen

Daktilitas spesimen diperoleh berdasarkan persamaan :

µ=

Maka, daktilitas spesimen B12E28 diperoleh sebesar :

µ=

µ= 0,347 0,2047 µ= 1,695

4.3.2.4 Kekuatan Spesimen

Kekuatan spesimen diperoleh berdasarkan parameter MU dan My spesimen B12E28.

MU = 3.649,116 kN.mm


(62)

4.3.3 Perilaku Sambungan pada Spesimen B10E25 4.3.3.1 Mekanisme Tumpu

Mekanisme tumpu pada sambungan momen erat kaitannya dengan mekanisme kehancuran yang terjadi pada spesimen setelah dilakukan pengujian di laboratorium. Bidang kontak mekanisme tumpu yang terjadi pada sambungan momen spesimen B12E25 ada 2 (dua) yaitu :

1. Bidang kontak antara batang baut dengan pelat baja ringan 2. Bidang kontak antara kepala baut dengan pelat baja tingan

Spesimen mengalami deformasi (elongation) pada lubang bautnya karena mengalami kerusakan/ sobek pada beberapa bagiannya dan baut mengalami rotasi yang diakibatkan oleh mekanisme tumpu tersebut, seperti dijelaskan pada gambar 4.12a dan gambar 4.12b


(63)

Gambar 4.12b Mekanisme Tumpu Kepala Baut dengan Spesimen

4.3.3.2 Kekakuan Spesimen

Kekakuan/ stiffness spesimen diperoleh berdasarkan persamaan : =

Maka, kekakuan spesimen B10E25 diperoleh sebesar : =

= 2.287,91 0,286 = 7.999,685

4.3.3.3 Daktilitas Spesimen

Daktilitas spesimen diperoleh berdasarkan persamaan :

µ=


(64)

µ= µ= 0,392

0,286 µ = 1,37

4.3.3.4 Kekuatan Spesimen

Kekuatan spesimen diperoleh berdasarkan parameter MU dan My spesimen B10E25.

MU = 2.991,279 kN.mm

My = 2.287,91 kN.mm

Tabel 4.3 Perilaku Sambungan Momen dengan Baut

SPESIMEN MU

(kN.mm)

My (kN.mm)

θU θy KEKAKUAN

(K) (My/θy)

DAKTILITAS (µ) (θu/θy)

B12E40 3.684,702 2.515,49 0,268 0,1460 17.229,383 1,835

B12E28 3.649,119 2.451,443 0,347 0,204 11.969,936 1,685

B10E25 2.991,279 2.287,91 0,392 0,286 8.323,517 1,37

4.4 Interpretasi Hasil Pengujian dan Percobaan Laboratorium Hasil pengujian dan percobaan di laboratorium menunjukan bahwa : 1. Eksentrisitas , luas penampang sambungan baut , diameter baut dan jumlah

baut mempengaruhi kekuatan sambungan momen walaupun hasilnya tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pengujian dan percobaan spesimen B12E40, B12E28, dan B10E25 Perilaku sambungan momen dengan baut pada material pelat baja ringan/cold formed


(65)

steel.dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya tata letak baut, eksentrisitas dan luas penampang sambungan baut .

2. Semakin besar eksentrisitas dan diameter baut yang digunakan pada sistem sambungan, semakin besar kekakuan sambungan, daktilitas dan kekuatan sambungan. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan hasil pengujian ketiga spesimen.

3. Bentuk Kehancuran (Failure Mode) yang terjadi berdasarkan mekanisme tumpu antara bidang kontak kepala baut dengan spesimen dan bidang kontak antara batang baut dengan spesimen menyebabkan :

a. Baut mengalami rotasi.

b. Rotasi pada baut mengakibatkan terjadinya elongation pada lubang baut.

4. Prediksi perhitungan teoritis ( desain ) sesuai dengan parameter leleh, hal ini dapat dibuktikan berdasarkan perbandingan persentase perbedaan antara desain dengan hasil pengujian yang menunjukan prediksi teoritis dan parameter leleh persentase perbedaannya lebih kecil dibandingkan dengan prediksi teoritis dan parameter ultimit.


