Eksperimen Persen Kekuatan Sambungan Memakai Plat Baja Dan Kayu Dengan Memikul Momen Pada Balok Berdasarkan PKKI NI-5-2002

(1)

EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK

BERDASARKAN PKKI NI-5-2002 (EKSPERIMENTAL)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian

Sarjana Teknik Sipil

OLEH :

HERRY HADIST SYAHPUTRA 06 0404 110

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA 2011


(2)

EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK

BERDASARKAN PKKI NI-5-2002 TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

HERRY HADIST SYAHPUTRA 06 0404 110

Dosen Pembimbing :

Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 195410121980031004

Diketahui :

Ketua Departemen Teknik Sipil

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA 2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK

BERDASARKAN PKKI NI-5-2002 TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun Oleh :

HERRY HADIST SYAHPUTRA 06 0404 110

Dosen Pembimbing : Ir. Besman Surbakti, MT NIP. 195410121980031004

Mengesahkan :

Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002

SUB JURUSAN STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSIITAS SUMATERA UTARA 2011

Penguji I

Prof.Dr.Ing.Johannes Tarigan NIP : 19591224191031002

Penguji II

Ir. Rajamin Tanjung NIP :

Penguji III

Ir.Robert Panjaitan NIP :


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang strukturDepartemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK BERDASARKAN PKKI NI-5-2002”.

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir.Besman Surbakti,M.T selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Syahrizal M.T selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.


(5)

6. Buat keluarga saya, terutama kepada kedua orang tua saya, Ayahanda H.Sukidi dan Ibunda Hj.Rukiyem yang telah memberikan motivasi, semangat dan nasehat kepada saya.Saudara saya,Kak Henny,Kak Dini,Bang Rudi,Kak Tuty yang telah banyak membantu saya.

7. Buat saudara/i seperjuangan 06 Radi,Tami , Fahim, Ucup, Rivana, Atta, Agung, Khoir, Rahmat, Ajir, Parto, Afif, Sawal, Riky, Budi, Angga, Tosek, Haikal, Royhan, Ijul, Anggi, Alvi, Ajo 06, Gafar, Andi, Ibal, Avril, Fauzi, Maman, Wynda, Didik, Diana, Ani, Irin, Yovanka, Nurul, Citra, Dina, abang-abang dan kakak senior 03 dan adik-adik 07, Ari Manalu, Harli Rait, dan yang lainnya,adik 09 Bambang Kennedy, Ryan, Afis, Boma, Ajo 09, Usuf 09, Ucok, Irsyad, Denni, Azam, Onja, Mia serta teman-teman mahasiswa/i angkatan 2006 dan mahasiswa sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini. 8. Buat Mas Subandi dan ibu serta bapak kantin beton.

9. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna. Yang disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahamahan saya dalam hal ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan menjadi lebih baik.


(6)

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2011 Penulis


(7)

ABSTRAK

. Dalam perkembangannya penggunaan kayu sebagai bahan struktur harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan ekonomis, maka aturan perencanaan telah ditetapkan agar keamanan tetap terjamin. Dalam penelitian ini menggunakan jenis kayu durian karena mudah di dapat dan mutunya juga tergolong baik. Penelitian berjudul “Eksperiman Persen Kekuatan Memakai Plat Baja Dan Kayu Memikul Momen Pada Balok Berdasarkan PKKI NI-5_2002”.

Ini bertujuan untuk meneliti perilaku dan membandingkan kekuatan ( Ppatah )masing – masing pemodelan sambungan (kayu dengan penyambung kayu dan kayu dengan penyambung pelat baja) dan mendapat faktor keamanan sambungan.

Dari hasil penelitian didapat bahwa kayu durian terletak pada kode mutu E10 dengan Elastisitas Lentur 11000 Mpa, kuat tekan sejajar serat 204.688 kg/cm²,berat jenis 0.521 gr/cm³,dan kadar air 25.782%.Dan dari pengujian diperoleh hasil pada sambungan penyambung kayu diperoleh Ppatah = 160 Kg,pada sambungan penyambung pelat baja 2 mm Ppatah ratarata = 190 Kg,pada sambungan penyambung pelat baja 4 mm Ppatah ratarata = 180 Kg.Diperoleh kenaikan kuat lentur pada pelat baja dibandingkan dengan kayu sebesar 19% untuk pelat baja 2 mm dan 13% untuk pelat baja 4 mm.


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR NOTASI... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 2

I.3 Maksud dan Tujuan ... 3

I.4 Pembatasan Masalah ... 4

I.5 Metodologi Penulisan ... 4

BAB II STUDI PUSTAKA ... 7

II.1 Umum ... 7

II.2 Sifat Fisis Dan Mekanis kayu ... 12

II.2.1 Sifat Fisis ... 12

II.2.1.1 Berat Jenis Kayu ... 12

II.2.1.2 Kadar Air (Kadar Lengas) Kayu ... 14 II.2.1.3 Pengerutan dan Pengembangan Kayu ... 15


(9)

II.2.2 Sifat Mekanis ... 16

II.2.2.1 Keteguhan Tarik ... 16

II.2.2.2 Keteguhan Tekan ... 17

II.2.2.3 Keteguhan Geser ... 18

II.2.2.4 Keteguhan Lengkung (Lentur) ... 18

II.2.2.5 Keteguhan Belah ... 19 II.3 II.3.1 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis ... 25

II.3.2 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual ... 26

II.4 Sifat Bahan Baja. ... 28

II.5 Konstruksi Komposit. ... 29

II.6 Sambungan Mekanis. ... 30

II.6.1 Perencanaan Sambungan ... 34

II.6.2 Perihal Faktor Koreksi Sambungan ... 35

II.6.3 Faktor Waktu untuk Sambungan ... 36

II.6.4 Alat Pengencang, Alat Sambung dan Elemen Penyambung ... 36

II.6.5 Berat Jenis ... 36

II.6.6 Tahanan pada Komponen Struktur di Daerah Sambungan ... 37

II.6.7 Penempatan Alat Pengencang ... 37

II.6.8 Alat Penyambung Baut ... 39

II.6.8.1 Pemasangan Alat Pengencang ... 39


(10)

II.6.8.3 Ring... 39

II.6.9 Tahanan Terhadap Gaya Lateral ... 41

II.6.9.1 Tahanan Lateral Acuan Satu Irisan ... 41

II.6.9.2 Tahanan Lateral Acuan Dua Irisan ... 43

II.6.9.3 Tahanan Lateral Terkoreksi ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

III.1 Persiapan Penelitian... 46

III.2 Pelaksanaan Pengujian ... 46

III.2.1 Pemeriksaan Kadar Air ... 47

III.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis ... 48

III.2.3 Pengujian Kuat Tekan ... 49

III.2.4 Pengujian Kuat Lentur pada Kondisi Ultimate ... 51

III.2.5 Pengujian Elastisitas ... 52

III.2.5 Pengujian Sambungan Memikul Momen dan Gaya Lintang... 54

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 57

IV.1 Hasil Penelitian... ... 57

IV.1.1 Hasil Penelitian Physical dan Mechanical Properties Kayu ... 57

IV.1.1.1 Penelitian Kadar Air ... 57


(11)

IV.1.1.4 Penelitian Elastisitas Kayu ... 60

IV.1.1.5 Penelitian Kuat Lentur Kayu ... 67

IV.1.1.6 Kesimpulan Hasil Penelitian Physical dan Mechani- cal Properties Kayu ... 68

IV.2 Pengujian Sambungan dengan Alat Sambung Baut Memikul Momen Dan Gaya Lintang …………... ... 71

IV.2.1 Menggunakan Section Modulus ... 71

IV.2.2 Menentukan Beban Terpusat Pada Sambungan ... 72

IV.2.3 Perhitungan Teoritis Kuat Lentur Pada Kayu Sebagai Penyambung ... 74

IV.2.4 Perhitungan Teoritis Kuat Lentur Pada Pelat Baja Sebagai Penyambung ... 78

IV.3 Hasil Eksperimental Sambungan Baut Memikul Momen Dan Gaya Lintang di Laboratorium ... …………... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 103

V.1 Kesimpulan... ... 103

V.2 Saran... ... 104

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis

pada Kadar Air 15 % ... 25

Tabel II.2 Nilai Rasio Tahanan ... 27

Tabel II.3 Cacat Maksimum untuk Setiap Kelas Mutu Kayu ... 28

Tabel II.4 Keberlakuan Faktor Koreksi ... 35

Tabel II.5 Jarak Tepi, jarak Ujung dan Persyaratan Spasi Sambungan Baut ... 40

Tabel II.6 Tahanan Lateral Acuan Satu Baut (Z) untuk Satu Alat Pengencang de- ngan Satu Irisan yang Menyambung Dua Komponen ... 42

Tabel II.7 Tahanan Lateral Acuan Satu Baut (Z) untuk Satu Alat Pengencang de- ngan Dua Irisan yang Menyambung Tiga Komponen ... 43

Tabel IV.1 Hasil Penelitian Kadar Air ... 57

Tabel IV.2 Hasil Penelitian Berat Jenis ... 58

Tabel IV.3 Hasil Penelitian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 59

Tabel IV.4 Hasil Penelitian Elastisitas ... 60

Tabel IV.5 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel 1 ... 61

Tabel IV.6 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel 2 ... 61

Tabel IV.7 Perhitungan Tegangan-Regangan Kayu Sampel 3 ... 62

Tabel IV.8 Rangkuman Penelitian Kayu ... 68

Tabel IV.9 Tahanan Lateral Acuan Satu Buah Baut Pada Sambungan Satu Irisan . 76 Tabel IV.10 Tahanan Lateral Acuan Satu Buah Baut Pada Sambungan Dua Irisan . 81 Tabel IV.11 Sampel Kayu Utuh ... 84

Tabel IV.12 Sampel Kayu Dengan Kayu Sebagai Penyambung ... 87

Tabel IV.13 Sampel I Kayu Dengan Pelat Baja 2 mm Sebagai Penyambung ... 89


(13)

Tabel IV.15 Sampel I Kayu Dengan Pelat Baja 4 mm Sebagai Penyambung ... 93 Tabel IV.16 Sampel II Kayu Dengan Pelat Baja 4 mm Sebagai Penyambung ... 95


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Sampel Penelitian ... 6

Gambar II.1 Bentuk Gambar Arah Tangensial, Radial dan Longitudinal ... 10

Gambar II.2 Batang Kayu yang Menerima Gaya Tarik P ... 16

Gambar II.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat ... 17

Gambar II.4 Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat ... 17

Gambar II.5 Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser Tegak Lurus Arah Serat, Fv . 18 Gambar II.6 Batang Kayu yang Menerima Beban Lengkung ... 19

Gambar II.7 Hubungan Antara Beban Tekan dengan Deformasi untuk Tarikan dan Tekanan ... 21

Gambar II.8 Tegangan Tekan dan Tegangan Tarik ... 23

Gambar II.9 Geometri Sambungan Baut ... 38

Gambar III.1 Sampel Penelitian Kadar Air ... 47

Gambar III.2 Sampel Penelitian Berat Jenis ... 48

Gambar III.3 Sampel Penelitian Kuat Tekan ... 50

Gambar III.4 Sampel Penelitian Kuat Lentur ... 51

Gambar III.5 Penempatan Dial Beban pada Sampel ... 53

Gambar IV.1 Grafik Tegangan-Regangan dari Pengujian Sampel 1... 63

Gambar IV.2 Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan dari Pengujian Sampel 1 ... 63

Gambar IV.3 Grafik Tegangan-Regangan dari Pengujian Sampel 2... 64

Gambar IV.4 Grafik Regresi Linear Tegangan-Regangan dari Pengujian Sampel 2 ... 64

Gambar IV.5 Grafik Tegangan-Regangan dari Pengujian Sampel 3... 65


(15)

Gambar IV.7 Sambungan Kayu Dengan Alat Sambung Baut ... 71

Gambar IV.8 Sambungan Ditengah Bentang ... 72

Gambar IV.9 Sambungan Kayu Sebagai Penyambung ... 74

Gambar IV.10 Sambungan Pelat Baja Sebagai Penyambung ... 78 Gambar IV.11-IV.19Grafik Hubungan Beban Dan Deformasi... 86-100


(16)

DAFTAR NOTASI

E adalah modulus elastisitas lentur, Mpa Fb adalah kuat lentur, Mpa

Fc adalah kuat tekan tegak lurus serat, Mpa Fe adalah kuat tumpu kayu, N/mm2 G adalah berat jenis kayu, gr/cm3 W adalah kadar air, %

N adalah jumlah sampel nf adalah jumlah baut

Fy adalah tegangan leleh baja, N/mm2 Fyb Fyb adalah tegangan leleh baut, N/mm2 P adalah beban batas, kg

A adalah luas penampang, m2 D adalah diameter baut, mm Ø adalah faktor tahanan

CM adalah faktor koreksi layanan basah Ct adalah faktor koreksi.

Cf adalah faktor koreksi ukuran Cg adalah faktor aksi kelompok

Cp adalah faktor kestabilan kolom V adalah volume sampel, m3

Wx adalah berat kering udara, gr


(17)

Z adalah tahanan lateral acuan

f adalah penurunan

Fc adalah kuat tekan tegak lurus serat, MPa

Z adalah tahanan lateral acuan satu paku, N

ts adalah tebal kayu sekunder, mm Fem adalah kuat tumpu kayu utama, N/mm2

Fes adalah kuat tumpu kayu samping, N/mm2

Z’ adalah tahanan lateral terkoreksi

λ adalah angka kelangsingan

λ adalah faktor waktu = 1.0

L adalah panjang bentang, cm

b adalah lebar sampel, cm

h adalah tinggi sampel, cm


(18)

ABSTRAK

. Dalam perkembangannya penggunaan kayu sebagai bahan struktur harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan ekonomis, maka aturan perencanaan telah ditetapkan agar keamanan tetap terjamin. Dalam penelitian ini menggunakan jenis kayu durian karena mudah di dapat dan mutunya juga tergolong baik. Penelitian berjudul “Eksperiman Persen Kekuatan Memakai Plat Baja Dan Kayu Memikul Momen Pada Balok Berdasarkan PKKI NI-5_2002”.

Ini bertujuan untuk meneliti perilaku dan membandingkan kekuatan ( Ppatah )masing – masing pemodelan sambungan (kayu dengan penyambung kayu dan kayu dengan penyambung pelat baja) dan mendapat faktor keamanan sambungan.

Dari hasil penelitian didapat bahwa kayu durian terletak pada kode mutu E10 dengan Elastisitas Lentur 11000 Mpa, kuat tekan sejajar serat 204.688 kg/cm²,berat jenis 0.521 gr/cm³,dan kadar air 25.782%.Dan dari pengujian diperoleh hasil pada sambungan penyambung kayu diperoleh Ppatah = 160 Kg,pada sambungan penyambung pelat baja 2 mm Ppatah ratarata = 190 Kg,pada sambungan penyambung pelat baja 4 mm Ppatah ratarata = 180 Kg.Diperoleh kenaikan kuat lentur pada pelat baja dibandingkan dengan kayu sebesar 19% untuk pelat baja 2 mm dan 13% untuk pelat baja 4 mm.


(19)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Kayu sebagai salah satu bahan konstruksi banyak digunakan di Indonesia, antara lain untuk keperluan bangunan gedung, rumah tinggal, jembatan, bantalan kereta api dan lain-lainnya, disamping itu ditinjau dari segi arsitektur, bangunan dari kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi. Sebagai bahan struktur yang dapat diperbaharui di alam, kayu bagaimanapun juga adalah bahan struktur yang tetap digunakan, walaupun bahan struktur lain seperti beton dan baja juga sering digunakan. Dalam perkembangannya penggunaan kayu sebagai bahan struktur harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan ekonomis, maka aturan perencanaan telah ditetapkan agar keamanan tetap terjamin.

Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena ringan dan memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaannya. Kendala pemanfaatan kayu secara optimal saat ini disebabkan kayu dapat mengalami kerusakan akibat serangan jamur, serangga dan pengolahan hutan sebagai sumber utama kayu, tidak dilakukan secara berkesinambungan ditambah kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh penebangan liar (illegal logging) telah menyebabkan kelangkaan kayu yang berkualitas baik.

Kayu adalah bahan yang bersifat renewable,dimana ketersediaannya akan tetap ada selama pelestarian sumber dayanya tetap terjaga.Kayu dapat didaur ulang secara sempurna dan terurai di alam,sehingga kayu menjadi salah satu bahan struktur yang ramah lingkungan.


(20)

Di dalam perencanaan konstruksi kayu harus mengetahui teknik penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi yang terdiri atas

a. Pengetahuan terhadap sifat-sifat kayu serta faktor yang mempengaruhinya.

b. Sambungan dan alat penyambung.

c. Pengawetan.

Pada struktur berbahan utama kayu,sambungan akan muncul karena alasan geometrik dan keterbatasan ukuran batang kayu yang tersedia.Sambungan merupakan bagian yang paling lemah sehingga kadang-kadang terjadi kerusakan oleh kegagalan sambungan.

Efektifitas suatu alat sambung dapat diukur berdasarkan kuat dukung yang disumbangkan oleh sambungan dibandingkan dengan kuat ultimit kayu yang disambungnya.

Karakteristik dalam konstruksi kayu adalah juga adanya deformasi atau pergeseran pada sambungan.Maka untuk sambungan kayu tidaklah cukup hanya dengan memandang beban patah tapi juga perlu mengetahui pergeseran-pergeseran yang harus dibatasi.

Dalam hal ini yang akan ditinjau adalah sambungan yang memikul gaya momen dan gaya lintang dengan alat sambung baut pada sambungan antar kayu dengan kayu dan sambungan antar kayu dengan pelat baja.Sehingga nantinya akan diketahui hubungan antara beban (P) dan penurunannya (deformasi) baik secara eksperimental maupun secara teoritis dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).


(21)

I.2 PERUMUSAN MASALAH

Pada penelitian yang dilakukan ini,alat penyambung yang akan digunakan adalah baut namun dengan bahan sambungan yang berbeda ,yaitu kayu dan pelat baja.Keduanya akan dibandingkan dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).Sehingga nantinya akan didapat hubungan antar beban (P) dan penurunan (deformasi) sampai pada beban ultimit untuk kekuatan bahan penyambung dan yang disambung,baik secara teoritis maupun eksperimental.