(66)

5 - 1

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah pengujian selesai dilakukan diperoleh hasil pengujian laboratorium berikut :

1. Perbandingan perhitungan teoritis dengan pengujian labotarorium seperti ditunjukan dalam Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Perbandingan Perhitungan P Teoritis dengan P Hasil Laboratorium

SPESIMEN P

TEORITIS (kgf)

P Lab (P u) (kgf)

P Lab (P y) (kgf)

PERBEDAAN P teoritis & Pu

(%)

PERBEDAAN P teoritis & Py

(%)

B12E40 1.454,1 1.796,5 1237,0 19.1 14,9

B12E28 1.066,3 1.727,0 1205,5 38,3 11,5

B10E25 739,8 1.471,0 1125,1 49,7 34,2

Perilaku sambungan momen dengan baut pada material pelat baja ringan/ cold formed steel seperti ditunjukan dalam Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Perilaku Sambungan Momen dengan Baut

SPESIMEN MU

(kN.mm)

My (kN.mm)

θU θy KEKAKUAN

(K) (My/θy)

DAKTILITAS (µ) (θu/θy)

B12E40 3.729,096 2.515,49 0,268 0,1460 17.229,383 1,835

B12E28 3.693,081 2.451,443 0,347 0,204 11.969,936 1,7


(67)

Hasil pengujian dan percobaan di laboratorium menunjukan bahwa :

1. Eksentrisitas , luas penampang sambungan baut , diameter baut dan jumlah baut mempengaruhi kekuatan sambungan momen walaupun hasilnya tidak terlalu signifikan,. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil pengujian dan percobaan spesimen B12E40, B12E28, dan B10E25 menunjukan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda.

2. Semakin besar eksentrisitas dan diameter baut yang digunakan pada sistem sambungan, semakin besar kekakuan , daktilitas dan kekuatan sambungan. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan hasil pengujian ketiga spesimen.

3. Bentuk Kehancuran (Failure Mode) yang terjadi berdasarkan mekanisme tumpu antara bidang kontak kepala baut dengan spesimen dan bidang kontak antara batang baut dengan spesimen mengakibatkan :

a. Baut mengalami rotasi.

b. Rotasi pada baut mengakibatkan terjadinya elongation pada lubang baut.

4. Prediksi perhitungan teoritis ( desain ) sesuai dengan parameter leleh, hal ini dapat dibuktikan berdasarkan perbandingan persentase perbedaan antara desain dengan hasil pengujian yang menunjukan prediksi teoritis dan parameter leleh persentase perbedaannya lebih kecil dibandingkan dengan prediksi teoritis dan parameter ultimit.


(68)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis kesimpulan diatas maka akan dikemukakan saran yang mungkin akan berguna bagi penulis khususnya dan kalangan kalangan praktisi maupun akademisi teknik sipil pada umumnya. Perlu perhatian lebih dalam mendesain suatu sistem sambungan pada material baja ringan/ cold formed steel, karena adanya perbedaan sifat material cold formed steel dengan material hot rolled steel sehingga tidak semua prinsip mendesain sambungan baja dapat diterapkan pada desain sambungan pada material cold formed steel.

Semoga skripsi ini dapat dipergunakan oleh kalangan praktisi maupun akademisi teknik sipil dalam mengembangkan pengetahuan dalam mendesain struktur baja ringan/cold formed steel yang kuat dan efisien.


(69)

PERILAKU SAMBUNGAN MOMEN DENGAN BAUT PADA

STRUKTUR BAJA RINGAN ( COLD FORMED STEEL)

(Komunitas Bidang Ilmu : Teknik Struktur)

Dadang Nugraha

NIM : 1.30.06.006

PEMBIMBING : Y. Djoko Setiyarto S.T., M.T.

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BANDUNG


(70)

Data Pribadi

Nama : Dadang Nugraha

Tempat / Tangal Lahir : Bandung, 27 Januari 1987 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat :Griya Prima Alam Asri C-4/4 Cimanggung, Sumedang 45364 No Telepon/HP : 022-7004 1809 / 0852 2220 7989

Pendidikan

Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Jurusan Teknik Sipil SMAN 24 Bandung – lulus tahun 2005 SLTP Rancaekek 1 – lulus tahun 2002 SDN Rancaekek 4 – lulus tahun 1999

Pengalaman Organisasi

1. Ketua OSIS SMPN 1 Rancaekek periode 2001-2002

2. Ketua Dewan Penggalang Pramuka SMPN periode 1 Rancaekek 2001-2002 3. Ketua Ekstra Kurikuler Bola Basket SMAN 24 Bandung Periode 2003-2004 4. Ketua Bidang Olahraga OSIS SMAN 24 Bandung periode 2003-2004

5. Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil UNIKOM Periode 2006-2007

6. Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil UNIKOM 2007-2008 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, Agustus 2011


(71)

DAFTAR PUSTAKA

Gere & Timoshenko. Mekanika Bahan. Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.2000.

Badan Standararisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, Bandung, 2000.

AISI. (2001a). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)”, Research Report RP01-4, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Rev. Edition 2006.

ASTM A370-03a. “Standard Test Methods and Definitions for Mechanical Testing of Steel Product” ASTM International. USA.2003.

Sumber (www.Google.com : Baja Ringan & Profil PT.Krakatau Steel) Sumber (www.Google.com : Baja Ringan & Profil PT.Gunung Garuda)

Sumber ( http//: Wiryanto.wordpress.com ) Dewabroto, Wiryanto. Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold Rolled, Ringkasan Disertasi, UNPAR Bandung. 2008.

Setiawan, Agus. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-1729-2002). Jakarta: Erlangga. 2008

Salmon, C.G, & Johnson., J.E., Steel Structures, Design and Behavior , Harper Collins College Publishers, New York, 1996.


(72)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun tugas akhir ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik & Ilmu Komputer Jurusan Teknik Sipil UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA.

Penyelesaian tugas akhir ini, bukannya tanpa halangan, namun berkat rahmat-Nya, dorongan dan semangat dari keluarga, teman-teman seperjuangan, dan dukungan moril maupun materil dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir/ skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bpk. Y. Djoko Setiyarto, ST., MT. selaku dosen pembimbing ,terima kasih banyak atas arahan, bimbingan, materi dan waktu yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ayah (alm.) dan Ibu tercinta, atas dorongan, doa dan segalanya.

3. Laboratorium Teknik Struktur Universitas Katolik Parahyangan Bandung. 4. My Beloved Cherah Brilianti S.T, terima kasih atas kesabaran dan

dukungannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bpk. Yatna Supriyatna, ST., MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia.


(73)

iv

7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil , terima kasih atas ilmu yang diberikan selama penulis menimba ilmu di jurusan teknik sipil UNIKOM.

8. Sekretariat Jurusan Teknik Sipil UNIKOM. 9. Teman-teman 06 TS 01, Best Class pokoknya. 10.Barudak kostan 43B.

11.BLS 9, nuhun Dit pinjaman kamarna.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukannya, Amin.

Bandung, Agustus 2011


(1)

5 - 3

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis kesimpulan diatas maka akan dikemukakan saran yang mungkin akan berguna bagi penulis khususnya dan kalangan kalangan praktisi maupun akademisi teknik sipil pada umumnya. Perlu perhatian lebih dalam mendesain suatu sistem sambungan pada material baja ringan/ cold formed steel, karena adanya perbedaan sifat material cold formed steel dengan material hot rolled steel sehingga tidak semua prinsip mendesain sambungan baja dapat diterapkan pada desain sambungan pada material cold formed steel.