I.3 MAKSUD DAN TUJUAN

Tugas Akhir ini di harapkan akan memberikan tujuan akhir berupa:

Perbandingan hubungan antara beban (P) dan penurunan (deformasi) yang terjadi sampai beban ultimit baik secara teoritis maupun eksperimen.Sehingga dari hubungan itu akan diperoleh berapa besar beban patah untuk setiap sampel,dan akhirnya akan diperoleh kenaikan kuat lentur beban patah antara penyambung kayu dengan penyambung plat baja.

I.4 PEMBATASAN MASALAH

Adapun pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah penyelesaian adalah :

1 Bahan bersifat linear elastis.

2 Kayu bersifat homogen dan ortotropis. 3 Kayu yang digunakan adalah kayu durian. 4 Alat sambung yang digunakan adalah baut.


(22)

5 Dimensi lebar yang disambung dibatasi sebesar dua kali dimensi penyambung

6 Sambungan yang digunakan adalah sambungan antar kayu dengan kayu dan sambungan antar kayu dengan pelat baja.

7 Perhitungan teoritis berdasarkan Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

I.5 METODOLOGI PENULISAN

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah metode penelitian laboratorium yaitu:

1. Penyediaan bahan uji.

2. Pengujian physical dan mechanical properties kayu meliputi: a. Berat jenis dari kayu yang di pakai.

b. Kadar air dari kayu yang dipakai.

c. Tegangan tekan izin sejajar serat kayu (Ft). d. Tegangan lentur izin (Fb

e. Elastisitas lentur kayu (Ew).

3. Pengujian kayu tanpa sambungan memikul momen dan gaya lintang dengan menggunakan dial deformasi.

4. Pengujian sambungan kayu dengan kayu dengan alat penyambung baut memikul momen dan gaya lintang dengan menggunakan dial deformasi. 5. Pengujian sambungan kayu dengan pelat baja dengan alat penyambung


(23)

Gambar I.1 Sampel Penelitian P

3 0 0 cm

1 5 0 cm 1 5 0 cm

k a y u p eja l 3 " 2 "

P

kayu pelat kayu

P

kayu pelat baja


(24)

BAB II STUDI PUSTAKA

II.1 Umum

Penggunaan kayu sebagai bahan struktur seperti pada konstruksi kuda-kuda, rangka rumah, jembatan dan struktur lainnya, telah lama dikenal oleh masyarakat. Kayu dipilih sebagai bahan struktur karena ringan dan memerlukan peralatan yang sederhana dalam proses pengerjaannya. Kendala pemanfaatan kayu secara optimal saat ini disebabkan kayu dapat mengalami kerusakan akibat serangan jamur, serangga dan pengolahan hutan sebagai sumber utama kayu, tidak dilakukan secara berkesinambungan ditambah kerusakan hutan yang ditimbulkan oleh penebangan liar (illegal logging) telah menyebabkan kelangkaan kayu yang berkualitas baik.

Kayu sebagaimana yang sering kita jumpai adalah hasil hutan, yang merupakan bagian dari pohon, bagian terpenting dari sebuah pohon adalah :

1. Akar

Terletak pada bagian bawah batang umumnya berhubungan dengan tanah ada dua system pengakaran yaitu akar serabut dan akar tunggang. Akar berfungsi untuk menegakkan tanaman pada tempat tumbuhnya, menyalurkan atau mengisap air, zat hara dan garam serta mineral-mineral dari dalam tanah seperti : fosfor, kalsium, kalium, asam kersik dan lain-lain. Mineral ini akan disalurkan ke daun untuk diproses. Selain akar digunakan untuk bernafas serta tempat penyimpanan bahan makanan cadangan.


(25)

2. Batang

Secara umum batang ialah bagian pohon dimulai dari pangkal akar sampai kebagian bebas cabang. Menurut botani, batang termasuk pula cabang dan ranting. Batang berfungsi sebagai tempat tumbuhnya cabang, ranting, tunas serta daun. Selain itu sebagai lalu lintas bahan makanan dari akar ke daun melalui kulit dalam, dan ada kalanya sebagai penyimpanan bahan makanan cadangan.

3. Cabang, ranting dan daun

Cabang dan ranting merupakan jalur yang digunakan batang untuk mangambil hasil fotosintesis daun sehingga pertumbuhan batang menjadi sempurna. Melihat banyaknya macam jenis daun pohon pada dasarnya daun berbentuk lebar dan kecil, hal ini disesuaikan dengan lingkunagn sekitar pohon itu tumbuh, contohnya daun teratai lebih lebar dibandingkan dengan daun pinus hal ini disebabkan teratai membutuhkan penguapan yang besar melalui daun karena lingkungan sekitarnya sangatlah lembab. Bagian-bagian batang dan kegunannya :

1. Bagian pangkal umunya tak bermata kayu, digunakan untuk kayu pertukangan yang baik.

2. Bagian tengah dan ujung memiliki mata kayu, digunakan untuk industri kayu seperti pabrik kertas, papan buatan (kayu lapis) dan lain-lain.

3. Bagian percabangn dikhususkan untuk industri kayu. 4. Bagian cabang dan ranting dimanfaatkan untuk kayu bakar.

Kayu dapat diolah baik berbentuk kayu pertukangan maupun kayu industri. Sebagai bahan konstruksi alami, kayu mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang khas dan sangat berbeda dengan bahan konstruksi yang lain. Oleh karena itu, dalam


(26)

pemanfaatan kayu sebagai bahan kontruksi kita harus sedikit banyak mengetahui tentang beberapa sifat-sifat kayu.

Jika sebatang pohon dipotong melintang dan permukaan potongan melintang itu dihaluskan, maka akan tampak suatu gambaran unsur-unsur kayu yang tersusun dalam pola melingkar dengan suatu pusat di tengah batang serta deretan sel kayu dengan arah mirip jari-jari roda ke permukaan batang. Sebuah sumbu dapat dibayangkan melewati pusat itu dan merupakan salah satu sumbu arah utama yang disebut sumbu longitudinal. Sumbu-sumbu arah utama yang lain dapat dibuat tegak lurus dan memotong sumbu longitudinal. Sumbu ini disebut sumbu arah radial. Sedangkan sumbu yang tegak lurus dengan jari-jari kayu, tetapi tidak memotong sumbu longitudinal disebut sumbu arah tangensial.

Ketiga sumbu arah utama ini sangat penting artinya untuk mengenal sifat-sifat kayu yang khas. Sifat-sifat khusus kayu tersebut antara lain sifat anisotropik yang telah dipaparkan di atas. Perbedaannya dalam hal kekuatan kayu, kembang susut kayu, dan aliran zat cair di dalam kayu. Di samping itu, tampak bahwa kekuatan kayu yang menahan beban ternyata lebih besar pada arah sumbu longitudinal daripada arah-arah yang lain. Demikian pula aliran zat cair lebih cepat dan lebih mudah pada arah longitudinal daripada arah sumbu radial dan tangensial. Sebaliknya, kembang susut kayu yang terbesar terdapat pada arah tangensial.

Muai termal kayu juga berbeda arah tangensial, radial dan longitudinal. Dimana arah tangensial adalah garis singgung cincin - cincin pertumbuhan, arah radial adalah tegak lurus pada cincin-cincin pertumbuhan, sedangkan arah longitudinal adalah sejajar serat-serat (Gambar II.2).


(27)

Gambar II.1 bentuk gambar arah tangensial, Radial dan longitudinal

Muai termal arah tangensial dan radial lebih besar daripada arah longitudinal, karena muai termal arah longitudinal hampir tidak tergantung pada berat jenis.

Penyusutan dan kekuatan arah tangensial, radial dan longitudinal juga tidak sama. Pada arah tangensial dan radial penyusutan cukup tinggi, sedangkan pada arah longitudinal tidak tinggi. Kekuatan arah longitudinal ± 20 kali kekuatan tarik arah radial, karena perpatahan terjadi dalam sel trachied yang memanjang. Berat jenis meningkat untuk kadar lembab tertentu, berarti meningkatnya ketebalan sel dinding dan kenaikannya sebanding dengan kekuatan longitudinal. Kekuatan dalam arah melintang akan meningkat untuk kadar lembab tertentu, karena makin padat kayu makin kecil kemungkinan untuk patah dalam arah sejajar dengan sel trachied yang kosong.

Dari uraian tersebut di atas, membuktikan bahwa bentuk struktur kayu bersifat

anisotropis, yaitu sifat-sifatnya elastis tergantung dari arah gaya terhadap serat-serat dan

lingkaran tahunan. Atau tidak mempunyai sifat yang sama pada semua bagiannya sehingga tidak bisa dipakai dalam struktur kayu. Akan tetapi untuk keperluan-keperluan praktis, kayu dapat dianggap ortotropis, yang artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang saling tegak lurus, yaitu longitudinal (aksial), tangensial dan radial.


(28)

Perubahan dimensi kayu akibat pengeringan dari perubahan suhu, kelembaban, pembebanan mekanis juga menunjukkan sifat kayu anisotropis.

Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda. Bahkan kayu bersal dari satu pohon memiliki sifat agak yang berbeda-beda pula, jika dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Dalam hubungan itu ada baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui lebih dahulu sebelum kayu itu dipergunakan. Sifat dimaksud antara lain yang berkaitan dengan sifat-sifat anatomi kayu. Adapun bebrapa sifat kayu itu secara umum sebagai berikut :

1. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial. 2. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan

dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa dan hemiselulosa (unsure karbohidrat) serta berupa lignin (non-karbohidrat).

3. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat-sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial, dan radial). Hal ini disebabkan oleh struktur dan orientasi selulosanya dalam dinding sel, bentuk memanjang sel-sel kayu dan pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan horisontalnya pada batang pohon.

4. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan atau bertambah kelembabannya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara sekitarnya.

5. Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar, terutama jika kondisinya kering.


(29)

Sifat dan kekuatan tiap-tiap jenis kayu berbeda-beda, sehingga penggunaan kelas kayu harus disesuaikan dengan konstruksi yang akan dibuat. Oleh karena itu kita harus sedikit banyaknya mengetahui tentang beberapa ciri-ciri dan sifat-sifat kayu. Antara lain yang terpenting adalah mengenai sifat-sifat mekanis atau kekuatan kayu, yang merupakan kemampuan kayu untuk menahan muatan dari luar berupa gaya-gaya di luar kayu yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya kayu.

II.2.1 Sifat Fisis

11.2.1.1 Berat Jenis Kayu

Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan daripada kayu atau sifat – sifat mekanisnya . Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka makin tinggi pula kekuatannya.

Mengingat kayu terbentuk dari sel – sel yang memiliki bermacam – macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu . Pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara, yaitu sekering – keringnya tanpa pengeringan buatan .

Berat jenis didefenisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat jenis diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada suatu timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan. Untuk praktisnya , digunakan timbangan dengan ketelitian 20 % , yaitu sebesar 20 gr / kg . Sedangkan untuk menentukan volume , ada beberapa cara untuk memperoleh besarnya volume suatu benda . Cara yang umum dan mudah dilakukan adalah dengan mengukur panjang , lebar dan tebal suatu benda dan mengalikan ketiganya .


(30)

Untuk kayu , sebaiknya ukuran sampel tidak kurang dari ukuran dari 7.5 cm x 5 cm x 2.5 cm, tetapi bila ukuran sampel kurang dari tersebut, maka cara yang digunakan untuk mendapatkan volume adalah dengan metode pencelupan. Pada metode ini penggunaan pan berisi air yang diletakkan pada timbangan ayun. Kemudian timbangan diseimbangkan dengan meletakkan pemberat pada sisi lainnya. Sampel lalu dimasukkan kedalam pan dan dibenamkan kedalam air . Diatur agar air tidak keluar dari dalam pan , dan diatur juga agar sampel tidak menyentuh sisi – sisi samping dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki – kaki sampel . Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain . Berat pemberat yang ditambahkan untuk mencapai keseimbangan ( dalam Gr ) adalah sama dengan nilai volume sampel ( dalam cm 3 ) .

Karena kayu sebagai material dengan daya serap yang tinggi, maka diperlukan bahan lain untuk melapisi sampel sehingga air tidak ada yang masuk ke dalam kayu. Bahan tersebut haruslah bahan yang tipis, kedap air, serta memiliki berat yang sangat kecil. Parafin merupakan bahan yang sesuai. Sebelum sampel dimasukkan kedalam air, terlebih dahulu sampel dimasukkan kedalam cairan parafin yang mendidih sampai keseluruhan permukaan sampel ditutupi parafin . Kelebihan parafin pada permukaan yang dihaluskan dan diratakan sehingga permukaan parafin tidak terlalu tebal .

Berat jenis juga didefenisikan berat jenis relatif benda tersebut terhadap berat jenis standard , dalam hal ini berat jenis air dalam gr / cm 3 . Air dipakai sebagai bahan standard karena berat 1 cm 3 adalah 1 gr. Dapatlah dikatakan bahwa berat jenis suatu benda adalah berat benda tersebut relatif terhadap berat jenis standard yaitu air .

11.2.1.2 Kadar Air ( Kadar Lengas ) Kayu

Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu udara disekelilingnya dimana kayu itu berada .


(31)

Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaban. Karena pengaruh kadar airnya menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat – sifat fisik dan mekanis kayu. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat kayu .

Sel – sel kayu mengandung air , yang sebagian merupakan bebas yang mengisi dinding sel . Apabila kayu mengering , air bebas keluar dahulu dan saat air bebas itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat ( Fiber Saturation Point ) . Kadar air pada saat itu kira – kira 25 % - 30 % . Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat , dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat – seratnya menjadi kokoh dan kuat . Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan bertambahnya kekuatan kayu .

Pada umumnya kayu – kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air ( kadar lengas ) antara 12 % - 18 % , atau rata – rata adalah 15 % .

II.2.1.3 Pengerutan Dan Pengembangan Kayu

Pengerutan dan pengembangan kayu dimaksudkan adalah suatu keadaan perubahan bentuk pada kayu yang disebabkan oleh tegangan-tegangan dalam, sebagai akibat dari berkurangnya atau bertambahnya kadar air kayu. Pengerutan terjadi karena dinding-dinding maupun isi sel kehilangan sebagian besar kadar airnya, ini juga terjadi pada serat-seratnya. Begitu pula sebaliknya. Besarnya pengerutan maupun pengembangan pada berbagai jenis kayu dan arah kayu adalah tidak sama.

T = Pengerutan kayu arah tangensial ± 7 % - 10 % R = Pengerutan kayu arah radial ± 5 %

A = Pengerutan kayu arah aksial (longitudinal) ± 0.1 % (sangat kecil, dapat diabaikan)


(32)

Pengerutan kayu dalam arah lingkaran-lingkaran pertumbuhan (tangensial) lebih besar daripada arah radial, karena dapat ditemui bahwa di sebelah luar batang, sel-selnya masih muda dan banyak mengandung kadar air.

Pada pengeringan batang kayu glondong, keliling mengerut hampir dua kali jari-jari yaitu sebanyak garis tengah, sehingga terjadi rengat-rengat pengeringan. Jika pada batang yang belum dikeringkan (basah) digergaji menjadi papan atau balok akan melipat atau melentur.

Secara teoritis, besarnya pengerutan berbanding lurus dengan banyaknya air yang keluar setelah dikeringkan. Contohnya, bila suatu batang kayu mempunyai lebar asal pada arah tangensial, pada kadar air 20 % adalah 26 cm. Setelah dikeringkan lebarnya menjadi 24 cm, maka pengerutan kayu arah tangensial dalam persen (%) adalah = 100% 8.33%

26 24 26

x

II.2.2 Sifat Mekanis

Sifat mekanis kayu meliputi keteguhan kayu, yaitu perlawanan yang diberikan oleh suatu jenis kayu terhadap perubahan-perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya-gaya luar.

Perlawanan kayu terhadap gaya-gaya luar ini dapat dibedakan menjadi : II.2.2.1 Keteguhan Tarik

Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik (lihat Gambar II.3). Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat-serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah di dalam kayu tegangan-tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya-gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar


(33)

P

P

Serat Kayu

P

P

Bahaya Tekuk

sedemikian rupa, serat-serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan.

Tegangan tarik masih diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu, disebut dengan tegangan tarik yang diizinkan dengan notasi Ft (MPa).

Misalnya, untuk kayu dengan kode mutu E26 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 MPa.

Gambar II.2 batang yang menerima gaya tarik P II.2.2.2 Keteguhan Tekan

Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya-gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut (lihat Gambar II.3). Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu (Gambar II.4).

Gambar II.3 batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat

Batang-batang yang panjang dan tipis seperti papan, mengalami bahaya kerusakan lebih besar ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan


(34)

P

P

S e r a t K a y u

P P

G a y a G e s e r

menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi Fc

(MPa).

Gambar II.4 Batang Kayu yang Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat II.2.2.3 Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya-gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya-gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini maka akan timbul tegangan geser pada kayu (lihat Gambar II.5).

Dalam hal ini, keteguhan geser dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan notasi Fv (MPa).

Gambar II.5 Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser Tegak Lurus Arah Serat, Fv (MPa)


(35)

P

g a r is n etra l

T er tek an

T e rta rik II.2.2.4 Keteguhan Lengkung (Lentur)

Keteguhan lengkung (lentur) adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu tersebut. Keteguhan lengkung dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan-lahan, sedangkan keteguhan lengkung pukul adalah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

Balok kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur. Pada bagian sisi atas balok akan terjadi tegangan tekan dan pada sisi bawah akan terjadi tegangan tarik yang besar (lihat Gambar II.6). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.

Gambar II.6 Batang Kayu yang Menerima Beban Lengkung

II.2.2.5 Keteguhan Belah

Keteguhan belah adalah kemampuan kekuatan kayu dalam menahan gaya-gaya yang berusaha membelah kayu. Kayu lebih mudah membelah menurut arah sejajar serat


(36)

kayu. Keadaan kayu juga mempengaruhi sifat pembelahan, misalnya kayu yang basah lebih mudah dibelah daripada kayu yang telah kering.

II. 3 Kekuatan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya – gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound / ft 2 . Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem Internasional ( SI ) yaitu N / mm 2 .

Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat – serat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan.

Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik . Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan . Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar II.7 berikut .