Semoga skripsi ini dapat dipergunakan oleh kalangan praktisi maupun akademisi teknik sipil dalam mengembangkan pengetahuan dalam mendesain struktur baja ringan/cold formed steel yang kuat dan efisien.


(2)

SKRIPSI

PERILAKU SAMBUNGAN MOMEN DENGAN BAUT PADA

STRUKTUR BAJA RINGAN ( COLD FORMED STEEL)

(Komunitas Bidang Ilmu : Teknik Struktur)

Dadang Nugraha

NIM : 1.30.06.006

PEMBIMBING : Y. Djoko Setiyarto S.T., M.T.

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

BANDUNG


(3)

CURRICULUM VITAE

Data Pribadi

Nama : Dadang Nugraha

Tempat / Tangal Lahir : Bandung, 27 Januari 1987 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat :Griya Prima Alam Asri C-4/4 Cimanggung, Sumedang 45364 No Telepon/HP : 022-7004 1809 / 0852 2220 7989

Pendidikan

Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Jurusan Teknik Sipil SMAN 24 Bandung – lulus tahun 2005 SLTP Rancaekek 1 – lulus tahun 2002 SDN Rancaekek 4 – lulus tahun 1999

Pengalaman Organisasi

1. Ketua OSIS SMPN 1 Rancaekek periode 2001-2002

2. Ketua Dewan Penggalang Pramuka SMPN periode 1 Rancaekek 2001-2002 3. Ketua Ekstra Kurikuler Bola Basket SMAN 24 Bandung Periode 2003-2004 4. Ketua Bidang Olahraga OSIS SMAN 24 Bandung periode 2003-2004

5. Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil UNIKOM Periode 2006-2007

6. Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil UNIKOM 2007-2008 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, Agustus 2011


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Gere & Timoshenko. Mekanika Bahan. Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.2000.

Badan Standararisasi Nasional, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, Bandung, 2000.

AISI. (2001a). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)”, Research Report RP01-4, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Rev. Edition 2006.

ASTM A370-03a. “Standard Test Methods and Definitions for Mechanical Testing of Steel Product” ASTM International. USA.2003.

Sumber (www.Google.com : Baja Ringan & Profil PT.Krakatau Steel) Sumber (www.Google.com : Baja Ringan & Profil PT.Gunung Garuda)

Sumber ( http//: Wiryanto.wordpress.com ) Dewabroto, Wiryanto. Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold Rolled, Ringkasan Disertasi, UNPAR Bandung. 2008.

Setiawan, Agus. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD (Berdasarkan SNI 03-1729-2002). Jakarta: Erlangga. 2008

Salmon, C.G, & Johnson., J.E., Steel Structures, Design and Behavior , Harper Collins College Publishers, New York, 1996.


(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun tugas akhir ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik & Ilmu Komputer Jurusan Teknik Sipil UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA.

Penyelesaian tugas akhir ini, bukannya tanpa halangan, namun berkat rahmat-Nya, dorongan dan semangat dari keluarga, teman-teman seperjuangan, dan dukungan moril maupun materil dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir/ skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bpk. Y. Djoko Setiyarto, ST., MT. selaku dosen pembimbing ,terima kasih banyak atas arahan, bimbingan, materi dan waktu yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ayah (alm.) dan Ibu tercinta, atas dorongan, doa dan segalanya.

3. Laboratorium Teknik Struktur Universitas Katolik Parahyangan Bandung. 4. My Beloved Cherah Brilianti S.T, terima kasih atas kesabaran dan

dukungannya selama penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Bpk. Yatna Supriyatna, ST., MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Komputer Indonesia.


(6)

iv

7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil , terima kasih atas ilmu yang diberikan selama penulis menimba ilmu di jurusan teknik sipil UNIKOM.

8. Sekretariat Jurusan Teknik Sipil UNIKOM. 9. Teman-teman 06 TS 01, Best Class pokoknya. 10.Barudak kostan 43B.

11.BLS 9, nuhun Dit pinjaman kamarna.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukannya, Amin.

Bandung, Agustus 2011