(37)

Beban

Deformasi

Tarikan

Tekanan Limit Proporsional

Limit Proporsional

Gambar II.7 Hubungan antara beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan

Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegngan nilainya besar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali kebentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan.

Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku.

Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sifat getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai


(38)

contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan.

Pada penelitian ada 2 (dua) jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka-angka kekuatan tersebut dikoreksi


(39)

terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan.

Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati, dan kayu damar sebagai bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau :

Penampang Luas

Beban Tegangan()

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu :

Mula Mula

Panjang

Deformasi regangan

 

) (

Ada beberapa jenis tegangan yang dapat dialami oleh suatu material, yaitu tegangan tekan (Compression Strength), tegangan tarik (Tensile Strength), dan tegangan lentur (Bending Strength). Pada tegangan tekan, material mengalami tekanan pada luasan tertentu yang menyebabkan timbulnya tegangan pada material dalam menahan tekanan tersebut sampai batas keruntuhan dan diambil sebagai nilai tegangan tekan. Demikian pula dengan tarikan, tegangan tarik timbul akibat adanya gaya dalam pada material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai sebagai tegangan tarik (lihat Gambar II.9).


(40)

Gambar II.8 Tegangan tekan dan tegangan tarik

Tegangan yang bekerja :

A Ptk tr tr

tk

) / ( ) /

( 

……….( 2.1 )

Dimana : σ(tk/tr) = Tegangan tekan/tarik yang terjadi (kg/cm²) P(tk/tr) = Beban tekan / tarik yang terjadi (kg)

A = Luas penampang yang menerima beban (cm²)

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

II.3.1 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan

T e k a n a n

T e g . T e k a n

T a r i k a n


(41)

modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel II.1. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel II.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel II.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis pada Kadar Air 15% ( Berdasarkan PKKI NI - 5 2002 )

Kode

Mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc┴

E26 E25 E24 E23 E22 E21 E20 E19 E18 E17 E16 E15 E14 E13 E12 E11 E10 25000 24000 23000 22000 21000 20000 19000 18000 17000 16000 15000 14000 13000 14000 13000 12000 11000 66 62 59 56 54 56 47 44 42 38 35 32 30 27 23 20 18 60 58 56 53 50 47 44 42 39 36 33 31 28 25 22 19 17 46 45 45 43 41 40 39 37 35 34 33 31 30 28 27 25 24 6,6 6,5 6,4 6,2 6,1 5,9 5,8 5,6 5,4 5,4 5,2 5,1 4,9 4,8 4,6 4,5 4,3 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 11 10 9 Dimana : Ew = Modulus elastis lentur

Fb = Kuat lentur

Ft// = Kuat tarik sejajar serat Fc// = Kuat tekan sejajar serat Fv = Kuat Geser

Fc┴ = Kuat tekan tegak lurus

II.3.2 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka


(42)

kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan mengikuti prosedur

baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.

b. Kadar air, m % (m < 30), diukur dengan prosedur baku. c. Hitung berat jenis pada m % ( Gm ) dengan rumus :

Gm =

/ [1000 (1 + m/100)] ………( 2.2 ) d. Hitung berat jenis dasar ( Gb ) dengan rumus :

Gb = Gm/ [1 + 0,265 a Gm] dengan a = (30 – m ) / 30……… ( 2.3 ) e. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % ( G15 ) dengan rumus :

G15 = Gb / (1 – 0,133 Gb) ………....( 2.4 )

f. Hitung estimasi kuat acuan, dengan modulus elastisitas lentur (Ew) = 16500 G0.7, dimana G : Berat jenis kayu pada kadar air 15 % = G 15 .

Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-3527-1994 UDC (Universal Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan dari Tabel II.1 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel II.2 yang bergantung pada kelas mutu kayu . Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel II.3.


(43)

Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan A B C 0,80 0,63 0,50

Tabel II.3 : Cacat Maksimum untuk Setiap Kelas Mutu Kayu

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Mata kayu :

Terletak di muka lebar Terletak di muka sempit Retak Pingul Arah serat Saluran Damar Gubal Lubang serangga

Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang)

1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu 1/5 tebal kayu 1/10 tebal atau lebar kayu

1:13 1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenan Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup Tidak diperkenankan

1/4 lebar kayu 1/6 lebar kayu 1/6 tebal kayu 1/6 tebal atau

lebar kayu 1:9 2/5 tebal kayu

Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar

dan ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup Tidak diperkenankan

1/2 lebar kayu 1/4 lebar kayu 1/2 tebal kayu 1/4 tebal atau lebar kayu

1:6 1/2 tebal kayu

Diperkenankan Diperkenankan asal terpencar dan ukuran dibatasai dan tidak ada tanda-tanda serangga hidup Tidak diperkenankan

II.4 Sifat Bahan Baja

Sifat baja yang terpenting dalam penggunaannya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan kayu dan beton, serta sifat keliatannya, yaitu ukuran kemampuan suatu logam (satu satuan volume) untuk menyerap


(44)

energi total baik elastis maupun inelastis sebelum patah. Selain itu baja juga mempunyai sifat homogenitas yang tinggi. Kekuatan baja tergantung kepada kadar karbon (C) dan mangan (Mn) yang dikandungnnya. Penambahan persentasi karbon meningkatkan tegangan leleh tetapi mengurangi daktalitas, sehingga sukar dilas. Baja dapat digolongkan atas empat kategori berdasarkan kadar karbonnya :

1. Baja dengan persentase kadar karbon rendah lebih kecil dari 0.15%

2. Baja dengan persentase kadar karbon ringan 0.15%-0.29%

3. Baja dengan persentase kadar karbon sedang 0.30%-0.59%

4. Baja dengan persentase kadar karbon tinggi 0.60%-1.70%

Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya: 1. Properties dari baja tidak berubah karena waktu, berbeda dengan beton yang tergantung pada waktu.

2. Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang dibuat dalam perencanaan, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi, modulus elastilitasnya sama untuk tarik dan tekan.

4. Manfaat daktalitas baja pada saat mengalami pembebanan yang melebihi

kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi meregang sampai batas daktalitasnya sebelum runtuh.

Selain baja memiliki beberapa kelebihan, baja juga mempunyai kekurangan, yaitu: 1. Baja mudah korosi karena berhubungan dengan air dan udara, oleh sebab itu harus

di cat secara berkala.


(45)

3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekut kecil

4. Nilai kekuatan akan berkurang jika dibebani secara berulang/periodik, hal ini biasa disebut dengan lelah atau fatigue.

II.5 Konstruksi Komposit

Komposit secara sederhana didefenisikan sebagai gabungan dari dua atau lebih bahan yang modulus elastisitasnya berbeda, sehingga bekerja sama memikul beban yang bekerja. Konstruksi komposit bisa merupakan perpaduan antara kayu dengan baja, kayu dengan beton, baja dengan beton dan lain-lain. Konstruksi komposit dibuat sedemikian rupa dengan memanfaatkan keunggulan dari masing-masing bahan, dari kedua jenis bahan yang berbeda tadi, terutama dalam kemampuannya memikul gaya tarik dan tekan.


(46)

Secara umum telah diketahui bahwa baja adalah bahan yang sangat kuat terhadap gaya tarikan dan juga terhadap gaya tekan, namun perlu diketahui bahwa gaya tekan yang dapat dipikul sangan erat kaitannya dengan kelangsingan profil. Begitu juga dengan kayu, mampu memikul beban tarikan dan tekan namun bila dibandingkan dengan kekuatan baja sangat jauh berbeda. Selain itu untuk konstruksi tertentu dimana dibutuhkan konstruksi ringan namun mampu memikul gaya tarik maupun gaya tekan dengan momen yang besar, maka komposit antara balok kayu dengan pelat baja bisa menjadi salah satu alternatif. Keistimewaan yang nyata dari stuktur komposit adalah akan didapat suatu struktur yang lebih kaku dari struktur non-komposit. Secara umum keuntungan dari konstuksi komposit adalah:

1. Dapat digunakan balok yang lebih kecil dan lebih ringan.

2. Dapat digunakan untuk bentang yang lebih besar tanpa dihadapkan pada masalah

lendutan.

3. Kekuatan untuk memikul kelebihan beban secara nyata akan lebih besar.

4. Kekuatan (EI) lebih tinggi.

II. 6 Sambungan Mekanis

Karena alasan geometrik, pada kayu sering diperlukan sambungan untuk memperpanjang kayu atau menggabungkan beberapa batang kayu. Sambungan merupakan bagian terlemah dari kayu. Kegagalan konstruksi kayu lebih sering disebabkan karena kegagalan sambungan kayu bukan karena material kayu itu sendiri. Kegagalan dapat berupa pecah kayu diantara dua sambungan, alat sambung yang membengkok atau lendutan yang melampaui lendutan izin.


(47)

Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan kayu menurut Awaluddin ( Konstruksi kayu, 2000 ) adalah :

1. Pengurangan luas tampang.

Pemasangan alat sambung sepertu baut, pasak dan gigi menyebabkan luas efektif tampang berkurang sehingga kekuatannya juga menjadi rendah jika dibanding dengan kayu yang penampang utuh.

2. Penyimpangan arah serat

Pada buhul sering terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang tetapi tidak dengan batang kayu yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang terkecil atau tidak sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan

Jika alat sambung ditempatkan saling berdekatan pada kayu memikul geser sejajar serat maka kemungkinan pecah kayu sangat besar karena kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil. Oleh karena itu penempatan alat sambung harus mengikuti aturan jarak minimal antar alat sambung agar terhindar dari pecahnya kayu. Dengan adanya ketentuan jarak tersebut maka luas efektif sambungan ( luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung ) akan berkurang pula.

Dengan kata lain, sambungan yang baik adalah sambungan dengan ciri–ciri sebagai berikut :

1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk penempatan alat sambung relatif kecil bahkan nol.

2. Memiliki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit batang yang disambung tinggi.


(48)

4. Memiliki angka penyebaran panas yang rendah. 5. Murah dan mudah di dalam pemasangannya.

Selain itu beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan sambungan berkaitan dengan rendahnya kekuatan sambungan yaitu :

1. Eksentrisitas sambungan yang menggunakan beberapa alat sambung, maka titk berat kelompok alat sambung harus ditempatkan pada garis kerja gaya agar tidak timbul momen yang dapat menurunkan kekuatan sambungan.

2. Sesaran / Slip

Sesaran yang terjadi pada sambungan kayu terbagi menjadi dua. Sesaran yang pertama adalah sesaran awal yang terjadi akibat adanya lubang kelonggaran yang dipergunakan untuk mempermudah penempatan alat sambung. Selama sesaran awal, alat sambung belum memberikan perlawanan terhadap gaya sambungan yang bekerja. Pada sambungan dengan beberapa alat sambung, kehadiran sesaran awal yang tidak sama diantara alat sambung dapat menurunkan kekuatan sambungan secara keseluruhan. Setelah sesaran awal terlampaui, maka sesaran berikutnya akan disertai oleh gaya perlawanan (tahanan lateral) dari alat sambung.

3. Mata kayu

Adanya mata kayu dapat mengurangi luas tampang kayu sehingga mempengaruhi kekuatan kayu terutama kuat tarik dan kuat tekan sejajar serat.


(49)

Jenis – jenis sambungan dibedakan menjadi sambungan satu irisan (menyambungkan dua batang kayu), dua irisan ( menyambungkan tiga irisan ) dan seterusnya. Selain itu juga ada dikenal jenis sambungan takik. Menurut sifat gaya yang bekerja pada sambungan, sambungan dibedakan atas sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen.

Berdasarkan interaksi gaya – gaya yang terjadi pada sambungan, alat sambung mekanik di bagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang kekuatan sambungan berasal dari interaksi antar kuat lentur alat sambung dengan kuat desak atau kuat geser kayu.. Kelompok kedua adalah kelompok alat sambung yang kekuatan sambungannya ditentukan oleh luas bidang dukung kayu yang disambungnya. Yang tergolong kelompok pertama adalah paku dan baut. Sedangkan kelompok kedua adalah pasak kayu Koubler, cincin belah ( split ring ), pelat geser, spike grid, single atau double sided toothed plate dan toothed ring.

Pada tugas akhir ini yang digunakan adalah alat sambung jenis pertama yaitu baut. Berikut akan diuraikan dengan jelas dari alat sambung tersebut.

II.6.1 Perencanaan Sambungan

Menurut revisi PKKI – NI 5 2002 sambungan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga :


(50)

Dimana : Zu = adalah tahanan perlu sambungan

λ = adalah faktor waktu yang berlaku yang nilainya sama dengan 1,0

z = adalah faktor tahanan sambung nilainya 0.65

Z’ = adalah tahanan terkoreksi sambungan.

Tahanan terkoreksi sambungan diperoleh dari hasil perkalian antara tahanan acuan sambungan dengan faktor – faktor koreksi Keberlakuan faktor koreksi – faktor koreksi untuk setiap jenis sambungan harus sesuai dengan diisyaratkan pada tabel II-3.

Tabel II – 4 Keberlakuan factor koreksi (FK) untuk sambungan Kondis i Terkor eksi = Kondi si acuan FK diafragm a FK aksi Kelo mpok FK Geom etri FK Kedalama n Penetrasi FK Serat Ujun g FK Pelat sisi FK Paku Mirin g Z’=

Z’ w = Z Zw

Cdi Paku

pasak Cd Ceg Ceg Cm Cm Z’=

Z’ w = Z Zw

Sekru p

Cd Ceg

Z’= Z Cg Baut

C


(51)

Z’ w = Zw p kunci, pen C∆

Ceg

Z’// = Z’ =

Z// Z

Cg Cg

Pelat geser, cincin belah C C’

Cd Cd

Cm

II.6.2. Perihal Faktor Koreksi Untuk Sambungan

Pada sambungan, faktor layan basah, Cm tidak hanya bergantung pada kondisi penggunaan, tetapi juga bergantung pada kondisi saat difabrikasi. Kondisi acuan untuk penggunaan kering mengacu pada sambungan – sambungan yang difabrikasi dari material dalam keadaan kering dan digunakan pada kondisi layan kering.

Faktor layan basah tidak memperhitungkan pengaruh korosi bila sambungan akan diekspose terhadap lingkungan korosif maka tahanan sambungan harus memperhitungkan pengaruh korosi pada elemen penyambung ataupun alat penyambung baja. Alat pengencang yang digunakan pada bahan kayu yang diberi perlakuan secara kimiawi harus diberi perlindungan yang cukup sesuai dengan tata cara yang berlaku.

II.6.3 Faktor Waktu Untuk Sambungan

Faktor waktu, , tidak diperbolehkan melebihi 1,0 untuk sambungan. Sebagai tambahan, jika perencanaan sambungan ditentukan oleh kegagalan pada elemen penyambung atau alat pengencang yang terbuat dari bahan non kayu maka = 1,0.


(52)

Semua alat pengencang dan alat sambung serta sifat – sifat nominalnya harus memenuhi persyaratan minimum sesuai tata cara yang berlaku pelat – pelat baja , pelat penggantung, alat pengencang, dan bagian – bagian lain dari pelat baja harus direncanakan terhadap moda – moda keruntuhan yang berlaku ( Tarik , lentur , Tekuk , Tumpu )/ termasuk dari baja – ke – baja, dan geser pada alat pengencang .

II.6.5 Berat Jenis

Berat jenis rencana, G yang digunakan pada perhitungan tahanan tumpun pasak dan untuk persyaratan rencana lainnya dari sambungan harus didasarkan pada nilai yang sudah baku untuk jenis spesies, kelompok spesies atau mutu, sebagai mana yang disyaratkan dalam perencanaan. Berat jenis rencana tersebut harus didasarkan pada berat dan volume kering oven.

II.6.6 Tahanan Pada Komponen Struktur di Daerah Sambungan

Adanya sambungan mempengaruhi tahanan komponen struktur di daerah sambungan setidak – tidaknya hal – hal ini harus diperhitungkan:

Luas Neto

Untuk beban yang bekerja sejajar serat kayu pada sambungan baut selang – seling, sekrup kunci,pasak , pen , alat pengencang yang berdekatan harus dianggap pada penampang keritis yang sama jika spasi dalam baris alat pengencang yang satu terhadap baris lainnya yang berdekatan lebih kecil dari 4 D, dimana D adalah diameter alat pengencang. Jika digunakan pelat geser atau cincin belah dan konfigurasi selang – seling maka pelat geser atau cincin belah yang berdekatan harus dianggap bekerja pada penampang kritis yang sama jika jarak sejajar serat antar pelat geser atau cincin belah


(53)

dalam baris yang berdekatan sama dengan atau lebih kecil daripada diameter pelat geser atau cincin belah.

II.6.7 Penempatan Alat Pengencang

Jarak Tepi adalah jarak antara tepi suatu komponen struktur terhadap alat pengencang terdekat diukur dalam arah tegak lurus serat kayu. Bila suatu komponen struktur dibebani tegak lurus arah serat , tetapi memikul beban didefenisikan sebagai tepi beban. Tepi yang tidak memikul beban didefenisikan sebagai tepi tanpa beban.

Jarak Ujung adalah jarak yang diukur sejajar serat cari garis potong siku komponen struktur ke pusat alat pengencang yang terdekat.

Spesi adalah jarak antar pusat alat pengencang yang diukur sepanjang garis yang menghubungkan pusat – ke – pusat alat pengencang

Sebuah Baris Alat Pengencang didefenisikan sebagai beberapa alat pengencang yang terletak satu baris dalam arah garis kerja beban.

Spasi Dalam Baris Alat Pengencang adalah jarak antar alat pengencang didalam satu baris ; dan Jarak antar baris alat pengencang adalah jarak antar baris – baris alat pengencang.

j a r ak a n t ar b a r is ala t p en g en can g

j ar ak t ep i j a r ak u j u n g sp esi d ala m b a r is ala t p en g e n ca n g


(54)

Gambar II – 9 Geometri Sambungan Baut

II.6.8 Alat Penyambung Baut

Alat penyambung baut harus terbuat dari baja dengan diameter 6,3 mm ≤ D ≤ 25mm.

II.6.8.1 Pemasangan Alat Pengencang

Alat pengencang harus memenuhi persyaratan yang berlaku diameter baut, sekrup kunci dan pen adalah diameter nominal.

II.6.8.2 Lubang Penuntun

Ketentuan lubang penuntun berikut ini berlaku untuk baut, sekrup kunci, pen, atau pasak yang dipasang pada material kayu atau material yang berbahan dasar kayu. Lubang penuntun harus dibuat tegak lurus terhadap permukaan komponen struktur, kecuali bila pada suatu sudut kemiringan lubang penuntun memang diperhitungkan

alat pengencang

j arak antar bar is alat pengencang

j arak t epi beban j arak t epi tanpa beban


(55)

pada proses perencanaan. Lubang penuntun harus dibuat seksama, untuk baut lubang penuntun tidak boleh lebih besar daripada : D + 0,8 mm bila D ′ 12,7 mm dan D + 1,6 mm bila D / 12,7 mm. Lubang penuntun untuk pen harus dibuat antara D hingga ( D – 0,8 mm ) dimana D adalah diameter pen.

II.6.8.3 Ring

Bila baut menumpu pada material kayu atau material yang berasal dari kayu, maka harus dipasang ring standar, pelat baja, atau jenis ring baja lainnya diantara material kayu tersebut dan kepala baut atau kepala sekrup kunci atau mur. Diameter luar minimum ring harus 2,5 kali diameter batang baut ketebalan minimum ring adalah 3,2 mm.

II.6.8.4 Spasi Alat Pengencang

Untuk baut, sekrup kunci dan pen, jarak tepi baut yang diperlukan, jarak ujung dan spasi alat pengencang yamg diperlukan untuk mengembangkan tahanan acuan harus dengan nilai minimum pada table II.4. Spasi tegak lurus arah serat antar alat – alat pengencang terluar dalam suatu sambungan tidak boleh lebih besar dari 127 mm kecuali bila ada ketentuan megenai perubahan dimensi kayu.

Tabel II.5 Jarak tepi, jarak ujung dan persyaratan spasi sambungan baut Beban Sejajar Arah

Serat

Ketentuan Dimensin Minimum 1. Jarak Tepi ( bopt )

Lm/D < 6 1,5D

Lm/D > 6 Yang terbesar dai 1,5D atau ½ jarak antar baris alat pengencang tegak lurus

2. Jarak ujung ( aopt)

Komponen tarik 7D Komponen Tekan 4D 3. Spasi ( Sopt )


(56)

pengencang

4.Jarak antar bnaris alat pengencang

1,5D <127 mm ( lihat catatan 2 dan 3 ) Beban Tegak Lurus Serat Ketentuan Dimensi Minimum 1. Jarak Tepi ( b opt )

Tepi yang dibebani 4D Tepi yang tidak dibebani 1,5D

2. Jarak Ujung 4D

3. Spasi Lihat catatan 3 4. Jarak antar baris alat

pengencang :

Lm/D > 2 2,5 D ( Lihat catatan 3 )

2 < lm < 6 ( 5 lm + 10 D )/8 ( lihat catatan 3 ) Lm/D > 6 5D ( Lihat catatan 3 )

Catatan :

1. lm adalah panjang baut pada komponen utama pada suatu sambungan atau panjang total baut pada komponen sekunder ( 2 ls ) pada suatu sambungan.

2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring.

3. Spasi tegak lurus arah serat antar alat – alat pengencang terluar pada suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali bila digunakan alat penyambung khusus atau biala ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu.

II.6.9 Tahanan Terhadap Gaya Lateral II.6.9.1 Tahan Lateral Acuan Satu Irisan

Berdasarkan PKKI NI-5 2002 tahanan acuan dari suatu sambungan yang menggunakan alat pengencang baut satu irisan atau menyambung dua komponen diambil sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung menggunakan semua persamaan di bawah ini:


(57)

Tabel II .6 Tahanan lateral acuan untuk satu baut untuk dengan satu irisan yang menyambung dua komponen.

Moda Kelelehan Tahanan Lateral ( Z )

Im

Z =

K F Dtm em

83 , 0 Is Z = K F Dts es 83 , 0 II Z = K F Dt k1 s es

93 , 0 IIIm Z = K R F Dt k e s e m ) 2 1 ( 04 , 1 2  IIIs Z = K R F Dt k e m e s ) 2 ( 04 , 1 3  IV Z =     K D2 04 , 1 ) 1 ( 3 2 e yb em R F F  Catatan : 1

k =

) 1 ( ) 1 ( ) 1 (

2 2 2 2 3

e t e e t t t e e R R R R R R R R R       

………..( 2.5 )

2

k = (- 1 ) + 2

2 3 ) 2 1 ( 2 ) 1 ( 2 s em e by e t F D R F

R  


(58)

3

k = (- 1 ) + 2

2 3 ) 2 ( 2 ) 1 ( 2 s em e by e e t F D R F R R  

………..( 2.7 )

II.6.9.2 Tahanan Lateral Acuan Dua Irisan

Tahanan lateral dua irisan pada sambungan baut berbeda dengan tahanan lateral acuan dua irisan pada sambungan paku yang hanya mengalikan dengan dua nilai tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecilnya. Pada sambungan baut tahanan lateral acuan dua irisan dihitung sesuai dengan rumus – rumus yang telah ditentukan pada PKKI NI – 5 2002 yaitu sebagai berikut :

Tabel II.7

Tahanan lateral acuan satu baut pada sambungan dua irisan yang menyambung tiga komponen

Moda Kelelehan Tahanan Lateral ( Z )

Im

Z = K

F Dtm em 83 , 0 Is Z = K F Dts es 66 , 1 IIIs Z = K R F Dt k e m e s ) 2 ( 08 , 2 4  IV Z =     K D2 08 , 2 ) 1 ( 3 2 e yb em R F F  Catatan :


(59)

4

k = (- 1 ) + 2

2 3 ) 2 ( ) 1 ( 2 s em e by e e t F D R F R R  

………..( 2.8 )

t R =

s m

t t

...( 2.9 )

Re = es em

F F

...( 2.10 )

K = 1 + (θ /360º) ...( 2.11 )

Dimana Fem dan Fes adalah kuat tumpu kayu utama dan kuat tumpu kayu samping. Untuk sudut sejajar serat dan tegak lurus serat, nilai kuat tumpu kayu adalah Fe// = 77,25G dan Fe.

II.6.9.3 Tahan Lateral Terkoreksi

Tahanan lateral terkoreksi Z’ dihitung dengan mengalikan tahanan lateral acuan yang terkecil dengan faktor – faktor koreksi. Beberapa faktor koreksi pada sambungan baut adalah :

1. Faktor geometri

Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri sambungan ( CΔ ),

dimana (CΔ) dalah nilai terkecil dari faktor – faktor geometri yang dipersyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang.

Jarak ujung. bBila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang ( a ) lebih besar atau sama dengan ( aopt) pada tabel 14 maka CΔ = 10. Bila aopt / 2 ≤ a < aopt,

maka CΔ = a / aopt.

Spasi dalam baris alat pengencang. Bila Spasi dalam baris alat pengencang ( s ) lebih besar atau sama dengan sopt maka CΔ = 1,. Jika 3D ≤ s < sopt, maka

CΔ = s / sopt .


(60)

Faktor – faktor yang mempengaruhi faktor aksi kelompok Cg adalah kemiringan kurva beban dan sesaran baut, jumlah baut, spasi alat sambung dalam satu baris. Nilai faktor aksi kelompok dapat dihitung dengan persamaan berikut.

Cg =

r n i i f a n 1 1 Dimana :

ai =

        

  m

R m m m R m m EA n n EA n i i i 1 1 1 1 1 1 2 2

m = u- u21

u = 1+ γ

   

   s m EA EA

s 1 1


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Persiapan Penelitian

Kayu yang dianbil adalah kayu Durian dengan ukuran 2 X 3 inchi2 dengan panjang bentang bersih 4.80 meter. Kayu tersebut akan diteliti sifat-sifat mekanis dan sifat fisisnya sehingga diperoleh karakteristik yang diperlukan untuk pengujian nantinya.

Kayu batangan tersebut dibiarkan kering udara sampai mencapai kadar air 15% untuk selanjutnya diambil pengujian sesuai dengan masing-masing jenis pengujian karakteristik.

III.2 Pelaksanaan Pengujian

Pengujian dan pemeriksaan yang akan dilakukan pada kayu tersebut mengacu kepada metode pengujian di Inggris BS 373 (1957) “Metode Pengujian Contoh Kecil Kayu” ( Sumber : Desch, Ernst Harold; Timber : its structure, properties, and utilization ). Pengujian tersebut meliputi :

1.Pengujian physical properties kayu meliputi : a. Pemeriksaan kadar air


(62)

2.Pengujian Mechanical Properties kayu meliputi : a. Pengujian kuat tekan sejajar serat

b. Pengujian kuat lentur pada penurunan izin c. Pengujian kuat lentur ultimate

d. Pengujian elastisitas kayu

III.2.1 Pemeriksaan Kadar Air

Pemeriksaan kadar air dari kayu dilakukan sedemikian rupa sehingga sifat dari benda uji itu mendekati sifat rata-rata dari kayu yang akan diperiksa. Oleh sebab itu, kayu yang akan digunakan diambil dari tempat yang sama. Benda uji dibuat berukuran 3 cm x 4,5 cm x 6,5 cm sebanyak 5 sampel.

Gambar III.1 : Jarak minimum pengambilan sampel untuk menentukan kadar air 6,5 cm

4,5 cm


(63)

Setelah benda uji dibuat, maka dilakukan penimbangan berat masing-masing benda uji dicatat sebagai berat awal. Penimbangan dilakukan setiap hari selama satu minggu. Metode pengeringan yang dilakukan adalah metode pengeringan udara, yaitu dibiarkan dalam ruangan dengan suhu kamar dan sampel terlindung dari pengaruh cuaca seperti panas dan hujan.

Pada saat benda uji menunjukkan berat yang tetap atau tidak turun lagi maka berat benda uji dapat dianggap sebagai berat akhir dan kayu dapat dianggap telah kering udara. Apabila berat benda uji terus menurun (berkurang), maka kayu belum dapat dianggap kering udara atau kayu masih dianggap basah.

%

100

15

,

1

x

Gku

Gku

Gx

Dimana :

= Kadar air (%)

Gx = Berat sampel mula-mula (gr)

Gku = Berat sampel kering (gr)

III.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis

Dalam pemeriksaan berat jenis kayu, sampel yang digunakan harus sedemikian rupa sehingga dapat mendekati sifat rata-rata dari kayu yang diteliti. Sampel dibuat dengan ukuran 2,5 cm x 5 cm x 7,5 cm yang telah kering udara (kadar air 15%).


(64)

Gambar III.2 : Sampel Pengujian Berat Jenis

Sampel kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Untuk perhitungan sebagai berat jenis kayu diambil angka rata-rata dari semua sampel, dan perbedaan antara berat jenis yang tertinggi dan yang terendah tidak boleh lebih dari 100% berat yang terendah.

Maka dapat dikatakan berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu pada keadaan kering udara dengan volume kayu pada kondisi tersebut (dalam satuan gr/cm3), atau :

BJ Vx Wx

Dimana :

BJ = Berat jenis kayu (gr/cm3)

Wx = Berat sampel kayu kering udara (gr) Vx = Volume sampel (cm3)


(65)

III.2.3 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan dengan menggunakan peralatan mesin tekan dan dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang mampu diterima oleh kayu tersebut sampai batas keruntuhan.

Pengujian kuat tekan yang akan diuji adalah pengujian kuat tekan kayu sejajar serat, dimana sampel kayu yang digunakan adalah berukuran 2 cm x 2 cm x 6 cm, dengan arah serat sejajar dengan memanjang sampel. Pengujian dilakukan pada sampel kering udara (kadar air ± 15%) Sampel dimasukkan kedalam mesin dengan sisi 2 cm x 2 cm menghadap ke atas dan ke bawah. Kemudian dilakukan penekanan secara berlahan. Penekanan dilakukan sampai pembacaan dial berhenti atau turun dan menunjukkan angka yang tetap, yaitu pada saat terjadi keruntuhan pada sampel.

Besarnya nilai pembacaan akhir kemudian dicatat sebagai beban tekan dan merupakan nilai P. Kekuatan tekan kayu dengan arah sejajar serat dihitung dengan rumus berikut :

P


(66)

Gambar III.3 : Sampel Pengujian kuat Tekan

Besarnya nilai pembacaan akhir kemudian dicatat sebagai beban tekan dan merupakan nilai P. Kekuatan tekan kayu dengan arah sejajar serat dihitung dengan rumus berikut :

A P tk//

Dimana : tk// = Tegangan tekan sejajar serat (Kg/mm2)

P = Beban tekan maksimum (Kg)

A = Luas bagian yang tertekan (cm2)

III.2.4 Pengujian Kuat Lentur Pada Penurunan Izin

Pada pengujian ini akan dikerjakan gaya tranversal statis pada sampel kayu untuk mendapatkan teganagan lentur kayu yang terjadi pada saat penurunan yang diizinkan tercapai.

Sampel kayu berukuran 30 cm x 2 cm x 2 cm dengan arah serat sejajar dengan arah memanjang sampel.


(67)

Gambar III.4 : Sampel Pengujian Kuat Lentur

Sampel diletakkan pada dua perletakan dan diberi gaya P terpusat pada tengah bentang yang secara bertahap ditambah besarnya. Pada tengah bentang pada sampel dipasang alat pengukur penurunan yang terjadi. Alat ini berupa dial yang berhubungan dengan jarum pengukur penurunan yang dapat menujukkan pergerakan yang terjadi sampai dengan ketelitian 0.01 mm.

Beban P secara bertahap ditambah besarnya dan dicatat besarnya penurunan yang terjadi.

Besarnya P untuk memperoleh tegangan lentur adalah besarnya beban P yang diberikan pada saat benda uji mengalami penurunan izin dan perhitungan ini nantinyan menghasilkan kuat lentur pada kondisi izin .

P


(68)

2

6 1

4 1

bh PL b

Dimana : σb = Tegangan lentur yang terjadi (kg/cm2)

P = Beban pada saat mencapai kondisi izin(kg)

L = Panjang bentang = 30 cm

b = Lebar sampel = 2 cm

h = Tinggi sampel = 2 cm

III.2.5 Pengujian Elastisitas

Pada percobaan ini akan dicari besarnya nilai elassitas kayu yang mengalami lenturan. Sampel kayu yang digunakan berukuran 30 cm x 2 cm x 2 cm dengan arah serat sejajar dengan arah memanjang sampel.

Sampel diletakkan pada dua perletakan dan diberi gaya P terpusat pada tengah bentang secara bertahap di tambahan besarnya. Pada tengah bentang bentang pada

sampel dipasang alat pengukur penurunan yang terjadi.

P


(69)

Gambar III.5 : Penempatan Dial Dan Beban Pada Sampel

Alat ini berupa dial yang berhubungan dengan jarum pengukur yang dapat menunjukkan pergerakan yang terjadi sampai ketelitian 0,01 mm. beban P secara bertahap ditambah besarnya lalu dicatat besarnya penurunan yang terjadi.

Beban harus ditambah sampai sampel menjadi patah. Untuk setiap besar beban yang bekerja diperoleh besarnya penurunan (f). dari kedua parameter ini dapat diperoleh nilai elastisitas material yang menurut persamaan :

f

EI

PL

48

3

E =

Dimana :

f = Penurunan (cm)

L = Panjang bentamg = 30 cm

b = lebar sampel = 2 cm

h = Tinggi sampel = 2 cm

σ = Tegangan lentur (kg/cm2)

= Rengangan yang terjadi

III.2.6 Pengujian Sambungan Memikul Momen dan Gaya Lintang Dengan Menggunakan Dial Deformasi Sambungan


(70)

Pengujian sambungan kayu memikul momen dan gaya lintang dilakukan terhadap masing-masing sampel untuk mendapatkan nilai beban maksimum yang mampu diterima oleh sambungan kayu tersebut.

Sampel kayu yang digunakan berukuran (2 x 3) inc² sepanjang 3 m, dengan penyambung kayu berukuran (1 x 3) inc²,sedangkan penyambung kayu ditentukan setelahnya. Sampel diletakkan pada dua perletakan yang dianggap sebagai sendi dan rol. Agar diperoleh momen dan gaya lintang maka beban diletakkan ditengah bentang dengan beban P.

Sambungan kayu, baik itu menggunakan penyambung kayu ataupun pelat baja, masing-masing menggunakan alat sambung baut, sebelum memasang baut titik-titik penempatan baut terlebih dahulu dilubangi dengan menggunakan bor listrik. Lubang yang dibuat tidak boleh lebih besar dari D + 0.8 mm, bila D < 12.7 mm dimana D adalah diameter baut.

Kemudian baut dipasang dengan cara menekan dan memutar baut searah jarum jam pada lubang-lubang sambungan kayu tersebut. Sebelum dilakukan pembebanan terlebih dahulu dipasang alat pengukur dial deformasi. Dimana alat pengukur dial deformasi berhubungan dengan jarum pengukur yang dapat menunjukkan pergerakan yang terjadi sampai ketelitian 0,01 mm. Setelah dipasang alat dial, pembacaannya diatur ke angka nol.

Setelah itu penambahan beban dilakukan secara bertahap, dengan besar masing-masing 10 kg. Besarnya penurunan pada dial yang terjadi akibat penambahan beban kemudian dicatat. Penambahan beban ini terus dilakukan sampai sampel menjadi patah.


(71)

Pengujian sambungan kayu dengan menggunakan dial deformasi dilakukan pada 3 (tiga) tiga jenis sampel.

Berikut ini keterangan masing-masing sampel yang akan digunakan pada pengujian sambungan kayu menggunakan dial deformasi sambungan.

1. Sampel I

•Kayu berukuran 300 cm x 9 cm x 4.5 cm

2. Sampel II

• Kayu yang disambung memiliki penampang 150 cm x 7,62 cm x 5,08 cm • Pelat penyambung kayu memiliki penampang 45 cm x 7,62 cm x 2,54 cm • Baut yang digunakan berdiameter 3/8 inchi dengan jumlah n buah

P

kayu pelat kayu

P

300 cm

150 cm 150 cm

kayu pejal 3" 2"


(1)

Gambar: Kondisi Perlet akan


(2)

(3)

Gambar: Pengujian Sampel Kayu Ut uh


(4)

(5)

Gambar : Pengujian Sampel Penyambung Pelat Baja 2 mm


(6)